PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan konseling yang mendunia di abad ke-21 menuntut standar profesi yang
memenuhi persyaratan nasional dan internasional. Dalam hal ini, pelayanan dan program-
program pendidikan tenaga profesi konseling harus didasarkan pada standar profesi
konseling yang tidak hanya memperoleh pengakuan nasional tetapi juga internasional. Di
Indonesia “internasionalisasi” profesi konseling memiliki dua arah, yaitu kemampuan
membawa profesi konseling Indonesia ke kancah percaturan profesi konseling
internasional pada satu arah, dan kemampuan merespon secara proporsional-profesional
rangsangan dan pengaruh yang datang dari luar negeri terhadap profesi konseling di tanah
air. Profesi konseling di Indonesia dituntut untuk memenuhi standar persyaratan
konseling internasional, dan para tenaga profesionalnya dapat bersaing dengan tenaga
profesional konseling dari negara-negara lain.
Di abad ke-21, profesi konseling sangat dipengaruhi oleh teknologi dan
globalisasi, oleh karena itu profesi konseling harus menyiapkan diri untuk mengambil
keuntungan dari teknologi baru dengan menggunakannya untuk mengembangkan profesi
konseling dan untuk melayani klien-klien lebih baik lagi. Kehadiran teknologi informasi
dan komunikasi dari waktu ke waktu semakin berkembang. Munculnya teknologi
informasi dan komunikasi telah membuka era baru dalam proses konseling. Kondisi ini
merupakan tantangan tersendiri bagi konselor untuk berperan serta dapat menguasai
berbagai keterampilan di dalamnya. Kemajuan teknologi pada saat ini menuntut setiap
bidang berbasis teknologi untuk dapat menyesuaikan terhadap kemajuan tersebut,
termasuk konseling sebagai profesi yang sedang berkembang di Indonesia untuk
menggunakan teknologi informasi sebagai media yang mempermudah dalam melakukan
kegiatan profesinya. Bertambahnya kemajuan teknologi ini mempermudah akses klien
dalam melakukan konseling.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian teknologi dalam layanan konseling?
2. Bagaimana ragam teknologi dalam konseling?
3. Bagaimana manfaat penggunaan teknologi dalam konseling?
C. Tujuan Makalah
Tujuan pembahasan dari makalah ini adalah agar dapat memberikan penjelasan dan
wawasan mengenai materi teknologi yang digunakan dalam ilmu psikologi konseling
kepada masyarakat umum dan mahasiswa, khususnya mahasiswa psikologi. Kemudian,
diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan pendidikan di
Indonesia melalui bidang Psikologi. Lebih lanjut, makalah ini juga dapat menjadi rujukan
bagi peneliti ataupun bagi para penuntut ilmu, memperkaya literatur dunia, serta berguna
bagi bangsa dan negara.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Rekaman Video
Pada lembaga pendidikan koselor dapat menggunakan teknologi lain seperti rekaman
video. Rekaman video ini dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk
mempertajam keterampilan dasar konseling dan analisis teori-teori konseling yang
dipraktikan. Dalam pelaksanaannya, dengan dibantu oleh konselor ahli, mahasiswa
akan direkam perilakunya selama pelaksanaan konseling. Perilaku yang di maksud
adalah keterampilan-keterampilaan konseling yang telah dipahami. Setelah proses
rekaman, maka selanjutnya dilanjutkan proses diskusi dan analisis.
Penggunaan video dalam konseling pada dasarnya adalah melaksanakan strategi
modeling. Dalam strategi ini konselor memaparkan suatu fim tertentu yang sesuai
dengan karakteristik konseli. Model simbolis sangat berbeda dengan model hidup.
Dalam simbolis sangat berbeda dengan model hidup. Dalam simbolis digunakan
materi lain seperti video, film, tape recorder, dan lain sebagainya. Menurut Cormier
yang dikutip Sutijono dan Soedarmadji (2005), ada beberapa elemen yang perlu
dipertimbangkan sebelum konselor menggunakan model simbiolis ini. Adapun
elemen-elemen itu adalah:
a. Karakteristik pengguna model.
Karakteristik pengguna model ini menjadi elemen yang sangat penting dalam
keberhasilan pelaksanaan strategi modeling simbolis ini. Karakteristik pengguna
model adalah ras, jenis kelamin, suku, etnis, bahasa, umur, dan pengalaman
hidup. Dengan demikian, model yang akan diberikan sebisa mungkin sama
dengan karakteristik yang dimiliki oleh konseli.
b. Tujuan perilaku
Konselor dalam menentukan model simbolis harus jeli dalam menentukan apa
yang diubah pada diri konseli. Dengan demikian, konselor harus dapat melakukan
spesifikasi perilaku apa yang akan diubah. Apabila spesifikasi ini telah jelas maka
konselor dapat menentukan penggunaan satu atau lebih model yang ada. Sebagai
contoh, konselor menggunakan rekaman video tentang orang yang kecanduan
narkotika. Tentu saja, konselor harus menspesifikasi perilaku apa yang akan
diubah. Misalnya, perilaku menghindari jual beli obat bius. Maka konselor dapat
menayangkan bagaimana berperilaku menghindari jual beli obat bius. Contoh
lain, adalah digunakannya videotape yang menggambarkan pemakaian insulin
pada konseli pengguna insulin dan lain-lain.
c. Media
Penggunaan media untuk terapi bukan saja memerhatikan segi ekonomisnya saja
tapi juga mempertimbangkan efek yang akan dialami oleh konseli. Sering kali
penggunaan tape recorder tidak efektif bagi konseli (walau murah). Hal ini
disebabkan konseli tidak melihat perilaku yang akan dicontoh atau perilaku yang
akan dipelajari.
Penggunaan perangkat audiovisual, juga mungkin tidak banyak berguna bagi bagi
konseli. Sebab, dalam beberapa kasus konseli tidak membutuhkan perubahan
perilaku melalui cara-cara yang divisualisasikan melalui video. Untuk hal ini
dapat digunakan catatan biografi konseli. Dengan kata lain, konseli belajar
mengubah perilakunya lewat catatan yang dibuatnya sendiri.
d. Isi skrip
Dalam pelaksanaan strategi modeling, konselor perlu mempersiapkan skrip untuk
merefleksikan presentasi model. Untuk hal ini ada lima bagian yang harus ada
dalam skrip yaitu:
1) Instruksi, setiap perilaku yang diubah melalui strategi modeling harus disertai
petunjuk. Konseli akan diberi petunjuk sebelum konseli mengidentifikasikan
model yang akan ditayangkan.
2) Modeling, skrip harus berisi tentang deskripsi atau gambaran tentang perilaku
atau aktivitas yang dimodelkan serta memberikan dialog yang memungkinkan
bagi konseli untuk melakukannya.
3) Praktik, konseli tidak hanya duduk diam, melihat, dan merasakan saja apa
yang ditayangkan, tetapi konseli juga harus diberi kesempatan untuk
mempraktikkan apa yang telah dilihat dan didengarnya.
4) Balikan, balikan diberikan kepada konseli setelah konseli melakukan praktik.
Setelah itu, balikan ini pula bisa diberikan pada saat konseli mengalami
kesulitan di dalam mempraktikan apa yang dilihat dan didengarnya.
5) Simpulan, konselor membantu konseli untuk membuat simpulan setelah
selesai melaksanakan strategi modeling. Simpulan ini berisi hal-hal terpenting
dari apa yang telah dipraktikan oleh konseli.
e. Testing lapangan
Konselor di dalam memberikan strategi modeling kepada konseli tidak dapat
melakukannya deengan asal-asalan, tetapi konselor perlu membicarakan dengan
teman sejawatnya mengenai kelebihan dan kekurangan suatu strategi konseling
yang akan diberikan kepada konseli. Jika kemungkinan, konselor dapat
melakukan penelitian kecil mengenai efektifitas suatu strategi konseling. Dengan
mengadakan penelitian atau testing kecil ini, di harapkan strategi yang akan
diberikan kepada konseli akan sesui dengan karakteristik masalah dan kepribadian
konseli.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Profesi konseling sangat dipengaruhi oleh teknologi dan globalisasi, oleh karena itu
profesi konseling harus menyiapkan diri untuk mengambil keuntungan dari teknologi
baru dengan menggunakannya untuk mengembangkan profesi konseling dan untuk
melayani klien-klien lebih baik lagi. Karakteristik utama dari teknologi itu sendiri
mencakup software dan hardware yang digunakan untuk memperoleh, menyebarkan,
memproses ataupun menyimpan berbagai informasi yang bermanfaat dan dibutuhkan.
Ragam teknologi dalam konseling diantaranya: (1) jaringan internet; (2) rekaman
video; dan (3) powerpoint. Sesuai dengan karakteristik teknologi, maka peranan
teknologi dalam bimbingan dan konseling sangatlah banyak, diantaranya
mempermudah dalam merencanakan dan merancang pelayanan bimbingan dan
konseling, memproses data terkait pelayanan bimbingan dan konseling, menciptakan
aplikasi dalam membantu pelayanan bimbingan dan konseling, mengolah data
pelayanan bimbingan dan konseling, dan masih banyak hal yang bermanfaat bagi
terlaksananya bimbingan dan konseling yang efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Hartono dan Boy Soedarmadji. (2012). Psikologi Konseling Edisi Revisi. Jakarta: KENCANA
Setiandi, M. A. (2016). Peranan Teknologi Informasi dalam Bimbingan dan Konseling. Bitnet