Anda di halaman 1dari 57

KONSELING KOGNITIF

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata KuliahKonseling Kognitif
Yang diampu oleh Bapak Drs. Lutfi Fauzan, M.Pd.

Disusun Oleh :

M. Alvy Syahrin Mi’Roj (180111600065)

Senja Amalia Kurniasari (180111600013)

Sherina Septa Yulastanti (180111600095)

Sofia Andari Roem (180111600062)

Sugestining Wisnu B (180111600124)

Tasya Lutfia Tunnisa (180111600093)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

APRIL 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul “Konseling Kognitif” untuk memenuhi tugas mata kuliah
Konseling Kognitif yang Diampu oleh Bapak Drs. Lutfi Fauzan, M.Pd.
Dalam penyusunan ini, kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini
dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh
kerena itu, kami menerima segala masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat terhadap pembaca sekalian.

Malang, April 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang...................................................................................................................1
Rumusan Masalah..............................................................................................................1
Tujuan................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Konseling Kognitif........................................................................................3
2.2. Teori Kepribadian Kognitif .......................................................................................5
2.3. Teori Konseling Kognitif..........................................................................................11
2.4. Pengobatan Kognitif Pada Gangguan Psikologis ....................................................27
2.5. Konseling Singkat.....................................................................................................40
2.6. Tren Saat Ini Pada Konseling Kognitif ....................................................................40
2.7. Penggunaan Teori Kognitif Dengan Teori Lain ......................................................45
2.8. Penelitian Tentang Konseling Kognitif ...................................................................46
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan...............................................................................................................53
3.2. Saran.........................................................................................................................54
DAFTAR RUJUKAN....................................................................................................55

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Konseling merupakan proses memberikan bantuan kepada konseli yang biasa
dilakukan konselor untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh konseli.
Masalah yang dihadapi oleh konseli seringkali tidak dapat terselesaikan karena konseli
tidak percaya atas kemampuannya dalam menyelesaikan masalah. Tak jarang, ketika
konseli mencoba untuk menyelesaikan masalahnya justru malah menjadi terpuruk
karena adanya anggapan yang negatif terhadap dirinya sendiri. Salah satu yang menjadi
penyebab keterpurukan tersebut karena gangguan dalam kognitif seorang individu atau
konseli. Salah satu teknik yang digunakan dalam menangani konseli yang mengalami
hal tersebut adalah dengan konseling kognitif.
Konseling kognitif bukanlah konseling yang berdiri sendiri melainkan beberapa
teknik dalam konseling kognitif juga digunakan dalam konseling behavior. Hanya saja,
teknik yang biasa digunakan oleh konselor dalam konseling kognitif diperkenalkan
terlebih dahulu kepada konseli. Konseling ini menuntut konseli untuk aktif dan berfokus
pada disini dan sekarang.
Berdasarkan pemikiran atau kognisi dan pengalaman yang dialaminya di masa lalu,
konseli membentuk pandangan dan skema kognitif mengenai diri sendiri, masa depan,
dan lingkungan. Selain itu, konseling ini mengarahkan konseli untuk berusaha
menghilangkan anggapan yang buruk atau yang biasa disebut distorsi kognitif. Oleh
karena itu, mengubah pola pikir konseli ke arah yang positif akan sangat berguna dan
efektif dalam pelaksanaan konseling ini.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana Sejarah Konseling Kognitif ?


1.2.2 Apa Yang Dimaksud Teori Kepribadian Kognitif ?
1.2.3 Apa Yang Dimaksud Teori Konseling Kognitif ?
1.2.4 Bagaimana Pengobatan Kognitif Pada Gangguan Psikologis ?
1.2.5 Apa Yang Dimaksud Konseling Konseling Singkat ?

1
2

1.2.6 Bagaimana Tren Saat Ini Pada Konseling Kognitif ?


1.2.7 Bagaimana Penggunaan Teori Kognitif Dengan Teori Lain ?
1.2.8 Bagaimana Penelitian Tentang Konseling Kognitif ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk Mengetahui Sejarah Konseling Kognitif
1.3.2 Untuk Mengetahui Teori Kepribadian Kognitif
1.3.3 Untuk Mengetahui Teori Konseling Kognitif
1.3.4 Untuk Mengetahui Pengobatan Kognitif Pada Gangguan Psikologis
1.3.5. Untuk Mengetahui Konseling Konseling Singkat
1.3.6 Untuk Mengetahui Tren Saat Ini Pada Konseling Kognitif
1.3.7 Untuk Mengetahui Penggunaan Teori Kognitif Dengan Teori Lain
1.3.8 Untuk Mengetahui Penelitian Tentang Konseling Kognitif
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Konseling Kognitif

Cognitive therapy atau konseling kognitif ditemukan oleh Aaron Beck pada tahun
1960-an. Teori tersebut berpendapat bahwa selama perkembangan kognitifnya konseli
belajar kebiasaan-kebiasaan yang tidak tepat untuk memproses dan menginterpretasi
informasi.Konseling kognitif berusaha bahwa distorsi kognitif konseli dan
membantunya mempelajari berbagai macam carayang berbeda dan lebih realistis untuk
memproses dan menguji realitas informasi.Aaron Beck. Lahir pada tahun 1921, Beck
menerima gelar sarjana dari Brown University dan doktor kedokterannya dari
Universitas (Sharf, 2010:369).
Awalnya Beck mengamati verbalisasi dan asosiasi bebas dari konselinya.
Terkejut bahwa konselinya mengalami pikiran yang hampir tidak mereka sadari dan
tidak melaporkan sebagai bagian dari asosiasi bebas mereka, ia menarik perhatian
konselinya ke pikiran ini. Muncul dengan cepat dan otomatis, pikiran atau kognisi ini
tidak berada dalam kendali konseli.Seringkali pemikiran otomatis yang tidak disadari
oleh konseli ini diikuti oleh perasaan tidak menyenangkan yang sangat mereka sadari
(Sharf, 2010:369).

Setelah dilatih sebagai psikoanalis, Beck membandingkan pengamatannya atas


pemikiran otomatis dengan konsep "kesadaran" Freud. Beck tertarik pada apa yang
orang katakan pada diri mereka sendiri dan cara mereka memantau sendiri sistem
komunikasi internal mereka sendiri. Dari komunikasi internal dalam diri mereka sendiri,
individu membentuk seperangkat keyakinan, sebuah pengamatan yang dilaporkan
sebelumnya oleh Ellis. Dari kepercayaan penting ini, individu merumuskan aturan atau
standar untuk diri mereka sendiri, yang disebut skema, atau pola pemikiran yang
menentukan bagaimana pengalaman akan dirasakan atau ditafsirkan. Beck
memperhatikan bahwa konseli-konselinya, terutama mereka yang depresi,
menggunakan percakapan internal yang mengkomunikasikan kesalahan diri dan kritik
diri.Konseli seperti itu sering memperkirakan kegagalan atau bencana untuk diri

3
4

mereka sendiri dan membuat interpretasi negatif di mana yang positif lebih tepat
(Beck dalam Sharf, 2010:370).

Dari pengamatan ini, Beck merumuskan konsep pergeseran kognitif negatif, di


mana individu mengabaikan banyak informasi positif yang relevan dengan diri mereka
sendiri dan berfokus pada informasi negatif tentang diri mereka sendiri. Untuk
melakukan hal itu, konseli dapat mendistorsi pengamatan peristiwa dengan membesar-
besarkan aspek negatif, melihat segala sesuatu sebagai hitam atau putih semua.
Komentar seperti "Saya tidak pernah bisa melakukan sesuatu dengan benar," "Hidup
tidak akan pernah memperlakukan saya dengan baik," dan "Saya putus asa" adalah
beberapa contoh pernyataan yang terlalu umum, dilebih-lebihkan, dan abstrak. Beck
menemukan pemikiran seperti itu, tipikal individu yang mengalami depresi, menjadi
otomatis dan muncul tanpa kesadaran. Banyak dari pemikiran ini berkembang menjadi
kepercayaan tentang tidak berharga, tidak dapat dicintai, dan sebagainya.

Keyakinan seperti itu, Beck berhipotesis, dibentuk pada tahap awal kehidupan
dan menjadi skema kognitif yang signifikan. Misalnya, seorang siswa yang memiliki
beberapa ujian yang akan datang pada minggu depan mungkin berkata pada dirinya
sendiri, "Aku tidak akan pernah lulus, aku tidak bisa melakukan sesuatu dengan benar."
Ungkapan seperti itu adalah verbalisasi dari skema kognitif yang mengindikasikan
kurangnya harga diri. Siswa dapat mengungkapkan keyakinan seperti itu meskipun
faktanya dia sudah siap untuk ujian dan telah berhasil dengan baik sebelumnya di
pekerjaan sekolahnya. Dengan demikian, kepercayaan tetap ada meskipun ada bukti
yang bertentangan dengan mereka.

2.1.1 Pengaruh Teoristis


Meskipun banyak teori Beck tentang psikokonseling kognitif didasarkan pada
pengamatan dari pekerjaan klinisnya, ia dan rekan-rekannya juga agak dipengaruhi oleh
teori-teori lain dari psikokonseling, psikologi kognitif, dan sains kognitif. Karena
pelatihannya sebagai psikoanalisis, Beck menggambar beberapa konsep dari
psikoanalisis ke dalam karyanya sendiri. Selain itu, ada kesamaan antara konseling
kognitif dan karya Albert Ellis dan Alfred Adler, terutama penekanan mereka pada
pentingnya keyakinan. Juga, teori konstruksi pribadi George Kelly dan karya Jean
5

Piaget tentang pengembangan kognisi berperan dalam memahami kognisi dalam


kepribadian. Upaya untuk mengembangkan model komputer dari pemikiran intelektual,
suatu aspek dari ilmu kognitif, juga berkontribusi pada pengembangan yang
berkelanjutan dari psikokonseling kognitif.
2.1.2 Pengaruh Saat Ini
Penelitian dalam psikologi kognitif dan bidang terkait adalah penting dalam
memajukan teknik baru dalam konseling kognitif.Seperti yang ditunjukkan kemudian,
hasil penelitian merupakan bagian penting dari pengembangan metode baru dan
pengujian efektivitas konseling kognitif. Penelitian ini dipublikasikan secara luas dalam
jurnal konseling kognitif seperti Cognitive Behavior Therapy, Cognitive Therapy and
Research, Journal of Cognitive Psychotherapy, dan Cognitive and Behavioral Practice
(Sharf, 2010:371)
2.2 Teori Kepribadian Kognitif
Konselor kognitif sangat peduli dengan dampak pemikiran pada kepribadian
individu. Meskipun proses kognitif tidak dianggap sebagai penyebab gangguan
psikologis, mereka merupakan komponen yang signifikan. Khususnya, pemikiran
otomatis yang mungkin tidak disadari oleh individu dapat menjadi signifikan dalam
pengembangan kepribadian. Pikiran seperti itu merupakan aspek dari kepercayaan
individu atau skema kognitif, yang penting dalam memahami bagaimana individu
membuat pilihan dan menarik kesimpulan tentang kehidupan mereka. Yang sangat
menarik dalam memahami gangguan psikologis adalah distorsi kognitif, cara berpikir
yang tidak akurat yang berkontribusi pada ketidakbahagiaan dan ketidakpuasan dalam
kehidupan individu (Sharf, 2010:371)

2.2.1 Penyebab dan Gangguan Psikologis

Tekanan psikologis dapat disebabkan oleh kombinasi faktor biologis,


lingkungan, dan sosial, berinteraksi dalam berbagai cara, sehingga jarang ada satu
penyebab gangguan. Kadang-kadang peristiwa anak usia dini dapat menyebabkan
distorsi kognitif di kemudian hari. Kurangnya pengalaman atau pelatihan dapat
mengarah pada cara berpikir yang tidak efektif atau maladaptif, seperti menetapkan
tujuan yang tidak realistis atau membuat asumsi yang tidak akurat (Beck, dalam Sharf
6

2010:372). Pada saat-saat stres, ketika individu mengantisipasi atau menganggap situasi
sebagai ancaman, pemikiran mereka mungkin terdistorsi. Bukan pikiran yang tidak
akurat yang menyebabkan gangguan psikologis; melainkan merupakan kombinasi
biologis, perkembangan, dan lingkungan faktor. Terlepas dari penyebab gangguan
psikologis, pikiran otomatis cenderung menjadi bagian penting dari pemrosesan tekanan
yang dirasakan.

2.2.2 Pikiran Otomatis

Pikiran seperti itu muncul secara spontan, tanpa usaha atau pilihan. Dalam
gangguan psikologis, pikiran otomatis sering terdistorsi, ekstrem, atau tidak akurat
(Sharf, 2010:372) Misalnya, Andika menunda melamar ke toko-toko perusahaan untuk
pekerjaan sebagai agen konsultan. Tidak puas dengan pekerjaannya sebagai pegawai
bagian penjualan, dia memiliki pemikiran seperti "Saya terlalu sibuk sekarang," "Ketika
musim liburan berakhir, saya akan melamar pekerjaan," dan "Saya tidak bisa
mendapatkan waktu cuti untuk pergi ke tempat lain." toko untuk mendapatkan aplikasi
pekerjaan. " Menyadari pikiran-pikiran ini sebagai alasan, Andika, dengan bantuan
konselornya, mengidentifikasi pemikiran otomatis yang terkait dengan pencarian
pekerjaan, seperti "Saya tidak akan menampilkan diri dengan baik" dan "Orang lain
akan lebih baik daripada saya." Dengan berbicara dengan Andika tentang proses
pemikirannya, konselor mampu menghasilkan beberapa pemikiran otomatis. Dengan
mengatur pemikiran otomatis ini, konselor mampu mengartikulasikan seperangkat
keyakinan atau skema inti.

2.2.3 Skema Pengembangan Model Kognitif

Pengalaman anak usia dini mengarah pada kepercayaan dasar tentang diri sendiri
dan dunia seseorang. Keyakinan ini dapat diatur dalam skema kognitif. Biasanya,
individu mengalami dukungan dan cinta dari orang tua, yang mengarah pada
kepercayaan pada gilirannya menyebabkan pandangan positif tentang diri mereka
sendiri di masa dewasa (Sharf, 2010:373).

Pengalaman anak usia dini mengarah pada kepercayaan dasar tentang diri sendiri
dan dunia seseorang. Keyakinan ini dapat diatur dalam skema kognitif. Biasanya,
7

individu mengalami dukungan dan cinta dari orang tua, yang mengarah pada
kepercayaan seperti "Aku bisa dicintai" dan "Aku kompeten," yang pada gilirannya
menyebabkan pandangan positif tentang diri mereka sendiri di masa dewasa.

Pengalaman anak
usia dini

Pengembangan skema,
keyakinan dasar, dan
keyakinan bersyarat

Insiden kritis

Aktivasi skema, keyakinan


dasar, dan keyakinan
bersyarat

Pikiran otomatis

Emosi Tingkah laku Respon psikologi


8

2.2.4 Skema Kognitif Dalam Konseling

Daftar lima jenis skema: kognitif-konseptual, afektif, fisiologis, perilaku, dan


motivasi. Skema kognitif-konseptual menyediakan cara untuk menyimpan, menafsirkan,
dan membuat makna dunia kita. Keyakinan inti adalah skema kognitif-konseptual.
Skema afektif mencakup perasaan positif dan negatif. Skema fisiologis adalah skema
yang mencakup persepsi fungsi fisik, seperti reaksi panik yang dapat mencakup
hiperventilasi. Skema perilaku adalah tindakan yang diambil, seperti melarikan diri
ketika takut. Skema motivasi terkait dengan skema perilaku di mana mereka sering
memulai suatu tindakan. Contoh skema motivasi termasuk keinginan untuk
menghindari rasa sakit, makan, belajar, dan bermain. Skema ini dapat bersifat adaptif
atau maladaptif (Sharf, 2010:375).

2.2.5. Distorsi Kognitif


Keyakinan atau skema pada diri individu dapat mengalami distorsi kognitif.
Skema seringkali dimulai pada masa kanak-kanak, proses pemikiran itu
mendukungskema mungkin mencerminkan kesalahan awal dalam bernalar. Distorsi
kognitif munculketika pemrosesan informasi tidak akurat atau tidak efektif. Dalam
karya aslinyadengan depresi, Beck (1967) mengidentifikasi beberapa distorsi kognitif
yang signifikanyang dapat diidentifikasi dalam proses berpikir orang yang mengalami
depresi. Freeman (1987) dan DeRubeis, Tang, dan Beck (2001) telah membahas
berbagai kesamaandistorsi kognitif yang dapat ditemukan pada berbagai gangguan
psikologis.Sembilan di antaranya diuraikan di sini, yakni semua atau tidak sama sekali
berpikir, abstraksi selektif,membaca pikiran, prediksi negatif, bencana, generalisasi
berlebihan, pelabelan, dan salah label, pembesaran atau minimisasi, dan personalisasi.
2.2.5.1. Pemikiran Semua atau Tidak Sama Sekali
Dengan berpikir bahwa sesuatu harus persis samakita menginginkannya atau itu
adalah kegagalan, kita terlibat dalam semua atau tidak sama sekali, atau
dikotomis,berpikir. Seorang siswa yang mengatakan, "Kecuali saya mendapat nilai A
pada ujian, saya telah gagal". Contoh tersebut adalah contoh pemikiran semua atau tidak
sama sekali. Nilai A- dan B kemudian menjadi kegagalandan dianggap tidak
memuaskan.
9

2.2.5.2. Abstraksi Selektif


Terkadang individu memilih ide atau fakta sebagai cara untuk mendukung pemikiran
depresi atau negatif mereka. Contohnya :  "Saya telah melakukan ujian pertama dan itu
berakibat fatal. Saya pikir saya tidak akan belajar lebih banyak karena saya tidak layak
untuk ini. " Dalam kasus ini, individu berkecil hati atau pesimis setelah dia mengalami
sebuah kegagalan.

2.2.5.3. Membaca Pikiran


  Ini merujuk pada gagasan bahwa kita tahu bagaimana orang lainmemikirkan
kita. Sebagai contoh, seorang pria dapat menyimpulkan bahwa temannya tidak
lagimenyukainya karena dia tidak akan pergi berbelanja dengannya. Faktanya, teman itu
mungkinpunya banyak alasan, seperti komitmen lain, untuk tidak pergi berbelanja.
2.2.5.4. Prediksi Negatif
Prediksi negatif terjadi ketika seseorang percaya bahwa sesuatu yang buruk akan
terjadi dan tidak ada bukti untuk mendukung hal tersebut. Contohnya adalah ketika
seseorang memperkirakan bahwa dia mungkin akan gagal dalam ujian meskipun dia
telah mengerjakan ujian dengan baik sebelumnya dan telah siap untuk mengerjakan
ujian yang akan datang. Di dalam kasus ini, kesimpulan tentang kegagalannya tidak
didukung oleh fakta.
2.2.5.5. Catastrophizing. 
Dalam distorsi kognitif, individu mengambil satu peristiwa yang mereka
khawatirkan dan membesar-besarkannya sehingga mereka menjadi takut. Misalnya,
“Saya tahu ketika saya bertemu manajer regional, saya akan mengatakan sesuatu yang
bodoh dan itu akan membahayakan pekerjaan saya. Saya tahu saya akan mengatakan
sesuatu yang akan membuatnya tidak mau untuk mempertimbangkan saya untuk
kemajuan.” Dalam kasus ini, seorang individu mengubah pertemuan yang penting
menjadi kemungkinan malapetaka atau bencana.
2.2.5.6. Generalisasi Berlebihan
Membuat aturan berdasarkan beberapa peristiwa negatif, individu mendistorsi
pemikiran mereka melalui generalisasi berlebihan. Sebagai contoh, seorang siswa
sekolah menengah dapat menyimpulkan: "Karena saya mengerjakan matematika dengan
10

buruk, saya bukan murid yang baik." Contoh lain adalah orang yang berpikir karena
"Alfred dan Bertha marah kepada saya, teman-teman saya tidak akan menyukai saya,
dan tidak akan mau berurusan dengan saya." Dengan demikian, pengalaman negatif
dengan beberapa peristiwa dapat digeneralisasi menjadi aturan yang dapat
mempengaruhi perilaku di masa depan.
2.2.5.7. Pelabelan dan Pemberian Label yang Salah
Pandangan negatif tentang diri sendiri diciptakan oleh pelabelan diri berdasarkan
beberapa kesalahan atau kesalahan. Seseorang yang pernah mengalami insiden
canggung dengan kenalan mungkin menyimpulkan, “Saya tidak populer. Saya seorang
pecundang "daripada" Saya merasa canggung berbicara dengan Harriet. " Dalam
pelabelan dan pemberian label yang salah dengan cara ini, individu dapat menciptakan
rasa diri atau identitas mereka yang tidak akurat. Pada dasarnya, pelabelan atau
pemberian label yang salah adalah contoh dari menggeneralisasi secara berlebihan
sedemikian rupa sehingga mempengaruhi pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri.
2.2.5.8. Pembesaran atau Minimisasi 
Distorsi kognitif dapat terjadi ketika individu memperbesar ketidaksempurnaan
atau meminimalkan poin yang baik. Mereka mengarah pada kesimpulan yang
mendukung keyakinan inferioritas dan perasaan depresi. Contoh pembesaran adalah
atlet yang menderita masalah pada otot dan berpikir, "Saya tidak akan bisa bermain
dalam pertandingan hari ini. Karier atletik saya mungkin sudah berakhir. " Sebaliknya,
contoh minimalisasi adalah atlet yang akan berpikir, "Meskipun saya memiliki hari
yang baik bermain hari ini, itu tidak cukup baik. Itu tidak memenuhi standar saya. "
Baik dalam pembesaran atau minimisasi, atlet cenderung merasa tertekan.
2.2.5.9. Personalisasi
Mengambil peristiwa yang tidak terkait dengan individu dan membuatnya
bermakna menghasilkan distorsi kognitif personalisasi. Contohnya, "Selalu hujan ketika
saya akan pergi piknik" dan "Setiap kali saya pergi ke pusat perbelanjaan, selalu ada
jumlah lalu lintas yang luar biasa." Orang tidak menyebabkan hujan atau lalu lintas;
Peristiwa ini berada di luar kendali kami. Selain itu, ketika orang ditanyai, mereka dapat
memberikan contoh bagaimana tidak selalu hujan ketika mereka merencanakan fungsi
luar ruangan dan bahwa mereka tidak selalu menemui tingkat lalu lintas yang sama saat
11

berbelanja. Misalnya, lalu lintas biasanya lebih berat pada waktu-waktu tertentu
daripada di hari lain, dan jika seseorang memilih untuk berbelanja pada waktu tertentu,
akan ada lebih banyak atau lebih sedikit lalu lintas.
Jika hal ini sering terjadi, distorsi kognitif seperti itu dapat menyebabkan
tekanan psikologis atau gangguan. Membuat kesimpulan dan menarik kesimpulan dari
suatu perilaku adalah bagian penting dari fungsi manusia. Individu harus memantau apa
yang mereka lakukan dan menilai kemungkinan hasil untuk membuat rencana tentang
kehidupan sosial, kehidupan romantis, dan karier mereka. Ketika distorsi kognitif sering
terjadi, individu tidak lagi dapat melakukan ini dengan sukses dan mungkin mengalami
depresi, kecemasan, atau gangguan lainnya. Konselor kognitif mencari distorsi kognitif
dan membantu konseli mereka memahami kesalahan mereka dan membuat perubahan
dalam pemikiran mereka.

2.3. Teori Konseling Kognitif


Dalam apa yang dicirikan sebagai hubungan kolaboratif, konselor kognitif
bekerja sama dengan konseli mereka untuk mengubah pola berpikir, serta perilaku yang
mengganggu tujuan konseli. Pembentukan hubungan terapeutik yang penuh perhatian
sangat penting. Konseling kognitif menekankan pendekatan yang cermat terhadap
perincian dan peran proses berpikir dalam perubahan perilaku dan afektif. Dalam
menetapkan tujuan, konselor kognitif hadir untuk keyakinan yang salah yang
mengganggu individu mencapai tujuan mereka. Hal ini tercermin dalam metode
penilaian yang mengharuskan individu untuk memantau, mencatat, dan menunjukkan
dalam berbagai cara kognisi, perasaan, dan perilaku mereka. Karakteristik konseling
kognitif adalah bahwa konselor dan konseli berkolaborasi untuk mencapai tujuan
konseli dengan menggunakan format yang memungkinkan umpan balik dan diskusi
tentang kemajuan konseli. Meskipun teknik konseling yang digunakan untuk membawa
perubahan meliputi elemen kognitif, afektif, dan perilaku, pendekatan kognitif untuk
mengubah pemikiran otomatis dan skema kognitif ditekankan di sini.
2.3.1. Tujuan Konseling
Tujuan dasar konseling kognitif adalah menghilangkan bias atau distorsi dalam
berpikir sehingga individu dapat berfungsi lebih efektif. Perhatian diberikan pada cara
12

individu memproses informasi, yang dapat mempertahankan perasaan dan perilaku yang
tidak adaptif. Distorsi kognitif konseli ditantang, diuji, dan didiskusikan untuk
menghasilkan perasaan, perilaku, dan pemikiran yang lebih positif. Untuk
menghilangkan bias atau distorsi dalam berpikir, konselor hadir tidak hanya untuk
pemikiran otomatis tetapi juga untuk skema kognitif yang mereka wakili. Dengan
demikian, mengubah skema kognitif adalah tujuan penting dari konseling kognitif.
Mengubah skema kognitif dapat dilakukan pada tiga tingkatan yang berbeda (Beck et
al., 2004). Jenis perubahan yang paling terbatas adalah skema reinterpretasi. Di sini
seseorang mengenali skema tetapi menghindari atau bekerja di sekitarnya. Misalnya,
orang yang perfeksionis mungkin tidak mengubah perfeksionisme, tetapi bekerja
sebagai inspektur di mana sifat-sifat ini dihargai dan diperkuat. Dalam modifikasi
skema, seorang individu membuat beberapa perubahan tetapi tidak dalam total skema.
Beck et al. (2004) memberikan contoh orang dengan paranoia yang membuat perubahan
untuk mempercayai beberapa orang dalam situasi tertentu tetapi terus berhati-hati dalam
mempercayai orang pada umumnya. Level tertinggi dari perubahan skema adalah
restrukturisasi skema. Sebagai contoh, seseorang dengan paranoia yang menjadi percaya
pada orang lain akan merestrukturisasi skema kognitifnya yang signifikan. Orang
seperti itu akan percaya bahwa orang lain akan dapat dipercaya dan tidak akan
menyerangnya. Tiga tingkat perubahan skema ini menyediakan cara untuk memeriksa
tujuan dalam konseling kognitif. Secara umum, ketika menetapkan tujuan, konselor
kognitif fokus pada menjadi spesifik, memprioritaskan tujuan, dan bekerja secara
kolaboratif dengan konseli. Tujuan mungkin memiliki komponen afektif, perilaku, dan
kognitif, seperti yang terlihat oleh contoh ini dari Freeman, Pretzer, Fleming, dan Simon
(1990): Frank, seorang salesman yang depresi, awalnya menyatakan tujuannya untuk
konseling sebagai, "untuk menjadi yang terbaik yang Saya bisa menjadi." Ketika
dinyatakan dengan cara itu, tujuannya cukup kabur dan abstrak. Itu juga jelas tidak
dapat dikelola, mengingat Frank begitu tertekan sehingga dia tidak bisa mengatur untuk
memperbaiki resume atau melakukan pekerjaan rumah tangga. Setelah diskusi yang
cukup, Frank dan konselornya menyetujui tujuan yang lebih spesifik termasuk "merasa
kurang tertekan dan cemas, mengurangi jumlah waktu yang dihabiskan untuk khawatir,
dan secara aktif mencari pekerjaan (merevisi resume, secara aktif mencari lowongan
13

pekerjaan, aplikasi lengkap untuk lowongan yang sesuai, dll.) (hal. 10-11) Semakin
jelas dan semakin konkret tujuan, semakin mudah bagi konselor untuk memilih metode
yang digunakan dalam membantu individu mengubah skema kognitif mereka dan juga
perasaan dan perilaku mereka. Konseli dapat menghadirkan sejumlah masalah sulit saat
menyampaikan kekhawatiran mereka. Judith Beck (2005) memberikan delapan contoh
berurusan dengan tujuan yang tidak jelas atau bermasalah. Misalnya, dia
menggambarkan Thomas, yang merasa terlalu tidak berdaya untuk menetapkan tujuan.
Dia menjawab "Saya tidak tahu" untuk banyak pertanyaan konselor tentang tujuannya.
Konselor memutuskan untuk membantu Thomas dengan tujuan-tujuan kecil, seperti
membuang sampah di rumah dan membersihkan dapur. Ini
tujuan sesuai dengan keyakinan inti bahwa konselor mampu memastikan setelah
beberapa sesi — bahwa Thomas merasa ia mampu melakukan sangat sedikit dan akan
gagal dalam hal-hal yang ia coba (hlm. 135–137). Contoh singkat ini menunjukkan
bagaimana konselor kognitif bekerja secara khusus pada tujuan, melihatnya dalam
konteks skema kognitif.
2.3.2. Penilaian dalam Konseling Kognitif
Perhatian yang cermat diberikan untuk penilaian masalah konseli, baik pada
awal konseling dan seluruh proses, sehingga konselor dapat dengan jelas
mengonseptualisasikan dan mendiagnosis masalah konseli. Saat penilaian berlanjut,
penilaian ini berfokus tidak hanya pada pikiran, perasaan, dan perilaku spesifik konseli,
tetapi juga pada efektivitas teknik konseling karena memengaruhi pikiran, perasaan, dan
perilaku ini. Strategi khusus untuk penilaian telah dirancang untuk banyak gangguan
psikologis yang berbeda, seperti kecemasan dan depresi. Pada bagian ini, terdapat
beberapacara bagikonselor kognitif menggunakan teknik penilaian, termasuk
wawancara konseli, pemantauan diri, pengambilan sampel pemikiran, penilaian
keyakinan dan asumsi, dan kuesioner laporan diri.
2.3.2.1. Wawancara
Dalam evaluasi awal, konselor kognitif mungkin ingin mendapatkan gambaran
umum dari berbagai topik sementara pada saat yang sama menciptakan hubungan kerja
yang baik dengan konseli. Topik yang dibahas mirip dengan yang dinilai oleh banyak
konselor lainnya dan termasuk masalah yang muncul, riwayat perkembangan (termasuk
14

keluarga, sekolah, karier, dan hubungan sosial), pengalaman traumatis masa lalu,
riwayat medis dan psikiatrik, dan tujuan konseli. Konselor dapat menggunakan
wawancara terstruktur yang dikembangkan sebelumnya (Beck et al., 2004) atau
wawancara tidak terstruktur. Freeman et al. (1990) menekankan pentingnya
mendapatkan laporan rinci tentang peristiwa. Mereka memperingatkan agar tidak
mengajukan pertanyaan yang bias seperti, "Apakah Anda tidak ingin pergi bekerja?"
dan sebaliknya menyarankan, "Apa yang terjadi ketika Anda tidak mulai bekerja?"
Dalam menilai pemikiran, konselor mungkin perlu melatih konseli mereka untuk
membedakan antara pikiran dan perasaan dan untuk melaporkan pengamatan daripada
membuat kesimpulan tentang pengamatan. Akurasi penarikan dianjurkan (meskipun
konseli tidak diharapkan untuk mengingat semua detail) dan lebih disukai untuk
menebak tentang peristiwa masa lalu. Kadang-kadang wawancara dan observasi in vivo
dapat membantu. Misalnya, jika konseli menderita agorafobia, konselor dapat bertemu
dengan konseli di rumah dan berjalan di luar dengan konseli, membuat pengamatan dan
penilaian dalam proses wawancara.
15

Mencatat pengalaman, emosi, dan perilaku konseli sangat membantu. Judith


Beck (1995) telah mengembangkan Diagram Konseptualisasi Kognitif (Gambar 10.2)
untuk mengatur data konseli. Konselor mulai di bagian bawah diagram, mengambil
setiap situasi satu per satu. Sebagai contoh, Fred sangat takut tampil di resital seniornya
di perguruan tinggi. Dia takut dia akan menyanyikan kunci dan mempermalukan dirinya
sendiri di depan fakultas musik. Di bawah Situasi # 1, konselor akan menulis
"Presentasi pada resital. Dievaluasi oleh 3 profesor musik. "Konselor kemudian
membantu Fred dalam menentukan pemikiran otomatis dan menulisnya di kotak di
bawah "Situasi # 1" - "Para profesor akan berpikir aku mengerikan." Kemudian mereka
menentukan "Arti A. A.," yang bagi Fred adalah "Aku terlipat di bawah tekanan."
"Emosi" adalah "kecemasan." "Behavior" -nya adalah "Menyanyikan lagu yang akan ia
presentasikan, 5 kali." Ketika konselor dan Fred melanjutkan, mereka akan membahas
setidaknya dua situasi dengan cara yang sama. Setiap kali, konselor dan Fred
menentukan pikiran otomatis, artinya, emosi yang relevan dengan situasi, dan perilaku.
16

Ketika konselor memiliki informasi yang cukup untuk menilai keyakinan inti,
dia akan mengintegrasikan informasi yang dia miliki tentang "Data Masa Kecil
Relevan" Fred dengan informasi dari bahan yang baru saja dia kumpulkan untuk
menentukan "Keyakinan Inti" Fred. Kemudian dia menggunakan frasa “jika-maka”
untuk menentukan “Asumsi / Keyakinan / Aturan Bersyarat.” Bagi Fred, "Keyakinan
Inti" -nya mungkin "Aku tidak cukup baik." "Asumsi / Keyakinan / Aturan Bersyarat"
nya mungkin "Jika saya harus sendirian, saya akan mengacaukannya." Ini adalah asumsi
negatif. Asumsi positif adalah "Ketika saya bersama orang lain (mis., Bernyanyi dalam
paduan suara), saya baik-baik saja." Kotak terakhir adalah "Strategi Kompensasi." Fred
adalah "latihan, latihan, latihan" dan "terus memberi tahu pacar saya betapa gugupnya
saya." Informasi ini kemudian menjadi bahan yang digunakan konselor ketika
mengembangkan strategi perubahan. Meskipun wawancara mungkin merupakan cara
paling penting untuk mengumpulkan informasi, konselor kognitif juga meminta konseli
untuk mengumpulkan informasi spesifik sendiri.
2.3.2.2. Pemantauan Diri
Metode lain yang digunakan untuk menilai pikiran, emosi, dan perilaku konseli
di luar kantor konselor adalah swa-monitor. Pada dasarnya, konseli menyimpan catatan
peristiwa, perasaan, dan / atau pikiran. Ini bisa dilakukan dalam buku harian, rekaman
audio, atau dengan mengisi kuesioner. Salah satu metode yang paling umum adalah
Dysfunctional Thought Record (DTR) (Beck, Rush, Shaw, & Emery, 1979). Kadang-
kadang disebut lembar pemikiran, DTR memiliki satu kolom di mana konseli
menggambarkan situasi, yang kedua di mana konseli menilai dan mengidentifikasi
emosi, dan yang ketiga untuk merekam pikiran otomatisnya. Konseli dapat berlatih
menggunakan DTR (Gambar 10.3) dalam konseling sehingga mereka terbiasa merekam
pikiran otomatis dan menilai intensitas perasaan. Penggunaan DTR menyediakan materi
untuk diskusi di sesi berikutnya dan kesempatan bagi konseli untuk belajar tentang
pemikiran otomatis mereka.
Tanggal/
Situasi Pemikiran Otomatis Emosi Respon A
Waktu
1. Kejadian atau aliran 1. Apa pemikiran dan / 1. Emosi apa 1. (opsional)
pikiran apa, atau lamunan, atau gambar yang (sedih, cemas, kognitif ap
atau ingatan yang terlintas di benak marah, dll.) lakukan? (
17

mengarah pada emosi Anda? Yang Anda atau tidak


yang tidak 2. Berapa banyak yang rasakan saat itu? berpikir,
menyenangkan? Anda percayai pada 2. Seberapa intens pikiran,
2. Apa (jika ada) sensasi saat itu? (0-100%) bencana.)
fisik menyedihkan yang emosi? 2. Gunakan p
Anda miliki? bagian b
menyusun
terhadap
otomatis.
3. Seberapa
meyakini se
Memikirkan Mark tidak Dia tidak harus peduli Sedih (90%) Melompat ke k
1. Dia tidak
meneleponku. (90%)
ketika dia men
melakukannya,
penuh kasih
terakhir kali k
2. Mungkin
tempat kerja
lupa. 3. Ya
adalah dia tida
menelepon lag
berjuang untu
terbaik ad
menelepon sek
realistis adala
menelepon da
dua hari. 4. Per
harus peduli
merasa hancu
saya mung
membuat saya
berharap.5.
melanjutkan
memanggilnya
Jika Joan b
situasi ini,
menyuruhnya
memanggilnya

2.3.2.3. Sampling Pikiran


Metode lain untuk mendapatkan informasi tentang kognisi adalah sampling
pikiran (Blankstein & Segal, 2001). Konseli dapat merekam pemikiran mereka dalam
tape recorder atau notebook. Sampling pemikiran dapat berguna dalam mendapatkan
18

data yang terkait dengan situasi tertentu, seperti pekerjaan dan sekolah.Selain itu,
pemikiran yang tidak relevan dengan masalah konseli dapat direkam.Namun, sampling
pikiran dapat mengganggu aktivitas konseli dan dapat menjadi menjengkelkan.
2.3.2.4. Skala dan Kuesioner
Selain teknik-teknik ini, kuesioner laporan diri atau skala penilaian yang
dikembangkan sebelumnya dapat digunakan untuk menilai keyakinan irasional,
pernyataan diri, atau distorsi kognitif (Whisman, 2008). Kuesioner terstruktur telah
dikembangkan untuk tujuan tertentu, seperti Beck Depression Inventory (Beck, Ward,
Mendelson, Mock, & Erbaugh, 1961), Skala untuk Ide Bunuh Diri (Beck, Kovacs, &
Weissman, 1979), Skala Sikap Disfungsional (Weissman, 1979), dan Schema
Questionnaire (Young & Brown, 1999). Kuisioner seperti ini biasanya singkat dan dapat
diberikan pada berbagai titik konseling untuk memantau perkembangan. Sebagai
contoh, Beck Depression Inventory terdiri dari 21 item, dengan masing-masing berisi
empat pilihan mengekspresikan tingkat kesedihan, tidak suka, rasa bersalah, menangis,
tidak berharga, dan item serupa. Setiap pilihan singkat, dengan sebagian besar kurang
dari delapan kata. Selain itu, inventaris psikologis seperti Inventory Personality
Multiphasic Minnesota dapat digunakan untuk tujuan yang sama.
Ketika mengumpulkan data dari konseli, terutama data mentah yang mencakup
pemikiran otomatis, seringkali bermanfaat bagi konselor untuk mencoba menyimpulkan
tema atau skema kognitif yang diwakili oleh kognisi. Karena data dilaporkan dari sesi
ke sesi, berbagai skema kognitif, atau wawasan ke dalamnya, dapat berkembang. Skema
dapat dilihat sebagai hipotesis bahwa konseli dan konselor terus menguji. Kemajuan
dapat dinilai dengan carakonseli menyelesaikan pekerjaan rumah, mengisi kuesioner,
dan melaporkan pemikiran otomatis. Dengan kemajuan akan muncul penurunan jumlah
distorsi kognitif, peningkatan tantangan terhadap pemikiran otomatis, dan penurunan
perasaan dan perilaku negatif.

2.3.3 Hubungan Terapeutik

Pandangan Beck (1976; Wills, 2009) tentang hubungan konseli-konselor adalah


bahwa ia bersifat kolaboratif. Konselor membimbing konseli dalam menentukan tujuan
konseling dan sarana untuk mencapai tujuan. Kontribusi konseli, mereka berpartisipasi
19

dalam pemilihan tujuan dan berbagi tanggung jawab untuk perubahan pikiran dan
perasaan. Tanggung jawab tersebut dilihat atas kemajuan dengan menyelesaikan
pekerjaan rumah yang ditugaskan.

2.3.4 Proses Konseling

Proses konseling kognitif lebih terstruktur dalam pendekatannya, diawali dengan


sesi yang berhubungan dengan masalah, pengembangan hubungan kolaboratif dan
konseptualisasi kasus. Aspek penting dalam proses konseling kognitif juga bisa dilihat
dari metode yang digunakan untuk mengidentifikasi pemikiran dan pekerjaan rumah
yang dilakukan selama konseling. Berikut aspek-aspek konseling dijelaskan sebagai
berikut:

2.3.4.1 Penemuan terbimbing.

Penemuan terbimbing digunakan untuk membantu konseli belajar mengenai


mengubah pemikiran mereka yang tidak tepat, terkadang-kadang juga disebut dialog
Socrates. Konselor memandu konseli dalam menemukan cara berpikir dan berperilaku
baru dengan mengajukan serangkaian pertanyaan yang memanfaatkan informasi yang
ada untuk menantang keyakinan.

[Konseli:] Saya takut ketika saya melapor ke pekerjaan baru saya pada hari Senin, orang
akan berpikir saya tidak bisa melakukan pekerjaan.

[Konselor:] Apa yang Anda katakan tentang asumsi yang Anda buat?

[Konseli:] Seperti membaca pikiran saya, seperti saya tahu sebelumnya apa yang akan
terjadi.

[Konselor:] Dan asumsi apa yang Anda buat?

[Konseli:] Bahwa saya tahu apa pendapat rekan-rekan baru saya tentang saya.

2.3.4.2 Teknik tiga pertanyaan.

Suatu bentuk khusus dari metode Socrates, teknik tiga pertanyaan terdiri dari
serangkaian tiga pertanyaan yang dirancang untuk membantu konseli merevisi
20

pemikiran negatif. Setiap pertanyaan menyajikan cara bertanya lebih jauh ke dalam
kepercayaan negatif dan membawa pemikiran yang lebih objektif.

1. Apa bukti untuk keyakinan itu?

2. Bagaimana lagi Anda bisa menafsirkan situasi?

3. Jika benar, apa implikasinya?

Sebuah contoh singkat dari teknik ini menunjukkan bagaimana ini merupakan
perpanjangan dari metode Sokrates dan bagaimana itu dapat membantu individu
mengubah keyakinan mereka. Liese (1993) memberikan contoh seorang dokter
menggunakan teknik tiga pertanyaan dengan konseli dengan AIDS.

Dr .: Jim, Anda memberi tahu saya beberapa menit yang lalu bahwa beberapa orang
akan mencemooh Anda ketika mereka mengetahui tentang penyakit Anda. (refleksi)
Apa bukti Anda tentang kepercayaan ini?

Jim: Saya tidak punya bukti. Saya hanya merasa seperti itu.

Dr .: Anda "hanya merasa seperti itu." (refleksi) Bagaimana lagi Anda bisa melihat
situasi?

Jim: Saya kira teman-teman saya yang sebenarnya tidak akan meninggalkan saya.

Dr .: Jika beberapa orang, pada kenyataannya, meninggalkan Anda, apa implikasinya?

Jim: Saya kira itu akan bisa ditoleransi, selama teman-teman saya yang sebenarnya
tidak meninggalkan saya. (Liese, 1993, hlm. 83)

2.3.4.3 Menentukan pemikiran otomatis.

Intervensi awal yang penting adalah meminta konseli untuk berdiskusi dan
mencatat pemikiran negatif. Menentukan pemikiran menggunakan Dysfunctional
Thought Record dan membawanya ke sesi berikutnya. Berikut contoh pemikiran
otomatis dan membantu konseli memahaminya.

Selama sesi pertama, saya telah bertanya kepada konseli saya seberapa sering
dia berpikir bahwa dia memiliki pikiran negatif. Responsnya adalah bahwa ia kadang-
21

kadang memilikinya, tetapi jarang. Mengingat Beck Depression Inventory of 38


miliknya, pemikiran saya adalah bahwa dia akan memiliki lebih banyak, lebih banyak
lagi. Dia memperkirakan tidak lebih dari dua hingga tiga hari. Sebagai tugas rumah,
saya memintanya untuk mencatat sebanyak mungkin pemikirannya. Saya
memperkirakan bahwa dia mungkin memiliki beberapa pikiran negatif sehari, dan pada
akhir minggu dia mungkin akan mencatat 50 pikiran. Dia dengan cepat menjawab:
“Saya tidak akan pernah bisa melakukannya. Akan terlalu sulit bagi saya. Saya hanya
akan gagal. " Tanggapan saya adalah untuk menunjukkan bahwa ia sudah memiliki tiga
dan hanya perlu 47 lagi. (Freeman et al., 1990, hlm. 12-13)

2.3.4.4 Pekerjaan rumah.

Tugas khusus diberikan untuk membantu konseli mengumpulkan data, menguji


perubahan kognitif dan perilaku, dan mengerjakan materi yang dikembangkan dalam
sesi sebelumnya.Jika konseli tidak menyelesaikan pekerjaan rumah, hal ini dapat
berguna dalam memeriksa masalah dalam hubungan antara konseli dan konselor tentang
melakukan tugas pekerjaan rumah (J. S. Beck, 2005).Secara umum, tugas pekerjaan
rumah dibahas dan baru dikembangkan di setiap sesi.

2.3.4.5 Format sesi.

Konselor memeriksa suasana hati konseli dan bagaimana perasaannya.Biasanya,


konselor dan konseli menyepakati agenda untuk sesi konseling berdasarkan, sebagian,
pada ulasan peristiwa minggu lalu dan pada masalah mendesak yang mungkin
muncul.Juga, konselor meminta umpan balik tentang sesi sebelumnya dan masalah yang
mungkin dimiliki konseli yang terjadi sejak pertemuan terakhir.Konselor dan konseli
meninjau pekerjaan rumah dan berkolaborasi.Fokus utama dari sesi ini adalah pada
kekhawatiran yang diangkat konseli pada awal jam konseling.

2.3.4.6 Penghentian.

Sepanjang perawatan, konselor mendorong konseli untuk memantau pikiran atau


perilaku mereka, melaporkannya, dan mengukur kemajuan menuju tujuan mereka.Pada
22

fase terminasi, konselor dan konseli mendiskusikan bagaimana konseli dapat melakukan
ini tanpa konselor.Pada dasarnya, konseli menjadi konselor mereka sendiri.Sama seperti
konseli yang mungkin mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas dan mungkin
telah kembali ke pola atau perilaku pemikiran lama, mereka bekerja pada bagaimana
menangani masalah dan peristiwa yang serupa setelah konseling berakhir.Umumnya,
frekuensi sesi konseling berkurang, dan konseli dan konselor dapat bertemu setiap 2
minggu atau sebulan sekali.

Meskipun masalah terjadi dalam konseling yang mungkin memerlukan


perubahan dalam proses konseling, kekhususan pendekatan konseling, penekanan pada
pikiran, dan penggunaan pekerjaan rumah adalah khas. Sepanjang proses konseling,
sejumlah strategi digunakan untuk membawa perubahan dalam pikiran, perilaku, dan
perasaan. Beberapa di antaranya:

2.3.5 Teknik Konseling

Berbagai macam teknik kognitif digunakan dalam membantu konseli mencapai


tujuan mereka.Konselor kognitif juga menggunakan teknik untuk membantu
konselidengan perasaan dan perilaku. Bagian berikut menjelaskan 8 strategi umum
untuk membantu konseli mengubah pola pikir yang tidak membantu:

2.3.5.1 Memahami makna istimewa.

Kata-kata yang berbeda dapat memiliki makna yang berbeda untuk orang-orang,
tergantung pada pemikiran otomatis dan skema kognitif mereka. Seringkali tidak cukup
bagi konselor untuk berasumsi bahwa mereka tahu apa yang konseli maksud dengan
kata-kata tertentu. Mempertanyakan konseli membantu konselor dan konseli untuk
memahami proses berpikir konseli. Sebagai contoh:

[Konseli:] Saya benar-benar pecundang. Semua yang saya lakukan menunjukkan bahwa
saya benar-benar pecundang

[Konselor:] Anda mengatakan bahwa Anda pecundang. Apa artinya menjadi


pecundang?
23

[Konseli:] Untuk tidak pernah mendapatkan apa yang Anda inginkan, kehilangan
segalanya.

[Konselor:] Anda kehilangan apa?

[Konseli:] Ya, saya tidak terlalu rugi.

[Konselor:] Maka mungkin Anda bisa memberi tahu saya apa yang Anda kehilangan,
karena saya mengalami kesulitan memahami bagaimana Anda seorang pecundang.

2.3.5.2 Mutlak yang menantang.

Pernyataan konseli seperti "Semua orang di tempat kerja lebih pintar daripada
saya." Pernyataan yang menggunakan kata-kata seperti semua orang, selalu, tidak
pernah, tidak ada, dan sepanjang waktu. Seringkali bermanfaat bagi konselor untuk
mempertanyakan atau menentang pernyataan absolut sehingga konseli dapat
menyajikannya dengan lebih akurat, seperti dalam contoh berikut:

[Konseli:] Semua orang di tempat kerja lebih pintar daripada saya.

[Konselor:] Semuanya? Setiap orang di tempat kerja lebih pintar dari Anda?

[Konseli:] Yah, mungkin tidak. Ada banyak orang di tempat kerja yang saya tidak kenal
sama sekali. Tetapi bos saya tampaknya lebih pintar; dia sepertinya benar-benar tahu
apa yang sedang terjadi.

[Konselor:] Perhatikan bagaimana kami beralih dari semua orang di tempat kerja
menjadi lebih pintar daripada Anda menjadi bos Anda saja.

[Konseli:] Saya kira itu hanya bos saya. Dia memiliki banyak pengalaman di bidang
saya dan tampaknya tahu apa yang harus dilakukan.

2.3.5.3 Reattribution.

Konseli dapat mengaitkan tanggung jawab atas situasi atau peristiwa dengan diri
mereka sendiri.Dengan menyalahkan diri sendiri, konseli bisa merasa lebih bersalah
atau tertekan. Menggunakan teknik reattribution, konselor membantu konseli secara adil
mendistribusikan tanggung jawab atas suatu peristiwa, seperti dalam contoh ini:
24

[Konseli:] Jika bukan karena saya, pacar saya tidak akan meninggalkan saya

[Konselor:] Seringkali ketika ada masalah dalam suatu hubungan, kedua orang
berkontribusi untuk itu. Mari kita lihat apakah ini semua kesalahan Anda, atau apakah
Beatrice mungkin juga memainkan peran dalam hal ini.

2.3.5.4 Pelabelan distorsi.

Memberi label distorsi dapat membantu konseli dalam mengkategorikan pikiran


otomatis yang mengganggu alasan mereka. Sebagai contoh, seorang konseli yang
percaya bahwa ibunya selalu mengkritiknya mungkin akan ditanyai apakah ini adalah
distorsi dan apakah dia "terlalu generalisasi" tentang perilaku ibunya.

2.3.5.5 Decatastrophizing.

Konseli mungkin sangat takut akan hasil yang tidak mungkin terjadi. Teknik
yang sering berhasil dengan rasa takut ini adalah teknik "bagaimana-jika". Ini sangat
tepat ketika konseli bereaksi berlebihan terhadap kemungkinan hasil, seperti dalam
kasus ini:

[Konseli:] Jika saya tidak membuat daftar dekan semester ini, semuanya akan berakhir
untuk saya. Saya akan berantakan; Saya tidak akan pernah masuk sekolah hukum.

[Konselor:] Dan jika Anda tidak membuat daftar dekan, apa yang akan terjadi?

[Konseli:] Yah, itu akan mengerikan, saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan.

[Konselor:] Nah, apa yang akan terjadi jika Anda tidak membuat daftar dekan?

[Konseli:] Saya kira itu akan tergantung pada nilai saya nantinya. Ada perbedaan besar
antara mendapatkan semua B dan tidak membuat daftar dekan dan mendapatkan semua
C.

[Konselor:] Dan jika Anda mendapatkan semua B?


25

[Konseli:] Saya kira tidak akan seburuk ini, saya bisa melakukan yang lebih baik di
semester berikutnya.

[Konselor:] Dan jika Anda mendapatkan semua C?

[Konseli:] Itu benar-benar tidak mungkin, saya melakukan jauh lebih baik di kelas saya.
Mungkin akan merusak peluang saya untuk sekolah hukum, tetapi saya mungkin bisa
pulih.

2.3.5.6 Menantang pemikiran semua-atau-tidak sama sekali.

Terkadang konseli menggambarkan segala sesuatu semuanya hitam atau


putih.Konselor menggunakan proses yang disebut penskalaan, yang mengubah dikotomi
menjadi sebuah kontinum. Dengan demikian, nilai dipandang bervariasi dalam
derajatnya.

2.3.5.7 Mendaftar keuntungan dan kerugian.

Terkadang bermanfaat bagi konseli untuk menuliskan kelebihan dan kekurangan


dari keyakinan atau perilaku khusus mereka. Sebagai contoh, seorang siswa dapat
menuliskan keuntungan dari mempertahankan kepercayaan "Saya harus membuat daftar
dekan" dan kerugian dari keyakinan semacam itu. Pendekatan ini agak mirip dengan
penskalaan, karena daftar keuntungan dan kerugian dari suatu kepercayaan membantu
individu menjauh dari posisi semua atau tidak sama sekali.

2.3.5.8 Latihan kognitif.

Penggunaan imajinasi dengan masa yang akan datang itu dapat membantu.
Contohnya seorang wanita mungkin memiliki citra berbicara dengan bosnya, meminta
kenaikan gaji, dan kemudian diberi tahu, "Beraninya kau berbicara padaku tentang hal
ini?" Gambaran tersebut dapat diganti melalui latihan kognitif. Wanita itu dapat
membayangkan dirinya berbicara dengan bosnya dan memiliki wawancara yang
berhasil di mana bos mendengarkan permintaannya. Konselor memintanya untuk
26

membayangkan wawancara dengan bos dan kemudian mengajukan pertanyaan konseli


tentang wawancara yang dibayangkan.

2.4 Pengobatan Kognitif Gangguan Psikologis


Konselor kognitif mungkin telah mengembangkan penjelasan dan perawatan
khususuntuk gangguan psikologis lebih daripada memiliki pendekatan konseling
lainnya.Khusus untuk depresi dan kecemasan umum, dua gangguan yang dijelaskan di
sini,mereka telah memberikan pendekatan terperinci untuk perawatan dan telah dapat
mengujipendekatan-pendekatan ini melalui penerapan hasil penelitian dan untuk
menentukanbahwa perawatan psikologis yang didukung penelitian. Gangguan
lainnyayang dijelaskan di sini termasuk pemikiran obsesif dan penyalahgunaan zat.
Karena tipenyadistorsi kognitif yang dialami konseli dapat bervariasi dalam setiap
gangguan,dan karena ada banyak teknik kognitif, contoh-contoh yang diberikan di
sinitidak dimaksudkan untuk mewakili aplikasi universal konseling kognitif untuk
masing-masingdari empat gangguan ini.
2.4.1 Depresi: Paul

Aplikasi awal konseling kognitif Beck (1967) adalah depresi.Lebih banyak


tulisan dan penelitian telah dikhususkan untuk depresi dalam konseling kognitif
daripada gangguan lainnya. Clark, Beck, dan Alford (1999) menggambarkan secara
menyeluruh alasan mengapa konseling kognirif digunakan untuk melakukan pengobatan
depresi pada buku Fondasi Ilmiah Teori Kognitif dan Konseling Depresi.
Banyak konseptualisasi depresi termasuk triad kognitif, yangmenyediakan
kerangka kerja untuk menerapkan strategi kognitif dan lainnya.Istilah triad kognitif
mengacu pada pandangan negatif yang dimiliki orang yang mengalami depresi pada diri
mereka sendiri, dunia mereka, dan masa depan mereka. Dari segi persepsi diri, orang
depresi melihat diri mereka tidak berharga, kesepian, dan tidak memadai. Dengan cara
yang sama,mereka memandang dunia mereka sebagai satu yang membuat tuntutan sulit
dan menghadirkan hambatanyang membuat mereka tidak memenuhi tujuan mereka.
Ketika mereka melihat masa depan, mereka tertekan dengan memandang hidup mereka
suram, masalah yang mereka alami menjadi sangat buruk dan mereka tidak akan
berhasil. Dengan persepsi seperti itu, orang yang depresi cenderung ragu-ragu,putus asa,
27

lelah, dan apatis. Banyak distorsi kognitif yang dijelaskan dalam bab ini, sertateknik
konseling kognitif, digunakan dalam pengobatan depresi.
Pada bagian ini, dijelaskan strategi perawatan yang disarankan oleh Liese dan
Larson(1995) dalam pendekatan terperinci mereka terhadap pengobatan depresi dengan
Paul. Dipendekatan mereka, mereka membangun hubungan konseling kolaboratif yang
mengarah kekonseptualisasi masalah Paulus, yang meliputi penilaian dasar
nyakeyakinan dan skema kognitif. Mereka kemudian mendidik Paul dengan
menghadirkan informasipenting yang relevan dengan keyakinan dasarnya. Selain itu,
mereka menerapkanMetode Socrates, teknik tiga pertanyaan, dan Harian
(Disfungsional). Catatan Pikiran untuk membantu Paul membuat perubahan dalam
pikiran dan perilaku.
Mengkonseptualisasikan masalah-masalah Paul mencakup diagnosis kejiwaan,
determinasimasalah saat ini, sejarah perkembangan masa kecilnya, dan keyakinan dasar
dan pemikiran otomatisnya. Paul adalah seorang pengacara berusia 38 tahun yang baru-
baru ini mengetahui bahwa dia menderita AIDS. Dia sedih, sulit tidur dan
berkonsentrasi, dan sangat cemas. Menurut Liese dan Larson (1995), ia mengalami
episode depresi berat dengan tingkat keparahan sedang. Sebagai anak tunggal, Paul
diharapkan berprestasi di sekolah dan melakukannya. Sebagai hasil hubungan dengan
orang tua dan di sekolah, Paul berkembang dengan signifikan. Keyakinan tentang
dirinya sendiri: "Aku hanya dicintai bila aku menyenangkan orang lain" dan "Aku
dewasa hanya ketika orang lain mencintaiku "(hlm. 18).
Paul mencari cinta dan persetujuan melalui hubungan seks bebas dengan pria
lain. Perilaku ini mencerminkan upayanya untuk "menghindari perasaan kesepian" (hal.
18). Ketika ia memasuki konseling, perilakunya tercermin dalam keyakinan dasar
tertentu.
"Sekarang, aku benar-benar tidak bisa dicintai dan cacat."
"Aku mengecewakan semua orang yang berarti bagiku."
"Saya pantas mendapatkan AIDS karena perilaku saya." (hal. 18)
Konselor berbagi diagnosa dengan Paul. Peka terhadap kesedihan Paulus dan
ketakutan, konselor itu empatik dengan perasaan Paul. Namun, Paulus terkejut
menemukan struktur tingkat tinggi dalam konseling kognitif. Selama sesi kedua Paulus
28

berkomentar bahwa struktur membuat konseling tampak "baik dari impersonal.


"Dengan banyak dorongan dari konselor, Paulmampu mengakui (kepada konselor):
"Anda tampaknya lebih peduli tentang pemecahan masalah daripada mengetahui
mengenai pribadi saya. "Mereka membahas kepercayaan ini, dan Paul belajar dari
konselornya bahwa keyakinan tersebut mencerminkan membaca pikiran. Paul akhirnya
menyadari dari kehangatan dan empati spontan konselornya bahwa konselornyabenar-
benar peduli padanya. Dia lebih lanjut belajar bahwa struktur konselingakan
berkontribusi secara substansial untuk mendefinisikan masalah dan menyelesaikannya
(hlm. 19).
Untuk membantu Paul dengan depresinya, konselor menggunakan metode Sokrates
(penemuan terbimbing). Dengan cara ini Paulus dapat menyadari bahwa hidupnya
belum berakhir.
[Konselor:] Bagaimana perasaanmu hari ini? (pertanyaan terbuka)
Paul: Cukup tertekan.
[Konselor:] Anda tampak depresi. (refleksi) Apa yang telah Anda pikirkan
tentang? (pertanyaan terbuka)
Paul: Hidupku sepertinya terbuang sia-sia saat ini.
[Konselor:] Apa yang Anda maksud dengan "terbuang"? (pertanyaan terbuka)
Paul: Sepertinya tidak ada yang penting lagi.
[Konselor:] "Tidak ada." (refleksi) ... (jeda panjang) Dapatkah Anda
memikirkan sesuatu yang penting? (pertanyaan terbuka)
Paul: (jeda lama) Curt itu penting, kurasa.
[Konselor:] Anda hanya "menebak"? (refleksi / pertanyaan)
Paul: Oke, Curt benar-benar penting.
[Konselor:] Apa lagi yang penting bagi Anda? (pertanyaan terbuka)
Paul: Saya kira teman-teman saya masih penting bagi saya
Konselor:] Apa yang membuat teman Anda penting bagi Anda? (pertanyaan
terbuka)
Paul: Mereka benar-benar peduli padaku.
[Konselor:] Ketika Anda menganggap penting Anda untuk Curt dan teman-
teman Anda, pemikiran apa yang kamu miliki? (pertanyaan terbuka)
29

Paul: Yah, kurasa hidupku tidak sepenuhnya sia-sia.


[Konselor:] Dan bagaimana perasaan Anda ketika Anda berpikir hidup Anda
tidak sia-sia?(pertanyaan terbuka)
Paul: Agak kurang sedih.
Dalam dialog ini, konselor telah mulai membantu Paul merasakan kelegaan
emosional hanya dengan membimbingnya untuk berpikir tentang hubungannya yang
penting dengan Curt dan teman-temannya. Metode Sokrates memfasilitasi kemampuan
Paulus untuk menemukan pikiran positif, sumber daya, dan kekuatan daripada memiliki
konselor menasihati atau membantah pikiran maladaptif (hlm. 21-22).
Untuk menangani lebih jauh dengan masalah perasaan bahwa hidupnya sia-sia, konselor
menggunakan teknik tiga pertanyaan.

[Konselor:] Anda mengatakan kepada saya beberapa menit yang lalu bahwa
hidup Anda sia-sia. (refleksi) Apa bukti Anda tentang kepercayaan ini?
(pertanyaan 1)
Paul: Saya tidak punya bukti. Saya hanya merasa seperti itu.
[Konselor:] Anda "hanya merasa seperti itu." (refleksi) Bagaimana lagi yang
bisa Anda lihat situasi? (pertanyaan 2)
Paul: Kurasa hidupku tidak sia-sia jika aku masih penting bagi Curt.
[Konselor:] Jika, sebenarnya, Anda tidak penting bagi Curt, apa implikasinya?
tions menjadi? (pertanyaan # 3)
Paul: Saya kira itu bisa ditoleransi jika teman-teman saya tidak meninggalkan
saya.

Dalam interaksi singkat ini, konselor Paul membantunya menjadi lebih objektif
tentang nilainya sendiri. Bahkan, ketika Paulus menyadari bahwa hidupnya memiliki
makna, dia mulai mengalami kelegaan emosional (hlm. 23).
Paul mengungkapkan bahwa pemikiran otomatisnya mengenai konseling adalah:
"Tidak ada harapan. Aku tidak akan mendapat manfaat dari ini." Ini ditulis dalam
otomatis kolom pemikiran. Konselor membantu Paul, menggunakan metode Sokrates,
untuk mengidentifikasi radiokonseling.tanggapan nasional terhadap keyakinannya,
30

"Tidak ada harapan." Dengan bisikan, Paul mengusulkan alternatif, pemikiran yang
lebih adaptif: "Sebenarnya, saya tidak bisa mengatakan dengan pasti bahwa tidak ada
harapan. "" Mungkin ada harapan untukku. "(hlm. 24)
Selain itu, konselor Paul memberikan pekerjaan rumah untuk mengisi jadwal kegiatan
mingguan. Melalui pendekatan konseling kognitif ini, Paul menjadi kurang tertekan dan
menemukan lebih banyak makna dalam hidupnya.
2.4.2 Gangguan Kecemasan Umum: Amy
Dalam menerapkan konseling kognitif pada kecemasan, Beck, Emery, dan
Greenberg (1985)mendiskusikan mengenai peran ancaman. Individu dapat memandang
dunia sebagai ancaman, di manamalapetaka dapat terjadi atau orang mungkin melukai
mereka. Ancaman ini dapat diterapkan pada diri, di mana individu takut untuk
menegaskan diri mereka sendiri atau mencoba mengatasi ancaman atau bahaya.
Pandangan ini mengarah pada pandangan mereka tentang masa depan, di manamereka
percaya bahwa mereka tidak akan mampu menghadapi peristiwa yang mereka anggap
berbahaya. Orang-orang yang cemas cenderung menganggap suatu peristiwa sebagai hal
yang berisiko dan mereka memilikikemampuan minimal.
Freeman dan Simon (1989) mengidentifikasi skema kognitif signifikan dari aksioma
seperti halnya hypervigilance. Individu dengan skema ini biasanya memiliki
sejarahwaspada terhadap lingkungan mereka.
Ketika konseli yang cemas mengalami malapetaka, mereka memikirkan potensi
ekstrem munculnya konsekuensi negatif. Mereka berasumsi bahwa jika sesuatu yang
berbahaya dapat berpotensi. Jika terjadi, ada kemungkinan besar hal itu akan terjadi.
Pada contoh berikut,Distorsi kognitif konseli terhadap bencana diatasi oleh
konselingintervensi decatastrophizing. Dengan menggunakan metode Sokrates,
konselornya membantu membuat konseli menjelaskan ketakutannya secara mendetail
dan kemudian membalas ketakutan itu dengan bertanya, "Apa hal terburuk yang bisa
terjadi?"
Amy dirawat karena dia takut makan dan minum di tempat umum membuat ia
sangat membatasi hidupnya. Ketika dia berencana untuk pergi minum kopi dengan
beberapa teman (termasuk Sarah, seorang wanita yang dia tidak kenal baik), dia telah
mampu berpikir, "Bagaimana jika saya marah dan benar-benar mulai gemetaran?" Dia
31

dan mantan konselor Plored menyimpulkan bahwa kemungkinan terjadinya itu (karena
itu pernah terjadi sebelumnya) tetapi tidak terlalu mungkin (karena dia sangat cemas
dalam beberapa situasi tetapi tidak memiliki episode guncangan yang parah dalam
waktu yang lama). Konselor kemudian pindah untuk mengeksplorasi skenario terburuk
dengan bertanya, "Yah, anggap saja kamu benar-benar kesal sehingga kamu bergetar
lebih keras dari sebelumnya. Apa hal terburuk yang bisa terjadi? "Amy menjawab,"
Sarah mungkin memperhatikan dan bertanya ada apa dengan saya. "Konselor itu
kemudian bertanya," Dan jika dia memperhatikan dan bertanya, apa hal terburuk yang
akan terjadi selanjutnya? "Kali ini yang dipikirkan Amy sedetik dan menjawab, "Yah,
aku akan sangat malu, dan Sarah mungkin akan menilai aku aneh. "Sekali lagi, konselor
bertanya," Dan apa yang terburuk itu bisa terjadi kemudian? "Setelah berpikir lagi, Amy
menjawab," Yah, Sarah mungkin tidak ingin lagi berurusan dengan saya, tetapi orang
lain deperti teman saya mereka mungkin akan mengerti. "Akhirnya, konselor bertanya,"
Dan jika itu benar terjadi? "Amy menyimpulkan," Aku akan merasa malu, tapi aku
punya banyak teman baik, jadi saya akan hidup tanpa Sarah sebagai teman. Selain itu,
jika dia berpikiran sempit, siapa yang butuh lagi pula dia? "(Freeman et al., 1990, p.
144)
Dalam contoh ini, pikiran negatif diidentifikasi dan dimodifikasi melalui pertanyaan.
Terkadang konselor dapat menggunakan citra atau perilaku aktual untuk menantang
ketakutan. Seringkali konselor kognitif menggunakan teknik perilaku relaksasi
pelatihan, bersama dengan metode kognitif lainnya, untuk mengurangi stres individu
atau kegelisahan.
2.4.3 Obsessive Disorder: Electrican
Pendekatan kognitif-perilaku, memaparkan pencegahan untuk mengobati
gangguan obsesif-kompulsif yang menggabungkan obsesi denganritual kompulsif
(seperti memeriksa pintu mobil 20 kali untuk melihat apakah terkunci).Sebagian besar
individu dengan pikiran obsesif (mereka yang selalu dikhawatirkan oleh
konseli)cenderung mencari kepastian dalam situasi yang biasanya diyakini orang
lainaman. Misalnya, orang yang sehat secara fisik yang terobsesi mungkin khawatir
apabila mendapatkan kanker, sedangkan orang lain yang tidak terobsesi cenderung tidak
32

khawatir, melainkan mengatasi masalah tersebut denganmelakukan pemeriksaan fisik


satu atau dua tahun sekali.
Dalam menggambarkan pemikiran otomatis yang tipikal individu dengan
masalah obsesif-kompulsif, Beck, Freeman, dan Associates (2004) mendaftar
sejumlahpemikiran otomatis yang khas.
1. "Bagaimana jika saya lupa mengemas sesuatu?"
2. "Saya lebih baik melakukan ini lagi untuk memastikan saya melakukannya
dengan benar."
3. "Saya harus menyimpan lampu tua ini karena saya mungkin
membutuhkannya suatu hari nanti."
4. "Saya harus melakukan ini sendiri atau itu tidak akan dilakukan dengan
benar" (hlm. 313).
Yang mendasari pemikiran otomatis ini adalah asumsi bahwa Beck et al. (2004)
percaya bahwa individu yang memiliki pikiran obsesif membuat diri mereka sendiridan
dunia mereka.
2.4.3.1 Terlalu melebih-lebihkan ancaman.
Orang dengan gangguan obsesif-kompulsif mungkin berlebihan memperkirakan
kemungkinan bahwa hal-hal buruk dapat terjadi. Misalnya, seseorang mungkin percaya
dia menghadapi banyak bahaya dalam hidupnya. Salah satu metode untuk menangani
ini adalah untuk memeriksa makna pemikiran untuk orang tersebut dan bukan isinya.
2.4.3.2 Intoleransi terhadap ketidakpastian
Memiliki keyakinan bahwa seseorang harus tahu pasti tentang apa yang akan
terjadi adalah kepercayaan umum orang dengan obsesif-kompulsif gangguan. Misalnya,
mereka mungkin berpikir "Jika saya tidak dapat memprediksi apa yang akan terjadi
ketika saya pergi berlibur, saya pasti melakukan sesuatu yang salah. "Melacak
kebutuhan untuk mengetahui apa yang akan terjadi pada liburan dan waktu yang
dihabiskan untuk mencoba mengetahui adalah suatu pendekatan yang mungkin
membantu konseli dan tidak memikirkannya sendiri.
2.4.3.3 Tanggung jawab
Beberapa individu merasa bahwa itu adalah tanggung jawab mereka untuk
dilindungi diri mereka sendiri dan orang lain dari bahaya. Mereka mungkin percaya
33

bahwa jika mereka tidak bersih sangat hati-hati setelah diri mereka sendiri, seseorang
mungkin dirugikan oleh kuman mereka. Ada beberapa metode yang mungkin efektif.
Pertama adalah memeriksa apa yang akan dilakukan terjadi jika orang lain sama
bertanggung jawabnya dengan konseli.
2.4.3.4 Kontrol mental.

Orang dengan gangguan obsesif-kompulsif mungkin merasa bahwa mereka


harus mengendalikan pikiran impulsif atau hal-hal buruk bisa terjadi. Misalnya, jika
seseorang terbang di pesawat dan tidak bisa mengendalikan pikiran mereka bahwa
pesawat itu jatuh, dia mungkin memiliki keyakinan bahwa dia akan menjadi gila. Salah
satu metode adalah menyarankan bahwa konseli berganti hari mencoba mengendalikan
pikiran mereka dan kemudian membandingkan hasil (Clark, 2004).

2.4.3.5 Perfeksionis.

Percaya bahwa masalah memiliki solusi sempurna dan kesalahan bisa tidak
dibuat adalah pandangan perfeksionisme bahwa orang dengan obsesif-kompulsif
ganggua. Misalnya, "Jika saya tidak bisa menjawab semua soal pada tes matematika
dengan benar, saya gagal. "Mencari tahu siapa yang dikagumi dan ditanyakan konseli
kesalahan atau perilaku sempurna orang ini bisa menjadi metode yang bermanfaat untuk
dihadapi perfeksionis.

2.4.3.6 Pikiran yang terlalu penting.

Ini mengacu pada pandangan yang dapat disebabkan oleh pikiran atau
bertanggung jawab atas tindakan (menggabungkan pikiran dan tindakan). "Jika
seseorang berpikir bahwa seseorang mungkin mati, itu bisa menjadi kenyataan "

Bagi orang-orang dengan obsesi, rasa bersalah sering kali muncul karena tidak
melakukan apa-apa. Untuk orang-orang seperti itu, jaminan hampir tidak pernah cukup
danmeredakan kecemasan hanya untuk saat ini, bukan untuk jangka panjang. Meskipun
ada beberapa metode untuk berurusan dengan pemikiran obsesif, satu contoh
spesifikmencirikan pendekatan kognitif: model fusi pemikiran-tindakan. Pendekatan ini
mencoba untuk melawan penghindaran yang digunakan individu dalam
berusahaberurusan dengan pikiran obsesif.
34

Wells menggambarkan beberapa metode untuk meredakan pikiran dari tindakan


dan salah satu langkah pertama adalah membantu konseli meningkatkan
kewaspadaannyaketika fusi tindakan-pikiran sedang terjadi. Dia menggunakan
pendekatan serupa dengan membantu konseli meredakan pikiran dan kejadian.
Berikut ini dialog konselor, ia menggunakan Dialog Sokratesuntuk membantu seorang
pria membedakan antara pikiran dan peristiwa di tempat kerja.
[Konselor:] Berapa lama Anda memeriksa soket daya di tempat kerja?
[Konseli:] Sekitar tiga tahun.
[Konselor:] Pernahkah Anda menemukan bahwa Anda lupa mematikannya?
[Konseli:] Tidak. Saya berkeliling secara sistematis dan mematikannya. Tapi itu
tidak dapat saya hentikan, kemudian saya kembali untuk memeriksa.
[Konselor:] Jadi, meskipun Anda memiliki banyak pengalaman mengatakan itu
kepada Anda pikiran yang meragukan itu tidak benar, Anda masih percaya
bahwa itu benar. Apa yang membuatmu percaya itu?
[Konseli:] Saya tidak tahu. Mungkin saya belum memastikannya dengan benar.
[Konselor]: Ketika Anda kembali memeriksa itu apakah ada bukti untuk itu?
[Konseli:] Tidak.
[Konselor:] Namun Anda terus memeriksa dan terus mengalami masalah. Jadi
apakah dengan memerika kembali, hal tersebut dapat mengatasi masalah Anda?
[Konseli:] Jelas itu tidak membantu sama sekali.
[Konselor:] Jadi mengapa Anda tidak berhenti memeriksa?
Konseli:] Saya merasa tidak nyaman. Saya akan merusak akhir pekan saya.
[Konselor:] Apa yang Anda maksud dengan tidak nyaman?
[Konseli:] Saya akan memikirkan kemungkinan bahwa saya tidak
mematikannya.
[Konselor:] Jadi, Anda masih akan merespons seolah-olah pikiran Anda benar.
Bagaimana jikaAnda menanggapi pikiran Anda secara berbeda, dapatkah itu
membantu?
[Konseli:] Yah, saya sudah mengatakan pada diri sendiri bahwa saya bodoh
memikirkan hal-hal ini.
[Konselor:] Apakah itu menghentikan Anda memikirkan pemikiran itu?
35

[Konseli:] Tidak. Saya menjalani rutinitas memastikan di kepala saya untuk


melihat apakah saya bisaingat semua itu.
[Konselor:] Jadi Anda masih bertindak seolah-olah pikiran Anda benar.
Kedengarannya seperti itumungkin menyebabkan masalah sendiri.
[Konseli:] Terkadang itu membuat saya merasa lebih baik, tetapi jika saya tidak
dapat mengingat dengan jelasmematikan beberapa peralatan, itu berarti saya
akan merasa lebih buruk dan saya akan berakhir untuk kembali memeriksa.
[Konselor:] Jadi, seberapa bermanfaatkah pemeriksaan perilaku atau mental
Anda dalam jangka panjang?
[Konseli:] Saya bisa melihatnya mungkin tidak membantu. Tetapi saya akan
merasa lebih buruk jika saya tidak memeriksanya.
[Konselor:] OKE. Kita dapat menjelajahi kemungkinan itu dalam satu menit.
Tapi saya pikir kitaharus melakukan sesuatu tentang strategi Anda untuk
berurusan dengan pikiran Anda. Kedengarannya seperti pemeriksaan Anda
mungkin menghasilkan lebih banyak keraguandan menjaga masalah Anda tetap
berjalan. (Wells, 1997, hlm. 254-255)
Wells (1997) dan Clark (2004) menggunakan beberapa strategi kognitif lain
untuk membantu konseli meredakan pikiran mereka dari tindakan dan kejadian. Mereka
juga memanfaatkanstrategi paparan dan pencegahan ritual.
2.4.4Penyalahgunaan Zat: Bill

Aplikasi konseling kognitif untuk penyalahgunaan zat adalah menyeluruh dan


kompleks, dijelaskan secara rinci dalam Konseling Kognitif Penyalahgunaan Zat (Beck,
Wright, Newman, & Liese, 1993).Konselor (Liese & Beck, 2000; Liese & Franz, 1996;
Newman, 2008) membahas kemajuan dalam pengobatan kognitif penyalahgunaan zat.
Meskipun pengobatan konseli yang menyalahgunakan obat mengikuti model kognitif
yang agak mirip dengan pengobatan gangguan lain, ada perbedaan yang signifikan.
Hubungan terapeutik mungkin sulit karena konseli mungkin tidak memasuki
pengobatan secara sukarela karena mungkin kegiatan kriminal, memiliki sikap negatif
tentang konseling, dan mungkin mereka tidak mau jujur tentang penggunaan obat. Juga,
konseli mungkin tidak secara sukarela mengungkapkan penyalahgunaan narkoba.
Kadang-kadang mereka mungkin menolak untuk membahas penyalahgunaan zat mereka
36

dan fokus pada masalah lain seperti depresi (Newman, 2008). Konselor harus bertanya
tidak hanya tentang penggunaan tetapi juga tentang tingkat keparahan dorongan untuk
menggunakan (J. S. Beck, 2005). Ketika menetapkan tujuan, konselor tidak hanya fokus
pada bebas narkoba tetapi juga pada bagaimana ini akan menyelesaikan masalah lain,
seperti masalah keuangan dan pekerjaan. Masalah khusus yang unik untuk
penyalahgunaan zat adalah mereka yang berurusan dengan mengidam karena gejala
penarikan dan kurangnya kesenangan yang sebelumnya diberikan oleh obat. Yang
terpenting adalah fokus pada sistem kepercayaan individu.

Mereka yang menyalahgunakan narkoba cenderung memiliki tiga jenis


keyakinan dasar: antisipatif, berorientasi pada pertolongan, dan permisif (Beck et al.,
1993). Keyakinan antisipatif mengacu pada harapan penguatan, seperti "Ketika saya
melihat Andy malam ini, kita akan menjadi tinggi. Bagus!" Keyakinan yang berorientasi
pada pertolongan sering merujuk pada penghilangan gejala karena penarikan psikologis
atau fisiologis. Keyakinan permisif adalah mereka yang merujuk pada gagasan bahwa
boleh saja menggunakan narkoba. Contohnya termasuk "Saya bisa menggunakan
narkoba, saya tidak akan kecanduan" dan "Tidak apa-apa untuk menggunakan ... semua
orang melakukannya." Keyakinan permisif ini menipu diri sendiri dan dapat dianggap
rasionalisasi atau alasan. Keyakinan permisif sangat umum. McMullin (2000) mendaftar
beberapa, bersama dengan komentar terapeutik yang dapat digunakan untuk melawan
pernyataan konseli. "Beberapa minuman baik untukku" (hal. 363) dapat diatasi dengan
"Kapan terakhir kali kamu minum dua minuman apa pun?" (hal. 364). Fokus utama
konseling kognitif adalah untuk menantang dan mengubah berbagai kepercayaan.

Untuk mengubah sistem kepercayaan penyalahguna narkoba, Beck et al. (1993)


menyarankan enam metode: menilai keyakinan, mengarahkan konseli ke model
konseling kognitif, memeriksa dan menguji keyakinan adiktif, mengembangkan
keyakinan kontrol, mempraktikkan aktivasi keyakinan baru ini, dan menugaskan
pekerjaan rumah (hal. 170). Penilaian keyakinan semacam itu datang dari pertanyaan
seperti "Bagaimana Anda menjelaskan ...?" dan "Apa yang kamu pikirkan?" (hal. 170).
Untuk menilai keyakinan lebih lanjut, Beck dan rekan-rekannya telah mengembangkan
kuesioner terkait narkoba, seperti Angket Keinginan Craving, Keyakinan tentang
37

Penyalahgunaan Zat, dan Pikiran Otomatis Tentang Penyalahgunaan Zat. Setelah


penilaian keyakinan menyeluruh, konseli kemudian dapat berorientasi pada model
kognitif spesifik kecanduan.

Sistem kepercayaan yang terkait dengan penyalahgunaan narkoba cenderung


menjadi kuat dan mengakar. Keyakinan semacam itu, termasuk "Ganja itu hebat,"
"Anda tidak bisa melepaskan heroin," dan "Tidak ada yang mengalahkan kokain," dapat
diperiksa dan diuji dengan pertanyaan seperti "Apa bukti Anda untuk keyakinan itu?", "
Bagaimana Anda tahu bahwa kepercayaan Anda itu benar? ", Dan" Di mana Anda
belajar itu? " (Beck et al., 1993, hal. 177). Untuk mengembangkan sistem kepercayaan
kontrol, atau keyakinan baru, untuk menggantikan yang sebelumnya tidak berfungsi,
konselor menggunakan metode Sokrates.

Setelah keyakinan kontrol dikembangkan, mereka kemudian harus dipraktikkan.


Kadang-kadang konselor menggunakan kartu flash untuk memperkuat kepercayaan,
termasuk pesan-pesan seperti "Terbuang-buang bisa membuat saya menjadi rusak" atau
"Ketika saya merokok, saya tidak memiliki kendali atas hidup saya." Konseli
membayangkan keinginan untuk menggunakan obat dan kemudian menggunakan
keyakinan kontrol untuk melawan keinginan tersebut.Mendampingi praktik dalam
menggunakan keyakinan kontrol dalam sesi adalah menugaskan pekerjaan rumah untuk
dilakukan di luar konseling. Kepercayaan kontrol dipraktikkan dalam situasi berisiko
tinggi, seperti berada di sekitar teman yang menggunakan obat.

Meskipun mengubah sistem kepercayaan sangat penting dalam konseling


kognitif penyalahgunaan narkoba, masalah lain juga dibahas. Konselor membantu
konseli mereka menangani masalah seperti reaksi anggota keluarga atau masalah
keuangan.Stres dari tempat kerja atau dari teman-teman yang menyalahgunakan
narkoba juga dapat menambah masalah konseli.Selain itu, ketika bekerja dengan
penyalahgunaan zat, konselormengajarkan metode konseli untuk mencegah dan
mengatasi penyimpangan dalam perawatan. Sepanjang proses pengobatan, metode
Socrates sering digunakan, seperti juga teknik lain yang membantu penyalahguna
narkoba mengubah keyakinan yang menyimpang.
38

Meskipun bagian ini berfokus pada gangguan depresi, kecemasan umum,


pemikiran obsesif, dan penyalahgunaan zat, konseling kognitif telah diterapkan pada
banyak masalah lainnya. Beberapa contoh adalah agorafobia, gangguan stres
pascatrauma, kesedihan, bulimia dan anoreksia, obesitas, narsisme, gangguan
kepribadian ambang, skizofrenia, kepribadian ganda, dan nyeri kronis.

2.5Konseling Kognitif Singkat

Untuk banyak gangguan, seperti depresi dan kecemasan, konseling kognitif


cenderung singkat, biasanya antara 12 dan 20 sesi.Bila memungkinkan, konselor dapat
menemui konseli dua kali seminggu untuk bulan pertama dan kemudian mingguan
selama beberapa bulan berikutnya.Sejumlah faktor mempengaruhi lamanya
psikokonseling, seperti kesediaan konseli untuk melakukan pekerjaan rumah, rentang
dan kedalaman masalah, dan berapa lama konseli memiliki masalah. Untuk narsisistik,
garis batas, dan gangguan kepribadian lainnya, perawatan seringkali memakan waktu
antara 18 dan 30 bulan, dengan pertemuan dua atau tiga kali seminggu selama awal
konseling. Faktor-faktor lain, seperti gaya dan pengalaman konselor dan potensi untuk
kambuh, juga dapat mempengaruhi lama konseling kognitif.

2.6 Tren Saat Ini

Konseling kognitif adalah bidang praktik dan penelitian yang sangat


aktif.Beberapa konselor dan peneliti telah mengembangkan arahan baru dalam
penerapan konseling kognitif yang terkait dengan pekerjaan Aaron Beck.Konseling
kognitif berbasis mindfulness adalah pendekatan kelompok delapan sesi yang dirancang
untuk membantu individu yang mengalami depresi berat mencegah kekambuhan.
Pendekatan lain yang dirancang untuk individu dengan gangguan kepribadian dan
masalah psikologis berat lainnya adalah konseling kognitif yang berfokus pada skema
yang menilai dan mengubah skema kognitif yang signifikan.

2.6.1Konseling Kognitif Berbasis Mindfulness

Konselor kognitif telah menambahkan teknik meditasi mindfulness ke strategi


perawatan mereka untuk berbagai gangguan (Teasdale, Segal, & Williams, 2003).
Pengurangan stres berbasis kesadaran menggunakan filosofi Buddha untuk membantu
39

orang berhubungan lebih efektif dengan pikiran dan perasaan. Hal tersebut tidak fokus
pada mengubah isi pikiran atau perasaan (Salmon et al., 2004). Konseling kognitif
berbasis mindfulness serupa karena tidak berfokus pada mengubah isi pikiran dan
perasaan, tetapi berbeda karena dirancang untuk audiens yang spesifik.

Konseling kognitif berbasis kesadaran adalah metode spesifik pelatihan


kelompok yang digunakan dengan individu yang depresi (biasanya depresi berat) untuk
mencegah kekambuhan. Pendekatan ini berfokus pada bagaimana membantu konseli
mengubah cara mereka memperhatikan pikiran negatif mereka (termasuk perasaan dan
sensasi tubuh). Untuk melakukan ini, mereka membuka pikiran mereka. Decentering
mengacu pada pemahaman bahwa pikiran hanyalah pikiran, bukan realitas (Spiegler &
Guevremont, 2010). Misalnya jika Anda berpikir "Aku malas," itu bukan deskripsi diri
yang akurat; itu adalah pikiran. Dengan mempraktikkan perhatian, Anda dapat menjadi
terasing atau menjauh dari pikiran dan tidak terlibat dalam pikiran. Jika orang yang
depresi menjadi lebih sadar atau memikirkan hal-hal seperti ini, orang tersebut dapat
melihat ini sebagai sinyal bahwa depresi dapat dimulai. Dengan menjadi sadar akan
pemikiran seperti itu, individu dapat mencegah kekambuhannya menjadi depresi
(Spiegler & Guevremont, 2010).

Konseling kognitif berbasis kesadaran adalah program pelatihan kelompok


delapan minggu yang terdiri dari sesi 2 jam (Segal et al., 2002; Segal et al., 2004).
Fokus dari program ini adalah tidak mengendalikan pikiran tetapi melepaskan kendali
atas pikiran, perasaan, dan sensasi tubuh. Dengan menerima pemikiran, perasaan, dan
sensasi ini berubah, konseli menghasilkan perubahan dan mencegah kekambuhan
menjadi depresi.Empat sesi pertama digunakan untuk mengajarkan dan mempraktikkan
cara menghadiri pikiran, perasaan, dan sensasi tubuh dan tidak mengevaluasinya. Empat
sesi terakhir digunakan untuk menghadiri perubahan suasana hati dengan menggunakan
teknik mindfulness. Konseli diajarkan untuk memperhatikan bagaimana pikiran mereka
dapat memengaruhi perasaan mereka secara emosional dan fisik.Menggunakan
pekerjaan rumah, konseli diajarkan untuk menerapkan teknik-teknik ini dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Selain itu, mereka dapat meminta anggota keluarga untuk
membantu dengan metode ini sehingga mereka dapat lebih baik mencegah atau
40

mengganggu kekambuhan menjadi depresi. Penelitian terbatas telah menunjukkan


bahwa konseling kognitif berbasis kesadaran telah membantu dalam mencegah
terulangnya depresi berat.

2.6.2 Konseling Kognitif Berfokus pada Skema

Dikembangkan oleh Jeffrey Young dan rekan-rekannya konseling kognitif yang


berfokus pada skema adalah berasal dari dan melengkapi konseling kognitif Beck.
Namun, ini berbeda dalam beberapa hal. Konseling kognitif yang berfokus pada skema
telah dikembangkan untuk individu dengan kelainan kepribadian seperti kelainan batas,
serta masalah sulit seperti kelainan makan, pelecehan anak, dan penyalahgunaan
zat.Dalam konseling kognitif yang berfokus pada skema, ada lebih banyak penekanan
pada hubungan konseli-konselor. Juga, konselor lebih mungkin untuk mengeksplorasi
skema yang berkembang pada anak usia dini daripada dalam konseling kognitif
tradisional (Spiegler & Guevremont, 2010). Dalam bekerja dengan skema dari masa
kanak-kanak, konselor cenderung menggunakan teknik pengalaman gestalt.

Seperti dijelaskan sebelumnya, skema adalah tema atau cara berpikir yang terdiri
dari seperangkat kepercayaan tentang diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Young
(1994) menjelaskan lima keyakinan inti utama yang mungkin muncul pada masa kanak-
kanak dan menciptakan kesulitan yang mengarah pada gangguan psikologis yang parah.
Ini termasuk pengabaian / ketidakstabilan, ketidakpercayaan / pelecehan, deprivasi
emosional, pertahanan diri / rasa malu, dan isolasi / rasa malu sosial yang dijelaskan
sebagai berikut.

Pengabaian / ketidakstabilan. Ada kesulitan dalam mengembangkan hubungan


saling percaya, karena orang lain dipandang tidak stabil atau tidak dapat diandalkan.

Ketidakpercayaan / penyalahgunaan. Individu mungkin berharap bahwa orang


lain mungkin ingin melukai, menyalahgunakan, menertawakan, atau memanipulasi
mereka.

Kekurangan emosi. Orang lain mungkin mengecewakan konseli dengan tidak


memenuhi kebutuhan mereka akan dukungan emosional dengan memberikan perhatian
atau perlindungan yang memadai.
41

Sikap bertahan / malu. Individu mungkin merasa buruk, tidak dapat dicintai,
atau lebih rendah, yang dapat menyebabkan menjadi peka terhadap kritik, penolakan,
atau menyalahkan. Mereka mungkin sadar diri tentang karakteristik ini.

Isolasi / rasa malu sosial. Mungkin ada perasaan sendirian, tidak menjadi bagian
dari suatu kelompok atau komunitas, dan umumnya berbeda dari yang lain.

Biasanya, skema ini dimulai pada masa kanak-kanak dan berlanjut hingga
dewasa. Ketika skema ini diaktifkan oleh pikiran atau persepsi peristiwa, individu
mungkin merasa cemas atau tertekan, yang mungkin menunjukkan diri mereka dalam
gangguan psikologis.

Salah satu tugas konselor pertama adalah melakukan penilaian terhadap skema
spesifik konseli untuk menentukan tema masalah yang penting bagi konseli.Untuk
melakukan ini, konselor harus terlebih dahulu mengidentifikasi skema yang
menyebabkan masalah.Kedua, konselor mengaktifkan skema dengan menggunakan
perumpamaan atau permainan peran. Seringkali subjek dari perumpamaan atau
permainan peran adalah insiden yang mengganggu yang terjadi di masa kecil. Skema ini
kemudian ditangani dalam fase perubahan konseling.Ketiga, konselor membuat konsep
skema atau tema konseli serta perasaan dan tindakan yang ditunjukkan konseli saat
skema diaktifkan.Terakhir, konselor menjelaskan penilaian skema atau tema untuk
konseli.Ini kemudian menetapkan tahapan untuk perubahan konseling.

Ada beberapa teknik khusus yang dapat digunakan konselor yang berhubungan
langsung dalam bekerja dengan skema.Salah satu contohnya adalah jenis teknik
experiential atau gestalt, dialog skema, di mana peran konseli memainkan "suara" atau
pesan skema.Setelah ini, konseli dapat memainkan peran atau mengartikulasikan
"suara" mereka atau respons yang sehat terhadap skema.Teknik kursi kosong gestalt
digunakan dengan konseli memainkan peran pesan skema di satu kursi dan respons
yang sehat terhadap skema di kursi lainnya. Teknik lain adalah tinjauan hidup di mana
konselor meminta konseli untuk menunjukkan bukti yang mendukung atau membantah
skema tersebut. Teknik yang berfokus pada skema dapat digunakan sebagai tambahan
42

untuk teknik konseling kognitif lainnya. Evaluasi konseling dengan fokus skemaf agak
terbatas, tetapi beberapa penelitian memberikan dukungan untuk pendekatan ini

2.6.3 Manual Perawatan

Beberapa buku diantaranya pengobatan manual, menggambarkan bagaimana


konseling kognitif dapat diterapkan pada populasi tertentu dan gangguan. Beberapa
telah membahas penerapan konseling kognitif untuk gangguan makan, Mengobati
Bulimia Nervosa dan Binge Eating: Manual Konseling Metakognitif dan Kognitif
Terpadu (Cooper, Todd, & Wells, 2009). Buku-buku lain mencakup penerapan
konseling kognitif untuk gangguan kepribadian, seperti Konseling Kognitif untuk
Gangguan Kepribadian: Panduan untuk Dokter (Davidson, 2008). Karena kekhasannya,
merekomendasikan strategi wawancara, protokol, dan kuesioner yang spesifik, ini
berfungsi sebagai manual perawatan. Konseling Kognitif-Perilaku untuk Gangguan
Bipolar (Lam et al., 1999) dan Gangguan Bipolar: Pendekatan Konseling Kognitif
(Newman, Leahy, Beck, ReillyHarrington, & Gyulai, 2001) menunjukkan cara-cara
khusus untuk menangani fase depresi dan manik dari bipolar. depresi. Terkait dengan
pengobatan depresi adalah manual untuk bekerja dengan konseli bunuh diri, Konseling
Kognitif untuk Konseli Bunuh Diri: Aplikasi Ilmiah dan Klinis (Wenzel et al., 2009).
Konseling kognitif juga telah diterapkan pada psikosis, seperti yang diilustrasikan oleh
A Casebook of Konseling Kognitif untuk Psikosis (Morrison, 2001), Konseling
Kognitif Schizophrenia (Kingdon & Turkington, 2005), dan Schizophrenia: Teori
Kognitif, Penelitian, dan Konseling (Beck, Rektor, Stolar, & Grant, 2009). Karena
popularitas konseling kognitif dan jumlah orang yang melakukan studi penelitian, lebih
banyak buku tentang aplikasi untuk gangguan psikologis tertentu cenderung ditulis di
masa depan.

2.7 Menggunakan Konseling Kognitif dengan Teori Lain

Konseling kognitif memiliki komponen perilaku dan afektif yang mengacu pada
teori lain, terutama konseling perilaku dan REBT. Ketika menggunakan konseling
kognitif, banyak perawatan perilaku dimasukkan, seperti paparan in vivo, penguatan
positif, pemodelan, teknik relaksasi, pekerjaan rumah, dan aktivitas
43

bertingkat.Konseling kognitif berbagi dengan konseling perilaku yaitu penekanan pada


hubungan kolaboratif dengan konseli dan penggunaan eksperimen dalam mencoba
pekerjaan rumah perilaku dan kognitif.Istilah cognitivebehavioral digunakan untuk
menggambarkan konselor yang menggabungkan teknik dari ini.Sementara berkaca dari
konseling perilaku untuk pekerjaan mereka, konselor kognitif juga memperhatikan
perasaan dan suasana hati konseli, menggabungkan aspek empati dari konseling yang
berpusat pada orang.Untuk lebih mengintegrasikan pengalaman-pengalaman dan afektif
konseli ke dalam konseling, Fodor (1987) menyarankan menggunakan teknik penerapan
gestalt seperti kursi kosong atau latihan kesadaran. Juga, pendekatan gestalt terhadap
pencitraan menggunakan respons emosional sebagai cara mengakses kognisi untuk
memberikan gambaran umum tentang keyakinan dan untuk membantu konseli
menyadari dampak menyakitkan (Edwards, 1989). Dengan menggunakan metode
perilaku dan gestalt, konselor kognitif membuat perawatan terapeutik mereka lebih
fleksibel dan lebih efektif dalam menangani aspek nonkognitif dari masalah individu.

Konseling kognitif berbagi dengan konseling perilaku emotif rasional (REBT)


banyak teknik dan strategi, tetapi ada beberapa perbedaan penting.Sementara REBT
menantang keyakinan irasional, konseling kognitif membantu konseli mengubah
keyakinan menjadi hipotesis yang dapat mereka lawan.Perbedaan penting lainnya
adalah bahwa konseling kognitif mendekati gangguan psikologis secara berbeda dengan
mengidentifikasi skema dan distorsi kognitif serta perilaku dan perasaan yang umum
untuk setiap gangguan, sedangkan REBT berfokus pada metode untuk mengubah
keyakinan irasional sendiri terlepas dari sifat gangguan psikologis.Meskipun mereka
berbeda dalam pendekatan filosofis terhadap gangguan psikologis, baik praktisi kognitif
maupun REBT cenderung memanfaatkan metode Sokrates dan sengketa dalam
menangani sistem kepercayaan konseli.

Awalnya dikembangkan karena ketidakpuasan Beck dengan konseling


psikoanalitik, konseling kognitif menggunakan beberapa konstruksi psikoanalitik.Baik
konseling kognitif dan psikoanalitik percaya bahwa perilaku dapat dipengaruhi oleh
kepercayaan.Namun, psikoanalisis menekankan pentingnya keyakinan tidak sadar,
44

sedangkan konseling kognitif berfokus pada sistem keyakinan sadar.Konsep pemikiran


otomatis dalam konseling kognitif memiliki kesamaan dengan kesadaran psikoanalisis.

Tidak hanya para ahli konseling kognitif memanfaatkan berbagai teori lain
dalam pekerjaan mereka, tetapi juga para ahli teori lainnya telah banyak memanfaatkan
konseling kognitif. Konseling perilaku dan konseling kognitif berbagi penekanan pada
penilaian terperinci dan bereksperimen dengan metode perubahan.Selain itu, konselor
Adlerian dan konselor perilaku emotif rasional menekankan metode kognitif Beck
dalam pendekatan mereka dan memanfaatkan banyak strategi kognitif.Juga konselor
yang menggunakan teori-teori lain mungkin tidak menggunakan penilaian kognitif
terperinci dalam pekerjaan mereka, tetapi dapat memeriksa distorsi kognitif konseli
mereka dan menggunakan teknik kognitif, seperti dekatastrofasi, untuk membantu
membawa perubahan.Konseling kognitif yang dimulai pada 1960-an telah cepat popular
dengan demikian integrasi ke dalam konseling lain kemungkinan akan berlanjut.

2.8 Penelitian

Butler dan JS Beck (2001) mengulas 14 meta-analisis pada konseling kognitif


yang mencakup 325 studi dan 9.138 individu.Meta-analisis mencakup beberapa
gangguan psikologis dan memiliki banyak temuan, yang paling signifikan adalah bahwa
konseling kognitif memberikan bantuan kepada mereka yang menerima pengobatan
berbeda dengan mereka yang menerima kondisi kontrol lainnya. Tanpa ragu, upaya
terbesar telah dicurahkan untuk penelitian tentang depresi. Beberapa meta-analisis pada
penelitian tentang metode yang efektif untuk mengobati depresi disajikan di sini, seperti
dua studi yang membandingkan konseling kognitif dengan perawatan lain. Selain itu,
penelitian tentang efektivitas konseling kognitif sebagai pengobatan untuk kecemasan
umum dan gangguan obsesif dijelaskan.Ulasan penelitian dalam bagian ini sangat
singkat dan tidak mengeksplorasi penerapan konseling kognitif untuk gangguan
psikologis lainnya. Perawatan untuk ketiga gangguan ini dianggap sebagai perawatan
psikologis yang didukung penelitian.

2.8.1 Penelitian tentang Depresi


45

Dalam meta-analisis yang memeriksa 58 investigasi, Robinson, Berman,


dan Neimeyer (1990) menemukan bahwa konseli yang depresi mendapat banyak
manfaat dari psikokonseling, dengan keuntungan yang sebanding dengan
farmakokonseling. Gloaguen , Cottraux , Cucherat , dan Blackburn (1998) meninjau 72
studi orang dewasa menggunakan uji klinis acak. Mereka menyimpulkan bahwa
konseling kognitif membantu konseli secara signifikan lebih baik bila dibandingkan
dengan daftar tunggu, antidepresan, dan konseling lain-lain. Konseling kognitif untuk
depresi tidak menghasilkan hasil yang jauh lebih baik daripada konseling
perilaku. Mempelajari remaja, konseling kognitif ditemukan lebih unggul daripada
daftar tunggu, relaksasi, dan konseling suportif pada akhir pengobatan dan dalam tindak
lanjut 6-12 minggu dalam 13 studi ( Reinecke , Ryan, & DuBois, 1998). Selain itu,
penelitian skala besar — Pengobatan untuk Remaja dengan Studi Depresi (TADS) —
telah menunjukkan bahwa menggabungkan pengobatan farmakologis dengan metode
kognitif dan perilaku dapat efektif dalam membantu remaja yang depresi (Ginsburg,
Albano, Findling , Kratochvil , & Walkup, 2005) . 

Membandingkan konseling yang berpusat pada orang dengan konseling kognitif


dalam sampel 65 konseli Perancis, Cottraux et al. (2009) menemukan bahwa konseli
dalam konseling kognitif dipertahankan dalam konseling lebih lama dan menunjukkan
peningkatan jangka panjang yang lebih baik pada tindakan global dibandingkan dengan
mereka yang menggunakan konseling yang berpusat pada orang. Juga, mereka yang
dalam konseling kognitif menunjukkan peningkatan sebelumnya dalam merasakan
harapan dan bertindak kurang impulsif daripada mereka yang dalam konseling yang
berpusat pada orang. Konselingkognitif telah terbukti membawa perubahan dalam
pemikiran otomatis, sikap disfungsional, dan keyakinan irasional.

2.8.2Penelitian tentang Gangguan Kecemasan Umum

Hollondan Beck (1994) menyimpulkan bahwa konseling kognitif berhasil dalam


mengurangi persepsi individu tentang ancaman dan mengurangi tingkat
kesusahan. Mereka melaporkan bahwa konseling kognitif lebih efektif daripada
konseling perilaku atau farmakologis, terutama dalam mempertahankan perubahan
terapeutik dari waktu ke waktu. Salah satu alasan mengapa konseling kognitif lebih
46

unggul daripada konseling perilaku dalam bekerja dengan gangguan kecemasan umum
adalah bahwa ada beberapa perilaku target spesifik untuk difokuskan pada konseling
perilaku, sedangkan konseling kognitif dapat fokus pada kognisi terdistorsi mengenai
keyakinan terkait dengan ancaman. Namun, meta-analisis dari lima studi yang
membandingkan konseling kognitif dengan konseling relaksasi menemukan bahwa
keduanya membantu dalam pengobatan gangguan kecemasan umum
( Siev & Chambless, 2007). Sebuah meta-analisis dari 16 studi tentang pengobatan
gangguan kecemasan umum menunjukkan bahwa konseling perilaku kognitif secara
signifikan lebih efektif daripada kondisi daftar tunggu (Gould, Safren , Washington, &
Otto, 2004). Juga, menggabungkan konseling kognitif dengan konseling perilaku lebih
efektif daripada konseling perilaku saja. Perawatan difokuskan pada membantu konseli
mentolerir ketidakpastian, menantang keyakinan yang salah tentang kekhawatiran, dan
meningkatkan pendekatan mereka untuk memecahkan masalah yang berkontribusi
terhadap kecemasan. Sebuah tinjauan kemanjuran gangguan kecemasan umum dan
gangguan kecemasan lainnya memberikan bukti untuk efektivitas konseling kognitif
(McManus, Gray, & Shafran , 2008).

2.8.3 Penelitian tentang Gangguan Obsesif Kompulsif


Clark (2005) percaya bahwa konseling kognitif dapat berguna dalam pengobatan
gangguan obsesif-kompulsif.Hal ini dikonfirmasikan
oleh Whittal , Robichaud , Thordarson , dan McLean (2008), yang melakukan studi
tindak lanjut selama 2 tahun yang membandingkan konseling kognitif kelompok dengan
paparan kelompok plus pencegahan respons. Sebagian besar skor pada skala Yale-
Brown Obsessive Compulsive lebih rendah untuk kelompok yang terpapar plus
pencegahan daripada konseling kognitif. 

Dalam mengobati perenungan obsesif, Salkovskis dan Westbrook (1989)


mengemukakan bahwa obsesi dapat dibagi menjadi pemikiran obsesif dan ritual
kognitif. Menggunakan metode yang agak mirip dengan paparan dan pencegahan ritual,
mereka menyarankan metode untuk mencegah konseli dari terlibat dalam ritual
kognitif. Menindaklanjuti studi pendahuluan oleh Salkovskis dan
Westbrook, Freeston et al. (1997) mempelajari 29 konseli dengan pikiran obsesif tetapi
47

tidak melakukan ritual kompulsif. Mereka menggunakan prosedur yang mirip


dengan Salkovskis dan Westbrook, menemukan bahwa pengobatan itu efektif pada
konseli setelah 6 bulan follow-up. Manual ( McGinn & Sanderson, 1999)
menggabungkan pekerjaan pada paparan / pencegahan ritual dan pendekatan Beck
dan Salkovskis untuk restrukturisasi kognitif dalam mengobati gejala obsesif-kompulsif.

2.8.4 Masalah gender


Dalam menyikapi penerapan konseling kognitif pada wanita, Davis
dan Padesky (1989) dan Dunlap (1997) menjelaskan bagaimana isu-isu gender dapat
dimasukkan dalam menangani masalah-masalah wanita. Demikian pula, teori skema
gender Bem (1981) dapat digunakan untuk memahami bagaimana skema gender
berinteraksi dengan skema lain dalam memahami masalah psikologis. Dalam analisis
mereka tentang distorsi kognitif yang umum bagi wanita, Davis dan Padesky (1989)
menggambarkan masalah yang berkaitan dengan menilai diri sendiri, merasa terampil,
dan merasa bertanggung jawab dalam hubungan, kekhawatiran yang mungkin terjadi
dalam masalah citra tubuh, hidup sendiri, hubungan dengan pasangan. , peran
pengasuhan, masalah pekerjaan, dan viktimisasi. Bagi Davis dan Padesky , keuntungan
dari konseling kognitif adalah mengajarkan konseling kepada konseli untuk membantu
diri mereka sendiri dan mengambil tanggung jawab untuk mengenali skema-diri negatif
yang mengganggu menjadi mandiri dan kuat. Berkenaan dengan mengobati wanita yang
mengalami depresi.

Konseling kognitif juga dapat membantu pria karena beberapa fitur, termasuk
penekanan pada pemecahan masalah ( Mahalik , 2005). Pria mungkin lebih nyaman
dengan penekanan konseling kognitif pada pikiran daripada emosi. Ini mungkin
terutama berlaku bagi pria yang enggan mengekspresikan diri secara emosional. 

Konseling kognitif juga telah diterapkan pada gay dan lesbian (Martell, 2008;
Martell, Safren ,& Prince, 2004) yang berurusan dengan masalah "keluar" (siapa yang
ingin bercerita tentang menjadi gay, bagaimana cara mengatakan, dan kapan memberi
48

tahu ), depresi, kecemasan, dan masalah hubungan. Martell et al. (2004)


menggabungkan konseling kognitif dengan konseling perilaku dalam pengobatan
berbagai masalah. Mereka juga menyediakan sumber daya untuk konselor yang bekerja
dengan konseli gay dan lesbian. Buku-buku tentang seksualitas dan proses keluar bisa
sangat membantu pria gay yang berurusan dengan orang lain untuk belajar tentang
subkultur gay dan untuk mengintegrasikan keyakinan mereka sendiri tentang
seksualitas. Karena ada banyak informasi yang salah tentang menjadi gay dan potensi
rasa malu karena menjadi gay, proses konseling dapat dilanjutkan secara bertahap,
dengan konseli mengambil tanggung jawab untuk siapa, kapan, dan bagaimana cara
mengatakan tentang menjadi gay (Martell, 2008). Karena diskriminasi sosial terhadap
kaum gay dan lesbian, penting untuk memiliki wawasan tentang perlakuan kognitif dan
perilaku dari gangguan psikologis yang berdampak pada konseli gay dan lesbian.

2.8.5 Masalah Multikultural


Sama seperti nilai-nilai dan keyakinan gender dapat dilihat dalam konseling
kognitif sebagai skema gender, demikian pula nilai-nilai dan kepercayaan budaya dapat
dipandang sebagai skema budaya. Menghadiri kepercayaan spiritual konseli dan nilai-
nilai mereka yang merupakan bagian dari pernyataan mereka tentang diri mereka sendiri
dapat menjadi bagian penting dari konseling kognitif. Hodge (2008) menggambarkan
hal ini dengan menerapkan nilai-nilai spiritual yang penting bagi konseli Islam dan
kepercayaan yang penting bagi konseli Kristen ketika menggunakan konseling
kognitif. Namun, kepercayaan lain seperti filsafat Buddha juga dapat memperkaya
metode yang digunakan konselor kognitif (Dowd & McCleery , 2007). Konseling
kognitif berfokus tidak hanya pada sistem kepercayaan tetapi juga pada perilaku dan
perasaan, menyediakan kerangka kerja yang luas untuk menangani masalah
multikultural. Pendekatan semacam itu sering menangkal stigma penyakit mental yang
mungkin dimiliki orang yang tidak mengenal budaya psikokonseling. 

2.8.6 Konseling Kelompok


Dalam konseling kelompok kognitif, perubahan terapeutik datang bukan sebagai
hasil dari wawasan yang muncul dari interaksi kelompok tetapi sebagai hasil dari
49

konseli memanfaatkan strategi perubahan yang konsisten dengan model kognitif. White


(2000b) menggunakan deskripsi ini untuk menjelaskan pendekatan kognitif:

“ Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang diri Anda, kami ingin
dapat melacak pikiran, perasaan, dan perilaku Anda yang berkelanjutan. Inilah yang
disebut menggunakan model kognitif. Semakin Anda dapat mengenali reaksi langsung
ini dari pihak Anda, pengalaman Anda mungkin akan lebih masuk akal bagi Anda dan
Anda akan dapat menentukan di mana Anda ingin melakukan perubahan. ”

Pendekatan kognitif untuk setiap sesi kelompok cenderung berpusat pada


perubahan spesifik, terstruktur, dan berorientasi pada masalah. Dengan demikian, akan
tepat sebelum setiap sesi untuk menggunakan ukuran perubahan, seperti Beck
Depression Inventory, untuk memantau alternatif dan gejala. Demikian pula, intervensi
kognitif dalam kelompok cenderung spesifik dan, seperti yang ditunjukkan selanjutnya,
untuk menekankan melatih kognisi dan perilaku. Beberapa kelompok kognitif mungkin
menggunakan jenis teknik tertentu, seperti penyelesaian masalah, sedangkan yang lain
mungkin dirancang untuk membantu orang dengan gangguan yang sama, seperti
depresi.

Metode penerapan konseling kelompok kognitif untuk depresi agak


menggambarkan pendekatan umum yang diambil untuk konseling kelompok oleh
konselor kognitif (White, 2000a). Agar konseling kelompok kognitif berhasil,
kekompakan kelompok dan fokus tugas harus ada. Kekompakan mengacu pada melihat
ke depan untuk berhubungan dengan anggota lain, untuk memikirkan mereka di antara
sesi, dan memiliki belas kasihan untuk anggota lain. Fokus tugas adalah salah satu yang
berupaya menyelesaikan masalah. Untuk mewujudkan fokus dan kohesi tugas, konselor
harus memodelkan partisipasi dan kolaborasi. Konselor ini mungkin mengambil peran
mengarahkan, bukan dalam arti memberi tahu anggota kelompok apa yang harus
dilakukan tetapi dalam arti mengatur kelompok. Beberapa konselor kelompok kognitif
melakukan kelompok berdiri dan menulis catatan di papan tulis. Tema yang
kemungkinan muncul dan ditangani oleh konseli dan konselor adalah kehilangan
(kehilangan energi, kehilangan nafsu makan, kehilangan hubungan), kemarahan atau
lekas marah, dan rasa bersalah karena tidak memenuhi tanggung jawab.
50
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konseling kognitif ditemukan oleh Aaron Beck pada tahun 1960-an. Teori
konseling kognitif iniberpendapat bahwa selama perkembangan kognitifnya, konseli
belajar kebiasaan-kebiasaan yang tidak tepat untuk memproses dan menginterpretasi
informasi.Dalam teori konseling kognitif disebutkan bahwa pemikiran otomatis yang
mungkin tidak disadari oleh individu dapat menjadi signifikan dalam pengembangan
kepribadian.

Dalam konseling kognitif pembentukan hubungan terapeutik yang penuh perhatian


sangat penting. Konseling kognitif menekankan pendekatan yang cermat terhadap perincian
dan peran proses berpikir dalam perubahan perilaku dan afektif. Karakteristik konseling
kognitif adalah bahwa konselor dan konseli berkolaborasi untuk mencapai tujuan konseli
dengan menggunakan format yang memungkinkan umpan balik dan diskusi tentang
kemajuan konseli. Dalam penilaian konselng kognitif konselor kognitif menggunakan
teknik penilaian, termasuk wawancara konseli, pemantauan diri, pengambilan sampel
pemikiran, penilaian keyakinan dan asumsi, dan kuesioner laporan diri. Proses konseling
kognitif lebih terstruktur, diawali dengan sesi yang berhubungan dengan masalah konseli,
lalu pengembangan hubungan kolaboratif antara konselor dan konseli.
Menurut konseling kognitif, terdapat beberapa gangguan psikologis diantaranya
Depresi: Paul, Gangguan Kecemasan Umum: Amy, Obsessive Disorder: Electrican,
Penyalahgunaan Zat: Bill. Untuk banyak gangguan, seperti depresi dan kecemasan,
konseling kognitif cenderung singkat, biasanya antara 12 dan 20 sesi.Konseling kognitif
berbasis mindfulness adalah pendekatan kelompok delapan sesi yang dirancang untuk
membantu individu yang mengalami depresi berat mencegah kekambuhan.Seperti halnya
konseling lainnya, konselig kognitif membutuhkan konselor yang yang konsisten. Hal ini
dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan konseli yang memiliki latar belakang budaya
beragam.

53
54

3.2 Saran

Di dalam makalah ini telah dibahas mengenai konseling kognitif. Dengan


adanya makalah ini diharapkan setiap individu dapat memahami mulai dari sejarah
konseling kognitif sampai konseling kelompok agar dapat menambah wawasan
yang lebih luas mengenai konseling kognitif.
Untuk konselor diharapkan mampu lebih memahami mengenai konseling
kognitif agar lebih profesional dalam melakukan proses konseling kognitif terhadap
konseli. Dengan pemahaman yang luas mengenai konseling kognitif ini, proses
konseling yang dijalankan akan dapat berjalan dengan lancar dan mampu mencapai
tujuan yang diinginkan bersama.
55
DAFTARRUJUKAN

Sharf, Richard S. 2012. Theories of Psychotherapy and Counseling: Concepts and Cases
5th edition. United States of America : Cengage Learning.

55

Anda mungkin juga menyukai