Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH PSIKOLOGI BELAJAR

(PARADIGMA BELAJAR KOGNITIF & PARADIGMA BELAJAR ASOSIASIF)


Dosen Pengampu: Ridwan Budi Pramono, S.Psi. M.A.

DISUSUN OLEH:
1. Marsya Meivia W.A. ( 202160104 )
2. Zahra Eka Pratiwi ( 202160130 )
3. Putri Rahayu D.K.P. ( 202160119 )
4. Ainun Nurus Shofa ( 202160105 )
5. Fauzie Nor Abdillah ( 202160125 )

FAKULTAS PSIKOLOGI
Kampus Gondangmanis PO.BOX 53 Bae Kudus
Telepon : (0291) 438229, Fax. (0291) 437198
E-mail: muria@umk.ac.id, http://www.umk.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Teori belajar adalah teori yang pragmatik dan eklektik. Teori dengan sifat
demikian ini hampir dipastikan tidak pernah mempunyai sifat ekstrim atau mutlak. Tidak ada
teori belajar yang secara ekstrim memperhatikan aspek mahasiswa saja, misalnya. Atau teori
belajar yang hanya mementingkan aspek dosen saja, kurikulum saja, dan sebagainya (Bruno,
2010: Dimyati dan Mudjiono, 2002).
Fokus yang menjadi pusat perhatian suatu teori selalu ada. Ada yang lebih
mementingkan proses belajar, ada yang lebih mementingkan sistem informasi yang diolah
dalam proses belajar, dan lain-lain. Namun, faktor lain di luar titik fokus itu juga selalu
diperlukan untuk menjelaskan selutuh persoalan belajar yang dibahas. Konsekuensi lain,
taksonomi (penggolongan) teori-teori tentang belajar seringkali bervariasi antara penulis satu
dengan lainnya. Ada yang mengelompokkan teori belajar menurut berbagai aliran psikologi
yang mempengaruhi teori-teori tersebut. Ada pula yang mengelompokkannya menurut titik
fokus dari teori-teori tersebut. Bahkan ada yang menggolong-golongkan teori belajar menurut
nama-nama ahli yang mengembangkan teori-teori itu.
Kerangka pemahaman tentang teori belajar dan motivas di era industri merupakan
kebutuhan dasar pengajaran yang tetap relevan dilakukan untuk menjawab tantangan
pembelajaran era milenial. Wawasan tentang hal tersebut akan sangat membantu dalam
mensintesis pernbedaan dan persamaan teori belajar tingkah laku, kognitif, humanistik, dan
sibernetik dalam hal makna belajar, proses belajar, serta kekuatan dan kelemahannya; dapat
memberi contoh konkret penerapan dari setiap teori belajar di dalam perkuliahan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud Belajar Kognitif?


2. Bagaimana konsep Teori Kognitif?
3. Apa ciri-ciri Teori Kognitif?
4. Bagaimana Implikasi Teori Kognitivisme dalam Pembelajaran?
5. Apa yang dimaksud Teori Gestalt?
6. Apa yang dimaksud Asosiasi?
7. Bagaimana Afektif Belajar?

C. TUJUAN
Tujuan dari paper ini dibuat adalah supaya penulis sekaligus pembaca dapat memahami
definisi dari perilaku dan teori Belajar Kognitif dan Belajar Asosiasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PARADIGMA BELAJAR KOGNITIF


Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti.
Pengertian cognition (kognisi) sangat luas, mencakup perolehan, penataan, dan penggunaan
pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer
sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu konsep umum yang mencakup semua
bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah
pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi,
pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan
afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah
laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau
memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.

I. KONSEP TEORI KOGNITIVISME


Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi
adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka,
memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep
tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada
variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang. Teori belajar kognitiv lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar
melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan
persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Dari beberapa teori belajar kognitif (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat diambil
sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan
dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori memiliki kesamaan yang
sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika
diaplikasikan dalam proses pendidikan. Sebagai misal, Teori bermakna Ausubel dan discovery
learning-nya Bruner memiliki sisi pembeda. Dari sudut pandang Teori belajar Bermakna
Ausubel memandang bahwa justru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal
mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan
untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh karenanya menurut
teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu mengkoordinasikan
pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan koridor
pembelajaran yang bermakna.
Berdasar hal itu, dapat dikemukakan garis tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif,
meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan
pada konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori belajar
kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-
benar diperhatikan antara karakter masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan
tingkatan pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.

II. CIRI-CIRI TEORI KOGNITIF


1. Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
2. Mementingkan keseluruhan dari pada bagian‐bagian
3. Mementingkan peranan kognitif
4. Mementingkan kondisi waktu sekarang
5. Mementingkan pembentukan struktur kognitif
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan
bentuk‐bentuk reppresentatif yang mewakili obyek‐obyek itu di representasikan atau di
hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya
merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya
selama mengadakan perja‐ lanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri. Tampat‐
tempat yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya
sendiri juga tidak hadir di tempat‐tempat itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya
tanggapan‐tanggapan, gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata‐ kata yang
disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.

III. IMPLIKASI TEORI KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN


Dalam perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori
kognitivisme ini yaitu: Teori perkembangan Piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna
Ausubel. Ketiga teori ini dijabarkan sebagai berikut: Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
(1) asimilasi; (2) akomodasi; (3) equilibrasi proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara
kita mengatur materi pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur siswa; (4) enaktif (aktivitas);
(5) ekonik (visual verbal); (6) simbolik proses belajar terjadi jika siswa mampu
mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru. Proses belajar
terjadi melaui tahap-tahap: (1) memperhatikan stimulus yang diberikan; dan (2) memahami
makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yangsudah dipahami.
Prinsip kognitivisme banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada
perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain: (1) Si belajar akan
lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan
pola dan logika tertentu; (2) penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks;
dan (3) belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal
tanpa pengertian penyajian. Adapun kritik terhadap teori kognitivisme adalah: (1) teori kognitif
lebih dekat kepada psikologi daripada kepadateori belajar, sehingga aplikasinya dalam proses
belajar mengajar tidaklah mudah; dan (2) sukar dipraktekkan secara murni sebab seringkali
kita tidak mungkin memahami “struktur kognitif” yang ada dalam benak setiap siswa.

B. PARADIGMA BELAJAR ASOSIASI


Paradigma Asosiasi ( Ivan Pavlov)
I. KONSEP DASAR
Organisme belajar melalui asosiasi 2 stimulus di mana satu stimulus mendatangkan
sebuah respon yang semula didatangkan hanya dengan stimulus yang lain. Ia menemukan
bahwa ia dapat menggunakan stimulus netral, seperti sebuah nada atau sinar untuk membentuk
perilaku (respons). Dalam teori Pavlov dikenal istilah:
1. Unconditioned Stimulus(UCS) adalah stimulus asli yang mendatangkan respon bawaan
atau wajar tanpa perlu dipelajari sebelumnya oleh organisme.
2. Unconditioned Respons (UCR) adalah respon asli atau bawaan yang datang dari stimulus
bawaan atau wajar tanpa dipelajari sebelumnya oleh organisme atau bisa dikatakan sebagai
tindakan yang merupakan naluri alamiah organisme sebagai bentuk respon terhadap
sesuatu.
3. Conditioned Stimulus (CS) adalah stimulus yang dipasangkan dengan UCS, yang
mendatangkan respon yang terkondisi yang sama dengan UCR asli.
4. Conditioned Respons (CR) adalah bentuk respon yang datang dari stimulus yang terkondisi
yang sama persis dengan respon aslinya.
5. Extinction atau penghapusan jika organisme secara terus-menerus diberikan stimulus yang
dikondisikan dan kemudian mengeluarkan respon yang dikondisikan tanpa diberikan
stimulus asli. Maka kemampuan stimulus yang dikondisikan(CS) untuk menimbulkan
respon yang dikondisikan(CR) akan hilang.
6. Generalisasi stimulus adalah stimulus pengondisian kedua (CS2) yang sejenis dengan
stimulus pengondisian pertama (CS1) dapat memberikan respon (CR) yang sama.
7. Diskriminasi yakni tidak semua stimulus pengondisian (CS1,CS2, CS3,dll) akan
memberikan respon yang sama.
8. Higher order conditioning, yaitu pengondisian yang lebih tinggi dibandingkan
pengondisian biasa dengan menggunakan netral stimuli (NS)yang didampingi oleh
conditioned stimuli (CS) tanpa menggunakan unconditioned stimuli (UCS).
9. Counter Conditioning yaitu prosedur classical conditioning yang dilakukan untuk
melemahkan  suatu CR dengan mengasosiasikannya dengan stimulus yang menimbulkan
rasa takut (fear-provoking stimulus) dengan suatu respons baru yang bertentangan dengan
rasa takut tersebut.

II. TIPE BELAJAR


Dalam teori pavlov yag dikenal adalah classical conditioning dimana terjadi proses pemberian
stimulus oleh lingkungan sekitar terhadap objek. Dalam classical cond itioning dikenal adanya
masa akuisisi (acquisition) yakni periode selama respon yang dikondisikan itu dipelajari oleh
organisme.
Mekanisme belajar

Berikut adalah tahap-tahap eksperimen dan penjelasan dari gambar diatas:


1. Di mana anjing bila diberikan sebuah makanan (UCS) maka secara otonom anjing akan
mengeluarkan air liur (UCR).
2. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur.
3. Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (UCS) setelah diberikan
bunyi bel (CS) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (UCR) akibat
pemberian makanan.
4. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar
bunyi bel (CS) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon
berupa keluarnya air liur dari mulutnya (CR).
Dalam klasikal kondisioning ada lima macam pola kondisioning yakni:
1. Delayed Conditioning yakni dalam kondisioning pola ini, CS muncul terlebih dulu, dan
menghilang pada saat, atau selama kemunculan UCS.
2. Trace Conditioning yakni CS muncul terlebih dahulu dan menghilang sebelum
kemunculan UCS.
3. Simultaneous Conditioning (Kondisioning Simultan) yakni CS dan UCS dihadirkan secara
bersamaan.
4. Backward Conditioning (Kondisioning Terbalik) adalah UCS justru muncul dan berhenti
sebelum CS.  UCS dihadirkan sebelum CS
5. Temporal Conditioning (Kondisioning Temporer) ,dalam kondisioning ini, posisi CS dan
UCS tidak bisa dijelaskan secara eksplisit. UCS dimunculkan dalam jarak waktu yang
telah ditentukan.

III. APLIKASI DALAM KEHIDUPAN NYATA


Proses pembelajaran dapat terjadi secara tidak disadari baik oleh subjek ataupun objek
pembelajaran seperti yang akan diilustrasikan berikut ini.
Dalam sebuah SD saat guru mengucapkan “ Baik anak-anak, sekian pelajaran dari
bapak hari ini” (UCS) lalu akan diikuti oleh murid-muridnya yang membereskan buku sambil
bersorak (UCR), namun ketika suatu hari SD tersebut mulai memasang bel dan bel itu
berbunyi saat jam pulang sekolah (CS) dan dibarengi oleh ucapan gurunya (UCS) maka respon
yang terjadi adalah hal yang biasa (UCR). Namun beberapa hari yang berikutnya bel itu
berbunyi (CS) padahal belum waktunya pulang, namun anak-anak tetap bersorak (CR).
Disadari atau tidak proses di atas adalah proses pembelajaran pengondisian.
BAB 3
PENUTUP

Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti.
Pengertian cognition (kognisi) sangat luas, mencakup perolehan, penataan, dan penggunaan
pengetahuan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada variabel
penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang. Teori belajar kognitiv lebih mementingkan
proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan
antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks.
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan
bentuk‐bentuk reppresentatif yang mewakili obyek‐obyek itu di representasikan atau di
hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya
merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya
selama mengadakan perja‐ lanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri.
Organisme belajar melalui asosiasi 2 stimulus di mana satu stimulus mendatangkan sebuah
respon yang semula didatangkan hanya dengan stimulus yang lain. Ia menemukan bahwa ia
dapat menggunakan stimulus netral, seperti sebuah nada atau sinar untuk membentuk perilaku
(respons). Dalam teori pavlov yag dikenal adalah classical conditioning dimana terjadi proses
pemberian stimulus oleh lingkungan sekitar terhadap objek. Dalam classical cond itioning
dikenal adanya masa akuisisi (acquisition) yakni periode selama respon yang dikondisikan itu
dipelajari oleh organisme.
Dalam sebuah SD saat guru mengucapkan “ Baik anak-anak, sekian pelajaran dari
bapak hari ini” (UCS) lalu akan diikuti oleh murid-muridnya yang membereskan buku sambil
bersorak (UCR), namun ketika suatu hari SD tersebut mulai memasang bel dan bel itu
berbunyi saat jam pulang sekolah (CS) dan dibarengi oleh ucapan gurunya (UCS) maka respon
yang terjadi adalah hal yang biasa (UCR). Namun beberapa hari yang berikutnya bel itu
berbunyi (CS) padahal belum waktunya pulang, namun anak-anak tetap bersorak (CR).
Disadari atau tidak proses di atas adalah proses pembelajaran pengondisian.
DAFTAR PUSTAKA

Paradigma teori BELAJAR Dan MOTIVASI PEMBELAJARAN Di era INDUSTRI 4.0 |


Ulviani | Jurnal KONFIKS. (n.d.). PUJIA UNISMUH MAKASSAR.
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/konfiks/article/view/2124/1692
Psikologi Belajar. (2015, October 23). pdfslide.net. https://pdfslide.net/documents/psikologi-
belajar-562a713dd03f9.html?page=3
Sudjana, Nana. 1989. Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran. Jakarta: UI Press.
Syah,Muhibbin. 2009. Psikologi Belajar. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada
B.R. Hergenhann and Mettew H.Olson, 1997, An Introduction to The Theories of Learning, Ne
w Jersey: Prantice hall. Inc

Anda mungkin juga menyukai