Anda di halaman 1dari 393

BAB I

TEORI BEHAVIORISTIK
APA YANG DISEBUT DENGAN BELAJAR?

Sebelum kita jelaskan apa yang dimaksud


dengan belajar maka terlebih dahulu perhatikan
contoh berikut ini

Seorang bayi bicara da-da-da-da-da

Seorang penyanyi bersenandung lebih baik


dipaksa masuk sorga daripada dibujuk masuk
neraka
Seorang anak usia sekolah dasar lari ketika melihat
seekor ular

Manakah dari ketiga contoh tersebut termasuk


dengan belajar? Contoh pertama seorang bayi bicara
da-da-da-da-da tidak dapat dikatakan dengan
belajar karena apa yang dilakukannya bersifat
dorongan biologis, atau Kita mewarisi sejak lahir,
tidak dipelajari. Misalnya, kita tidak harus diajari untuk
menelan makanan, berteriak, atau berkedip saat
silau. Contoh ke dua dan ketiga merupakan hasil dari
belajar.
Jadi
belajar
adalah
penambahan
pengetahuan, suatu perubahan yang bertahan dalam
kehidupan
yang
tidak
disebabkan
oleh

kecendurangan genetik, perubahan perilaku yang


relatif permanent sebagai hasil dari latihan. Tetapi
bagian yang paling penting belajar adalah perubahan
perilaku atau kapasitas yang diperoleh melalui
pengalaman, teoriteori belajar berusaha untuk
menjelaskan
bagaimana
kita
dirubah
oleh
1
pengalaman kita.
Pendapat yang hampir sama juga dikemukan
oleh Santrock belajar dapat didefinisikan sebagai
pengaruh permanen atas perilaku, pengetahuan, dan
keterampilan berpikir, yang diperoleh melalui
pengalaman. Misalnya saat anak belajar cara
menggunakan komputer, mereka mungkin melakukan
salahan dalam proses belajamya, namun pada titik
tertentu mereka akan terbiasa melakukan tindakan
yang dibutuhkan untuk menggunakan komputer
secara efektif. Anak akan berubah dari seseorang
yang tidak bisa mengoperasikan komputer menjadi
orang yang bisa mengoperasikannya. Setelah mereka
mempelajari cara menggunakan komputer, mereka
tidak akan kehilangan keahlian itu. Hal ini mirip
dengan belajar menyetir mobil. Setelah Anda bisa
menguasainya, Anda tidak harus belajar lagi.
Pembelajaran melibatkan perilaku akademik dan nonakademik. Pembelajaran berlangsung di sekolah dan
1

Parsons,
D.
Richard,
dkk,
Educational
psychologu: A Practicioner-Researcher Model of
teaching (Singapure: Wadsworth, Thomson Learning,
2001), 206.

di mana saja di seputar dunia anak.


asumsi mengenai belajar, yaitu:

Ada empat

1. Kita dapat mempelajari hal yang bermanfaat dan


hal yang kurang bermanfaat;
2. Kita tidak selalu menyadari apa yang sudah kita
pelajari;

3. Hasil belajar tidak selalu mudah kelihatan atau


tampak;
4. Ada jenis dan tingkat belajar.

PENDEKATAN MENGENAI PEMBELAJARAN

Ormrod mengemukakan bahwa ada tiga


perspektif
psikologi
mengenai
belajar
yaitu
behaviorisme, teori kognitive social, dan psikologi
cognitive. Masing-masing teori ini akan memberikan
3
pandangan yang berbeda mengenai belajar.

Asumsi dasar mengenai belajar menurut


pandangan psikologi kognitif. Lebih lanjut Ormrod
mengemukakan bahwa ada lima asumsi mengenai
4
belajar menurut perspektif psikologi kognitif:
2

JW. Santock, Educational psychology (New York:


McGraw-Hill, 2001), 238; JW. Santock, Educational
Psychology. In Tri S.B.W ed. (2004),
Psikologi
Pendidikan (Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2007).
Ormrod, Jeanne Allis, Educational Psychology:
Developing Learners (New Jersey: Prentice Hall, 2003),
191.
Ormrod, Jeanne Allis, Educational Psychology,
193-194

1. Proses kognitif mempengaruhi sifat apa yang


dipelajari. Psikologi kognitif berpandangan bahwa
belajar sebagai gejala mental yang bersifat internal,
bukan perubahan perilaku yang bersifat eksternal.
Lebih jauh, bagaimana orang berpikir dan
menafsirkan
pengalaman
mereka
serta
pengaruhnya terhadap apa yang mereka pelajari
dari pengalaman tersebut;

2. orang selektif terhadap apa yang mereka proses


dan pelajari sudah tak dapat dibantah lagi bahwa
orang terus menerus dihujani dengan rausan ribu
bahkan jutaan informasi. Tentulah orang tidak akan
merespon atau membaca semua informasi ini.
Seorang siswa misalnya tentu akan memanfaatkan
informasi ini sesuai dengan kebutuhannya,
terutama yang berkaitan dengan pelajaran yang
sedang ia pelajari, atau berkaitan dengan tugas
yang sedang dikerjakannya;

3. makna dibangun oleh pembelajar bukan berasal


langsung dari lingkungan. Proses konstruksi
meruapakan inti dari beberapa teori pembelajaran
kognitif. Orang mengambil kepingan informasi
secara terpisah dan menggunakannya untuk
menciptakan suatu memahami atau untuk
menafsirkan lingkungan sekitar;
4. pengetahuan
dan
kepercayaan
sebelumnya
memainkan peran penting dalam memahami apa
yang dikonstruksi orang;
4

5. orang secara aktif terlibat dalam pembelajaran


mereka. Para ahli kognitif tidak bercaya bahwa
pengetahuan diserap dari lingkungan sekitar. Akan
tetapai orang secara aktif berpatisipasi dalam
pembelajaran mereka. Proses kognitif dan
konstruksi pengetahuan menghendakai sejumlah
kerja mental atau dengan kata lain siswa harus
melakukannya dengan mental untuk dapat belajar
secara efektif.
Pada kolom di bawah ini terdapat tiga pendekatan
tentang
pembelajaran
yaitu
behaviorisme,
neobehaviorisme dan kognitivisme,

ASU
MSI

BEHAVIORISM
E

NEOBEHAVIO
RISME

KOGNITIVISME

Belajar adalah
Belajar adalah
Belajar adalah
kegiatan
kegiat-an
proses internal
terang-terangan terang-terangan
dan proses
internal

TOKO Watson,
H
Thorndike

Bandura,

Piaget, Bruner,
Ausubel

RISE
T

Kajian
laboraturium
dengan
binatang dan
manusia

Kajian
mengenai
manusia

Skinner

Kajian
laboraturium
dengan bintang

PROS Classical
ES
Conditioning

Meichenbaum

Social learning
dan modeling

Pemrosesan
informasi,

and Operant
Conditioning

Strukturalisme
Kognitif

BEHAVIORISME

Classical conditioning yang juga disebut sebagai


teori contiguity (keterdekatan dua objek atau lebih
tanpa diselingi hal lain) dikembangkan oleh ahli
fisiologi Rusia, Ivan Petrovich Pavlov (1894-1936).
Dalam mengembangkan teori ini, Pavlov melakukan
serangkaian percobaan.
Behaviorisme muncul sebagai reaksi perlawanan
terhadap aliran Introspeksionisme (yang menganalisa
jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subyektif)
dan juga Psikoanalisis (yang berbicara tentang
struktur jiwa dan alam bawah sadar yang tidak
nampak). Behaviorisme ingin menganalisa perilaku
yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan
diramalkan. Sejak kemunculan aliran Behaviorisme,
psikologi menjadi ilmu nyata yang bisa dibuktikan
melalui eksperimen-eksperimen. Menarik sekali
menelusuri eksperimen-eksperimen yang dilakukan
oleh tokoh-tokoh Behaviorisme.
Asumsi dasar dari aliran ini adalah: Seluruh perilaku
manusia adalah hasil belajar artinya perubahan
perilaku organisme adalah akibat pengaruh
lingkungan.

Behaviorisme
perilaku manusia

mempersoalkan
dikendalikan oleh

bagaimana
faktor-faktor

lingkungan. Walaupun demikian asumsi yang


digunakan oleh aliran behaviorisme aliran ini banyak
menentukan perkembangan psikologi.

Salah satu yang sering muncul dalam literatur


psikologi adalah tentang teori tabula rasa sebagai
kelanjutan pendapat Aristoteles yang secara garis
besar menganalogikan manusia (bayi) sebagai kertas
putih dan menjadikan hitam atau menjadikan
berwarna lain adalah pengalaman atau hasil interaksi
dengan lingkungannya. Teori pembiasaan klasik, teori
pembiasaan operan dan social learning theory juga
merupakan produk dari aliran ini.
Behaviorisme memandang individu hanya dari
sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek
aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak
mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan
perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa
belajar semata-mata hanyalah kegiatan melatih
refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi
kebiasaan yang dikuasai individu. Teori kaum
behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar,
karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar.
Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai
pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau
mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek,
rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin
mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh
faktor-faktor lingkungan.

Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan


pada tingkah laku manusia. Memandang individu
sebagai makhluk reaktif yang memberi respon
terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan
akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini,
timbulah
konsep
manusia
mesin
(Homo
Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan
unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan
pembentukan reaksi atau respon, menekankan
pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil
belajar, mementingkan peranan kemampuan dan
hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya
perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering
disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku
manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan
penguatan atau reinforcement dari lingkungan.
Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat
jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral
dengan
stimulusnya.
Guru
yang
menganut
pandangan ini berpandapat bahwa tingkah laku siswa
merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah
laku adalah hasil belajar.
Behaviorisme adalah filosofi dalam psikologi
yang berdasar pada proposisi bahwa semua yang
dilakukan organisme termasuk tindakan, pikiran,
atau perasaan dapat dan harus dianggap sebagai
perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku

demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa


melihat peristiwa fisiologis internal atau konstrak
hipotetis seperti pikiran. Behaviorisme beranggapan
bahwa semua teori harus memiliki dasar yang bisa
diamati tapi tidak ada perbedaan antara proses yang
dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan
proses yang diamati secara pribadi (seperti pikiran
dan perasaan).

Ada dua hal yang terpenting yaitu, masukan


(input) yang berupa stimulus dan keluaran (output)
yang berupa respon, sedangkan apa yang terjadi
diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak
dapat diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran,
sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting
untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut.
Faktor lain yang juga dianggap penting adalah
faktor
penguatan
(reinforcement).
Peguatan
merupakan apa saja yang dapat memperkuat
timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan
(positive reinforcement) maka respon akan semakin
kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative
reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan.
Proses penguatan ini diperkuat oleh suatu situasi
yang dikondisikan, yang dilakukan secara berulang
ulang. Jadi penguatan merupakan suatu bentuk
stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau

dihilangkan
(dikurangi)
terjadinya respons.

untuk

memungkinkan

Tokoh behaviorisme, antara lain Ivan Pavlov,


Edward Lee Thorndike, John B. Watson, dan B.F.
Skinner. J.B. Watson (1878-1958) begitu yakin
dengan teori stimulus responsnya. Ia memandang
bahwa perilaku manusia sebagai hasil pembentukan
melalui kondisi lingkungan. Perilaku individu dapat
dibentuk sesuai dengan kehendak lingkungan.
Tampaknya, lingkungan segalanya bagi Watson.
Pendidikan pun dianggap sebagai pembentuk
perilaku manusia. Bahkan J.B. Watson, sesaat
setelah menyelesaikan penelitian terhadap bayi
Albert, pernah melontarkan ucapan yang sangat
bombastik: beri aku bayi, selanjutnya terserah dapat
dibentuk mau jadi apa saja. Watson berkeyakinan
bahwa manusia itu dibentuk bukan dilahirkan.
Ketakutan masyarakat tidak mau menyekolahkan
anaknya karena takut dijadikan orang gila, pemabuk
dan sebagainya.

Bersamaan dengan resahnya masyarakat karena


pendapat Watson tersebut, Thorndike (1874-1974)
mencuatkan gema teori belajarnya, yang fundamental
bahwa belajar lebih bersifat meningkat bertahap
(inceremental) ketimbang karena hadirnya insight
(pemahaman). Artinya, belajar terjadi melalui langkahlangkah kecil yang sitematis daripada sebuah
lompatan yang besar.
10

Sebelum tahun 1930-an, Thorndike terkenal


dengan hukum-hukum belajarnya, yaitu (a) hukum
kesiapan, (b) hukum latihan, (c) hukum akibat, (d)
respon berganda, (e) sikap, (f) elemen-elemen
prapotensi, (g) respons dengan analogi, dan (h)
pergeseran asosiatif. Setelah tahun 1930-an,
Thorndike meralat beberapa hukum belajarnya.
Hukum belajar yang diralatnya itu ialah hukum latihan
(law of exercise) dan hukum akibat. Menurutnya, law
of use (hukum keterpakaian) sebagai bagian dari
hukum latihan, yang menyatakan bahwa pengulangan
suatu perilaku pada praktiknya terkadang tidak
akurat. Dalam revisi hukum akibat, Thorndike
menyatakan bahwa reinforcement akan menguatkan
hubungan, sedangkan hukuman tidak berpengaruh
pada kekuatan hubungan. Contoh, peserta didik yang
salah dalam mengerjakan tugas dihukum berdiri oleh
gurunya belum tentu membuatnya mempelajari
kembali dengan baik tugas tersebut. Sebaliknya,
peserta didik yang betul dalam mengerjakan tugasnya
diberikan penguatan (reinforcement) berupa pujian,
misalnya sangat mungkin peserta didik tersebut akan
semakin sungguh-sungguh dalam belajarnya.

Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936), seorang


bangsa Rusia mengemukakan teori conditioning-nya.
Percobaan pengondisinnya dilakukan kepada seekor
anjing. Percobaannya terkenal dengan sebutan
Classical Conditioning. Dalam Classical Conditioning,

11

binatang yang bersangkutan tidak memiliki kontrol


terhadap
reinforcement
serta
respons
yang
dihasilkan. Reinforcement diberikan sebelum respons
yang diharapkan terjadi untuk menghasilkan respons
yang diinginkan.

Tokoh teori belajar behaviorisme lainnya ialah


Burhus Frederick Skinner (1904-1990), ia terkenal
dengan teori Operant Conditioning-nya. Menurut
teorinya, suatu proses respons seseorang dapat
menjadi stimulus bagi orang itu. Misalnya, si A
disuruh mengambil buku ke perpustakaan (sebagai
stimulus), lalu pergilah ia ke perpustakaan (respons).
Bersamaan dengan mengambil buku ia pun
mengembalikan buku yang pernah ia pinjam dari
perpustakaan
(respons
dari
respons).
Jadi,
mengambil
buku
menjadi
stimulus
bagi
mengembalikan buku.
Kaum Behavioris berpendirian bahwa (1)
organisme dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial atau
psikologis, (2) perilaku adalah hasil pengalaman, dan
(3) perilaku digerakkan atau dimotivasi oleh
kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan
mengurangi penderitaan. Asumsi ini diperkuat dengan
sumbangan Biologi abad 19, bahwa manusia
hanyalah kelanjutan dari organisme yang lebih
rendah (mungkin Anda masih ingat dengan teori
Darwin yang kontroversial itu). Karenanya, kita dapat
memahami manusia dengan meneliti perilaku
12

organisme yang bukan manusia. Misalnya, kita dapat


merumuskan teori belajar dengan mengamati
bagaimana seekor binatang belajar.
Aliran behaviorisme memiliki 4 ciri atau azas pokok
yaitu:
1. Obyek
psikologi
kesadaran

adalah

perbuatan

hukum

Bagi behaviorisme psikologi adalah ilmu


tentang perbuatan manusia. Perbuatan adalah
perbuatan lahir yaitu perbuatan yang dapat diamati
dengan
pancar
indera.
Dengan
demikian
pengalaman batin ditiadakan. Orang mencari
hubungan rangsang rai luar dengan reaksi individu
yang nampak dalam bentuk perbuatan.

2. Segala macam perbuatan


kepada gerak refleks

dapat

dikembalikan

Seperti halnya dengan psikologi elemen maka


behaviorisme
berusaha
mendapatkan
unsur
perbuatan yang paling sederhana. Unsur-unsur
yang dicari itu bukan unsur kesadaran maupun
kehidupan psikis, tetapi unsur dari perbuatan.
Behaviorisme berkesimpulan bahwa unsur yang
tersederhana dari perbuatan baik perbuatan
manusia maupun hewan adalah reflex.

3. Menolak metode introspeksi

Behaviorisme berusaha membentuk psikologi


positif dan obyektif. Maka dari itu para ahli

13

behaviorisme berusaha mempergunakan metodemetode yang dianggap obyektif dan menolak


metode yang dipandang bersifat tidak obyektif.
Karena introspeksi dipandang sebagai metode
yang tidak obyektif, maka mereka tidak dapat
menyetujui penggunaan metode itu dalam
lapangan psikologi. Bagi meteka metode yang
benar-benar obyektif adalah metode eksperimen.

4. Behaviorisme
pembawaan

tidak

mengakui

dasar

dan

Menurut behaviorisme manusia lahir tidak


dengan pembawaan. Tingkah laku perbuatan
manusia semata-mata terbentuk karena manusia
berhubungan dengan dunia luar. Manusia
berkembang karena semata-mata terbentuk oleh
pengaruh lingkungan.

Landasan Filosofik (Filsafat Ilmu)

Landasan filosofik dari aliran behaviorisme


sangat dipengaruhi oleh positivisme. Positivisme
digunakan pertama kali oleh Saint Simon. Positivisme
berakar pada empirisme. Prinsip filosofik tentang
positivisme dikembangkan pertama kali oleh empirist
Inggris Francis Bacon (sekitar 1600). Tesis
positivisme adalah bahwa satu-satunya pengetahuan
yang valid dan fakta-fakta sajalah yang mungkin
dapat menjadi obyek pengetahuan. Dengan demikian,

14

positivisme menolak keberadaan segala kekuatan


atau subyek di belakang fakta, menolak segala
penggunaan metoda di luar yang digunakan untuk
menelaah fakta. Ontologi positivisme hanya mengakui
sesuatu sebagai nyata dan benar bila sesuatu itu
dapat diamati dengan indera kita. Positivisme
menolak yang dinyatakan sebagai fakta tetapi tidak
diamati oleh siapapun dan tidak dapat diulang
kembali. Sesuatu akan diterima sebagai fakta bila
dapat dideskripsikan secara inderawi. Apa yang di
hati dan ada di pikiran, bila tidak dapat dideskripsikan
dalam perilaku, tidak dapat ditampilkan dalam gejala
yang teramati, tidak dapat diterima sebagai fakta,
maka tidak dapat diterima sebagai dasar untuk
membuktikan bahwa sesuatu itu benar. Apa yang di
hati harus ditampilkan dalam ekspresi marah, senang
atau lainnya yang dapat diamati. Ontologi pada
positivisme sejalan dengan dasar pemikiran yang
digunakan oleh pendekatan behaviorisme (perilaku)
yang ada pada psikologi. Pada pendekatan ini,
perilaku merupakan kegiatan organisme yang dapat
diamati. Dengan pendekatan perilaku, seorang ahli
psikologi
mempelajari
individu
dengan
cara
mengamati perilakunya dan bukan mengamati
kegiatan bagian dalam tubuh.
Pendapat bahwa perilaku harus merupakan
unsur subyek tunggal dalam psikologi mulai
diungkapkan oleh seorang ahli psikologi Amerika

15

John B. Watson pada awal tahun 1900-an.


Introspeksi mengacu pada observasi dan pencatatan
pribadi yang cermat mengenai persepsi dan
perasaannya sendiri. Watson berpendapat bahwa
introspeksi merupakan pendekatan yang tidak ada
gunanya. Alasannya ialah jika psikologi dianggap
sebagai suatu ilmu, maka datanya harus dapat
diamati dan diukur. Watson mempertahankan
pendapatnya bahwa hanya dengan mempelajari apa
yang dilakukan manusia-yaitu perilaku merekamemungkinkan psikologi menjadi ilmu yang obyektif.

Behaviorisme, sebutan bagi aliran yang dianut


Watson, turut berperan dalam pengembangan bentuk
psikologi selama awal pertengahan abad ini, dan
cabang perkembangannya yaitu psikologi stimulusresponse (rangsangan-tanggapan) masih tetap
berpengaruh. Hal ini terutama karena hasil jerih
payah seorang ahli psikologi dari Harvard, BF
Skinner.
Psikologi
Stimulus-Response
(S-R)
mempelajari rangsangan yang menimbulkan respon
dalam bentuk perilaku, mempelajari ganjaran dan
hukuman yang mempertahankan adanya respon itu,
dan mempelajari perubahan perilaku yang ditimbulkan
karena adanya perubahan pola ganjaran dan
hukuman.
Telaah aksiologi terhadap aliran behaviorisme
yang menempatkan faktor belajar sebagai konsep
yang penting akan dapat didekati dengan teori moral
16

imperatif dari Immanuel Kant. Immanuel Kant


mengemukakan
bahwa
manusia
berkewajiban
melaksanakan moral imperatif. Pada satu sisi,
dengan moral imperatif, manusia masing-masing
bertindak baik, bukan karena ada paksaan, melainkan
karena sadar bahwa tindakan tidak baik orang lain
adalah mungkin merugikan kita dimana disini terlihat
pentingnya aspek belajar dalam kehidupan manusia.
Pada sisi lain, dengan moral imperatif tersebut,
semua orang menjadi saling mengakui otonominya.
Dilihat dari sisi rekayasawan, teori moral ini lebih
mengaksentuasikan pada kewajiban dan otonomi
serta tanggung jawab rekayasawan.
Manusia menurut aliran behaviorisme

Manusia menurut aliran ini adalah homo


mechanicus atau perilakunya digerakkan oleh
lingkungannya. Manusia berperilaku sebagai hasil
belajar yaitu perubahan perilaku akibat pengaruh dari
lingkungannya. Dari sini timbul teori belajar dan
teori tabula rasa. Manusia dalam teori tersebut
dianggap sebagai kertas putih atau meja lilin ketika
lahir artinya manusia belum memiliki warna mental.
Pada
perkembangannya
yang
menyebabkan
berubahnya dan bertambahnya warna mental
tersebut adalah pengalaman. Secara singkat maka
aliran ini menekankan bahwa perilaku manusia,

17

kepribadian manusia, serta tempramen didasarkan


pada pengalaman inderawi (sensory experience).

Konsep perilaku manusia di atas oleh salah


tokoh aliran ini Ivan Pavlov disempurnakan dengan
metode yang disebut pembiasaan klasik. Pada
metode ini perilaku manusia disebabkan adanya
stimulus yang terkondisi atau bersifat netral dengan
stimulus yang tak terkondisikan. Hipotesis tersebut
menunjukkan bahwa organisme bisa diajar bertindak
dengan
pemberian
sesuatu
rangsangan.Untuk
menggambarkan metode ini oleh Pavlov melakukan
eksperimen dengan seekor anjing yang dikondisikan
dengan stimulus tertentu.
Pada akhirnya didapati dalam eksperimen
tersebut bahwa apabila anjing melihat bekas
makanan maka air liur hewan itu keluar sebagai
hasil belajar' mengaitkan bekas makanan yang
dilihat dengan makanan yang akan diberikan kelak.
Sebagai contoh illustrasi bahwa setiap kali anak
membaca majalah dan orang tuanya mengambil
majlah tersebut dengan paksa maka anak tersebut
akan benci terhadap majalah.

18

Eksperimen Pavlov (1900)

Konsep tentang perilaku manusia ini kemudian


disempurnakan oleh Skinner dengan metode yang
disebut Operant Conditioning (pembiasaan operan).
Metode ini menerangkan bahwa apabila organisme
menghasilkan sesuatu respon karena mengoper atas
stimulus yang diterima di sekitarnya. Menurut
Skinner, pembiasaan operan terdiri daripada dua
konsep utama yaitu:
a) Penguatan (reinforcement) yang terbagi dalam
penguatan positif dan penguatan negatif.
Penguatan Positif (Positive Reinforcement)

Rangsangan
yang
bisa
menambahkan
pengulangan suatu tingkahlaku dan dilakukan
berkali-kali disebut sebagai Penguatan Positif.
Contoh: Pekerja yang mencapai prestasi tinggi
dalam kerjanya diberikan bonus. Maka ia akan
meningkatkan kinerjanya pada masa berikutnya

Penguatan Negatif (Negative Reinforcement)

19

Bila ada rangsangan yang menyakiti atau yang


mewujudkan keadaan tidak mengenakan dan
akan dihindari secara berkali-kali disebut sebagai
penguatan negatif. Organisme kemungkinan
mengulang tingkahlaku yang dapat mengelak
atau mengurangi keadaan yang negatif.

b) Hukuman (punishment)

Adalah Setiap rangsangan yang menyebabkan


pengulangan suatu respon tingkah laku yang
dikurangi atau dihapuskan sama sekali. Contoh:
Anak
yang tidak membantu ibu tidak diberi
peluang untuk bermain bola dengan temantemannya sehingga ia akan menghapuskan
perilaku yang dapat membuat dirinya tidak dapat
bermain bola lagi.

Perilaku manusia menurut aliran ini semakin


diperkuat dengan Social Learning Theori atau
pembelajaran Sosial. Teori ini dikemukankan oleh
Albert Bandura yang mengatakan salah satu sifat
manusia ialah meniru (imitate) tingkah laku atau
tindak tanduk orang lain yang diterima masyarakat
(socially accepted behaviour) dan juga tingkah laku
yang tidak diterima masyarakat. Tingkah laku yang
diterima dan tidak diterima tersebut berbentuk:
a) berbeda antara satu budaya dengan satu budaya
yang lain;
b) berbeda antara individu;

20

c) berbeda menurut situasi.

Dengan demikian, pembelajaran sosial tidak hanya


melibatkan mempelajari tingkah laku yang diterima
tetapi juga tingkahlaku tidak diterima.

Mengapa Manusia Meniru?

Orang meniru kerana apa yang dilakukan


membawa kepuasan atau ganjaran, yaitu penguatan.
Bagaimana penguatan terwujud terdiri atas 3 jenis:
a.

b.

c.

Penguatan Secara Langsung - Individu mendapat


ganjaran seperti pujian kerana dia meniru sesuatu
tingkahlaku yang diperhatikan. Misal anak yang
meniru perilaku bapaknya karena dia dipuji dan
mengulangi tingkahlaku tersebut;
Penguatan Mandiri - Individu meniru bukan kerana
ingin dipuji tetapi kerana ingin mencapai citacitanya sendiri, misal seorang pelajar meniru cara
Edwin Moses (atlit lari Amerika; pemecah rekor
dunia) dalam berlari, ia melakukan itu bukan untuk
dipuji oleh pelatihnya tetapi untuk membuktikan
kepada dirinya bahwa diapun bisa berlari sama
persis dengan Edwin Moses dan ini memberi
kepuasan kepadanya;
Penguatan Vikarius - Individu mendapat kepuasan
secara tak langsung dengan meniru orang lain.
Individu
yang
memperhatikan
orang
lain
mendapatkan kepuasan atau ganjaran karena
meniru model, iapun berbuat demikian karena ingin

21

mendapat penguatan yang sama. misal. Seorang


pelajar memperhatikan rekannya dipuji oleh
gurunya karena menyelesaikan tugas dengan cepat
maka mungkin pada waktu lain ia akan berbuat
demikian kerana dia menyangka akan menerima
pujian yang sama.
Teori Pembiasaan Klasik (Classical Conditioning)

Ada 2 teori tentang bagaimana pembiasaan


klasik itu bekerja. Pertama, teori rangsangan respon, menyarankan bahwa suatu asosiasi pada
rangsangan
ketidakbiasaan
dibuat
dengan
rangsangan pembiasaan dalam otak, tetapi tanpa
melibatkan pemikiran sadar. Teori kedua adalah teori
rangsangan - rangsangan yang melibatkan aktifitas
kesadaran, yang mana rangsangan pembiasaan
diasosiasikan
pada
konsep
rangsangan
ketidakbiasaan, tidak kentara tetapi perbedaan yang
penting.

Teori rangsangan - respon, dianggap sebagai


teori S-R (Stimulus-Response), adalah model teori
tentang psikologi prilaku yang menyarankan manusia
dan binatang lain dapat belajar mengasosiasikan
suatu rangsangan baru - rangsangan pembiasaan
(Conditioned Stimulus - CS) - dengan sebelum
rangsangan muncul - rangsangan ketidakbiasaan
(Unconditioned Stimulus - US), dan dapat berpikir,

22

merasa atau merespon pada CS jika sebenarnya itu


adalah US.

Teori yang berlawanan, mengedepankan prilaku


sadar,
adalah
teori
rangsangan-rangsangan
(Stimulus-stimulus - S-S). Teori rangsanganrangsangan, dianggap sebagai teori S-S (Stimulus Stimulus), model teoritis dari pembiasaan klasik yang
menyarankan suatu komponen kesadaran diperlukan
untuk memahami pembiasaan klasik dan teori
rangsangan-respon adalah suatu model yang tidak
mampu. Teori S-S ini mengusulkan bahwa suatu
komponen kesadaran ikut bermain. Teori S-R
(Stimulus-Response) menyarankan bahwa suatu
binatang dapat belajar mengasosiasikan rangsangan
pembiasaan (Conditioned Stimulus - CS) seperti
suara bel, dengan segera datangnya makanan
digambarkan sebagai rangsangan ketidakbiasaan
(Unconditioned Stimulus - US), menghasilkan prilaku
dalam observasi adalah air liur. Teori S-S
menyarankan bahwa sebagai pengganti binatang
berliur pada bel karena itu diasosiasikan dengan
konsep makanan, yang mana sangat tepat tetapi
perbedaan yang penting.
Untuk menguji teori ini, ahli psikologi Robert
Rescorla melakukan percobaan sebagai berikut.
Tikus belajar mengasosiasikan suara kuat sebagai
rangsangan ketidakbiasaan, dan suara lembut
sebagai rangsangan pembiasaan. Respon dari tikus

23

adalah diam atau bergerak. Apa yang akan terjadi


kemudian jika tikus itu terbiasa dengan rangsangan
ketidakbiasaan (Unconditioned Stimulus - US)? Teori
S-R (Stimulus-Response) akan menyarankan bahwa
tikus akan terus merespon pada rangsangan
ketidakbiasaan (Unconditioned Stimulus - US), tetapi
jika teori S-S (Stimulus - Stimulus) benar, mereka
akan membiasakan diri pada konsep suara keras
(bahaya), dan maka tidak akan diam terhadap
rangsangan pembiasaan (Conditioned Stimulus - CS).
Hasil dari percobaan itu menunjukkan bahwa teori SS (Stimulus - Stimulus) benar, yang mana tikus-tikus
tidak lagi diam ketika menyikapi suara lembut.
Belajar menurut Teori Behaviorisme

Perilaku menurut pendekatan ini ialah hal-hal


yang berubah dan dapat diamati. Perilaku terbentuk
adanya ikatan asosiatif antara stimulus dan respons
(S-R). Manusia berperilaku pada dasarnya mencari
kesenangan yang sekaligus menghindari hal-hal yang
menyakitkan dan perilaku pada dasarnya ditentukan
oleh lingkungan sesuai dengan pola stimulus respons
yang terjadi.
Menurut teori ini, belajar akan menampakkan
hasil yang dapat diamati dan diukur. Belajar itu
sendiri dimodifikasi oleh lingkungan. Proses belajar
terjadi dengan adanya tiga komponen pokok, yaitu
stimulus, respons dan akibat. Stimulus adalah
sesuatu yang datang dari lingkungan yang dapat
24

membangkitkan
respons
individu.
Respons
menimbulkan perilaku jawaban atas stimulus.
Sedangkan akibat adalah sesuatu yang terjadi
setelah individu merespon baik yang bersifat positif
maupun negatif.

Reinforcement (penguatan) menjadi prinsip


utama dalam memperkuat lekatnya hasil belajar pada
diri individu. Akibat yang positif dan memberikan
kepuasan pada diri individu akan diperkuat oleh
individu, tetapi tidak memberikan kepuasan akan
dihindari, ini terjadi karena pada dasarnya manusia
mencari kesenangan. Akan tetapi, ketika memberikan
penguatan harus diwaspadai apa yang disebut tricky
matter, yaitu proses pemberian penguatan yang
keliru, tidak sesuai dengan tujuan utama penguatan
itu sendiri. Kejadian yang sering dijumpai, seperti
seroang anak menyapu lantai rumah dengan bersih.
Lalu ibunya memberi hadiah berupa uang dengan
tujuan agar perilaku baik menyapu tersebut
dikuatkan sehingga menjadi kebiasaan anak untuk
menyapu lantai dengan bersih. Masalahnya, anak itu
melakukan hal serupa karena hanya ingin
mendapatkan uang saja? Nah, bagaimana pendapat
Anda? Apakah Anda penganut teori behavorisme ini?
Ada lima asumsi dasar yang dikemukakan oleh
5
behaviorisme mengenai belajar, yakni;
5

Ormrod, Jeanne Allis, Educational Psychology:


Developing Learners (New Jersey: Prentice Hall, 2003),

25

1. Sebagian besar perilaku orang diperoleh dari


pengalaman karena rangsangan dari lingkungan;

2. Belajar merupakan hubungan berbagai peristiwa


yang dapat diamati yakni hubungan antara
stimulus dan respon;
3. Belajar memerlukan suatu perubahan perilaku;

4. Belajar paling mungkin terjadi ketika stimulus dan


respon muncul pada waktu berdekatan;

5. Banyak spesies, termasuk manusia belajar dengan


cara-cara yang hampir sama.

Pada tabel di bawah ini diuraikan asumsi dasar


6
behaviorisme dan implikasinya terhadap pendidikan.
ASUMSI

IMPLIKASI
PENDIDIKAN

Pengaruh Mengembangkan
lingkunga lingkungan kelas
n
yang memelihara
perilaku yang
diinginkan
Fokus
pada
peristiwa
yang
dapat
diamati

Identifikasi stimulus
khusus (termasuk
perilakumu sendiri)
yang dapat
mempengaruhi
perilaku yang
ditanpakan siswa

300.
Ormrod, 2003: 300

26

CONTOH
Saat seorang siswa sering
mengalami kesulitan bekerja
secara bebas, memuji siswa
secara santun saat
menyelesaikan tugasnya
tanpa peringatan

Jika seorang siswa sering


terlibat perilaku yang
mengganggu dalam kelas,
pertimbangkan apakah anda
mungkin sedang mendorong
perilaku tersebut dengan
memberi perhatian setiap

Belajar
sebagai
perubaha
n perilaku

Jangan
beranggapan bahwa belajar dapat
terjadi kecuali jika
siswa menampakkan suatu
perubahan
penampilan di kelas

Persambu Jika anda


ngan
menginginkan
peristiwa siswa anda
mengasosiasi-kan 2
peristiwa (stimulus
atau respon) satu
sama lain, pastikan
peristiwa ter-sebut
muncul berdekatan
Kemiripan
prinsipprinsip
belajar
lintas
spesies

Ingat bahwa
peneliti dengan
spesies yang bukan
manusia sering
memiliki hubungan
dalam praktik di
kelas

perilaku itu muncul

Cari bukti konkrit bahwa


belajar telah terjadi lebih dari
sekedar asumsi bahwa siswa
telah belajar dengan
sederhana karena mereka
mengatakan mereka su-dah
memahami yang mereka
pelajari

Masukan kegiatan pendidikan


yang belum disenangi
kedalam jadwal harian
sebagai suatu cara
membantu siswa
mengasosiasikan mata
pelajaran dengan perasaan
yang dapat menyenangkan.
Perkuat siswa yang hiper aktif
untuk duduk tenang dalam
jangka waktu yang lama
berturut-turut (proses
pembentukan didasarkan
pada riset awal dengan tikus
dan merpati)

Secara umum terdapat tiga mekanisme yang


biasa terjadi dalam belajar. Ketiga mekanisme itu
adalah:

1. Mekanisme belajar yang pertama adalah Asosiasi

27

Anjing Pavlov belajar mengeluarkan air liur


pada saat mendengar garpu tala berbunyi karena
sebelumnya disajikan daging setiap saat terdengar
bunyi. Setelah beberapa saat, anjing itu akan
mengeluarkan air liur bila mendengar bunyi garpu
tala meskipun tidak disajikan daging, karena anjing
itu mengasosiasikan bel dengan daging. Kita
belajar berperilaku dengan asosiasi. Misalnya, kata
Nazi biasanya diasosiasikan dengan kejahatan
mengerikan. Kita belajar bahwa Nazi adalah jahat
karena kita telah belajar mengasosiasi-kannya
dengan hal yang mengerikan.

2. Mekanisme belajar kedua adalah reinforcement

Orang belajar menampilkan perilaku tertentu


karena perilaku itu disertai dengan sesuatu yang
menyenangkan dan dapat memuaskan kebutuhan
(atau mereka belajar menghindari perilaku yang
disertai akibat-akibat yang tidak menyenangkan).
Seorang anak mungkin belajar membalas
penghinaan yang diterimanya di sekolah dengan
mengajak berkelahi si pengejek karena ayahnya
selalu memberikan pujian bila dia membela hakhaknya. Atau seorang mahasiswa mungkin belajar
untuk tidak menentang sang profesor dikelas
karena setiap kali dia melakukan hal itu, sang
profesor selalu mengerutkan dahi, nampak marah,
dan membentaknya kembali.

28

3. Mekanisme belajar utama yang ketiga adalah


imitasi

Seringkali orang mempelajari sikap dan perilaku


sosial dengan meniru sikap dan perilaku yang
menjadi model. Seorang anak kecil dapat belajar
bagaimana menyalakan perapian dengan meniru
bagaimana ibunya melakukan hal itu. Anak-anak
dan remaja mungkin menentukan sikap politik
mereka dengan meniru pembicaraan orang tua
mereka pembicaraan orang tua mereka selama
kampanye pemilihan. Imitasi bisa terjadi tanpa
adanya reinforcement eksternal, hanya melalui
observasi biasa terhadap model.

Kaum Behavioris sangat mengagungkan proses


belajar asosiatif atau proses belajar asosiatif
stimuslus respon ini sebagai penjelasan terpenting
tentang tingkah laku manusia. Perbedaan antara teori
Freud, yang memberi tekanan pada dorongan dari
dalam pada manusia, dengan keyakinan kaum
Behavioris pada kekuatan-kekuatan luar atau
kekuatan-kekuatan dari lingkungan dalam diri
manusia dapat dilihat dengan jelas
Salah satu asumsi dasarnya mengatakan bahwa
kesusilaan sama sekali tidak memiliki dasar ilmiah.
Maka kaum Behavioris menganut paham relativisme
budaya dan moral. Manusia adalah korban yang
fleksibel,
dapat
dibentuk
dan
pasif
dari
lingkungannya, yang menentukan tingkah lakunya.

29

Seorang Behavioris tidak menaruh minat pada soalsoal budaya dan moral kecuali bahwa ia adalah
seorang ilmuwan. Tak peduli, manusia macam
apapun. Manusia adalah korban yang fleksibel, dapat
dibentuk dan pasif dari lingkungannya, yang
menentukan tingkah lakunya.

Tahun-tahun
awal
kehidupan
seseorang
merupakan tahun-tahun yang penting mengenai soal
yang satu ini sebenarnya semua aliran psikologi
sependapat. Dari sini muncul imbauan agar para
orang tua bersikap serba membolehkan, serba
memuaskan dan tidak menuntut terhadap anak-anak
selama tahun-tahun awal kehidupan mereka,
khususnya dalam soal-soal menyuapi, melatih
kebersihan, memberi pendidikan awal di bidang
seksualitas, dan menanamkan cara mengendalikan
amarah serta agresi. Setiap bentuk frustrasi pada
masa ini dipandang dapat melahirkan kecenderungan
ke arah neurosis di masa dewasa.
Sejak dari Thorndike dan Watson sampai
sekarang, kaum behavioris berpendirian: organisme
dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial atau psikologis;
perilaku adalah hasil pengalaman; dan perilaku
digerakkan atau dimotivasi oleh kebutuhan untuk
memperbanyak
kesenangan
dan
mengurangi
penderitaan. Asumsi bahwa pengalaman adalah
paling berpengaruh dalam membentuk perilaku,
menyiratkan betapa elastisnya manusia. la mudah
30

dibentuk menjadi apa pun dengan menciptakan


lingkungan yang relevan. Dalam bukunya yang
memikat tentang sejarah pemikiran-pemikiran di
dunia, The Broken Image, Floyd W. Matson mengutip
kata-kata Watson sebagai berikut:
Pendek kata, semboyan kaum Behavioris adalah
Berilah saya seorang bayi dan kekuasaan serta
keluasaan untuk membesarkannya, maka saya buat ia
mampu merangkak dan berjalan; akan saya buat ia
mampu memanjat dan menggunakan kedua belah
tangannya untuk mendirikan. bangunan-bangunan dari
batu atau kayu akan saya jadikan pencuri, penembak
atau, pecandu narkotika atau kemungkinan untuk
membentuk, seseorang ke segala arah tiada hampir
tidak ada batasnya.

Falsafah behavioristik yang biasa juga disebut SR stimulusrespons mencakup tiga teori yaitu S-R
Bond, Conditioning, dan Reinforcement. Kelompok
teori ini berasumsi bahwa anak atau individu tidak
memiliki/membawa
potensi
apa-apa
dari
kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh
faktor-faktor yang berasal dari lingkungan, apakah
lingungan keluarga, sekolah atau masyarakat;
lingkungan manusia, alam, budaya, religi yang
membentuknya. Kelompok teori ini tidak mengakui
sesuatu yang bersifat mental. Perkembangan anak
menyangkut hal-hal nyata yang dapat dilihat, diamati.

31

a. Teori S-R Bond (Stimulus - Response) bersumber


dari psikologi koneksionisme atau teori asosiasi
dan merupakan teori pertama dari rumpun
behaviorisme. Menurut konsep mereka, kehidupan
ini tunduk kepada hukum stimulus-response atau
aksi-reaksi. Setangkai bunga dapat merupakan
suatu stimulus dan direspons oleh mata dengan
cara meliriknya. Kesan indah yang diterima individu
dapat merupakan stimulus yang mengakibatkan
respons memetik bunga tersebut. Demikian halnya
dengan belajar, terdiri atas rentetan hubungan
stimulus respons. Belajar adalah upaya untuk
membentuk hubungan stimulus respons sebanyakbanyaknya. Tokoh utama teori ini adalah Edward
L.Thorndike ada tiga hukum belajar yang sangat
terkenal dari Thorndike, yaitu law of readness, law
7
of exercise or repetition dan law of effect.
Menurut hukum kesiapan, hubungan dengan
stimulus dan respon akan terbentuk atau mudah
terbentuk apabila telah ada kesiapan pada system
syaraf individu. Selanjutnya, hukum latihan atau
pengulangan, hubungan dengan stimulus dan
respon akan terbentuk apabila sering dilatih atau
diulang-ulang. Menurut hukum akibat (law of
effect), hubungan stimulus dan respon akan terjadi
apabila ada akibat yang menyenangkan.

32

Bigge dan Thurst, 1980: 273

b. Teori kedua dari rumpun behaviorisme adalah


conditioning
atau
stimulus
response
with
conditioning. Tokoh utama teori ini Watson,
terkenal dengan percobaan conditioning pada
anjing. Belajar atau pembentukan hubungan
dengan stimulus dan respons perlu dibantu dengan
kondisi tertentu. Sebelum anak-anak masuk kelas
dibunyikan bel, demikian terjadi setiap hari dan
setiap saat pertukaran jam pelajaran. Bunyi bel
menjadi kondisi bagi anak sebagai tanda memulai
pelajaran di sekolah. Demikian juga dengan waktu
makan pagi, siang, dan makan malam dikondisikan
oleh bunyi jam atau jarum jam.
c. Teori ketiga adalah reinforcement dengan tokoh
utamanya C.L. Hull. Teori ini berkembang dari teori
psikologi, reinforcement, merupakan perkembangan
lebih lanjut dari teori S-R Bond dan conditoning.
Kalau pada teori conditioning kondisi diberikan
pada stimulus maka pada reinforcement kondisi
diberikan pada respon karena anak belajar
sungguh-sungguh (stimulus) selain ia menguasai
apa yang dipelajarinya (respon) maka guru
memberi angka tinggi, pujian, mungkin juga hadiah.
Angka tinggi, pujian, dan hadiah merupakan
reinforcement, supaya pada kegiatan belajarnya
akan lebih giat dan sungguh-sungguh. Di dalam
kehidupan sehari-hari banyak sekali contoh
reinforcement kita temukan seperti pemberian

33

pujian, hadiah, bonus, insentif, piala, mendali,


piagam penghargaan, kalpataru, adipura, lencana
sampai
dengan
parasamya,
dan
bintang
mahaputra. Disamping reinforcement positif seperti
itu dikenal pula reinforcement negatif untuk
mencegah atau menghilangkan suatu perbuatan
yang kurang baik atau tidak disetujui masyarakat.
Contoh reinforcement negatif adalah: peringatan,
ancaman, teguran, sanksi, hukuman, pemotongan
gaji, penundaan kenaikan pangkat, dsb.

Latar belajar teori behavioristis bersumber pada


pandangan John Locke mengenai jiwa anak yang
baru lahir, ialah jiwanya dalam keadaan kosong.
Seperti meja lilin bersih, disebut tabularasa. Dengan
demikian pengaruh dari luar sangat menentukan
perkembangan jiwa anak, dan pengaruh luar itu dapat
dimanipulasi. Dari pandangan manusia menurut John
locke
tersebut,
pendekatan
belajar
menjadi
behavioristic elementaristic, atau pendekatan belajar
behavioristic emperistic. Di samping itu ada
pandangan manusia lain, ialah fenomena, jadi
fenomologis, sehingga pendekatan belajar bercorak
kognitif-totalistis, dasar psikologisnya adalah psikologi
Gestalt.
Pendekatan
behavioristic-elementaristic
menganggap jiwa manusia itu pasif, yang dikuasai
oleh stimulus-stimulus atau perangsang-perangsang
dari luar yang ada di lingkungan sekitar. Oleh karena
34

itu tingkah laku manusia dapat dimanipulasi, dapat


dikontrol atau dikendalikan. Cara mengendalikan
tingkah laku manusia mengontrol perangsangperangsang yang ada dalam lingkungannya. Tingkah
laku manusia mempunyai hukum-hukum seperti yang
berlaku dalam hukum-hukum pada gelaja alam,
umpanya hukum sebab akibat. Metode-metode
kealaman dapat dipakai dalam tingkah laku manusia
dengan sifat hubungan mekanistis.
Pandangan Behaviorisme terhadap Pemerolehan
Bahasa Pertama

Menurut pandangan kaum Behaviorisme bahasa


adalah bagian penting dari keseluruhan tingkah laku
manusia. Kaum Behaviorisme ini menamakan bahasa
sebagai perilaku verbal (verbal behavior). Untuk
membangun teori tentang pemerolehan bahasa, para
pakar aliran ini memusatkan perhatian mereka pada
aspek-aspek bahasa yang kasat mata, yang teramati,
sehingga data mereka adalah ujaran-ujaran tersebut.
Teori Behaviorisme terhadap pemerolehan bahasa
bersumber
pada
teori-teori
pembelajaran
Behavioristic (Behaviorisme Learning Theories). Ada
dua teori utama yang dikembangkan oleh para pakar
Behaviorisme yakni Classical Conditioning dan
Operant Conditioning.

35

Penjelasan berikut ini berdasarkan sumber


utama dari Angelis dan Martin (1980) dan Clark
(1975).
Prinsip-Prinsip Teori Pembelajaran
(Behaviorisme LearningTheory)

Behaviorisme

Dalam teori Behaviorisme ada tiga konsep


penting: rangsangan (stimulus) yang disimbolkan
dengan S, tanggapan atau respons ( response)
dengan simbol R, dan penguatan (reinforcement)
dengan simbol P. Istilah stimulus mengacu pada
semua hal atau perubahan yang ada dalam
lingkungan.
Kata-kata atau kalimat dalam tulisan ini adalah
contoh dari rangsangan. Stimulus dapat berasal dari
luar (external stimulus), misalnya suara keras, suara
manusia, ujaran atau sinar dan dapat dari dalam
(internal stimulus) misalnya rasa lapar, atau keinginan
untuk berbicara. Respons mengacu pada perubahan
perilaku yang melibatkan adanya aktivitas yang
disebabkan oleh otot dan kelenjar. Sama halnya
dengan stimulus, respons bisa berupa respons luar
(external) dan respons dalam (internal). Penguatan
(reinforcement) adalah peristiwa atau sesuatu yang
dianggap sebagai hadiah atau hukuman yang
menyebabkan makin besarnya kemungkinan stimulus
(S) tertentu menghasilkan respons (R) tertentu,
menyebabkan makin besarnya kemungkinan stimulus
(S) tertentu menghasilkan respons (R) tertentu.
36

Belajar
dapat
digambarkan
sebagai
pembentukan hubungan antara S dan R. Atau
dengan kata lain, belajar adalah kecenderungan S
tertentu menghasilkan R tertentu. Prinsip yang
menjadi dasar dari pendekatan pembelajaran S-R
pada penelaahan perilaku ialah classical conditioning
dan operant conditioning.
Kedua prosedur pengkondisian ini mulai dari
penelitian pada bagaimana hewan belajar dan
diperluas pada pembelajaran bahasa. Prosedur
conditioning ini dijadikan dasar untuk program
pengajaran bahasa kepada tuna rungu dan tuna
grahita. Para pakar psikolog juga mengaplikasikan
prinsip-prinsip pengkondisian dan pembelajaran
makna dan bentuk-bentuk gramatika.

37

BAB II

PEMBIASAAN KLASIK

(CLASSICAL CONDITION)
Ivan Petrovich Pavlov (18491936), lahir 14 September
1849 di Ryazan Rusia yaitu
desa tempat ayahnya Peter
Dmitrievich Pavlov menjadi
seorang pendeta. Ia dididik di
sekolah
gereja
dan
melanjutkan
ke
Seminar
Teologi. Pavlov lulus sebagai
sarjana kedokteran dengan
bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi
direktur departemen fisiologi pada Institute of
Experimental Medicine dan memulai penelitian
mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih
penghargaan nobel pada bidang Physiology or
Medicine
tahun
1904.
Karyanya
mengenai
pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi
behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work
of Digestive Glands (1902) dan Conditioned Reflexes
(1927).

38

Ia meninggal di Leningrad pada tanggal 27


Februari 1936. Sebenarnya ia bukan seorang sarjana
psikologi dan ia pun tidak mau disebut sebagai ahli
psikologi, karena ia adalah seorang sarjana ilmu faal
yang fanatik. Cara berpikirnya adalah sepenuhnya
cara berpikir ahli ilmu faal, bahkan ia sangat anti
terhadap psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah.
Dalam penelitian-penelitiannya ia selalu berusaha
menghindari konsep-konsep meupun istilah-istilah
psikologi. Sekalipun demikian, peranan Pavlov dalam
psikologi sangat penting, karena studinya mengenai
refleks-refleks
akan
merupakan
dasar
bagi
perkembangan
aliran
psikologi
behaviorisme.
Pandangannya yang paling penting adalah bahwa
aktivitas psikis sebenarnya tidak lain daripada
rangkaian-rangkaian refleks belaka. Karena itu, untuk
mempelajari aktivitas psikis (psikologi) kita cukup
mempelajari refleks-refleks saja. Pandangan yang
sebenarnya bermula dari seorang tokoh Rusia lain
bernama I.M. Sechenov. I.M. yang banyak
mempengaruhi Pavlov ini, kemudian dijadikan dasar
pandangan pula oleh J.B. Watson di Amerika Serikat
dalam aliran Behaviorismenya setelah mendapat
perubahan-perubahan seperlunya.
Pavlov lebih tertarik pada fisiologi ketimbang
psikologi. Ia melihat pada ilmu psikiatri yang masih
baru saat itu sedikit meragukan. Namun ia sungguhsungguh berpikir bahwa refleks terkondisi dapat

39

menjelaskan perilaku orang gila. Sebagai contoh, ia


mengusulkan, mereka yang menarik diri dari dunia
bisa menghubungkan semua rangsangan dengan
luka atau ancaman yang mungkin. Gagasannya
memainkan peran besar dalam teori psikologi
behavioris, diperkenalkan oleh John Watson sekitar
1913.

Salah satu anjing yang digunakan dalam penelitian Ivan


Petrovich Pavlov
(yang sudah diawetkan di Museum, Ryazan, Russia)

Karya yang membuat Pavlov memiliki reputasi


sebenarnya
bermula
sebagai
studi
dalam
pencernaan. Ia sedang mencari proses pencernaan
pada anjing, khususnya hubungan timbal balik antara
air ludah dan kerja perut. Ia sadar kedua hal itu
berkaitan erat dengan refleks dalam sistem saraf
otonom. Tanpa air liur, perut tidak membawa pesan
untuk memulai pencernaan. Pavlov ingin melihat
bahwa rangsangan luar dapat mempengaruhi proses
ini, maka ia membunyikan metronom dan di saat
40

yang sama ia mengadakan percobaan makanan


anjing. Setelah beberapa saat, anjing itu -- yang
hanya sebelum mengeluarkan liur saat mereka
melihat dan memakan makanannya -- akan mulai
mengeluarkan air liur saat metronom itu bersuara,
malahan jika tiada makanan ada. Pada 1903 Pavlov
menerbitkan hasil eksperimennya dan menyebutnya
refleks terkondisi, berbeda dari refleks halus,
seperti. Pavlov menyebut proses pembelajaran ini
(sebagai
contoh,
saat
sistem
saraf
anjing
menghubungkan suara metronom dengan makanan)
pengkondisian. Ia juga menemukan bahwa refleks
terkondisi akan tertekan bila rangsangan ternyata
terlalu sering salah. Jika metronom bersuara
berulang-ulang dan tidak ada makanan, anjing akan
berhenti mengeluarkan ludah.

Teori Pavlov terkenal dengan sebutan teori


Classical Conditioning yang juga disebut response
conditioning atau Pavloving conditioning. Kata
classical yang mengawali nama teori ini semata-mata
dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang
dianggap paling dahulu di bidang conditioning (upaya
pembiasaan) dan untuk membedakannya dari teori
conditioning lainnya, atau mungkin juga karena
fungsinya. Teori pavlov ini juga dapat disebut
respondent conditioning.

Classical Conditioning (pengkondisian klasik)


adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui

41

percobaannya
terhadap
anjing,
sebentuk
pembelajaran asosiatif dimana stimulus netral
menjadi diasosiasikan dengan stimulus yang
bermakna dan menimbulkan kemampuan untuk
mengeluarkan respon yang serupa. Classical
conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik)
adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru
dengan cara mendatangkan stimulus sebelum
8
terjadinya refleks tersebut.

Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov


dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh
pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala
kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling
sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran,
peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya.
Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan
9
mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.
8

Terrace, 1973
Bakker, 1985.
Apakah anda tahu bahwa Ivan Pavlov, ahli kimia dan
psikolog Rusia yang bertanggung jawab pada
eksperimen liur anjing tidak tertarik dengan psikologi
dan perilaku? Spesifiknya, dia berusaha mempelajari
kaitan antara air liur dengan tindakan/aktifitas perut.
Sebelumnya Pavlov mencatat bahwa perut tidak akan
mencerna tanpa air liur terbentuk lebih dahulu.
Selanjutnya, Pavlov mempertanyakan apakah stimuli
luar dapat mempengaruhi pencernaan dengan cara
yang sama. Untuk percobaan ini dia memulai dengan
menyalakan senter, membunyikan alat pengeluar suara
dan pada saat yang bersamaan dia menawarkan

42

Pavlov amat dihormati di negerinya sendiri -baik sebagai Kekaisaran Rusia maupun Uni Soviet -dan di seluruh dunia. Pada 1904, ia memenangkan
Penghargaan Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran
dalam penelitiannya tentang pencernaan. Ia adalah
orang yang terang-terangan dan sering bersilang
pendapat dengan pemerintah Soviet dalam hidupnya,
namun karena reputasinya, dan juga karena
bangganya penduduk senegerinya kepadanya,
membuatnya terjaga dari penganiayaan. Ia aktif
bekerja di laboratorium sampai kematiannya dalam
usia 86.
Eksperimen yang dilakukan Pavlov

Belajar tidak hanya penting dalam kehidupan


manusia tetapi juga penting bagi binatang. Untuk
tetap dapat bertahan dan berfungsi di dunianya,
makanan pada anjing penelitiannya. Dalam keadaan
tanpa stimuli ini, anjing hanya mengeluarkan liur ketika
melihat atau memakan makanannya. Tapi mereka
mengeluarkan air liur ketika distimulasi dengan lampu
senter atau suara, bahkan ketika tanpa makanan.
Pavlov juga mendapati bahwa tipe reflek yang dibuat
menghilang jika stimulus ternyata salah terlalu sering.
Sebagai contoh, jika bunyian di bunyikan dan tidak ada
makanan
terlihat,anjing
dengan
cepat
berhenti
mengeluarkan air liur pada suara tersebut.
Palov mempublikasikan hasilnya pada 1903. Satu tahun
kemudian, dia memenangkan hadiah nobel dalam
pengobatan. Nobel untuk hasil kerjanya tentang
psikologi pencernaan, yang kemudian berkembang
menjadi topik bahasan yang bermacam-macam.

43

binatang-binatang seperti tikus, merpati, anjing, dan


lain-lain harus belajar dan beradaptasi seperti
layaknya manusia. Banyak penelitian tentang belajar
dilakukan pada hewan. Prinsip-prinsip belajar yang
diperoleh dari penelitian tersebut dapat diterapkan
pada manusia.

Pada dasarnya Classical Conditioning adalah


suatu teori yang menjelaskan bagaimana kita
kadangkala mempelajari respon-respon yang baru
sebagai sebuah hasil dari dua stimulus atau lebih
10
yang hadir hampir pada waktu yang sama.
Ivan Pavlov pada tahun 1900-an melakukan
penelitian tentang bagaimana tubuh mencerna
makanan. Di awal penelitiannya, ia secara teratur
meletakan bubuk daging ke dalam mulut seekor
anjing, yang kemudian membuat anjing tersebut
mengeluarkan air liur. Kemudian, Pavlov berpendapat
bahwa makanan tersebut bukanlah satu-satunya
stimulus yang membuat anjing tersebut mengeluarkan
liurnya.
Ia menemukan bahwa ia dapat menggunakan
stimulus netral, seperti sebuah nada atau sinar untuk
membentuk perilaku (respons). Liur anjing tersebut
merupakan suatu respon terhadap sejumlah stimulus
yang diasosiasikan dengan makanan, seperti
10

Ormrod, Jeanne Allis, Educational Psychology:


Developing Learners (New Jersey: Prentice Hall, 2003),
302.

44

tampilnya mangkuk makanan, munculnya individu


yang membawa makanan ke dalam ruangan, dan
suara pintu yang menutup saat makanan tersebut
datang. Asosiasi yang dilakukan anjing terhadap
stimulus mangkuk, sosok yang membawa makanan,
dan suara pintu dengan makanan merupakan contoh
pengondisian klasik.

Kemudian Pavlov mengadakan percobaan


dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor
anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari
luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka
akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum
makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan
adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan.
Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula.
Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulangulang, maka pada suatu ketika dengan hanya
memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan
maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang
merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau
perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang,
rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat
(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut.
Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau
Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar
yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov

45

menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada


manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek
bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.

Eksperimen Pavlov (1900)

Adapun jalan eksperimen tentang refleks


berkondisi yang dilakukan Pavlov adalah sebagai
berikut: Pavlov menggunakan seekor anjing sebagai
binatang percobaan. Anjing itu diikat dan dioperasi
pada bagian rahangnya sedemikian rupa, sehingga
tiap-tiap air liur yang keluar dapat ditampung dan
diukur jumlahnya. Pavlov kemudian menekan sebuah
tombol dan keluarlah semangkuk makanan di
hadapan anjing percobaan. Sebagai reaksi atas
munculnya makanan, anjing itu mengeluarkan air liur
yang dapat terlihat jelas pada alat pengukur.

46

Makanan yang keluar disebut


sebagai perangsang tak
berkondisi (Unconditioned
Stimulus - UCS) dan air liur
yang keluar setelah anjiing
melihat makanan disebut
refleks tak berkondisi
(Unconditioned Reflex UCR).
Bunyi bel bagi anjing
sebelum adanya pembiasaan
(conditioning) adalah Neutral
Stimulus - stimulus netral
yang tidak menyebabkan
anjing mengeluarkan air liur.

Dalam eksperimen Pavlov anjing percobaan


mula-mula diikat sedemikian rupa pada salah satu
kelenjar air liurnya diberi alat penampung cairan yang
dihubungkan dengan pipa kecil (tube). Perlu diketahui
bahwa sebelum dilatih (dikenai eksperimen), secara
alami anjing tersebut selalu mengeluarkan air liur
setiap mulutnya berisi makanan. Ketika bel berbunyi,
secara alami pula anjing itu menunjukkan reaksinya
yang relevan, yakni tidak mengeluarkan air liur.
Kemudian dilakukan
eksperimen berupa latihan
pembiasan dengan
memperdengarkan bel
(Conditioned Stimulus)
bersama-sama dengan

47

pemberian makanan berupa


serbuk daging
(Unconditioned Stimulus).

Pavlov membunyikan bel setiap kali ia hendak


mengeluarkan makanan. Dengan demikian anjing
akan mendengar bel dahulu sebelum ia melihat
makanan muncul di depannya. Setelah latihan yang
berulang-ulang
ini
selesai,
suara
bel
tadi
(Conditioned Stimulus) didengarkan lagi tanpa disertai
dengan makanan (Unconditioned Stimulus) apa yang
terjadi?
Ternyata anjing percobaan
tadi mengeluarkan air liurnya
juga (conditioned reflex),
meski hanya mendengar
suara bel (Conditioned
Stimulus). Jadi, Conditioned
Stimulus akan menghasilkan
conditioned reflex apabila
Conditioned Stimulus dan
Unconditioned Stimulus telah
berkali-kali dihadirkan secara
bersama-sama.

Urutan kejadian melalui percobaan terhadap


anjing tersebut diilustrasikan dalam gambar di bawah
ini:

48

Berikut adalah tahap eksperimen dan penjelasan dari


gambar di atas:
1. Gambar pertama

Unconditioned Stimulus US, stimulus tidak


dikondisikan yaitu stimulus yang langsung
menimbulkan respon, di mana anjing, bila diberikan
sebuah makanan (Unconditioned Stimulus - UCS)
maka secara otonom anjing akan mengeluarkan air
liur (Uncoditioned Response - UCR).

2. Gambar kedua

Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak


merespon atau mengeluarkan air liur.

3. Gambar ketiga

Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan


sebuah makanan (Unconditioned Stimulus - UCS)
setelah diberikan bunyi bel (CS) terlebih dahulu,
sehingga anjing akan mengeluarkan air liur
49

(Uncoditioned Response - UCR) akibat pemberian


makanan.

4. Gambar keempat

Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulangulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel
(Conditioned Stimulus - CS) tanpa diberikan
makanan, secara otonom anjing akan memberikan
respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya
(Conditioned Response - CR).

Elements of Classical Conditioning

Keluarnya air liur setelah anjing mendengar bel


disebut sebagai refleks berkondisi (Conditioned
Reflex), karena refleks itu merupakan hasil latihan
yang terus-menerus dan hanya anjing yang sudah
mendapat latihan itu saja yang dapat melakukannya.
Bunyi bel jadinya rangsang berkondisi (Conditioned
Reflex). Kalau latihan itu diteruskan, maka pada
suatu waktu keluarnya air liur setelah anjing

50

mendengar bunyi bel akan tetap terjadi walaupun


tidak ada lagi makanan yang mengikuti bunyi bel itu.
Anjing mengasosiasikan bahwa setiap bunyi bel pasti
dibarengi
dengan
makanan.
Respon
anjing
mengeluarkan air liur setelah mendengarkan bunyi
bel disebut dengan refleks yang dikondisikan
(Condition
Reflex).
Pavlov
menyimpulkan
Unconditioned Stimulus (stimulus atau ransangan
alami) akan melahirkan respon alami (Unconditioned
Response). Refleks yang dikondisikan (Condition
Reflex) akan bertahan walaupun rangsang tak
berkondisi tidak ada lagi. Pada tingkat yang lebih
lanjut, bunyi bel didahului oleh sebuah lampu yang
menyala, maka lama-kelamaan air liur sudah keluar
setelah anjing melihat nyala lampu walaupun ia tidak
mendengar bel atau melihat makanan sesudahnya.
Demikianlah satu rangsang berkondisi dapat
dihubungkan
dengan
rangsang
berkondisi
(Conditioned Stimulus) lainnya sehingga binatang
percobaan tetap dapat mempertahankan refleks
berkondisi walaupun rangsang tak berkondisi
(Unconditioned Stimulus) tidak lagi dipertahankan.
Eksperimen ini kemudian diulang-ulang dengan
berbagai variasi, namun dapat disimpulkan bahwa:

- anjing dibiarkan lapar, setelah itu bel dibunyikan;


anjing mendengarkan benar-benar bunyi bel
tersebut. Setelah bel berbunyi selama 30 detik,

51

makanan
diberikan
pengeluaran air liur

dan

terjadilah

- percobaan tersebut diulang-ulang


dengan jarak waktu 15 menit.

refleks

berkali-kali

- Setelah diulang 32 kali, ternyata bunyi bel saja (


30 detik) telah dapat menyebabkan keluarnya air
liur dan ini bertambah deras kalau makanan
diberikan.

Jadi Classical Conditioning dapat diidentifikasi


sebagai proses yang semula adalah stimulus netral,
ketika muncul dengan stimulus yang tidak
dikondisikan
akan
muncul
stimulus
yang
terkondisikan, yang menimbulkan respons refleks
yang
menjadi
kebiasaan.
Makanan
adalah
rangsangan wajar, sedang bel adalah rangsangan
buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian
dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini
akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya
air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut
Conditioned Respons.

Unconditioned Stimulus (tidak adanya rangsang


tak berkondisi) hanya bisa dilakukan sampai pada
taraf tertentu, karena terlalu lama tidak ada rangsang
tak berkondisi, binatang percobaan itu tidak akan
mendapat imbalan (reward) atas refleks yang sudah
dilakukannya dan karena itu refleks itu makin lama

52

akan semakin menghilang dan terjadilah proses


11
penghapusan refleks (extinction).

Makanan (daging) dalam penelitian itu berperan


memperkuat (reinforcing). Keluarnya air liur ketika bel
berbunyi disebut penguat positif (positive reinforcer),
yaitu stimulus atau penguat yang kehadirannya
meningkatkan peluang terjadinya respon yang
dikehendaki. Jika dalan eksperimen pemberian
makanan dihentikan, selama beberapa waktu anjing
tetap mengeluarkan air liur setiap mendengar bel
tetapi hubungan itu semakin lemah sampai akhirnya
bel tidak lagi mengeluarkan air liur. Hal ini dikatakan
proses pemadaman (extinction), yang menunjukkan
penguatan berkelanjutan. Tanpa reinforcement
tingkah laku respon yang bukan otomatis (refleks)
akan semakin hilang. Behaviorisme klasik ini
menghasilkan tipe tingkah laku responden, yang oleh
Skinner dianggap dianggap kurang penting karena
kurang menggambarkan fungsi integral manusia
dalam lingkungannya. Dalam kehidupan yang
sebenarnya, umumnya reinforcement tidak segera
dikenali dan akan timbul sesudah tingkah laku
12
terjadi.

Pavlov melihat bahwa perilaku anjing meliputi


komponen-komponen yang dipelajari (learned) dan
11

12

Sarlito W. Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-Aliran


dan Tokoh-tokoh Psikologi (Jakarta : PT Bulan Bintang,
2002)
Elliot, 1999

53

yang tidak dipelajari (unlearned). Bagian yang tidak


dipelajari (unlearned) dari pengondisian klasik
berdasarkan pada fakta bahwa sejumlah stimulus
secara otomatis menghasilkan respons tertentu
terpisah
dari
segala
bentuk
pembelajaran
sebelumnya, merupakan hal bawaan (inborn) atau
terberi (innate) dari organisma tersebut. Refleks
merupakan hubungan yang otomatis antara stimulusresponse. Pada anjing Pavlov, refleks terlihat pada
keluarnya air liur sebagai respon terhadap makanan.
Contoh lain dari refleks antara lain rasa mual saat
mencium makanan basi/busuk, tubuh menggigil saat
kedinginan, batuk saat kerongkongan terasa gatal,
dan menyempitnya pupil saat melihat cahaya yang
menyilaukan.
Dari eksperimen yang dilakukan tersebut Pavlov
menyimpulkan bahwa:

Refleks bersyarat (Conditioned Reflex - CR) yang


telah terbentuk itu dapat hilang karena perangsang
yang mengganggu (hilang untuk sementara);

Refleks bersyarat (Conditioned Reflex - CR) dapat


dihilangkan dengan proses pensyaratan kembali
(reconditioning,
berconditionering),
jalannya
melakukan pensyaratan kembali ini sama dengan
ketika menimbulkan refleks bersyarat, hanya saja
disini tidak diberi reinforcement.

54

Namun dalam eksperimennya Pavlov masih


mengalami kelemahan karena adanya keterbatasan
daya deskriminasi dari anjing yang di cobanya itu
maksimum hanya mampu mengingat sampai pada
tiga macam perangsang (Suryabrata, 2004).

55

Kesimpulan

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap


seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya:

Law of Respondent Conditioning yakni hukum


pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam
stimulus dihadirkan secara simultan, yang salah
satunya berfungsi sebagai penguat (reinforcer),
maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat;

Law of Respondent Extinction yakni hukum


pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah
diperkuat melalui Respondent conditioning itu
didatangkan kembali tanpa menghadirkan penguat
(reinforcer), maka kekuatannya akan menurun.

Pavlov
mengemukakan
empat
peristiwa
eksperimental
dalam
proses
akuisisi
dan
penghapusan sebagai berikut:

1. Stimulus tidak terkondisi (Unconditioned Stimulus UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui
kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks
organismik. Contoh: makanan
2. Stimulus terkondisi (Conditioned Stimulus - CS),
Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral
dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS).
Contoh: Bunyi bel adalah stimulus netral yang di
pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa
makanan.

56

3. Respons tidak terkondisi (Uncoditioned Response UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara
otonom
atau
dengan
sendirinya.
Contoh:
mengeluarkan air liur
4. Respos terkondisi (Conditioned Response - CR),
refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari
penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air
liur akibat penggabungan bunyi bel dengan
makanan.
Bila dicontohkan dalam kehidupan nyata teori
pavlov ini bisa diterapkan. Sebagai contoh untuk
menambah kelekatan dengan pasangan, Jika anda
mempunyai pasangan yang sangat suka (UCR)
dengan coklat (UCS). Disetiap anda bertemu
(Conditioned Stimulus - CS) dengan kekasih anda
maka berikanlah sebuah coklat untuk kekasih anda,
secara otonom dia akan sangat suka dengan coklat
pemberian anda.

Berdasarkan teori, ketika hal itu dilakukan secara


berulang-ulang, selanjutnya cukup dengan bertemu
dengan anda tanpa memberikan coklat, maka secara
otonom pasangan anda akan sangat suka
(Conditioned Response - CR) dengan anda, hal ini
dapat terjadi karena pembentukan perilaku antara
UCS, Conditioned Stimulus (CS), Uncoditioned
Response (UCR), dan Conditioned Response (CR)
seperti ekperimen yang telah dilakukan oleh pavlov.

57

Acquisition (Pemerolehan)

Acquisition
dalam
Classical
Conditioning
merupakan periode pembelajaran hubungan stimulusrespons. Hal ini meliputi suatu stimulus netral yang
diasosiasikan dengan Unconditioned Stimulus (UCS)
dan kemudian menjadi Conditioned Stimulus (CS)
yang mendatangkan Conditioned Response (CR).
Dua aspek acquisition yang penting adalah: timing
(waktu)
dan
contingency/predictability
(kebetulan/dapat diramalkan).

Waktu interval (timing) antara Conditioned


Stimulus (CS) dan Unconditioned Stimulus (UCS)
merupakan satu aspek penting dalam Classical
Conditioning. Interval waktu menjelaskan kontak
(contiguity) atau keterkaitan antara waktu dan ruang
suatu stimulus.
Conditioned response (CR)
berkembang ketika Conditioned Stimulus (CS) dan
Unconditioned Stimulus (UCS) berhubungan, dan
muncul dengan selang waktu berdekatan. Terdapat
rentang waktu optimal, dimana organisme kemudian
melakukan hubungan antara Conditioned Stimulus
(CS) dan Conditioned response (CR). Pada
eksperimen Pavlov, apabila bel baru berbunyi 20
menit setelah makanan tersaji, anjing tidak akan
menghubungkan bunyi bel dengan kehadiran
makanan.

58

Selama acquisition, suatu Conditioned Stimulus


(CS) harus dipasangkan dengan UCS beberapa kali
untuk membangun suatu Conditioned response (CR)
yang kuat. Bunyi bel dapat segera menjadi
Conditioned Stimulus (CS) jika diiringi dengan
pemberian makanan. Namun, jika UCS intens dan
menyakitkan, seperti kejutan listrik (electric shock)
atau
situasi/peristiwa
yang
traumatik,
maka
conditioning dapat terjadi walaupun hanya terjadi satu
kali pemasangan Conditioned Stimulus (CS)-UCS.
Rangkaian dan interval waktu Conditioned Stimulus
(CS) - Unconditioned Stimulus (UCS) juga
memengaruhi conditioning. Pembelajaran biasanya
timbul dengan cepat setelah terjadi penundaan
singkat (delayed conditioning) dalam pemasangan
Conditioned Stimulus (CS) - Unconditioned Stimulus
(UCS). Misalnya bunyi bel (CS) mucul pertama kali
dan tetap berbunyi hingga makanan (UCS) muncul.
Pada delayed conditioning, kehadiran Conditioned
Stimulus (CS) mendahului muculnya US

Pada pemasangan maju (forward pairing/forward


conditioning), bel mungkin akan berbunyi atau tidak
berbunyi, dan kemudian segera diikuti
dengan
pemberian
makanan.
Yang
terbaik
adalah
Conditioned Stimulus (CS) diberikan dua atau tiga
detik sebelum Unconditioned Stimulus (UCS).
Pemasangan maju memiliki nilai adaptif karena
hadirnya Conditioned Stimulus (CS) merupakan sinyal

59

akan munculnya Unconditioned Stimulus (UCS). Di


sisi lain, menghadirkan Conditioned Stimulus (CS) Unconditioned Stimulus (UCS) secara bersamaan
(simultaneous conditioning/ simultaneous pairing)
membuat pengondisian terjadi kurang cepat. Hal ini
antara lain disebabkan subyek tidak memiliki waktu
untuk mengantisipasi Unconditioned Stimulus (UCS),
dan Conditioned Stimulus (CS) (bel) tidak dinggap
bagian dari Unconditioned Stimulus (UCS).
Dan
Pembelajaran sangat lambat terjadi jika Conditioned
Stimulus (CS) hadir setelah Unconditioned Stimulus
(UCS).
Dapat disimpulkan, bahwa Classical Conditioning
yang kuat biasanya terjadi jika: Dapat disimpulkan,
bahwa Classical Conditioning yang kuat biasanya
terjadi jika:
- terdapat pengulangan pemasangan Conditioned
Stimulus (CS) - Unconditioned Stimulus (UCS)
-

Unconditioned Stimulus (UCS) lebih intensif/lebih


kuat
Rangkaian meliputi pemasangan maju (forward
pairing)

- Interval waktu yang singkat antara Conditioned


Stimulus (CS) dan Unconditioned Stimulus (UCS)

Extinction (pemunahan) and spontaneous recovery


(pemulihan spontan)
60

Fungsi Classical Conditioning adalah membantu


organisma beradaptasi dengan lingkungannya.
Apabila suatu Conditioned response (CR) tidak lagi
dibutuhkan, maka respons tersebut dapat dihilangkan
melalui pemunahan (extinction). Yang dimaksud
dengan extinction adalah suatu proses dimana suatu
respon berakhir. Atau dengan kata lain, extinction
adalah hilangnya suatu respon pengkondisian.
Extinction
merupakan
suatu
proses
dimana
Conditioned Stimulus (CS) dihadirkan berulang-ulang
tanpa disertai UCS. Hal ini menyebabkan
Conditioned response (CR) melemah dan pada
akhirnya hilang/punah. Setiap kehadiran Conditioned
Stimulus (CS) tanpa Unconditioned Stimulus (UCS)
disebut extinction trial. Ketika Pavlov secara
berulang-ulang membunyikan bel tanpa disertai
makanan, sang anjing pada akhirnya tidak berliur
saat bel berbunyi. Namun, hal ini tidak berarti jejak
pembelajaran hilang sama sekali. Karena di
kesempatan lain, saat bel dibunyikan kembali, sang
anjing berliur kembali. Hal ini disebut pemulihan
spontan (spontaneous recovery): muculnya kembali
Conditioned response (CR) yang sebelumnya telah
punah setelah periode istirahat, dan tanpa adanya
percobaan pembelajaran (learning trials) yang baru.
Bila respon bersyarat (CR) telah terbentuk, maka
apa yang akan terjadi bila stimulus bersyaratnya (CS)
tidak lagi dipasangkan dengan stimulus tak bersyarat

61

(US)? yang akan muncul adalah pemadaman


(extinction) yaitu melemah atau hilangnya respon
bersyarat (CR) yang telah terbentuk. Contohnya
dalam penelitian di atas adalah bila lampu atau bunyi
bel (CS) diberikan tanpa diikuti dengan munculnya
makanan (US), maka air liur anjing yang mengalir
segera setelah lampu atau bel dibunyikan (CR),
secara bertahap akan menghilang atau air liur anjing
tersebut tidak akan mengalir bila ia melihat lampu
atau mendengar bunyi bel. Untuk lebih jelasnya
proses tersebut dapat kita lihat pada gambar di
bawah ini,

Grafik Pemadaman, Pemulihan Spontan, dan Pengkondisian


Kembali (rekonditioning). (Sumber: Morgan dkk, 1971)

Penelitian para ahli tidak hanya berhenti pada


masalah pemadaman ini karena pemadaman hanya
suatu proses belajar untuk menghambat CR. Jadi
pemadaman bukan akhir dari proses belajar,
melainkan suatu proses belajar yang baru. Hal
tersebut dapat dibuktikan melalui dua cara.

62

Pertama, adanya fenomena spontaneous


recovery, yaitu suatu kondisi dimana Conditioned
response (CR) yang telah hilang pada proses
extinction dapat pulih kembali setelah interval waktu
istirahat tertentu. Hal tersebut menyatakan bahwa
proses pemadaman tidak sepenuhnya menghilangkan
proses belajar dalam pembentukan Conditioned
response (CR) (lihat gambar di atas)

Kedua, proses reconditioning (pengkondisian


kembali) lebih cepat terjadi daripada proses
pengkondisian biasa. Pada percobaannya, Pavlov
mengkondisikan kembali pemasangan US dan
Conditioned Stimulus (CS) setelah periode extinction.
Ternyata pembentukan Conditioned response (CR)
lebih cepat terjadi. Setelah Conditioned response
(CR) terbentuk pada proses reconditioning, Pavlov
kembali menerapkan proses extinction, demikian
terus menerus sampai pada suatu titik di mana
binatang percobaan belajar kapan untuk melakukan
respon dan kapan tidak.
Berdasarkan dua kenyataan di alas maka
terbukti bahwa proses extinction bukanlah akhir dari
proses belajar, melainkan suatu proses belajar yang
baru.
Generalisasi dan Diskriminasi

63

Yang dimaksud dengan generalisasi adalah


suatu proses berpindahnya/berlakunya suatu respon
secara umum terhadap stimulus/ rangsangan lain.

Dalam
penelitiannya,
Pavlov
juga
mengemukakan bahwa anjing yang berliur saat
dibunyikan bel, juga akan mengalirkan air liur
(meskipun tidak terlalu banyak) saat mendengar
bunyi buzzer (bel elektronik) dan bunyi sinyal. Hat
tersebut menunjukkan bahwa anjing telah melakukan
generalisasi bunyi bel dengan bunyi-bunyian lain
sehingga bunyi-bunyian yang lain pun dapat
memunculkan
respon
bersyarat
(Conditioned
response - CR).

Penelitian yang menggunakan respon kulit


galvanis (RKG) menggambarkan generalisasi di atas.
RKG adalah kegiatan elektris kulit yang mudah terjadi
selama stress emosional. Shock elektronik yang
ringan akan menimbulkan RKG. Dalam penelitian di
atas, bunyi nada tertentu digunakan sebagai
Conditioned Stimulus (CS) dan shock elektronik
sebagai US. RKG yang muncul karena shock
elektronik
digunakan
sebagai
UR.
Dengan
membunyikan nada tertentu, shock elektronis akan
terjadi dan menyebabkan RKG. Setelah RKG
terbentuk menjadi Conditioned response (CR) dengan
bunyi nada, maka percobaan dilanjutkan dengan
membunyikan nada yang amplitudonya lebih tinggi.
Hasilnya menunjukkan bahwa perbedaan nada makin
64

jauh, maka RKG yang terbentuk makin melemah


(lihat gambar di bawah). Pada manusia, RKG yang
terbentuk akibat shock elektronis adalah UR,
sedangkan rasa takut terhadap shock elektronik itu
yang menjadi Conditioned response (CR).
Eksperimen yang sederhana tersebut dapat
diimplikasikan pada masalah psikologis yang
berkaitan dengan rasa takut yang irasional (atau
phobia) karena objek yang menimbukan rasa takut itu
muncul pada situasi yang menegangkan sehingga
individu cenderung mengeneralisasikan kondisi
tersebut pada setup situasi saat ia melihat objek yang
ditakutinya. Oleh karena itu dalam kasus-kasus
phobia, bukan objek yang menimbulkan ketakutan
(CR), tetapi rasa takut itu sendirilah yang menjadi
Conditioned Response (CR).

Grafik Diskriminasi dalam Pengkondisian Klasik


(Sumber: Atkinson dkk, 1994)

65

Generalisasi dalam Classical Conditioning


merupakan suatu kecenderungan stimulus baru yang
serupa dengan Conditioned Stimulus (CS) yang asli
untuk membangkitkan suatu respons yang serupa
dengan Conditioned response (CR). Dengan prinsip
generalisasi ini, kita tidak perlu lagi belajar
mengendarai
motor/mobil
saat
kita
berganti
kendaraan atau saat berkendara ke tempat yang
berbeda.
Generalisasi
stimulus
tidak
selalu
menguntungkan.
Misalnya:
kucing
yang
menggeneralisasikan ikan kecil dengan ikan piranha
tentunya menjadi sulit mencari makan. Karenanya
melakukan diskriminasi antara stimulus merupakan
hal yang penting. Diskriminasi dalam Classical
Conditioning adalah proses belajar untuk berespon
terhadap stimulus tertentu dan tidak berespon
terhadap stimulus lainnya. Untuk menghasilkan
diskriminasi, Pavlov memberikan makanan ke anjing
hanya setelah bel berbunyi dan tidak setelah bunyibunyi lainnya. Melalui cara ini, anjing belajar untuk
membedakan antara bel dan bunyi-bunyi lainnya.
Proses yang melengkapi generalisasi adalah
diskriminasi. Yang dimaksud dengan deskriminasi
adalah suatu proses dimana kita mempelajari bahwa,
suatu rangsangan itu tidak selalu direspon dengan
cara yang sama. Bila generalisasi merupakan reaksi
66

terhadap persamaan, diskriminasi adalah reaksi


terhadap perbedaan. Diskriminasi yang dikondisikan
ditimbulkan melalui penguatan dan pemadaman yang
selektif, seperti yang diperlihatkan pada gambar di
atas. Dalam percobaan yang dilakukan Baer dan
Fuhrer, timbulnya RKG dipasangkan dengan CS1
yaitu nada dengan amplitudo 700 Hz, dan CS2 yaitu
nada dengan amplitudo 3500 Hz. Shock yang
diberikan pada ujung jari kiri hanya akan diberikan
bila CS1 diberikan, sedangkan pemberian CS2 tidak
diikuti dengan shock elektrik. Pada awalnya, setelah
terbentuk CR RKG dengan CS1, subjek tetapi
melakukan respon RKG saat diberikan CS2. Tetapi
setelah dipasangkan beberapa kali, hasilnya RKG
akan semakin meningkat bersama dengan hadirnya
CS1, dan RKG makin melemah sejalan dengan
pemberian CS2.
PENERAPAN EKSPERIMEN PAVLOV PADA MANUSIA

Dalam lingkup pemerolehan bahasa pertama,


classical conditioning ini dapat menjelaskan
bagaimana kita belajar makna kata. Seperti diketahui
dalam lingkungan banyak rangsangan yang dapat
menimbulkan emosi positif atau negatif. Jika
rangsangan-rangsangan bahasa, misalnya kata,
frasa, atau kalimat, sering terjadi bersamaan dengan
rangsangan-rangsangan lingkungan, maka pada
akhirnya rangsangan bahasa tersebut dapat
67

menimbulkan respons emosional walaupun tidak ada


rangsangan lingkungan. Untuk jelasnya mari kita
pelajari contoh berikut ini.

Yudi yang berumur sekitar 15 bulan akan


menarik taplak meja makan. Ibunya segera
mengatakan, Tidak! Tidak! sambil menepis
tangannya
dengan
harapan
Yudi
akan
menghubungkan sakit di tangannya dengan kata
Tidak! Tidak! akan menimbulkan respons makna
yang tidak menyenangkan bagi Yudi. Jika hal ini
terjadi berulang kali dan respons emosional sudah
ditransferkan dari hukuman fisik ke ujaran Tidak!
Tidak!, maka pembiasaan telah berhasil. Jadi, kata
Tidak menghasilkan respons emosional, sama
halnya dengan bunyi bel menimbulkan respons air
liur. Dengan demikian, ibu tersebut telah berhasil
mengajarkan makna Tidak. Dengan kata lain, Yudi
memahami makna Tidak yang berarti suatu
larangan.

Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan


menggunakan
rangsangan-rangsangan
tertentu,
perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa
yang diinginkan. Pavlov menganggap binatang
memiliki kesamaan dengan manusia, namun
demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki
manusia berbeda dengan binatang. Dalam kehidupan
sehari-hari, ternyata ada situasi yang sama seperti
pada eksperimen anjing Pavlov. Sebagai contoh,
68

suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling


dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu
asing, tetapi setelah si penjual es krim sering lewat,
maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur
apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan, bila
tidak ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual
berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lain
adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau
tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses
menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian
dari pedagang makanan (rujak, es, nasi goreng,
siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelasistirahat atau bel pulang.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa
dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu
dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus
alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan, sementara
individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh
stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsipprinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang
ternyata ditemukan banyak refleks bersyarat yang
timbul tidak disadari manusia. Dari eksperimen
Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat
diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami
dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus
yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata

69

air liur anjing keluar sebagai respon yang


dikondisikan. Pavlov berpendapat, bahwa kelenjarkelenjar yang lain pun dapat dilatih.

Dengan penemuannya Pavlov meletakkan dasardasar Behaviorisme, sekaligus meletakkan dasardasar bagi penelitian-penelitian mengenai proses
belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar.
Bahkan Amerika Psychological Association (A.P.A.)
mengakui bahwa Pavlov adalah orang yang terbesar
pengaruhnya dalam psikologi modern di samping
Freud.
PEMBIASAAN KLASIK DALAM KELAS

Melalui proses pengkondisian klasik, manusia


dan binatang dapat belajar memberikan respon
secara otomatis kepada satu stimulus yang pada
ketika tidak memiliki efek ataupun memiliki satu efek
yang sangat berbeda pada mereka. Respon yang
dipelajari mungkin merupakan reaksi emosional,
seperti takut atau senang, atau respon psikologis,
seperti ketegangan otot. Respon tak sengaja ini pada
dasarnya dapat dikondisikan, atau dipelajari,
sehingga akan tampak otomatis dalam situasi-situasi
tertentu. Dengan melihat pada eksperimen awal
mengenai pengkondisian klasik akan membatu
membuat jenis proses pembelajaran di kelas. Anda
mungkin heran apa hubungan keluarnya air liur anjing

70

dengan pembelajaran di kelas. Terdapat sejumlah


alasan mengapa penelitian yang dilakukan dengan
binatang dapat diakui. Dengan menggunakan
binatang kemungkinan untuk mengisolasi efek
beberapa variable pada proses pembelajaran. Juga,
binatang tidak memiliki kekhawatiran mengenai
seberapa baik mereka melakukan atau mencoba
untuk lebih memintari peneliti, yang merupakan cara
yang sering dilakukan oleh manusia.

Proses belajar dengan rumus S-R bisa berjalan


dengan syarat adanya unsur-unsur seperti dorongan
(drive), rangsangan (stimulus), respon (response),
dan penguatan (reinforcement). Pertama, dorongan
adalah suatu keinginan dalam diri seseorang untuk
memenuhi
suatu
kebutuhan
yang
sedang
dirasakannya. Seorang anak merasakan adanya
kebutuhan akan bahan bacaan ringan untuk mengisi
waktu senggangnya, maka ia terdorong untuk
memenuhi
kebutuhan
itu,
misalnya
dengan
mencarinya di perpustakaan terdekat. Unsur
dorongan ini ada pada setiap orang meskipun
tingkatannya tidak sama: ada yang kuat, ada pula
yang lemah. Kedua, adanya rangsangan (stimulus).
Kalau dorongan datangnya dari dalam, maka
rangsangan datang dari luar. Bau masakan yang
lezat bisa merangsang timbulnya selera makan yang
tinggi, bahkan yang tadinya tidak terlalu lapar pun
bisa menjadi lapar dan ingin segera mencicipinya.

71

Wanita cantik dengan pakaian yang ketat juga bisa


merangsang gairah seksual setiap lelaki dewasa
(yang normal). Oleh karena itu, dalam Islam wanita
tidak diperbolehkan berpakaian yang merangsang,
dan bahkan harus menutup seluruh auratnya. Hal ini
untuk menjaga keamanan, menjaga nafsu yang
sering tidak terkendali sebagaimana sering kita
dengar adanya tindakan perkosaan brutal yang tidak
berprikemanusiaan.

Dalam sistem intruksional, rangsangan ini bisa


terjadi (bahkan bisa diupayakan) pada pihak sasaran
untuk bereaksi sesuai dengan keinginan komunikator,
guru maupun instruktur. Dalam suatu kuliah siang
hari, pada saat para mahasiswa banyak yang
mengantuk dan kurang bergairah, sang dosen bisa
merangsangnya dengan berbagai cara, dan yang
sering dilakukan adalah antara lain dengan
mengajukan berbagai pertanyaan yang selektif dan
menarik, bercerita ringan atau humor.
Dari adanya rangsangan tersebut kemudian
timbul reaksi, dan memang orang bisa timbul
reaksinya atas suatu rangsangan. Bentuk reaksi
berbeda-beda tergantung pada situasi, kondisi dan
bahkan bentuk rangsangan tadi. Reaksi-reaksi yang
terjadi pada seseorang akibat adanya rangsangan
dari lingkungan sekitarnya inilah yang disebut dengan
respon dalam teori belajar. Maka unsur yang Ketiga,
adalah masalah respon. Respon ini bisa dilihat atau
72

diamati dari luar. Respon ini ada yang positif dan ada
pula yang negatif. Respon positif terjadi sebagai
akibat ketepatan seseorang melakukan respon
(mereaksi) terhadap stimulus yang ada, dan tentunya
yang sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan
respon negatif adalah apabila seseorang bereaksi
justru sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi
rangsangan. Kempat, adalah masalah penguatan
(reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak luar
kepada seseorang yang sedang melakukan respon.
Apabila respon telah benar, maka perlu diberi
penguatan agar orang tersebut merasa adanya
kebutuhan untuk melakukan respons seperti tadi lagi.
Seorang anak kecil yang sedang mencoret-coret buku
kepunyaan kakaknya, tiba-tiba dibentak dengan
kasar, bisa terkejut bahkan bisa menderita
guncangan sehingga ia tidak akan mencoret-coret
buku lagi. Bahkan kemungkinan yang paling jelek di
kemudian hari barangkali ia akan benci terhadap
setiap yang namanya tulis menulis. Hal ini adalah
bentuk penguatan yang salah. Barangkali akan lebih
baik apabila cara melarangnya dengan kata-kata
yang tidak membentak. Dengan demikian si anak
akan merasa dilarang menulis, dan itu namanya anak
diberi penguatan positif sehingga ia merasa perlu
untuk melakukan coretan seperti tadi, tapi di tempat
lain. Setiap kali seorang siswa mendapat nilai A pada
mata pelajaran matematika, ia mendapat pujian dari

73

guru; maka selanjutnya ia akan berusaha


mempertahankan prestasinya itu. Dengan kata lain, ia
melaksanakan semuanya itu karena dipuji (diberi
penguatan) oleh guru.
Proses belajar akan terjadi secara terus menerus
apabila stimulus dan respon ini berjalan dengan
lancar. Ia berproses secara rutin dan tampak seperti
otomatis tanpa membicarakan hal-hal yang terjadi
selama berlangsungnya proses tadi. Namun dalam
hal ini tidak dibicarakan bahwa yang namanya belajar
banyak melibatkan unsur pikiran, ingatan, kemauan,
motivasi, dan lain-lain.

Temuan Pavlov dan mereka yang menkaji


pengkondisian klasik setidaknya memiliki dua
implikasi bagi guru. Pertama, tidak mungkin bahwa
banyak dari reaksi emosi kita atas berbagai situasi
dipejari secara khusus dengan pengkondisian klasik.
Kedua,
prosedur
yang
didasarkan
pada
pengkondisian klasik dapat digunakan untuk
membantu orang mempelajari respon emosional yang
lebih adaptif. Contoh: Orang dapat belajar untuk
mengurangi ketakutan dan kegelisahan dalam situasi
yang mengancamnya, seperti berbicara di depan
umum atau mengerjakan tes. Emosi dan sikap juga
fakta dan ide dipelajari di kelas, dan kadangkala
pembelajaran emosional ini dapat masuk dalam

74

pembelajaran
akademis.
Beberapa
contoh
pengkondisian klasik dalam kelas. Contoh yang tidak
diinginkan oleh semua orang yaitu seorang pelajar
takut atau benci sekolah setelah mengalami
pengalaman menakutkan di sekolah. Atau contoh lain
yang diinginkan. Ketika seorang siswa sering
mengalami keberhasilan di sekolah, maka mereka
mungkin akan memberikan respon pada tugas belajar
baru dengan penuh percaya diri bukan gelisah. Siswa
yang relatif berhasil dalam pembelajaran aljabar
biasanya akan menghadapi subyek baru seperti
geometri dengan sikap yang lebih santai. Sebaliknya
siswa yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran
aljabar akan berkeringat dingin ketika meghadapi
pelajaran geometri.
13

Aplikasi/penerapan klasikal kondisioning di kelas


adalah dengan cara:

Menjadikan lingkungan belajar yang nyaman dan


hangat, sehingga kelas menjadi satu kesatuan
(saling berhubungan) dengan emosi positf (adanya
hubungan persahabatan/kekerabatan);
Pada awal masuk kelas, guru tersenyum dan
sebagai pembukaan bertanya kepada siswa
tentang kabar keluarga, hewan peliharaan/hal
pribadi dalam hidup mereka;
13

Woolfolk, Anita E. dan Lorraine McCune-Nicolich,


Educational Psychology for teachers, terjemahan
M.Khairul Anam (Jakarta: Inisiasi Press, 2004), 214-216.

75

Guru berusaha agar siswa merespek satu sama


lain pada prioritas tinggi di kelas, misalnya, pada
diskusi kelas guru merangsang siswa untuk
berpendapat;

Pada sesi tanya jawab, guru berusaha membuat


siswa berada dalam situasi yang nyaman dengan
memberikan hasil (positif outcome masukan
positif). Misalnya, jika siswa tidak aktif, maka guru
bisa
memulai
dengan
pertanyaan
apa
pendapatmu
tentang
masalah
ini,
atau
bagaimana kamu membandingkan dua contoh
ini. Dengan kata lain, guru memberi pertanyaan
yang dapat memancing siswa untuk berpendapat.
Namun jika dengan cara inipun siswa tidak
sanggup untuk merespon, maka tugas guru untuk
membimbing/memacu sampai siswa memberi
jawaban yang dapat diterima.

76

KELEBIHAN TEORI INI

Beberapa kelebihanan pengkondisian klasik


yaitu:
1)
Penyamarataan
stimulus
(stimulus
generalization);
2)
diskriminasi,
Pembedaan
14
(discrimination); dan 3) Penghapusan (extinction).
1) Penyamarataan stimulus (stimulus generalization)

Penyamarataan
stimulus
(stimulus
generalization) mengacu pada proses respon yang
dikondisikan (conditioned response) berpindah ke
perangsang lain yang mirip dengan ransangan
yang dikondisikan yang asli. Contoh, dalam Islam
diajarkan bahwa ketika orang membaca al-Quran
maka yang mendengarkan harus diam, maka
ketika kita ada suasana berisik lalu terdengar orang
membaca al-Quran maka kita cendrung diam
untuk mendengarkan bacaan tersebut dengan
khusu.

Penyamarataan stimulus adalah suatu proses


yang terletak pada pusat transfer belajar di kelas.
Kita
menginginkan
siswa
kita
mampu
menggunakan materi yang sudah mereka pelajari
di kelas dalam kondisi yang beragam. Misalnya
remaja yang sudah belajar bahaya pergaulan
bebas dan narkoba melalui media tercetak maupun
media visual maka diharapkan terhindar dari

14

Elliot: 2000: 204

77

pergaulan bebas dan narkoba meskipun ditawari


oleh siapa saja dan di mana saja.

Ada dua fakta penting mengenai generalisasi


yang perlu dicatat, yaitu:

1. Sekali pengkondisian terhadap stimulus yang


muncul, maka efektifitasnya tidak terbatas pada
stimulus tersebut;
2. Jika suatu stimulus kurang mirip dengan yang
aslinya, maka kemampuan untuk melahirkan
15
suatu respon menjadi berkurang.

2) Diskriminasi (discrimination)

Diskriminasi merujuk pada suatu proses yang


kita pelajari tidak untuk merespon stimulus-stimulus
yang mirip dengan cara yang sama. Pembedaan
berbanding terbalik dengan generalisasi, di mana
generalisasi bermaksud merespon dengan cara
yang sama terhadap dua stimulus yang berbeda,
sedangkan diskriminasi bermaksud merespon
dengan cara berbeda dua stimulus yang mirip.
Kita dapat menggambarkan implikasi dalam
ruangan ruangan kelas. Misalnya siswa mempunyai
masalah dalam belajar membaca jika mereka tidak
dapat menceritakan perbedaan garis lingkaran
dengan garis kurva, garis vertikal dengan garis
horizontal, atau juga tidak dapat memedakan

15

S. Hulse, H Eget dan J. Deese, The Pyschologi of


learnig (New York: Mc Grawhill, 1980).

78

antara huruf v dengan huruf u, tanda-tanda ini


menandakan bahwa siswa mempunyai masalah
dalam membaca. Atau juga siswa tidak dapat
membedakan angka 21 dengan 12 atau angka 75
dengan 57.

3) Ekstingsi (extinction)

Ekstingsi adalah suatu proses dimana respon


yang dikondisikan gagal atau hilang. Dalam
eksperimennya Pavlov menemukan bahwa dengan
menghadirkan bunyi semata, akhirnya dia dapat
menghapuskan respon yang dikondisikan, dengan
kata lain jika suatu ketika tak ada makanan
berbarengan bunyi bel, maka anjing akan berhenti
mengeluarkan air liur ketika hanya ada bunyi bel
semata. Tentunya jika dilakukan dengan berulangulang.
Dalam dunia pendidikannya sering kita temui
dalam pengalaman, misalnya siswa senior
memperingatkan juniornya tentang guru A yang
pemarah yang akan mengajarnya pada tingkatan
kelas berikutnya, hal ini menyebabkan siswa junior
jadi cemas, namun setelah beberapa minggu
masuk dan berjumpa dengan guru A. Ternyata
guru A adalah seorang yang ramah dan
menyenangkan. Pada akhirnya rasa cemas dan
takut siswa junior tersebut berangsur hilang.
Penganut behaviour tertarik mengikuti langkah

79

Pavlov dikarenakan respon siswa


membentuk perilaku dengan sengaja.

80

tersebut

BAB III

JOHN B. WATSON
John
Broadus
Watson
dilahirkan di Greenville pada
tanggal 9 Januari 1878 dan
wafat di New York City pada
tanggal 25 September 1958.
Ia menamatkan pendidikannya
dalam
bidang
psikologi
hewan,
di
Universitas
Chicago, di bawah asuhan
seorang professor dari aliran
fungsionalis. Watson adalah
pendiri Behaviorisme. Pada tahun 1908 ia pindah dari
Universitas Chicago ke Universitas John Hopkins di
Kota Baltimore untuk menjabat guru besar dalam
psikologi. Disini ia memimpin laboratorium psikologi
dan penyelidikan mula-mula juga mengenai psikologi
hewan, akan tetapi akhirnya juga menyelidiki
perbuatan-perbuatan manusia.
Pada tahun 1908 ia menjadi profesor dalam
psikologi eksperimental dan psikologi komparatif di
John Hopkins University di Baltimore dan sekaligus
menjadi direktur laboratorium psikologi di universitas

81

tersebut. Antara tahun 1920-1945 ia meninggalkan


universitas dan bekerja dalam bidang psikologi
konsumen.

John Watson dikenal sebagai pendiri aliran


behaviorisme di Amerika Serikat. Watson, seorang
peneliti yang paling berpengaruh dari paham prilaku
(behaviorist), paham yang mendominasi keilmuan
psikologi ilmiah (utamanya di Amerika Serikat) pada
abad ke-20. Watson menggabungkan pemikiranpemikiran yang searah dan mengembangkan
behaviorisme yang kemudian dituangkan dalam
Karyanya yang paling dikenal Psychology as the
Behaviorist Views It (1913). Dia dengan tekun
mempelajari tingkah laku binatang. Menurut Watson
dalam beberapa karyanya, psikologi haruslah menjadi
ilmu yang obyektif, oleh karena itu ia tidak mengakui
adanya kesadaran yang hanya diteliti melalui metode
introspeksi. Watson juga berpendapat bahwa
psikologi harus dipelajari seperti orang mempelajari
ilmu pasti atau ilmu alam. Oleh karena itu, psikologi
harus dibatasi dengan ketat pada penyelidikanpenyelidikan tentang tingkahlaku yang nyata saja.
Meskipun banyak kritik terhadap pendapat Watson,
namun harus diakui bahwa peran Watson tetap
dianggap penting, karena melalui dia berkembang
metode-metode obyektif dalam psikologi.
Menurut Watson, psikolog seharusnya hanya
terfokus pada perilaku yang dapat diamati secara
82

langsung. Lebih jauh, menurut Watson, pada


dasarnya pernyataan-pernyataan ilmiah dapat selalu
diverifikasi (atau dibantah) oleh siapapun yang
mampu dan bersedia untuk melakukan observasi
yang diperlukan. Namun kemampuan ini tergantung
pada kegiatan untuk mempelajari hal-hal yang dapat
diamati secara obyektif. Menurutnya proses kejiwaan
bukan merupakan sebuah subyek yang tepat bagi
studi ilmiah karena proses kejiwaan merupakan
peristiwa pribadi yang tidak ada seorangpun yang
dapat melihat atau menyentuhnya. Sedangkan
perilaku merupakan respon atau aktifitas yang jelas
atau dapat diamati oleh sebuah organisme. Maka
Watson menegaskan bahwa para psikolog dapat
memelajari apapun yang dilakukan atau dikatakan
orang berbelanja, bermain catur, makan, memuji
seorang teman - namun mereka tidak dapat
memelajari secara ilmiah pikiran, harapan, dan
perasaan yang mungkin menyertai perilaku tersebut.
Menurut Watson,
Kaum Behavioris mencoret dari kamus ilmiah mereka
semua peristilahan yang bersifat subjektif, seperti
sensasi, persepsi, hasrat, tujuan, bahkan termasuk
berpikir dan emosi sejauh kedua pengertian tersebut
dirumuskan secara subjektif.

Karyanya Psychology as the Behaviorists Views


it dikenal sebagai behaviorists manifesto. Watson

83

menetapkan dasar
behaviorisme:

konsep

utama

dari

aliran

Psikologi adalah cabang eksperimental dari Ilmu


Alam (natural science). Posisinya setara dengan
ilmu kimia dan fisika sehingga introspeksi tidak
punya tempat di dalamnya

Sejauh ini psikologi gagal dalam usahanya


membuktikan jati diri sebagai natural science.
Salah satu halangannya adalah keputusan untuk
menjadikan bidang kesadaran sebagai obyek
psikologi. Oleh karenanya kesadaran/mind harus
dihapus dari ruang lingkup psi.
Obyek studi psikologi yang sebenarnya adalah
perilaku nyata.

Watson mengadakan perubahan besar dalam


teori dan praktek psikologi menurut pandangannya.
Dengan pengalaman eksperimen.dalam maze (kotak
eksperimen) dia menolak metode instrospeksi sebab
tidak dapat dibuktikan. Watson mengadakan
percobaan-percobaan belajar dengan hewan dan
manusia. Sarjana ini percaya, bahwa tingkah laku
dapat dapat diterangkan dengan terminology
hubungan S-R dalam syaraf otak dalam karyanya
tersebut.
Berangkat dari pandangan barunya terhadap
psikologi tersebut dan dengan berpegangan pada
temuan Pavlov yaitu dengan menggunakan teori

84

Classical Conditioning maka Watson menyatakan


bahwa penjelasan atas segala bentuk pembelajaran
adalah dengan melalui proses pengkondisian maka
manusia membentuk sejumlah hubungan stimulusrespon, dan perilaku manusia yang lebih kompleks
dipelajari melalui cara membangun serangkaian atau
16
rantai-rantai respon.
Dengan demikian Watson mengambil posisi yang
ekstrim terhadap salah satu pertanyaan psikologi
yang tertua dan paling mendasar yaitu masalah
mengenai nature dan nurture. Watson menyatakan
bahwa setiap orang itu dibentuk menjadi apa adanya
mereka kemudian dan bukan dilahirkan. Ia
mengabaikan
pentingnya
keturunan,
dengan
menyatakan bahwa perilaku ditentukan sepenuhnya
oleh lingkungan. Namun pandangan Watson tersebut
tidak pernah mendapat kesempatan untuk diuji lebih
lanjut.
Meskipun
demikian
tulisan-tulisannya
memberikan sumbangan yang cukup besar bagi
elemen lingkungan yang seringkali dihubungkan
dengan behaviorisme.
Watson memberikan batasan tentang psikologi
sebagai ilmu tentang perbuatan manusia. Psikologi
adalah cabang ilmu yang menggunakan percobaan
secara
objektif.
Tujuan
teoritisnya
adalah
memperkirakan dan mengendalikan tingkah laku.
Intropeksi bukan bagian yang penting dalam metode
16

Brown, 2000:80

85

tersebut. Watson tidak puas terhadap strukturalisme


dan fungsionalisme dengan keluhan-keluhan sebagai
berikut: bahwa fakta mengenai kesadaran tidak
mungkin dapat dites dan direproduksi kembali oleh
para pengamat, sekalipun sudah sangat terlatih.
Behaviorisme tidak dapat menerima kesadaran
sebagai obyek psikologi. Kesadaran dipandangnya
sebagai obyek filsafat. Maka dari itu Watson tidak
pernah membicarakan pengamatan, fantasi, ingatan,
kemauan
dan
sebagainya.
Watson
dengan
mempergunakan
metode
analysa
berusaha
mendapatkan unsur-unsur yang terkecil dari segala
macam perbuatan manusia. Dalam ilmu psikologi,
Watson hanya mengakui metode observasi dan
eksperimen sebagai metode yang paling obyektif.
Watson tidak mengakui pembawaan. Ia mempunyai
keyakinan yang kuat bahwa pembawaan psikis itu
tidak ada. Manusia lahir dengan sifat-sifat sama.
Mereka menjadi berbeda-beda wataknya karena
pengaruh pendidikan dan lingkungan yang berbeda.
Pandangan ini yang menyebabkan ajaran Watson
dengan cepatnya berkembang di Amerika, karena
ajaran itu sesuai dengan pandangan hidup bangsa
Amerika, bahwa manusia lahir didunia dengan hak
yang sama.
Aliran ini tidak lagi membedakan aktivita rohani
dan jasmani. Manusia dipandang sebagai suatu
kebulatan. Maka dari itu peristiwa pencerapan dan

86

perbuatan adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahpisahkan.


Aliran
behaviorisme
menguraikan
keyakinannya sebagai berikut:
1. Psikolog seharusnya mempelajari kejadian-kejadian
yang terjadi di sekeliling (rangsangan/stimulus) dan
perilaku yang dapat diamati (respon);

2. Terhadap perilaku, kemampuan, dan sifat, faktor


pengalaman mempunyai pengaruh yang lebih
penting dibandingkan dengan faktor keturunan.
Dengan demikian, belajar merupakan topik utama
untuk dipelajari;
3. Introspeksi sebaiknya ditinggalkan saja dan
digantikan dengan metode obyektif (misalnya
eksperimen, observasi, dan tes berulang-ulang);

4. Psikolog seharusnya bertujuan untuk dapat


membuat deskripsi, penjelasan, peramalan ke
masa depan, dan pengendalian perilaku seharihari;
5. Sebaiknya perilaku makhluk sederhana juga diteliti,
karena makhluk-makhluk sederhana ini mudah
diteliti dan dipahami, bila dibandingkan dengan
manusia.

Tidak semua orang menyukai pandangan baru


ini, penentangnya termasuk Titchener dan McDougall.
Namun, secara umum Watson sangatlah terkenal.
Pendekatan
nurture-nya
yang
eksterm

menyangkal keberadaan semua sifat bawaan cocok

87

dengan pandangan Amerika. Manusia dapat dilatih


untuk menjadi apa pun yang mereka inginkan.

Peran Watson dalam bidang pendidikan juga


cukup penting. Ia menekankan pentingnya pendidikan
dalam perkembangan tingkah-laku. Ia percaya bahwa
dengan memberikan kondisioning tertentu dalam
proses pendidikan, maka akan dapat membuat
seorang anak mempunyai sifat-sifat tertentu. Ia
bahkan memberikan ucapan yang sangat ekstrim
untuk mendukung pendapatnya tersebut, dengan
mengatakan: Berikan kepada saya sepuluh orang
anak, maka saya akan jadikan ke sepuluh anak itu
17
sesuai dengan kehendak saya.

17

Semboyan kaum Behavioris lebih lengkapnya adalah,


Berilah saya seorang bayi dan keleluasaan untuk
membesarkannya, maka saya buat ia mampu memanjat
dan menggunakan kedua belah tangannya untuk
mendirikan bangunan-bangunan dari batu dan kayu;
akan saya jadikan ia pencuri, penembak atau pecandu
narkotika. Kemungkinan untuk membentuk seseroang
ke segala arah hampir-hampir tidak ada batasnya.

88

Eksperimen Watson

Pendekatan
baru
dari
Watson
menolak
keberadaan kesadaran. Dia mengatakan bahwa
emosi adalah RANGSANGAN lingkungan dan
RESPONS dari dalam diri yang dapat diukur. Seperti
denyut nadi, pernapasan dan wajah yang memerah.
John B Watson adalah psikolog dari Amerika
yang pada awalnya menekuni prilaku binatang,
namun kemudian juga meneliti prilaku manusia. Dia
berpendapat bahwa manusia lahir dengan memiliki
reaksi reflek dan emosional terhadap cinta dan
amarah. Prilaku-prilaku lain diperolehnya dengan
membiasakan adanya stimulus dan respon. Pada
penelitiannya,
Watson
menunjukkan
adanya
Classical Conditioning.
Menurut teori ini, semua perilaku, termasuk
tindak balas (respons) ditimbulkan oleh adanya
rangsangan (stimulus). Jika rangsangan telah diamati
dan diketahui maka gerak balas pun dapat

89

diprediksikan. Watson juga dengan tegas menolak


pengaruh naluri (instinct) dan kesadaran terhadap
perilaku. Jadi setiap perilaku dapat dipelajari menurut
hubungan stimulus - respons.
Asumsi bahwa pengalamanlah yang paling
berpengaruh dalam membentuk perilaku. Ia mudah
dibentuk menjadi apapun dengan menciptakan
lingkungan dan pengalaman yang relevan. Ucapan
Watson Berikan kepada saya sepuluh orang anak,
maka saya akan jadikan ke sepuluh anak itu sesuai
dengan kehendak saya. dibuktikan oleh Watson
dengan satu eksperimen bersama Rosalie Rayner di
John Hopkins.

Untuk membuktikan kebenaran teorinya, Watson


mengadakan eksperimen terhadap Albert, seorang
bayi berumur sebelas bulan. Pada mulanya Albert
adalah bayi yang gembira dan tidak takut bahkan
senang bermain-main dengan tikus putih berbulu
halus. Akan tetapi Watson membuat anak tersebut
takut pada tikus dengan cara setiap kali anak
tersebut menyentuh tikus, Watson membuat suara
yang menakutkan. Penelitian ini menunjukkan adanya
peran pengondisian dalam menumbuhkan respon
emosional terhadap stimulus tertentu.

90

Tujuan eksperimen adalah menimbulkan dan


menghilangkan rasa takut. Subyek eksperimennya
adalah Albert, bayi sehat berusia 11 bulan yang
tinggal di rumah perawatan anak-anak invalid karena
ibunya bekerja sebagai perawat di situ. Albert
menyayangi tikus putih. Sekarang rasa takut ingin
diciptakan. Ketika Albert menyentuh tikus itu,
lempengan baja dipukul keras-keras tepat di belakang
kepalanya hingga menimbulkan suara mengejutkan.

Albert dan tikus putih dalam penelitian John B. Watson

Albert
tersentak,
tersungkur
dan
menelungkupkan mukanya ke atas kasur. Proses ini
diulangi, kali ini Albert tersentak, tersungkur, dan
mulai bergetar ketakutan. Seminggu kemudian, ketika
tikus diberikan kepadanya, Albert ragu-ragu dan
91

menarik tangannya ketika hidung tikus itu


menyentuhnya.
Pada
keenam
kalinya,
tikus
diperlihatkan dengan suara keras pukulan baja. Rasa
takut Albert bertambah, dan ia menangis keras.

Akhirnya, kalau tikus itu muncul (walaupun tidak


ada suara keras) Albert mulai menangis, membalik,
dan berusaha menjauhi tikus itu. Kelak, ia bukan saja
takut pada tikus, tapi ia juga takut pada kelinci,
anjing, baju berbulu, dan apa saja yang mempunyai
kelembutan seperti bulu tikus. Albert yang malang
sudah menjadi patologis. Watson dan Rayner
bermaksud menyembuhkannya lagi, bila mungkin,
tetapi Albert dan ibunya telah pergi meninggalkan
rumah perawatan, dan nasib Albert tidak diketahui.

Albert yang ketakutan melihat jenggot Sinterklas

Kita tidak tahu apa yang kemudian terjadi sama


Albert, tetapi kasus ini merupakan satu dari sekian
92

banyak alasan mengapa sekarang ada aturan etika


ketat
yang
tidak
mengizinkan
dilakukannya
percobaannya seperti itu lagi. Dan menariknya,
bahkan sebelum kode etik dibuat pada 1950-an,
belum pernah ada percobaan yang berhasil meniru
penelitian Watson.

Eksperimen Albert bukan saja membuktikan


betapa mudahnya membentuk atau mengendalikan
manusia, tapi juga melahirkan metode pembiasaan
klasik (Classical Conditioning). Pembiasaan klasik
adalah
memasangkan
stimulus
netral
atau
conditioned stimulus (tikus putih) dengan stimulus tak
terkondisikan atau Unconditioned Stimulus (suara
keras akibat pukulan lempeng baja) yang melahirkan
perilaku tertentu atau Unconditioned Response
(ketakutan). Setelah pemasangan ini terjadi berulangulang, stimulus yang netral melahirkan respons
terkondisikan. Dalam eksperimen di atas, tikus yang
netral berubah mendatangkan rasa takut setelah
setiap
kehadiran
tikus
dilakukan
pemukulan
lempengan baja. Rasa takut yang ditimbulkan oleh
suara keras menyebabkan rasa takut terkondisikan
pada tikus. Albert menggeneralisasikan rasa takut ini
dengan rangsangan lain yang mirip, termasuk dengan
kelinci, mantel bulu, dan jenggot Sinterklas. Watson
berpendapat bahwa rasa takut dan cemas pada
manusia biasa berasal dari pengalaman masa kanakkanak yang mirip.

93

Melalui
eksperimen
ini,
John
Watson
membuktikan bahwa rasa takut bisa dikondisikan atau
dibuat. Saat Albert bermain dengan putih tikus
tersebut,
dibunyikanlah
bel/bunyi
yang
memekakakkan telinga yang membuat Albert kaget
dan takut. Setelah tujuh kali pemasangan tikus putih
bunyi, Albert menunjukkan rasa takut pada tikus
tersebut bahkan saat tidak ada bunyi yang
memekakkan telinga. Rasa takut itu kemudian
digeneralisasikan terhadap kelinci, anjjing, dan jaket
kulit. Eksperimen yang dilakukan pada tahun 1920 ini
pada saat ini dianggap melanggar kode etik. Watson
telah membuat Albert takut pada benda yang berbulu
yang mana ketakutan ini mungkin akan terus dialami
setelah eksperimen berakhir.

Counterconditioning adalah prosedur Classical


Conditioning yang dilakukan untuk melemahkan suatu
Conditioned
Response
(CR)
dengan
mengasosiasikannya
dengan
stimulus
yang
menimbulkan rasa takut (fear-provoking stimulus)
dengan suatu respons baru yang bertentangan
dengan rasa takut tersebut. Mary Cover Jones pada
tahun 1924, berhasil menghilangkan rasa takut pada
anak laki-laki berusia 3 tahun, Peter. Peter serupa
dengan Albert takut terhadap tikut putih, jaket kulit,
katak,
ikan,
dan
mainan
mekanik.
Untuk
menghilangkan rasa takut ini, Jones membawa
seekor kelinci dalam jangkauan pandangan Peter

94

namun pada jarak yang cukup jauh sehingga tidak


membuat Peter merasa terganggu. Bersamaan
dengan dibawanya Kelinci ini, Peter diberikan biskuit
dan susu. Pada hari berikutnya, kelinci dibawa lebih
dekat ke Peter saat Peter makan biskuit dan minum
susu. Hingga pada akhirnya, Peter berhasil
memegangan kelinci dengan satu tangannya,
sedangkan tangan yang lain memegang biskuit yang
ia kunyah. Rasa senang yang ditimbulkan dari biskuit
dan susu berlawanan/ bertentangan dengan rasa
takut yang disebabkan kelinci, dan rasa takut Peter
kemudian hilang/padam melalui counterconditioning.

Pembiasaan klasik menjelaskan bahwa setiap


kali anak membaca, orang tuanya mengambil buku
dengan paksa, anak akan benci pada buku. Bila
munculnya Anda selalu berbarengan dengan
datangnya malapetaka, kehadiran Anda kemudian
akan mendebarkan orang.
Watson berpendapat bahwa bayi memiliki tiga
emosi dasar.

Takut: disebabkan oleh suara keras, kehilangan


dukungan secara tiba-tiba;
Marah:
tubuh;

disebabkan

oleh

pembatasan

gerakan

Cinta: disebabkan oleh belaian dan timangan.

Emosi lain adalah gabungan ketiga emosi


tersebut. Ketiganya merupakan emosi dasar. Telah

95

kita ketahui bahwa menurut Watson anak-anak itu


menarik diri dari stimulus-stimulus rasa sakit, suara
keras dan kehilangan bantuan. Kecuali
itu masih
ada lagi dua macam stimulus yang menimbulkan
response-response emosional yaitu:
1. Merintangi anak sehingga tidak dapat bergerak
akan menyebabkan timbulnya ketegangan dan
marah;
2. Membelai anak akan mengakibatkan anak berhenti
menangis,
tersenyum
dan
mengembangkan
lengannya.

Perubahan-perubahan internal. Selama emosi


berlangsung banyak terjadi perubahan pada alat-alat
tubuh.
Perubahan-perubahan
ini
membantu
menjelaskan berbagai reaksi yang ditunjukkan oleh
orang yang sedang mengalami emosi.
Perubahan-perubahan itu ialah:

1. Pupil mata membesar, alis melebar, dan bola mata


melotot;
2. Kecepatan
bertambah;

dan

kekuatan

denyut

jantung

3. Tekanan darah meningkat; volume darah pada


anggota badan terutama lengan dan kaki
bertambah, akibatnya ulit menjadi merah;
4. Ujung rambut berdiri;

96

5. Pernafasan jadi tak teratur, kadang-kadang cepat


kadang-kadang lambat;
6. Saluran paru-paru melebar sehingga orang dapat
menghirup lebih banyak oxygen;
7. Liver lebih banyak mengeluarkan gula ke otot-otot;

8. Kelenjar keringat pada kulit mengeluarkan banyak


sekali keringat (terkenal sebagai keringat dingin)
bertambahnya zat asam merubah response
galvanic atau elektris dari kulit;
9. Kelenjar ludah bertambah dengan akibat mulut
tenjadi kering;
10.

Perncernaan berhenti;

11.
Kelenjar adrenal mengalirkan hormone
adrenalin ke dalam darah dengan akibat jantung
berdebar lebih cepat, liver mengalirkan gula ke
dalam darah untuk tenaga otot, dan meningkatkan
kemampuan darah untuk mengental dengan cepat.
Pandangan utama Watson:

a. Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R


Psychology). Yang dimaksud dengan stimulus
adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga
perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah
apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap
stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga
tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar.
Respon ada yang overt dan covert, learned dan
unlearned;
97

b. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan)


sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah
hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat
penting (lihat pandangannya yang sangat ekstrim
menggambarkan hal ini pada Lundin, 1991 hal.
173). Dengan demikian pandangan Watson bersifat
deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh
faktor eksternal, bukan berdasarkan free will;

c. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson


sederhana saja. Baginya, mind mungkin saja ada,
tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan
dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan
berarti bahwa Watson menolak mind secara total.
Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi
ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau
mind ini adalah ciri utama behaviorisme dan kelak
dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun
dalam derajat yang berbeda-beda. (Pada titik ini
sejarah psikologi mencatat pertama kalinya sejak
jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total
terhadap konsep soul dan mind. Tidak heran bila
pandangan ini di awal mendapat banyak reaksi
keras,
namun
dengan
berjalannya
waktu
behaviorisme justru menjadi populer);
d. Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang
obyektif, maka psikologi harus menggunakan
metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi

98

adalah observation,
verbal reports;

conditioning,

testing,

dan

e. Secara bertahap Watson menolak konsep insting,


mulai dari karakteristiknya sebagai refleks yang
unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan
oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali
kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak,
dan lain-lain;

f. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang


vital dalam pandangan Watson, juga bagi tokoh
behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan
dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan
oleh dua hukum utama, recency dan frequency.
Watson mendukung conditioning respon Pavlov
dan menolak law of effect dari Thorndike. Maka
habits adalah proses conditioning yang kompleks.
Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek
Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari
Watson
punya
banyak
kekurangan
dan
pandangannya yang menolak Thorndike salah;
g. Pandangannya tentang memory membawanya
pada pertentangan dengan William James. Menurut
Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan
oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan.
Dengan kata lain, sejauhmana sesuatu dijadikan
habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan;

99

h. Proses thinking and speech terkait erat. Thinking


adalah subvocal talking. Artinya proses berpikir
didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat
disamakan dengan proses bicara yang tidak
terlihat, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan
halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya;
i. Sumbangan utama Watson adalah ketegasan
pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan
ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi
adalah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku.
Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan
diterapkan
pada
situasi
praktis.
Dengan
penolakannya pada mind dan kesadaran, Watson
juga
membangkitkan
kembali
semangat
obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan
bagi riset-riset empiris pada eksperimen terkontrol.
Belajar menurut Watson

Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristik


yang datang sesudah Thorndike. Menurutnya, belajar
adalah proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun yang di respon yang di maksud harus
berbentuk tingklah laku yang dapat diamati
(observable) dan dapat diukur dengan kata lain,
walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan
mental dalam diri seseorang selama proses beajar,
namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai factor
yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui
bahwa perubahan-perubahan mental dalam benak
100

siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat


menjelaskan apakah seorang telah belajar atau
belum karena tidak dapat diamati.

Watson adalah seorang behavioris murni, karena


kajiannya tentang belajar di sejajarkan dengan ilmuilmu lain seerti fisika atau biologi yang sangat
berorientasi pada poengalaman empirik semata, yaitu
sejauh dapat diamati dan dapat diukur. Asumsinya
bahwa, hanya dengan cara demikianlah maka akan
dapat diramalkan perubahan-perubahan apa yang
bakal terjadi setelah orang melakukan tindak belajar.
Para tokoh aliran behavioristik cenderung untuk tidak
memperhatikan hal-hal yang tidak dapat diukur dan
tidak dapat diamati, seperti perubahan-perubahan
mental yang terjadi ketika belajar, walaupun demikian
mereka tetap mengakui hal itu penting.

Belajar merupakan proses terjadinya responsrespons bersyarat melalui stimulus pengganti.


Menurut Watson, manusia dilahirkan dengan
beberapa refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa
takut, cinta dan marah. Semua tingkah laku lainnya
terbentuk oleh hubungan-hubungan S-R, baru
kemudian melalui conditioning. Belajar menurut
Watson adalah jika S dan R ada bersamaan dan
kontigu, maka hubungannya akan diperkuat.
Kekuatan hubungan S-R tergantung kepada frekuensi
ulangan adanya S-R. Watson mementingkan hukum
ulangan atau hukum latihan dalam belajar. Watson
101

tidak menganggap penting Hukum efek Thorndike.


Watson menolak hukum efek dari Thornike, sebab
dianggap dasarnya mentalistik dan berdasar prinsip
kenikmatan.

102

BAB IV

PENGKONDISIAN OPERAN

(OPERANT CONDITIONING)
Burhuss Frederic Skinner lahir
pada tanggal 20 Maret 1904 di
sebuah kota kecil bernama
Susquehanna, Pennsyl-vania.
Ayahnya
adalah
seorang
penga-cara dan ibunya adalah
seorang ibu rumah tangga
yang baik. Ia mere-fleksikan
tahun-tahun
awal
kehidupannya sebagai suatu
masa dalam lingkungan yang stabil, di mana belajar
sangat dihargai dan disiplin sangat kuat. Skinner
mendapat gelar BA-nya dalam sastra bahasa inggris
pada tahun 1926 dari Presbyterian - founded
Humilton College. Setelah wisuda, ia menekuni dunia
tulis menulis sebagai profesinya selama dua tahun.
Pada tahun 1928, ia melamar masuk program pasca
sarjana psikologi Universitas Harvard. Ia memperoleh
MA pada tahun 1930 dan Ph.D pada tahun 1931.
Pada tahun 1945, dia menjadi kepala departemen
psikologi Universitas Indiana. Kemudian 3 tahun
kemudian, tahun 1948, dia diundang untuk datang
lagi ke Universitas Harvard. Di Universitas tersebut

103

dia menghabiskan sisa karirnya. Skinner adalah


seseorang yang aktif dalam berbagai kegiatan,
seperti melakukan berbagai penelitian, membimbing
ratusan calon doktor, dan menulis berbagai buku.
Meski tidak sukses sebagai penulis buku fiksi dan
puisi, ia menjadi salah satu penulis psikologi terbaik.
Salah satu karyanya yang terkenal adalah Walden II.
Pada tanggal 18 Agustus 1980, Skinner meninggal
dunia karena penyakit Leukemia

B.F. Skinner dalam karya-karyanya, the behavior


18
of organisme (1938), science and human behaviour
19
20
(1953), Verbal bahavior (1957), The technology of
21
teaching (1968),
Beyond freedom and dignity
22
(1971)
mengemukakan
pandapatnya
bahwa
lingkungan (orang tua, guru, dan teman sebaya)
memberikan reaksi terhadap perilaku kita baik
dengan cara menguatkan atau menghapus perilaku
tersebut. Lingkungan mempunyai pengaruh yang jauh
lebih besar dalam belajar dan perilaku kita.

18

19

20

21

22

B.F. Skinner, The behavior of organisms (New York:


McMillan, 1938).
B.F. Skinner, Science and Human nature (New York:
McMillan, 1953).
B.F. Skinner, Verbal behavior (New York: Appletoncentury croft, 1957).
B.F. Skinner, The Technology of teaching (New York:
Appleton-century croft, 1968).
B.F. Skinner, Beyond freedom and dignity (New York:
Knoft, 1971).

104

Lingkungan memegang peranan


23
memahami perilaku (Bales, 1990).

kunci

untuk

Burhus
Frederic
Skinner
(1904-1990)
berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh
behavioris dengan pendekatan model instruksi
langsung (directed instruction) dan meyakini bahwa
perilaku
dikontrol
melalui
proses
Operant
Conditioning. Gaya mengajar guru dilakukan dengan
beberapa pengantar dari guru secara searah dan
dikontrol guru melalui pengulangan (drill) dan latihan
(exercise).

Operant Conditioning

Pengkondisian operan (Operant Conditioning)


dipelopori oleh BF. Skinner. Skiner mengembangkan
suatu penjelasan mengenai belajar yang memberikan
penekanan kepada konsekuensi perilaku. Apa yang
akan terjadi setelah kita melakukan semua hal
penting. Penguatan telah memberikan bukti menjadi
alat yang kuat dalam membentuk dan mengendalikan
perilaku baik di luar maupun di dalam kelas.
Teori Skinner berusaha menegakkan tingkah
laku lewat studi mengenai belajar secara operan.
Suatu operan adalah memancarkan, artinya suatu
organisme melakukan sesuatu tanpa perlu adanya
stimulus yang mendorong. Suatu reaksi sebagai
kontras dari responden, yaitu suatu tingkah laku yang
23

J.Bales, Skinner get award, ovations at APA Talk (The


APA Monitor, 21 (10), 1, 6.

105

dipelajari dengan teknik pengkondisian Pavlovian.


Operan dapat dipelajari bebas dari kondisi-kondisi
perangsang yang membangkitkan. Organisme selalu
dalam proses operating dalam lingkungannya.
Artinya organisme tersebut selalu melakukan apa
yang dilakukannya. Selama operating, organisme
tersebut akan bertemu dengan stimulus-stimulus,
yang disebut reinforcing stimulus (stimulus penguat).
Stimulus-stimulus tersebut mempunyai pengaruh
dalam menguatkan operant tingkah laku yang
muncul sebelum reinforcer. Jadi yang dimaksud
dengan Operant Conditioning adalah sebuah tingkah
laku diikuti dengan sebuah konsekuensi, dan
konsekuensi-konsekuensi tersebut dapat merubah
kecenderungan organisme untuk mengulang tingkah
laku tersebut di masa datang.

Operant Conditioning adalah suatu proses


penguatan perilaku operan (penguatan positif atau
negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut
dapat berulang kembali atau menghilang sesuai
dengan keinginan. Skinner menyatakan bahwa
penguatan terdiri atas penguatan positif dan
penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap
sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut
seiring dengan meningkatnya perilaku anak dalam
melakukan pengulangan perilakunya itu. Dalam hal ini
penguatan yang diberikan pada anak memperkuat

106

tindakan anak,
melakukannya.

sehingga

anak

semakin

sering

Kemudian, B.F. Skinner (1953,1957,1974)


membantu mengubah fokus behaviorisme melalui
percobaan yang dinamakan operant behavior dan
reinforcement. Yang dimaksud dengan operant
condition adalah setiap perilaku yang beroperasi
dalam suatu lingkungan dengan cara tertentu, lalu
memunculkan
akibat
atau
perubahan
dalam
lingkungan tersebut. Misalnya, jika kita tersenyum
kepada orang lain yang kita hadapi, lalu secara
umum,
akan
menghasilkan
senyuman
yang
datangnya dari orang lain tersebut. Dalam kasus ini,
tersenyum kepada orang lain tersebut merupakan
operant behavior. Yang dimaksud dengan
reinforcement adalah proses di mana akibat atau
perubahan
yang
terjadi
dalam
lingkungan
memperkuat perilaku tertentu di masa datang .
Misalnya, jika kapan saja kita selalu tersenyum
kepada orang asing (yang belum kita kenal
sebelumnya), dan mereka tersenyum kembali kepada
kita, maka muncul kemungkinan bahwa jika di
kemudian hari kita bertemu orang asing maka kita
akan tersenyum. Perlu diketahui, reinforcement atau
penguat, bisa bersifat positif dan negatif. Contoh di
atas merupakan penguat positif. Contoh penguat
negatif, misalnya beberapa kali pada saat kita
bertemu dengan orang asing lalu kita tersenyum dan

107

orang asing tersebut diam saja atau bahkan


menunjukan rasa tidak suka, maka dikemudian hari
jika kita bertemu orang asing kembali, kita cenderung
tidak tersenyum (diam saja).
Dalam pendekatan perilaku terdapat teori-teori
yang mencoba menjelaskan secara lebih mendalam
mengapa fenomena sosial yang diutarakan dalam
pendekatan perilaku bisa terjadi. Beberapa teori
antara lain adalah Teori Pembelajaran Sosial (Social
Learning Theory) dan Teori Pertukaran Sosial (Social
Exchange Theory).

108

Ekasperimen BF. Skiner

24

Eksperimen I

Pengkondisian operan (Operant Conditioning)


dipelopori oleh BF. Skinner. Skinner menambahkan
jenis pembiasaan yang lain, dengan membuat
eksperimen sebagai berikut: Skinner menyimpan
merpati pada sebuah kotak yang bisa diamati.
Merpati disuruhnya bergerak sekehendaknya. Satu
saat kakinya menyentuh tombol kecil kecil pada
dinding kotak. Makanan keluar dan merpatipun
bahagia. Mula-mula merpati itu tidak tahu hubungan
antara tombol kecil pada dinding dengan datangnya
makanan. Sejenak kemudian, merpati tidak sengaja
menyentuh tombol, dan makanan turun lagi.

24

Penelitian
Skinner
menyimpang
dari
norma
penelitian psikologi kontemporer dengan beberapa cara:
Pertama, Skinner terfokus pada event perilaku yang
paling sederhana. Kedua, dia bersikeras bahwa kondisi
eksperimen dikontrol dan respon subjek direkam secara
otomatis. Dan ketiga, dia membuat studi intensif pada
satu subjek individu daripada meneliti sebuah
kelompok. Bagi Skinner, tujuan psikolog adalah untuk
mengontrol perilaku individu. Peneliti yang bekerja
dengan sejumlah besar binatang perlu memperhatikan
variabel tak terkontrolnya sepanjang hal ini tersebar
secara acak. Namun Skinner percaya bahwa seperti
halnya variabel lain, variabel tak terkontrol juga harus
dipelajari. Jika kita ingin mengontrol perilaku, kita juga
harus mngetahui variabel apa sajakah yang tidak
terkontrol tersebut agar dapat dikontrol juga.

109

Sekarang, bila merpati ingin makan,


mendekati dinding dan menyentuh tombol.

ia

Jika dilakukan dengan seksama, reinforcement


(penguatan) dapat membuat kita membentuk perilaku
dari organisme sehingga dapat memunculkan perilaku
yang diinginkan (dengan proses belajar operant). Hal
tersebut dapat dilihat dari eksperimen Skinner yang
terkenal yaitu melatih merpati untuk mematuk selain
makanan (dalam hal ini adalah disk ringan).

110

Eksperimen ini dumulai ketika seekor merpati lapar


diletakkan dalam Kotak Skinner. Disk dan kotaknya
diberi kawat yang memungkinkan respon direkam dan
makanan dikirim ketika merpati mematuk disknya.

Agar merpati mematuk disk untuk pertama


kalinya, kita harus membentuk perilaku dengan
catatan mematuk disk merah di dinding bukan
merupakan perilaku normal atau repertoar dari
merpati pada umumnya. Karena itu, kita mulai
dengan me-reinforce perilaku yang makin lama makin
mendekati perilaku mematuk disk. Pertama-tama kita
latih burung makan dari hopper, kemudian kita
tampilkan makanan hanya ketika burung mendekati
disk (dan hopper). Setelah itu kita reinforce burung
hanya ketika kepalanya berada pada posisi yang
paling dekat dengan disk, lalu hanya ketika paruhnya
dalam posisi terdekat dengan disk, dan seterusnya.
Akhirnya, ketika merpati mematuk disk untuk pertama
kalinya, kita langsung berikan makanan. Dari sana,
merpati akan terus menerus mematuk dan kita juga

111

terus memberikan makanan. Dalam waktu singkat,


perilaku mematuk akan terjadi dengan cepat.

Hal
di
atas
menunjukkan
penjadwalan
continuous reinforcement, yaitu penjadwalan dalam
hal tiap kali respon yang benar diberi penguat.
Dengan hal tersebut akan didapatkan perilaku yang
diinginkan.
Jika
kita
berhentikan
pemberian
penguatan (makanan) kapan saja, maka perilaku
mematuk akan menurun dan lama-kelamaan
menghilang. Namun kita juga dapat terus memberi
makanan sebagai penguat dengan waktu yang tidak
ditentukan (occasionally). Kita dapat memberi
makanan dalam jadwal fixed interval, misalnya tiap 5
detik sekali. Atau kita juga dapat menggunakan
variable interval, dengan memberi makanan dalam
interval waktu yang acak dengan rata-rata yang tetap.
Jadi kita dapat memberi penguatan pada merpati
setelah 3 detik, kemudian setelah 6 detik, kemudian
setelah 4 detik, dan seterusnya, dengan interval ratarata sekitar 5 detik.

Dalam kondisi fixed maupun variable interval,


merpati
akan
berespon
mematuk
secara
berkelanjutan. Meskipun sebagian besar patukan
tidak diberi penguat, namun secara rata-rata patukan
tersebut akan terus bertahan. Dengan jadwal variable
interval, respon rata-rata patukan stabil. Dengan
jadwal fixed interval, patukan akan menurun perlahan
mengikuti penguatan dan akan naik lagi mendekati
112

penguatan yang akan dilakukan. Ketika kita akan


menghilangkan respon yang dikondisikan oleh
penguatan interval, respon tersebut akan menghilang
lebih lambat daripada yang dikondisikan oleh
penguatan continuous.

Kita dapat mendapatkan respon yang lebih tahan


dari pemusnahan (extinction) dengan menggunakan
jadwal penguatan sebagai fungsi dari perilaku
organisme
itu
sendiri.
Contohnya,
dengan
menggunakan fixed ratio, kita dapat menguatkan
perilaku tiap 10 patukan, 20 patukan, atau berapapun
angka dari merpati tersebut. Dengan jadwal variable
ratio, jika kita beri penguat rata-rata tiap 5 patukan,
maka kita beri penguat pada patukan ke-3, patukan
ke-8, dst.
Resistensi terhadap pemusnahan paling besar di
penjadwalan penguatan ratio terjadi pada variable
ratio dan disusul fixed ratio. Penjadwalan interval
adalah penjadwalan yang lebih buruk resistensinya
terhadap pemusnahan, dengan catatan resistensi
fixed interval lebih buruk daripada variable interval.
Resistensi yang paling buruk terjadi pada
penjadwalan berkelanjutan (continous).

Dalam kasus merpati di atas, Skinner menyebut


makanan, selain air, sebagai unconditioned atau
primary reinforcer (penguat utama). Namun perilaku
manusia pada umumnya juga bergantung pada
conditioned atau secondary reinforces (penguatan
113

sekunder/tambahan) yang dipasangkan dengan


penguat utama dan dapat pada perilaku manusia
(contohnya uang).

Sikap manusia seperti itu pula. Bila setiap anak


menyebut kata yang sopan, segera kita memujinya,
anak itu kelak akan mencintai kata-kata sopan dalam
komunikasinya. Bila pada waktu mahasiswa membuat
prestasi yang baik, kita menghargainya dengan
memberi sebuah buku yang bagus, mahasiswa
tersebut akan meningkatkan prestasinya. Proses
memperteguh
respons
yang
baru
dengan
mengasosiasikannya pada stimulus tertentu berkalikali, disebut penguatan (reinforcement). Menurut
Skinner, mula-mula anak mengucapkan bunyi-bunyi
yang tak bermakna. Kemudian orang tua secara
selektif meneguhkan ucapan yang bermakna
(misalnya mamah). Dengan cara ini berangsurangsur
terbentuk
bahasa
anak
yang
memungkinkannya bicara.
Eksperimen II

Eksperimen yang lain: dalam laboratorium,


Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan
dalam kotak yang disebut Skinner box, yang sudah
dilengkapi dengan berbagai peralatan, yaitu tombol,
alat memberi makanan, penampung makanan, lampu
yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat
dialiri listrik. Pada dasarnya, materi dari eksperimen
Skinner adalah :
114

a. The Skinner Box

The Skinner Box adalah suatu ruang percobaan


kecil pemberian Thorndike. Adapun isi dari
Skinner Box adalah grid floor (lantai berjaring
listrik), tuas, feeder mechanism dan mangkok
makanan.
Perabot-perabot
tersebut
disusun
sedemikian rupa sehingga jika binatang menekan
tuas maka feeder mechanism akan bergerak
(berbunyi) sebagai tanda keluarnya makanan yang
dialirkan ke mangkok makanan, seperti yang
tampak dalam gambar di bawah ini.

Laboratorium Skinner

b. The Cumulative Recording

The cumulative recording adalah suatu alat yang


dapat mencatat perilaku bintang di dalam Skinner
Box, di mana alat ini akan bekerja sesuai dengan
garis x atau garis y seperti dalam suatu grafik.
Garis x menunjukkan bahwa binatang tidak

115

melakukan respon; sebaliknya garis y menunjukkan


bahwa binatang melakukan respon. Gambar the
cumulative recording dan grafik yang menunjukkan
respon binatang dapat dilihat di bawah ini.

c. Conditioning the Lever-Pressing Response

Belajar menekan tuas, terdiri dari tiga tahap yaitu :


1. Deprivation

Sebelum binatang dimasukkan dalam Skinner


Box, binatang dibuat deprivasi (kekurangan),
lapar atau haus. Binatang tidak diberi makanan
selama 23 jam supaya lapar, atau tidak diberi
minum selama 23 jam supaya haus. Setelah
dibuat deprivasi, binatang dimasukkan dalam
Skinner Box.

2. Magazine training

Magazine training adalah suatu latihan untuk


menjauhi mangkok makanan sebelum feeder
mechanisme berbunyi dan dilatih untuk
mendekati makanan setelah feeder mechanism
berbunyi. Dalam hal ini, diharapkan binatang
bisa menghubungkan antara feeder mechanism
(sebagai secondary reinforcement) dengan
makanan (sebagai primary reinforcement).

116

3. Lever pressing

Lever pressing adalah suatu respon yang harus


dilakukan oleh binatang saat ia lapar, dengan
cara menekan tombol yang ada di dalam Skinner
Box.

Tikus dalam Skinner boxes

Jika binatang langsung mendekati makanan


sebelum feeder mechanism berbunyi, maka
makanan tidak akan keluar; tetapi jika binatang
menjauhi mangkok makanan sebelum feeder
mechanism berbunyi dan mendekati mangkok

117

makanan setelah mangkok makanan berbunyi


maka makanan akan keluar.

Menurut prinsip operant conditiong, perilaku yang


direinforce (contoh menekan tuas) akan
cenderung untuk diulang; dan jika pengulangan
perilaku tersebut juga mendatangkan reinforce
maka perilaku tersebut akan diulang lagi dan
seterusnya. Hal ini bisa dilihat dalam kurve
disamping ini, perbedaan antara tikus yang
memiliki dorongan kuat dan tukus yang memiliki
dorongan lemah.

Kurve Kumulatif selama Pemerolehan

118

Gambar ini menunjukkan adanya perbedaan


kurva respon kumulatif untuk dua tikus selama
pemerolehan respon menekan tuas. Tikus A
mengalami deprivasi selama 30 jam, dan tikus
mengalami deprivasi selama 10 jam. Perbedaan
dorongan pada kedua tikus nampak pada lajur
respon.

119

Pandangan Teoritis Utama Skinner:

Respondent and Operant Behavior


Ada dua macam perilaku, yaitu :

a. Respondent Behavior, adalah perilaku yang


dimunculkan oleh stimulus yang dikenali
Contoh : refleks menarik tangan saat kena api,
pupil melebar jika berada di dalam kondisi
gelap, atau pupil mengecil jika kena sinar
terang, air liur keluar waktu melihat makanan
enak.

b. Operant Behavior, yaitu adalah perilaku yang


dimunculkan oleh stimulus yang tidak dikenali
dan hanya dimunculkan oleh organisme.
Dalam hal ini operant behavior tidak
berhubungan dengan stimulus yang tidak
dikenali, tampaknya spontaneous.
Contoh : bersiul saat di kamar mandi, berdiri
dan berjalan menghampiri jendela.

Kebanyakan, perilaku manusia dalam


kehidupan sehari-hari berupa operant behavior.
Menurut Skinner, stimulus yang menyebabkan
perilaku tidak diketahui dan tidak perlu/penting
untuk diketahui. Tidak seperti respondent
behavior yang tergantung pada stimulus, maka
operant behavior dikontrol oleh konsekwensi dari
perilaku itu sendiri.

Type S And Type R Conditioning (Pembelajaran)


120

Sejalan dengan dua macam perilaku di atas,


ada dua macam conditioning, yaitu :
a. Type
S
Conditioning
conditioning
pentingnya
respon yang

Conditioning
=
Respondent
(=Classical Conditioning) adalah
yang
menekankan
pada
stimulus untuk menimbulkan
diinginkan.

Dalam hal ini, kekuatan conditiong ditentukan


oleh magnitude of the conditioned response
Tambahan : Type S ini sama
Classical Conditiong dari Pavlov

dengan

b. Type R Conditioning = Operant Conditioning


adalah conditioning yang mencakup operant
behavior. Dimana kekuatan conditioning dalam
dilihat dari response rate.
Tambahan : Type R ini sama dengan
instrumental conditioning dari Thorndike

Catatan : Ada sejumlah


Skinner dengan Thorndike

perbedaan

antara

- Thorndike mengukur belajar melalui berapa


lama belajar terjadi (time of solution).

- Skinner mengukur belajar melalui kecepatan


membuat respon (rate of responding). Dimana
focus dari teori Skinner adalah how
reinforcement
mempengaruhi
terulangnya
perilaku.

121

Operant Conditioning Principles

Ada dua prinsip yang berhubungan dengan


Type R Conditioning, yaitu:

1. Repon yang diikuti oleh reinforcing stimulus


cenderung untuk diulang;
2. Reinforcing stimulus adalah segala sesuatu
yang dapat meningkatkan kecepatan (rate)
terjadinya operant response.
Skinner (1953) tidak menyediakan sejumlah
hukum untuk menerangkan tentang efektivitas
reinforcer; tetapi ia berpendapat bahwa sesuatu
disebut reinforcing atau bukan tergantung dari
efeknya terhadap perilaku.

Fokus Operant Conditioning adalah perilaku


dan konsekwensinya; dimana organisme harus
merespon stimulus dengan cara tertentu
sehingga
dapat
menghasilkan
reinforcing
stimulus. Proses ini, sekaligus, menerangkan
contingent reinforcement, dimana pemerolehan
reinforcer adalah contingent (dependent) pada
munculnya stimulus tertentu dari organisme.
Prinsip-prinsip Operant Conditioning dapat
diterapkan pada berbagai situasi, antara lain :

Modifikasi perilaku, caranya : Cari reinforcer


yang dapat me-reinforce organisme (yang
perilakunya akan dimodifikasi);

122

Tunggu sampai
muncul;

perilaku

yang

diinginkan

Setelah perilaku yang diinginkan muncul,


organimse langsung diberi reinforcer;

Jika hal ini dilakukan, maka rate of responding


akan meningkat.

Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus


dan burung merpati, Skinner menyatakan bahwa
unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan
(reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan
yang terbentuk melalui ikatan stimulu-respon akan
semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi
penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif.

Penguatan positif sebagai stimulus, dapat


meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu
sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan
perilaku berkurang atau menghilang. Bentuk-bentuk
penguatan positif adalah berupa hadiah (permen,
kado, makanan, dan lain-lain), perilaku (senyum,
menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk
tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan
(nilai A, Juara 1 sebagai berikut). Bentuk-bentuk
penguatan negatif antara lain: menunda/tidak
memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan
atau
menunjukkan
perilaku
tidak
senang
(menggeleng, kening berkerut, muka kecewa, dan
lain-lain).

123

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner


terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung
merpati
menghasilkan
hukum-hukum
belajar,
diantaranya:

Law of Operant conditining yaitu jika timbulnya


perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka
kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
Law of Operant extinction yaitu jika timbulnya
perilaku Operant telah diperkuat melalui proses
conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun
bahkan musnah.

Reber
menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan Operant adalah sejumlah perilaku yang
membawa efek yang sama terhadap lingkungan.
Respons dalam Operant Conditioning terjadi tanpa
didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada
dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan
kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu,
namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan
stimulus lainnya seperti dalam Classical Conditioning.
25

Berdasarkan percobaan-percobaan pada tikus


dan burung dara, Skinner berkesimpulan bahwa
perilaku atau respons yang diikuti oleh penguat
(reinforce)
positif
cenderung
akan
diulangi,
25

Muhibin Syah, 2003

124

sedangkan respons-respons yang diikuti oleh hukum


atau tidak diikuti oleh penguat cenderung melemah
untuk kemudian menghilang.

Dengan demikian, dalam lingkup pembelajaran


bahasa, pembelajaran perilaku bahasa yang efektif
terdiri atas pemberian respons yang tepat terhadap
rangsangan yang ada, dan hubungan antara
rangsangan dan tanggapan menjadi kebiasaan
karena adanya penguatan (reinforcement). Bila
seorang anak mengucapkan sesuatu yang kebetulan
sesuai (appropriate) dengan situasi, ibunya atau
orang
disekitarnya
menghadiahinya
dengan
anggukan, ucapan, senyuman, atau tindakan yang
lain yang menunjukkan persetujuan. Hal ini akan
mengakibatkan respons yang sama akan terjadi lagi
dalam situasi yang sama. Namun, jika ujarannya tidak
benar, si ibu tidak mengatakannya. Maka akan kecil
kemungkinan terjadinya respons yang sama dalam
situasi yang sejenis.
Untuk jelasnya mari kita pelajari contoh
sederhana berikut. Jika Tobi mengatakan Num, dan
diberi air minum, maka dia akan menggunakan kata
Num lagi bila ia ingin minum. Sebaliknya, bila ia
misalnya, mengatakan, Ta tanpa diiringi penguatan
dari ibunya atau orang di sekitarnya, maka ia
cenderung untuk tidak mengucapkan kata tersebut
untuk meminta air minum.

125

Penjelasan di atas selain digunakan untuk


menerangkan bagaimana anak menghasilkan ujaran,
juga digunakan untuk menjelaskan bagaimana anak
memahami ujaran. Jika anak memberi tanggapan
dengan benar terhadap rangsangan lisan, maka ia
diberi hadiah atau imbalan, misalnya berupa
senyuman, ucapan atau pujian. Dengan cara ini,
ujaran-ujaran orang dewasa menjadi rangsanganrangsangan bagi anak untuk menanggapinya. Anak
akan menunjukkan bahwa ia memahami ujaran yang
didengarnya, dan ia pun mampu menghasilkan wicara
yang sesuai dengan situasi.
Bagaimanakah dengan perkembangan sintaksis
anak? Dalam perkembangan sintaksis anak, proses
pemerolehan berarti generalisasi dari satu situasi ke
situasi lain, dan dalam setiap situasi pola-pola
linguistik yang benar diperkuat oleh orang-orang
dewasa di sekitar anak tersebut. Di lain pihak, polapola linguistik yang tidak benar tidak diperkuat, dan
lambat laun akan hilang dengan sendirinya.
Asumsi Dasar

Skinner memiliki
membangun teorinya:

tiga

(perilaku

memiliki

hukum

Behavior can
diramalkan)

predicted

(perilaku

dapat

Behavior
tertentu)

126

is

lawful
be

asumsi

dasar

dalam

Behavior
dikontrol)

can

be

controlled

(perilaku

dapat

Skinner juga menekankan mengenai functional


analysis of behavior yaitu analisis perilaku dalam hal
hubungan sebab akibat, dimana penyebabnya itu
sendiri (seperti stimulus, deprivation, dsb) merupakan
sesuatu yang dapat dikontrol. Hal ini dapat
mengungkapkan bahwa sebagian besar perilaku
dalam kejadian antesedennya berlangsung atau
bertempat pada lingkungan. Kontrol atas events ini
membuat kita dapat mengontrol perilaku.
Tipe Perilaku

Skinner mengajukan dua klasifikasi dasar dari


perilaku: Operants dan respondents. Operant adalah
sesuatu yang dihasilkan, dalam arti organisme
melakukan sesuatu untuk menghilangkan stimulus
yang mendorong langsung. Contohnya, seekor tikus
lari keluar dari labirin, atau seseorang yang keluar
dari pintu. Respondent adalah sesuatu yang
dimunculkan, dimana organisme menghasilkan
sebuah respondent sebagai hasil langsung dari
stimulus spesifik. Contohnya, seekor anjing yang
mengeluarkan air liur ketika melihat dan mencium
bau makanan, atau seseorang yang mengedip ketika
udara ditiupkan ke matanya.
Variasi dalam Intensitas Perilaku

127

Adanya intensitas perilaku yang bervariasi


disebabkan
oleh
faktor-faktor
lingkungan
(environmental variable), misalnya pada dua orang
yang mengkonsumsi makanan dengan kuantitas
berbeda. Hal ini bukan berarti kedua orang tersebut
memiliki
dorongan
makan
berbeda.
Untuk
menganalisanya perlu dilihat variable lingkungannya,
seperti jangka waktu dari makan ke makan
berikutnya.
Peramalan dan Perubahan Perilaku

Menurut Skinner, cara efektif untuk meramal dan


merubah perilaku adalah dengan menguatkan (to
reinforce). Untuk itu, perlu diketahui hal-hal berikut:
1. Prinsip-prinsip pengkondisian dan belajar;
2. Penguatan dan pembentukan perilaku;

3. Generalisasi dan diskriminasi stimulus.


PENERAPAN OPERANT CONDITIONING

Pada Classical Conditioning, perubahan pada


stimulus (dari stimulus tak terkondisi ke stimulus
terkondisi) akan memunculkan respons tertentu,
sedangkan pada Operant Conditioning suatu respons
tertentu tidak mungkin terjadi pada situasi stimulus
tertentu. Kekuatan dan frekuensi perilaku yang
dikondisikan secara klasikal ditentukan terutama oleh
frekuensi munculnya stimulus (kejadian di sekitar
yang menimbulkan perilaku tertentu), sedangkan
kekuatan dan frekuensi perilaku yang dikondisikan

128

secara Operant ditentukan oleh konsekuensi


(kejadian di sekitar yang mengikuti perilaku).

Selama proses Classical Conditioning, stimulus


tak terkondisi yang berperan sebagai penghargaan
dapat ditampilkan setiap saat. Pada Operant
Conditioning penghargaan hanya ditampilkan jika
organisme member respons yang benar. Organisme
harus beroperasi pada lingkungan (karena itu disebut
Operant Conditioning) agar menerima penghargaan.
Respons
berperan
sebagai
penolong
untuk
mendapatkan penghargaan.
Bagi Skinner perilaku adalah satu rangkaian
sebab musabab dari tiga mata rantai: (1) suatu
operasi yang dilakukan atau dilaksanakan terhadap
organisme dari luar. Contoh: Seorang anak datang ke
sekolah tanpa sarapan; (2) beberapa keadaan
tersembunyi, misalnya: Dia merasa lapar; (3) Sejenis
tingkah laku, misalnya: dia nampak kelesuan di kelas.

Kurangnya informasi mengenai keadaan yang


tersembunyi atau batiniah, guru semestinya tidak
berspekulasi. Sebagai contoh: anak hanya lesu dan
tidak perhatian selama dalam kelas. Skinner akan
mengejek orang-orang yang mengatakan bahwa anak
itu tidak termotivasi. Skinner akan bertanya Apakah
maksudnya yang demikan itu? Bagaimana anda
dapat menjelaskannya secara perilaku?. Guru atau
konselor menelusuri penyebab berhenti secara keliru
pada mata rantai kedua. Beberapa keadaan batin
129

(yang tersembunyi), seperti anak merasa lapar.


Padahal jawabannya ada pada mata rantai pertama:
sesuatu yang diperbuat terhadap siswa (dia kurang
sarapan). Kesulitan secara fisik atau trouble dengan
orang tua akan mendi operasi yang mirip. Sampai
akhir hayatnya di tahun 1990 Skinner menitikberatkan efek penting konsekuensi-konsekuensi
tentang perilaku dan memperingatkan kita mengenai
batasan-batasan
dari
suatu
psikologi
yang
berorientasi kognitif.
Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau
penguatan mempunyai peranan yang amat penting
dalam proses belajar. Terdapat perbedaan antara
ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan
respon
yang
sifatnya
menggembirakan
dan
merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif,
sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang
mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu
respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang
sifatnya dapat diamati dan diukur.
Untuk mengubah tingkah laku anak dari negatif
menjadi positif, guru perlu mengetahui psikologi yang
dapat digunakan untuk memperkirakan (memprediksi)
dan mengendalikan tingkah laku anak. Guru di dalam
kelas mempunyai tugas untuk mengarahkan anak
dalam aktivitas belajar karena pada saat tersebut,
kontrol berada pada guru, yang berwenang
memberikan instruksi ataupun larangan pada anak
130

didiknya. Yang termasuk contoh penguatan positif


diantaranya adalah pujian yang diberikan pada anak.
Sikap guru yang bergembira pada saat anak
menjawab pertanyaan, merupakan penguatan positif
pula.

Penguatan akan berbekas dalam diri anak.


Mereka yang mendapat pujian setelah berhasil
menyelesaikan tugas atau menajwab pertanyaan
biasanya akan berusaha memenuhi tugas berikurnya
dengan penuh semangat. Penguatan yang berbentuk
hadiah atau pujian akan memotivasi anak untuk rajin
belajar dan mempertahankan prestasi yang diraihnya.
Penguatan seperti ini sebaiknya segera diberikan dan
tak perlu ditunda-tunda. Karena penguatan akan
berbekas pada anak, sedangkan hasil penguatan
diharapkan positif, maka penguatan yang diberikan
tentu harus diarahkan pada respon anak yang benar.
Janganlah memberikan penguatan atas respon anak
jika respon tersebut sebenarnya tidak diperlukan.

Menurut Skinner, perilaku yang berpengaruh


pada lingkungan disebut perilaku operant (to operate:
menghasilkan
efek
yang
dikehendaki,
mempengaruhi). Operant Conditioning merujuk pada
pengkondisian atau pembiasaan di mana manusia
memberikan respons atau operant (kalimat atau
ujaran) tanpa stimulus yang tampak; operant ini
dipelajari dengan pembiasaan (conditioning). Dalam

131

proses pemerolehan bahasa pertama peran peniruan


(imitation) dianggap sangat penting.

Berdasarkan percobaan-percobaan pada tikus


dan burung dara, Skinner berkesimpulan bahwa
perilaku atau respons yang diikuti oleh penguat
(reinforce)
positif
cenderung
akan
diulangi,
sedangkan respons-respons yang diikuti oleh hukum
atau tidak diikuti oleh penguat cenderung melemah
untuk kemudian menghilang.

Dengan demikian, dalam lingkup pembelajaran


bahasa, pembelajaran perilaku bahasa yang efektif
terdiri atas pemberian respons yang tepat terhadap
rangsangan yang ada, dan hubungan antara
rangsangan dan tanggapan menjadi kebiasaan
karena adanya penguatan (reinforcement). Bila
seorang anak mengucapkan sesuatu yang kebetulan
sesuai (appropriate) dengan situasi, ibunya atau
orang
disekitarnya
menghadiahinya
dengan
anggukan, ucapan, senyuman, atau tindakan yang
lain yang menunjukkan persetujuan. Hal ini akan
mengakibatkan respons yang sama akan terjadi lagi
dalam situasi yang sama. Namun, jika ujarannya tidak
benar, si ibu tidak mengatakannya. Maka akan kecil
kemungkinan terjadinya respons yang sama dalam
situasi yang sejenis.
Untuk jelasnya mari kita pelajari contoh
sederhana berikut. Jika Tobi mengatakan Num, dan
diberi air minum, maka dia akan menggunakan kata
132

Num lagi bila ia ingin minum. Sebaliknya, bila ia


misalnya, mengatakan, Ta tanpa diiringi penguatan
dari ibunya atau orang di sekitarnya, maka ia
cenderung untuk tidak mengucapkan kata tersebut
untuk meminta air minum.

Penjelasan di atas selain digunakan untuk


menerangkan bagaimana anak menghasilkan ujaran,
juga digunakan untuk menjelaskan bagaimana anak
memahami ujaran. Jika anak memberi tanggapan
dengan benar terhadap rangsangan lisan, maka ia
diberi hadiah atau imbalan, misalnya berupa
senyuman, ucapan atau pujian. Dengan cara ini,
ujaran-ujaran orang dewasa menjadi rangsanganrangsangan bagi anak untuk menanggapinya. Anak
akan menunjukkan bahwa ia memahami ujaran yang
didengarnya, dan ia pun mampu menghasilkan wicara
yang sesuai dengan situasi.
Bagaimanakah dengan perkembangan sintaksis
anak? Dalam perkembangan sintaksis anak, proses
pemerolehan berarti generalisasi dari satu situasi ke
situasi lain, dan dalam setiap situasi pola-pola
linguistik yang benar diperkuat oleh orang-orang
dewasa di sekitar anak tersebut. Di lain pihak, polapola linguistik yang tidak benar tidak diperkuat, dan
lambat laun akan hilang dengan sendirinya.
Skinner menambahkan bahwa jika respon siswa
baik (menunjang efektivitas pencapaian tujuan) harus
segera diberi penguatan positif agar respon tersebut

133

lebih baik lagi, atau minimal perbuatan baik itu


dipertahankan. Misalnya dengan mengatakan bagus,
pertahankan prestasimu untuk siswa yang mendapat
nilai tes yang memuaskan. Sebaiknya jika respon
siswa kurang atau tidak diharapkan sehingga tidak
menunjang tujuan pengajaran, harus segera diberi
penguatan negatif agar respon tersebut tidak diulangi
lagi dan berubah menjadi respon yang sifatnya positif.
Penguatan negatif ini bisa berupa teguran,
peringatan, atau sangsi (hukuman edukatif).

Manajemen kelas menurut Skinner adalah


berupa usaha untuk memodifikasi perilaku (behavior
modification)
antara
lain
dengan
penguatan
(reinforcement) yaitu memberi penghargaan pada
perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan
pada perilaku yang tidak tepat.
Skinner dan penguatan
Penguatan posisitif
PERILAKU

26

KONSEKUENSI

Siswa
Guru memuji
mengajukan
siswa
pertanyaan yang
bagus
26

PERILAKU
YANG AKAN
DATANG

Siswa
mengajukan
lebih banyak
pertanyaan yang

JW. Santrock, Educational psychology (New York:


McGraw-Hill, 2001), 245.

134

bagus

135

Pengutan negatif
PERILAKU
Siswa
menyerahkan
tugas pada
waktunya

KONSEKUENSI
Guru berhenti
mengkritik
siswa

Hukuman
PERILAKU
Siswa menyela
(interupsi) guru

KONSEKUENSI
Guru menegur
(mengomeli)
siswa

PERILAKU
YANG AKAN
DATANG

Terjadi
peningkatan
penyerahan
tugas sesuai
waktu

PERILAKU
YANG AKAN
DATANG

Siswa berhenti
menyela
(interupsi) guru

Bila dianalisis keseluruhan sistem Skinner, kita


akan bertemu secara konsisten istilah penguatan
yang oleh Skinner dianggap sebagai satu unsur kunci
untuk menjelaskan bagaimana dan mengapa
pembelajaran muncul. Penguatan digunakan secara
27
khas sebagai berikut:
1) Penguat (reinforce) adalah satu peristiwa stimulus
yang
cendrung
mempertahankan
atau
27

Stephen N. Elliot, dkk, Educational psychology:


effective teaching, effective learning. 3rd ed. (Toronto:
McGrawHill, 2000), 209.

136

meningkatkan kekuatan dari suatu respon, satu


hubungan stimulus respon, atau satu hubungan
28
stimulus-stimulus.
Dalam mempelajari karya
Skinner, sangat penting untuk membedakan antara
prinsip-prinsip dasar perilaku dan prosedur
perubahan perilaku yang beragam. Penguatan
adalah suatu prinsip perilaku, di dalamnya
tergambar suatu hubungan fungsional antara
perilaku dan variable-variable yang mengontrol.
Sebaliknya, prosedur perubahan perilaku adalah
suatu metode yang digunakan untuk menerapkan
prinsip-prinsip kedalam praktek. Sebagai contoh,
pujian adalah suatu prosedur yang dapat sebagai
penguat yang berpengaruh (kuat). Jika seorang
guru memuji respon yang benar dari siswa dengan
segera dan siswa meningkatkan responnya yang
benar, maka pujian dapat diidentifikasi sebagai satu
prosedur perubahan perilaku yang berfungsi
sebagai penguat.

2) Istilah prinsip penguatan mengacu pada suatu


peningkatan frekuensi dari suatu respon ketika
konsekuensi
tertentu
segera
mengikutinya.
Kensekuensi yang mengikuti perilaku harus
tergantung pada perilaku. Suatu peristiwa yang
mungkin terjadi yang meningkatkan frekuensi

28

S. Hulse, H. Egeth, dan J. Deese, The Psychology of


learning (New York: McGraw-Hill, 1980).

137

perilaku dianggap sebagi penguat. Suatu ketika


anda memuji respon yang benar dari seorang
siswa, maka anda meningkatkan kemungkinan
siswa akan menunjukan respon tersebut pada
masa mendatang, dengan situasi yang mirip.
29

3) Penguatan (reinforcement) tidak sinonim dengan


hadiah (reward). Orang tua boleh saja membelikan
anak es krim sebagai hadiah untuk menjadi baik.
Hal ini merupakan pernyataan yang luas yang
mana tak ada perilaku spesifik yang teridentifikasi.
Bagaimanapun
para
psikolog
memandang
penguatan agak bersifat khas. Mereka yakin bahwa
penguatan menjadi efektif ketika diterapkan pada
perilaku yang spesifik. Seorang siswa menerima
pujian seorang guru sebagi sebuah solusi dari
suatu masalah atau atau jawaban yang benar bagi
suatu jawaban.
PENGUATAN
(SHAPING)

DAN

PEMBENTUKAN

PERILAKU

Jika dilakukan dengan seksama, reinforcement


(penguatan) dapat membuat kita membentuk perilaku
dari organisme sehingga dapat memunculkan perilaku
yang diinginkan (dengan proses belajar Operant). Hal
tersebut dapat dilihat dari eksperimen Skinner yang
terkenal yaitu melatih merpati untuk mematuk selain
makanan (dalam hal ini adalah disk ringan).
29

A. Kazdin, Behavior modification in applied setting


(5th.ed.) (Pacific Grove: Brookes/Cole, 1994), 105.

138

Eksperimen ini dumulai ketika seekor merpati lapar


diletakkan dalam Kotak Skinner. Disk dan kotaknya
diberi kawat yang memungkinkan respon direkam dan
makanan dikirim ketika merpati mematuk disknya.

Agar merpati mematuk disk untuk pertama


kalinya, kita harus membentuk perilaku dengan
catatan mematuk disk merah di dinding bukan
merupakan perilaku normal atau repertoar dari
merpati pada umumnya. Karena itu, kita mulai
dengan me-reinforce perilaku yang makin lama makin
mendekati perilaku mematuk disk. Pertama-tama kita
latih burung makan dari hopper, kemudian kita
tampilkan makanan hanya ketika burung mendekati
disk (dan hopper). Setelah itu kita reinforce burung
hanya ketika kepalanya berada pada posisi yang
paling dekat dengan disk, lalu hanya ketika paruhnya
dalam posisi terdekat dengan disk, dan seterusnya.
Akhirnya, ketika merpati mematuk disk untuk pertama
kalinya, kita langsung berikan makanan. Dari sana,
merpati akan terus menerus mematuk dan kita juga
terus memberikan makanan. Dalam waktu singkat,
perilaku mematuk akan terjadi dengan cepat.
Hal
di
atas
menunjukkan
penjadwalan
continuous reinforcement, yaitu penjadwalan dalam
hal tiap kali respon yang benar diberi penguat.
Dengan hal tersebut akan didapatkan perilaku yang
diinginkan.
Jika
kita
berhentikan
pemberian
penguatan (makanan) kapan saja, maka perilaku

139

mematuk akan menurun dan lama-kelamaan


menghilang. Namun kita juga dapat terus memberi
makanan sebagai penguat dengan waktu yang tidak
ditentukan (occasionally). Kita dapat memberi
makanan dalam jadwal fixed interval, misalnya tiap 5
detik sekali. Atau kita juga dapat menggunakan
variable interval, dengan memberi makanan dalam
interval waktu yang acak dengan rata-rata yang tetap.
Jadi kita dapat memberi penguatan pada merpati
setelah 3 detik, kemudian setelah 6 detik, kemudian
setelah 4 detik, dan seterusnya, dengan interval ratarata sekitar 5 detik.

Dalam kondisi fixed maupun variable interval,


merpati
akan
berespon
mematuk
secara
berkelanjutan. Meskipun sebagian besar patukan
tidak diberi penguat, namun secara rata-rata patukan
tersebut akan terus bertahan. Dengan jadwal variable
interval, respon rata-rata patukan stabil. Dengan
jadwal fixed interval, patukan akan menurun perlahan
mengikuti penguatan dan akan naik lagi mendekati
penguatan yang akan dilakukan. Ketika kita akan
menghilangkan respon yang dikondisikan oleh
penguatan interval, respon tersebut akan menghilang
lebih lambat daripada yang dikondisikan oleh
penguatan continuous.
Kita dapat mendapatkan respon yang lebih tahan
dari pemusnahan (extinction) dengan menggunakan
jadwal penguatan sebagai fungsi dari perilaku
140

organisme
itu
sendiri.
Contohnya,
dengan
menggunakan fixed ratio, kita dapat menguatkan
perilaku tiap 10 patukan, 20 patukan, atau berapapun
angka dari merpati tersebut. Dengan jadwal variable
ratio, jika kita beri penguat rata-rata tiap 5 patukan,
maka kita beri penguat pada patukan ke-3, patukan
ke-8, dst.

Resistensi terhadap pemusnahan paling besar di


penjadwalan penguatan ratio terjadi pada variable
ratio dan disusul fixed ratio. Penjadwalan interval
adalah penjadwalan yang lebih buruk resistensinya
terhadap pemusnahan, dengan catatan resistensi
fixed interval lebih buruk daripada variable interval.
Resistensi yang paling buruk terjadi pada
penjadwalan berkelanjutan (continous).

Dalam kasus merpati di atas, Skinner menyebut


makanan, selain air, sebagai unconditioned atau
primary reinforcer (penguat utama). Namun perilaku
manusia pada umumnya juga bergantung pada
conditioned atau secondary reinforces (penguatan
sekunder/tambahan) yang dipasangkan dengan
penguat utama dan dapat pada perilaku manusia
(contohnya uang).
GENERALISASI DAN DISKRIMINASI

Dua fenomena besar dari sistem Skinner


merupakan
penemuan
penting
sebagai
alat
pembelajaran. Fenomena yang dimaksud adalah

141

generalization (generalisasi) dan discrimination


(diskriminasi). Dengan proses generalisasi stimulus,
organisme akan dapat membuat respon yang sama
terhadap satu situasi ketika dia dihadapkan pada
situasi yang lain namun hampir mirip dengan situasi
sebelumnya. Dengan proses diskriminasi stimulus,
organisme dapat membedakan mana situasi yang
diberi penguat dan yang tidak, sehingga organisme
akan berespon hanya pada situasi tertentu saja.
Perilaku Sosial

Dalam berbicara mengenai perilaku sosial,


Skinner tidak membahas mengenai persoality traits
atau karakteristik yang dimiliki seseorang. Bagi
Skinner, deskripsi kepribadian direduksi dalam
kelompok atau respon spesifik yang cenderung
diasosiasikan dalam situasi tertentu.
Bagi Skinner, respon muncul karena adanya
penguatan. Ketika dia mengeluarkan respon tertentu
pada kondisi tertentu, maka ketika ada penguatan
atas hal itu, dia akan cenderung mengulangi respon
tersebut hingga akhirnya dia berespon pada situasi
yang lebih luas. Penguatan tersebut akan
berlangsung stabil dan menghasilkan perilaku yang
menetap.
Perilaku Abnormal

Skinner berpendapat bahwa perilaku abnormal


berkembang dengan prinsip yang sama dengan

142

perilaku normal. Lebih jauh, ia mengatakan bahwa


perilaku abnormal dapat diubah menjadi perilaku
normal dengan memanipulasi lingkungan. Salah satu
contohnya adalah dalam kasus yang terjadi pada
seorang tentara yang terluka di medan perang.
Setelah menjalani perawatan di rumah sakit lalu
dikirim kembali ke medan perang, ia mengalami
kelumpuhan pada satu lengannya yang membuatnya
ditarik dari tugas. Pemeriksaan secara fisiologis
menunjukkan tidak ada masalah pada dirinya.

Skinner mengungkapkan bahwa kondisi terluka


telah menjadi negative reinforcer, yaitu sebuah
stimulus yang tidak disukai yang akan berusaha
untuk dihindari oleh tentara tersebut. Medan perang
yang telah diasosiasikan dengan luka adalah sebuah
conditioned negative reinforcer, sehingga sang
tentara akan berusaha juga untuk menghindarinya.
Namun demikian, ketika menolak untuk dikirim
berperang, maka dirinya akan menghadapi penolakan
sosial, pengadilan, dan mungkin penjara atau bahkan
kematian, yang kesemuanya adalah konsekuensi
aversive (penolakan). Hasilnya, muncul beberapa
perilaku yang menghubungkan kedua conditioned
negative reinforcer tadi. Perilaku tersebut akan
menguat dan dipertahankan, karena pada umumnya
seorang tentara tidak dikenakan tanggung jawab
ketika dirinya mengalami kelumpuhan sehingga
dirinya tidak akan dihukum.

143

Lalu bagaimana kita menyembuhkan tentara


tersebut? Secara teoritis, jika da dikembalkan ke
medan perang (conditioned renforcer) dengan tidak
terluka lagi (unconditioned reinforcer), respon
terkondisinya (kelumpuhan) akan hilang. Namun
demikian, si tentara tentunya tidak akan mau kembali
ke medan perang secara sukarela. Kita dapat
mendorong dia untuk kembali dan berharap bahwa
berada dalam situasi aversive (penolakan) tanpa
konsekunsi aversive (penolakan) yang dialami
sebelumnya akan menghilangkan respon dia
terhadap kelumpuhan. Prosedur ini disebut dengan
flooding, yang dilakukan dengan cara mendorong
pasien ke dalam situasi anxiety-arousing (rasa
cemas) dan menghadapinya, hingga dirinya sadar
bencana yang diharapkan muncul tidak akan terjadi.
Sifat dari penguatan

Dalam analisisnya, Skinner


berkonsentrasi
terhadap perilaku yang mempengaruhi lingkungan
karena konsekuensi dari perilaku tersebut merupakan
umpan balik diri siswa. Dengan demikian peningkatan
tendensi orgnisme untuk melahirkan perilaku tersebut
dalam keadaan yang mirip. Skinner berkesimpulan
bahwa dia mempertahankan pendapatnya sebagai
suatu alat yang kuat untuk menganalisis perilaku.
30

1.Penggunaan Penguatan
30

B.F.Skinner, Science and Human nature (New York:


McMillan, 1953).

144

Bayangkan seorang anak yang baru berumur


10 tahun. Selama liburan sekolah diperintahkan
bapaknya untuk membersihkan rumput yang ada di
kebun. Namun beberapa hari berjalan si Anak
sama sekali tak menyentuh pekerjaan tersebut. Hal
yang demikian dengan cepat dipahami oleh Ibunya.
Si Ibu membujuk anak tersebut untuk melakukan
pekerjaan yang diperintahkan ayahnya dengan
iming-iming akan dibelikan sepatu, tas dan baju
baru. Dengan janji tersebut selama musim libur si
anak memotong rumput dikebunnya dengan penuh
riang dan gembira dan tanpa rasa taku, paksaan,
dan makian.

Pada contoh tersebut di atas, tak satupun


mampu mengenali stimulus yang menyebabkan si
anak sudi memotong rumput selama liburan
sekolah. Hanya hal-hal yang pasti (yang dapat
diraba) yang menyebabkan si anak mau bekerja
dengan perilakunya (faktanya anak memotong
rumput) dan penguat (sepatu, tas dan baju baru).
Ingat Bapaknya menyuruhnya untuk memotong
rumput juga dan si anak menghindari tugas
tersebut. Kita dapat meringkaskan pikiran Skinner
dengan mengatakan begini kendalikan penguat
(kendalikan sepatu, tas dan baju baru) , kendalikan
perilaku (kendalikan pemotongan rumput).
Lebih jauh kita mendiskusikan penguat
positif dan penguat negatif. Istilah ini seringkali

145

membingungkan. Mungkin cukup membantu, ketika


anda mengingat bahwa penguatan selalu merujuk
kepada proses yang meningkatkan perilaku.
Penguat positif berarti sesuatu yang mengikuti
perilaku dipresentasikan, dan perilaku meningkat.
Penguat negatif berarti sesuatu yang mengikuti
31
perilaku dihilangkan, dan perilaku meningkat.
Pikirkanlah mengenai istilah positif dan negatif
sebagai sesuatu yang mirip dengan istilah positif
dan negatif yang mendiskripsikan angka.
Penguatan positif (seperti angka positif) memiliki
penambahan
atau
penampakan
stimulus.
Penguatan negataif (seperti angka negatif) memiliki
pengurangan atau penghilangan stimulus. Dalam
kedua kasus ini, perilaku biasanya muncul kembali
dalam situasi yang mirip. Skinner (1953) mencatat
bahwa suatu peristiwa negatif adalah penguat
negatif yang terjadi hanya ketika penghapusannya
meningkatkan kinerja suatu respon. Contoh, jika
anda sedang berbicara dengan telepon dan anda
menutup pintu untuk mengurangi kebisingan yang
ditimbulkan oleh bunyi CD player saudara anda,
stimulus (kebisingan) dihilangkan dengan adanya
respon (menutup pintu).
Ada kemungkinan yang meningkat pada masa
mendatang, anda akan melakukan perilaku hal
31

A. Kazdin, Behavior modification in applied setting, 4th.


Ed. (CAlifornio: Brooks/ Cole, 1989).

146

yang sama (menutup pintu lagi). Dalam analisis


32
Skinner bahwa penguat negatif mengokohkan
perilaku
yang
dapat
mengurangi
atau
membatasinya. Penguat positif maupun negatif
berfungsi meningkatkan perilaku. Penguat negatif
tidak semestinya disalah tafsirkan dengan
hukuman, namun bagaimana juga hal itu dapat
mengurangi perilaku negatif.

Penguatan negatif dapat terjadi dalam


berbagai keadaan. Penting adanya beberapa
peristiwa agar prinsip ini bekerja. Karena anda
ingin menghindari membangun peristiwa penting
dalam ruangan kelas. Prosedur ini semestinya
sering digunakan dalam program pendidikan
nasional. Namun bagaimanapun juga sangatlah
penting memahami konsep dan dampaknya secara
potensial kuat terhadapa perilaku
Konsep penguatan negatif mungkin akan lebih
jelas bagi anda jika membaca contoh tambahan
berikut ini:

Contoh penguatan negatif berikut ini diambil dari


buku karya John dan Janice Baldawin (1981) yang
berjudul Behavioral principles in everyday life
(prinsip behavioural dalam kehidupan sehari-hari)

Menghindari biaya perjalanan

32

BF. Skinner, About behaviorism (New York, 1974), 46.

147

Terdapat . cara-cara untuk mengatasi


masalah transportasi urban dan konversi minyak.
Metode yang menggunakan penguatan negatif
dicoba di San Francisco. Jembatan Oakland Bay
adalah jembatan berbiaya yang membawa banyak
orang masuk ke Francisco setiap hari. Karena
orang yang masuk ke Francisco saja menyebabkan
kurangnya kemacetan urban dan menggunakan
lebih sedikit minyak jika mereka melakukan
perjalanan dengan mobil rombongan (dari pada
satu orang satu mobil), maka orang yang
melakukan perjalanan bersama dihargai. Mobil
dengan tiga orang penumpang atau lebih
diperbolehkan melintasi jembatan tanpa membayar
biaya dan tanpa harus memelankan untuk biaya
parker. Oleh karena itu penggunaan mobil
rombongan secara negatif ditingkatkan dengan
penghindaran dua peristiwa sebaliknya: 1)
membayar biaya secara reguler; dan 2) Penundaan
oleh garis biaya (parkir). Karena penguatan negatif,
persentase orang yang menggunakan mobil
rombongan meningkat secara signifikan, yang
sebaliknya membantu meringankan perjalanan
33
urban.

2.Jenis-Jenis Penguat
33

Anita E. Woolfolk dan Lorraine McCune-Nicolich,


Educational Psychology for teachers, terjemahan
M.Khairul Anam (Jakarta: Inisiasi Press, 2004), 224-225.

148

Skinner
berikut;

mengakatagorikan

penguat

sebagai

1. Penguat utama (Primary reinforcers)

Penguat
utama
adalah
penguat
yang
mempengaruhi perilaku tanpa perlu belajar:
makanan, minuman, seks. Ini disebut penguat
alami

2. Penguat sekunder (Secondar reinforcers)

Penguat sekunder adalah penguat yang


membutuhkan tenaga penguat karena sudah
diasosiasikan dengan penguat utama. Contoh:
jika seekor burung merpati mematuk cakram,
lampu hijau akan nyala, diikuti oleh yang kedua
dengan kedatangan sepotong jagung.

3. Penguat secara umum (Generalized reinforcers)

Penguat secara umum merupakan bentuk


penguat sekunder yang menghendaki tenaga
penguat sebab penguat ini telah dibarengi
beberapa penguat utama. Uang termasuk dalam
kategori ini karena uang memandu untuk
memiliki makanan, cairan, dan barang-barang
yang bermanfaat lainnya. Uang kemudian
menjadi penguat secara umum untuk berbagai
34
perilaku, perhatikan table di bawah ini.

34

Stephen N. Elliot dkk, Educational psychology: effective


teaching, effective learning. 3rd ed. (Toronto: McGrawHill,
2000), 211.

149

Kategori penguat (reinforcers)


Kategori

Primer
(utama)

Jenis

1. Biologis (alami)

Penggunaan

makanan,
minuman,
kesenangan
indrawi.

Berikan permen, es krim,


musik-musik lembut

b. proximity

Merubah tempat duduk

d. hak-hak
istimewa

menunjukan kepada peran


kepemimpinan

Sekunde 1. sosial
r
a. ekspresi wajah Mengerutkan dahi, senyum
c. kata-kata

2. aktivitas

Secara
umum

pujian

a. kesenangan
Main game setelah
atau perilaku
melengkapi tugas sekolah
dengan
frekwensi tinggi
a. tanda-tanda
b. skor-skor

c. sesuatu yang
dapat
digunakan

3.Jadwal penguatan

Membolehkan siswa yang


menggabungkan 25 point
untuk dipilih aktivitasaktivitas yang
menyenangkan seperti:
membaca bebas,
membangun model

Skinner
mengidentifikasi
dua
macam
penguatan yaitu penguatan berjangka (Interval

150

reinforcement) dan penguatan berbanding (ratio


reinforcement). Interval reinforcement adalah
penguatan yang dijadwalkan atau yang muncul
pada interval waktu yang telah ditentukan; contoh:
anda memutuskan untuk memuji seorang siswa
yang berbicara dengan seksama hanya jika siswa
tersebut tetap diam selama lima menit. Setelah itu
baru diberikan pujian, tidak ada penguatan
tambahan yang diberikan sampai berlalu lima menit
berikutnya.
Ratio penguatan adalah penguatan yang
muncul setelah sejumlah respon tertentu. Contoh:
anda mendesak seorang siswa melengkapi empat
soal matematika sebelum bermain game. Jika rasio
perlahan-lahan berubah, maka sejumlah respon
yang
menakjubkan
muncul
dari
sejumlah
penguatan yang sangat rendah. Skinner juga
mengembangkan jadwal yang dapat dirubah-rubah
untuk interval dan ratio penguatan, diaman
penguatan dapat muncul setelah beberapa interval
35
waktu dan sejumlah respon.
Pentingnya
penguatan
dan
identifikasi
terhadap kelompok penguat memandu Skinner

35

C.B. Ferster dan B.F. Skinner, Schedules of


reinforcement (New York: Appleton-Century-Crofts,
1991).

151

untuk menimbang apa yang terjadi terhadap prilku


yang luput dari penguatan yang tetap untuk
beberapa alas an. Anda tidak perlu memberikan
dorongan bagi setiap respon yang ingin mereka
tunjukan. Siswa menerima secara berkala dan
demikian pula halnya dengan para buruh setiap
minggu bahkan setiap bulannya menerima upah,
akan tetapi mereka terus berperilaku yang pantas

Jawabannya terletak pada effektivitas dari


penguatan
yang
seketika-seketika,
penguat
seketika, (yakni ketika hanya beberapa kemunculan
dari suatu respon yang diperkuat), khususnya
penggunaan jadwal dari penguatan. Kajian
mengenai
empat
kelompok
jadwal
telah
menghasilkan temuan-temuan yang konsisten
36
sebagai berikut:
1. Rasio tetap (Fixed ratio), dimana penguatan
tergantung pada sejumlah respon yang terbatas.
Misalnya anda menghendaki siswa melengkapi
30 masalah pada lembar kerja sebelum mereka
dapat mengerjakan sesuatu yang lain, mungkin
lebih menarik. Hal itu berarti anda telah
menempatkannya pada jadwal rasio yang tetap.

2. Rasio yang dapat berubah (variable ratio),


dimana sejumlah respon yang dibutuhkan untuk
36

Elliott, dkk, Educational


MCGraw-Hill, 2000), 212-213.

152

Psychology

(New

York:

penguatan yang berbeda-berbeda dari satu


penguatan ke penguatan berikutnya. Sejumlah
respon-respon
yang
dihendaki
barangkali
bermacam-macam, dan siswa tidak tahu respon
yang mana akan diperkut. Contoh: beberapa
guru tidak ingin melihat hanya tugas yang
sempurna. Mereka juga meminta untuk melihat
tahapan proses dan sasaran yang sudah
dikerjakan.

3. Interval tetap (fixed interval), dimana suatu


respon menghasilkan penguatan setelah jangka
waktu tertentu (khusus). Selanjutnya adalah
sebagai berikut: penguatan dua puluh detik penguatan; penguatan - dua puluh detik penguatan. Ingat bahwa respon-respon yang
terjadi selama interval waktu dua puluh lima detik
tidak diperkuat. Guru kadang terjabak ke dalam
pola yang mana mereka memerintahkan siswa
bekerja secara bebas, dan kemudian meminta
respon selama sepuluh atau lima belas menit
kedalam periode waktu kerja. Siswa mempelajari
hal pola ini dan mulai mengerjakan hanya
sebelum guru sebelum memanggil mereka.

4. interval yang dapat berubah (variable interval) di


mana penguatan tergantung pada waktu dan
suatu respon, tetapi waktu antara penguatan
berbeda-beda. Dari pada menunggu menunggu

153

10 atau 15 menit, guru meminta respon dengan


segera pada waktu yang berbeda.

Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis


Skiner mengenai Jadwal penguatan yaitu:

Pertama, penguatan berkelanjutan (ketika suatu


respon diperkuat setiap saat kemunculannya)
mengasilkan suatu tingkatan respon yang tinggi
hanya selama penguatan berlangsung. Pelajaran
bagi tiap guru adalah tidak perlu secara konsisten
melakukan penguatan kepada siswa sebab mereka
akan mengharap-harapnya.

Kedua, Penguatan seketika-seketika membutuhkan


waktu lebih lama untuk bekerja tetapi lebih
mungkin berlanjut
Ketiga, Jadwal rasio dapat digunakan untuk
membangkitkan respon tingkat tinggi, tetapi
kelelahan dapat saja mengganggu penampilan
siswa. Rasio tetap adalah hal yang umum dalam
pendidikan;
kita
mendorong
siswa
untuk
menyelesaikan makalahnya, proyek dan ujian.
Bagaimanapun juga setelah siswa merespon dan
menerima penguatan, tingkah laku akan menurun
dratis dan effesiensi belajar akan menurun.

154

Keempat, Jadwal interval menghasilkan perilaku


37
yang paling stabil, merangkum makna jadwal ini
untuk pendidikan sebagai berikut;

Siswa akan jadi kurang mandiri terhadap


penguatan segera dan konsisten jika mereka
digiring dibawah kendali penguatan jeda
sebentar, jika proporsi (bagian) respon diperkuat
(terhadap jadwal rasio yang dapat berubah atau
tetap) maka menfaatnya berkurang, suatu
tahapan dapat dicapai pada perilaku adalah
mempertahankan secara bebas melalui sejumlah
kecil penguatan.

Tipe

Fixed
Ratio
(FR)

Rasio
tetap

Makna

Penguatan tergantung
pada sejumlah respon
terbatas-contoh:
setiap respon
kesepuluh

Out come / keluaran

Aktivitas berjalan
lambat setelah
penguatan dan
kemudian cepat

Variable
Sejumlah respon
Aktivitas yang paling
Ratio (VR) dibutuhkan untuk
besar dari semua
sejumlah penguatan, hasil jadwal
misalnya 10 respon,
pengu-atan; 5 respon,
penguatan

Fixed
Interval
(FI)
37

Penguatan tergantung
pada faktu yang telah
ditetapkan contoh:
setiap tiga puluh detik.

Aktivitas meningkat
karena semakin
dekatnya batas waktu
(contoh: siswa harus

BF. Skinner, The Technology of teaching (New York:


Appleton-century croft, 1968), 159.

155

Variable
Interval
(VI)

Waktu antara
penguatan berubahubah

menye-lesaikan tugas
pada waktunya)
Aktifitas tetap yang
berkesudahan

Tip-tip tentang belajar (Penggunaan Teknik-Teknik


Operant dalam Ruangan Kelas)
Prinsi : Belajar muncul jika perilaku akademik baru
p
diperkuat

Strate : Amati kesempatan-kesempatan guna


gi
menemukan siswa yang ter-tarik dalam perilaku
akademik (contoh: membaca, menyelesaikan
tugas) Perkuat perilaku dengan perhatian sosial,
seperti pujian.
Strate : Cari tugas-tugas akademik yang disenangi
gi
siswa. Jadikan tugas-tugas belajar enak dengan
menempatkan siswa dalam kelompok yang
terlibat dalam kesempatan belajar bersama.
Ketika siswa tertarik dalam tugas, perkuat
perilaku yang terlibat dalam kehadiran dan
proses akademik
Strate : Gunakan reinforcemen jeda sebentar untuk
gi
menjaga penampilan skill akademik, seperti:
spelling (pengejaan). Mulailah dengan
menguatkan setelah siswa mengeja huruf
dengan benar, setelah itu kurangi frekwensi
penguatan bila siswa sudah dapat mengeja
huruf dengan baik

156

Skinner dan hukuman (punishment)

Kita sudah membicarakan peran penting


penguatan (baik positif maupun negatif) dalam kontek
perilaku, penguat positif (positive reinforce) stimulus
yang kehadiranya memperkuat perilaku dan penguat
negatif (negative reinforce) adalah stimulus yang
dengan ketiadaannya menguatkan perilaku. Tapia pa
yang akan terjadi ketika seorang guru atau orang tua
meniadakan penguat positif (contohnya: katakana
bahwa seorang anak tak dapat pergi ke gedung
bioskop) atau perkenalkan padanya sesuatu yang
tidak menyenangkan (contoh: mengomel, omelan).
Skinner percaya bahwa kedua jenis aksi ini
merupakan hukuman.
Hukuman (punishment) terjadi jika sesuatu yang
menimbulkan sesuatu positif diambil atau ditarik
kembali, atau sesuatu yang negatif diberikan. Secara
harafiah (awam berbicara), hukuman (punishment)
adalah penarikan kembali/ pengambilan sesuatu yang
diinginkan oleh organisme atau pemberian sesuatu
yang tidak diinginkan oleh organisme

Thorndike dan Skinner, sama-sama mengakui


keefektifitasan hukuman
(punishment), dimana
hukuman
(punishment)
tidak
mengurangi
kemungkinan
respon.
Meskipun
punishement
menekan respon selama hukuman (punishment)
tersebut diberlakukan, tetapi hukuman (punishment)

157

tidak memperlemah habit. Hal ini sesuai dengan


pendapat Skinner (1971).

Menurut Skinner, bahwa hukuman (punishment)


tidak efektif jika diterapkan pada waktu yang lama.
Secara sederhana, hukuman (punishment) menekan
perilaku, dan jika ancaman hukuman (punishment)
dihilangkan, kemungkinan terjadi perilaku yang
dihukum (punishment) akan kembali seperti semula.
Jadi hukuman (punishment) akan berhasil jika
diterapkan pada waktu-waktu tertentu.
(Catatan : Selama hidupnya Skinner tidak pernah
mendapat hukuman fisik dari ayahnya, tetapi ia
pernah dihukum oleh ibunya dengan cara dicuci
mulutnya dengan sabun supaya bersumpah)

Kazdin mendefenisikan hukuman secara formal


sebagai keberadaan suatu peristiwa yang bersifat
penolakan atau menghilangnya suatu peristiwa positif
setelah suatu respon yang mengakibatkan dapat
38
mengurangi
frekwensi
respon.
Kazdim
menyinggung dua hal aspek hukuman.
1. Sesuatu yang tidak menyenangkan yang muncul
setelah respon. Hal ini disebut stimulus yang tidak
menyenangkan (aversive stimulus). Contoh: orang
tua mungkin menampar anaknya ketika seorang
anak berteriak pada orang tuanya; guru menegur
siswanya yang mengobrol dalam kelas ketika
38

A Kazdin, Behavior modification in applied settings


(4.th.ed) (Pecific Grove: Brooks/Cole, 1989), 144.

158

pelajaran sedang berlangsung. Pada kedua kasus


tersebut sesuatu yang tidak menyenangkan setelah
respon;

2. Sesuatu yang positif (menyenangkan) menghilang


setelah suatu respon. Seorang anak yang
menendang seorang anak perempuang yang lebih
muda ketika bermain mungkin akan diusir keluar
rumah. Seorang anak remaja yang keluyuran pada
malam hari mungkin dapat sanksi dari orang
tuangya berupa tidak akan diajak tamasya atau
tidak boleh membawa motor. Pada kedua contoh
tersebut sesuatu yang tidak menyenangkan setelah
perilaku yang tidak diinginkan.
Kategori Hukuman

Hukuman mengacu pada kehadiran atau


menghilangnya
beberapa
peristiwa
yang
mengakibatkan berkurangnya frekwensi perilaku. Ada
tiga kategori hukuman: 1) adanya peristiwa yang tidak
menyenangkan, 2) menghilangnya kensekwensi
39
positif, 3) konsekuensi didasarkan pada aktivitas.
Yang paling umum dikenal bentuk hukuman
yang mencakup peristiwa yang tidak mengenakkan
setelah adanya suatu tindakan atau respon dari
individu.
Jika
peristiwa
kehadirinnya
dapat
mengurangi frekwensi perilaku, secara fungsional
39

Kazdin, Behavior modification in applied setting,4 th.


Ed. (CAlifornio: Brooks/Cole, 1989).

159

didefenisikan dengan hukuman. Perlu dicatat bahwa


peristiwa tertentu yang tidak menyenangkan, seperti
perteriak, mungkin secara aktual meningkatkan
perilaku, karena itu dapat didefenisikan sebagai
penguat., bahkan jika intensi seseorang berteriak
adalh
untuk
mengurangi
perilaku
ofensive.
Pernyataan verbal seperti: menampar umumnya
berfungsi sebagai hukuman, akan tetapi mungkin
akan hilang effektivitasnya jika dilakukan berkali-kali.
Sebaliknya peristiwa yang tidak menyenangkan,
seperti intervensi secara fisik diidentifikasi mempunyai
efek hukum yang fungsional, tapi mereka seharusnya
tidak melakukanya kecuali dalam kondisi yang sangat
terpaksa atau darurat, dan bahkan hal tersebut akan
menjadi sesuatu yang kontroversial
Menghilangny kensekwensi positif dapat juga
mengurangi frekwensi beberapa perilaku dan dapat
dianggap sebagai hukuman. Dua bentuk utama
menghilangnya konsekuensi positif adalah jeda (timeout) dari penguatan dan biaya respon (respon cost).

Jeda (time-out) dari penguatan positif mangacu


pada berpindahnya semua penguat Positif pada
periode waktu tertentu. Jeda sering tidak efektif
sebab tidak semua sumber penguatan hilang. Secara
singkat jeda (time-out) dijumpai dapat menjadi efektif
tapi dapat membawa kerugian dalam lapangan
pendidikan. Pertama, guru dan yang lainnya
cendrung menggunakan jeda sebagai satu-satunya
160

metode untuk mendisiplin siswa. Selama periode ini,


anak sering di luar aktivitas belajar; kedua,
bahayanya bahwa guru dapat kembali memperlamalama jeda tanpa adanya manfaat bagi siswa.

Biaya respon (respon cost) menyebabkan


hilangnya suatu penguat positif dan tidak memerlukan
sebuah periode selama peristiwa-peristiwa positif
tidak tersedia. Respon cost kebanyakan sering
melibatkan suatu hukuman. Contoh: siswa diberi
akses ke penguat yang sudah dijaukah dari perilaku
yang tak pantas. Respon cost seharusnya digunakan
dengan prosedur positif. Sungguh, Respon cost
tergantung pada peristiwa positif yang ada untuk
dapat bekerja secara efektif.

Agak relatif baru suatu teknik hukuman


didasarkan pada ketidak-senangan setelah beberapa
respon. Contoh: meminta seseorang untuk melakukan
sesutu agar terlibat dalam usaha atau kerja untuk
mengurangi respon dan karena itu berfungsi sebagai
hukuman. Overcorrection adalah suatu prosedur yang
termasuk dalam kategori ini; Overcorrection meliputi
suatu hukuman yang masuk dalam dua komponen.
Pertama, ganti rugi (restitusi) termasuk dalam hal ini.
Karena seseorang mengoreksi efek aksi negatif.
Contoh: Seorang siswa yang menghancurkan pensil
siswa yang lain diminta untuk menggantinya. Kedua,
kegiatan positif. Prosedur ini terdiri dari praktek
perilaku yang pantas secara berulang-ulang. Contoh,
161

siswa yang sama diminta untuk mendemonstrasikan


penggunaan pensil yang benar dengan cara menulis.
Tentu tidak semua perilaku yang dicoba oleh guru
untuk mengurangi dapat digunakan dengan kedua
komponen overcorrection.
Bagaimana suatu hukuman bekerja

Kazdin dalam Elliot


menjelaskan kajian
mekanisme psikologi menggaris-bawahi hukuman,
peneliti mengidentifikasi beberapa elemen penting
yang mempengaruhi efektifitas suatu hukuman yaitu:
40

1. Jadwal hukuman

Pada umumnya hukuman lebih efektif ketika


dilakukan setiap saat, dari pada jika hanya
dilakukan sewaktu-waktu. Bagaimanapun juga jika
anda tidak melanjutkan hukuman, hidupkan respon
yang pada mulanya merupakan hasil dari hukuman
yang dilakukan lebih keras sebelumnya. Seorang
guru yang mengomeli seorang siswa yang
melanggar peraturan dinasehati untuk menegur
setiap kali siswa tersebut melanggar aturan;

2. Intensitas hukuman

Diyakini bahwa meningkatnya intensitas dapat


meningkatkan efektifitas hukuman. Bagaimanapun
juga tidaklah masalah jika hukuman dianggap perlu
maka gunakanlah hukuman yang ringan;

40

Elliott, dkk, Educational Psychology (New York: MCGrawHill, 2000), 216.

162

3. Sumber penguatan

Hukuman biasanya meningkat ketika sumbersumber penguatan yang mempertahankan perilaku


menghilang. Sangat penting untuk mengenali
bahwa perilaku (baik positif maupun negatif)
dipertahankan dengan kemungkinan penguatan
yang beragam. Karena itu hukuman akan lebih
efektif ketika perilaku tertentu tidak diperkuat
bersamaan dengan hukuman itu dilakukan. Contoh
ketika seorang guru mencoba menggunakan
hukuman di kelas, umumnya temannya yang lain
akan memperkuat perilaku siswa yang tidak pantas
tersebut dengan cara mentertawakan atau bertepuk
tangan. Hukuman akan menjadi kurang efektife
ketika teman sebayanya menyokong siswa
tersebut;

4. Pemilihan waktu penguatan

Kebanyakan perilaku siswa terdiri dari serangkaian


aksi yang membangkitkan respon atau perilaku.
Hukuman
biasanya
lebih
effektiv
ketika
dilaksanakan lebih awal dari perilaku yang
membentuk suatu respon. Pertimbangkan siswa
yang meludahi ruangan atau melemparkan kertas
di kelas sebagai respon hukuman tersebut.
Melempar baik dengan gulungan kertas maupun
dengan dengan sebuah bola, batu atau kapur di
ruangan kelas sebenarnya merupakan rangkaian
aksi yang akhirnya mendorong untuk melakukan
163

pelemparan tersebut. Hukuman yang diberikan


mendahului sebelum munculnya perilaku yang tidak
menyenangkan tersebut akan lebih efektif untuk
mencarikan solusi terhadap perilaku siswa yang tak
mengenakkan. Misalnya sebelum pelajaran dimulai
guru mengingat dengan tegas bahwa selama
pelajaran berlangsung tidak ada yang boleh
mengobrol, bercanda, rebut dan lain-lain.

5. Pengunduran hukuman

Semakin lama interval waktu antara perilaku dan


hukuman, maka semakin kurang efektif hukuman
tersebut. Konsekuensi dari suatu perilaku,
kesenangan, atau kepedihan menjadi paling efektif
jika dilakukan dengan segera setelah perilaku
tersebut muncul. Penjelasan efektif tidaknya suatu
hukuman terletak pada interval anatar perilaku dan
hukuman. Jika intervalnya cukup panjang maka
perilaku yang tidak diinginkan akan muncul boleh
jadi akan diperkuat oleh seseuatu atau seseorang
pada suatu lingkungan. Penggunaan waktu untuk
mendisiplin siswa, siswa akan mendapat perhatian
dari teman-temannya. Mereka mungkin saja akan
mentertawakan atau melempari anak dengan
sesuatu atau bentuk-bentuk lain yang yang
menyebabkan anak tersebut terdorong untuk
melakukan lagi perilaku yang tidak baik.

6. Variasi hukuman

164

Kazdin (1980) mencatat bahwa walaupun hukuman


biasanya dilakukan setelah suatu perilaku, variasi
hukuman setelah suatu perilaku sebenarnya dapat
meningkatkan efek suatu hukuman. Bagaimanapun
juga hati-hati bahwa variasi hukuman bukanlah
kombinasi bermacam hukuman. Mengkombinasikan
hukuman akan mendapat tantangan baik secara
moral maupun secara praktis.

7. Penguatan dari perilaku alternatif

Kazdim membuat dua hal penting yang harus


dipertimbangkan dalam menggunakan teknik
hukuman. Pertama, peristiwa-peristiwa yang tidak
menyenangkan dengan intensitas yang jarang
(hukuman ringan) mampu menekan perilaku jika
Penguatan juga tersedia untuk respon positif.
Kedua, hukuman biasanya melatih seseorang
mengenai apa yang tak perlu dilakukan, dari pada
mengenai apa yang perlu dilakukan. Dengan
demikian penting sekali bahwa anda mengikutinya
dengan penguatan yang positif ketika digunakan,
sebab hal itu akan meningkatkan efektifitas
hukuman sebagai suatu prosedur, fokuslah
mengajarkan perilaku positif untuk menggantikan
perilaku negatif yang anda usahan untuk
menghilangkannya,
kurangilah
efek
negatif
penggunaan strategi yang tidak menyenangkan.

Contingency Contracting

165

Contingency Contracting adalah pengembangan


dari konsep Skinner. Singkatnya, Contingency
Contracting meliputi susunan buatan sehingga orang
dapat memperoleh sesuatu yang diinginkan jika ia
berperilaku dalam cara tertentu.
Ada beberapa susunan yang sederhana,
sehingga dapat diikuti dengan mudah. Misalnya guru
berkata pada muridnya : jika kamu dapat duduk
dengan tenang selama beberapa menit, maka kamu
dapat bermain di luar. Ada susunan lain yang lebih
rumit dan membutuhkan waktu lebih lama untuk
melakukannya. Misalnya : A memiliki masalah berat
badan dan ia merasa kesulitan untuk mengurangi
berat badan, maka berharap untuk menyusun
lingkungan sedemikian rupa sehingga ia dapat
mengurangi berat badannya.

Skinners Attitude Toward Learning Theory

Skinner percaya bahwa tidak perlu membuat


teori yang rumit/komplek untuk mempelajari perilaku
menusia, serta tidak penting untuk mengetahui
hubungan fisiologis dengan perilaku. Sebaiknya
perilaku dijelaskan melalui sesuatu yang berpengaruh
langsung terhadap perilaku; oleh sebab itu secara
logis tidak konsiten jika menerangkan perilaku melalui
kejadian-kejadian fisiologis. Karena alasan itulah,
maka metode penelitian-nya Skinner dinamakan
empty organism approach.

166

Skinner berpendapat bahwa teori belajar yang


kompleks
(seperti
teori
belajar-nya
Hull)
menghabiskan waktu dan tidak bermanfaat. Mungkin
suatu saat, suatu teori dapat bermanfaat untuk
psikologi, tetapi tidak dapat mengumpulkan banyak
data. Oleh sebab itu, Skinner berusaha untuk
menemukan hubungan antara kelompok stimulus dan
kelompok respon. Sehingga, penggunaan teori untuk
mempelajari proses belajar tidak dibenarkan (Skinner,
1950).
Penerapannya Dalam Kelas

B.F. Skinner secara konstan dan mengobservasi


secara kritis praktek pendidikan sekarang. Misalnya
praktek pengajaran Aritmatik, Skinner mencatat
bahwa siswa harus mempelajari respon verbal
khusus (misalnya kata-kata, tanda-tanda, gambargambar) yang menunjukkan fungsi aritmatik.
Akibatnya, guru harus membantu siswanya untuk
41
membawa perilaku ini di bawah kendali stimulus.
Siswa harus belajar berhitung, menambah, membagi,
mengurangi sebelum mereka dapat memecahkan
masalah.
Mengajari
prosedur
ini
menjamin
penggunaan penguatan yang pantas, yang harus
disegerakan dan sering (terutama pada tahap awal
41

Uraian yang lebih rinci tentang topic Aritmatika atau


mental aritmatika dapat dilihat dalam buku Anak
Unggul Berotak Prima, pada Bab Peran Mental
Aritmatika oleh Ir Clementine Ardiati, terbitan Gramedia
(2002), 108.

167

pengajaran). Contoh, Skinner memperkirakan selama


empat tahun pertama sekolah, guru dapat menyusun
hanya ribuan kemungkinan penguatan perilaku, akan
tetapi perilaku matematis yang efisien menghendaki
sedikitnya dua puluh lima ribu kemungkinan selama
42
bertahun-tahun.
Lalu bagaimana kemungkinankemungkinan dapat ditingkatkan?

Skinner sebagaimana dalam Elliot (2000:21)


percaya bahwa sekolah seharusnya: Pertama
menelusuri penguatpenguat positif yang mereka
buang. Seperti karangan, lukisan, teka-teki silang dan
aktivitas yang disenangi siswa. Kedua, Tahapan
berikutnya adalah menjadikan mereka menggunakan
kemungkinan tersebut untuk perilaku yang mereka
inginkan. Salah satu caranya yaitu dengan
mengkombinasikan hal tersebut di atas melalui
penggunaan mesin dalam pengajaran (teaching
machine, komputer). Berhubungan pada masa
sekarang kita sudah memiliki komputer maka material
dapat dibagi menjadi bagian yang kecil yang dapat
dipejari dan dapat meningkat kegiatan belajar yang
berhasil. Peralatan komputer merupakan hal yang
disukai oleh setiap orang dan komputer juga dapat
meningkatkan penguatan positif. Komputer juga dapat
mengurangi atau menghilangkan stimulus yang tidak
menyenangkan.
42

B.F.Skinner, he Technology of teaching (New York:


Appleton-century croft, 1968).

168

Ada beberapa keuntungan dalam menggunakan


mesin (computer) dalam pengajaran:

Penguatan untuk jawaban yang benar didapatkan


dengan segera; hanya dengan menggunakan
mesin ini dapat dilakukan penguatan

Mesin memungkinkan presentasi materi terawasi


dengan baik yang mana suatu masalah dapat
tergantung
pada
jawaban
atas
masalah
sebelumnya. Yang pada akhirnya mengarah pada
pengembangan perilaku yang kompleks.
Jika suatu material kurang memiliki karakter yang
dapat meningkat rangsangan, maka penguat yang
lain dapat diambil sebagai alternatif untuk
43
melengkapi suatu program.

Dengan memperhatikan sejarah penggunaan


mesin dalam pengajaran, Skinner (1986) mencatat
bahwa penggunaan mesin dalam pengajaran adalah
asset yang besar untuk meningkatkan motivasi,
perhatian, dan apresiasi. Motivasi dapat ditingkatkan
karena program yang bagus dapat memaksimalkan
efek keberhasilan dengan mendorong siswa
melakukannya
secara bertahap dan membantu
44
mereka melakukannya hingga berhasil. Perhatian
43

44

Lebih rinci tentang dampak penggunaan computer


dalam pendidikan lebih rinci dapat dibaca dalam buku
(Anak unggulan berotak prima, Bab Peran pogram
computer dalam pendidkan oleh Bambang Yuwono
(2002), 101-110.
Skinner,1986:108

169

siswa akan meningkat karena siswa (seperti kita


semua) akan mengikuti hal tersebut di atas yang juga
akan menguatkan kita. Apresiasi seni, musik atau
suatu disiplin ilmu dikuatkan melalui serangkaian
penguatan yang disusun dengan hati-hati. Pendidikan
dapat menjadi lebih efisien jika menggunakan
teknologi yang ada. Sekarang sudah ada beragam
teknologi mesin yang dapat dipergunakan untuk
pengajaran, disamping computer, ada juga dekstek
dan laptob yang dapat ditenteng kemana-mana.

Kesimpulannya, Adapun pengaruh Karya karya


Skinner terhadap pendidik (guru) sebagai berikut:
1) Penguatan tetap sebagai suatu alat yang
mempunyai
kekuatan
untuk
mengendalikan
perilaku yang perlu disadari oleh guru untuk
diberikan secara terus menerus.

2) Penerapan prinsip Premack. Prinsip ini ditemukan


oleh David Premack (1965) menyatakan bahwa
menyatakan bahwa aktivitas berprobabilitas tinggi
dapat berfungsi sebagai penguat aktivitas
berprobabilitas rendah. Atau akses ke perilaku
yang berfrekwensi tinggi berperan sebagai penguat
untuk terjadnya perilaku yang berfrekwensi
45
rendah.
Catatlah aktivitas yang lebih disukai
siswa, kemudian anda dapat menggunakan ini
sebagai penguat positif. Contoh: beberapa anak
45

Elliott, dkk, Educational Psychology (New York: MCGrawHill, 2000), 218.

170

laki-laki yang menghindari pelajaran matematika


dan menyukai bermain bola, maka seorang guru
yang cerdik bisa menjanjikan kepada mereka
bahwa mereka dibiarkan main bola bila mereka
telah menyelesaikan tugas mereka.

Prinsip Premack akan bekerja ketika guru murid


SD berkata kepada muridnya, Jika kamu selesai
mengerjakan tugas menulis, kamu bisa main game
di komputer atau seorang guru berkata kepada
anak didiknya, Jika kamu mau mengambil bata
itu, maka kamu bisa membantu Bu Weni untuk
menyiapkan cemilan. Penggunaan prinsip Premack
tidak dibatasi hanya pada satu anak saja. Prinsip
ini juga bisa digunakan untuk seluruh kelas. Guru
bisa mengatakan kepada semua muridnya di kelas.
Jika kelas ini bisa menyerahkan PR pada hari
Jumat, kita akan mengadakan wisata minggu
46
depan.

3) Stimulasi yang tidak menyenangkan (hukuman)


dapat menimbulkan banyak masalah dari pada
pemecahkannya. Gunakan hukuman sangat sedikit
dan hati-hati, sadari bahwa banyak kesempatan
diwaktu lowong. Jika anda harus menghukum,
cobalah menerima siswa yang melakukan
kesalahan untuk melakukan sesuatu yang dapat
46

JW. Santrock, Educational psychology (New York:


McGraw-Hill, 2001), 248.

171

anda perkuat secara positif, lakukanlah sesegera


mungkin.

4) Guru seharusnya selalu siap siaga terhadap


pemilihan waktu penguatan. Gagasan pemilihan
waktu untuk melakukan penguatan tidak mungkin
untuk menguatkan semua perilaku yang diinginkan,
ketika anda memutuskan bahwa perilaku tertentu
penting, maka perkuatlah dengan segera, jangan
biarkan berlalu.
5) Guru seharusnya memustuskan dengan tepat apa
yang mereka inginkan untuk dipelajari siswa
kemudian susun bahan sehingga mereka siswa
47
hanya membuat sedikit mungkin kesalahan.

Suatu kajian mengenai perilaku yang menggangu


di kelas-kelas sekolah menengah menggambarkan
48
ide-ide ini.
Dimana ada kelas-kelas yang
mengalami perbaikan pelajaran matematika.
Kasunya satu kelas yang memiliki siswa 17 orang
dengan usia 12 sampai 13 tahun, kelas yang lain
dengan jumlah siswa 15 orang berumur 13 sampai
14 tahun. Kedua kelas ini membuat gaduh dan
perilaku mengganggu pada permulaan pelajaran.
Mereka mendorong meja bersama-sama dan

47

48

Elliott, Op.cit., 218.


McNamara, Evans, dan Hill, The reduction of
disruptive
behaviour in two secondary school
classes.British Journal of educational psychology, 36
(1986), 209-215

172

berbicara keras-keras, kondisi


memungkinkan pelajaran dimulai.

demikian

tak

Seorang guru wanita berusia 23 tahun telah


memiliki pengalaman mengajar selama 1 tahun di
sekolah dan merasa berhubungan baik dengan
siswa-siswa secara individu tetapi memiliki
kekurangan dalam mengawasi secara kelompok.
Beberapa prosedur yang disarankan untuk
melakukan teknik intervensi adalah sebagai berikut:
1. Meja disusun berbaris dengan 2 siswa pada
masing-masing meja, disini guru
berusaha
mencoba untuk menyusun lingkungan ruangan
kelas untuk membantunya menggunakan teknik
perilaku;

2. Aturan-aturan kelas disajikan di atas bagan table


besar ditempatkan di depan ruangan kelas.
Aturan juga dicetak di atas kertas dan
didistribuskan ke setiap kelas.Auran memmuat:
waktu kedatangan, bekerja dengan senyap,
bawalah bahan yang diperlukan, jangan
berteriak,
jangan
menggangu
yang
lain
(Peraturan mestilah mengenai perilaku yang
dapat diterima);
3. Guru diminta untuk membuat pernyataanpernyataan evaluatif tentang tingkah lakuk
mereka (ceritakan ke siswa bagaimana mereka

173

telah melakukannya) pada akhir pelajaran. Disini


ukuran penilaian perlu diperkenalkan);

4. Jika evaluasi bernilai positif, maka sepuluh menit


pelajaran sebelum berakhir dapat dapat diisi
dengan teka-teki silang (ingat prinsip Premack);

5. Penilaian sendiri meliputi pemeriksaan terhadap


aturan yang telah diikuti siswa yang sudah ada
di secara tertulis yang sudah didistribusikan
sebelumnya. Di sini guru bekerja keras untuk
mengawasi kendali diri siswa).

ANALISIS PERILAKU TERAPAN DALAM PENDIDIKAN

Banyak aplikasi pengkondisian operan telah


dilakukan di luar riset laboratorium, antara lain di
kelas, rumah, setting bisnis, rumah sakit, dan tempat
49
lain di dunia nyata.
Apa Itu Analisis Perilaku Terapan ?

Analisis perilaku terapan penerapan prinsip


pengkondisian operan untuk mengubah perilaku
manusia. Ada tiga penggunaan analisis perilaku yang
penting dalam bidang pendidikan: 1). meningkatkan
perilaku yang diinginkan; 2). menggunakan dorongan
(prompt) dan pembentukan (shaping); dan 3)
50
mengurangi perilaku yang tidak diharapkan. Aplikasi
analisis perilaku terapan sering kali menggunakan
49
50

Hill, 2002
P. Alberto dan Troutman, Applied behavio analysis for
teachers (Englewood Cliffs: Merrill, 1999,).

174

serangkaian langkah. Langkah ini biasanya dimulai


dengan beberapa observasi umum dan kemudian
menentukan perilaku sasaran spesifik yang perlu
diubah, dan mengamati kondisi antesedennya.
Kemudian
ditentukan
tujuan
behavioralnya,
memperkuat atau menghukum perilaku yang dipilih,
melakukan program manajemen perilaku, dan
mengevaluasi kesuksesan atau kegagalan program
tersebut.
51

1. Meningkatkan Perilaku yang Diharapkan

Lima strategi pengkondisian operan dapat


dipakai untuk meningkatkan perilaku anak yang
diharapkan: 1). memilih penguat yang efektif; 2).
membuat penguatan bersifat kontingen dan tepat
waktu; 3). memilih jadwal penguatan yang terbaik;
4). mempertimbangkan penggunaan perjanjian
(contracting); dan 5). menggunakan penguatan
negatif secara efektif.

1)

Memilih Penguat yang Efektif

Tak semua penguat akan sama efeknya bagi


anak. Analis perilaku terapan menganjurkan agar
guru mencari tahu penguatan yang paling baik buat
anak - yakni mengindividualisasikan penggunaan
pengur tertentu. Untuk satu murid mungkin bisa
51

S.C. Hayes, Applied behavior analysis dalam


A.Kazdin (ed). Encypledia of psychology. (Washington
DC and New York: American Psychological Association
and Oxford Upress, 2000).

175

menggunakan pujian, untuk murid lain bisa dengan


memberi kesempatan padanya untuk melakukan
kegiatan yang disukainya, untuk murid lain bisa
dengan membiarkan murid bermain musik dan
untuk anak lainnya bisa dengan mengajaknya
menjelajahi Internet. Untuk mencari penguat yang
paling efektif bagi seorang anak, Anda bisa meneliti
anak yang memotivasi anak di masa lalu (sejarah
penguatan), apa yang ingin dilakukan murid tapi
tidak mudah diperolehnya, dan persepsi anak
terhadap manfaat atau nilai penguat. Beberapa
analis perilaku terapan merekomendasikan agar
guru bertanya kepada anak tentang penguat apa
52
yang mereka sukai. Rekomendasi lainnya adalah
menggunakan penguat baru untuk mengurangi
kebosanan anak. Penguat alamiah seperti pujian
dan privilese biasanya lebih dianjurkan ketimbang
penguat imbalan materi, seperti permen, mainan,
53
dan uang.
Penguat yang paling sering dipakai guru
adalah aktivitas. Prinsip Premack, yang ditemukan
oleh David Premack, menyatakan bahwa aktivitas
berprobabilitas tinggi dapat berfungsi sebagai
penguat aktivitas berprobabilitas rendah. Prinr
52

53

D. Raschke, Resigning reinforcement serveys: Let the


student choose the reward . teaching exceptional
student, 14 (1981), 92-96
R.V Hall dan M.L. Hall, How to select reinforcers (2nd
ed.) (Austin: Pro-Edu, 1998).

176

Premack akan bekerja ketika guru murid SD


berkata kepada muridnya, Jika kamu selesai
mengerjakan tugas menulis, kamu bisa main game
di komputer atau seorang guru berkata kepada
anak didiknya, Jika kamu mau mengambil bata
itu, maka kamu bisa membantu bu Weni untuk
menyiapkan camilan. Penggunaan prinsip Premack
tidak dibatasi hanya pada satu anak saja. Prinsip
ini juga bisa digunakan untuk seluruh kelas. Guru
bisa mengatakan kepada semua muridnya di kelas,
Jika kelas ini bisa menyerahkan PR pada hari
Jumat, kita ikan mengadakan wisata minggu
depan.

177

2)
Menjadikan Penguat Kontingen dan Tepat
Waktu

Agar sebuah penguat dapat efektif, guru harus


memberikan hanya setelah murid melakukan
perilaku tertentu. Analis perilaku terapan sering kali
menganjurkan agar guru membuat pernyataan
Jika ... maka kepada anak. Misalnya, Hadi,
apabila kamu bisa menyelesaikan soal matematika,
maka kamu boleh bermain. Ini menjelaskan pada
Hadi apa yang harus dilakukannya agar
memperoleh penguat itu. Analis perilaku terapan
mengatakan bahwa adalah penting untuk membuat
penguat itu kontingen pada perilaku anak. Artinya,
anak harus melakukan suatu perilaku agar
mendapatkan imbalan. Apabila Hadi tidak
menyelesaikan sepuluh soal matematika tapi guru
mengizinkannya bermain, maka berarti tidak ada
kontingensi di sini.
Penguat akan lebih efektif jika diberikan tepat
pada waktunya, sesegera mungkin setelah murid
menjalankan tindakan yang diharapkan. Ini akan
membantu anak melihat hubungan kontingensi
antar-imbalan dan perilaku mereka. Jika anak
menyelesaikan
perilaku
sasaran
(seperti
mengerjakan sepuluh soal matematika) tapi guru
tidak memberikan waktu bermain pada anak
sampai sore hari, maka anak itu mungkin akan
kesulitan membuat hubungan kontingensi.
178

3). Memilih Jadwal Penguatan Terbaik.

Kebanyakan contoh kita di atas adalah


penguatan berkelanjutan (continuous); artinya, anak
diperkuat setiap kali dia memberi respons. Dalam
penguatan berkelanjutan, anak belajar dengan
cepat, namun saat penguatan dihentikan (misalnya
guru tidak lagi memuji), pelenyapan juga cepat
terjadi. di kelas, jarang digunakan penguatan
berkelanjutan ini. Guru dengan 25 atau 30 murid
tidak bisa memuji setiap muridnya setiap kali murid
memberikan respons yang tepat.
Penguatan parsial adalah memperkuat suatu
respons hanya pada waktu tertentu. Skinner (1953)
menyusun konsep jadwal penguatan, yang
merupakan jadwal penguatan parsial yang
menentukan kapan suatu respons akan diperkuat.
Empat jadwal penguatan utama adalah rasio-tetap,
rasiovariabel, interval-tetap, dan interval-variabel.

Pada jadwal rasio-tetap, suatu perilaku


diperkuat setelah sejumlah respons. Misalnya, guru
dapat memuji murid hanya setelah muncul empat
respons yang tepat, bukan sesudah setiap respons.
Pada jadwal rasio-variabel, suatu perilaku diperkuat
setelah terjadi sejumlah respons, akan tetapi tidak
berdasarkan pada basis yang dapat diprediksi.
Misalnya, pujian guru rata-rata diberikan setelah
respons kelima, tetapi pujian itu diberikan setelah
respons yang benar kedua, setelah delapan lagi
179

respons yang benar, setelah tujuh lagi respons


yang benar, dan setelah tiga lagi respons yang
benar.

Jadwal interval ditentukan berdasarkan jumlah


waktu yang berlalu sejak perilaku terakhir
diperkuat. Pada jadwal interval-tetap, respons tepat
pertama setelah beberapa waktu akan diperkuat.
Misalnya, seorang guru memberikan pujian dua
menit kemudian setelah anak mengajukan
pertanyaan yang bagus, atau memberi soal latihan
setiap minggu. Pada jadwal interval-variabel (suatu
respons diperkuat setelah sejumlah variabel waktu
berlalu. Pada jadwal ini, guru memuji murid yang
mengajukan pertanyaan yang bagus setelah tiga
menil berlalu, lalu memuji lagi setelah lima belas
menit berlalu, kemudian setelah tujuh menit berlalu,
dan seterusnya. Memberi soal latihan pada interval
yang berbeda-beda juga merefleksikan jadwal
interval-variabel.
Apa efek dari penggunaan jadwal penguatan
ini bagi anak?

180

Pembelajaran awal biasanya lebih cepat dengan


penguatan berkelanjutan ketimbang penguatan
parsial, yang berarti bahwa ketika suatu perilaku
dipelajari pertama kali, penguatan berkelanjutan
akan bekerja lebih baik. Tetapi, penguatan
parsial menghasilkan persistensi yang lebih
besar dan resistansi yang lebih besar terhadap

pelenyapan. Jadi setelah satu respons dikuasai,


penguatan parsial akan lebih baik ketimbang
penguatan berkelanjutan.
54

Anak pada jadwal tetap menunjukkan persistensi


yang lebih sedikit dan pelenyapan respons yang
lebih cepat ketimbang anak pada jadwal variabel
Persistensi paling tinggi ditunjukkan oleh anak
pada
jadwal
interval-variabel
Jadwal
ini
menghasilkan respons lambat dan tetap karena
anak tak tahu kapan waktu menunggu akan
selesai. Seperti telah disebut di muka, latihan
soal pada interval yang tidak tetap adalah contoh
yang baik dari jadwal interval-variabel. Jika guru
membuat latihan soal bisa diprediksi (misalnya
setiap minggu pada hari Jumat), anak akan
menunjukkan pola siap-berhenti yang menjadi
ciri jadwal interval-tetap. Yakni, mereka tak akan
bekerja keras dalam seminggu itu, dan baru
menjelang pemberian soal mereka akan belajar,
Jadi, jika tujuan Anda sebagai guru adalah
meningkatkan persistensi murid setelah perilaku
terbentuk, jadwal variabel adalah yang paling
55
baik, terutama jadwal interval-variabel.

4).

Menggunakan Perjanjian.

Perjanjian (contracting) adalah menempatkan


kontingen penguatan dalam tulisan. Jika muncul
54
55

Hackenberg, 2000
Lee dan Belfiore, 1997

181

problem dan anak tidak bertindak sesuai harapan,


guru dapat merujuk anak pada perjanjian yang
mereka
sepakati.
Analis
perilaku
terapan
mengatakan bahwa perjanjian kelas harus berisi
masukan dan guru dan murid. Kontrak kelas
mengandung pernyataan Jika ... maka dan
ditandatangani oleh guru dan murid, dan kemudian
diberi tanggal. Guru dan murid bisa sepakat pada
kontrak yang menyatakan bahwa anak setuju untuk
menjadi warga yang baik dengan melakukan .........,
dan .......... Sebagai bagian dari kontrak, guru
setuju untuk apabila murid berperilaku demikian.
Dalam beberapa kasus, guru meminta murid lain
untuk menandatangani perjanjian itu sebagai saksi.
5). Menggunakan Penguatan Negatif Secara Efektif.

Ingat bahwa dalam penguatan negatif,


frekuensi respons meningkat karena respons
tersebut menghilangkan stimulus yang dihindari
56
(tidak
menyenangkan).
Seorang
guru
mengatakan, Pepeng, kamu harus duduk dan
menyelesaikan tugas mengarang sebelum kamu
boleh bergabung dengan murid lain untuk membuat
poster. Ini berarti dia menggunakan penguatan
negatif. Kondisi negatif disuruh duduk saat murid
lain melakukan sesuatu yang menyenangkan akan
dihilangkan jika Pepeng sudah menyelesaikan
tugas mengarangnya. Dalam contoh penguatan
56

Alberto dan Troutman, 1999.

182

negatif lain, Gustiara menghentikan perilakunya


yang galak agar tidak diejek oleh teman-temannya.
Menggunakan penguatan negatif memiliki
sejumlah kekurangan. Kadang-kadang ketika guru
menggunakan strategi behavioral ini, anak marah,
lari keluar ruang, atau mengobrak-abrik barang.
Hasil negatif ini biasanya terjadi jika murid tidak
memiliki
kemampuan
atau
keahlian
untuk
melakukan apa-apa yang disuruh oleh gurunya.
Kita akan mendiskusikan ini nanti.

2. Menggunakan Prompt dan Shaping.

Dalam diskusi kita tentang pengkondisian


operan di atas, kita menunjukkan bahwa
diskriminasi adalah membedakan stimulus-stimulus
atau kejadian-kejadian lingkungan. Murid dapat
belajar memilah stimulus atau kejadian melalui
penguatan diferensial. Dua strategi penguatan
diferensial yang tersedia bagi guru adalah prompt
57
dan shaping.

Prompt

Sebuah prompt (dorongan) adalah stimulus


tambahan atau isyarat tambahan yang diberikan
sebelum respons dan meningkatkan kemungkinan
respons itu akan terjadi. Guru yang berdiri
memegang kartu bertuliskan huruf a-d-e dan
berkata
Bukan
dea,
tetapi....
berarti
57

Alberto dan Troutman, 1999

183

menggunakan dorongan verbal. Seorang guru seni


yang menempatkan label cat air pada satu
kumpulan lukis dan minyak pada alat lukis
lainnya juga berarti menggunakan dorongan.
Prompt membantu perilaku terus berlanjut. Setelah
murid secara konsisten menunjukkan respons yang
benar, maka prompt itu tidak dibutuhkan lagi.

Instruksi dapat dipakai sebagai prompt.


Misalnya, saat pelajaran menggambar akan
selesai, guru berkata, Mari bersiap untuk pelajaran
membaca. Jika murid masih saja menggambar,
guru bisa menambahkan, Baiklah, letakkan
gambar kalian dan ikut saya ke ruang membaca.
Beberapa prompt berbentuk petunjuk, seperti ketika
guru menyuruh murid untuk berbaris dengan
tenang. Papan buletin biasanya menjadi lokasi
untuk prompt, sering kali menampilkan aturan
kelas, tenggat waktu tugas, lokasi pertemuan, dan
sebagainya. Beberapa prompt disajikan secara
visual, seperti ketika guru meletakkan tangan di
telinganya saal murid kurang keras bicaranya.

Shaping

Ketika guru menggunakan prompt, mereka


berasumsi bahwa murid dapat melakukan perilaku
yang diinginkan. Tetapi, kadang-kadang murid tidak
punya kemampuan untuk melakukannya. Dalam
kasus ini diperlukan shaping (pembentukan).
Shaping adalah mengajari perilaku baru dengan
184

memperkuat perilaku yang mirip dengan perilaku


sasaran. Pada awalnya, Anda memperkuat setiap
respons yang mirip dengan perilaku yang
diharapkan. Kernudian, Anda memperkuat respons
yang lebih mirip dengan perilaku sasaran, dan
seterusnya sampai murid itu melakukan perilaku
sasaran, dan kemudian Anda memperkual perilaku
58
sasaran tersebut.

Misalkan Anda punya murid yang tak pernah


menyelesaikan 50 persen atau lebih dari tugas
matematikanya.
Anda
menentukan
perilaku
sasarannya adalah 100 persen, tetapi Anda
memperkuatnya untuk perilaku yang mendekati
perilaku sasaran Anda pertama-tama memberi
penguat
(privilese,
misalnya)
jika
dia
menyelesaikan 60 persen, kemudian penguat akan
diberikan apabila dia menyelesaikan 70 persen.
lalu 80 persen, lalu 90, dan akhirnya 100 persen.
Misalkan anak lelaki yang pemalu. Perilaku
sasarannya adalah membuatnya mau berkelompok
dan berbicara dengan teman sebayanya. Pada
awalnya Anda perlu memperkuatnya dengan
memberinya senyum di kelas. Kemudian, Anda
memperkuatnya hanya jika dia mengatakan
sesuatu untuk teman sekelasnya, Kemudian, Anda
memperkuatnya hanya jika melakukan percakapan
yang lama dengan teman sekelasnya. Dan terakhir,
58

Chance, 2003

185

Anda harus memberinya imbalan hanya jika dia


melakukan perilaku sasaran, yakni bergabung
dengan teman-temannya dan berbicara dengan
mereka.

3.

Shaping atau pembentukan ini bisa menjadi


alat penting untuk guru di kelas karena kebanyakan
murid perlu penguatan untuk mencapai tujuan
belajar, Shaping bisa sangat membantu tugas
belajar yang membutuhkan waktu dan persistensi
untuk penyelesaiannya. Tetapi, saat menggunakan
shaping,
perlu
diingal
bahwa
shaping
diimplementasi-kan hanya jika tipe penguatan
positif dan prompt tidak berhasil. Selain itu, Anda
juga harus bersabar. Shaping membutuhkan
penguatan sejumlah langkah kecil menuju ke
perilaku sasaran, dan ini mungkin memerlukan
waktu yang lama.
Mengurangi Perilaku yang Tidak Diharapkan

Ketika guru ingin rnengurangi perilaku yang


tidak diharapkan (seperti mengejek mengganggu
diskusi kelas, atau sok pintar), apa yang harus
dilakukan? Analis perilaku terapan Paul Alberto dan
Anne Troutman (1999) merekomendasikan bahwa
jika guru ingin mengurangi perilaku yang tidak
diharapkan, mereka harus menggunakan empat
langkah berikut ini secara berurutan:
1. Menggunakan penguatan diferensial;

186

2. Menghentikan penguatan (pelenyapan);

3. Menghilangkan stimulus yang diinginkan;


4. Memberikan
(hukuman).

stimulus

yang

tidak

disukai

Jadi, opsi pertama adalah penguatan


diferensial. Hukuman harus dipakai hanya sebagai
pilihan terakhir, dan selalu harus diiringi dengan
informasi perilaku yang tepat bagi anak.
Menggunakan Penguatan Diferensial

Dalam penguatan diferensial, guru memperkuat perilaku yang lebih tepat atau yang tidak
sesuai dengan apa yang dilakukan anak. Misalnya,
guru mungkin lebih memperkuat aktivitas be1ajar
anak di komputer ketimbang bermain game, atau
memperkuat perilaku sopan, atau anak yang duduk
tenang ketimbang berlarian di kelas, atau anak
yang mengerjakan pekerjaan rumah tepat pada
waktunya.
Menghentikan Penguatan (Pelenyapan)

Strategi menghentikan penguatan ini adalah


menarik penguatan positif terhadap perilaku tidak
tepat atau tidak pantas. Banyak perilaku tidak tepat
yang secara tak sengaja dipertahankan karena ada
penguatan positif terhadapnya, terutama oleh
perhatian
guru.
Analis
perilaku
terapan
menunjukkan bahwa ini bisa terjadi bahkan saat
guru memberi perhatian pada perilaku tidak tepat

187

dengan
menegurnya,
mengancamnya,
atau
membentak murid. Banyak guru kesulitan untuk
mengetahui apakah mereka telah memberi
perhatian terlalu banyak pada perilaku tidak tepat.
Salah satu strategi yang bagus adalah meminta
seseorang mengobservasi kelas Anda beberapa
kali dan menggambarkan pola penguatan yang
Anda berikan pada murid Anda. Jika Anda
kemudian menyadari bahwa Anda terlalu banyak
memberi perhatian pada perilaku murid yang tidak
tepat, abaikan perilaku itu dan beri perhatian pada
perilaku murid yang tepat. Selalu kombinasikan
penghilangan perhatian pada perilaku tidak tepat
dengan memberi perhatian pada perilaku yang
tepat. Misalnya, ketika murid berhenti memonopoli
percakapan dalam diskusi kelompok setelah Anda
tidak memedulikannya, beri murid perhatian pada
perilaku tepat yang dilakukan murid itu.
Menghilangkan Stimulus yang Diinginkan

Misalkan Anda mencoba dua opsi pertama,


dan ternyata tidak berhasil. Opsi ketiga adalah
menghilangkan stimulus yang diinginkan murid.
Dua strategi dalam opsi ini adalah time-out dan
response cost.

Time-out

Strategi yang paling sering dipakai guru untuk


menghilangkan stimulus yang diinginkan adalah

188

time-out (atau jeda waktu). Dengan kata lain,


jauhkan penguatan positif dari murid.
Response cost

Strategi kedua untuk menjauhkan stimulus


yang diinginkan adalah response cost, yakni
menjauhkan penguat positif dari murid, seperti
mencabut privilese murid. Misalnya, setelah
seorang murid berperilaku salah, guru bisa
menyuruh anak tidak boleh istirahat saat jam
istirahat
tiba.
Response
cost
biasanya
menggunakan beberapa bentuk hukuman atau
denda. Seperti halnya dengan time-out, response
cost harus diiringi dengan strategi untuk
meningkatkan perilaku positif si murid.

Teaching Strategies, Menggunakan Time-out


Dalam menggunakan
beberapa opsi:

time-out

Anda

punya

1 Suruh anak tetap di kelas, tetapi halangi anak itu


mendapatkan penguatan positif. Strategi ini paling
sering dipakai ketika murid melakukan kesalahan
kecil. Guru bisa meminta murid itu menundukkan
kepala di meja selama beberapa menit atau
memindahkan murid ke bangku pojok belakang
sehingga murid masih bisa melihat murid lain
mendapatkan penguatan positif.

2 Agar time-out ini efektif, setting di mana murid


dijauhkan haruslah mengandung penguatan positif

189

dan setting di mana murid ditempatkan harus tidak


mengandung penguatan positif. Misalnya, jika Anda
menempatkan murid di luar kelas dan murid dari
kelas lain melihatnya dan berbicara dengannya,
maka strategi time-out ini jelas tidak berguna.

3 Jika Anda menggunakan time-out, pastikan


mengidentifikasi
perilaku
murid
yang
menyebabkannya dihukum Misalnya, katakan
kepada murid itu, Peng! Kamu sudah menyobek
kertasnya Mia, jadi sekarang kamu keluar selama
lima menit. Jangan berbantahan dengan murid
atau menerima alasan dari murid agar tidak
disetrap. Jika perlu, ajak murid ke lokasi timeout. Jika perilaku salah itu berulang, identifikasi lagi
dan tempatkan murid dalam time-out lagi. Jika
murid mulai berteriak-teriak, menggebrak meja, dan
sebagainya saat Anda menilai time-out, tambahkan
waktu time-out-nya. Pastikan keluarkan murid dari
time-out
setelah
waktunya
habis.
Jangan
berkomentar tentang seberapa baik murid
berperilaku selama time-out, cukup suruh murid
kembali beraktivitas seperti biasa.
4 Catat sesi waktu time-out, terutama jika
menggunakan ruangan. Ini akan membantu Anda
memonitor penggunaan time-out secara efektif dan
etis.
Menyajikan Stimulus yang Tidak Disukai (Hukuman).

190

Kebanyakan orang mengasosiasikan presentasi


stimulus yang tidak disukai (tidak menyenangkan)
dengan hukuman seperti saat guru membentak murid
atau orang tua menampar anaknya. Namun menurut
definisi hukuman yang disinggung di awal bab ini,
konsekuensi ini haruslah mengurangi perilaku yang
59
tidak diharapkan. Tetapi, sering kali stimulus tidak
menyenangkan ini bukan hukuman efektif karena
stimulus itu tidak mengurangi perilaku yang tidak
diinginkan dan bahkan kadang-kadang menambah
perilaku yang tak diinginkan. Satu studi baru-baru ini,
menemukan bahwa ketika orang tua menggunakan
tamparan untuk mendisiplinkan anak saat mereka
masih berumur 4 atau 5 tahun, tamparan itu malah
60
meningkatkan perilaku bermasalah.

Tipe paling umum dari stimulus yang tidak


menyenangkan ini adalah guru menggunakan teguran
verbal. Ini lebih efektif apabila guru dekat dengan
murid, tidak dipisahkan oleh ruang, dan apabila
diiringi dengan teguran nonverbal sepertibmuka
61
merengut atau kontak mata. Teguran lebih efektif
jika dilakukan segera setelah perilaku buruk terjadi
ketimbang dilakukan belakangan, dan jika dilakukan
dengan langsung dan cepat. Teguran ini tidak selalu
berupa bentakan dan omelan, yang justru malah
59
60
61

Branch, 2000; Mazur, 2002


McLoyd dan Smith, 2002.
Van Houten, dkk., 1982.

191

menambah kebisingan kelas dan membuat guru


menjadi contoh buruk bagi murid. Cukup katakan
dengan legal jangan lakukan itu dan diiringi dengan
kontak mata. Ini biasanya sudah cukup, untuk
menghentikan perilaku yang tidak diharapkan itu.
Strategi lainnya adalah memanggil murid lalu ditegur
dalam ruang tersendiri, bukan di depan kelas.
Banyak negara, seperti Swedia, telah melarang
penggunaan hukuman fisik pada anak sekolah (yang
biasanya dengan memukul) oleh guru atau kepala
sekolah. Akan tetapi, di Amerika, 24 negara bagian
62
masih mengizinkannya. Satu studi terbaru terhadap
murid di 11 negara menemukan bahwa AS dan
Kanada lebih mendukung hukuman badan ketimbang
63
negara lain.
Di AS, murid minoritas pria dari latar belakang
miskin lebih sering mendapatkan hukuman fisik di
sekolah. Menurut kami, hukuman fisik atas murid
tidak boleh dianjurkan dalam situasi apa pun.
Hukuman ini bisa bersifat abusif dan memperbesar
semua problem yang diasosiasikan dengan hukuman.

Ada sejumlah problem yang berhubungan


dengan
penggunaan
stimulus
yang
tidak
64
menyenangkan:
62
63

64

Hyman, 1994.
Curran, dkk., 2001; Hyman, Eisenstein, Amidon, Kay,
2001.
Hyman, 1997; Hyman dan Snook, 1999

192

Jika Anda menggunakan hukuman berat seperti


membentak atau mengomeli dengan keras, maka
Anda akan menjadi contoh orang yang pemarah
dan galak saat menghadapi situasi yang menekan.

Hukuman
bisa
menimbulkan
rasa
takut,
kemarahan, dan penghindaran. Keprihatinan
Skinner terbesar adalah sebagai berikut: Hukuman
mengajarkan kita cara untuk menghindari sesuatu.
Misalnya, murid yang berurusan dengan guru yang
suka menghukum mungkin akan menunjukkan rasa
tidak suka kepada si guru dan tidak mau sekolah
lagi.
Ketika murid dihukum, mereka mungkin akan
marah
dan
cemas
sehingga
tidakbisa
berkonsentrasi pada tugas mereka selama
beberapa waktu setelah hukuman diberikan.
Hukuman akan mengajari murid apa yang tidak
boleh dilakukan, bukan apa yang seharusnya
dilakukan. Jika Anda membuat pernyataan
hukuman seperti Jangan, itu salah, jangan lupa
beri juga dengan umpan balik positif seperti
Sebaiknya lakukan ini saja.

Apa yang dimaksudkan sebagai hukuman dapat


berubah menjadi penguat. Seorang murid mungkin
belajar bahwa berperilaku buruk bukan hanya akan
mendapat perhatian guru, tetapi juga membuatnya
disegani di antara teman-teman sekelas.

193

Pesan terakhir adalah meluangkan waktu lebih


banyak untuk memantau apa yang dilakukan murid
dengan benar ketimbang apa yang mereka lakukan
65
secara keliru. Sering kali perilaku mengganggu,
perilaku tidak kompeten, adalah perilaku yang
mendapat perhatian guru. Sebaiknya Anda mulai
memantau perilaku murid yang positif yang jarang
Anda perhatikan dan beri perhatian pada murid yang
bertindak positif.

65

Maag, 2001

194

Mengevaluasi Pengkondisian Operan dan Analisis


Perilaku Terapan

Pengkondisian operan dan analisis perilaku


terapan mernberi banyak kontribusi untuk praktik
66
pengajaran. Konsekuensi penguatan dan hukuman
adalah bagian dari kehidupan guru dan murid. Guru
memberi nilai, pujian dan teguran, senyum, dan
kemarahan Mempelajari bagaimana konsekuensi ini
memengaruhi
murid
akan
bisa
menambali
kemampuan Anda sebagai guru. Jika dipakai secara
efektif, teknik behavioral dapat membantu Anda
mengelola kelas. Memperkuat perilaku tertentu dapat
memperbaiki perilaku murid dan, jika digunakan
bersama dengan time-out, dapat menambah perilaku
67
yang diinginkan dalam diri beberapa murid bandel.
Kritik terhadap pengkondisian operan dan
analisis perilaku terapan mengatakan bahwa seluruh
pendekatan itu terlalu banyak menekankan pada
kontrol eksternal atas perilaku murid. Mereka
mengatakan bahwa strategi yang lebih baik adalah
membantu murid belajar mengontrol perilaku mereka
sendiri dan menjadi termotivasi secara internal.
Beberapa kritikus mengatakan bahwa bukan ganjaran
dan hukuman yang akan mengubah perilaku, namun
keyakinan atau ekspektasi bahwa perbuatan tertentu
66
67

Kazdin, 2001; Martin dan Pear, 2002; Purdy, dkk., 2001.


Charles 2002; Kauffman, dkk., 2002.

195

akan diberi ganjaran atau hukuman. Dengan kata


lain, teori-teori behavioral tidak memberi cukup
perhatian pada proses kognitif dalam proses belajar.
Para pengkritik juga menunjukkan problem etika
potensial saat pengkondisian operan dipakai secara
tidak tepat, seperti ketika guru langsung menghukum
murid tanpa mempertimbangkan strategi penguatan.
lebih dahulu, atau menghukum murid tanpa memberi
informasi tentang perilaku yang tepat. Kritik lainnya
mengatakan bahwa ketika guru menghabiskan
banyak waktu menggunakan analisis perilaku
terapan, mereka mungkin akan terlalu fokus pada
perilaku murid dan bukan pada pembelajaran
akademik mereka.
68

EVALUASI

Pendekatan Skinner telah diaplikasikan dalam


berbagai masalah-masalah praktis, seperti dalam
pendidikan, industri, profesi, dan pelatihan binatang.
Asumsi Skinner tentang lawfulness tidak sejalan
dalam psikologi. Namun jadwal penguatan yang dia
ajukan merupakan temuan penting bagi teori belajar
dan peneliti kepribadian.
Karena Skinner menolak untuk menyimpulkan
mekanisme atau proses yang tidak terobservasi, dia
mengalami kesulitan dalam menggambarkan situasi
di luar laboratorium. Para psikolog holistik merasa
bahwa
pendekatan
Skinner
mengabaikan
68

Schunk, 2000

196

kompleksitas perilaku makhluk hidup. Kritik lain


mengatakan bahwa situasi sederhana yang diteliti
Skinner tidak akan terjadi di luar laboratoriumnya.
Selain itu, ada kritik yang merasa keberatan dengan
hukum perilaku yang pada akhirnya tidak melihat
perbedaan spesies secara terpisah.

197

BAB V

KONEKSIONISME THORNDIKE

(THORNDIKES CONNECTIONISM)
Edward Lee Thorndike lahir pada
tanggal 31 Agustus 1874 di
Williamsburg, Massachusetts, dan
meninggal pada tanggal 10
Agustus 1949 di Montrose, New
York.

Thorndike
berprofesi
sebagai
seorang pendidik dan psikolog
yang berkebangsaan Amerika. Thorndike mendapat
gelar sarjananya dari Wesleyan University di
Connecticut pada tahun 1895, dan master dari
Hardvard pada tahun 1897. ketika disana, dia
mengikuti kelasnya Williyams James dan merekapun
cepat menjadi akrab. Dia menerima bea siswa di
Colombia, dan mendapatkan gelar PhD-nya tahun
1898. Kemudian dia tinggal dan mengajar di
69
Columbia sampai pensiun pada tahun 1940.
Awal karir Thorndike dibidang psikologi dimulai
saat ia tertarik terhadap pada buku William James
69

George Boeree, Sejarah Psikologi (Jakarta: Prima


Shopie, 2005), 390.

198

yang berjudul Principles of Psychology, dimana ia


masih menjadi mahasiswa di Universitas Wesleyan.
Oleh sebab itu, ia memutuskan untuk mengambil
mata kuliah James di Universitas Harvard. Hubungan
Thorndike dengan James sangat dekat, tidak hanya
sebatas dosen dengan mahasiswa. Hal ini terbukti
dengan beberapa bantuan yang diberikan James
terhadap Thorndike, antara lain mengijinkan
Thorndike untuk tinggal di basementnya dan
melakukan eksperimen di laboratoriumnya.
Setelah ia menyelesaikan kuliah di Universitas
Harvard, Thorndike bekerja di Teachers College of
Columbia dibawah pimpinan James Mc.Keen Cattell.
Disinilah minatnya yang besar timbul terhadap proses
belajar, pendidikan dan inteligensi. Diawal penelitian,
Thorndike menggunakan anak ayam sebagai bahan
penelitiannya, kemudian diganti dengan kucing, tikus,
anjing, ikan, kera dan orang dewasa. Sebenarnya ia
juga menggunakan gorilla, tetapi tidak berlangsung
lama karena ia tidak punya uang untuk membeli dan
merawatnya.

Beberapa buku yang pernah ditulis, antara lain:


Animal Intelligence: An Experimental Study of
Asociation Process in Animal (1898 - saat Thorndike
berusia 24 tahun). Buku ini berisi penelitian Thorndike
terhadap tingkah laku beberapa jenis hewan, yang
mencerminkan prinsip dasar dari proses belajar yang
ia anut yaitu asosiasi. Educational Psychology
199

(1903). Buku ini merupakan penerapan prinsip


transfer of training di bidang pendidikan. Berkat buku
ini dan prestasinya yang lain, Thorndike diangkat
menjadi guru besar di Teachers College of
Columbia. Animal Intelligence (1911). Sebenarnya
buku ini merupakan disertasi doktornya (1898) yang
dikembangkan
bersama
dengan
penelitianpenelitiannya yang lain. Mental and social
Measurements (1904), A teachers Word Book
(1921), Your City (1939), Human Nature and The
Social Order (1940), dan lain-lain.
Thorndike dianggap sebagai pelopor di beberapa
bidang, antara lain:

- learning theory

- educational practice
- verbal behavior

- comparative psychology
- intelligence testing

- nature-nurture problem
- transfer of learning

- application
of
quantitatives
sociopsychological problems

measures

to

Produktivitas ilmiah Thorndike sulit untuk


dipercaya. Sampai tahun 1947, ia telah menulis
sebanyak 507 buku, monographs dan artikel jurnal.
Dalam otobiografinya tertulis bahwa ia telah

200

menghabiskan waktu sebanyak 20.000 jam untuk


membaca dan mempelajari buku ilmiah dan jurnal.
Buku-buku yang ditulisnya antara lain Mental and
social Measurements (1904), A teachers Word Book
(1921),Your City (1939), dan Human Nature and The
Social Order (1940).

Edward Lee Thorndike (18741949) meski


secara teknis seorang fungsionalis, namun ia telah
membentuk tahapan behaviorisme Rusia dalam versi
Amerika. Buku Animal intelligence, An experimental
study of associationprocess in Animal, merupakan
hasil penelitian Thorndike terhadap tingkah beberapa
jenis hewan seperti kucing, anjing, dan burung, yang
mencerminkan prinsip dasar dari proses belajar yang
dianut oleh Thorndike yaitu bahwa dasar dari belajar
(learning) tidak lain sebenarnya adalah asosiasi,
suatu stimulus akan menimbulkan suatu respon
tertentu.
Thorndike mengemukakan beberapa hukum
belajar yang dikenal dengan Law of effect. Menurut
hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon
murid terhadap stimulus segera diikuti dengan rasa
senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan
ini bisa timbul sebagai akibat anak mendapatkan
pujian atau ganjaran lainnya. Stimulus ini termasuk
reinforcement.
Setelah anak berhasil melaksanakan tugasnya
dengan tepat dan cepat, pada diri anak muncul

201

kepuasan diri sebagai akibat sukses yang diraihnya.


Anak memperoleh suatu kesuksesan yang pada
gilirannya akan mengantarkan dirinya ke jenjang
kesuksesan berikutnya.
Teori Belajar
Thorndike

yang

di

Kemukakan

Edward

Lee

Pada mulanya, pendidikan dan pengajaran di


amerika serikat di dominasi oleh pengaruh dari
Thorndike (1874-1949) teori belajar Thorndike di
sebut connectionism karena belajar merupakan
proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus
dan respon. Teori ini sering juga disebut Trial and
error dalam rangka menilai respon yang terdapat
bagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan
teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap
tingkah laku beberapa binatang antara lain kucing,
dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.
Objek penelitian di hadapkan kepada situasi baru
yang belum dikenal dan membiarkan objek
melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon
situasi itu, dalam hal ini objek mencoba berbagai cara
bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam
membuat
koneksi
sesuatu
reaksi
dengan
stimulasinya.
Ciri-ciri belajar dengan trial and error:

1. Ada motif pendorong aktivitas

2. ada berbagai respon terhadap situasi

202

3. ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah

4. ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari


70
penelitiannya itu.

Teori ini disebut dengan teori S-R. Dalam teori


S-R di katakana bahwa dalam proses belajar,
pertama kali organisme (Hewan, Orang) belajar
dengan cara coba salah (trial and error). Kalau
organisme berada dalam suatu situasi yang
mengandung masalah, maka organisme itu akan
mengeluarkan serentakan tingkah laku dari kumpulan
tingkah laku yang ada padanya untuk memecahkan
masalah itu. Berdasarkan pengalaman itulah, maka
pada saat menghadapi masalah yang serupa,
organisme sudah tahu tingkah laku mana yang harus
di keleluarkan nya untuk memecahkan masalah. Ia
mengasosiasikan suatu masalah tertentu dengan
suatu tingkah laku tertentu. Seekor kucing misalnya,
yang di masukkan dalam kandang yang terkunci akan
bergerak, berjalan, meloncat, mencakar dan
sebagainya sampai suatu saat secara kebetulan ia
menginjak suatu pedal dalam kandang itu sehingga
kandang itu terbuka. Sejak itu, kucing akan langsung
menginjak pedal kalau ia dimasukkan dalam kandang
71
yang sama.
70

71

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka


Cipta, 1998), 124.
Sartito Wirawan, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan
Tokoh-Tokoh Psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 2006).

203

Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa


terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwaperistiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon
(R). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan
eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan
organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan
respon dari adalah sembarang tingkah laku yang
dimunculkan karena adanya perangsang. Dari
eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam
sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya
tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu
adanya kemampuan untuk memilih respons yang
tepat serta melalui usahausaha atau percobaanpercobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error)
terlebih dahulu.
Bentuk paling dasar dari belajar adalah trial
and error learning atau selecting and connecting
learning dan berlangsung menurut hukum-hukum
tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang
dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut
dengan teori belajar koneksionisme atau teori
asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike
yang memberi sumbangan yang cukup besar di dunia
pendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai
salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.

Eksperimennya yang terkenal adalah dengan


menggunakan kucing yang masih muda dengan
kebiasaan-kebiasaan yang masih belum kaku,
204

dibiarkan lapar; kemudian dimasukkan ke dalam


kurungan yang disebut puzzle box.
Konstruksi pintu kurungan tersebut dibuat
sedemikian rupa, sehingga kalau kucing menyentuh
tombol tertentu pintu kurungan akan terbuka dan
kucing dapat keluar dan mencapai makanan (daging)
yang ditempatkan diluar kurungan itu sebagai hadiah
atau daya penarik bagi si kucing yang lapar itu.

Percobaan tersebut bertujuan untuk mengetahui


beberapa kali kucing melakukan tindakan coba-coba
(trial) membuka pintu kurungan. Pada usaha (trial)
yang pertama, kucing itu melakukan beberapa
respons yang tidak efektif, yang kurang relevan bagi
pemecahan problemnya. Kucing itu mencakar,
menubruk atau menggigit-gigit palang pintu, akhirnya
kucing itu secara tidak sengaja, menginjak pijakan
yang membuka palang pintu. Saat kucing itu
dikembalikan ke kotak, dia melakukan aktifitas acak
sampai dia menginjak pikakan itu sekali lagi. Pada
percobaan berikutnya, si kucing itu semakin sedikit
melakukan gerakan acak, sampai dia akhirnya bisa
langsung menginjak pijakan itu untuk membuka pintu.

205

Puzzle box

Waktu yang dibutuhkan dalam usaha yang


pertama cukup adalah lama. Pada usaha-usaha
(trial) berikutnya ternyata waktu yang dibutuhkan
untuk memecahkan problem itu makin singkat. Hal ini
disebabkan karena pada dasarnya kucing itu
sebenarnya tidak mengerti cara membebaskan diri
dari
kurungan
tersebut,
tetapi
dia
belajar
mempertahankan respon-respon yang benar dan
menghilangkan atau meninggalkan respon-respon
yang salah. Dengan demikian diketahui bahwa
supaya tercapai hubungan antara stimulus dan
respons perlu adanya kemampuan untuk memilih
respons yang tepat serta melalui usahausaha atau
percobaan-percobaan
(trials)
dan
kegagalankegagalan (error) terlebih dahulu.

206

Percobaan Thorndike tersebut menghasilkan


teori trial and error atau selecting and conecting,
yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencobacoba dan membuat salah. Dalam melaksanakan
coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk
meninggalkan
perbuatan-perbuatan
yang
tidak
mempunyai hasil. Setiap response menimbulkan
stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini
akan
menimbulkan
response
lagi,
demikian
selanjutnya, sehingga dapat digambarkan sebagai
berikut:
Dalam percobaan tersebut apabila di luar
sangkar diletakkan makanan, maka kucing berusaha
untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian
kemari. Dengan tidak tersengaja kucing telah
menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar
tersebut, dan kucing segera lari ke tempat makan.
Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali, dan
setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali,
kucing baru dapat dengan sengaja menyentuh kenop
tersebut apabila di luar diletakkan makanan.

Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses


belajar binatang pada dasarnya sama dengan yang
berlaku pada manusia, walaupun hubungan antara
situasi dan perbuatan pada binatang tanpa
diperantarai pengertian. Binatang melakukan responsrespons langsung dari apa yang diamati dan terjadi

207

secara mekanis.
Dari percobaan ini Thorndike
menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut:
72

1. Law of Readiness (Hukum Kesiapan)

Semakin siap suatu organisme memperoleh


suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan
tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan
individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Thorndike percaya bahwa kesiapan merupakan
satu kondisi penting untuk belajar, karena
kepuasan atau kekecewaan tergantung pada
keadaan
kesiap
siagaan
seseorang.
Dia
menyatakan bahwa kesiapan seperti seorang
petugas pengintai yang mengirim sinyal ke stasiun
yang menjadi tujuan kereta untuk membuka palang
pintu perlintasan.
Hukum kesiapan menerangkan bagaimana
kesiapan seorang anak dalam melakukan suatu
kegiatan. Sekolah tidak dapat memaksa siswa
untuk belajar jika mereka tidak siap secara fisik
dan psikologis. Mereka dapat belajar jika mereka
sudah merasa siap.

Prinsip pertama teori koneksionisme adalah


belajar merupakan suatu kegiatan membentuk
asosiasi (connection) antara kesan panca indera
dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika
anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan
72

Suryobroto, 1984.

208

jahit-menjahit,
maka
ia
akan
cenderung
mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia
merasa puas dan belajar menjahit akan
menghasilkan prestasi memuaskan.
Menurut Thorndike, ada beberapa kondisi
yang akan muncul pada hukum kesiapan ini,
diantaranya:
a. jika ada kecenderungan untuk bertindak dan
orang mau melakukannya, maka ia akan merasa
puas. Akibatnya, ia tak akan melakukan tindakan
lain.

b. jika ada kecenderungan untuk bertindak, tetapi ia


tidak mau melakukannya, maka timbullah rasa
ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan
tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan
ketidakpuasannya.
c. jika belum ada kecenderungan bertindak, namun
ia dipaksa melakukannya, maka hal inipun akan
menimbulkan.
Akibatnya,
ia
juga
akan
melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau
meniadakan ketidakpuasannya.

2. Law of Exercise (Hukum Latihan)

Hukum Latihan, yaitu semakin sering tingkah


laku diulang/ dilatih (digunakan), maka asosiasi
tersebut akan semakin kuat.

Prinsip law of exercise adalah koneksi antara


kondisi (yang merupakan perangsang) dengan

209

tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihanlatihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara
keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip
menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar
adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi
pelajaran akan semakin dikuasai.

Hukum ini menyatakan bahwa hubungan


antara stimulus dan respon itu akan kuat apabila
suatu kegiatan sering dilakukan atau semakin
sering suatu perbuatan dilakukan maka semakin
kuat hubungan antara stimulus dan respon,
sebaliknya hubungan antara stimulus dan respon
akan lemah apabila intensitas suatu perbuatan
menurun. Hukum ini pada dasarnya sama dengan
hukum prekuensinya Aristoteles, jika asosiasi (atau
koneksi neural) lebih sering digunakan, maka
koneksinya akan lebih kuat, sedangkan yang paling
kurang penggunaannya, maka paling lemahlah
koneksinya, dua hal inilah yang berturut-turut
disebut dengan hukum kegunaan dan ketidak
bergunaan.
Hukum latihan pada dasarnya menggunakan
bahwa stimulus dan respon akan memiliki
hubungan satu sama lain secara kuat, jika proses
pengulangan sering terjadi, makin banyak kegiatan
ini dilakukan maka hubungan yang terjadi akan
bersifat otomatis. Seorang anak yang dihadapkan
pada suatu persoalan yang sering ditemuinya akan
210

segera melakukan tanggapan secara cepat sesuai


dengan pengalamannya pada waktu sebelumnya.
Kenyataan menunjukkan bahwa pengulangan yang
akan
memberikan
dampak
positif
adalah
pengulangan
frekuensi
teratur,
bentuk
pengulangannya yang tidak membosankan, dan
kegiatan disajikan dengan cara yang menarik.
Hukum ini mendapat kritikan dari banyak
orang bahwa hukum latihan semata tidak cukup
untuk melakukan perbaikan, mesti juga ada
kesadaran dari pelaku akibat yang dapat
ditimbulkan dari suatu perbuatan. Suatu perbuatan
akan tidak efektif jika dapat menimbulkan bahaya
bagi pelakunya.

3. Law of Effect (Hukum akibat)

Thorndike percaya bahwa pengaruh dari suatu


response bisa menyebabkan apakah seseorang
belajar atau tidak. Banyak percobaan yang
dilakukannya melibatkan hewan yang mendapat
hadiah tertentu karena telah memberi respon
yang
diharapkan
dan
dilanjutkan
dengan
pengamatan, dampak apakah yang muncul atau
perilaku apa yang muncul sebagai akibat dari
hadiah yang diperoleh sebelumnya. Dalam suatu
percobaan, misalnya, Thorndike (1911) mengurung
seekor kucing yang lapar didalam kurungan, dan
mengantung sepotong ikan di luar kurungan
tersebut.Untuk bisa melepaskan diri dari kurungan
211

itu, maka kucing harus menarik seutas tali atau


melakukan gerakan cerdik lainnya.

Dari percobaan yang dilakukannya Thorndike


sampai pada suatu kesimpulan tentang belajar:
bahwa respon yang terjadi sesaat sebelum
keadaan yang menyenangkan cenderung akan
dikuasai, sedangkan respon yang terjadi sebelum
suatu kejadian yang tidak menyenangkan akan
dilupakan. Teori ini dinamakan the Law of Effect.
Selain menggagas teori the law of Effect,
Thorndike juga memperkenalkan teori the Law of
Exercise dan the Law of Readiness. Dalam teori
the Law of Exercise, Thorndike berpendapat bahwa
upaya guru memberi latihan yang berulang-ulang
dalam kegiatan pembelajaran akan membuat siswa
terlatih dalam memberi respon yang tepat atau
benar. Sedangkan dalam the Law of Readiness,
siswa yang telah mendapat kesempatan untuk
mempersiapkan diri diprediksi akan mampu
memberikan respon yang benar dibandingkan
dengan siswa yang tidak mempersiapkan dirinya
terlebih dahulu.
Selain itu Thorndike juga dikenal dengan teori
Trial and Error Learning-nya yang pada intinya
menyatakan bahwa ketika menghadapi situasi sulit
dimana jalan keluarnya tidak diketahui, orang
cenderung akan mencoba berbagai macam respon

212

sampai ditemukan sebuah respon yang membawa


efek yang menyenangkan..

Prinsip pertama teori koneksionisme adalah


belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi
(connection) antara kesan panca indera dengan
kecenderungan
bertindak.
Seorang
anak
mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau
melakukan kegiatan tertentu dan kemudian dia
benar melakukan kegiatan tersebut, maka
tindakannya akan melahirkan kepuasan bagi
dirinya. Tindakan-tindakan lain yang dia lakukan
tidak menimbulkan kepuasan dirinya. Seorang anak
mempunyai kecenderungan untuk bertindak dan
kemudian bertindak, sedangkan tindakannya itu
mengakibatkan ketidakpuasan bagi dirinya, akan
selalu menghindarkan dirinya dari tindakantindakan yang melahirkan ketidakpuasan itu.
Misalnya, jika anak merasa senang atau
tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan
cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini
dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit
akan menghasilkan prestasi memuaskan.

Hukum efek menyatakan bahwa respon yang


dibarengi oleh kepuasan akan terjadi hubungan
yang lebih kuat antara stimulus dan respon, jika
respon
dibarengi
oleh
perasaan
tidak
menyenangkan maka hubungan antara antara
stimulus dan respon akan melemah. Semakin tinggi
213

tingkat kepuasan maka semakin kuat hubungan


antara stimulus dan respon jika semakin besar
perasaan yang tidak menyenangkan yang
ditimbulkan maka semakin lemah pula hubungan
antara stimulus dan respon. Ketika sebuah asosiasi
kemudian
diikuti
dengan
keadaan
yang
memuaskan, maka hasilnya menguat begitu juga
sebaliknya ketika sebuah asosiasi diikuti dengan
keadaan yang memuaskan, maka koneksinya
melemah, kecuali untuk bahasa mentalistik
(kepuasan bukanlah prilaku), karena hal itu sama
dengan
pengondisian
operasi
(Operant
Conditioning)-nya Skiner.

Koneksi antara kesan panca indera dengan


kecenderungan bertindak dapat menguat atau
melemah, tergantung pada buah hasil perbuatan
yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak
mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis
gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum.
Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk
sikapnya.

Dalam hukum akibat dapat disimpulkan bahwa


kepuasan yang terlahir dari adanya ganjaran dari
guru akan memberikan kepuasan bagi anak, dan
anak cenderung untuk berusaha melakukan atau
meningkatkan apa yang telah dicapainya itu. Guru
yang memberikan senyuman wajar terhadap
jawaban anak, akan semakin menguatkan konsep
214

yang tertanam pada diri anak. Kata-kata Bagus,


Hebat, Kamu sangat teliti dan semacamnya
akan merupakan hadiah bagi anak yang kelak akan
meningkatkan dirinya dalam menguasai pelajaran.

Sebaliknya guru juga harus tanggap terhadap


respon anak yang salah. Jika kekeliruan anak
dibiarkan tanpa penjelasan yang benar dari guru,
ada kemungkinan anak akan menganggap benar
dan kemudian mengulanginya. Anak yang
menyelesaikan tugas atau pekerjaan rumah,
namun hasil kerjanya itu tidak diperiksa oleh
gurunya, ada kemungkinan beranggapan bahwa
jawaban yang dia berikan adalah benar. Angapan
ini akan mengakibatkan jawaban yang telah salah
di saat anak mengikuti tes.
Demikian pula anak yang telah mengikuti
ulangan dan mendapat nilai jelek, perlu
diberitahukan kekeliruan yang dilakukannya pada
saat melakukan tes. Tidaklah mengherankan,
kiranya, jika ada anak yang diberi tes berulang,
namun hasilnya masih tetap buruk. Ada
kemungkinan konsep yang dipegangnya itu
dianggap sebagai jawaban yang benar. Penguatan
seperti ini akan sangat merugikan anak, oleh
karena itu perlu dihilangkan.
Dari hukum akibat ini dapat disimpulkan
bahwa jika terdapat asosiasi yang kuat antara
pertanyaan dan jawaban, maka bahan yang

215

disajikan akan tertanam lebih lama dalam ingatan


anak. Selain itu banyaknya pengulangan akan
sangat menentukan lamanya konsep diingat anak.
Makin sering pengulangan dilakukan akan semakin
kuat konsep tertanam dalam ingatan anak.

Sehubungan dengan teorinya tentang Hukum


Efek di atas, Thorndike sampai pada bukunya yang
ditulis bersama tokoh Kelompok Columbia lain
bernama Woodworth, Thorndike mengemukakan
bahwa apa yang telah dipelajari terdahulu akan
mempengaruhi apa yang dipelajari kemudian.
Apabila hal yang dipelajari kemudian mempunyai
banyak persamaan dengan hal yang dipelajari
terdahulu, maka akan terjadi transfer yang positif di
mana hal yang baru itu tidak akan terlalu sulit
dipelajari. Misalnya orang yang sudah pernah
belajar menunggang kuda, tidak akan terlalu sulit
belajar mengemudikan kereta berkuda. Sebaliknya,
kalau antara hal yang dipelajari kemudian dan hal
yang
dipelajari
terdahulu
terdapat
banyak
perbedaan, maka akan sulitlah mempelajari hal
yang kemudian itu, dan di sini terjadi transfer yang
negatif. Misalnya, seorang yang sudah biasa
menulis dengan tangan kiri, karena menulis dengan
tangan kiri sama sekali lain caranya daripada
menulis dengan tangan kanan. Prinsipnya
mengenai transfer ini kemudian diamalkannya ke
dalam dunia pendidikan dan ditulisnya dalam buku

216

Educational Psychology (1903) dan karena


prestasi-prestasinya itulah Thorndike akhirnya
diangkat menjadi guru besar di Teacher's College
of Columbia.

Implikasi dari aliran pengaitan ini dalam kegiatan


belajar mengajar sehari-hari adalah bahwa:

a) Dalam menjelaskan suatu konsep tertentu, guru


sebaiknya mengambil contoh yang sekiranya sudah
sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Alat
peraga dari alam sekitar akan lebih dihayati;

b) Metode pemberian tugas, metode latihan ( drill dan


practice) akan lebih cocok. Dengan penerapan
metode tersebut siswa akan lebih banyak
mendapatkan stimulus sehingga respons yang
diberikan pun akan lebih banyak;
c) Dalam kurikulum, materi disusun dari materi yang
mudah, sedang, dan sukar sesuai dengan tingkat
kelas, dan tingkat sekolah. Penguasaan materi
yang lebih mudah sebagai akibat untuk
mengauasai materi yang lebih sukar. Dengan kata
lain topik (konsep) prasyarat harus dikuasai dulu
agar dapat memahami topik berikutnya.

Hergenhahn
(1988)
menyatakan
bahwa
Thorndike percaya pengajaran yang baik dimulai
dengan pengetahuan yang ingin diajarkan oleh guru
73

73

B.R. Hergenhahn, an introduction to theories of


learning (Englewood Cliffs: Prentice Hall, 1988).

217

(stimulus). Anda juga harus mengidentifikasi responrespon yang ingin ingin dikaitkan dengan stimulus,
dan pemilihan waktu oleh pemuas yang tepat.
Thorndike berkata maka pertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Pertimbangkan lingkungan siswa;

2. Pertimbangkan respon yang ingin anda ingin anda


kaitkan dengannya;
3. Bentuk hubungan (dengan memuaskan).

Di samping itu Thorndike, mengemukakan pula


bahwa kualitas dan kuantitas hasil belajar siswa
tergantung dari kualitas dan kuantitas StimulusRespon (S-R) dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar. Makin banyak dan makin baik kualitas S-R
itu (yang diberikan guru) makin banyaknya dan makin
baik pula hasil belajar siswa.

Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum


tambahan sebagai berikut:

a.

b.

Hukum
response)

Reaksi

Bervariasi

(multiple

Hukum ini mengatakan bahwa pada individu


diawali oleh prooses trial dan error yang
menunjukkan adanya bermacam-macam respon
sebelum memperoleh respon yang tepat dalam
memecahkan masalah yang dihadapi.

218

Hukum Sikap (Set/Attitude)

c.

d.

e.

Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku belajar


seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan
stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan
keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif,
emosi, sosial, maupun psikomotornya.
Hukum Aktifitas Berat Sebelah (Prepotency
of Element)

Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam


proses belajar memberikan respon pada stimulus
tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap
keseluruhan situasi (respon selektif).
Hukum Respon by Analogy

Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam


melakukan respon pada situasi yang belum pernah
dialami karena individu sesungguhnya dapat
menghubungkan situasi yang belum pernah dialami
dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga
terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang
telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur
yang sama maka transfer akan makin mudah.
Hukum perpindahan Asosiasi (Associative
Shifting)

Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan


dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum
dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara
menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan
membuang sedikit demi sedikit unsur lama.

219

Pada tahun 1932 Thorndike merevisi hukum


yang menekankan bahwa penguatan efek reward
(hadiah) lebih besar dari efek hukum (punishment)
yang dapat melemahkan hubungan antara stimulus
dan respon. Siswa cenderung belajar lebih efektif dan
lebih mudah serta dapat bertahan belajar lebih lama
jika memiliki akibat yang menyenangkan. Revisi
Hukum Belajar itu antara lain:
1. Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan
pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat
hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa
pengulanganpun hubungan stimulus respon belum
tentu diperlemah.

2. Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike


bahwa yang berakibat positif untuk perubahan
tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman
tidak berakibat apa-apa. Ia menekankan bahwa
penguatan efek reward (hadiah) lebih besar dari
efek hukum (punishment) yang dapat melemahkan
hubungan antara stimulus dan respon.
3. Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon
bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai
antara stimulus dan respon.
4. Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada
bidang lain maupun pada individu lain.

Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep


transfer of training, yaitu kecakapan yang telah

220

diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk


memecahkan masalah yang lain. Perkembangan
teorinya berdasarkan pada percobaan terhadap
kucing dengan problem box-nya.

221

BAB VI

PEMBELAJARAN KOGNITIF SOSIAL

(SOCIAL COGNITIVE LEARNING)

Albert Bandura dilahirkan pada


tahun 1925 di Alberta, Canada.
Dia memperoleh gelar Master di
bidang psikologi pada tahun
1951 dan setahun kemudian ia
juga meraih gelar doktor (Ph.D).
Setahun setelah lulus, ia bekerja
di Standford University. Albert
Bandura sangat terkenal dengan
teori pembelajaran sosial (Social
Learning Theory), salah satu konsep dalam aliran
behaviorisme yang menekankan pada komponen
kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Albert
Bandura menjabat sebagai ketua APA pada tahun
1974
dan
pernah
dianugerahi
penghargaan
Distinguished Scientist Award pada tahun 1972.
Bandura mengidentifikasikan tiga keterbatasan dari
teori belajar behavioristik dalam menerangkan
mengenai perilaku sosial, yaitu tidak mewakili apa
yang terjadi di lingkungan alami karena lebih sering
tidak ada seorangpun di sekitar siswa untuk
222

memberinya hadiah karena berhasil melakukan


sesuatu; dan teori tersebut hanya menerangkan
mengenai
belajar
langsung/
direct
learning
(pemahaman
segera
suatu
perilaku
dengan
konsekuensinya), tidak untuk belajar secara tidak
langsung
(pemahaman
perilaku
dengan
konsekuensinya yang ditunda).
Untuk itu Bendura mengusulkan Teori Kognitif
Sosial atau Teori Belajar Sosial, dengan enam
prinsipnya. Yang pertama adalah prinsip faktor-faktor
yang saling mempengaruhi, yaitu perilaku, berbagai
perilaku pribadi, dan kejadian di lingkungan sekitar
bekerja bersama sebagai penentu yang interaktif atau
penyebab dari satu terhadap lainnya dalam sistem
diri seseorang.
Yang kedua adalah orang memiliki kemampuan
simbolik untuk menilai dan beraksi terhadap
lingkungan
sekitarnya.
Informasi
mengenai
pemahaman dan orang yang pernah diterima oleh
seseorang akan disimpan dalam bentuk pikiran dalam
ingatan orang tersebut, dan sering orang beraksi
terhadap pikiran ini, dan bukan terhadap orang lain
atau berbagai pengalaman itu sendiri. Yang ketiga
adalah kemampuan untuk berpikir ke depan atau
kemampuan untuk merencanakan masa depan
dengan berfikir sebelum bertindak. Pikiran, menurut
Bandura, selalu mendahului tindakan. Prinsip yang
keempat adalah kemampuan untuk seolah-olah
223

mengalami sendiri suatu kejadian. Orang mampu


belajar dengan memperhatikan orang lain bertindak
dan melihat konsekuensi dari tindakan orang lain itu.

Prinsip kelima adalah kemampuan mengatur diri.


Orang memiliki kemampuan untuk mengendalikan
tingkah lakunya sendiri, seperti bekerja, makan
minum, dan belajar, berdasarkan standar dan
motivasi yang diterapkan sendiri. Prinsip keenam
adalah kemampuan untuk refleksi diri, atau
kemampuan untuk berfikir mengenai diri sendiri,
antara lain kemampuan untuk melakukan penilaian
diri terhadap kompetensi atau kemampuannya sendiri
untuk melakukan suatu tugas dengan sukses. Inilah
yang disebut keyakinan akan kemampuan diri
(perceived self-efficacy).
Bagaimana orang belajar dari model? Yang
pertama, mereka harus memberi perhatian terhadap
apa yang dilakukan oleh si model (yang mudah
dilakukan bila perilaku model cukup sederhana, jelas
dilihat oleh mata, relevan, sering, dan bila model
tersebut menarik). Yang kedua, mereka harus dapat
menguasai atau mengingat apa yang mereka lihat
dengan meng-coding informasi menjadi bayangan
dan mengulangnya di luar kepala. Yang ketiga,
mereka harus mengubah informasi tersebut menjadi
tindakan dan melakukannya sendiri (di sini
diperlakukan umpan balik). Akhirnya, mereka harus

224

termotivasi untuk menirunya, karena perilaku tersebut


membawa kepada hasil yang diinginkan.

Yang penting dari hasil pengamatan tersebut


adalah dampak dari hasil perilaku model yang dapat
diamati (atau konsekuensi perilaku model terhadap
diri model itu sendiri yang dapat dilihat). Seorang
pengamat akan lebih besar kemungkinannya untuk
meniru suatu perilaku bila model tersebut mendapat
hadiah daripada bila perilaku tersebut tidak
menimbulkan konsekuensi apapun, terutama jika
perilaku tersebut mengharuskan adanya usaha atau
aspek lainnya yang dinilai pengamat tidak
menyenangkan. Penguatan yang teramat tersebut
juga penting bila ada kesulitan dalam mengamati nilai
manfaat dari suatu tindakan. Lebih jauh lagi, bila
seseorang model berhasil mencapai hasil yang
secara luas sangat dihargai maka pastilah tidak
sedikit penirunya.

Theori pembelajaran Sosial atau Pembelajaran


kognitif sosial merupakan teori yang menguji bahwa
murid belajar melalui observasi, modeling, dan
peniruan perilaku orang lain teori pembelajaran sosial
sering digunakan untuk menjelaskan kelancaran
74
berbahasa dan perilaku yang kompleks.
Albert
Bandura adalah salah satu arsitek utama teori
pembelajaran kognitif sosial. Dia mengatakan bahwa
74

Kenneth T. Henson, Educational Psychology for


effective teaching (Singapore: Wadsworth, 1999), 220.

225

ketika
murid
belajar,
mereka
dapat
merepresentasikan
atau
mentransformasi
pengalaman mereka secara kognitif. Ingat bahwa
dalam pengkondisian operan, hubungan terjadi hanya
antara pengalaman lingkungan dengan perilaku.
Bandura mengembangkan model determinisme
resiprokal yang terdiri dari tiga faktor utama: perilaku,
person/kognitif, dan lingkungan. Ketiga faktor ini
merupakan faktor-faktor yang bisa saling berinteraksi
untuk memengaruhi pembelajaran: Faktor lingkungan
memengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi
lingkungan,
faktor
person
(orang/kognitif)
memengaruhi perilaku, dan sebagainya. Bandura
menggunakan
istilah
person,
tetapi
kita
memodifikasinya menjadi person (cognitive) karena
banyak faktor orang yang dideskripsikannya adalah
faktor kognitif. Faktor person Bandura yang tak punya
kecenderungan kognitif terutama adalah pembawaan
personalitas dan temperamen.

Bagi Bandura, pembelajaran kognitif sosial


(Social Cognitive Learning) berarti bahwa informasi
yang kita proses karena mengamati orang lain,

226

benda, dan peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi


cara kita bertindak. Anak-anak dalam semua budaya
belajar
melalui
pengamatan
orang
yang
berpengalaman bertaut dengan aktivas penting
secara kultur. Dengan cara ini guru dan orang tua
membantu
siswa
untuk
beradaptasi
dengan
lingkungan baru, membantu mereka dalam upaya
pemecahan masalah, dan memandu mereka untuk
menerima tanggung jawab terhadap perilaku
75
mereka.
Teori pembelajaran kognitif sosial menurut
Bandura teori adalah proses dimana informasi yang
kita kumpulkan sedikit demi sedikit melalaui
pengamatan pengaruh-pengaruh lain perilaku kita.
Atau belajar muncul melalui kegiatn mengobservasi
yang lain, bahkan ketika pengamat tidak meniru
respon-respon model selama akuisisi dan karena itu
76
tidak menerima penguatan secara langsung.

Pikiran murid memengaruhi perilaku dan


pembelajaran mereka. Dalam bagian ini kita akan
membahas beberapa variasi tema ini, dimulai dengan
teori kognitif sosial. teori ini berkembang dari teori
77
behavioral tetapi lebih mengarah ke aspek kognitif.
75

76

B. Rogoff, Apprenticeship in thinking (New York:


Oxford, 1990).
A. Bandura, D. Ross, dan S. Ross, imitation of filmmediated aggressive models. Journal of Abnormal and
cosial Pschology, 66, (1963), 3-11.

227

Teori kognitif sosial (social cognitive theory)


menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, dan
juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalam
pembelajaran. Faktor kognitif mungkin berupa
ekspektasi murid untuk meraih keberhasilan; faktor
sosial mungkin mencakup pengamatan murid
terhadap perilaku orang tuanya.
Perhatikan bagaimana model Bandura dalam
kasus perilaku akademik murid sekolah menengah
yang kita sebut saja sebagai Jihan.
1) Kognisi memengaruhi perilaku.

Jihan menyusun strategi kognitif untuk berpikir


secara lebih mendalam dan logis tentang cara
menyelesaikan suatu masalah. Strategi kognitif
meningkatkan perilaku akademiknya.

2) Perilaku memengaruhi kognisi.

Proses (perilaku) belajar Jihan membuatnya


mendapat nilai baik, yang pada gilirannya
menghasilkan
ekspektasi
positif
ten
tang
kemampuannya dan membuat dirinya percaya diri
(kognisi).

3) Lingkungan memengaruhi perilaku.


Sekolah tempat
mengembangkan

77

Jihan belajar
program

baru-baru ini
percontohan

D.H. Schunk, Learning theories:an educational


perspective.3rd.ed. Upper Saddle river (New Jersey:
Prentice Hall, 2000,.

228

keterampilan-belajar untuk membantu murid belajar


cara membuat catatan, mengelola waktu, dan
mengerjakan ujian secara lebih efektif. Program
keterampilan-belajar ini meningkatkan perilaku
akademik Jihan.

4) Perilaku memengaruhi lingkungan.

Program
keterampilan-belajar
ini
berhasil
meningkatkan perilaku akademik banyak murid di
kelas Jihan. Perilaku akademik yang meningkat ini
memicu sekolah untuk mengembangkan program
itu sehingga semua murid di sekolah itu bisa turut
serta.

5) Kognisi memengaruhi lingkungan.

Ekspektasi dan perencanaan dari kepala sekolah


dan
para
guru
memungkinkan
program
keterampilan belajar itu terwujud.

6) Lingkungan memengaruhi kognisi.

Sekolah tersebut mendirikan pusat sumber daya di


mana murid dan orang tua dapat mencari buku dan
materi tentang peningkatan keterampilan belajar.
Pusat sumber daya ini juga memberikan layanan
tutoring keterampilan-belajar untuk murid. Jihan
dan orang tuanya memetik keuntungan dari tutoring
dan pusat sumber daya ini. Layanan ini
78
meningkatkan keterampilan berpikir Jihan.

78

JW. Santrock, Educational psychology (New York:


McGraw-Hill, 2001), 256.

229

Dalam model pembelajaran Bandura, faktor


person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor
person (kognitif) yang ditekankan Bandura (2001)
79
pada masa belakangan ini adalah self-efficacy,
yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai
situasi dan menghasilkan hasil positif. Bandura
mengatakan bahwa self-efficacy berpengaruh besar
terhadap perilaku. Misalnya, seorang yang selfefficacy-nya rendah mungkin tidak mau berusaha
belajar untuk mengerjakan ujian karena dia tidak
percaya bahwa belajar akan bisa membantunya
mengerjakan soal.
Belajar melalui observasi memiliki relevansi
ruang kelas khusus, karena anak tidak melakukan
saja apa yang dikatakan orang dewasa kepada
mereka untuk dilakukan, tapi lebih dari apa yang
mereka lihat dari apa yang diperbuat orang dewasa.
79

Menurut Bandura self-efficacy adalah belief atau


keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi
dan menghasilkan hasil (outcomes) yang positif
(Santrock, 2001). Sedangkan menurut Wilhite (1990)
self-efficacy adalah suatu keadaan dimana seseorang
yakin dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol
hasil dari usaha yang telah dilakukan.
Menurut Dale Schunk self-efficacy mempengaruhi siswa
dalam memilih kegiatannya. Siswa dengan self-efficacy
yang rendah mungkin menghindari pelajaran yang
banyak tugasnya, khususnya untuk tugas-tugas yang
menantang, sedangkan siswa dengan self-efficacy yang
tinggi mempunyai keinginan yang besar untuk
mengerjakan tugas-tugasnya.

230

Jika asumsi Bandura benar adanya, guru dapat


menjadi kekuatan yang manjur dalam membentuk
perilaku anak didik mereka yaitu dengan mengajari
perilaku yang mereka demostrasikan di rungan kelas.
Pentingnya model terlihat dalam interpretasi Bandura
di antara apa yang terjadi sebagai hasil mengamati
terhadap yang lain, yaitu:

Pengamat barangkali memperoleh respon baru;

Pengamatan
terhadap
modelmodel
dapat
memperkuat atau memperlemah respon yang ada;
Pengamatan terhdap modelmodel dapat dapat
menyebabkan kemunculan kembali respon sudah
dilupakan.

Jika siswa menyaksikan perilaku yang tidak


diinginkan diperkuat atau dibiarkan tanpa hukuman,
maka yang muncul adalah perilaku siswa yang tidak
diinginkan. Perilaku guru yang konsisten maka dapat
memberikan implikasi positif terhadap suasana kelas
yang sehat.

Dalam satu kajian klasik, Bandura dan koleganya


(1963) mempelajari efek teladan yang masih hidup,
agresi manusia yang difilmkan. Agresi karton yang
yang difilmkan pengaruhnya terhadap perilaku agresif
anak pra-sekolah (pre-school). Agresi manusia yang
difilmkan yaitu membawakan peran orang dewasa
yang melakukam agresi terhadap seorang gadis
cantik. Agresi karton yang difilmkan merupakan

231

sebuah karakter yang yang menyajikan perilaku yang


sama sebagai manusia. Teladan yang masih hidup
menyajikan agresi yang lebih identik dengan apa
yang
ada
di
film.
Akhirnya,
anak-anak
memperlihatkan secara signifikan perilaku yang lebih
agresif dari anak yang usia lebih tua dalam satu
kelompok pengendali. Ternyata model yang difilmkan
juga dapat menjangkitkan perilaku agresi anak yang
keefektifannya sama dengan teladan yang masih
hidup. Research memberikan saran bahwa model
yang prestisius, kuat, dan tangkas lebih cepat ditiru
jika dibandingkan dengan model yang kurang
80
berkualitas. Berdasarkan pengaruh modelling dalam
proses pengajaran, beberapa program menjadikan
penggunaan peragaan video lebih berat. Contoh,
Webster-Stratton (1996) mengembangkan suatu
program pelatihan orang tua guna menangani anakanak yang bermasalah dengan menggunakan contoh
81
rangkaian modelling video.
80

81

A. Bandura, D. Ross, dan S. Ross, Imitation of filmmediated aggressive models, Journal of Abnormal and
Social Psychology, 66 (1963) 3-11
Bahkan sekarang (2008) sudah ada model program
penanganan masalah anak yang disiarkan setiap hari
Ahad jam 16.00. di Metro TV dengan nama Nani 911,
dan sudah diterbitkan bukunya dengan judul Nani 911
serta buku yang berjudul Smart discipline
menanamkan disiplin dan menumbuhkan rasa percaya
diri pada anak oleh Larry J. Koenig diterbitkan oleh
Gramedia, 2003.

232

Pembelajaran Observasional

Pembelajaran observasional, juga dinamakan


imitasi atau modeling, adalah pembelajaran yang
dilakukan ketika seseorang mengamati dan meniru
perilaku orang lain. Kapasitas untuk mempelajari pola
perilaku dengan observasi dapat mengeliminasi
pembelajaran trial and error yang membosankan.
Dalam banyak kasus, pembelajaran observasional
membutuhkan lebih sedikit waktu ketimbang
pengkondisian operan.

Penjelasan mengenai modelling (peragaan)

82

Perilaku dengan model dapat digambar seperti


pengamatan seseorang terhadap perilaku orang lain
dan mempejari perilaku tersebut dalam bentuk yang
dapat
digambarkan
tanpa
merespon
secara
83
serentak.
82

83

Untuk mendapat perbandingan yang memadai dapat


juga dibaca buku Modifikasi prilaku: alternative
penanganan anak luar biasa oleh Edi Purwanta halaman
30 diterbitkan oleh Diknas, 2004.
A. Bandura, Social foundations of thought and action:
A social-cognitive theory (Engliwood Cliffs: Prentice Hall,
1986).

233

STUDI BONEKA BOBO KLASIK

Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan


Bandura
(1965)
mengilustrasikan
bagaimana
pembelajaran dapat dilakukan hanya dengan
mengamati model yang bukan sebagai penguat atau
penghukum. Eksperimen ini juga mengilustrasikan
perbedaan
antara
pembelajaran
dan
kinerja
(performance). Sejumlah anak taman kanak-kanak
secara acak ditugaskan untuk melihat tiga film di
mana ada seseorang (model) sedang memukuli
boneka plastik seukuran orang dewasa yang
dinamakan boneka Bobo (lihat Gambar).

234

Studi Boneka Bobo Klasik Bandura:

Efek Pembelajaran Obervasional terhadap Agresi Anak

Pada gambar atas, seorang model dewasa


secara agresif menyerang boneka Bobo. Di gambar
baris kedua dan bawah, seorang siswa dan siswi TK
yang telah melihat tindakan agresif model ikut-ikutan
memukuli boneka. Dalam eksperimen Bandura ini,
dalam kondisi apakah anak meniru tindakan agresif
dari model?

235

Dalam film pertama, penyerangnya diberi


permen, minuman ringan, dan dipuji karena
melakukan tindakan agresif. Dalam film kedua, si
penyerang ditegur dan ditampar karena bertindak
agresif. Dalam film ketiga, tidak ada konsekuensi atas
tindakan si penyerang boneka. Kemudian, masingmasing anak dibiarkan sendiri berada di ruangan
penuh mainan, termasuk boneka Bobo. Perilaku anak
diamati melalui cermin satu arah. Anak yang
menonton film di mana perilaku penyerang diperkuat
atau tidak dihukum apa pun lebih sering meniru
tindakan model ketimbang anak yang menyaksikan si
penyerang dihukum. Seperti yang Anda duga, anak
lelaki lebih agresif ketimbang anak perempuan.
Namun, poin penting dalam studi ini adalah bahwa
pembelajaran abservasional terjadi sama ekstensifnya
baik itu ketika perilaku agresif diperkuat maupun tidak
diperkuat.

Point penting kedua dalam studi ini difokuskan


pada perbedaan antara pembelajaran dan kinerja.
Karena murid tidak melakukan respons bukan berarti
mereka tidak mempelajarinya. Dalam studi Bandura,
saat anak diberi insentif (dengan stiker atau jus buah)
untuk meniru model, perbedaan dalam perilaku
imitatif anak dalam tiga kondisi itu hilang. Bandura
percaya bahwa ketika anak mengamati perilaku tetapi
tidak memberikan respons yang dapat diamati, anak

236

itu mungkin masih mendapatkan respons model


dalam bentuk kognitif.
Model Pembelajaran Observasional Kontemporer
Bandura. Sejak eksperimen awalnya, Bandura (1986)
memfokuskan pada proses spesifik yang terlibat
dalam pembelajaran observasional. Proses itu
adalah: atensi (perhatian), retensi, produksi, dan
motivasi (lihat Gambar):

Model Pembelajaran Observasional Bandura

Dalam model pembelajaran observasional


Bandura, perlu diperhatikan 4 proses: atensi
(perhatian),
retensi,
produksi,
dan
motivasi.
Bagaimana proses ini muncul dalam situasi kelas di
mana guru sedang menunjukkan cara membaca
jam?
Bandura percaya bahwa penguatan tidak selalu
dibutuhkan agar pembelajaran observasional terjadi.
Tetapi jika anak tidak meniru atau mereproduksi
perilaku yang diinginkan, ada tiga jenis penguat yang
bisa menolong: (1) memberi imbalan pada model; (2)
memberi
imbalan
pada
anak;
atau
(3)
memerintahkan anak untuk membuat pemyataan

237

untuk memperkuat diri, seperti Bagus, aku


melakukannya! atau Oke, saya sudah melakukan
hampir semua tugas yang baik dengan benar. Kalau
aku
terus
mencoba,
aku
akan
bisa
menyelesaikannya. Kita akan membahas tentang
strategi manajemen ini sebentar lagi.

Ada empat proses penting yang tercakup dalam


belajar yang dapat diamati (observational learning),
yakni:

1) Perhatian (attention)

Peristiwa kebetulan terhadap model tidak menjamin


kemahiran suatu perilaku. Seorang pengamat
harus menyertai atau mengikuti terhadap apa yang
menjadi perhatiannya dan menyadari perbedaan
84
dari respon yang diberikan oleh model.

Sebelum murid dapat meniru tindakan model,


mereka harus memerhatikan apa yang dilakukan
atau dikatakan si model. Seorang murid yang terganggu oleh dua murid lainnya yang sedang bicara
mungkin tak mendengar apa yang dikatakan guru.
Atensi pada model dipengaruhi oleh sejumlah
karakteristik. Misalnya, orang yang hangat, kuat,
dan ramah akan lebih diperhatikan ketimbang
orang yang dingin, lemah, dan kaku. Murid lebih
mungkin memerhatikan model berstatus tinggi
ketimbang model berstatus rendah. Dalam
84

Elliott, dkk, Educational


MCGraw-Hill, 2000), 221.

238

Psychology

(New

York:

kebanyakan kasus, guru adalah model berstatus


85
tinggi di mata murid.

2) Ingatan (retention)

Peniruan terhadap perilaku yang diinginkan secara


tidak langsung seorang siswa guna memelihara
secara simbolis perilaku yang diobservasinya.
Bandura bercaya bahwa pengkodean simbolis
(symbolic coding) membantu untuk menjelaskan
lamanya
ingatan
terhadap
perilaku
yang
diobservasi. Contoh: seorang siswa melakukan
pengkodean, mengelompokkan, menata ulang,
respon-respon oleh model ke dalam unit-unit yang
bermakna secara pribadi, dengan demikian dapat
membantu memori. Maksudnya adalah karena
siswa anda mengamati anda mereka harus juga
membentuk beberapa tipe kesan atau skema
mental yang berkaitan dengan apa yang sedang
anda lakukan sebenarnya. Tugas anda adalah
mendorong mereka secara diam-diam atau terangterangan atau keduanya guna membentuk kesan
86
ketika anda sedang mendemostrasi-kannya.
Untuk mereproduksi tindakan model, murid harus
mengodeka: informasi dan menyimpannya dalam
ingatan (memori) sehingga informasi bisa diambil

85

86

JW. Santrock, Educational psychology (New York:


McGraw-Hill, 2001), 258.
Elliott, dkk, Educational Psychology (New York: MCGrawHill, 2000), 221.

239

kembali. Deskripsi verbal sederhana atau gambar


yang menarik dan hidup dari apa yang dilakukan
model akan bisa membantu daya retensi murid.
Misalnya, guru mungkin berkata, Saya akan
menunjukkan Carl untuk memperbaikinya. Kalian
harus melakukan langkah pertama ini, lalu langkah
kedua, lalu ketiga sembari menunjukkan cara
memecahkan matematika. Video dengan karakter
yang penuh warna yang menunjukan pentingnya
memerhatikan perasaan orang lain kemungkinan
akan diingat secara lebih baik ketimbang apabila
guru hanya sekadar menyuruh murid untuk
memerhatikan perasaan orang lain. Karakter penuh
warna itulah yang menyebabkan populernya acara
Sesame Street. Retensi murid akan meningkat jika
guru memberikan demonstrasi atau contoh yang
87
hidup dan jelas.

3) Proses peniruan
processes)

gerak

(motor

reproduction

Bandura mencatat bahwa pengkodean simbolis


menghasilkan modelmodel internal mulai dari
lingkungan yang memandu perilaku pengamat
dimasa yang akan dating. Pedoman kognitif
perilaku merupakan hal yang penting bagi Bandura,
karena pedoman tersebut menjelaskan bagaimana
aktivitas yang dijadikan model diperoleh tanpat

87

JW. Santrock, Educational psychology (New York:


McGraw-Hill, 2001), 258.

240

penampakan. Tetapi aktivitas kognitif tidak bersifat


otonomi; stimulus dan penguatan mengendalikan
tabiat dan kejadian. Maksudnya adalah setelah
observasi dan setelah mendorongan siswa anda
untuk membentuk suatu ide sebagai bagian dari
solusi dari tugas yang diberikan. Sudahkah mereka
mendemonstrasikan solusi sesegera mungkin,
dapatkah mereka melakukannya? Kemudian anda
dapat memperkuat perilaku yang benar dan
merubah respon yang salah. Jangan merasa puas
dengan hanya tunjukan dan ceritakan mengenai
perananmu; sudahkah mereka meniru perilaku
yang penting sehingga mekanisme belajar yang
digunakan adalah stimulus kognisi respon penguatan.

Anak mungkin memerhatikan model dan mengingat


apa yang mereka lihat, tetapi, karena keterbatasan
dalam kemampuan geraknya, mereka tidak bisa
mereproduksi perilaku model. Seorang anak
berumur 13 tahun mungkin menyaksikan pemain
basket You Ming dan pegolf Tiger Wood
melakukan keahlian atletik mereka dengan
sempurna, atau melihat seorang pianis tersohor
atau artis terkenal menampilkan keahlian mereka,
Tetapi anak itu tidak mampu untuk mereproduksi
atau meniru apa yang dilakukan si model tersebut.
Belajar, berlatih, dan berusaha dapat membantu
murid untuk meningkatkan kinerja motor mereka

241

4) Proses motivasi (motivational processes)

Walaupun
siswa
mendapatkan
dan
mempertahankan
kemampuan
untuk
memperagakan perilaku yang dimodelkan, bahwa
perilaku atau tugas tidak akan diperagakan jika
hanya kondisi dalam keadaan baik. Contoh: Jika
penguatan sebelumnya dibarengi dengan perilaku
yang mirip maka individu cendrung melakukannya
lagi,
tetapi
penguatan
yang
seolaholah
mengalaminya sendiri (dengan mengamati model
yang diperkuat) dan penguatan sendiri (mendapat
kepuasan dengan perilaku sendiri) juga merupakan
88
penguat manusiawi yang sangat kuat.
Sering kali anak memerhatikan apa yang dikatakan
atau dilakukan model, menyimpan informasi dalam
memori, dan memiliki kemampuan gerak untuk
meniru tindakan model, namun tidak termotivasi
untuk melakukannya. Ini tampak dalam studi
boneka Bobo ketika anak yang melihat model
dihukum tidak mereproduksi atau meniru tindakan
agresif si model. Tetapi, setelah mereka diberi
insentif atau penguat (stiker atau jus buah), mereka
89
melakukan apa yang dilakukan model.

88

89

Elliott, dkk, Educational Psychology (New York: MCGrawHill, 2000), 221.


JW. Santrock, Educational psychology (New York:
McGraw-Hill, 2001), 258.

242

Bandura memperkenalkan perbedaan yang halus


yang membantu untuk membedakan teori belajar
sosial (social learning theory) dengan Operant
Conditioning (pembiasan perilaku respon) dari
Skinner. Tindakan penguatan dilakukan terhadap
motivasi siswa untuk bersikap dan bukan terhadap
perilaku itu sendiri. Dengan cara ini Bandura
mencatat bahwa hasil belajar lebih kuat dan tahan
lama jika dibandingkan dengan hanya melakukan
penguatan perilaku semata.

Bandura percaya bahwa penguatan tidak selalu


dibutuhkan agar pembelajaran observasional
terjadi. Tetapi jika anak tidak meniru atau
mereproduksi perilaku yang diinginkan, ada tiga
jenis penguat yang bisa menolong: (1) memberi
imbalan padamodel; (2) memberi imbalan pada
anak; atau (3) memerintahkan anak untuk
membuat pemyataan untuk memperkuat diri,
seperti Bagus, aku melakukannya atau Oke,
saya sudah melakukan hampir semua tugas yang
baik dengan benar. Kalau aku terus mencoba, aku
akan
bisa
menyelesaikannya.
Kita
akan
membahas tentang strategi manajemen ini
90
sebentar lagi.

90

JW. Santrock, Educational psychology (New York:


McGraw-Hill, 2001), 258.

243

FAKTOR-FAKTOR
YANG
BELAJAR OBSERVASI

BERPROSES

DALAM

Teori belajar sosial Bandura menunjukkan


pentingya proses mengamati dan meniru perilaku,
sikap dan reaksi emosi orang lain. Teori ini
menjelaskan perilaku manusia dalam, konteks
interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara
kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi
adalah:
1.

2.
3.
4.

Perhatian (atensi), mencakup peristiwa peniruan


(adanya kejelasan, keterlibatan perasaan, tingkat
kerumitan, kelaziman, nilai fungsi) dan karakteristik
pengamat (kemampuan indra, minat, persepsi,
penguatan sebelumnya);
Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup
kode pengkodean simbolik, pengorganisasian
pikiran, pengulangan simbol, pengulangan motorik;
Reproduksi motorik, mencakup kemampuan fisik,
kemampuan meniru, keakuratan umpan balik;
Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan
penghargaan terhadap diri sendiri.

Selain itu juga harus diperhatikan bahwa faktor


model atau teladan mempunyai prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1.

Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan


diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak

244

awal dan mengulangi perilaku secara simbolik


kemudian melakukannya. Proses mengingat akan
lebih baik dengan cara mengkodekan perilaku yang
ditiru ke dalam kata-kata, tanda atau gambar
daripada hanya observasi sederhana (hanya
melihat saja). Sebagai contoh: belajar gerakan tari
dari instruktur membutuhkan pengamatan dari
berbagai sudut yang dibantu cermin dan langsung
ditirukan oleh siswa pada saat itu juga. Kemudian
proses meniru akan lebih terbantu jika gerakan tari
juga didukung dengan penayangan video, gambar
atau intruksi yang ditulis dalam buku;

2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika


sesuai dengan nilai yang dimilikinya;

3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika


model atau panutan, tersebut disukai dan dihargai
dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.

Karena melibatkan atensi, ingatan dan motivasi,


teori Bandura dilihat dalam kerangka teori behaviorkognitif. Teori belajar sosial membantu memahami
terjadinya perilaku agresi dan penyimpangan
psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku. Teori
Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang
digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal.
Sebagai contoh: penerapan teori belajar sosial dalam
iklan televisi. Iklan selalu menampilkan bintangbintang yang populer dan disukai masyarakat, hal ini
untuk mendorong konsumen agar membeli sabun
245

supaya mempunyai kulit seperti para bintang atau


minum obat masuk anginnya orang pintar.

Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa baik


tingkah laku (B), lingkungan (E) dan kejadian-kejadian
internal pada pembelajar yang mempengaruhi
persepsi dan aksi (P) adalah merupakan hubungan
yang saling berpengaruh (interlocking),

Proses perhatian sangat penting dalam


pembelajaran karena tingkah laku yang baru
(kompetensi) tidak akan diperoleh tanpa adanya
perhatian pembelajar. Proses retensi sangat penting
agar pengkodean simbolik tingkah laku ke dalam
visual atau kode verbal dan penyimpanan dalam
memori dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini
rehearsal (ulangan ) memegang peranan penting.
Proses motivasi yang penting adalah penguatan
dari luar, penguatan dari dirinya sendiri dan Vicarius
Reinforcement (penguatan karena imajinasi).

Lebih
lanjut
menurut
Bandura
(1982)
penguasaan skill dan pengetahuan yang kompleks
tidak hanya bergantung pada proses perhatian,
retensi, motor reproduksi dan motivasi, tetapi juga
sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal
dari diri pembelajar sendiri yakni sense of self
Efficacy dan self regulatory system. Sense of
self efficacy adalah keyakinan pembelajar bahwa ia

246

dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan


sesuai standar yang berlaku.

Self regulatory adalah menunjuk kepada 1)


struktur kognitif yang memberi referensi tingkah laku
dan hasil belajar, 2) sub proses kognitif yang
merasakan, mengevaluasi, dan pengatur tingkah laku
kita (Bandura, 1978). Dalam pembelajaran selregulatory akan menentukan goal setting dan self
evaluation pembelajar dan merupakan dorongan
untuk meraih prestasi belajar yang tinggi dan
sebaliknya.
SELF-EFFICACY (KEMAMPUAN SENDIRI)

Self-efficacy diturunkan dari teori kognitif sosial


(social cognitive theory) hal tersebut dikemukakan
oleh Bandura (1986). Teori ini memandang
pembelajaran sebagai penguasaan pengetahuan
melalui proses kognitif informasi yang diterima.
Menurut Bandura self-efficacy adalah belief atau
keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai
situasi dan menghasilkan hasil (outcomes) yang
positif (Santrock, 2001). Sedangkan menurut Wilhite
(1990), self-efficacy adalah suatu keadaan dimana
seseorang yakin dan percaya bahwa mereka dapat
mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukan.
Menurut
Dale
Schunk
self-efficacy
mempengaruhi siswa dalam memilih kegiatannya.

247

Siswa dengan self-efficacy yang rendah mungkin


menghindari pelajaran yang banyak tugasnya,
khususnya untuk tugas-tugas yang menantang,
sedangkan siswa dengan self-efficacy yang tinggi
mempunyai keinginan yang besar untuk mengerjakan
tugas-tugasnya.

Pengetahuan kognitif sosial (social cognitive


learning) berasal dari interaksi
antara perilaku,
91
lingkungan proses kognitif, dan faktor pribadi.
Faktor-faktor
ini,
khususnya
lingkungan,
mempengaruhi perasaan mampu (feelings of
competency) mengenai tugas atau keahlian tertentu.
Perasaan mampu berkembang dari informasi yang
didapat dari Pengalaman-pengalaman kemenangan,
Pengalaman-pengalaman yang seakan-akan dialami
sendiri (vicarious experiences), Persuasi verbal,
keadaan afektif dan psikologis. Perasaan mampu
disebut dengan self-efficacy yang secara harfiah
92
berarti kemampuan sendiri.
Menurut Bandura (1997) dalam Tesis yang
berjudul Goal Orientantion, Self-efficacy, ada
beberapa faktor yang mempengaruhi self-efficacy
atau
dalam
pengertian
bahwa
Self-efficacy
91

92

D.Schunk, Self-efficacy and cognitive skill learning,


dalam C. Ames dan R. Ames (Eds), Research on
motivation in education: Vol. 3. Goal and cognition (C.A.
San Diego: Academic Press, 1989), 111-142.
Bandura, 1986

248

merupakan pengembangan dari empat komponen


berikut, yaitu:

1. Pengalaman Keberhasilan (mastery experiences)

Merupakan sumber efficacy yang utama, karena


berdasarkan pada pengalaman individu. Secara
umum, prestasi yang diperoleh dengan hasil baik
meningkatkan penghargaan efficacy. Keberhasilan
yang sering didapatkan akan meningkatkan selfefficacy yang dimiliki seseorang sedangkan
kegagalan akan menurunkan self-efficacy-nya. Hal
ini terjadi sebaliknya bagi yang mengalami
kegagalan, memiliki kecenderungan pengharapan
efficacy yang rendah. Apabila keberhasilan yang
didapat seseorang seseorang lebih banyak karena
faktor-faktor di luar dirinya, biasanya tidak akan
membawa pengaruh terhadap peningkatan selfefficacy. Akan tetapi, jika keberhasilan tersebut
didapatkan dengan melalui hambatan yang besar
dan merupakan hasil perjuangannya sendiri, maka
hal itu akan membawa pengaruh pada peningkatan
self-efficacy-nya.

2. Pengalaman Orang Lain (vicarious experiences)

Vicarious experiences diperoleh melalui Behavioral


Models yaitu melalui pengamatan orang lain yang
mampu melakukan aktivitas dalam situasi yang
menekan tanpa mengalami akibat yang merugikan
dapat menumbuhkan pengharapan bagi pengamat,

249

sehingga akan timbul keyakinan bahwa nantinya ia


juga akan berhasil jika dia berusaha secara intensif
dan tekun. Pengalaman keberhasilan orang lain
yang memiliki kemiripan dengan individu dalam
mengerjakan
suatu
tugas
biasanya
akan
meningkatkan self-efficacy seseorang dalam
mengerjakan tugas yang sama, demikian pula
sebaliknya pengamatan akan derajat kegagalan
akan kemampuan orang lain akan menurunkan
derajat self-efficacy. Self-efficacy tersebut didapat
melalui social models yang biasanya terjadi pada
diri seseorang yang kurang pengetahuan tentang
kemampuan
dirinya
sehingga
mendorong
seseorang untuk melakukan modeling. Namun selfefficacy yang didapat tidak akan terlalu
berpengaruh bila model yang diamati tidak memiliki
kemiripan atau berbeda dengan model. Proses
modeling tersebut mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap self-efficacy. Pengalaman-pengalaman
yang seakan-akan dialami sendiri dengan
menyaksikan penampilan orang yang mirip, kita
meyakinkan diri kita bahwa kita mungkin juga dapat
melakukan aksi tersebut, demikian pula sebaliknya.

3. Persuasi Sosial (Social Persuation)

Informasi tentang kemampuan yang disampaikan


secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh
biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang
bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas.

250

Bujukan (persuasi) berupa kata-kata dapat


membimbing siswa kita untuk meyakini bahwa
mereka dapat mengatasi kesulitan mereka dan
memperbaiki penampilan mereka. Self-efficacy
dapat
diperoleh
melalui
sosial
persuasi.
Kepercayaan diri orang lain dapat menambah atau
mengurangi self-efficacy, yaitu:
Peringatan atau kritik dari sumber yang
dipercaya dapat menambah kekuatan selfefficacy.

perilaku yang dipaksa agar tampak seperti


perilaku realistis dapat mengurangi kekuatan
self-efficacy.

Sosial persuasi paling efektif jika dikombinasikan


dengan performansi keberhasilan dan dapat
meyakinkan individu untuk berbuat sesuatu dan
apabila
perilaku
tersebut
berhasil,
maka
pencapaian reward verbal akan menambah
keyakinannya.

4. Keadaan fisiologis dan emosional (physiological


and emotional states)

Kecemasan dan stress yang terjadi dalam diri


seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan
sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya
seseorang
cenderung
akan
mengharapkan
keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai
oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya

251

keluhan atau gangguan somatic lainnya. Selfefficacy biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat
stress dan kecemasan sebaliknya self-efficacy
yang rendah ditandai oleh tingkat stress dan
kecemasan yang tinggi pula.
Perasaan yang kuat biasanya memiliki performansi
yang lebih rendah; ketika pengalaman seseorang
menunjukkan ketakutan yang hebat, kecemasan
yang sangat atau rasa stres mencapai puncaknya.
Mereka memiliki kecendrungan pengharapan akan
efficacy yang rendah. Individu lebih mengharapkan
akan berhasil jika tidak mengalami gejolak daripada
jika mereka menderita tekanan, goncangan dan
kegelisahan yang mendalam.

Situasi stress merupakan sumber informasi pribadi.


Jika kita memperhitungkan suatu gagasan sebagai
sesuatu yang tidak pada tempatnya dan perasaan
takut dalam kondisi tertentu, berarti kita
meningktakan kemungkinan perilaku yang demikian
terjadi, tapi jika seorang model yang dikagumi
mendemostrasikan kesejukan atau sesuatu yang
mendamaikan bahwa perilaku tersebut dapat
mengurangi tendensi untuk mengurangi perilaku
emosional.

Menerima informasi dari keempat sumber


tersebut di atas memungkinkan kita untuk
meningkatkan self-efficacy kita yakni kesuksesan
meningkatkan
perasaaan
self-efficacy
252

meningkatnya, sebaliknya kegagalan akan lenyap


self-efficacy. Anda dapat melihat bagaimana umpan
balik yang anda berikan dapat kepada siswa anda
mempunyai efek yang sangat kuat terhadap
perasaanperasaan mampu mereka. Karena seorang
model yang dihormati, penilaian anda mempunyai
pengaruh yang berarti. Ketika anda katakana
tentulah anda dapat melakukannya, jihan, anda
telah melakukan bujukan verbal yang kuat. Kemudian
anda mestilah mengikutinya terus dorongan ini
dengan memberikan jaminan bahwa kecakapan
penampilan siswa sesuai dengan harapan siswa dan
anda.

Teknik pengajaran anda juga sangatlah penting.


Penelitian telah menunjukan secara konsisten bahwa
ketika
siswa-siswa
anda
diajar
bagaimana
menyelesaikan tugas ketika mereka diberi latihan
93
strategi maka penampilan mereka meningkat. Hal ini
pada gilirannya mempengaruhi self-efficacy mereka
yaitu kepercayaan bahwa apa yang mereka lakukan
dapat
memperbaiki
control
mereka
dalam
mengendalikan situasi.
Menggunakan model juga efektif dalam
memperbaiki self-efficacy. Bekerja dengan siswasiswi sekolah dasar yang mengalami kesulitan dalam
93

Paris, D. Cross, dan M Lipson, Informed Strategies for


learning; A Program to improve childrens reading
awareness and comprehension, Journal of educational
psychology, 76, (1984), 1239-1252.

253

pelajaran matematika, telah mengobservasi video


tape siswa-siswa yang berada dalam berbagai kondisi
belajar. Mereka menemukan bahwa:
94

1. Beberapa siswa mengamati seorang guru memantu


siswa-siswi memecahkan masalah yang mereka
hadapi;

2. Ada Kelompok lain juga mengamati model sebaya


(peer models) yang dapat memecahkan masalah
dengan mudah dan kemudia mempuat pernyataan
positif yang mencerminkan self-efficacy;

3. Kelompok lainnya mengamati model yang ditiru


95
(coping model)
di mana siswa-siswi yang
mengalami kesulitan dan kesalahan tapi juga
mengucapkan pernyataan Saya harus kerja keras
menyelesaikan hal ini. Kemudian siswa nampak
menjadi lebih mahir.

Alhasil observasi yang dilakukan terhadap model


yang ditiru coping model memperlihatkan hasil
yang lebih bermanfaat.
Manfaat Self-efficacy

Sebagaimana dikatakan dalam tesis yang


berjudul Goal Orientantion, Self-efficacy dan Prestasi
94

95

D. Schunk, A. Hanson, dan P. Cox, Peer model attributes


and childrens achievement
behaviors, Journal of
educational psychology, 79, (1987), 54-61
Pembahasan tentang coping model dapat dilihat
kedalam buku: Adult development and Aging: (Diane
E.Papalia), 411-415.

254

Belajar pada Siswa Peserta dan Non Peserta


Program Pengajaran Intensif di Sekolah oleh Retno
Wulansari tahun 2001, bahwa ada beberapa fungsi
dari self-efficacy yaitu:

a. Pilihan perilaku

Dengan adanya self-efficacy yang dimiliki,


individu akan menetapkan tindakan apa yang akan ia
lakukan dalam menghadapi suatu tugas untuk
mencapai tujuan yang diiinginkannya.

b. Pilihan karir

Self-efficacy merupakan mediator yang cukup


berpengaruh terhadap pemilihan karir seseorang. Bila
seseorang merasa mampu melaksanakan tugas-tugas
dalam karir tertentu maka biasanya ia akan memilih
karir tesebut.
c. Kuantitas usaha dan keinginan untuk bertahan
pada suatu tugas

Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi


biasanya akan berusaha keras untuk menghadapi
kesulitan dan bertahan dalam mengerjakan suatu
tugas bila mereka telah mempunyai keterampilan
prasyarat. Sedangkan individu yang mempunyai selfefficacy yang rendah akan terganggu oleh keraguan
terhadap kemampuan diri dan mudah menyerah bila
menghadapi kesulitan dalam mengerjakan tugas.

d. Kualitas usaha

255

Penggunaan strategi dalam memproses suatu


tugas secara lebih mendalam dan keterlibatan kognitif
dalam belajar memiliki hubungan yang erat dengan
self-efficacy yang tinggi. Suatu penelitian dari Pintrich
dan De Groot menemukan bahwa siswa yang
memiliki
self-efficacy
tinggi
cenderung
akan
memperlihatkan penggunaan kognitif dan strategi
belajar yang lebih bervariasi.

Sebuah penelitian telah menemukan bahwa ada


hubungan yang erat antara self-efficacy dan orientasi
sasaran
(goal
orientation).
Self-efficacy
dan
achievement
siswa
meningkat
saat
mereka
menetapkan tujuan yang spesifik, untuk jangka
pendek, dan menantang. Meminta siswa untuk
menetapkan tujuan jangka panjang adalah hal yang
baik seperti: Saya ingin malanjutkan ke perguruan
tinggi, tetapi akan sangat lebih baik kalau mereka
juga membuat tujuan jangka pendek tentang apa
yang harus dilakukan seperti: Saya harus
mendapatka nilai A untuk tes matematika yang akan
datang.
Pengukuran Self-efficacy

Menurut Bandura (1977) sebagaimana dikatakan


dalam tesis yang berjudul Goal Orientantion, Selfefficacy dan Prestasi Belajar pada Siswa Peserta dan
Non Peserta Program Pengajaran Intensif di Sekolah
oleh Retno Wulansari tahun 2001, pengukuran self-

256

efficacy yang dimilki seseorang mengacu pada tiga


dimensi, yaitu:
a.

b.

c.

Magnitude, yaitu suatu tingkat ketika seseorang


meyakini usaha atau tindakan yang dapat ia
lakukan.
Magnitude,
yaitu
dimensi
yang
berhubungan dengan tingkat kesulitan tugas. Jika
seseorang dihadapkan pada tugas-tugas yang
disusun menurut tingkat kesulitannya, maka
pengharapan efficacy-nya akan jatuh pada tugastugas yang mudah, sedang ataupun sulit sesuai
dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk
memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan.

Strength, yaitu suatu kepercayaan diri yang ada


dalam diri seseorang yang dapat ia wujudkan
dalam meraih performa tertentu. Strength, yaitu
derajat kemantapan individu terhadap keyakinan
atau pengharapan. Dimensi ini biasanya akan
berkaitan langsung dengan dimensi magnitude,
makin tinggi taraf kesulitan tugas, makin lemah
keyakinan untuk menyelesaikan suatu tugas.
Generality, diartikan sebagai keleluasaan dari
bentuk self-efficacy yang dimiliki seseorang untuk
digunakan dalam situasi lain yang berbeda.
Generality, yaitu dimensi yang berhubungan
dengan luas bidang tingkah laku khusus,
sementara orang lain dapat menyebar meliputi
berbagai bidang tingkah laku.

257

Strategi untuk Meningkatkan Self-efficacy

Untuk meningkatkan self-efficacy siswa, ada


beberapa strategi yang dapat kita lakukan (Stipek,
1996) yaitu:
a. Mengajarkan siswa suatu strategi khusus sehingga
dapat meningkatkan kemampuannya untuk fokus
pada tugas-tugasnya.
a. Memandu siswa dalam menetapkan tujuan,
khususnya dalam membuat tujuan jangka pendek
setelah mereka mebuat tujuan jangka panjang.
b.
c.

d.

Memberikan reward untuk performa siswa

Mengkombinasikan strategi training dengan


menekankan pada tujuan dan memberi feedback
pada siswa tentang hasil pembelajarannya.
Memberikan support atau dukungan pada siswa.
Dukungan yang positif dapat berasal dari guru
seperti pernyataan kamu dapat melakukan ini,
orang tua dan peers.

e. Meyakinkan bahwa siswa tidak terlalu aroused dan


cemas karena hal itu justru akan menurunkan selfefficacy siswa.

f. Menyediakan siswa model yang bersifat positif


seperti adult dan peer. Karakteristik tertentu dari
model dapat meningkatkan self-efficacy siswa.
Modelling efektif untuk meningkatkan self-efficacy
khususnya
ketika
siswa
mengobservasi
keberhasilan teman peer-nya yang sebenarnya
258

mempunyai
mereka.

kemampuan

yang

sama

dengan

TEORI SOCIAL-COGNITIVE (BANDURA-MISCHEL)

96

I. Struktur Kepribadian

Menurut
teori
social-cognitive,
struktur
kepribadian individu terdiri dari empat konsep utama
yaitu
competencies-skills,
belief-expectancies,
Evaluative standards, dan personal goal.
a. Compentencies-skills

Kompetensi atau skill adalah kemampuan


yang dimiliki oleh individu untuk menyelesaikan dan
menghadapi masalah dalam hidupnya. Kompetensi
meliputi cara bepikir tentang masalah dalam
kehidupan dan kemampuan bertingkah laku dalam
menyelesaikan masalah. Skill adalah kompetensi
yang dimiliki individu dalam konteks yang spesifik.
Kompetensi diperoleh melalui interaksi sosial dan
observasi
terhadap
dunia.
Perkembangan
kompetensi kognitif dan tingkah laku juga turut
mempengaruhi delay gratification skill, kemampuan
individu dalam menunda kepuasan impuls yang
tidak tepat secara social atau secara potential
membahayakan diri sendiri. Delay gratification skill
ditentukan oleh hasil yang diinginkan, pengalaman

96

Sumber acuan: Pervin, L.A. & John O.P. (2005).


Personality : Theory and Research. New York: John Wiley
& Sons, Inc

259

pribadi di masa lalu serta observasi terhadap


konsekuensi yang diterima oleh model.

b. Belief-expectancies

Sebuah
pemikiran
melibatkan
beliefs
mengenai seperti apa dunia yang sesungguhnya
dan seperti apa masa depan. Ketika beliefs
diarahkan pada masa depan maka disebut dengan
expectancies. Ekspektansi terhadap masa depan
merupakan
hal
utama
yang
menentukan
bagaimana kita bertingkah laku. Individu memiliki
ekspektansi pada tingkah laku yang diterima oleh
orang, reward dan punishment yang mengikuti
tingkah laku tertentu, serta kemampuan individu
untuk mengatasi stres dan tantangan. Inti dari
kepribadian adalah pada perbedaan cara dimana
manusia sebagai individu yang unik menerima
suatu
situasi,
mengembangkan
ekspektansi
mengenai keadaan yang akan datang, dan
menampilkan perbedaan pola perilaku sebagai
hasil dari perbedaan persepsi dan ekspektansi
tersebut. Sama halnya dengan kompetensi,
ekspektansi
yang
dimiliki
individu
bersifat
kontekstual.
Bandura (1997, 2001, dalam Pervin, Cervone,
& John, 2005) telah menekankan bahwa
ekpektansi
manusia
mengenai
kemampuan
performanya menjadi kunci dalam prestasi manusia
dan
kesejahteraannya.
Bandura
mengacu

260

ekspektansi tersebut sebagai persepsi dari selfefficacy. Perceived self-efficacy kemudian mengacu
pada persepsi seseorang terhadap kemampuan
yang dimilikinya untuk bertindak dalam situasi yang
akan datang. Persepsi self-efficacy menjadi penting
karena mempengaruhi keberhasilan seseorang.

c. Evaluative Standard dan Personal Goal

Goal
atau
tujuan
berkaitan
dengan
kemampuan individu untuk mengantisipasi masa
depan dan untuk memotivasi dirinya sendiri.
Adanya tujuan dalam hidup dapat mengarahkan
individu untuk membuat prioritas, mengabaikan
pengaruh-pengaruh sementara dan mengorganisasi
tingkah laku selama periode waktu tertentu. Goal
bukan suatu sistem yang kaku, melainkan individu
dapat memilih tujuannya tergantung dari apa yang
dinilai paling penting bagi dirinya saat itu,
kesempatan apa yang tersedia di lingkungan dan
penilaiannya terhadap self-efficacy dalam mencapai
tujuan, sesuai dengan tuntutan lingkungan.

d. Evaluative standards

Individu memiliki Evaluative standards yang


merepresentasikan tujuan yang akan dicapai dan
landasan dalam mengharapkan reinforcement dari
orang lain dan diri sendiri. Evaluative standard
yang melibatkan pemikiran mengenai sesuatu
harus seperti apa, yaitu kriteria mental untuk

261

mengevaluasi baik atau buruknya suatu peristiwa.


Hal ini meliputi pengalaman akan emosi seperti
malu, bangga, merasa puas atau tidak puas
terhadap dirinya. Evaluative standards yang
dipelajari juga meliputi prinsip-prinsip moral dan
etika dalam bertingkah laku. Di dalam Evaluative
standards yang dimiliki seseorang terdapat
pengaruh eksternal meskipun berasal dari internal
individu. Evaluative standards merupakan hal yang
mendasari
motivasi
dan
performance
dari
seseorang. Standar evaluasi sering memicu reaksi
emosional. Seseorang merasa bangga bila
mencapai standar performanya dan kecewa ketika
gagal mencapai standar tersebut. Hal tersebut
mengarah pada self-evaluation reactions, yaitu
seseorang
mengevaluasi
tindakannya
dan
kemudian berespons secara emosional (puas atau
tidak puas) sebagai hasil dari evaluasi.

262

II. Dinamika Kepribadian

Menurut teori social-cognitive, fungsi-fungsi


kompetensi, ekspektasi, goal dan Evaluative
standards dapat berkembang melalui observasi
terhadap orang lain (observational learning dan
vicarious conditioning) maupun dari pengalaman
sendiri. Observational learning adalah keadaan di
mana
individu
dapat
belajar
dengan
cara
mengobservasi atau mengamati tingkah laku orang
lain (model). Sementara itu, vicarious conditioning
dapat diartikan sebagai proses mempelajari reaksi
emosional melalui observasi terhadap orang lain.
Bandura mengatakan bahwa terdapat dua prinsip
teoritis yang harus digunakan untuk menganalisis
dinamika proses kepribadian, yaitu penyebab perilaku
yang disebut dengan reciprocal determinism. Lainnya
adalah kerangka kerja untuk berpikir mengenai
proses kepribadian internal yang disebut dengan
cognitive-affective processing system (CAPS).
a. Reciprocal determinism

Tingkah laku seseorang dapat dijelaskan


berdasarkan interaksi antara orang dengan
lingkungan. Manusia dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, tetapi manusia juga memilih perilaku
yang akan ditampilkannya. Manusia responsif
terhadap situasi dan secara aktif mengkonstruk dan
mempengaruhi
situasi.
Bandura
tidak

263

menggunakan prinsip faktor lingkungan yang


menyebabkan suatu tingkah laku, namun terdapat
hubungan timbal balik antara faktor lingkungan,
tingkah laku dan personal. Personal adalah
karakteristik individu seperti kapasitas kognitif
dalam mengantisipasi maupun dalam memori dapat
mempengaruhi baik lingkungan maupun tingkah
laku. Personal dapat juga dalam bentuk
kemampuan
dalam
memecahkan
masalah.
Sebaliknya lingkungan dan tingkah laku dapat
membentuk
kemampuan
seseorang
untuk
mengantisipasi suatu masalah.

b. Cognitive-affective Processing System (CAPS)

Kepribadian harus dipahami sebagai sebuah


sistem, yang mengacu pada sesuatu yang memiliki
bagian-bagian dalam jumlah yang besar dan saling
berinteraksi satu sama lain. Bagian-bagian yang
saling berinteraksi tersebut sering menimbulkan
bentuk yang kompleks dari suatu perilaku.
Dinamika interaksi antara bagian-bagian tersebut
menimbulkan kompleksitas dari sistem. CAPS
(Mischel & Schoda, 1995, dalam Pervin, Cervone,
& John, 2005) memiliki tiga ciri khas, yaitu: 1)
Aspek kognitif dan emosi saling berkaitan satu
sama lain. Pemikiran mengenai goals akan memicu
pemikiran mengenai skills, dan akhirnya memicu
pemikiran
self-efficacy.
Pada
akhirnya
mempengaruhi self-evaluations dan emosi, 2)

264

Aspek situasi yang berbeda mengaktivasi bagian


tertentu dari keseluruhan sistem kepribadian, dan
3) Apabila situasi yang berbeda mengaktivasi
bagian
tertentu
dari
keseluruhan
sistem
kepribadian, maka perilaku manusia harus berbeda
dari satu situasi ke situasi lainnya.
PENERAPAN SOCIAL COGNITIVE LERNING THEORY DI
KELAS
Ide Bandura mempunyai relevansi khusus di
kelas, khususnya pendapat-pendapatnya mengenai
karakter-karakter dari model-model yang diinginkan
dan keutamaan pribadi siswa khususnya selfefficacy mereka. Karakter tertentu sang model
nampaknya berhubungan secara positif dengan
belajar
melalui
pengamatan:
mereka
yang
mempunyai status, kompetensi, dan tenaga yang
tinggi lebih efektif untuk ditiru perilakunya dari
97
kelompok model yang lain.
Perilaku orangorang yang telah mencapai
status tertentu dan terhormat akan melahirkan
konsekuensi yang sukses, hal tersebut memberiakn
kesan nilai yang tinggi bagi mereka yang
mengamatinya. Dapat juga dikatakan siswa yang
ingin mendapat kesuksesan yang sama sebagai
orang yang terhormat di kelas, jadi siswa boleh
97

A. Bandura, Social Learning Theory (Englewood Cliffs:


Prentice Hall, 1977), 88.

265

mengikuti jejak yang mengarah keberhasilan. Perilaku


model
juga
memberikan
informasi
tentang
konsekuensi yang mungkin dari perilaku yang sama
dengan jika hal demikian diperbuat oleh mereka yang
mengamatinya. Dengan demikian karakteristik tidak
hanya menarik bagi orang yang mengamati dikarenan
status yang sudah dicapai model tersebut bahkan
disertai dengan sanjungan (sebagai contoh bintang
Indonesian idol atau bintang KDI), tapi juga
dikarenakan perilaku mereka yang membawa dampak
penghargaan yang nyata, seperti uang dan
kekuasaan. Misalnya tahun 2008 banyak artis yang
terjun ke dunia poltik. Beberapa nama yang cukup
terkenal misalnya Rano Karno menjadi wakil Bupati
Kab. Tangerang, Dede Yusuf sebagai wakil gubernur
Jawa Barat.

Karena itu bagi siswa, Bandura (1981)


mengutarakan perhatiannya mengenai perkembangan
pengetahuan diri, khususnya gagasan mengenai
self-efficacy. Dia menyatakan bahwa self-efficacy
berkaitan dengan pertimbangan mengenai sebaik apa
seseorang dapat menata dan memutuskan tujuan
dari suatu tindakan yang diinginkan yang berkaitan
dengan situasi yang ambigus, tak terduga, dan sering
menegangkan. Schuk dan Zimmerman (1997) dalam

98

98

A. Bandura, Self-referent thought: a development


analysis of self-efficacy, In J. Flavell dan L.Ross (eds).,
Social cognitive development (New York: Cambridge
University Press, 1981).

266

Elliott (2000) meninjau sebuah penelitian mengenai


sumber sifat senang bergauli bagian dari pengaturan
diri. Mereka mencatat bahw efek dari seorang model
terhadap orang yang mengamati mereka (misalnya,
siswa di dalam kelas) tergantung pada persepsi dari
self-efficacy. Membangun self-efficacy dalam diri
siswa semestinya menjadi tujuan utama para guru.

Penilaian
dari
self-efficacy berpengaruh
terhadap pilihan aktivitas dan kondisi kita yaitu kita
mempu menghindari dari apa yang kita takutkan akan
melampui kemampuan kita, meskipun kita mampu
melakukan aktifitas tersebut. Self-efficacy juga
mampu menaksir pengaruh kualitas perilaku dan
ketekunan kita dalam menghadapi tugastugas sulit.

Sekolah menawarkan sebuah kesempatan yang


unggul
untuk
pengembangan
self-efficacy;
konsekuensinya praktek pendidikan semestinya
99
mencerminkan realita
yang materi dan metode
pengajaran seharusnya dievaluasi tidak hanya demi
skill akademik dan pengetahuan, tapi juga agar
mereka mampu menyempurnakan persepsi mereka
sendiri dan hubungan-hubungan sosial. Patrick (1997)
mencatat
bahwa
riset
kognitif
sosial
telah
mengidentifikasi banyak dari faktor-faktor kognitf
sosial yang sama begitu penting dalam regulasi
99

A.Bandura, Self-efficacy: the exercise of control (New


York: Freeman, 1997).

267

pekerjaan akademik sekaligus juga menjadi penting


bagi hubungan sosial.

Jadi untuk menterjemahkan teori belajar sosial


kedalam praktek ruangan kelas yang bermakna,
maka perlu diingat beberapa hal:
1. Parsisnya apa yang anda inginkan untuk disajikan
pada siswa (perilaku khusus muntuk menjadi
tauladan (model) ?
2. Apakah yang demikian itu bermanfat? (penguatan
apa saja yang tersedia demi respon yang benar)?

3. Bagaimana
caranya
anda
menceritakan,
menunjukkan, dan mendorong mereka untuk
memvisualisasikan perilaku yang diinginkan?
4. Apakah pelajaran berkualitas sehingga
memperbaiki self-efficacy siswa?

akan

Menggunakan Pembelajaran Observasional Secara


100
Efektif
1 Pikirkan tentang model tipe apa yang akan Anda
hadirkan untuk murid. Setiap hari, jam demi jam,
murid akan melihat dan mendengar apa yang Anda
katakan dan lakukan. Murid akan menyerap banyak
informasi dari Anda. Mereka akan menyerap
kebiasaan baik dan buruk Anda, ekspektasi Anda
atas prestasi tinggi dan rendah mereka, semangat
Anda, kebosanan Anda, cara Anda menghadapi
100

Santrock: 2001, 259

268

stres, gaya pembelajaran Anda, sikap gender


Anda, dan banyak aspek lain dari perilaku Anda.

2 Tunjukkan dan ajari perilaku baru. Demonstrasi


berarti Anda, sebagai guru, menjadi model atau
contoh untuk pembelajaran observasional murid.
Mendemonstrasikan bagaimana melakukan sesuatu, seperti memecahkan soal matematika,
membaca,
menulis,
berpikir,
mengontrol
kemarahan, dan menampilkan keahlian fisik,
adalah perilaku guru yang umum dijumpai di kelas.
Misalnya, guru mungkin mencontohkan cara
menggambar diagram kalimat, menyusun strategi
memecahkan
persamaan
aljabar,
atau
melemparkan
bola
basket.
Saat
mendemonstrasikan cara melakukan sesuatu, Anda
perlu menarik perhatian murid pada detail
pembelajaran yang relevan. Demonstrasi Anda
juga harus jelas dan mengikuti urutan logika.
Pembelajaran observasional dapat efektif terutama
101
untuk mengajar perilaku baru.
Murid yang baru
pertama
kali
diminta
belajar
perkalian,
memecahkan persamaan aljabar, menulis paragraf
dengan tema, atau menyajikan pidato yang efektif,
akan mendapat manfaat dengan mengamati dan
mendengarkan model yang kompeten.

3 Pikirkan cara menggunakan teman sebaya sebagai


model yang efektif. Guru bukan satu-satunya model
101

Schunk, 1996

269

di kelas. Murid bisa saja mengikuti kebiasaan baik


dan buruk yang dilakukan teman-temannya,
orientasi prestasinya, dan sebagainya, melalui
pembelajaran observasional. Ingat bahwa murid
sering kali termotivasi untuk meniru model
berstatus tinggi. Teman yang lebih tua biasanya
punya status lebih tinggi ketimbang teman seusia.
Jadi, strategi yang baik adalah meminta teman
yang lebih tua dari model kelas yang lebih tinggi
untuk mencontohkan cara melakukan suatu
perilaku yang Anda harapkan akan dilakukan oleh
murid Anda. Bagi murid dengan kemampuan
rendah atau tidak mampu melakukan perilaku
tertentu dengan baik, sebaiknya diberi model
seorang murid berprestasi rendah yang berjuang
dengan susah payah sampai bisa menguasai suatu
102
perilaku.

4 Pikirkan cara agar mentor dapat digunakan sebagai


model. Murid dan guru memperoleh manfaat jika
punya mentor-seseorang yang mereka hormati dan
rujuk, sese orang yang berfungsi sebagai model
kompeten, seseorang yang bersedia bekerja
dengan mereka dan membantu mereka mencapai
tujuan. Sebagai guru, mentor potensial bagi Anda
adalah guru yang lebih berpengalaman, seseorang
yang sudah lama mengajar dan punya pengalaman
102

Schunk, 1996

270

bertahun-tahun dalam menghadapi problem dan isu


yang juga akan harus Anda tangani.

Dalam program Quantum Opportunities, murid dari


keluarga miskin mendapat banyak manfaat dari
pertemuan dengan seorang mentor selama empat
tahun
(Carnegie
Council
on
Adolescent
Development, 1995). Para mentor mencontohkan
perilaku yang tepat dan strategi yang benar,
memberi dukungan berkelanjutan, dan memberi
bimbingan. Meluangkan waktu beberapa jam dalam
seminggu dengan mentor bisa membuat perbedaan
dalam kehidupan murid, terutamajika orang tua
murid tidak bisa menjadi model peran yang baik.

5 Cari tamu kelas yang akan memberikan model yang


baik bagi murid Anda. Siapa lagi yang bisa menjadi
model yang baik bagi murid Anda? Untuk
mengubah kehidupan kelas Anda, undang tamu
yang punya sesuatu yang berharga untuk
dibicarakan atau ditunjukkan. Kemungkinan ada
beberapa domain (fisik, musik, artistik, atau yang
lainnya di mana Anda tak punya keahlian yang bisa
membuat Anda menjadi model untuk murid Anda.
Saat Anda perlu memperlihatkan keahlian itu
kepada murid, luangkan waktu untuk mencari
model yang kompeten di dalam komunitas. Undang
mereka untuk datang ke kelas Anda guna
menunjukkan dan mendiskusikan keahliannya. Jika
ini tidak bisa dilakukan, lakukan perjalanan dengan

271

membawa anak didik Anda melihat para ahli itu


biasa tampil menunjukkan keahliannya.

6 Pertimbangkan model yang dilihat anak di televisi,


video, dan komputer. Murid mengamati model saat
mereka menonton acara televisi, video, film, atau
layar komputer di kelas Anda. Prinsip pembelajaran
observasional yang kita deskripsikan di muka juga
berlaku untuk media ini. Misalnya, sejauh mana
murid menganggap model di media sebagai sosok
berstatus tinggi atau rendah, menarik atau
membosankan,
dan
sebagainya,
akan
memengaruhi
sejauh
mana
pembelajaran
observasional mereka.
Pendekatan Perilaku Kognitif dan Regulasi Diri

Pengkondisian operan memunculkan banyak


aplikasi untuk berbagai setting dunia riil. Minat
terhadap pendekatan behavioral kognitif juga
memunculkan aplikasi yang serupa.

Pendekatan Perilaku Kognitif. Dalam pendekatan


perilaku kognitif, penekanannya adalah untuk
membuat
murid
memonitor,
mengelola
dan
mengaturperilaku mereka sendiri, bukan mengontrol
mereka melalui faktor eksternal. Di beberapa
kalangan ada yang dinamakan modifikasi perilaku
kognitif. Pendekatan perilaku kognitif berasal dari
psikologi kognitif, yang menekankan pada efek pikiran

272

terhadap
perilaku,
dan
behaviorisme,
yang
menekankan pada teknik mengubah perilaku.
Pendekatan perilaku kognitif berusaha mengubah
miskonsepsi murid, memperkuat keahlian mereka
dalam menangani sesuatu, meningkatkan kontrol diri,
103
dan mendorong refleksi diri yang konstruktif.

Metode instruksi-diri (self instructional method)


adalah
sebuah
teknik
perilaku
kognitifyang
dimaksudkan
guna
mengajari
individu
untuk
memodifikasi perilaku mereka sendiri. Metode selfinstructional ini membantu orang mengubah apa yang
anggapan mereka tentang diri mereka sendiri.
Bayangkan sebuah situasi di mana murid
sekolah menengah atas sangat gugup saat akan
menempuh ujian standar, misalnya UAN. Murid itu
bisa diajak untuk berbicara kepada dirinya sendiri
secara positif. Berikut ini beberapa strategi bicara
pada diri sendiri (self talk) yang bisa dipakai guru dan
murid
untuk
mengatasi
situasi
yang
104
menggelisahkan:
Bersiap menghadapi stres atau kecemasan

P. Kendal, Cognitive behavior therapy, dalam Kazdin


(ed)., Encyclopedia of psychology (Washington D.C, and
Yew York: American Psychology Association and Exford U
Press, 2000).
104
D. Meichenbaum, D. Turk, dan S.Burstein, The Nature of
coping with stress, Dalam I. Sarason dan C. Spielberger
(Eds.) Stress and anxiety (Washington, DC: Hemisphere,
1975).
103

273

Apa yang harus aku lakukan?


Aku
akan
menanganinya.
Aku sedang
kulakukan.

menyusun

memikirkan

rencana
apa

yang

untuk
hams

Aku tidak akan cemas. Sikap khawatir tidak akan


memperbaiki apa pun,
Aku punya banyak strategi yang bisa kupakai.

Menghadapi dan menangani kecemasan atau stres


Aku bisa menghadapi tantangan itu.

Aku akan menjalaninya setahap demi setahap.

Aku bisa mengatasinya. Aku akan tenang,


menarik nafas dalam-dalam, dan menggunakan
salah satu strategi yang ada.
Aku tidak akan memikirkan stresku. Aku hanya
akan berpikir tentang apa yang harus kulakukan.

Mengatasi perasaan pada saat kritis/ mendesak


Apa ini yang harus kulakukan?
Aku tahu akan tambah
mengontrol diriku sendiri.

cemas.

Aku

cukup

Jika kecemasan datang, aku akan berhenti


sejenak dan tetap fokus pada apa yang harus
kulakukan.

Menggunakan pemyataan penguat diri


Bagus. Aku bisa.

274

Aku bisa mengatasinya dengan baik.


Aku tahu aku bisa melakukannya.

Aku akan beri tahu orang bagaimana aku berhasil


melakukannya.

Dalam banyak kasus, strateginya adalah


mengganti pernyataan negatif dengan pernyataan
positif. Misalnya, murid mungkin berkata kepada
dirinya sendiri,

Aku tak akan pernah bisa menyelesaikan ini besok


pagi. Ini bisa diganti dengan pernyataan positif,
semisal:
Ini akan sulit tapi aku pikir aku bisa melakukannya.

Aku akan menganggapnya sebagai tantangan,


bukan sebagai sesuatu yang menyusahkan.
Jika aku bekerja
menyelesaikannya.

keras,

aku

mungkin

bisa

Atau, jika hendak berpartisipasi dalam diskusi kelas,


murid bisa mengganti pikiran negatif seperti,

Semua orang tahu lebih banyak ketimbang diriku,


jadi apa gunanya aku mengatakan sesuatu?
Dengan pernyataan positif seperti:

Aku punya hal untuk dikatakan kepada orang lain.


Ideku mungkin berbeda tapi ideku tetap bagus.

Tak masalah sedikit gugup; aku akan santai dan


bicara.

275

Gambar di bawah ini menunjukkan poster yang


dibuat anak grade lima untuk membantu mereka
mengingat bagaimana cara bicara kepada diri sendiri
sembari mendengarkan, melihat, bekerja, dan
mengecek.

Poster 1

Saat Mendengar

1 Apakah ini masuk akal?


2 Apa saya paham?

3 Saya perlu mengajukan


pertanyaan sebelum saya
lupa.
4 Perhatikan

5 Mampukah saya melakukan


apa yang diminta guru?

Poster 3

Saat Bekerja

1.
Apa kerja saya sudah
cukup cepat?

2.
Berhenti melirik pacar dan
kembali bekerja.

276

Poster 2

Saat Merencanakan

1. Apa saya sudah punya


semuanya?

2. Apakah saya menyuruh teman


saya tenang sehingga saya
bisa menyelesaikan ini?
3. Saya pertama-tama perlu
merapikan. Seperti apa urutan
yang seharusnya?
4. Saya tahu soal ini.

Poster 4

Saat Mengecek

1. Apakah saya sudah


menyelesaikan semuanya?

2. Apa yang saya perlukan untuk


mengecek ulang?

3.
Berapa lama waktu yang
tersisa?

3. Apakah saya bangga atas


pekerjaan saya ini?

5.
Ini sulit tapi saya bisa
mengatasinya

5. Saya sudah selesai. Saya


sudah mengatur diri saya
sendiri. Tapi apakah saya
terlalu banyak melamun?

4.
Apa saya perlu berhenti
dan memulai lagi?

4. Apakah saya menulis semua


kata?

Beberapa Poster Yang Dapat Digunakan Untuk Membantu


Siswa Mengingat Cara Berbicara Dengan Diri Sendiri Secara
Efektif

Berbicara positif kepada diri sendiri dapat


membantu guru dan murid mewujudkan potensi
penuh mereka. Menantang pikiran negatif bisa
membuat kita mewujudkan potensi diri. Anda kira
Anda tidak bisa melakukannya, maka Anda pun tak
bisa melakukannya. Jika pembicara negatif pada diri
sendiri ini merupakan masalah Anda, cobalah
sesekali tanyakan pada diri Anda, Apa yang akan
aku katakan pada diriku sekarang? Momen yang
Anda anggap akan sangat menekan adalah mamen
yang tepat untuk memeriksa pembicaraan diri Anda
sendiri. Juga pantaulah pembicaraan diri para murid.
Apabila Anda mendengar murid berkata: Aku tidak
bisa melakukannya atau Aku sangat lamban
sehingga tidak bisa menyelesaikan sesuatu maka
luangkan waktu Anda untuk membantu mereka

277

mengganti pernyataan diri negatif dengan pernyataan


yang positif.

Para behavioris kognitif merekomendasikan agar


murid meningkatkan pre stasi mereka dengan cara
memonitor perilaku mereka sendiri. Ini bisa berarti
menyuruh murid untuk membuat diagram atau
catatan atas tindakan mereka. Guru dapat menyuruh
murid melakukan hal yang sama untuk memonitor
kemajuan mereka dengan mencatat berapa banyak
tugas yang telah mereka selesaikan, berapa buku
yang telah mereka baca, berapa banyak pekerjaan
rumah yang telah mereka serahkan tepat pada
waktunya, berapa hari mereka tidak ribut di kelas,
dan sebagainya.

Dalam beberapa kasus, guru menempatkan


diagram ini di din ding kelas. Atau, jika guru
menganggap membanding-bandingkan murid akan
membuat beberapa murid stres, maka strategi yang
lebih baik adalah menyuruh murid menyimpan
catatan pribadi (dalam buku catatan, misalnya) yang
secara periodik akan di periksa guru.

Monitoring diri adalah strategi yang bagus untuk


meningkatkan pembelajaran, dan Anda dapat
membantu murid belajar melakukannya secara efektif.

Pembelajaran
Regulasi
Diri. Pembelajaran
regulasi diri adalah memunculkan dan memonitor
sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk

278

mencapai suatu tujuan. Tujuan ini bisajadi berupa


tujuan akademik (meningkatkan pemahaman dalarn
membaca, menjadi penulis yang baik, belajar
perkalian, mengajukan pertanyaan yang relevan),
atau tujuan sosioemosional (mengontrol kemarahan,
belajar akrab dengan teman sebaya). Apa
karakteristik dari pelajar regulasi diri ini? Pelajar
105
regulasi diri:

Bertujuan memperluas pengetahuan dan menjaga


motivasi.
Menyadari keadaan emosi mereka dan punya
strategi untuk mengelola emosinya.

Secara periodik memonitor kemajuan ke arah


tujuannya.
Menyesuaikan
atau
memperbaiki
berdasarkan kemajuan yang mereka buat.

strategi

Mengevaluasi halangan yang mungkin muncul dan


melakukan adaptasi yang diperlukan.

Para peneliti telah menemukan bahwa murid


berprestasi tinggi sering kali merupakan pelajar yang
106
juga belajar mengatur diri sendiri.
Misalnya,
105

106

P.H. Winne, Inherent details in self regulated learning,


Educational psychology, 30, (1995: 173-187); P.H.
Winne,
Experimenting to bootstrap self regulated
learning, Journal of educational psychology, 89, (1997:
397-410).
Paris dan Paris, 2001; Pintrich, 2000; Pintrich dan
Schunk, 2002; Zimmerman, 1998, 2000, 2001;
Zimmermandan Schunk, 2001

279

dibandingkan dengan murid berprestasi rendah, murid


berprestasi tinggi menentukan tujuan yang lebih
spesifik, menggunakan lebili banyak strategi belajar,
memonitor sendiri proses belajar mereka, dan lebih
sistematis dalam mengevaluasi kemajuan mereka
sendiri.

Guru, tutor, mentor, konselor, dan orang tua


dapat membantu murid agar menjadi pembelajar
107
regulasi diri. Barry Zimmerman, Sebastian Bonner,
dan Robert Kovach (1996) mengembangkan model
untuk mengubah murid yang enggan mengatur diri
menjadi murid yang mau melakukan hal-hal sebagai
berikut: (1) mengevaluasi dan memonitor diri sendiri;
(2) menentukan tujuan dan perencanaan strategis; (3)
melaksanakan rencana dan memonitornya; dan (4)
memonitor hasil dan memperbaiki strategi.
Zimmerman dan rekannya mendeskripsikan
seorang murid grade tujuh yang jeblok dalam
pelajaran sejarah dan kemudian menerapkan regulasi
diri untuk murid itu. Pada langkah 1, dia
mengevaluasi studinya dan persiapan tesnya dengan
membuat catatan yang detail. Guru memberi petunjuk
cara melakukan Pencatatan ini. Setelah beberapa
minggu, murid itu mempelajari catatan ini dan
mengetahui bahwa nilai buruknya disebabkan oleh
kesulitannya dalam memaharni materi bacaan.
107

Randi dan Como, 2000; Weinstein, Husman, dan


Dierkindan 2000.

280

Penilaian diri, Contoh mentoring diri

Monitoring diri dapat bermanfaat bagi Anda dan


murid Anda. Banyak pelajar yang sukses secara
teratur memonitor kemajuan mereka dengan melihat
bagaimana mereka melakukan usaha mereka untuk
menyelesaikan
suatu
tugas,
mengembangkan
keahlian, atau melakukan ujian. Untuk bulan
selanjutnya, pantaulah studi Anda dalam pelajaran
psikologi pendidikan yang Anda tempuh saat ini.
Untuk mendapatkan nilai tinggi, kebanyakan pengajar
merekomendaslkan agar murid menghabiskan waktu
dua atau tiga jam di luar kelas untuk belajar,
108
mengerjakan PR, dan mengerjakan tugas di kelas.
Pengalaman memonitor sendiri studi Anda akan
memberi Anda pemahaman betapa pentingnya
keterampilan ini bagi murid Anda. Anda bisa
mengambillembaran ini untuk pekerjaan rumah murid
Anda. Ingat dari diskusi kita tentang teori
pembelajaran sosial kognitif Bandura, bahwa selfefficacy melibatkan keyakinan bahwa Anda bisa
menguasai situasi dan memproduksi hasil yang
positif. Satu cara untuk mengevaluasi self-efficacy
adalah pengharapan atau ekspektasi Anda untuk
mendapatkan nilai tertentu pada tes atau ujian yang
akan datang. Tentukan berapa skor atau nilai yang
ingin Anda raih pada ujian nanti. Kemudian untuk
studi Anda setiap hari, hitung rata-rata self-efficacy
108

Santrock dan Halonen, 2002.

281

untuk meraih sekor yang Anda inginkan berdasarkan


pada skala 3 poin: 1 = tidak percaya diri; 2 = cukup
percaya diri; 3 = sangat percaya diri.
TANGGA
TUGAS WAKTU WAKTU
L

KONTEKS STUDI

SELFEFFICACY

1. Evaluasi dan Monitoring Diri

Guru membagikan formulir yang dapat dipakai


murid untuk memonitor aspek spesifik dari studi
mereka.

Guru memberi tugas harian kepada murid untuk


mengembangkan kemampuan monitoring diri
mereka dan soal mingguan untuk menilai
seberapa jauh mereka telah mempelajari metode
tersebut.

Setelah beberapa hari, guru mulai menyuruh


murid saling menukar pekerjaan rumah dengan
temannya.
Temannya
diminta
untuk
mengevaluasi akurasi pekerjaan rumah dan
seberapa efektifkah murid dalam melakukan
monitoring diri. Kemudian guru mengumpulkan
pekerjaan rumah untuk dinilai dan mengulas
saran yang diberikan teman-teman murid.

2. Menentukan Tujuan dan Perencanan Strategis

282

Setelah seminggu monitoring dan latihan


pertama, guru menyuruh murid mengemukakan
persepsi
mereka
tentang
kekuatan
dan
kelemahan strategi belajar mereka. Guru
menekankan
hubungan
antara
strategi
pembelajaran dengan hasil belajar.

Guru dan teman murid merekomendasikan


strategi spesifik yang bisa dipakai murid untuk
meningkatkan pembelajaran mereka. Murid
mungkin menggunakan rekomendasi itu atau
membuat rekomendasi sendiri. Pada titik ini guru
meminta murid untuk menentukan tujuan
spesifik.

3. Melaksanakan Rencana dan Memonitornya


Murid
memonitor
sejauh
mana
melaksanakan strategi baru itu.

mereka

Peran guru adalah memastikan bahwa strategi


belajar baru itu terbuka untuk didiskusikan.

4. Memonitor Hasil dan Memperbaiki Strategi

Guru terus memberi murid kesempatan untuk


menilai seberapa efektifkah mereka dalam
menggunakan strategi baru tersebut.
Guru membantu murid meringkaskan metode
regulasi diri dengan me-review setiap siklus
pembelajaran diri. Bersama murid, guru

283

mendiskusikan hambatan yang harus diatasi dan


kepercayaan diri yang telah mereka capai.

Model Pembelajaran Regulasi Diri

Dalam langkah 2, murid ini menentukan tujuan,


yang meningkatkan pemahaman dalam membaca
dan merencanakan cara untuk mencapai tujuan ini.
Guru membantunya membagi-bagi tujuan ini menjadi
komponen-komponen, seperti menemukan ide utama
dalam paragraf dan menentukan tujuan spesifik untuk
memahami serangkaian paragraf dalam buku
teksnya. Guru juga memberi murid petunjuk strategi,
seperti memfokuskan pada kalimat pertama paragraf
dan kemudian membaca kalimat lain sebagai cara
untuk mengidentifikasi ide-ide utamanya. Bantuan lain
yang diberikan guru misalnya memberi tutoring
membaca. Dalam langkah 3, murid melaksanakan
rencananya dan mulai memonitor kemajuannya. Pada
awalnya, dia mungkin butuh bantuan dari guru atau

284

tutor untuk mengidentifikasi ide-ide utama dalam


bacaannya. Umpan balik ini dapat membantunya
memonitor pemahaman pembacaannya secara lebih
efektif.

Dalam langkah 4, murid memonitor kemajuan


pemahaman pembacaannya dengan mengevaluasi
apakah
bacaannya
itu
memengaruhi
hasil
pembelajarannya.
Yang
penting:
Apakah
peningkatannya dalam pemahaman membaca ini
membuatnya lebih baik dalam mengerjakan ujian
sejarah?

Evaluasi diri menunjukkan bahwa strategi


mencari ide utama atau pokok kalimat hanya
meningkatkan sebagian saja dari pemahamannya,
dan itu pun jika pokok kalimatnya ada di kalimat
pertama paragraf. Jadi, guru merekomendasikan
strategi lainnya.
Perkembangan regulasi diri dipengaruhi oleh
banyak faktor, di antaranya adalah modeling dan
109
self-efficacy.
Model adalah sumber penting untuk
menyampaikan keterampilan regulasi diri, Di antara
keterampilan regulasi diri yang dapat dicontohkan
oleh model adalah perencanaan dan pengelolaan
waktu secara efektif, memerhatikan dan konsentrasi,
mengorganisasikan dan menyimpan informasi secara
strategis, membangun lingkungan belajar/kerja yang
109

Pintrich dan Schunk, 2002; Zimmerman dan Schunk,


2001

285

produktif, dan menggunakan sumber daya sosial,


Misalnya, murid mungkin mengamati guru yang
melakukan strategi manajemen waktu yang efektif
dan menjelaskan prinsip yang tepat. Dengan
mengamati model itu, murid dapat percaya bahwa
mereka juga bisa merencanakan dan mengelola
waktu secara efektif, yang menciptakan perasaan
self-efficacy terhadap regulasl diri akademik dan
memotivasi murid untuk melakukan aktivitas itu.

Self-efficacy dapat memengaruhi murid dalam


memilih suatu tugas, usahanya, ketekunannya, dan
110
prestasinya.
Dibandingkan dengan murid yang
meragukanke mampuan belajamya, murid yang
merasa mampu menguasai suatu keahlian atau
melaksanakan suatu tugas akan lebih siap untuk
berpartisipasi, bekerja keras, lebih ulet dalam
menghadapi kesulitan, dan mencapai level yang lebih
tinggi. Self-efficacy bisa memengaruhi prestasi, tetapi
ia bukan satu-satunya faktor pengaruh, Tingkat tinggi
tidak akan menghasilkan kinerja yang kompeten
apabila murid tak pu punya atau kekurangan
pengetahuan dan keahlian yang harus dipenuhi.
Ketika guru mendorong murid untuk menjadi
pelajar yang mau menata diri sendiri maka pada sa at
yang sama dia sebenarnya menyampaikan pesan
bahwa murid harus bertanggung jawab atas
110

Bandura, 1997, 2001; Pintrich dan Schunk, 2002;


Zimmerman dan Schunk, 2001.

286

tindakannya sendiri, menjadi lebih terpelajar, dan bisa


memberi kontribusi bagi masyarakat. Pesan lain yang
tersirat dalam pembelajaran regulasi diri adalah
bahwa
pembelajaran
merupakan
pengalaman
personal yang memerlukan partisipasi aktif dan
111
ketekunan murid.

111

B.J. Zimmerman, Achieving academic excellence: the


role of self afficay and self-regulatory skill, Paper
presented at the meeting of the American psychology
Association (San Diego:1989)

287

Mengevaluasi Pendekatan Kognitif Sosial

Pendekatan kognitif sosial telah memberi


kontribusi penting untuk mendidik anak. Selain
mempertahankan aroma ilmiah kaum behavioris dan
menekankan
pada
observasi
yang
cermat,
pendekatan ini juga memperluas penekanan pembelajarannya sampai ke faktor kognitif dan sosial.
Pembelajaran dilakukan dengan mengamati dan
mendengarkan model yang kompeten dan kemudian
meniru apa yang mereka lakukan. Penekanannya
pendekatan perilaku kognitif pada pembelajaran
instruksi diri, pembicaraan diri, dan regulasi diri, telah
menimbulkan pergeseran penting dari pembelajaran
yang dikontrol orang lain ke kemauan untuk
bertanggung
jawab
atas pembelajaran
yang
112
dilakukannya seseorang.
Strategi ini dapat
meningkatkan kemampuan belajar murid secara
signifikan.
Muncul sejumlah kritik terhadap pendekatan
kognitif sosial ini. Beberapa teoretisi kognitif percaya
bahwa pendekatan tersebut masih terlalu fokus pada
perilaku dan faktor eksternal dan kurang menjelaskan
112

E.T Higgins, Self-regulation. In a K Azdin (ed).


Encyclopedia of psychology (Washington DC and New
York; American Psychological Association and oxford U
Press, 2000); PR Pintrich, The role of goal orientation
in self regulated learning, dalam M Boekarts, P.R.
Pintrich, dan M Zeidner (eds) Handbooks of self
regulation (San Diego: Academic Press).

288

secara detail bagaimana berlangsungnya proses


kognitif seperti pikiran, memori, pemecahan masalah,
dan sebagainya Beberapa developmentalis mengkritik
pendekatan ini karena dipandang bersifal nondevelopmental, dalam pengertian bahwa pendekatan
ini
tidak
menyebutkan
urutan
perubahan
pembelajaran berdasarkan usia. Dan teoretisi
humanis mengkritik pendekatan ini karena tidak
memberi cukup perhatian pada rasa penghargaan diri
dan hubungan yang penuh perhatian dan suportif.
Semua kritik itu juga bisa diarahkan pada pendekatan
behavioral, seperti pengkondisian operan Skinner,
yang didiskusikan di muka.
Ringkaskan pendekatan
113
pembelajaran.

kognitif

sosial

untuk

Albert Bandura adalah arsitek utama dari teori


kognitif sosial. Model determinisme pembelajaran
resiprokal-nya mencakup tiga faktor utama:
person/kognisi, perilaku, dan lingkungan. Faktor
person (kognitive) yang ditekankan Bandura
belakangan ini adalah self-efficacy, keyakinan
bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan
menghasilkan hasil positif.
Pembelajaran observasional, yang juga dinamakan
modeling dan imitasi, adalah perno belajaran yang
terjadi ketika seseorang mengamati dan meniru
perilaku orang lain. Dalam percobaan boneka
113

Santrock, 2001, 268

289

Sobo, Bandura mengilustrasikan bagaimana


pembelajaran observasional dapat terjadi bahkan
dengan menyaksikan seorang model yang tidak
diperkuat atau di hukum. Eksperimen tersebut juga
menunjukkan perbedaan antara pembelajaran dan
kinerja. Sejak eksperimen awalnya, Sandura
menitikberatkan pada proses tertentu yang ada
dalam pembelajaran observasional. Proses ini
antara lain atensi, retensi, produksi, dan motivasi.

Pendekatan perilaku kognitif bertujuan membuat


murid memonitor, mengelola, dan mengatur
perilaku sendiri ketimbang dikontrol oleh faktor
eksternal. Dalam beberapa kalangan pendekatan
ini
dinamakan
modifikasi
perilaku
kognitif.
Pendekatan perilaku kognitif berusaha mengubah
miskonsepsi murid, memperkuat keterampilan
mereka dalam mengatasi masalah, meningkatkan
kontrol diri mereka, dan mendorong refleksi diri
konstruktif. Metode instruksi diri adalah teknik
perilaku kognitif yang dimaksudkan untuk mengajari
murid memodifikasi perilaku mereka sendiri. Dalam
banyak kasus, direkomendasikan agar murid
mengganti pernyataan negatif tentang diri menjadi
pernyataan yang lebih positif. Para behavioris
kognitif percaya bahwa murid dapat meningkatkan
kinerja mereka dengan memonitor perilaku mereka.
Pembelajaran
regulasi
diri
adalah
usaha
memunculkan dan memonitor sendiri pemikiran,

290

perasaan, dan perilaku dalam rangka mencapai


suatu tujuan. Murid berprestasi tinggi kerap kali
adalah pelajar dengan regulasi diri yang baik.
Salah satu model pembelajaran regulasi diri
melibatkan komponen-komponen berikut: evaluasi
dan monitoring diri, penentuan tujuan dan
perencanaan strategis, melaksanakan rencana, dan
memonitor hasil dan memperbaiki strategi.
Pembelajaran regulasi diri memberi murid tanggung
jawab atas pembelajaran mereka.

Pendekatan kognitif sosial memperluas cakupan


pembelajaran dengan memasukkan faktor perilaku,
kognitif, dan sosial. Konsep pembelajaran
observasional adalah penting, dan banyak
pembelajaran di kelas dilakukan dengan cara ini.
Penekanan pendekatan perilaku kognitif pada
pembelajaran instruksi diri, pembicaraan diri, dan
regulasi diri telah menimbulkan pergeseran penting
dari pembelajaran yang dikontrol oleh orang lain ke
pembelajaran yang dikontrol diri sendiri. Pengkritik
pendekatan pembelajaran sosial dan kognitif
mengatakan bahwa pendekatan itu masih terlalu
banyak menekankan pada faktor perilaku dan
eksternal dan kurang memerhatikan detail proses
kognitif. Pendekatan ini juga dikritik karena bersifat
non-developmental dan tidak memberi cukup
perhatian pada rasa penghargaan diri dan
hubungan yang hangat.

291

BAB VII

CONDITIONS OF LEARNING
ROBERT GAGNE

Robert Mills Gagne adalah


seorang ilmuwan psikologi yang
lahir pada tahun 1916 di North
Andover, MA. dan meninggal
pada tahun 2002. Pada tahun
1937 Gagne memperoleh gelar
A.B. dari Yale dan pada tahun
1940 memperoleh gelar Ph.D.
pada bidang psikologi dari Brown
University. Gelar profesor diperolehnya ketika
mengajar di Connecticut College for Women dari
19401949. Demikian juga ketika di Penn State
University dari tahun 1945-1946, dan terakhir
diperolehnya dari Florida State University. Antara
tahun 1949-1958, Gagne menjadi Direktur Perceptual
and Motor Skills Laboratory US Air Force. Pada
waktu inilah dia mulai mengembangkan teori
Conditions of Learning yang mengarah pada
hubungan tujuan pembelajaran dan kesesuaiannya

292

dengan desain pengajaran. Teori ini dipublikasikan


pada tahun 1965 (Anonim, 1; Gagne, 1).

Gagne merupakan seorang tokoh psikologi yang


mengembangkan teori belajar dan pengajaran.
Walaupun pada awal karirnya, dia adalah seorang
behaviorist, namun belakangan dia memusatkan
perhatian pada pengaruh pemrosesan informasi
terhadap belajar dan memori (Anonim, 1). Dia juga
dikenal sebagai seorang psikolog eksperimental yang
berkonsentrasi pada belajar dan pengajaran.

Kontribusi besar Gagne dalam pengembangan


pengajaran
adalah
tulisan-tulisannya
tentang:
Instructional Systems Design, The Condition of
Learning (1965), dan Principles of Instructional
Design (Gagne). Ketiga karyanya tersebut telah
mendominasi bagaimana melaksanakan pengajaran
untuk berbagai topik pelajaran di sekolah. Karyanya
tentang The condition of Learning, merupakan tulisan
yang dibuatnya ketika melaksanakan latihan militer di
Angkatan Udara Amerika.

293

TEORI CONDITIONING OF LEARNING GAGNE

Menurut Gagne (1970), belajar merupakan


kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa
kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan oleh
stimulus yang berasal dari lingkungan dan proses
kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Belajar terdiri
dari tiga komponen penting yakni kondisi eksternal
yaitu stimulus dari lingkungan dari acara belajar,
kondisi internal yang menggambarkan keadaan
internal dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar
yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan
intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat
kognitif.

Beda dengan Bloom, Gagne mengkategorikan


taksonomi hasil belajar dalam lima komponen, yaitu:
informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi
kognitif, sikap, dan keterampilan motorik. Jadi, tiga
ranah dalam taksonomi Bloom tercakup semua di
sini. Kenapa Gagne mengelompok-kannya ke dalam
lima komponen? Ia mengatakan, hal tersebut
dikarenakan atas asumsi bahwa hasil belajar yang
berbeda tersebut memerlukan kondisi belajar yang
berbeda pula. Artinya untuk membangun strategi
kognitif siswa memerlukan kondisi berbeda dengan
ketika kita ingin membangun sikap atau keterampilan
motorik. Taksonomi yang dibuat oleh Gagne ini
adalah taksonomi hasil belajar pertama, sebelum

294

dibenahi oleh Bloom dkk, dan sekarang tahun 1999


lalu telah diperbaiki oleh Crathwol dkk.

Hal kedua dari teorinya Gagne adalah kondisi


belajar khusus (specifik learning condition). Ia
menekankan bahwa sangatlah penting untuk
mengkategorisasikan tujuan pembelajaran sesuai
dengan tipe hasil belajar, alias taksonomi seperti
dijelaskan di atas. Dengan cara seperti ini
guru/tutor/dosen dapat merancang pembelajarannya
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Ia juga menekankan bahwa untuk mencapai tujuan
pembelajaran
tersebut,
harus
sangat-sangat
memperhatikan kondisi khusus (critical condition)
yang harus disiapkan untuk mencapai itu. Misalnya,
jika tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah
mengingat sejumlah kosa kata, maka kita harus
menyiapkan kondisi khusus yaitu berupa petunjuk
(cues) atau tips alias trik tertentu, sehingga siswa
bisa mengingat dan memahaminya.
Hal ketiga adalah 9 peristiwa pembelajaran,
yaitu:
1.
2.
3.

Gaining attention (Mendapatkan perhatian), yaitu


upaya atau cara kita untuk meraih perhatian siswa;

Inform leaner of objectives (Menginformasikan


siswa mengenai tujuan yang akan dicapai);

Stimulate recall of prerequisite learning (Stimulus


kemampuan dasar siswa untuk persiapan belajar),

295

4.

guru biasa menyebutnya dengan appersepsi, yaitu


merangsang siswa untuk mengingat pelajaran
terkait sebelumnya dan menghubungkannya
dengan apa yang akan dipelajari berikutnya;

Present new material (Penyajian materi baru);


Provide guidance (Menyediakan materi baru);

5.
6.
7.
8.
9.

Elicit performance (Memunculkan tindakan);

Provide feedback about correctness (Siap


memberikan umpan balik langsung terhadap hasil
yang baik);
Assess performance (Menilai hasil belajar yang
ditunjukkan);

Echance retention and recall (Meningkatkan


proses penyimpanan memori dan mengingat),
tingkatkan capaian hasil belajar sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan untuk
dicapai.

Selanjutnya, Gagne (Patsula, 1999) juga


menyampaikan bahwa tugas-tugas belajar untuk
kemampuan intelektual dapat diorganisasikan secara
hirarkis berkaitan dengan kompleksitasnya.
Hal utama berkaitan dengan hirarki tersebut di
atas adalah menyediakan arahan untuk instruktur
sehingga dapat mengidentifikasi syarat awal yang
harus dipenuhi untuk mengikuti belajar pada tiap
tingkatan (Kearsley, 1994). Hirarki belajar ini juga
memerlukan seperangkat instruksi yang disajikan
296

secara sekuensial. Gagne (Kearsley, 1994) juga


memberikan rincian sembilan kejadian instruksional
dan proses kognitif yang terkait, sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

peningkatan perhatian (proses penerimaan),

menginformasikan kepada peserta


tentang tujuan belajar (harapan),
menstimulasi
ingatan
terhadap
sebelumnya (pemerolehan kembali),

belajar
belajar

menyajikan stimulus (persepsi terpilih),

menyediakan
semantik),

pemandu

belajar

(pengkodean

menampilkan kinerja (proses respon),

menyediakan umpan balik (proses penguatan),


penilaian kinerja (pemerolehan kembali), dan

pemantapan
(generalisasi).

perhatian

dan

transfer

Teori Belajar Gagne dikenal dengan nama Teori


Belajar Behaviouristik. Teori ini berkembang menjadi
aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap
arah perkembangan teori dan praktek pendidikan dan
pembelajaran
yang
dikenal
sebagai
aliran
behaviouristik.
Aliran
ini
menekankan
pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar.
Teori behaviouristik dengan model hubungan
stimulus responnya, mendudukan orang yang belajar

297

sebagai individu yang pasif. Respon/ erilaku tertentu


dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang jika terkena hukuman.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran


behaviouristik
adalah
faktor
penguatan
(reinforcement).
Bila
penguatan
ditambahkan
(posotive reinforcement), maka respon akan semakin
kuat. Begitu juga bila respon dikurangi (negative
reinforment) maka respon juga akan semakin lemah.
Beberapa
prinsip
behaviouristik, meliputi:

dalam

teori

belajar

1). Reinforcement and punishment

2). Primary and secondary reinforcement


3). Schedules reinforcement

4). Contigency management

5). Stimulus control in operant learning


6). The elimination of response

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa


pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting
dalam perkembangan. Perkembangan merupakan
hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne
bahwa
dalam
pembelajaran
terjadi
proses
penerimaan informasi, untuk kemudian diolah
sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil

298

belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya


interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisikondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu
keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk
mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang
terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal
adalah
rangsangan
dari
lingkungan
yang
mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran
meliputi 8 fase, yaitu:
1). motivasi;

2). pemahaman;

3). pemerolehan;

4). penyimpanan;

5). ingatan kembali;


6). generalisasi;

7). Perlakuan; dan


8). umpan balik.

Fokus teori belajar Gagne adalah pada


peningkatan kemampuan kognitif (Kearsley, 1994).
Menurut teori ini, terdapat 5 tingkat tipe belajar yaitu:
(1) informasi verbal;

(2) kemampuan kognitif;


(3) strategi kognitif;

(4) kemampuan motorik; dan

299

(5) sikap.

Kearsley (1994) lebih lanjut menjelaskan bahwa


hal penting yang berada di belakang sistem klasifikasi
tersebut di atas adalah bahwa tiap tingkat belajar
memerlukan kondisi internal dan eksternal yang
berbeda. Artinya, bahwa tiap tingkat belajar tersebut
membutuhkan tipe-tipe instruksi yang berbeda.

Gagne disebut sebagai modern neobehaviourists


mendorong guru untuk merencanakan instruksional
pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat
dimodifikasi. Keterampilan paling rendah menjadi
dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih
tinggi dalam hirarki ketrampilan intelektual. Guru
harus mengetahui kemampuan dasar yang harus
disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling
sederhana (belajar signal) dilanjutkan pada yang lebih
kompleks (Belajar S - R, rangkaian S - R, asosiasi
verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada
tipe belajar yang lebih tinggi (belajar aturan dan
pemecahan masalah). Prakteknya gaya belajar
tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus
respon.
Gagne membagi proses belajar berlangsung
dalam empat fase utama, yaitu: (1) receiving the
stimulus situation (apprehending), (2) stage of
acquisition, (3) storage, (4) retrieval.

300

1.

2.

3.

Fase
Receiving
the
stimulus
situation
(apprehending), merupakan fase seseorang
memperhatikan
stimulus
tertentu
kemudian
menangkap artinya dan memahami stimulus
tersebut untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan
berbagai cara. Misalnya golden eye bisa
ditafsirkan sebagai jembatan di amerika atau
sebuah judul film. Stimulus itu dapat spontan
diterima atau seorang Guru dapat memberikan
stimulus agar siswa memperhatikan apa yang akan
diucapkan.
Fase Stage of Acquition, pada fase ini seseorang
akan dapat memperoleh suatu kesanggupan yang
belum diperoleh sebelumnya dengan menghubunghubungkan informasi yang diterima dengan
pengetahuan sebelumnya. Atau boleh dikatakan
pada fase ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi
antara informasi baru dan informasi lama.
Fase storage/retensi adalah fase penyimpanan
informasi, ada informasi yang disimpan dalam
jangka pendek ada yang dalam jangka panjang,
melalui pengulangan informasi dalam memori
jangka pendek dapat dipindahkan ke memori
jangka panjang.

4. Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat


kembali atau memanggil kembali informasi yang
ada dalam memori. Kadang-kadang dapat saja
informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan
301

hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk


lebih daya ingat maka perlu informasi yang baru
dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur
dengan baik atas pengelompokan-pengelompokan
menjadi katagori, konsep sehingga lebih mudah
dipanggil.

Kemudian ada fase-fase lain yang dianggap


tidak utama, yaitu (5) fase motivasi sebelum pelajaran
dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa
untuk belajar, (6) fase generalisasi adalah fase
transfer informasi, pada situasi-situasi baru, agar
lebih meningkatkan daya ingat, siswa dapat diminta
mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru
tersebut. (7) Fase penampilan adalah fase dimana
siswa harus memperlihatkan sesuatu penampilan
yang nampak setelah mempelajari sesuatu, seperti
mempelajari struktur kalimat dalam bahasa mereka
dapat membuat kalimat yang benar, dan (8) fase
umpan balik, siswa harus diberikan umpan balik dari
apa yang telah ditampilkan (reinforcement).
DASAR-DASAR TEORI BELAJAR GAGNE

Teori yang dikemukakan oleh Gagne tergolong


ke dalam psikologi tingkah laku atau psikologi
stimulus respon. Menurut Gagne (dalam Dahar,
1988),
belajar
merupakan
proses
yang
memungkinkan manusia mengubah tingkah laku

302

secara permanen, sedemikian sehingga perubahan


yang sama tidak akan terjadi pada keadaan yang
baru. Selain itu, Gagne mengemukakan kematangan
tidak diperoleh melalui belajar, karena perubahan
tingkah laku yang terjadi merupakan akibat dari
pertumbuhan struktur pada diri manusia tersebut.

Teori pembelajaran yang dikemukakan oleh


Robert M. Gagne ini didasarkan atas hasil riset
tentang faktor-faktor yang kompleks pada proses
belajar manusia. Penelitiannya dimaksudkan untuk
menemukan teori pembelajaran yang efektif.
Analisanya dimulai dari identifikasi konsep hierarki
belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus
dikuasai oleh pembelajar (peserta didik) agar dapat
mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih
kompleks.

Menurut Gagne belajar memberi kontribusi


terhadap
adaptasi
yang
diperlukan
untuk
mengembangkan proses yang logis, sehingga
perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil
dari efek belajar yang komulatif. Lebih lanjut ia
menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses tunggal.
Belajar menurut Gagne tidak dapat didefinisikan
dengan mudah, karena belajar bersifat kompleks.

Learning is change in human disposition or


capability, which can be retained, and which is
not simply ascribable to the process or growth.

303

Gagne (1972) mendefinisikan belajar adalah:


mekanisme di mana seseorang menjadi anggota
masyarakat yang berfungsi secara kompleks.
Kompetensi itu meliputi, skill, pengetahuan, attitude
(perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh
manusia, sehingga belajar adalah hasil dalam
berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya
disebut kapasitas atau outcome.
Kemampuan-kemampuan
diperoleh dari:

tersebut

dapat

1. Stimulus dan lingkungan


2. proses kognitif

TAKSONOMI GAGNE

Selama ini kita merumuskan kompetensi dasar


berdasarkan
taksonomi
Bloom
dengan
tiga
domainnya, yaitu: domain kognitif, domain afektif, dan
domain psikomotor.
Padahal Gagne mengembangkan pula tujuantujuan belajar yang dikenal dengan taksonomi Gagne.
Menurut Gagne tingkah laku manusia yang sangat
bervariasi dan berbeda dihasilkan dari belajar. Kita
dapat mengklasifikasikan tingkah laku sedemikian
rupa sehingga dapat diambil implikasinya yang
bermanfaat dalam proses belajar.

Gagne mengemukakan bahwa keterampilanketerampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil


304

belajar disebut kemampuan-kemampuan atau disebut


juga kapabilitas. Kapabilitas merupakan kemampuan
yang dimiliki manusia karena ia belajar. Kapabilitas
dapat diibaratkan sebagai tingkah laku akhir dan
ditempatkan pada puncak membentuk suatu
piramida. Misalnya seseorang tidak akan dapat
menyelesaikan tugasnya apabila tidak terlebih dahulu
mengerjakan tugas a dan b. Piramida tersebut
digambarkan sebagai berikut:

Akan tetapi untuk menyelesaikan tugas a


seseorang mesti menyelesaikan tugas c dan d
terlebih dahulu, sedangkan untuk tugas b, seseorang
itu harus menyelesaikan terlebih dahulu tugas e, f,
dan g. Agar lebih jelas, perhatikanlah gambar berikut:

Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar atau


kapabilitas tiga bersifat kognitif, satu bersifat afektif
dan satu bersifat psikomotor. Gagne membagi hasil
belajar menjadi lima kategori kapabilitas sebagai
berikut:
1)

Verbal information (informasi verbal)

305

2)

Kapabilitas
informasi
verbal
merupakan
kemampuan untuk mengkomunikasikan secara
lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta. Informasi
verbal diperoleh secara lisan, membaca buku dan
sebagainya. Informasi ini dapat diklasifikasikan
sebagai fakta, prinsip, nama generalisasi. Belajar
informasi verbal merupakan kemampuan yang
dinyatakan, seperti membuat label, menyusun
fakta-fakta, dan menjelaskan. Kemampuan/unjuk
kerja dari hasil belajar, seperti membuat
pernyataan, penyusunan frase, atau melaporkan
informasi.

Intellectual Skill (skil Intelektual)

Kemampuan skill intelektual adalah kemampuan


pembelajar
yang
dapat
menunjukkan
kompetensinya sebagai anggota masyarakat
seperti;
menganalisa
berita-berita.
Membuat
keseimbangan keuangan, menggunakan bahasa
untuk mengungkapkan konsep, menggunakan
rumus-rumus matematika. Dengan kata lain ia tahu
Knowing how

Kapabilitas keterampilan intelektual merupakan


kemampuan
untuk
dapat
memperbedakan,
menguasai konsep, aturan, dan memecahkan
masalah.
Kemampuan-kemampuan
tersebut
diperoleh melalui belajar. Kapabilitas keterampilan
intelektual menurut Gagne dikelompokkan dalam 8
tipe belajar yaitu, belajar isyarat, belajar stimulus
306

respon, belajar rangkaian gerak, belajar rangkaian


verbal,
belajar
memperbedakan,
belajar
pembentukan konsep, belajar pembentukan aturan,
dan belajar pemecahan masalah. Tipe belajar
tersebut terurut kesukarannya dari yang paling
sederhana (belajar isyarat) sampai kepada yang
paling kompleks belajar pemecahan masalah.
(1)

Belajar Isyarat (signal learning)

belajar tanda-tanda atau isyarat (signal learning)


yang
menimbulkan
perasaan
tertentu,
mengambil
sikap
tertentu,
yang
dapat
menimbulkan perasaan sedih atau senang.
Belajar isyarat adalah belajar yang tidak diniati
atau tanpa kesengajaan, timbul sebagai akibat
suatu
rangsangan
(stimulus)
sehingga
menimbulkan suatu respon emosional pada
individu yang bersangkutan. Sebagai contoh,
sikap guru yang sangat menyenangkan siswa,
dan membuat siswa yang mengikuti pelajaran
guru tersebut menyenangi pelajaran yang
diajarkan oleh guru tersebut.

(2)
Belajar stimulus respon (stimulus responselearning)

Belajar stimulus respon adalah belajar untuk


merespon suatu isyarat, berbeda dengan pada
belajar isyarat pada tipe belajar ini belajar yang
dilakukan diniati atau sengaja dan dilakukan

307

secara fisik. Belajar hubungan stimulus-respons


(stimulus response-learning) di mana respon
bersifat spesifik, tidak umum dan kabur. Hal ini
terkait dengan pengenalan stimulus dan
pembangkitan respon. Belajar stimulus respon
menghendaki suatu stimulus yang datangnya
dari luar sehingga menimbulkan terangsangnya
otot-otot
kemudian
diiringi
respon
yang
dikehendaki sehingga terjadi hubungan langsung
yang terpadu antara stimulus dan respon.

(3)

Belajar rangkaian gerak (chaining learning)

Belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan


jasmaniah terurut dari dua kegiatan atau lebih
stimulus respon. Belajar menguasai rantai atau
rangkaian hal atau prosedur (chaining learning)
mengandung
asosiasi
yang
kebanyakan
berkaitan dengan keterampilan motorik. Setiap
stimulus respon dalam suatu rangkaian
berhubungan erat dengan stimulus respon yang
lainnya yang masih dalam rangkaian yang sama.
Sebagai contoh, misalnya seorang anak akan
menggambar sebuah lingkaran yang pusat dan
panjang jari-jarinya diketahui. Untuk melakukan
kegiatan tersebut anak tadi melakukan beberapa
langkah terurut yang saling berkaitan satu sama
lain. Kegiatan tersebut terdiri dari rangkaian
stimulus respon.

308

(4)
Belajar
association)

rangkaian

verbal

(verbal

Kalau tadi pada belajar rangkaian gerak


merupakan perbuatan jasmaniah, maka pada
belajar rangkaian verbal merupakan perbuatan
lisan. Belajar hubungan verbal atau asosiasi
verbal atau penggunaan terminologi (verbal
association) bersifat asosiatif tingkat tinggi tetapi
fungsi nalarlah yang menentukan. Jadi, belajar
rangkaian verbal adalah perbuatan lisan terurut
dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon.
Setiap stimulus respon dalam satu rangkaian
berkaitan dengan stimulus respon lainnya yang
masih dalam rangkaian yang sama. Contoh,
ketika mengamati suatu benda terjadilah
hubungan stimulus respon yang kedua, yang
memungkinkan anak tersebut menamai benda
yang diamati tersebut.

(5) Belajar
learning)

memperbedakan

(discrimination

Belajar memperbedakan (discrimination learning)


adalah belajar membedakan hubungan stimulus
respon sehingga bisa memahami bermacammacam objek fisik dan konsep, dalam merespon
lingkungannya,
anak
membutuhkan
keterampilan-keterampilan sederhana sehingga
dapat membedakan suatu objek dengan objek
lainnya, dan membedakan satu simbol dengan
309

simbol lainnya. Belajar membedakan atau


diskriminasi yang menghasilkan kemampuan
membeda-bedakan berbagai gejala. Terdapat
dua macam belajar memperbedakan yaitu
memperbedakan tunggal dan memperbedakan
jamak. Contoh memperbedakan tunggal. siswa
dapat menyebutkan segitiga sebagai lingkungan
tertutup
sederhana
yang
terbentuk
dari
gabungan tiga buah ruas garis. Contoh
memperbedakan
jamak,
siswa
dapat
menyebutkan perbedaan dari dua jenis segitiga
berdasarkan besar sudut dan sisi-sisinya.
Berdasarkan besar sudut yang paling besar
adalah sudut siku-siku dan sisi terpanjang
adalah sisi miringnya, sementara pada segitiga
sama sisi besar sudut-sudutnya sama begitu
pula dengan besar sisi-sisinya.

(6)
Belajar
learning)

Pembentukan

Konsep

(concept

Belajar Pembentukan Konsep adalah belajar


mengenal sifat bersama dari benda-benda
konkret, atau peristiwa untuk mengelompokkan
menjadi satu. Misalnya untuk memahami konsep
persegi panjang anak mengamati daun pintu
rumah (yang bentuknya persegi panjang), papan
tulis,
bingkai
foto
(yang
bentuknya
persegipanjang) dan sebagainya. Untuk hal-hal
tertentu belajar pembentukan konsep merupakan

310

lawan dari belajar memperbedakan. Belajar


memperbedakan menginginkan anak dapat
membedakan
objek-objek
berdasarkan
karakteristiknya yang berlainan, sedangkan
belajar pembentukan konsep menginginkan agar
anak dapat mengklasifikasikan objek-objek ke
dalam
kelompok-kelompok
yang
memiliki
karakteristik sama.

(7)

Belajar Pembentukan Aturan (rule learning)

Aturan terbentuk berdasarkan konsep-konsep


yang sudah dipelajari. Aturan merupakan
pernyataan verbal, dalam matematika misalnya
adalah: teorema, dalil, atau sifat-sifat. Belajar
aturan atau hukum-hukum (rule learning) dengan
cara mengumpulkan sejumlah sifat kejadian
yang kemudian dalam macam-macam aturan.
Dalam
belajar
pembentukan
aturan
memungkinkan
anak
untuk
dapat
menghubungkan dua konsep atau lebih. Contoh
aturan dalam segitiga siku-siku berlaku kuadrat
sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi
siku-sikunya.

(8)
Belajar
solving)

memecahkan

masalah

(problem

Belajar memecahkan masalah adalah tipe


belajar yang lebih tinggi derajatnya dan lebih
kompleks daripada tipe belajar aturan (rule

311

3)

4)

learning). Pada tiap tipe belajar memecahkan


masalah, aturan yang telah dipelajari terdahulu
untuk membuat formulasi penyelesaian masalah.
Belajar
memecahkan
masalah
adalah
menggunakan aturan-aturan yang ada disertai
proses analisis dan penyimpulan.

Attitude (perilaku)

Attitude (perilaku) merupakan kemampuan yang


mempengaruhi pilihan pembelajar (peserta didik)
untuk melakukan suatu tindakan. Belajar melalui
model ini diperoleh melalui pemodelan atau orang
yang ditokohkan, atau orang yang diidolakan.
Cognitive strategi (strategi kognitif)

Kapabilitas strategi kognitif adalah kemampuan


untuk mengkoordinasikan serta mengembangkan
proses berpikir dengan cara merekam, membuat
analisis
dan
sintesis.
Kapabilitas
ini
terorganisasikan
secara
internal
sehingga
memungkinkan perhatian, belajar, mengingat, dan
berfikir anak terarah. Strategi kognitif adalah
kemampuan yang mengontrol manajemen belajar
si pembelajar mengingat dan berpikir. Cara yang
terbaik
untuk
mengembangkan
kemampuan
tersebut adalah dengan melatih pembelajar
memecahkan masalah, penelitian dan menerapkan
teori-teori
untuk
memecahkan
masalah
ril
dilapangan. Melalui pendidikan formal diharapkan

312

pembelajar
menjadi
independent tinker.

self

learner

dan

5) Sikap

Kapabilitas sikap adalah kecenderungan untuk


merespon secara tepat terhadap stimulus atas
dasar penilaian terhadap stimulus tersebut. Respon
yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu
objek mungkin positif mungkin pula negatif, hal ini
tergantung kepada penilaian terhadap objek yang
dimaksud, apakah sebagai objek yang penting atau
tidak. Contoh, seseorang memasuki toko buku
yang didalamnya tersedia berbagai macam jenis
buku, bila orang tersebut memiliki sikap positif
terhadap matematika, tentunya sikap terhadap
matematika yang dimiliki mempengaruhi orang
tersebut dalam memilih buku matematika atau
buku yang lain selain buku matematika.

6) Keterampilan Motorik

Untuk mengetahui seseorang memiliki kapabilitas


keterampilan motorik, kita dapat melihatnya dari
segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan
otot-otot, serta anggota badan yang diperlihatkan
orang
tersebut.
Kemampuan
dalam
mendemonstrasikan alat-alat peraga matematika
merupakan salah satu contoh tingkah laku
kapabilitas ini.

313

IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR GAGNE

Dalam pembelajaran menurut Gagne, peranan


guru hendaknya lebih banyak membimbing peserta
didik. Guru dominan sekali peranannya dalam
membimbing peserta didik. Di dalam mengajar
memberikan serentetan kegiatan dengan urutan
sebagai berikut:
1. Membangkitkan dan memelihara perhatian;

2. Merangsang siswa untuk mengingat kembali


konsep, aturan dan keterampilan yang relevan
sebagai prasyarat;
3. Menyajikan situasi atau pelajaran baru;
4. Memberikan bimbingan belajar;

5. Memberikan Feedback atau balikan;


6. Menilai hasil belajar;

7. Mengupayakan transfer belajar;

8. Memantapkan apa yang dipelajari dengan


memberikan latihan-latihan untuk menerapkan
apa yang telah dipelajari.

Dalam praktik pembelajaran pada anak, urutanurutan kegiatan-kegiatan yang telah disebutkan dapat
terjadi sebagian saja atau semuanya.
Menurut Gagne, sasaran pembelajaran adalah
kemampuan. Yang dimaksudkan kemampuan di sini
adalah hasil belajar berupa perilaku yang bisa
dianalisis. Sasaran belajar yang dikemukakan Gagne

314

sama dengan tujuan instruksional atau tujuan yang


perumusannya menunjukkan tingkah laku.

Sasaran pembelajaran menurut Gagne mengacu


pada hasil pembelajaran yang diharapkan, sebagai
hasil pembelajaran yang diharapkan, berarti tujuan
pembelajaran ditetapkan terlebih dahulu. Berikutnya
semua upaya pembelajaran diarahkan untuk
mencapai tujuan ini. Sasaran pembelajaran dibuat
dengan jelas dan operasional. Sasaran-sasaran
tersebut akan menjadi landasan dalam pembelajaran.
Dalam pembelajaran menurut Gagne, anak
dibimbing dengan hati-hati, dan ia dapat bekerja
dengan materi terprogram atau program guru. Siswa
harus dapat aktif dan tidak bisa pasif. Ia mengerjakan
banyak hal, mulai dari mengerjakan latihan-latihan
sampai ia memecahkan masalah, tetapi seluruhnya
ditentukan dengan program.

Menurut
Gagne,
pemecahan
masalah
merupakan tipe belajar yang tingkatnya paling tinggi
dan kompleks dibandingkan dengan tipe belajar
dimulai prasyarat yang sederhana, yang kemudian
meningkat pada kemampuan kompleks. Konsep baru
terbentuk karena adanya pemahaman terhadap
konsep sebelumnya, untuk itu akan lebih baik jika
rangkaian belajar itu dimulai dari prasyarat yang
sederhana, kemudian meningkat pada kemampuan
yang kompleks.

315

Gagne mengemukakan bahwa transfer belajar


akan terjadi apabila pengetahuan dan keterampilan
matematika yang telah dipelajari dan yang berkaitan
dengan konsep dan prinsip, berhubungan langsung
dengan permasalahan baru yang kita hadapi. Tetapi
sebaliknya, apabila konteks yang baru tersebut
membutuhkan suatu konsep dan prinsip yang
berbeda dari kemampuan spesifik yang sudah
dikuasai sebelumnya, maka transfer belajar tidak
akan terjadi.
Kejadian-kejadian Belajar

Bertitik tolak dari model belajarnya, yaitu model


pemrosesan-informasi,
Gagne
mengemukakan
delapan fase dalam satu tindakan belajar (learning
act). Fase-fase itu merupakan kejadian-kejadian
eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa (yang
belajar) atau guru. Setiap fase dipasangkan dengan
suatu proses yang terjadi dalam pikiran siswa
menunjukkan satu tindakan belajar menurut Gagne.
Setiap fase diberi nama, dan di bawah masingmasing fase terlihat satu kotak yang menunjukkan
proses internal utama, yaitu kejadian belajar, yang
berlangsung selama fase itu. Kejadian-kejadian
belajar itu akan diuraikan di bawah ini.
1. Fase Motivasi (motivatim phase)

Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk


belajar dengan harapan, bahwa belajar akan

316

memperoleh hadiah. Misalnya, siswa-siswa dapat


mengharapkan bahwa informasi akan memenuhi
keingintahuan mereka tentang suatu pokok
bahasan, akan berguna bagi mereka atau dapat
menolong mereka untuk memperoleh angka yang
lebih baik.

2. Fase Pengenalan (apperehending phase)

Siswa harus memberikan perhatian pada bagianbagian yang esensial dari suatu kejadian
instruksional, jika belajar akan terjadi. Misalnya,
siswa memperhatikan aspek-aspek yang relevan
tentang apa yang ditunjukkan guru, atau tentang
ciri-ciri utama dari suatu bangun datar. Guru dapat
memfokuskan perhatian terhadap informasi yang
penting, misalnya dengan berkata: Perhatikan
kedua bangun yang Ibu katakan, apakah ada
perbedaannya. Terhadap bahan-bahan tertulis
dapat juga melakukan demikian dengan menggarisbawahi kata, atau kalimat tertentu, atau dengan
memberikan garis besarnya untuk setiap bab.

3. Fase Perolehan (acquisition phase)

Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan,


maka ia telah siap untuk menerima pelajaran.
Informasi yang disajikan, sudah dikemukakan
dalam bab-bab terdahulu, bahwa informasi tidak
langsung disimpan dalam memori. Informasi itu
diubah menjadi bentuk yang bermakna yang

317

dihubungkan dengan informasi yang telah ada


dalam memori siswa. Siswa dapat membentuk
gambaran-gambaran mental dari informasi itu, atau
membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru
dan informasi lama. Guru dapat memperlancar
proses ini dengan penggunaan pengaturanpengaturan awal (Ausubel. 1963), dengan
membiarkan para siswa melihat atau memanipulasi
benda-benda,
atau
dengan
menunjukkan
hubungan-hubungan antara informasi baru dan
pengetahuan sebelumnya.

4. Fase Retensi (retentim phase)


Informasi yang baru
dari memori jangka
panjang. Ini dapat
kembali (rehearsal),
atau lain-lainnya.

diperoleh harus dipindahkan


pendek ke memori jangka
terjadi melalui pengulangan
praktek (practice), elaborasi

5. Fase Pemanggilan (recall)

Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan


dengan informasi dalam memori jangka panjang.
Jadi bagian penting dalam belajar ialah belajar
memperoleh hubungan dengan apa yang telah kita
pelajari, untuk memanggil (recall) informasi yang
telah dipelajari sebelumnya. Hubungan dengan
informasi ditolong oleh organisasi materi yang
diatur dengan baik dengan mengelompokkan
menjadi kategori-kategori atau konsep-konsep,

318

lebih mudah dipanggil daripada materi yang


disajikan tidak teratur. Pemanggilan juga dapat
ditolong, dengan memperhatikan kaitan-kaitan
antara konsep-konsep, khususnya antara informasi
baru dan pengetahuan sebelumnya.

6. Fase Generalisasi

Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak


dapat diterapkan di luar konteks dimana informasi
itu dipelajari. Jadi, generalisasi atau transfer
informasi pada situasi-situasi baru merupakan fase
kritis dalam belajar. Transfer dapat ditolong dengan
meminta para siswa menggunakan keterampilanketerampilan berhitung baru untuk memecahkan
masalah-masalah nyata, setelah mempelajari
pemuaian zat, mereka dapat menjelaskan
mengapa botol yang berisi penuh dengan air dan
tertutup, menjadi retak dalam lemari es.

7. Fase Penampilan

Para siswa harus memperlihatkan, bahwa mereka


telah belajar sesuatu melalui penampilan yang
tampak. Misalnya, setelah mempelajari bagaimana
menggunakan busur derajat dalam pelajaran
matematika, para siswa dapat mengukur besar
sudut. Setelah mempelajari penjumlahan bilangan
bulat, siswa dapat menjumlahkan dua bilangan
yang disebutkan oleh temannya.

8. Fase Umpan Balik

319

Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang


penampilan mereka, yang menunjukkan apakah
mereka telah atau belum mengerti tentang apa
yang diajarkan. Umpan balik ini dapat memberikan
reinforcement pada mereka untuk penampilan yang
berhasil.

Kejadian-kejadian Instruksi

Berdasarkan analisisnya tentang kejadiankejadian belajar, Gagne menyarankan kejadiankejadian instruksi. Menurut Gagne, bukan hanya guru
yang dapat memberikan instruksi. Kejadian-kejadian
belajarnya dapat juga diterapkan baik pada belajar
penemuan, atau belajar di luar kelas, maupun belajar
dalam kelas. Tetapi kejadian-kejadian instruksi yang
dikemukakan Gagne ditunjukkan pada guru yang
menyajikan suatu pelajaran pada sekelompok siswasiswa. Kejadian-kejadian instruksi itu adalah:

1. Mengaktifkan motivasi (activating motivation)


2. Memberi tahu tujuan-tujuan belajar

3. Mengarahkan perhatian (directing attention)


4. Merangsang ingatan (stimulating recall)
5. Menyediakan bimbingan belajar

6. Meningkatkan retensi (enhancing retention)


7. Melancarkan transfer belajar

8. Mengeluarkan penampilan dan memberikan umpan


balik.

320

Di bawah ini akan diuraikan setiap kejadian


instruksi itu.
1. Mengaktifkan Motivasi

Langkah pertama dalam suatu pelajaran ialah


memotivasi para siswa untuk belajar. Kerap kali ini
dilakukan
dengan
membangkitkan
perhatian
mereka dalam isi pelajaran, dan dengan
mengemukakan kegunaannya. Misalnya, guru
membangkitkan perhatian para siswa dalam belajar
tentang ukuran liter, serta fraksi-fraksinya, dengan
memberi tahu mereka bahwa informasi ini nanti
akan mereka perlukan di masa yang akan datang
dan mengemukakan masalah tentang pembelian
minyak goreng untuk Ibu, atau bensin untuk
sepeda motor atau mobil.

2. Memberitahu Tujuan-tujuan Belajar

Kejadian instruksi kedua ini sangat erat


hubungannya dengan kejadian instruksi pertama.
Sebagian dari mengaktifkan motivasi para siswa
ialah dengan memberitahukan kepada mereka
tentang mengapa mereka belajar, apa yang
mereka pelajari, dan apa yang akan mereka
pelajari. Memberitahu para siswa tentang tujuantujuan belajar juga menolong memusatkan
perhatian para siswa terhadap aspek-aspek yang
relevan tentang pelajaran.

321

Bagaimana merumuskan tujuan-tujuan belajar yang


dikenal dengan Tujuan Instruksional Khusus itu
tidak asing lagi bagi kita semua. Dengan mengenal
model belajar Gagne kita mempunyai dasar yang
lebih kuat tentang kegunaan tujuan-tujuan belajar
ini. Selama ini kita merumuskan Tujuan
Instruksional Khusus berdasarkan Taksonomi
Bloom, dengan tiga domainnya, yaitu domain
kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor.
Sekarang kita sudah mengenal hasil-hasil belajar
menurut Gagne, yang telah dibahas sebelum ini,
yaitu kita telah diperkenalkan pada Taksonomi
Gagne
dan
dengan
demikian
kita
akan
merumuskan pula tujuan-tujuan belajar sesuai
dengan gagasan Gagne. Tetapi, akan kita lihat,
bahwa perumusan itu tidak akan banyak berbeda,
sebab dasar penggolongan tujuan-tujuan itu
sebenarnya sama.

3. Mengarahkan Perhatian

Gagne mengemukakan dua bentuk perhatian. Yang


satu berfungsi untuk membuat siswa siap
menerima stimulus-stimulus. Dalam mengajar,
perubahan stimulus secara tiba-tiba dapat
mencapai
masksud
ini.
Dalam
pelajaran
matematika hal ini dapat dilakukan dengan guru
berkata, Perhatikan perubahan warna yang
terjadi, serta waktu guru mengajarkan kecepatan
reaksi dengan metode demonstrasi.

322

Bentuk kedua dari perhatian disebut persepsi


selektif. Dengan cara ini siswa memilih informasi
yang mana yang akan diteruskan ke memori
jangka pendek. Dalam mengajar, seleksi stimulusstimulus relevan yang akan dipelajari, dapat
ditolong guru dengan cara mengeraskan ucapan
suatu
kata
selama
mengajar,
atau
menggarisbawahi suatu kata atau beberapa kata
dalam suatu kalimat, atau dengan menunjukkan
seseuatu yang harus diperhatikan para siswa,
misalnya dalam mengajarkan penulisan rumusrumus matematika, diminta perhatian siswa-siswa
pada penulisan angka-angka sedikit di atas hurufhuruf seperti dalam menulis rumus

4. Merangsang Ingatan tentang Pelajaran yang Telah


Lampau

Pemberian kode pada informasi yang berasal dari


memori jangka pendek yang disimpan dalam
memori
jangka
panjang,
menurut
Gagne
merupakan bagian yang paling kritis dalam proses
belajar. Guru dapat berusaha untuk menolong
siswa-siswa dalam mengingat atau mengeluarkan
pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka
panjang itu. Cara menolong ini dapat dilakukan
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada
para siswa, yang merupakan suatu cara
pengulangan.

5. Menyediakan Bimbingan Belajar

323

Untuk memperlancar masuknya informasi ke


memori jangka panjang, diperlukan bimbingan
langsung dalam pemberian kode pada informasi.
Untuk mempelajari informasi verbal, bimbingan itu
dapat diberikan dengan cara mengaitkan inormasi
baru itu pada pengalaman siswa.

Dalam belajar konsep dapat diberikan contohcontoh dan noncontoh-noncontoh. Bila suatu aturan
yang
akan
diajarkan,
maka
siswa-siswa
seharusnya sudah memahami dahulu konsepkonsep yang merupakan komponen-komponen
pembentuk aturan itu. Jadi, kalau para siswa akan
mempelajari dalil Pythagoras, bahwa Kuadrat sisi
miring sama dengan jumlah kuadrat sisi siku-siku,
maka siswa harus sudah memahami konsep sisi
miring dan konsep sisi siku-siku. Dalam belajar
penemuan, bimbingan dapat diberikan dalam
bentuk penyediaan bahan-bahan dan isyaratisyarat untuk membimbing para siswa ke arah
keberhasilan.

6. Melancarkan Retensi

Retensi atau bertahannya materi yang dipelajari


(jadi tidak dilupakan) dapat diusahakan oleh guru
dan para siswa itu sendiri dengan cara sering
mengulangi pelajaran itu. Cara selain itu dengan
memberi banyak contoh-contoh. Dapat pula
diusahakan penggunaan berbagai jembatan

324

keledai. Dengan cara ini materi pelajaran disusun


demikian rupa hingga mudah diingat.

Sebaiknya siswa sendiri yang menyusun jembatan


keledai itu, sebab dengan demikian ia akan lebih
lama ingat. Sebagai contoh dalam pelajaran
matematika misalnya, untuk mengingat sifat
bilangan prima, guru mengajak siswa menyanyikan
lagu Seorang Kapiten dengan syair berikut ini:
Aku sebuah bilangan, Mempunyai dua faktor,

Satu dan aku sendiri, Aku lah bilangan prima.

Selain cara-cara yang diberikan di atas, tabel-tabel,


diagram-diagram dan gambar-gambar pun dapat
digunakan guru untuk menolong para siswa agar
jangan cepat melupakan pelajaran yang telah
diberikan (lihat belajar bermakna oleh Ausubel dan
peta konsep Novak).

7. Membantu Transfer Belajar

Tujuan transfer belajar ialah menerapkan apa yang


telah dipelajari pada situasi baru. Ini berarti, bahwa
apa yang telah dipelajari itu dibuat umum sifatnya.
Melalui tugas pemecahan masalah dan diskusi
kelompok guru dapat membantu transfer belajar.
Untuk dapat melaksanakan tugas ini, para siswa
tentu diharapkan telah menguasai fakta-fakta,
konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan
yang dibutuhkan. Dalam pelajaran matematika
misalnya, transfer belajar akan terjadi waktu guru

325

memberikan tugas pada para siswa untuk


merencanakan bagaimana menanggulangi masalah
pengubinan lantai. Dalam hal ini para siswa dalam
setiap kelompok diharapkan telah mengetahui
rumus luas persegipanjang dan rumus luas
persegi. Selain itu, mereka juga memiliki
keterampilan-keterampilan
untuk
mengalikan
bilangan-bilangan asli. Dari uraian di atas dapat
kita lihat penguasaan fakta-fakta, konsep-konsep,
serta keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki
para siswa untuk dapat menyusun suatu rencana
yang baik.

8. Memperlihatkan Penampilan dan Memberikan


Umpan Balik
Hasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara,
agar guru dan siswa itu sendiri mengetahui apakah
tujuan belajar telah tercapai. Untuk itu sebaiknya
guru tidak menunggu hingga seluruh pelajaran
selesai. Sebaiknya guru memberikan kesempatan
sedini mungkin pada siswa untuk memperlihatkan
hasil belajar mereka, agar dapat diberi umpan
balik, sehingga pelajaran selanjutnya berjalan
dengan lancar.
Cara-cara yang dapat digunakan guru ialah
memberikan tes, atau dengan mengamati perilaku
siswa. Umpan balik, bila bersifat positif menjadi
pertanda bagi siswa bahwa ia telah mencapai
tujuan belajar, dan dengan demikian harapan atau
326

expectancy yang muncul pada permulaan tindakan


belajar telah dipenuhi. Dalam hal ini menurut
Gagne, umpan balik menghasilkan reinforsemen.
Perlu diingat, bahwa umpan balik tidak selalu
diberikan secara eksplisit, dengan cara menyetujui
atau kata-kata yang membetulkan. Ada kalanya
situasi belajar itu sendiri sudah merupakan umpan
balik.

327

BAB VIII

TEORI SYSTEMATIC BEHAVIOR

LEONARD CLARK HULL (18841952)


Leonard
Clark
Hull
dilahirkan di Akron, New
York pada 24 Mei 1884. Ia
dibesarkan di Michigan,
dan mendiami satu kelas
selama
bertahun-tahun.
Hull mempunyai masalah
kesehatan
di
mata,
mempunyai orang tua yang
miskin,
dan
pernah
menderita polio. Pendidikan
yang ditempuhnya beberapa kali terputus karena
sakit dan masalah keuangan. Tetapi setelah lulus, dia
memenuhi syarat sebagai guru dan menghabiskan
banyak waktunya untuk mengajar di sekolah yang
kecil.
Setelah memperoleh bachelor dan gelar master di
Universitas Michigan, ia beralih ke psikologi, dan
menerima Ph.D. psikologi di tahun 1918 dari

328

University of Wisconsin, dimana dia tinggal selama


sepuluh
tahun
sebagai
instruktur.
Penelitian
doktornya pada Aspek kuantitatif dari Evolution of
Concepts telah diterbitkan dalam Psychological
Monographs. Selama waktu itu, Hull mempelajari efek
dari merokok tembakau pada kinerja, yang kemudian
dibahasnya pada beberapa literatur yang disertai
dengan pengujian, selanjutnya mulai penelitian
tentang saran dan hipnose. Pada 1929, Clark Hull
melanjutkan penelitiannya di Yale University dan
mulai yang serius terhadap perkembangan teori
perilakunya. Sampai akhir karirnya, Hull dan
mahasiswa didominasi behavioristic psikologi. Clark
Hull meninggal pada 10 Mei 1952, di New Haven,
Connecticut.
Clark
Hull
dalam
penelitiannya
mengembangkan sistem yang rumit dan sangat
bergantung kepada matematika elaborasi.

Seperti halnya dengan Skinner, maka Clark C


Hull mengikuti jejak Thorndike dalam usahanya
mengembangkan teori belajar. Prinsip-prinsip yang
digunakanya mirip dengan apa yang dikemukakan
oleh para behavioris yaitu dasar stimulus-respon dan
adanya reinforcement.
Clark C. Hull mengemukakan teorinya, yaitu
bahwa suatu kebutuhan atau keadaan terdorong
(oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi, ambisi) harus
ada dalam diri seseorang yang belajar, sebelum
suatu
respon
dapat
diperkuat
atas
dasar

329

pengurangan kebutuhan itu. Dalam hal ini efisiensi


belajar
tergantung
pada
besarnya
tingkat
pengurangan dan kepuasan motif yang menyebabkan
timbulnya usaha belajar itu oleh respon-respon yang
dibuat individu itu. Setiap obyek, kejadian atau situasi
dapat mempunyai nilai sebagai penguat apabila hal
itu dihubungkan dengan penurunan terhadap suatu
keadaan deprivasi (kekurangan) pada diri individu itu;
yaitu jika obyek, kejadian atau situasi tadi dapat
menjawab suatu kebutuhan pada saat individu itu
melakukan respon.

Menurut teori Systematic Behaviour dari Hull,


selain interaksi stimulus, respons, dan penguatan,
ada proses lain yang perpengaruh terhadap
pemunculan respon yang diharapkan, yaitu variabel
intervening. Sementara itu, menurut teori Cantignity
dari Guthrie, kombinasi stimulus yang diikuti dengan
suatu gerakan, pada saat pengulangan berikutnya
cenderung diikuti lagi oleh gerakan tersebut.
Disamping itu, jika belajar terjadi dalam suatu proses
coba-coba maka proses yang terakhir muncul akan
terulang kembali seandainya kombinasi stimulus yang
sama dihadirkan.
Prinsip penguat (reinforcer) menggunakan
seluruh situasi yang memotivasi, mulai dari dorongan
biologis
yang
merupakan
kebutuhan
utama
seseorang sampai pada hasil-hasil yang memberikan
ganjaran bagi seseorang (misalnya: uang, perhatian,
330

afeksi, dan aspirasi sosial tingkat tinggi). Jadi, prinsip


yang utama adalah suatu kebutuhan atau motif harus
ada pada seseorang sebelum belajar itu terjadi; dan
bahwa apa yang dipelajari itu harus diamati oleh
orang yang belajar sebagai sesuatu yang dapat
mengurangi
kekuatan
kebutuhannya
atau
memuaskan kebutuhannya.

Pada dasarnya, teori belajar Hull berpusat pada


perlunya memperkuat suatu pengetahuan yang sudah
ada. Perilaku individu yang dilihat dalam konteks
homeostatic model selalu mencari keseimbangan dari
drive memaksa. Inti tingkat analisis psikologis
adalah gagasan mengenai variabel intervensi, yang
dijelaskan sebagai unobservable perilaku. Dengan
demikian, dari perspektif yang murni perilaku Clark
Hull
dikembangkan
John
B. Watson
yaitu
rangsangan-respon (S-R) ke stimulus-organismerespons (S-O-R), atau variabel campuran. Dari teori
Clark Hull yang sistematis, dihasilkan banyak sekali
penelitian. Hull sangat berkeras dan taat pada
metode ilmiah, yaitu dengan rancangan percobaan
yang dikontrol dan analisis data yang diperoleh.
Perumusan deduktif dari teori belajar melibatkan
serangkaian postulat yang akhirnya harus diuji oleh
eksperimen.
Salah satu aspek dari pekerjaan Hull adalah
pada tes bakat yang akan membuktikan instrumental
dalam
perkembangan
behaviorismenya.
Untuk

331

memfasilitasi penghitungan dari correlations antara


berbagai tes, ia membangun sebuah mesin untuk
melakukan perhitungan, menyelesaikan proyek pada
tahun 1925 dengan dukungan dari National Research
Council. Selain dari mesin praktis manfaat,
keberhasilan proyek Hull yang bersifat fisik dengan
perangkat yang tepat, susunan komponen yang
mampu melakukan operasi karakteristik dari proses
mental tingkat tinggi. Hull dianggap Thomas Hobbes
dan David Hume sebagai falsafah leluhur dari
behaviorisme dan melihat di Pavlovs reflexes kondisi
fisik dari analogues Humes sederhana jejak dan
dari hukum asosiasi.
Desain
mesin
Clark
Hull
yang
dapat
memperlihatkan perilaku cerdas adalah sama dengan
formulasi dari teori perilaku. Clark Hull juga dikenal
untuk perdebatan dengan Edward C. Tolman pada
prinsip-prinsip behaviorisme. Tolman percaya bahwa
pembelajaran dapat terjadi karena ketiadaan tujuan.
(identifikasi ini sebagai latent learning), sedangkan
Hull Clark menegaskan bahwa tujuan harus
dibayangkan
sebagai
suatu
pahala
atau
penguatan dan belajar perlu untuk terjadi. Clark
Hull sering dikreditkan dimulai dengan memiliki ilmu
yang modern hypnosis. Karyanya Hypnosis dan
Suggestibility (1933) adalah ilmu yang ketat
fenomena, menggunakan statistik dan analisis
eksperimental. Dari hasil studi Hull menunjukkan

332

secara tegas bahwa semua bentuk hipnosis tidak


memiliki hubungan dengan tidur:

hipnose tidak tidur ... ia tidak memiliki hubungan


khusus dengan tidur, dan seluruh konsep tidur ketika
diterapkan ke keadaan hypnosis tidak berlaku
(obscures).

Hasil studi Utama Hull adalah untuk mengekang


tuntutan yang luar biasa dari hypnotists, terutama
mengenai perbaikan luar biasa dalam pengetahuan
atau indera di bawah hipnose. Dari percobaan Hull
yang menampilkan kenyataan dari beberapa
fenomena klasik seperti hipnotis anestesi dan pascahipnotis amnesia. Hypnosis juga dapat menyebabkan
peningkatan moderat tertentu kapasitas fisik dan
mengubah ambang dari stimulasi indrawi, terutama
efek dramatis. Eksperimental dalam psikologi, ia
menciptakan andai-deduktif metode sistematis,
setelah pengamatan dan elaborasi dari hypotheses.
Metode ini membawa definisi conceptualized axioms
yang membantu dia mengembangkan teorinya. Dia
percaya bahwa perilaku merupakan kumpulan
interaksi antara seorang individu dan lingkungannya.
Dia menganalisis perilaku dari perspektif biologi
adaptasi, atau optimasi kondisi hidup melalui
pengurangan kebutuhan.

Sebagai behaviorist, Hull menyatakan bahwa


psikologis dilihat pada pembentukan kebiasaan, yang
merupakan akumulasi pengalaman lingkungan untuk
333

beradaptasi secara efektif. Pendekatan padangannya


benar-benar sistematis. Dengan menitikberatkan
pentingnya pengamatan dan eksperimen.

Dalam strategi ini, pendekatan mengikuti


geometri Euclidian, sebuah perilaku atau formulasi
prinsip yang pertama kali di postulatkan dan
kemudian diuji secara ketat. Hull berhasil mengujinya
dan sangat didukung kepercayaan prinsip yang
mengakibatkan kegagalan revisi dari prinsip. Dari
teori Hull yang positif dan mengikuti kerangka logis,
maka secara empiris dapat diverifikasi melalui
demonstrasi.

Mirip
dengan
BF
Skinner,
Clark
Hull
menekankan pentingnya penguatan, karena belajar
adalah untuk mengambil tempat. Penguatan berhasil
karena mengakibatkan pengurangan penurunan.
Dengan demikian, konsep drive dan pengurangan
menjadi aspek yang penting dari teori Hull. Dia
dianggap sebagai organisme pada lingkungan yaitu
prediksi, atau tanggapan sementara yang telah
diketahui organisme output.
Sistem ilmiah Clark Hull sangat baik dilihat
sebagai kegagalan, yang telah membawa kepada
kognitif revolusi di tahun 1960, dan sebagai pelopor
ke alam kognitif psikologi dari pengolahan informasi
dan pendekatan intelijensi buatan. Kerja Hull juga
telah dianggap baik sebagai usaha yang mulia untuk
menetapkan standar yang tinggi untuk psikologi
334

sebagai ilmu pengetahuan alam, dan sebagai obyek


pelajaran dari kegagalan dalam model ilmu alam
untuk psikologi dan merusak efek dari retorika ilmiah.

Pada dekade sebelum dan setelah Perang Dunia


II, Clark Hull dilambangkan psikolog berharap bahwa
psikologi dapat menjadi tujuan ilmu alam. Hull
membentuk reputasi sebagai eclectic eksperimental
psikolog, kemudian naik sebagai teoretikus belajar.
Hull yang paling penting adalah karya-Mathematico
Rote deduktif Theory of Learning (1940), dan Prinsip
Perilaku
(1943),
yang
mendirikan
analisis
pembelajaran.
Clark Hull dengan mertodenya Hypothetic
Deductive dimaksudkan akan dapat ditemukan
hukum-hukum dasar dalam bidang psikologi. Dalam
teorinya, Hull berbendapat bahwa tingkah laku
berfungsi menjaga agar organisme tetap bertahan
hidup, dengan konsep sentralnya adalah kebutuhan
biologis dan pemuasan kebutuhan, hal yang penting
bagi kelangsungan hidup. Ia menjelaskan bahwa
kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan. Stimulus
dikaitkan
dengan
dorongan
primer
yang
mengakibatkan timbulnya tingkah laku.

Belajar menurut pandangan Hull merupakan


perubahan tingkah laku melalui kekuatan kebiasaan.
Peranan penguatan sangat diperlukan untuk
terjadinya respon, dengan memperhitungkan faktor
kelelahan. Hull menggambarkan bahwa belajar
335

merupakan pembentukan antara respon dengan


stimulus. Dalam hasil penelitian Hull menyimpulkan
bahwa belajar terjadi tidak dengan sekali pecobaan,
terjadi melalui proses pengulangan, dan terjadi
karena adanya kebutuhan terhadap lingkungan untuk
kelangsungan hidup. Maka belajar merupakan
penguatan dengan maksud makin banyak belajar,
makin banyak penguatan dan motivasi akan semakin
besar untuk menuju keberhasil belajar.

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan


antara stimulus dan respon untuk menjelaskan
pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh
oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti
halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku
bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme
tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan
kebutuhan
biologis
(drive)
dan
pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction)
adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus
(stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu
dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud
macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk
dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi
114
biologis.
114

Bell Gredler, E. Margaret, Belajar dan Membelajarkan


( Jakarta: CV. Rajawali, 1991).

336

Pada tahun 1943, Clark Hull mengemukakan


Drive Reduction Theory yang menyatakan bahwa
kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis
adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam
belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan
biologis, walaupun respon yang muncul mungkin
115
bermacam-macam bentuknya. Masih menurut Hull,
suatu kebutuhan biologis pada makhluk hidup
menghasilkan
suatu
dorongan
(drive)
untuk
melakukan aktivitas memenuhi kebutuhan tersebut,
sehingga meningkatkan kemungkinan bahwa makhluk
hidup ini akan melakukan respon berupa reduksi
kebutuhan (need reduction response). Menurut teori
Hull, dorongan (motivators of performance) dan
reinforcement
bekerja
bersama-sama
untuk
membantu makhluk hidup mendapatkan respon yang
116
sesuai. Lebih jauh Hull merumuskan teorinya dalam
bentuk persamaan matematis antara drive (energi)
dan habit (arah) sebagai penentu dari behaviour
(perilaku) dalam bentuk:
Karena hubungan dalam persamaan tersebut
berbentuk perkalian, maka ketika drive = 0, makhluk
115

116

C. Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta,


Penerbit Rineka Cipta, 2005).
Camille Wortman, Elizabeth Loftus & Charles Weaver,
Psychology, 5th Ed. (Boston: McGraw-Hill, 2004).

337

hidup tidak akan bereaksi sama sekali, walaupun


117
habit yang diberikan sangat kuat dan jelas.

Teori belajar yang diusulkan oleh Clark Hull


(1884-1952)
dikenal
sebagai
teori
deduktif
118
matematis,
Hal tersebut menunjukkan bahwa Hull
berusaha menjelaskan kecenderungan munculnya
respon dari dalil-dalil yang formal dan berlaku umum
(deduktif), dan berusaha memformulasikan dalam
bentuk matematis. Berdasarkan teori deduktifmatematis, Hull menjelaskan kecenderungan respon
organisma sebagai berikut:
Keterangan:
sEr :
sHr :

potensi reaksi (kecenderungan respon)


kekuatan kebiasaan

V : intensitas stimulus

D : dorongan (motivasi)
K : nilai reinforcement

Ir : hambatan reaksi (potensi hambatan yang


bersifat temporal)

sIr : hambatan yang dikondisikan (potensi hambatan


yang dipelajari)
117

118

C. David Berliner dan Robert.C. Calfee, EditorHandbook


of Educational Psychology (New York, Simon & Schuster
Macmillan, 1996).
Arno F Wittig, Psychology of Learning (United States of
America, 1981)

338

Pada tahun 1933, Hull melakukan berbagai


percobaan
yang
berhubungan
dengan
dan
Sugestibilitas, beliau sudah menggunakan berbagai
metode statistik dan analisa percobaan. Dari
penyelidikannya dia memperlihatkan bahwa proses
tidak ada kaitannya sama sekali dengan tidur, dan
pendapat selama ini mengatakan sama dengan tidur
adalah obscure (tak jelas).

Hasil penyelidikannya yang utama mendapatkan


bahwa dalam keadaan berkemampuan kognisi
seseorang meningkat atau kemampuan panca indera,
didapatkan bahwa dapat membuat kemampuan fisik
seseorang meningkat dan merubah kemampuan
kepekaan
syaraf
rangsangan,
dimana
peningkatannya bisa sangat dramatis.

Teori
ini,
terutama
setelah
Skinner
memperkenalkan teoriny, ternyata tidak banyak
dipakai dalam dunia praktis, meskipun sering
digunakan dalam berbagai eksperimen dalam
119
laboratorium.

Dua hal yang sangat penting dalam proses


belajar dari Hull ialah adanya Incentive motivation
(motivasi insentif) dan Drive reduction (pengurangan
stimulus pendorong). Kecepatan berespon berubah
120
bila besarnya hadiah (reward) berubah.
119

http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/behavioris
me.html

339

Hull berpendapat bahwa tingkah laku itu


berfungsi untuk menjaga agar organisme itu tetap
bertahan hidup. Konsep pokoknya, bahwa kebutuhan
biologis dan pemuasan kebutuhan merupakan hal
penting untuk kelangsungan hidup. Hull berpendapat
bahwa, kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan
(drive). Stimulus yang sering disebut stimulus
dorongan (SD) sebagai dorongan primer, karena
yang mendorong munculnya tingkah laku. Penguatan
tingkah laku merupakan kondisi biologis merupakan
pemuasan kebutuhan biologis, kemudian disebut
reduksi dorongan. Pemuasan kebutuhan biologis
disebut reduksi dorongan (drive reduction).
Kesimpulan

Sepanjang karirnya, Hull mengembangkan ide di


berbagai bidang psikologi, terutama psikologi belajar,
hipnotis, teknik sugesti. Metode yang paling sering
digunakan adalah eksperimental laboratorium.
Prinsip-prinsip utama teorinya:

1. Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar


yang harus ada. Namun fungsi reinforcement bagi
Hull lebih sebagai drive reduction daripada
satisfied factor.
2. Dalam mempelajari hubungan S-R yang diperlu
dikaji adalah peranan dari intervening variable
120

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung,


Remaja Rosdakarya, 1990), 98.

340

(atau yang juga dikenal sebagai unsure O


(organisma)). Faktor O adalah kondisi internal dan
sesuatu yang disimpulkan (inferred), efeknya dapat
dilihat pada faktor R yang berupa output. Karena
pandangan ini Hull dikritik karena bukan
behaviorisme sejati.

3. Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan


biologis terjadi. Di sini tampak pengaruh teori
Darwin yang mementingkan adaptasi biologis
organisma.

Hypothetico-deductive theory

Adalah teori belajar yang dikembangkan Hull


dengan menggunakan metode deduktif. Hull percaya
bahwa
pengembangan
ilmu
psikologi
harus
didasarkan pada teori dan tidak semata-mata
berdasarkan fenomena individual (induktif). Teori ini
terdiri dari beberapa postulat yang menjelaskan
pemikirannya tentang aktivitas otak, reinforcement,
121
habit, reaksi potensial, dan lain sebagainya.

Sumbangan utama Hull adalah pada ketajaman


teorinya yang detil, ditunjang dengan hasil-hasil
eksperimen yang cermat dan ekstensif. Akibatnya ide

121

Lundin, Theories and Systems of Psychology. 4 rd Ed


1991), 193-195.

341

Hull banyak dirujuk oleh para ahli behavioristik


lainnya dan dikembangkan.

Clark Hull pada tahun 1943 meluncurkan konsep


dorongan (drive) yang berhubungan dengan
kebutuhan fisiologik, misalnya lapar. Dorongan yang
mengenergikan (menggerakkan) perilaku dinamakan
daya (force). Gabungan berbagai daya dinamakan
dorongan besar (big drive)
Manusia belajar
memenuhi berbagai dorongan dan mengembangan
dorongan tingkat kedua (secondary drive) yang
dipelajari dari pengalaman. Manusia sebagai makhluk
sosial mengembangkan perilaku sosialnya melalui
proses pembentukan dorongan tingkat kedua ini.
Perilaku mudik, misalnya berasal dari dorongan
untuk memperoleh rasa aman dan terlindung di
tengahtengah kehidupan keluarga dan desa. Ketika
seseorang merantau dorongan untuk kembali ke
keluarga tetap
berlangsung. Akan tetapi, dari
pengalaman sejak kecil, lebaran merupakan peristiwa
yang paling menyenangkan untuk berkumpul
bersama keluarga, lahirlah dorongan tingkat kedua,
yaitu dorongan untuk pulang kampung di waktu
lebaran.
Demikian juga dorongan untuk makan, misalnya
berkembang menjadi dorongan tingkat kedua yaitu
makan nasi (tidak kenyang, kalau belum makan nasi
walau sudah makan makanan jenis lain). Kemudian,
berkembang lagi menjadi dorongan tingkat ketiga,
342

misalnya makan nasi


padang. Dorongan tingkat
keempat, makan nasi padang di restoran Sederhana,
yang terkenal enak dan seterusnya.
Penggunaan praktis teori belajar dari Hull ini
untuk kegiatan pambelajaran
Penggunaan praktis teori belajar dari Hull ini
untuk kegiatan dalam kelas, adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Teori belajar didasarkan pada Drive-reduction


atau drive stimulus reduction.
Intruksional obyektif harus dirumuskan secara
spesifik dan jelas.

ruangan kelas harus dimulai dari yang


sedemikian rupa sehingga memudahkan terjadinya
proses belajar.
Pelajaran
harus
dimulai
dari
sederhana/mudah menuju kepada yang
kompleks/sulit

yang
lebih

Kecemasan harus ditimbulkan untuk mendorong


kemauan belajar

Lathihan harus didistribusikan dengan hati-hati


supaya tidak terjadi inhibisi. Dengan perkataan lain,
kelelahan tidak boleh menggangu belajar.

Urutan mata pelajaran diatur sedemikian rupa


sehingga mata pelajaran yang terdahulu tidak
menghambat
tetapi
justru
harus
menjadi

343

perangsang yang mendorong belajar pada matra


122
pelajaran berikutnya.

Kritikan

Sumbangan utama Hull adalah pada ketajaman


teorinya yang detil, ditunjang dengan hasil-hasil
eksperimen yang cermat dan ekstensif. Akibatnya ide
Hull banyak dirujuk oleh para ahli behavioristik
lainnya dan dikembangkan.
Kritik yang diberikan pada Hull:

a) Teorinya dianggap terlalu kompleks dan sulit


dimengerti
b) Idenya tentang proses internal dianggap abstrak
dan sulit dibuktikan melalui eksperimen empiris

c) Partikularistic, usaha utk menggeneralisasi hasil


eksperimen secara berlebihan.

122

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung,


Remaja Rosdakarya, 1990), 98.

344

BAB IX

TEORI KONTIGUITAS (LAW OF


CONTIGUITY)

EDWIN RAY GUTHRIE (1886-1959)


Edwin Guthrie, lahir 9 Januari
1886, di Lincoln, Nebraska. Ayah
Guthrie penjaga toko dan ibunya
adalah seorang guru sekolah.
Guthrie adalah anak tertua dari
lima bersaudara. Pada usia dini
Guthrie
menunjukkan
minat
besar dalam belajar. Ketika ia
berada di kelas delapan ia
membaca Darwin Origin of Species dan Expression
of the Emotions (Clark, 2005). Ia menikah dengan
Helen Macdonald. Ia pergi ke Prancis bersama
istrinya dan bertemu dengan Pierre Janet. Tulisan
Janet memiliki dampak yang besar pada pemikiran
Guthrie.
Guthrie
dan
istrinya
bersama-sama
menerjemahkan buku Janet Principles of Psychology.
(Ensiklopedi Psikologi, 2001).
Guthrie
menerima
gelar
sarjana
dalam
matematika dan gelar master dalam filsafat dari

345

Universitas Nebraska. Dia mendapat gelar Ph.D.


dalam filsafat di University of Pennsylvania (1912).
Dia mengajar matematika SMU sampai ia ditawari
posisi sebagai profesor filsafat di University of
Washington (1914). Pada tahun 1919 Guthrie
berubah dari filsafat ke departemen psikologi. Selama
Perang Dunia II ia seorang letnan di Angkatan Darat
AS, melayani sebagai konsultan untuk cabang luar
negeri staf umum di Kantor Departemen Perang dan
Perang Informasi. Ia diangkat sebagai dekan
pascasarjana di University of Washington pada tahun
1943
dan
presiden
American Psychological
123
Association (1945).

Guthrie adalah seorang filsuf, matematikawan,


dan kemudian menjadi psikolog behavior. Guthrie
terkenal karena satu teori One Trial Leaning, nonreinforcement, dan teori kontiguitas. Satu kata yang
dapat menggambarkan Guthrie adalah sederhana.
Pendekatannya terhadap pembelajaran dan teoriteorinya yang sederhana. Kesederhanaannya dibawa
ke ajaran-ajarannya di mana ia sangat bangga dalam
bekerja dan mengajar siswa, terutama mahasiswa.
Guthrie mengembangkan teori belajar kontiguitas
di Universitas Washington. Menurut Guthrie, bahwa
prinsip kontiguitas adalah kombinasi stimulus yang
123

DO Clark, From Philosopher to Psychologist: The Early


Career of Edwin Ray Guthrie, Jr. History of Psychology, 8,
(2005), 235-254.

346

telah menghasilkan respon diteruskan sehingga


stimulus yang dikontigukan tetap menghasilkan
respon tadi. Guthrie menolak hukum ulangan yang
dianut Watson.

Pada dasarnya teori Edwin Guthrie ini tidak


banyak berbeda dengan teori Watson, hanya ia tidak
banyak membicarakan masalah rangsangan terlazim
atau pembiasaan. Teori Guthrie didasari oleh suatu
hukum pembelajaran yang disebut law of cintiguity
yang
menyatakan
bahwa
suatu
kombinasi
rangsangan yang dipasangkan dengan suatu gerakan
akan diikuti oleh gerakan yang sama apabila
rangsangan itu muncul kembali.
Eksperimen Guthrie

Di University of Washington, Seattle, Edwin


Guthrie dan George Horton menyusun suatu kotak
teka-teki sedemikian rupa sehingga kucing di
dalamnya bisa melepaskan diri dengan mendorong

347

suatu tiang kacil. Guthrie menggunakan kotak


berdinding kaca yang membuatnya bisa memantau
gerakan kucing secara tepat. Gambar-gambar di
bawah menunjukkan bahwa kucing belajar untuk
mengulangi urutan yang sama gerakan yang terkait
dengan sebelum ia melarikan diri dari kotak.
Perbaikan muncul karena gerakan-gerakan yang tidak
relevan tidak disertakan dalam asosiasi berikutnya.

Setelah mengamati 800 kali keberhasilan


melepaskan diri oleh sekitar 50 kucing, mereka
menemukan
bahwa
kucing-kucing
itu
menghubungkan keberhasilan mereka keluar dengan
hal terakhir yang mereka lakukan, bukan dengan
mendorong tiang pembuka kotak. Guthrie berkata:
Ketika keberhasilan mereka keluar dari kotak itu
terjadi setelah mereka bertingkah segala macam,
menabrak - tiang, mencakarnya, mundur ke arahnya,
melompat ke atas kotak dan jatuh menimpa tiang,
berbaring dan secara tak sengaja berguling
348

menyenggol tiang, besar kemungkinan gerakan yang


sama akan langsung diulang setelah kucing itu
dikembalikan ke dalam kotak. Keberhasilan kucing
melalaskan diri tersebut diuraikan dalam karya klasik
terbitan 1946, Cats in a Puzzle Box, Kucing Dalam
Kotak Teka-Teki. Supaya tidak berlebihan, kucing-kucing itu setidaknya bisa menghubungkan antara
kaluar dari kotak dan mekanisme pembuka, walaupun
tidak berhasil mengetahui bahwa yang parlu
dilakukan hanyalah mendorongnya. Hal ini berbeda
dari eksperimen kucing temuan Edward Thorndike.
Teori Kontiguitas (Law of Contiguity)

Teori Kontiguitas Guthrie memandang bahwa

belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus


tertentu dan respons tertentu. Guthrie juga
menggunakan variabel hubungan stimulus dan
respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar.
Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan
mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada
respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar
hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak
hilang dengan jalan mencegah perolehan respon
yang baru.
Bagaimana
kebiasaan
terbentuk?
Guthrie
berdasarkan konsep contiguity menyatakan bahwa
suatu kombinasi stimulus yang dipasangkan dengan
suatu gerakan, akan diikuti oleh gerakan yang sama
apabila stimulus tersebut muncul kembali. Pergerakan

349

ini
diperoleh
melalui
latihan.
Guthrie
juga
mengemukakan prinsip tentang pembinaan dan
perubahan kebiasaan.
Sumbangan teori Guthrie dalam pembelajaran
ialah mengenai pembinaan dan perubahan kebiasaan
(habit). Kebiasaan diartikan sebagai suatu tindak
balas yang dikaitkan dengan beberapa rangsangan
yang berbeda. Kebiasaan terbentuk karena perkaitan
antara rangsangan dengan tindak balas. Oleh karena
itu, mengubah kebiasaan dapat dilakukan dengan
mengubah
keterkaitan
itu.
Misalnya
untuk
menghilangkan kebiasaan yang tidak dikehendaki
(misalnya kebiasaan tak baik) dapat dilakukan
dengan menghilangkan kaitan antara rangsangan
dengan tindak balas.
Guthrie merasa cara terbaik untuk memecahkan
kebiasaan adalah untuk menciptakan perilaku baru
untuk menggantikan yang lama. Kebiasaan tidak
pergi atau menghilang dengan tidak digunakan atau
kurangnya latihan. Metode Guthrie untuk merubah
kebiasaan ini dianggap sebagai sebuah teori
gangguan yang terjadi ketika lupa karena
pembelajaran baru mengganggu belajar sebelumnya,
124
atau sebaliknya.

124

M.B. Thorne and T.Henley, Connections in the History


and Systems of Psychology (3rd ed) (Houghton Mifflin
Company, 2005).

350

Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak


harus berhubungan
dengan kebutuhan
atau
pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan oleh
Clark Hull. Dijelaskan bahwa hubungan antara
stimulus dan respon cenderung hanya bersifat
sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar
perserta didik perlu sesering mungkin diberikan
stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon
bersifat tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon
yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap,
maka diperlukan berbagai macam stimulus yang
berhubungan dengan respon tersebut. Sebagai
contoh, seseorang yang memiliki kebiasaan merokok
sulit ditinggalkan. Hal ini dapat terjadi karena
perbuatan merokok tidak hanya berhubungan dengan
satu macam stimulus (misalnya kenikmatan merokok),
tetapi juga dengan stimulus lain seperti minum kopi,
berkumpul dengan teman-teman, dan lain-lain.

Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku


manusia itu secara keseluruhan dapat dipandang
sebagai deretan-deretan tingkah laku yang terdiri dari
unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan reaksi
atau respons dari perangsang atau stimulus
sebelumnya, dan kemudian unit tersebut menjadi pula
stimulus yang kemudian menimbulkan response bagi
unit tingkah laku yang berikutnya. Demikianlah
seterusnya sehingga merupakan deretan-deretan unit
tingkah laku yang terus-menerus. Jadi pada proses

351

conditioning ini pada umumnya terjadi proses asosiasi


antara unit-unit tingkah laku satu sama lain yang
berurutan. Ulangan-ulangan atau latihan yang berkalikali memperkuat asosiasi yang terdapat antara unit
tingkah laku yang satu dengan unit tingkah laku yang
berikutnya.
Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity
Theory menghasilkan tiga metode dalam mengubah
kebiasaan, terutama kebiasaan buruk, yaitu:

1. Metode ambang (the threshold method)

Metode ambang ialah metode mengubah tindak


balas dengan menurunkan atau meningkatkan
rangsangan secara berangsur. Rangsangan yang
dapat menimbulkan rangsangan tindak balas yang
tidak diinginkan diturunkan secara berangsur, atau
rangsangan yang dapat menimbulkan tindak balas
yang diinginkan ditingkatkan secara berangsur.
Misalnya menghilangkan ketakutan akan tidur di
tempat yang gelap. Mula-mula anak tidur dengan
lampu yang terang, kemudian secara berangsurangsur cahaya lampu dikurangi, sehingga akhirnya
anak terbiasa dengan tidur tanpa lampu.

2. Metode meletihkan (the fatigue method)

Metode meletihkan, yaitu menghilangkan tindak


balas yang tidak diinginkan dengan menggalakkan
individu mengulangi tindak balas itu sampai
akhirnya ia letih dan tidak mau lagi menulis pada

352

dinding rumah. Anak digalakkan untuk terus


terusan menulis sampai ia bosan, dan akhirnya ia
tidak mau lagi berbuat demikian.

3. Metode rangsangan tak serasi (the incompatible


response method).

Metode rangsangan tak serasi, yaitu dengan


memasangkan rangsangan yang menimbulkan
tindak balas yang tidak diinginkan, misalnya
menghilangkan rasa takut seorang anak terhadap
kucing, dengan rangsangan lain yang dapat
menghilangkan ketakutan anak terhadap kucing.
Setiap anak melihat kucing (rangsangn yang
menakutkan), akan didekati oleh ibunya dengan
kasih sayang serta diberikan makanan kesukaanya.
Kehadiran kucing (yang menakutkan) bersamaan
dengan kehadiran ibu dan makanan kesukaan
(rangsangan yang menyanangkan), lama kelamaan
anak akan terbiasa dengan kucing dan tidak takut
lagi.

Guthrie juga mengemukakan bahwa hukuman


(reinforcement) memegang peran penting dalam
125
proses belajar. Menurutnya reinforcement merubah
125

Di dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali contoh


reinforcement kita temukan seperti pemberian pujian,
hadiah, bonus, insentif, piala, mendali, piagam
penghargaan, kalpataru, adipura, lencana sampai
dengan parasamya, dan bintang mahaputra. Disamping
reinforcement
positif
seperti
itu
dikenal
pula
reinforcement
negatif
untuk
mencegah
atau
menghilangkan suatu perbuatan yang kurang baik atau

353

kondisi stimulus sehingga memunculkan respon


tertentu yang diharapkan dan mencegah respon lain
yang tidak diharapkan. Suatu hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat, akan mampu
mengubah kebiasaan seseorang. Sebagai contoh,
seorang anak perempuan yang setiap kali pulang dari
sekolah, selalu mencampakkan baju dan topinya di
lantai. Kemudian ibunya menyuruh agar baju dan topi
dipakai kembali oleh anaknya, lalu kembali keluar,
dan masuk rumah kembali sambil menggantungkan
topi dan bajunya di tempat gantungannya. Setelah
beberapa
kali
melakukan
hal
itu,
respons
menggantung topi dan baju menjadi terasosiasi
dengan stimulus memasuki rumah. Meskipun
demikian, nantinya faktor hukuman ini tidak dominan
dalam teori-teori tingkah laku. Terutama setelah
Skinner
makin
mempopulerkan
ide
tentang
penguatan
(reinforcement).
Setelah
Skinner
mengemukakan
pentingnya
penguatan
(reinforcement) dalam teori belajarnya, maka
hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.
Selanjutnya ia berpendapat bahwa hubungan
antar stimulus dan respon merupakan factor kritis
dalam belajar. Ciri penting aliran ini adalah:
tidak disetujui masyarakat. Contoh reinforcement
negatif adalah: peringatan, ancaman, teguran, sanksi,
hukuman, pemotongan gaji, penundaan kenaikan
pangkat, dsb.

354

Menekankan pada
kondisikan
sebagai
perilaku;

respon-respon yang di
elemen-elemen
bawaan

Menekankan pada prilaku yang dipelajari dari pada


perilaku yan tidak di pelajari (refleks) behaviorisme
menolak kecendrungan perilaku binatang.
Teori Belajar Guthrie

Guthrie mendirikan teori belajarnya dengan


Stevenson Smith yang bekerja dengannya di
126
University of Washington.
Azas belajar Guthrie
yang utama adalah hukum kontiguity, yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada
waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh
127
gerakan yang sama.
Ia membedakan antara
pergerakan (movements) dengan tindakan (acts).
Pergerakan ialah kontraksi otot, dan tindakan ialah
kombinasi dari pergerakan-pergerakan. Contoh
tindakan seperti melukiskan gambar, membaca buku.
Pergerakan diperoleh melalui latihan.
Dalam teori Contiguous Conditioning Guthrie
mengasumsikan
terjadinya
peristiwa
belajar
berdasarkan kedekatan hubungan antara stimulus
dengan respon yang relevan. Prinsip kontiguitas
(Contiguous) adalah kedekatan asosiasi antar
126

127

S. Smith and E.R. Guthrie, Exhibitionism (University of


Washington, 1920), 205-211.
Bell Gredler, E. Margaret, Belajar dan Membelajarkan
(Jakarta: CV. Rajawali, 1991).

355

stimulus-respon. Artinya apa yang sesungguhnya


dipelajari individu adalah reaksi/respons terakhir yang
muncul
atas
sebuah
rangsangan/stimulus,
maksudnya setiap peristiwa belajar hanya mungkin
terjadi sekali saja untuk selamanya atau sama sekali
tak terjadi. Pada intinya, peningkatan kinerja hasil
belajar yang lazim dicapai individu bukanlah hasil dari
berbagai respon komplek terhadap stimulus-stimulus
melainkan karena dekatnya asosiasi antar stimulus
dengan respon yang diperlukan.

Asosiasi antara stimulus dan respons tidak


mengubah atau memperbaiki dengan praktek. Guthrie
merasa kesempurnaan itu dicapai pada percobaan
pertama, praktek tidak membuat sempurna, itu hanya
128
muncul untuk memperbaiki dengan pengulangan.
Guthrie merasa teori belajar berlaku dalam segala hal
dan bahwa hanya ada satu jenis belajar. Perbedaan
dilihat dalam belajar tidak karena tipe belajar yang
129
berbeda namun karena situasi yang berbeda.
Dia menekankan bahwa rangsangan gerakan
yang dihasilkan adalah sensasi yang dihasilkan oleh
gerakan mempertahankan respons secara berurutan.
Dia menyebut rangsangan dan gerakan sebagai
kombinasi. Dia percaya bahwa terdapat perbedaan
antara gerakan dan tindakan. Suatu gerakan yang
dipelajari dan bagian kecil dari perilaku, sementara
128
129

Encyclopedia of Psychology, Edwin Ray Guthrie


Contiguity Theory, The Psychology of Learning (2005).

356

tindakan
adalah
sekumpulan
130
membentuk suatu keterampilan.

gerakan

yang

Saran utama dari teori ini adalah guru harus


dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat.
Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus
dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh
memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh
131
anak.

Dijelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan


respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh
sebab itu dalam kegiatan belajar perserta didik perlu
sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan
antara stimulus dan respon bersifat tetap. Ia juga
mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya
lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan
berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan
respon tersebut.
Di dalam teori belajarnya, Guthrie berpendapat,
bahwa organisme otot-otot dan pengeluaran getah
kelenjar-kelenjar. Respon semacam itu disebut
gerakan-gerakan.
Guthrie
mengatakan,
suatu
tindakan terdiri atas serentetan gerakan-gerakan yang
diasosiasikan bersama dengan hukum kontiguitas.
Guthrie menolak teori Thorndike yang mengatakan
130

131

Theories of Learning in Educational Psychology, Edwin


Guthrie and One Trial Leaning (2008).
Bell Gredler, E. Margaret, Belajar dan Membelajarkan.
(Jakarta: CV. Rajawali, 1991)

357

bahwa dasar respon adalah tindakan-tindakan dan


bukan gerakan-gerakan.

Dalam proses-belajar, yang diasosiasikan adalah


suatu stimulus dengan respon R, tepatnya adalah
stimulus yang mengenai organ tubuh dan syarafnya
(sebagai sensasi) dan kemudian menimbulkan respon
tersebut. Eksperimen yang diadakan oleh Guthrie di
Horton (1946) dengan kucing dalam sangkar.
:

a.

Guthrie mengajukan prinsip-prinsip belajar, yakni

yang terpenting
(conditioning).

adalah

prinsip

persyaratan

b. prinsip pengendalian persyaratan yakni respon


akan dikendalikan jika respon lain timbul dengan
adanya S-R asli.
c.

adanya persyaratan yang ditunda.

d. Pengembangan (perbaikan) performance atau


tindakan merupakan hasil praktek. Proses
conditioning akan terjadi setelah percobaan
pertama. Penguatan hubungan S-R adalah hasil
dari ulangan (praktek) dan bukan karena
peningkatan Stimulus.
Memang teori belajar Guthrie dipandang lebih
sederhana sebab ditekankan kepada adanya stimulus
dan respon yang nampak dan belum atau tidak
memperhitungkan
kegagalan
dan
hadiah
(reinforcement). Dengan begitu terori tersebut tidak

358

mendorong untuk mengadakan penelitian-penelitian


menurut model Guthrie. Selain itu Guthrie tidak
mengembangkan motivasi belajar, sebab stimulus
sendiri sudah berarti motif.

Menurut teori kontiguitas, bahwa lupa dapat


terjadi karena kegiatan hubungan S-R dipakai hal
lainnya. Jadi lupa timbul karena ada interferensi atau
gangguan pembentukan hubungan S-R dalam syaraf.
Guthrie juga menganjurkan terjadinya transfer
pengetahuan dari satu hal ke hal lain dengan latihan
pada bidang khusus atau praktek pada bidang yang
lebih luas.

359

BAB X

TEORI BEHAVIOR DAN PENGAJARAN


Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar
sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana
reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk
merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik
yang masih menggunakan kerangka behavioristik
biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun
isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang
ditandai dengan suatu keterampilan tertentu.
Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara
hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek
(Paul, 1997).

Pandangan teori behavioristik telah cukup lama


dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori
yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran seperti
Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul
dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons
serta
mementingkan
faktor-faktor
penguat
(reinforcement), merupakan program pembelajaran

360

yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan


Skiner.

Teori behavioristik banyak dikritik karena


seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar
yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal
yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar
yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan
stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu
menjelaskan
penyimpangan-penyimpangan
yang
terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat
menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar,
walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan
yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan
mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan
dan pengalaman penguatan yang relatif sama,
ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran
berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda
tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya
mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat
diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya
pengaruh
pikiran
atau
perasaan
yang
mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.

Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan


pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif
dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar
merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu
membawa pebelajar menuju atau mencapai target
361

tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak


bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak
faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses
belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.

Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori


behavioristik
memang
tidak
menganjurkan
digunakannya
hukuman
dalam
kegiatan
pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut
dengan penguat negatif (negative reinforcement)
cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan
berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan
penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa
alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan
Guthrie, yaitu:
Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah
laku sangat bersifat sementara;
Dampak psikologis yang buruk mungkin akan
terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum)
bila hukuman berlangsung lama;

Hukuman yang mendorong si terhukum untuk


mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar
ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain,
hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan
hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada
kesalahan yang diperbuatnya.

362

Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut


sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama
dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada
bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar
respon yang muncul berbeda dengan respon yang
sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai
stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama
menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar
perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika
pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan,
maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika
sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia
melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah
ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar
untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang
disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan
negatif
adalah
penguatan
positif
(positive
reinforcement).
Keduanya
bertujuan
untuk
memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat
positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah
mengurangi agar memperkuat respons.
Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran

Aliran psikologi belajar yang sangat besar


pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan
praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini
adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai
363

hasil belajar. Teori behavioristik dengan model


hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku
akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti:
tujuan
pembelajaran,
sifat
materi
pelajaran,
karakteristik
pebelajar,
media
dan
fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang
dirancang dan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif,
pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah
terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge)
ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind
atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur
pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir
yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna
yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini
ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan
tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang
diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar
atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.

364

Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar


dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik.
Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan
kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran
yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga
dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya
pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga
hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau
dalam proses evaluasi.

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses


pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang
gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi
dan
mengembangkan
kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran
tersebut
bersifat
otomatis-mekanis
dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya
pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai
dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa
pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka
pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan
pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih
dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi
sangat
esensial
dalam
belajar,
sehingga
pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan

365

penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan


dalam penambahan pengetahuan dikategorikan
sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan
sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang
sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau
peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai
dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus
dipegang oleh sistem yang berada di luar diri
pebelajar.

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik


ditekankan
pada
penambahan
pengetahuan,
sedangkan belajar sebagi aktivitas mimetic, yang
menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk
laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi
pelajaran menekankan pada ketrampian yang
terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari
bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti
urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas
belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku
wajib
dengan
penekanan
pada
ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib
tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan
pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif,
ketrampilan
secara
terpisah,
dan
biasanya
366

menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil


belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya
bila pebelajar menjawab secara benar sesuai
dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa
pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang
terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya
dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran.
Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan
pebelajar secara individual.
Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran

Aliran psikologi belajar yang sangat besar


pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan
praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini
adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai
hasil belajar. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku
akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti:
tujuan
pembelajaran,
sifat
materi
pelajaran,
karakteristik
pebelajar,
media
dan
fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang

367

dirancang dan berpijak pada teori behavioristik


memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif,
pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah
terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge)
ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind
atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur
pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir
yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna
yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini
ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan
tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang
diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar
atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar
dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik.
Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan
kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran
yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga
dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya
pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga
hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau
dalam proses evaluasi.

368

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses


pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang
gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi
dan
mengembangkan
kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran
tersebut
bersifat
otomatis-mekanis
dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya
pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai
dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa
pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka
pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan
pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih
dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi
sangat
esensial
dalam
belajar,
sehingga
pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan
penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan
dalam penambahan pengetahuan dikategorikan
sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan
sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang
sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau
peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai
dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus
dipegang oleh sistem yang berada di luar diri
pebelajar.

369

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik


ditekankan
pada
penambahan
pengetahuan,
sedangkan belajar sebagi aktivitas mimetic, yang
menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk
laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi
pelajaran menekankan pada ketrampian yang
terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari
bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti
urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas
belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku
wajib
dengan
penekanan
pada
ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib
tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan
pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif,
ketrampilan
secara
terpisah,
dan
biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil
belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya
bila pebelajar menjawab secara benar sesuai
dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa
pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang
terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya
dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran.
Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan
pebelajar secara individual.
Teknik-teknik untuk meningkatkan perilaku
370

Dalam pembicaraan sebelumnya mengenai


penguatan, kita menitik beratkan hanya peristiwaperistiwa yang memperkuat atau meningkatkan
perilaku yang dapat disebut dengan penguatan.
Penguatan yang positif dalam beberapa peristiwa
mengikuti perilaku yang dapat meningkatkan
keuntungan pada masa datang dan berkemungkinan
meningkatkan perilaku tersebut. Negatif penguatan
juga mencakup kemungkinan meningkatnya suatu
perilaku mengikuti perpindahan peristiwa setelah
perilaku tersebut ditunjukkan.
Konsekuensi-Konsekuensi
harus
tergantung
pada perilaku yang pantas Urutan dalam penguatan
positif adalah sebagai berikut:
1. Guru menjelaskan kepada siswa dengan sejelasjelasnya bahwa tugas harus diselesaikan sebelum
mereka bermain;
2. Siswa menyelesaikan tugas-tugasnya;
3. siswa mulai bermain game;

4. ada kecendrungan yang meningkat bahwa siswa ini


akan melengkapi tugasnya pada masa mendatang.
Situasi
Stimulus
Respon

Dapat diilustrasikan sebagai berikut


Harus selesaikan tugas
Selesaikan tugas

Penguatan Main game


371

Effek

Kemungkinan lebih besar siswa akan


menyelesaikan
tugasnya
masa
mendatang

Penguat yang Efektif

Tak senantiasa mudah untuk mengidentifikasi


penguat yang positif karena apa yang ditunjukkan
siswa secara baik dapat saja berlawanan dengan
yang lain. Perhatian merupakan salah satu contoh
yang baik. Anak remaja khususnya dapat
menunjukkan reaksi mereka yang sungguh-sungguh
terhadap perhatian guru. Kadang-kadang beberapa
dari mereka ingin melarikan diri atau menghindar,
atau tergantung pada riwayat penguatan mereka.
Adakalnya, ketika penguatan tidak memperlihatkan
hasil yang diinginkan.
Jika anda ingin menggunakan penguatan positif
(dan kita semua melakukan dengan sengaja datau
dengan bijaksana) kemudian menyadari bagaimana
anda menerapkannya. Berikut ini ada sejumlah daftar
yang dapat membantu anda dalam memilihnya
penguat yang pantas adalah sebagai berikut:
1. Pertimbangkan usia, dan kebutuhan siswa. Sebuah
permen tidak dapat digunakan untuk memotivasi
anak remaja, tetapi mereka harus menjadi yang
terbaik.

2. Ketahui secara pasti perilaku yang ingin anda


perkuat dan jadikan penguat anda memadai.
372

3. Catatlah penguat yang potensial yang menurut


anda diperluakan sekali.
4. Jangan lupa keefektifan dari Prinsip Premack
5. Selang selingkanlah penguat anda.

6. Simpan catatan keefektifan penguat yang variatif


terhadap siswa.
Penguat sekunder

Perbedaan antara penguat primer dan sekunder


yaitu penguat primer merupakan penguat yang
mempengaruhui perilaku tanpa perlu belajar antara
lain makanan, minuman, seks. Adapun penguat
sekunder adalah penguat yang membutuhkan tenaga
penguat karena sudah diasosiasikan dengan penguat
utama. Kebanyakan guru ingin sering menggunakan
penguat sekunder. Penguat sekunder ini dapat
dikelompokkan menjadi
1. Penguat sosial

Penguat sosial, meliputi perhatian baik secara


verbal maupun non verbal. Contoh: ekspresi wajah
anda mempunyai suatu pesan yang terang pada
siswa. Biasanya penguat sosial berupa verbal,
ungkapan ini membarengi beberapa bentuk
penguatan yang lain atau berupa kata pujian hal itu
merupakan ungkapan rasa senang anda terhadap
perilaku tertentu dari siswa anda. Penguat sosial
mencakup ekspresi, kontak, kedekatan, hak-hak
istimewa dan kata-kata.

373

2. Penguat aktifitas

Penguat aktifitas digunakan setelah perilaku yang


berfrekwensi rendah.

3. Penguat secara umum

Penguat jenis ini diasosiasikan dengan variasi dari


penguat-penguat yang lain. Misalnya senyum
kepad siswa diasosiakan dengan pengalaman yang
menyenangkan. Penguat secara umum dapat juga
barang (seperti emas atau kenang-kenangan) yang
mungkin dapat ditukar dengan barang lain yang
bernilai.

Saran-Saran Penggunaan

Penguatan positif adalah prinsip yang kuat dan


dapat memberikan keuntungan yang besar bila
diterapkan. bagi semua pengajar mulai dari preschool
sampai
tingkat
doktor
gunakanlah
reinforcemen positif. Namun kita harus menghindari
agar siswa menjadi orang yang begitu tergantung
dengan penguatan, khususnya jika kita memulai
program yang terstruktur untuk siswa-siswi. Kita
menginginkan mereka bekerja karena penguatpenguat yang bersifat alami.

Pengurangan adalah proses pengurangan


ketergantungan terhadap penguat seperti kenangkenangan, dengan jarangnya memberikan penguatan.
Sejumlah besar perilaku yang pantas harus muncul

374

sebelum munculnya penguatan. Anda semestinya


menyadari keuntungan dari pengurangan penguatan:

1) Tingkatan penguatan yang lebih konstan dengan


perilaku yang pantas (siswa secara mengikuti
peraturan dalam kelas)
2) Antisipasi yang berkurang dari penguatan (siswa
mempelajari untuk tidak
tergantung terhadap
penguatan yang berasal dari penguatan)

3) Perubahan kontrol terhadap prosedur dalam kelas,


seperti pujian sekali-sekali (siswa secara perlahan
membutuhkan perasaan puas dari kesuksesan
mereka sendiri di kelas)

4) Mempertahankan perilaku yang pantas lebih lama


dari periode waktu (siswa tidak lagi membutuhkan
pengutana yang konstan untuk menyelesaikan
tugasnya dengan baik)

Ingat: penggunaan penguatan positif yang benar


menuntut guru memberikan stimulus (pujian, hadiah,
kenang-kenangan) sepantas mungkin.

375

TEKNIK PENGURANGAN PERILAKU

Penggunaan prosedur positif semestinya menjadi


tujuan guru sesering mungkin. Bagaimanapun juga
kadang-kadang tujuannya adalah untuk mengurangi
atau menghilangkan perilaku yang salah, guru
mempertimbangkan penggunaaan hukuman. Sebuah
kata peringatan jangan jatuh dalam perangkap yang
mengandalkan hukuman. Mudah sekali; peringatan
tersebut sering dapat bekerja dalam jangka waktu
yang singkat (walaupun sebaik siswa
sekolah
menengah); dan peringatan tersebut memberikan
anda perasaan memiliki kendali yang kokoh, yang
baiknya kalau anda mengandalikan secara eksklusif
hukuman dengan tujuan mempertahankan perintah,
akan tetapi hukuman juga dapat merusak hubungan
dengan siswa jika digunakan terlalu sering. Hukuman
melahirkan reaksi yang akan menyentuh semua
siswa dan mempengaruhi pengajaran anda dan
hukuman memiliki efek samping yang tidak anda
sadari. Perasaan kolektif atau perasaan senasib
dapat menimbulkan pembangkangan dari siswa yang
lain.

Menganalisa hukuman dan alternatifnya, Alberto


132
dan Troutman (1986)
menawarkan suatu hirarki
yang berurutan dengan empat tingkatan dengan
maksud mengurangi perilaku yang tidak pantas.
132

P. Alberto dan Troutman, Applied behavio analysis for


teachers ( OH Columbus: Meril, 1986).

376

Hirarki ini dimulai dari level 1 berakhir dengan level 4


secara berurutan sebagai berikut:
Strategis Level I

Prosedur ini dirancang sebagai opsi yang lebih


disukai
karena
dalam
penggunaanya,
guru
menggunakan teknik-teknik positif. Prosedur-prosedur
ini didasarkan pada sebuah gagasan penguatan yang
berbeda yakni dengan cara mereka mengandalkan
penguatan untuk mengurangi atau melenyapkan
habis beberapa perilaku. Penguatan yang berbeda
karena rendahnya nilai perilaku adalah suatu teknik
dirancang untuk
mencegah perilaku yang sama
karena mengacaukan. Contoh, penguatan dapat
memotivasi siswa untuk berkontribusi bukan untuk
mendominasi diskusi kelompok. Contoh lainnya: anda
ingin untuk menghapus suatu perilaku siswa yang
suka bicara keras. Dengan menggunakan penguatan
yang berbeda terhadap perilaku yang bernilai rendah,
anda dapat memilih suatu periode waktu, barangkali
sepuluh menit; ketika siswa duduk diam, anda dapat
memberikan pujian
Penguatan yang berbeda karena perilaku yang
tidak baik berarti anda memperkuat beberapa perilaku
yang bertentangan dengan perilaku yang ingin anda
hilangkan. Contoh: anda dapat memutuskan untuk
menguatkan membaca diam; seorang siswa tidak
dapat membaca dengan diam ketika berbicara keras.

377

Strategis Level II.

Strategi pada kategori ini dimaksudkan untuk


mengurangi perilaku yang salah dengan tidak
memberi penguatan. Sebab Alberto dan Troutman
(1986) mencatat, bahwa guru menghentikan
perhatiannya untuk mengurangi perilaku yang ada
karena
perhatian.
Penghilangan
paling
baik
digunakan dengan penguatan positif.

Jangalah berkecil hati jika efek penghilangan


tidak
segera
terwujud,
sebab
siswa
akan
memperlihatkan suatu fenomena
yang disebut
dengan resistance to extinction (penolakan terhadap
penghilangan). Guru perlu menghadapi peningkat
perilaku yang tidak tidak pantas seelum efek
penghilangan menjadi nyata. Bahkan setelah perilaku
yang tidak mengenakkan tersebut hilang, hal itu
adakalanya muncul lagi, fenomena seperti ini disebut
dengan
kebangkitan
spontan.
Setiap
kali
menganggap sepi perilaku yang tidak mengenakkan
tersebut maka perilaku tersebut akan menghilang
dengan cepat.
Guru harus hati-hati bahwa siswa yang lain
tidak akan mengulangi perilaku yang tidak
mengenakkan tersebut ketika mereka melihat guru
menganggap sepi perilaku salah seorang teman
sekelas mereka. Jika guru sukses mengidentifikasi
sumber-sumber perilaku yang salah (bahkan mungkin
perhatian teman sebaya), guru biasanya dapat
378

menipulasi penguat yang lain untuk dikombinasikan


guna
menghilangkan
perilaku
yang
tidak
menyenangkan tersebut dan melakukan penguatan
yang positif.
Strategis Level III.

Pada level ini strategi penggunaan teknk


hukuman, mulai dari paling ringan sampai ke yang
lebih berat. Pertama sekali strategi yang disarankan
adalah, respon cost, guru berupaya untuk
mengurangi
perilaku
dengan
menghilangkan
133
penguat. Sekali perilaku yang salah muncul maka
penguat-penguat khusus menghilang.

Contoh, perusahaan telkom telah membicarakan


masalah terlalu banyak permintaan informasi tentang
nomor telepon. Mereka secara khusus memberikan
layanan ini secara Cuma-Cuma, tentulah penguat
positif bagi penelpon. Ketika perusahaan mulai
meminta bayaran serhadap jasa ini, maka permintaan
menurun secara drsatis. Menghilangna penguat
(layanan bebas) sebagai tindakan hukuman. Guru
dapat mengadopsi praktek-praktek yang demikian di
dalam kelas. Suatu teknk yang terbukti efektif
mengggabungkan suatu system penguatan dengan
harga respon. Siswa tidak dapat hanya mendapat
penghargaan terhadap sesuatu yang diinginkan tapi
juga kehilangan penghargaan karena perilaku yang
salah. Seorang siswa yang suka bicara keras untuk
133

Alberto dan Troutman, 1986, 246.

379

memperolah penghargaan dengan cara berdiam diri


walaupun tidak berteriak keras maka dengan bicara
yang tidak pantas saja anak juga akan kehilangan
penghargaan

Berikut ini saran-saran untuk menggunakan


134
secara produktif teknik respon yang baik,

1. Yakinkan bahwa anda sebenarnya menghilangkan


penguat penguat ketika dibutuhkan. Barangkali
sebaiknya hindari penggunaaan aksi fisik. Jika
anda memberikan permen kepada siswa anda
yang lebih muda, suruh mereka memasukan
sebanyak mungkin permen itu ke mulut mereka
dan suruh menelannya.
2. Ketahui apa saja yang dapat menjadi penguat bagi
siswa

3. Pastikan bahwa siswa memahami secara jelas apa


saja yang membentuk perilaku yang salah dan
konsekuensinya ?
4. jangan menjebak diri sendiri: pastikan bahwa anda
sungguh menghilangkan penguat

5. kombinasikan konsekuensi respon dengan penguat


yang positif kedua strategi level III memerlukan
penggunaan prosedur waktu jeda (time-out
procedures) dalam hal siswa yang mengingkari
penguatan selama periode tertentu. Lagi-lagi guru
134

Alberto dan Trautman,1986

380

harus yakin bahwa mereka tahu secara pasti apa


saja yang menguatkan siswa secara individu.
Ada dua prosedur waktu jeda

1. waktu jeda pendekatan diri (Nonseclusionary timeout).

Siswa tetap dalam ruangan kelas tapi terhalang


dari penguat yang normal. Gunakan perintah
letakkan kepala anda di atas meja anda selama
lima menit mendatang larang siswa untuk
menerima penguat
dari guru lain atau teman
sekelasnya. Beberapa tipe prosedur yang
menghalangi penguatan
saat menahan siswa
dalam ruangan kelas.

2. waktu jeda pengasingan diri (Seclusionary timeout).

Siswa dijauhkan dari aktifitas atau dari ruangan


kelas. Anda boleh mengambil jalan teknik ini
dengan mendudukan siswa sendirian di ruangan
terpisah selama masa tertentu. Meletakkan
seorang siswa dalam ruangan terpisah adalah
suatu teknik biasanya menyediakan waktu tertentu
dan harus digunakan secara hati-hati dan perhatian

Strategis Level IV.

Pada level ini melibatkan penggunaan stimulus


yang tak mengenakkan dan apakah yang paling
banyak dituntut sebagai hukuman. Contoh: seseorang
dapat
menghadirkan
stimulus
yang
tidak

381

mengenakkan (misalnya, kegaduhan) setelah respon.


Jika kegaduhan mengurangi frekwensi perilaku, maka
keberisikan tersebut berfungsi sebagai hukuman.
Prosedur ini mestilah jarang dipakai sekolah.
Teknik untuk mempertahankan perilaku

Ketika perilaku siswa telah berubah, anda ingin


siswa tersebut mempertahankan perilaku yang
diinginkan berulangkali dan tanpa penguatan yang
diprogramkan. Anda juga menginginkan siswa anda
untuk mendemostrasikan perilaku yang pantas dalam
kelas yang lain. Contoh, setelah anda sukses
mengurangi perilaku mengobrol dengan suara keras
dalam mata pelajaran anda. Dengan kata lain guru
berusaha keras demi penyamarataan
Strategi untuk menfasilitasi penyamarataan

Para guru mengharapkan bahwa apa yang


mereka ajarkan kepada siswa mereka di dalam kelas
akan ditransfer ke keadaan lain dan akan diingat
sepanjang masa. Para peneliti behaviorisme telah
mengembangkan suatu teknologi yang dapat
dipergunakan guru di ruangan kelas untuk membantu
siswa untuk menyamaratakan pengtehuan mereka
dan perilaku mereka. Penciptaan mengenai karya
135
klasik Stokes dan Baer (1977) , White dan
135

TF. Stokes dan D.M. Baer, An implicit knowledge of


generalization. Journal of applied behaviour analysis,
11 (1977), 285-303

382

asosiasinya (1988)
menghadirkan sebuah tinjauan
strategis guna memfasilitasi penyamarataan yang
merupakan nilai khusus bagi guru. Mereka
menggambarkan dua belas strategi yaitu:
136

1. Mengajar dan berharap

Dalam strategi tradisional ini, guru menyediakn


intruksi secara teratur dan berharap bahwa perilaku
anak
akan
melakukan
penyamarataan
(generalisasi). Contoh: Guru memperkenalkan
beberapa kosa kata baru di kelas, Penekanannya
terhadap pengertian mereka. Beberapa siswa
dapat mengingat, tapi sebagian besar tidak.
Sementara anda berharap sebagian besar siswa
mampu mengingatnya. Guru dan harapan adalah
sebenarnya ketiadaan teknik khusus untuk
memfasilitasi penyamarataan dan pada umumnya
dalam ruangan kelas.

2. Mengajar dalam lingkungan alami

Mengajar dilakukan secara langsung minimal


mengajarkan
satu
skil
atau
pengetahuan.
Kemudian penyamarataan diperkirakan dalam
lingkungan yang tidak bersifat penagajaran.
Contoh: guru boleh meminta kepada orang tua
untuk mengajarkan anaknya kosa kata baru di

136

O.R White dan Asosiasinya, Review and analysis of


strategis for generalization, In N.G. Haring (ed),
Generalizaton
for
student
with
severe
handicap:strtegies and solutions (pp-15-51) (Seattle:
University of Washington Press, 1988)

383

sekolah setelah mereka diajarkan disekolah. Guru


yang efektif sering menggunakan taktik ini.

3. Mengajar sacara berurutan

Strategi ini meruapakn perluasan dari strategi 2


dalam hal pengajaran dilakukan dalam satu
lingkungan dan penyamarataan dinilai dalam
lingkungan atau suasana yang lain dan banyak
kondisi. Jika perlu pengajaran dilakukan secara
berurutan dalm beragam lingkungan hingga
penyamarataan bagi semua dalam lingkungan yang
dirancang sesuai dengan keinginan. Contoh
seorang guru tertarik mengajarkan ketrampilan
sosial pada anak maka sang guru dapat
menjadwalkan pengajaran keahlian tersebut dalam
kelas, di rumah dan tempat bermain.

4. Perkenalkan siswa
pertahanan alami

pada

kemungkinan

Dalam strategi ini guru menjamin bahwa siswa


mengalami konsekuensi alami dari sebuah
ketrampilan melalui: a) mengajarkan keahlian yang
fungsional kemungkinan besar diperkuat dari luar
lingkungan instruksional; b) Mengajarkan suatu
kecakapan yang menjadikan ketrampilan benarbenar dapat berguna; c) pastikan bahwa siswa
sebenarnya mengalami
konsekuensi alami; d)
Mengajarkan pada siswa
untuk menemukan
penguatan diluar dari instruksional. Anda dapat

384

mempertimbagnkan kandungan akademik yang


bermanfaat bagi siswa di luar kelas. Seperti
mengajarkan siswa kosa kata yang ingin mereka
gunakan ketika berinteraksi dengan teman sebaya
dan orang dewasa

5. Gunakan kemungkinan yang tidak diskriminatif

Kadang-kadang
akibat
alami
tidak
dapat
diharapkan
untuk
memfasilitasi
dan
mempertahankan penyamarataan. Dalam kasus
yang demikian perlu menggunakan akibat buatan.
Sangat baik bahwa pelajar tidak dapat menentukan
dengan tepat ketika akibat itu akan tersedia.
Pengajaran skill social untuk siswa pra-sekolah
akan menjadi strategi selama pengajaran awal.

6. Latih siswa untuk penyamarataan

Dengan strategi ini siswa diperkuat hanya untuk


menampakkan beberapa contoh umum sebuah
ketrampilan baru. Penampilan versi skill yang
diperkuat sebelumnya tidak lagi diperkuat. Contoh,
siswa dapat diajarkan nama-nama bentuk yang
beragam. Kemudian penguatan akan diberikan
ketika siswa menyebutkan nama bentuk-bentuk
yang tidak diajarkan sebelumnya.

7. Programlah stimulus yang bersifat biasa

Seorang guru dapat memilih diam, tetapi perlu


berkaitan dengan tugas, stimulus dari situasi yang
penyamarataan yang diinginkan dan meliputi

385

stimulus dalam program pengajaran. Contoh, siswa


dapt diajarkan keahlian dengan menghadirkan
teman sebayanya. Ketrampilan ini kemudian
diharapkan didapatkan dalam kondisi yang lain
ketika teman sebayanya hadir (yakni ketika
stimulus ada).

8. Gunakan contoh yang dapat ditiru secara memadai

Strategi ini memerlukan tambahan stimulus dengan


program pengajaran sampai penyamarataan ke
semua stimulus berhubugan yang tampak.
Keahlian yang berbeda menghendaki sejumlah
contoh
yang
berbeda
untuk
menjamin
penyamarataan dan anda seharusnya menentukan
ketetapan ini didasarkan pada performa siswa.
Contoh, ketika mengajarkan kaidah mengeja huruf
a, i, u, e, o guru harus menyediakan beberapa
ilustrasi yang memuat tantangan untuk pengejaaan.

9. Gunakan multi contoh yang dapat ditiru

Penggunaan teknik ini dengan maksud untuk


mengajar pada waktu bersamaan beberapa contoh
kelompok
stimulus
yang
diinginkan
penyamarataannya. Guru yang menggunakan multi
contoh sebuah konsep atau sebuah ketrampilan
yang akan meningkatkan peluang bahwa siswa
akan menggunakan ketrampilan tersebut dalam
lingkungan non pengajaran.

10. Lakukan pemograman kasus yang umum

386

Gunakan strategi ini, guru harus melakukan


analisis dengan hati-hati baik lingkungan maupun
ketrampilan
terhadap
penyamarataan
yang
diinginkan

11. Mengajarlah dengan lepas

Dengan mengajar lepas kita tidak bermaksud


bahwa anda menjadi seorang guru yang tidak
kompeten. Maksudnya adalah anda seharusnya
mengajar dengan bermacam variasi, terhindar dari
rutinitas, terstruktur dengan baik, program yang
tidak
bervariasi
merintangi
penyamarataan.
Pengajaran yang melibatkan lingkungan, material
dan penguatan yang bervariasi. Yang akan
membantu siswa memfasilitasi penyamarataan.

12. Menengahi penyamarataan

Taktik seperti melibatkan pengajaran suatu strategi


atau prosedur lain untuk membantu siswa
mengingat ketika menjeneralisir atau mengurangi
perbedaan antara lingkungan pengajajaran dan
penyamarataan. Siswa diajarkan untuk memonitor
perilakunya yang tepat lingkungan.

Behaviorisme dan Masa Depan

Seiring dengan perkembangan zaman para


behavioris berusaha menyesuaikan diri dengan cara
melakukan beberapa strategis yakni:
1) Memperkuat dan memperbaiki metodologinya

387

2) Menggabungkan konsep-konsep koginitif dalam


konsep mereka para ahli behaviorisme telah
memberikan kontribusi terhadap dunia pendidikan.
Contohnya:
kajian-kajian
behaviorisme
telah
memperlihatkan hampir semua siswa, tanpa
mengiraukan kesiap-siagaan, ketidak mampuan,
dapat belajar. Bahaviorisme juga telah membobol
137
tembok penghalang dari belajar siswa.
PENERAPAN
PENDIDIKAN

ANALISIS

BAHAVIOR

DALAM

Skinner beragument bahwa prosedur perilaku


(behavioral procedures) telah sukes diterapkan dalam
dunia pendidikan. Skinner (1984) mengutarakan
bahwa kelangsungan hidup umat manusia tergantung
pada
bagaimanacaranya
kita
mendidik.
Bagaimanapun pendidikan tidak secara luas
mengambil pandangan-pandanganya. Kritik mengenai
prosedur perilaku telah tercatat bahwa prosedur ini
sering diingkari karena mereka
membatasi atau
mengisolasi masalah-masalah di sekolah.

Guna meningkatkan penggunaan prosedur


perilaku di sekolah, Greer dan asosiasinya di
Fakultas Keguruan pada University Columbia telah
mengembangkan suatu model yang disebut dengan
CABAS (Comprehensive Application of Behavior
137

Sulzer-Azaroff, B. Mayer, Behavior analysis for lasting


change, (Fort Worth: Holt, Rinehart dan Winston, 1991)

388

Analysis to Schooling). Model ini dirancang guna


menerapkan analisis perilaku dengan peran siswa,
guru dan supervisor sekolah. Model ini juga
mencakup komponen-komponen perilaku seperti:
pengajaran
langsung,
sistem
pengajaran
perseorangan, pengajaran yang terprogram, dan
komponen-komponen manajemen perilaku organisasi
untuk supervisi dan administrasi. Berikut ini gambaran
untuk masing-masing komponennya:
138

1) Aplikasi untuk siswa

Seksi ini terdiri dari pengumpulan data bagi semua


pengajaran. Kurikulum mengkhususkan stimulus
segala hal yang mencetuskan atau atau
menyebakan perilaku yang dipermasalahkan,
respon-respon, dan konsekuensi-konsekuensi untuk
semua pengajaran. Contoh: Seorang siswa
diperkenalkan
dengan
objek
tiga
dimensi
(contohnya kubus); siswa meraba objek tersebut
dan guru bertanya Berbentuk apa banda ini?.
Siswa diberi waktu lima detik untuk menjawab.
Respon yang salah akan mengalami suatu
prosedur
pembetulan.
Jika
respon
benar
melahirkan pujian dan pemberian penguat berupa
sesuatu yang dapat dimakan, kenang-kenangan
atau jenis lain yang dapat dijadikan symbol untuk
sebuah pujian. Guru mentat memberi tanda minus

138

Gree, 1996; Selinske, Greer, dan Lodhi,1991

389

(-) untuk jawaban yang salah dan tanda plus (+)


untuk jawaban yang benar.

2) Aplikasi untuk guru

Pada seksi ini meliputi pengajaran guru untuk


menggunakan
ketrampilan dan terminology
analisis perilaku dengan latihan di di dalam kelas
(on the job training) dan latihan di luar kelas
melalui sistem pengajaran perseorangan. Guru
kemudian menerapakan prinsip-prinsip perilaku
untuk latihan ini pada siswa.

3) Aplikasi untuk supervisor

Supervisor yang terlibat dalam pelatihan guru,


khususnya mereka yang merencang modul untuk
guru dan mengajar secara privat (tutor) untuk
maksud penguasaan suatu mata pelajaran tertentu.
Supervisor juga memelihara buku harian aktifitas
mereka, dan mereka harus memenuhi kriteria
kinerja mereka.

SARAN-SARAN SKINNER

Skinner (1984) menyatakan pada dunia


pendidikan Amerika dan menemukan kekurangan
utama dari prinsip-prinsip psikologi behavior. Skinner
yakin bahwa kebangkitan psikologi humanistis dan
kognitif telah membuktikan suatu hambatan utama
untuk kemajuan dalam kelas (kemajuan melalui
Pengajaran Terpogram).

390

Untuk mencari solusi masalah ini, Skinner (1984)


merekomendasikan suatu kembali pada prinsipprinsip dan tujuan-tujuan dari behaviorisme:
1) Jelas apa yang akan anda ajarkan

Hal ini akan berimplikasi bahwa guru mesti


berkonsentrasi mengenai apa yang dipejari.
Contoh, kita tidak mengajar ejaan, akan tetapi
kita mengajari siswa bagaimana cara mengeja
huruf.

2) Memulai dari bahan yang pertama

Guru seharusnya menghindari usahausaha


mencapai usaha akhir
dengan cepat, karena
materi mata pelajaran mesti dipelajari secara
bertahap dan setiap rangkaian tahapan harus
dikuasai siswa untuk mencapai hasil akhir.

3) Mengajar berdasarkan perbedaan individu

Ini merupakan skema favorit Skinner, siswa dapat


mencapai kemajuan hanya menurut kemampuan
mereka. Untk merespon kebenaran ini Skinner
semenjak lama menyarankan menggunakan mesin
untuk mengajar (teaching machines), pengajaran
yang terprogram, dan computer.

4) Buatlah program mata pelajaran

Tidak seperti teks, program secara individu


membujuk siswa untuk melakukan atau untuk
mengatakan sesuatu ketika mereka diharuskan
melakukan atau mengatkannya Skinner menyebut
391

hal ini dengan dasar perilaku dan menetapkan


bahwa saran-saran ini dibuat kedalam program
yang harus secara perlahan hilang sampai perilaku
muncul tanpa bantuan. Pada point ini, konsekuensi
yang menguatkan karena jadi benar menjadi efektif
yang tinggi dalam menopang perilaku. Mengenai
hal ini Skinner berkata,

Ada jalan yang terbaik yakni mengemukakan


alasan yang lebih baik kepada siswa dan guru
untuk belajar dan mengajar. Yakni dimana sains
mengenai perilaku dapat memberikan sebuah
sumbangan. Mereka dapat mengembangkan
praktek pengajaran begitu efektif dan begitu
menarik dengan kata lain bahwa tak seorangpun
(siswa, guru, dan administrator) perlu dipaksa
139
untuk menggunakannya.
Beberapa pencapaian/prestasi yang diklaim oleh
Ahli behaviorme sebagai berikut:

1) Behaviorisme telah membuktikan kesuksesanya


dalam pendidikan anak cacat, teknik yang
terkontrol juga nampak membantu siswa untuk
belajar untuk ketingkat yang lebih tinggi;

139

BF. Skinner, The shame of American


American Psychologist, 39(9), 947-954.

392

Educaton,

2) Behaviorisme tidak hanya efektif untuk pengajaran


dengan topic yang sederhana, namun juga untuk
mengajran yang kompleks;
3) Behaviorisme jelas bahwa kunci untuk pengajaran
yang ketrampilan yang kompleks adalah untuk
membedakan, dengan jelas dan tepa, keutamaan
penting dari sebuah tugas yakni perilaku apa yang
parsisnya yang berubah dibawah kondisi seperti
apa;

4) Behaviorisme telah melacak masalah perbedaan


perilaku individu yang unik dalam kelas. Jika
beberapa siswa anda gagal untuk mencapai
tujuan, hal itu mungkin disebabkan mereka kurang
menguasai ketrampilan dasar. Contoh anda tidak
bisa mengharapkan siswa untuk menyelesaikan
soal pembagian pada mata pelajaran matematika
sampai mereka mampu dalam hal menambah,
140
mengurangi dan mengalikan.

140

Elliott, dkk, Educational Psychology (New York: MCGrawHill, 2000), 237-238.

393

Anda mungkin juga menyukai