Anda di halaman 1dari 5

UAS Psikologi Agama

Nama : Ahmad Yusrifan Amrullah

NIM : 18410070

Kelas : Psikologi Agama C

Dosen Pengampu : Drs. Zainul Arifin, M. Ag.

Soal yang dipilih no :

1. Soal No 2

Fanatisme sering terjadi pada seorang penganut agama, kepercayaan atau ideologi tertentu, yang
ditandai dengan perilaku rigid dan sentiment seperti tidak menyukai dan mencela orang lain yang
tidak sepaham, menganggap agama dan hukum yang dianut orang lain salah atau sebaliknya
fahamnyalah yang paling benar.
a. Apa yang anda fahami tentang konsep fanatisme seperti di atas ?
b. Bagaimana pandangan Psikologi Agama dalam membedah seluk beluk perilaku fanatisme
tersebut ?
c. Bagaimana strategi penanganan secara holistik, baik dari sisi Psikologi Agama, mekanisme
perilaku organisasi, maupun menurut pandangan Islam ?
Jawaban
a. Fanatisme adalah kepercayaan atau sebuah keyakinan di mana ia sangat kuat pada suatu
ajaran atau sebuah alarian pada agama sehingga mengesampingkan atau menomorduakan
ajaran ataupun aliran agama yang lain, menganggap apa yang selain dianutnya adalah ajaran
yang salah. Individu yang memiliki sikap fanatisme pada agama cenderung kaku dan tidak
bisa menerima pendapat atau pandangan yang berbeda dari ajaran yang dianutnya.
b. Pandangan fanatisme dalam tinjauan dari psikologi agama
1. Perilaku fanaik merupakan sifat natural manusia. Fanatisme adalah konsekuensi dari
heterogenitas, hal ini dikarenakan munculnya sikap fanatik diawali dengan perjumpaan
dua kelompok sosial yang dalam salah satu kelompok tersebut ada sebuah penolakan,
kebencian dan rasa tidak suka pada kelompok lainsehingga menimbulkan egois sampai
dengan fanatisme. Sikap fanatisme bisa menjadi sikap bias yang merupakan perwujudan
dari egoisme yang sempit dan meuebabkan seseorang tidak dapat melihat keadaan
secara jernih dan logis.
2. Doktrin dari orang lain kepada individu yang dilakukan sejak anak-anak bisa memacu
penguatan fanatisme. Ini berarti fanatisme dapat dibentuk dan direkayasa. Anak-anak
sendiri dalam tugas perkembangannya akan meniru perilaku apa yang dia lihat dan dia
dengan dari lingkungannya dan tertanam pada aspek kognitifnya.
3. Teori lain menjelaskan fanatisme muncul pada pengalaman hidup secara aktual.
Pengalaman dalam kegagalan, frustasi terutama pada masa perkenbangan anak dapat
menimbulkan tingkat emosi yang mirip dendam dan agresi terhadap kesuksesan.
c. Menangani perilaku fanatik dilakukan secara sistematis oleh seorang ahli psikologi.
Pendekatan yang dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu pertama, menelusuri sumber
atau muara permasalahan fanatisme. Kedua, memilah alternative yang mungkin dipilih
sebagai jalan keluar. Ketiga, pembinaan atau pelayanan terapetis. Keempat, menilai hasil
pelayanan, yang kelima memberikan rekomendasi dan melakukan tindak lanjut. Mekanisme
organisasi masa dapat mempengaruhi fanatisme melalui energi yang timbulkan kelompok.
Energi dari fanatisme cenderung negatif dan mempengaruhi perilaku agresi pada seseorang.
Fanatisme dalam pandangan Islam tetap tidak dibenarkan bahkan menjadi tingkah laku yang
dibenci. Alasannya, dari sikap fanatisme ini dapat berkembang tingkah laku agresi bahkan
menjadi bibit radikalisme.
2. Soal no 3

Spiritualitas dalam pandangan Islam merupakan tingkatan akhir dari proses keberagamaan
individu maupun sosial, sehingga melahirkan suatu disiplin ilmu tertentu seperti tasawuf dan
melahirkan kelas sosial tersendiri yang bernama kelas khowasul khowas. Sebagaimana dalam
dunia modern, psikologi juga mengkaji fenomena spiritualitas masyarakat sekuler modern
maupun kontemporer dalam segala aspek kehidupannya.
a. Apa yang anda fahami tentang hekekat ontologis spiritualitas dalam tasawuf ?
b. Jelaskan perbandingan spiritualitas yang terjadi dalam pandangan Islam maupun
Psikologi Barat dari sisi komponen epistemologis dan aksiologisnya !
c. Jelaskan pula signifikansi spiritualitas bagi perkembangan sains yang cenderung bebas
nilai (free value) dan berakibat pada spiritual hunger bagi masyarakat modern !
Jawaban
a. Hakikat adalah makna-makna spiritual yang telah jelas dipahami sufi setelah menyadari
keberadaan dirinya (al-sahw al-thânî) atau al-sahw ba‘d fanâ’ (sadar setelah fanâ’-nya).
Makna-makna tersebut menetap dalam hati dalam bentuk yang jelas. Sebelumnya,
makna-makna makrifat—di mana dia tidak merasakan keberadaan dan ketiadaan—
bersifat global hingga tak terungkapkan, seperti dalam hikmah: “Hakikat-hakikat (yang
diberikan Allah) saat tajallî bersifat global dan setelah sadar baru dapat dipahami. (Allah
berfirman), “Apabila Aku membacakan (al-Qur’ân melalui Jibril), maka ikuti bacaannya
kemudian Aku akan menjelaskannya.”
Dari hikmah ini dipahami Ibn ‘Atâ’ Allah membagi hakikat menjadi dua. Pertama,
hakikat yang lahir dalam kondisi fanâ’ (altajallî) yang itu bersifat global. Pada kondisi ini
sufi yang mengalami pun tidak mampu memahami peristiwa yang dialaminya dan makna
yang diterimanya. Kedua, hakikat yang lahir dari kondisi sadar setelah kondisi fanâ’ yang
bersifat jelas (bayân) dan terperinci. Ini adalah kondisi setelah mengalami Namun
kejelasan ta‘bîr tersebut tidak sejelas makrifat Rasulullah karena hanya Rasul yang
dianugerahi alma‘rifah al-ta‘lîmîyah (makrifat untuk pengajaran)

b. Spiritualisme Barat adalah spiritualisme bervisi bumi, profon, sekuler. Spiritualisme yang
dimaksud disini adalah kecerdasan spiritual yang berasal dari pemikiran Barat.
Spiritualisme yang di kemukakan oleh ilmuwan barat mempunyai fokus tersendiri.
Menurut mereka kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang tertumpu pada bagian
dalam diri kita yang berhubungan dengan kearifan di luar ego, atau jiwa sadar. Inilah
kecerdasan yang kita gunakan bukan hanya untuk mengetahui nilai-nilai yang ada
melainkan juga untuk secara kreatif menemukan nilai-nilai baru.
Sedangkan dalam spiritulitas menurut pandangan islam adalah spiritualisme yang bervisi
langit, transenden, dan spiritual. Spiritualime dalam Islam adalah Islam itu sendiri, maka
apabila seorang ingin mendapatkan spiritualitas, tentunya harus ber-Islam. Jika ingin
meningkatkan spiritualitas, maka perlu meningkatnya pelaksanaan ajaran Islam. Dan
apabila ingin mencapai puncak spiritualitas, maka perlu menyerahkan diri sepenuhnya di
dalam Islam.
c. Perkembangan dan kemajuan spektakuler ilmu pengetahuan dan teknologi telah
mengalami dekade yang ditandai oleh ketidakpastian. Penemuan-penemuan yang telah
terjadi bukan saja menghasilkan kepuasan dan keasyikan, melainkan membawa juga
berbagai konsekuensi yang cukup dahsyat serta menimbulkan berbagai dampak negatif
bagi kehidupan manusia, seperti dengan adanya penemuan berbagai macam senjata kimia
dan biologi yang digunakan untuk membunuh manusia. Selain itu, kemajuan ilmu dan
teknologi juga menciptakan sistem kehidupan sosial didominasi oleh paham ekonomi
kapitalistik. Paham ini mendorong sifat kompetitif pragmatis pada perilaku manusia
dengan sasaran memperoleh keuntungan material sebanyak mungkin dengan modal
sekecil mungkin. Watak teknologi dan perindustrian yang berdaya produktivitas tinggi
berpadu dengan watak keserakahan manusia sehingga mendorong pola sikap dan perilaku
secular hedonistic. Melihat pengaruh perkembangan sains yang begitu cepat membuat
manusia semakin agresif dan mengabaikan tuntunan moral yang ada.
Soal No 4.
Konservasi agama merupakan perubahan sikap individu dalam konteks keberagamaan, yang
terjadi pada masa terrtentu dan dipengaruhi oleh faktor baik internal maupun eksternal. Dan
tentunya berdampak pada aspek kehidupan individu tersebut, baik bagi dirinya maupun konteks
lingkungan di mana dia hidup bersama.
a. Apa yang anda fahami tentang terminologi konservasi beragama tersebut ?
b. Bagaimana deskripsi dinamika psikologis individu yang mengalami konservasi beragama
tersebut ?
c. Analisislah dari perspektif teori psikologi, norma agama dan peran psikologi agama bagi
fenomena konservasi agama tersebut !
Jawaban
a. Konversi agama adalah pertumbuhan atau sebuah perkembangan spiritual yang mengandung
perubahan arah yang cukup berarti, sikap terhadap ajaran agama dan tindak agama.
Pengertian lain juga menjelaskan konversi agama adalah sebuah tindakan oleh individu atau
kelompok untuk masuk atau berpindah pada suatu sistem kepercayaan atau perilaku yang
berlawanan dengan kepercayaan yang sebelum dia ikuti.
b. Pergolakan batin dan ketengangan perasaan; individu yang mengalami konversi agama di
dalam dirinya mengalami sebuah pergolakan, atau gejolak dari berbagai persoalan yang
kadang-kadang tidak mamppiu dihadapinya sendiri. Penyebab di antara yang menyebabkan
ketegangan dan pergolakan yang ada di dalam dirinya adalah tidak adanya seseorang yang
menguasai atau mendominasi nilai moral dana gama dalam hidupnya. Ketidakmampuan
tersebut memunculkan rasa serba salah akan tetapi tetap tidak mampu melakukan sesuatu
yang sebenarnya ia ketahui bahwa hal tersebut benar. Semua persitiwa konversi agama
banyak diakibatkan oleh pergolakan batin dan konlik yang ada di dalam diri individu.
c. Teori Psikologi, Konservasi dipandang sebagai pembebasan tekanan batin ayang ada dalam
dinamika psikologi seseorang. Ketika seseorangmenghadapi situasi yang mengancam dan
menekan batinnya tentu secara psikologis akan menghadapi tekanan. Jika tekanan itu
dihadapi dengan kekuatan sendiri, maka seorang tersebut akan mencari kekuatan dari orang
lain dan jika menemukannya maka ia cenderung akan mengikuti hal tersebut. Kedua adalah
norma agama yang memandang bahwa konversi agama adalah bemtuk pengkhianatan [[ada
agama yang telah dianut untuk berubah ke agama baru yang dianut dan membentuk sebuah
pola ketaatan pada agama baru yang dianutnya. Norma agama memiliki suatu petunjuk yang
berasal dari pencipta agar mereka mematuhi segala perintah dan menjauhi larangan. Individu
yang pindah melakukan konversi agama berarti meninggalkan norma agama yang
sebelumnya dan mengikuti norma agama baru yang dianutnya. Pelanggaran ini bergantung
pada masing-masing agama. Peran psikologi agama, Psikologi agama melihat
perkembangan manusia dan tugas perkembangan dalam konteks kejiwaan di mana konversi
agama terjadi pada masa dewasa, pada masa tersebutlah ada tahapan ketidakpedulian pada
agama yang sedang dianutnya ke udian berlanjut pada konflik batin karena merasa
kapabilitas dalam beragama belum ada dalam dirinya. Peran agama tentunya membentengi
konversi agama yang dilakukan dengan penganutnya dengan memberikan pengajaran dan
fasilitas dalam menjawab segala pergolakan yang ada pada diri masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai