Konsep Validitas
Dalam sains dan statistik , validitas tidak memiliki definisi yang disepakati
tunggal tetapi umumnya mengacu pada sejauh mana konsep, kesimpulan
atau pengukuran dengan baik didirikan dan akurat sesuai dengan dunia
nyata. Kata "valid" berasal dari bahasa Latin Validus, yang berarti
kuat. Validitas alat ukur (uji yaitu dalam pendidikan) dianggap sejauh mana
alat tindakan apa klaim untuk mengukur.
Dalam psikometri , berlaku untuk aplikasi tertentu yang dikenal sebagai uji
validitas : "sejauh mana bukti dan mendukung teori interpretasi skor tes"
("seperti yang terkandung dengan menggunakan diusulkan tes"). [1]
Dalam bidang klinis, validitas diagnosis dan terkait tes diagnostik dapat
dinilai.
Hal ini berlaku umum bahwa konsep validitas ilmiah alamat sifat realitas
dan dengan demikian merupakan epistemologis dan filosofismasalah serta
pertanyaan tentang pengukuran . Penggunaan istilah dalam logika yang
sempit, yang berkaitan dengan kebenaran kesimpulan yang terbuat dari
tempat itu.
CONTENT VALIDITY
Konten validitas
Konten validitas adalah jenis non-statistik validitas yang melibatkan
"pemeriksaan sistematis dari isi tes untuk menentukan apakah itu
mencakup sampel representatif dari domain perilaku yang akan diukur"
(Anastasi & Urbina, 1997 hal 114). Sebagai contoh, apakah sebuah
kuesioner IQ memiliki item yang mencakup semua bidang intelijen dibahas
dalam literatur ilmiah?
Konten bukti validitas melibatkan derajat mana isi tes cocok dengan
domain isi yang berhubungan dengan membangun. Sebagai contoh,
sebuah tes kemampuan untuk menambahkan dua nomor harus mencakup
berbagai kombinasi digit. Sebuah tes dengan nomor hanya satu digit, atau
hanya bahkan angka, tidak akan memiliki cakupan yang baik dari domain
konten. Konten bukti terkait biasanya melibatkan pakar subjek (UKM) item
tes evaluasi terhadap spesifikasi tes.
Wajah validitas adalah titik awal, tetapi harus PERNAH diasumsikan provably berlaku
untuk tujuan tertentu, sebagai "pakar" telah salah sebelum-the Malificarum Malleus
(Hammer of Witches) tidak mempunyai dukungan untuk kesimpulannya selain diri
membayangkan kompetensi dari dua "pakar" di "deteksi sihir," namun digunakan sebagai
"test" untuk mengutuk dan membakar di tiang mungkin 100.000 perempuan sebagai
"penyihir."
Macam Macam Validitas
Menurut Azwar (1986) para ahli psikometri telah menetapkan kriteria bagi suatu
alat ukur psikologis untuk dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang baik dan
mampu memberikan informasi yang tidak menyesatkan. Kriteria itu antara lain
adalah valid, reliabel, norma dan praktis.
Sifat reliabel dan valid diperlihatkan oleh tingginya reliabilitas dan validitas hasil
ukur suatu tes. Suatu alat ukur yang tidak reliabel atau tidak valid akan
memberikan informasi yang keliru mengenai keadaan subjek atau individu yang
dikenai tes itu. Apabila informasi yang keliru itu dengan sadar atau tidak dengan
sadar digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan suatu
keputusan, maka keputusan itu tentu bukan merupakan suatu keputusan yang
tepat.
Seringkali pula keputusan itu tidak menyangkut individu secara langsung akan
tetapi mengenai suatu kelompok. Dalam berbagai studi dan penelitian tidak
jarang dipergunakan alat ukur untuk mengetahui keadaan atau status psikologis
sekelompok individu tertentu.
a. Pengertian Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan
dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar 1986).
Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu
alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan
tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.
Demikian pula kita ingin mengetahui waktu tempuh yang diperlukan dalam
perjalanan dari satu kota ke kota lainnya, maka sebuah jam tangan biasa adalah
cukup cermat dan karenanya akan menghasikan pengukuran waktu yang valid.
Akan tetapi, jam tangan yang sama tentu tidak dapat memberikan hasil ukur
yang valid mengenai waktu yang diperlukan seorang atlit pelari cepat dalam
menempuh jarak 100 meter dikarenakan dalam hal itu diperlukan alat ukur yang
dapat memberikan perbedaan satuan waktu terkecil sampai kepada pecahan
detik yaitu stopwatch.
Factorial Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat
ukur dengan faktor-faktor yang yang bersamaan dalam suatu
kelompok atau ukuran-ukuran perilaku lainnya, dimanavaliditas ini
diperoleh dengan menggunakan teknik analisis faktor.
Sementara itu, Kerlinger (1990) membagi validitas menjadi tiga yaitu content
validity (validitas isi), construct validity(validitas konstruk), dan criterion-related
validity(validitas berdasar kriteria).
b. Koefisien Validitas
Bila skor pada tes diberi lambang x dan skor pada kriterianya mempunyai
lambang y maka koefisien antara tes dan kriteria itu adalah r xy inilah yang
digunakan untuk menyatakan tinggi-rendahnya validitas suatu alat ukur.
Walaupun isi atau kandungannya komprehensif tetapi bila suatu alat ukur
mengikutsertakan pula item-item yang tidak relevan dan berkaitan dengan hal-
hal di luar tujuan ukurnya, maka validitas alat ukur tersebut tidak dapat
dikatakan memenuhi ciri validitas yang sesungguhnya.
Gambar 3. Validitas Isi
Apakah validitas isi sebagaimana dimaksudkan itu telah dicapai oleh alat
ukur, sebanyak tergantung pada penilaian subjektif individu. Dikarenakan
estimasi validitasini tidak melibatkan komputasi statistik, melainkan hanya
dengan analisis rasional maka tidak diharapkan bahwa setiap orang akan
sependapat dan sepaham dengan sejauhmana validitas isi suatu alat ukur telah
tercapai.
Selanjutnya, validitas isi ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu face
validity (validitas muka) dan logical validity(validitas logis).
Face Validity (Validitas Muka). Validitas muka adalah tipe validitas yang
paling rendah signifikasinya karena hanya didasarkan pada penilaian selintas
mengenai isi alat ukur. Apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa
yang ingin diukur maka dapat dikatakan validitas muka telah terpenuhi.
Untuk memperoleh validitas logis yang tinggi suatu alat ukur harus
dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang
relevan dan perlu menjadi bagian alat ukur secara keseluruhan. Suatu
objek ukur yang hendak diungkap oleh alat ukur hendaknya harus dibatasi
lebih dahulu kawasan perilakunya secara seksama dan konkrit. Batasan
perilaku yang kurang jelas akan menyebabkan terikatnya item-item yang
tidak relevan dan tertinggalnya bagian penting dari objek ukur yang
seharusnya masuk sebagai bagian dari alat ukur yang bersangkuatan.
Koefisien korelasi antara skor alat ukur dan kriteria merupakan petunjuk
mengenai saling hubungan antara skor alat ukur dengan skor kriteria dan
merupakan koefisien validitas prediktif. Apabila koefisien ini diperoleh
dari sekelompok individu yang merupakan sampel yang representatif,
maka alat ukur yang telah teruji validitasnya akan mempunyai fungsi
prediksi yang sangat berguna dalam prosedur alat ukur di masa datang.
Prosedur validasi prediktif pada umumnya memerlukan waktu yang lama dan
mungkin pula beaya yang tidak sedikit dikarenakan prosedur ini pada dasarnya
bukan pekerjaan yang dianggap selesai setelah melakukan sekali tembak,
melainkan lebih merupakan kontinuitas dalam proses pengembangan alat ukur.
Sebagaimana prosedur validasi yang lain, validasi prediktif pada setiap tahapnya
haruslah diikuti oleh usaha peningkatan kualitas item alat ukur dalam bentuk
revisi, modifikasi, dan penyusunan item-item baru agar prosedur yang dilakukan
itu mempunyai arti yang lebih besar dan bukan sekedar pengujian secara
deskriptif saja.
Validitas Konkuren. Apabila skor alat ukur dan skor kriterianya dapat diperoleh
dalam waktu yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud
merupakan koefisienvaliditas konkuren.
Suatu contoh dimana validitas konkuren layak diuji adalah apabila kita
menyusun suatu skala kecemasan yang baru. Untuk
mengujivaliditas skala tersebut kita dapat mengunakan skala kecemasan
lain yang telah lebih dahulu teruji validitasnya, yaitu dengan alat ukur
TMAS (Tylor Manifest Anxiety Scale).
Pengertian validitas alat ukur tidaklah berlaku umum untuk semua tujuan ukur.
Suatu alat ukur menghasilkan ukuran yang valid hanya bagi satu tujuan ukur
tertentu saja. Tidak ada alat ukur yang dapat menghasilkan ukuran yang valid
bagi berbagai tujuan ukur. Oleh karena itu, pernyataan seperti "alat ukur ini valid"
belumlah lengkap apabila tidak diikuti oleh keterangan yang menunjukkan
kepada tujuannya, yaitu valid untuk apa dan valid bagi siapa. Itulah yang
ditekankan oleh Cronbach (dalam Azwar 1986) bahwa dalam proses validasi
sebenarnya kita tidak bertujuan untuk melakukan validasi alat ukur akan tetapi
melakukan validasi terhadap interpretasi data yang diperoleh oleh prosedur
tertentu.
Dengan demikian, walaupun kita terbiasa melekatkan predikat valid bagi suatu
alat ukur akan tetapi hendaklah selalu kita pahami bahwa
sebenarnya validitas menyangkut masalah hasil ukur bukan masalah alat
ukurnya sendiri. Sebutan validitas alat ukur hendaklah diartikan
sebagivaliditas hasil pengukuran yang diperoleh oleh alat ukur tersebut.