ANDRAGOGI
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
Wahyu Setiawan
Chaidar Al-Faruq
Fakultas Tarbiyah
Ponorogo-Indonesia
Tahun 1443/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengajar merupakan tugas yang membutuhkan suatu perhatian yang khusus bagi guru,
karena dalam mengajar terdapat aspek-aspek psikologis yang harus diketahui guru dalam
mengajar, yaitu guru harus mampu untuk: (1) Mengarahkan dan membimbing belajar; (2)
Menimbulkan motivasi pada murid murid untuk belajar; (3) Membantu murid-murid dalam
mengembangkan sikap yang baik dan diinginkan; (4) Memperbaiki tehnik mengajar; (5)
Mengenal dan mengusahakan terbentuknya pribadi yang kuat serta berguna dalam rangka
usaha untuk memperoleh sukses dalam mengajar.
Seorang guru harus mempunyai empat kompetensi dasar yaitu kompetensi profesional,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi pedagogik.2 Kompetensi
pedagogik terdiri dari sepuluh subkompetensi di dalamnya, yaitu Menguasai karateristik
peserta didik dari aspek fisik, moral, kultural, emosional dan intelektual, Menguasai teori-
teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajar yang mendidik, Mengembangkan kurikulum yang
terkait dengan mata pelajaran atau bidang pengembangan yang diampu, Menyelenggarakan
pembelajaran yang mendidik, Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kepentingan pembelajaran, Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk
mengaktualisasi berbagai potensi yang dimilikinya, Berkomunikasi secara efektif, empatik
dan santun dengan peserta didik, Menyelenggarakan penilaian, evaluasi proses dan hasil
belajar, Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran,
Melakuan tindakan refleksi untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian
kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang
akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Namun teori belajar ini tidak-lah semudah
yang dikira, dalam prosesnya teori belajar ini membutuhkan berbagai sumber sarana yang
dapat menunjang, seperti : lingkungan siswa, kondisi psikologi siswa, perbedaan tingkat
kecerdasan siswa. Semua unsure ini dapat dijadikan bahan acuan untuk menciptakan suatu
model teori belajar yang dianggap cocok, tidak perlu terpaku dengan kurikulum yang ada
asalkan tujuan dari teori belajar ini sama dengan tujuan pendidikan.
Makalah ini sudah cukup banyak membahas tetang teori-teori pembelajaran. Teori – teori
pembelajaran tersebut menjelaskan apa itu belajar dan bagaimana mana belajar itu
terjadi. Teori Behavioristik merupakan teori yang menyatakan bahwa belajar adalah
perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antar stimulus dan respon. Teori
Pengkondisian Klasik menyatakan bahwa belajar merupakan suatu usaha dari organisme
untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimulus yang pada akhirnya menghasilkan sustu
respon. Teori Gestalt lebih menekankan belajar adalah kecenderungan mempersepsikan apa
yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh. Inti dari Teori Skinneradalah
dimana konsekunsi prilaku akan menyebabkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan
terjadi . Teori Gane menyatakan bahwa belajar bukan merupakan proses tunggal melainkan
proses luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku. Teori
Pemerosesan Informasi menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi
dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Metakognisi adalah suatu kemampuan
individu diluar kepalanya dan berusaha merenungkan cara dia berfikir atau merenungkan
proses kognitif yang dilakukan. Sedangkan Sibernetik mengatakan bahwa belajar adalah
pengolahan informasi .
Jadi masing-masing teori menjelaskan belajar dan pembelajaran dalam pengertian yang
berbeda-beda.
Konsep dapat bersifat informatif yang tidak memerlukan analisis untuk memahaminya.
Biasanya pesan yang berupa konsep disampaikan di awal kegiatan mengajar. Menurut Jerome
Bruner, konsep dapat dijadikan suatu hasil belajar yang diperoleh ketika guru telah
mengajarkannya pada siswa.
Guru dengan gaya mengajar klasik masih menerapkan konsepsi sebagai satu-satunya cara
belajar dengan berbagai konsekuensi yang diterimanya. Guru masih mendominasi kelas
dengan tanpa memberi kesempatan pada siswa untuk aktif, sehingga akan menghambat
perkembangan siswa dalam proses pembelajaran. Gaya mengajar klasik tidak sepenuhnya
disalahkan saat kondisi kelas mengharuskan seorang guru berbuat demikian, yaitu kondisi
kelas yang mayoritas siswanya pasif. Dalam pembelajaran klasik, peran guru sangat
dominan, karena dia harus menyampaikan materi pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus
ahli (expert) pada bidang pelajaran yang diampunya. Dalam model pembelajaran seperti ini,
siswa cenderung bersikap pasif (hanya menerima materi pembelajaran).
Berdasarkan unsur historisnya bahwa teori belajar klasik berkembang sebelum abad ke 20
yang dikenal dengan teori belajar disiplin mental. Teori ini tanpa dilandasi eksperimen dan
hanya berdasar pada filosofis atau spekulatif. Walaupun berkembang sebelum abad ke-20,
namun teori disiplin mental sampai sekarang masih ada pengaruhnya, terutama dalam
pelaksanaan pengajaran disekolah-sekolah. Teori ini menganggap bahwa secara psikologi
individu memiliki kekuatan, kemampuan atau potensi-potensi tertentu. Belajar adalah
pengalaman dari kekuatan, kemampuan dan potensi-potensi tersebut. Teori belajar disiplin
mental, merupakan salah satu pandangan yang mula-mula memberikan definisi tentang
belajar yang disusun oleh filsuf Yunani bernama Plato. Pandangan filsafatnya yaitu tentang
idealisme yang melukiskan pikiran dan jiwa yang bersifat dasar bagi segala sesuatu yang ada.
Idealisme hanyalah ide murni yang ada di dalam fikiran karena pengetahuan seseorang
berasal dari ide yang ada sejak kelahirannya. Belajar dilukiskan sebegai pengembangan oleh
fikiran yang bersifat keturunan. Kepercayaan ini kemudian dikenal sebagai konsep “disiplin
mental”.
Menurut Jean Jacques Rosseon, anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam,
melalui belajar anak harus diberi kesempatan untuk mengembangkan atau mengaktualkan
potensi tersebut. Sedangkan menurut psikologi atau faculty psychology adalah individu
memiliki sejumlah daya-daya seperti daya mengenal, mengingat, menganggap, mengkhayal,
berfikir dan sebagainya. Daya itu dapat dikembangkan melalui latihan dalam bentuk ulangan,
apabila anak dilatih banyak mengulang-ulang, menghafal sesuatu maka ia akan mengingat
terus akan hal itu. Istilah teori belajar tersebut muncul setelah terjadi kesulitan ketika akan
menjelaskan proses belajar secara menyeluruh. Berawal dari kesulitan tersebut munculah
beberapa persepsi berbeda dari para psikolog sehingga menghasilkan dalil-dalil yang
memiliki inti kalau teori belajar adalah alat bantu yang sistematis dalam proses belajar.
PENUTUP
Kesimpulan
Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian
kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang
akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Namun teori belajar ini tidak-lah semudah
yang dikira, dalam prosesnya teori belajar ini membutuhkan berbagai sumber sarana yang
dapat menunjang, seperti : lingkungan siswa, kondisi psikologi siswa, perbedaan tingkat
kecerdasan siswa. Semua unsure ini dapat dijadikan bahan acuan untuk menciptakan suatu
model teori belajar yang dianggap cocok, tidak perlu terpaku dengan kurikulum yang ada
asalkan tujuan dari teori belajar ini sama dengan tujuan pendidikan.
Guru dengan gaya mengajar klasik masih menerapkan konsepsi sebagai satu-satunya cara
belajar dengan berbagai konsekuensi yang diterimanya. Guru masih mendominasi kelas
dengan tanpa memberi kesempatan pada siswa untuk aktif, sehingga akan menghambat
perkembangan siswa dalam proses pembelajaran. Gaya mengajar klasik tidak sepenuhnya
disalahkan saat kondisi kelas mengharuskan seorang guru berbuat demikian, yaitu kondisi
kelas yang mayoritas siswanya pasif. Dalam pembelajaran klasik, peran guru sangat dominan,
karena dia harus menyampaikan materi pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus ahli
(expert) pada bidang pelajaran yang diampunya. Dalam model pembelajaran seperti ini, siswa
cenderung bersikap pasif (hanya menerima materi pembelajaran).
DAFTAR PUSTAKA