Anda di halaman 1dari 26

PENILAIAN DAN INTERVENSI KLINIS

OLEH :

KELOMPOK 4

Ayu Paramita Lestari 20090000156


Putu Ayu Febby Pramestya Dewanggi 20090000157
M.Lutfi Abdillah 20090000161
Ike Oktaviani Putri 20090000162
Nikodemus Wahyu Saputra 20090000168
Richardo Nobel Geofani Gunawan 20090000181

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MERDEKA MALANG

TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmatNya
makalah yang berjudul “Penilaian Dan Intervensi Klinis” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Adapaun makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah psikologi klinis.

Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat banyak bantuan, masukan, bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dan perlu pendalaman lebih lanjut.

Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi
kesempurnaan karya tulis ini. Penulis berharap semoga gagasan pada makalah ini dapat
bermanfaat.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………………………..…………….…2

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………………..……….….4

A. Latar Belakang……………………………………………………………………………………………………..………...4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................5
C. Tujuan…………………….………………………………………………………………………………………………………5

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………………………………..6

A. Intervensi Psikoanalisis……………………………………………….………………………………………………….6
B. Intervensi Behavioral……………………………………………………………………………………………………..8
C. Intervensi Kognitif…………………………………………………………………………………………………………12
D. Intervensi Humanistik-Eksistensial Dan Fenomenologis………………………………………………..15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………………………………………………………….24
B. Saran…………………………………………………………………………………………………………………………..24

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………………………………….25

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Psikologi klinis adalah fungsi utama promosi, pencegahan, evaluasi, diagnosis, dan perawatan
masalah mental. Lebih khusus lagi, seorang psikolog klinis harus melakukan diagnosa gangguan
mental, mengembangkan program intervensi melalui teknik dan prosedur psikoterapi, serta
memberikan saran profesional. Sedangkan Menurut Witmer (1912), psikologi klinis merupakan
metode yang digunakan untuk daoat mengubah dan mengembangkan jiwa seseorang berdasar pada
hasil dari observasi serta eksperimen yang menggunakan teknik penanganan pedagosis. Dan dalam
materi ini kita akan membahas penilaian dan intervensi klinis.
Penilaian adalah sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dan dalam hal
apa, bagaimana ketercapaian tujuan, apa dan bagaimana yang belum tercapai dan apa yang menjadi
penyebabnya, serta apa tindak lanjutnya. Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis mengenai
respon manusia terhadap kondisi kesehatan/proses hidup tehadap respon individu, keluarga atau
komunitas terhadap masalah kesehatan yang membutuhkan intervensi.

Sedangkan pengertian Intervensi merupakan tindakan dan perbuatan di mana masalah terganggu,
dipengaruhi, dan bahkan dikendalikan oleh pihak lain untuk mencapai tujuan tertentu, Intervensi
sendiri dilakukan dengan tujuan preventif, kuratif, promotif maupun edukatif. Pengertian
intervensi menurut ahli, Menurut Gordon (1994), pentingnya intervensi adalah intervensi
dokter/perawat, yang dilakukan untuk mendukung penyembuhan pasien seperti sebelumnya.
Untuk pengertian intervensi psikologi klinis adalah usaha untuk mengubah kehidupan yang sedang
berjalan dengan cara tertentu bisa dilakukan seperti melakukan psikoterapi, dan rehabilitasi.

4
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan intervensi psikoanalisis ?


2. Apa yang dimaksud dengan intervensi behavioral ?
3. Apa yang dimaksud dengan intervensi kognitif ?
4. Apa yang dimaksud dengan intervensi humanistik-eksistensial dan fenomenologis ?

C. Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini untuk memberitahu kepada pembaca mengenai penilaian dan
intervensi klinis dalam mata kuliah psikologi

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Intervensi Psikoanalisis

Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya,
sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Teori psikoanalisis merupakan teori yang
berusaha untuk menjelaskan tentang hakikat dan perkembangan kepribadian manusia. Unsur-
unsur yang diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-aspek internal lainnya.
Teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari
aspek-aspek psikologis tersebut, yang pada umumnya terjadi pada anak-anak atau usia dini.
Memasuki dunia Freud berarti memasuki wilayah motivasi, gairah, perasaan salah yang
dipendam, keinginan yang tidak terungkap, dan konflik antara keninginan dan kewajiban yang
tidak disadari. Menurut Freud kekuatan – kekuatan tidak terlihat ini memiliki kendali yang jauh
lebih besar terhadap kepribadian kita dibandingkan dengan niat yang disadari. Menurut Freud,
kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yaitu sadar (conscious), prasadar (preconscious),
dan tak sadar (unconscious). Sampai dengan tahun 1920an, teori tentang konflik kejiwaan hanya
melibatkan ketiga unsur tersebut. Baru pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model
struktural yang lain, yaitu das Es, das Ich, dan das Ueber Ich. Struktur baru ini tidak mengganti
struktur lama, tetapi melengkapi gambaran mental terutama dalam fungsi dan tujuannya
(Awisol, 2005:17) Freud berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu sistem yang terdiri
dari 3 unsur, yaitu das Es, das Ich, dan das Ueber Ich (dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan
the Id, the Ego, dan the Super Ego), yang masing memiliki asal, aspek, fungsi, prinsip operasi, dan
perlengkapan sendiri. Dinamika kepribadian, menurut Freud, adalah bagaimana energi psikis
didistribusikan dan dipergunakan oleh das Es, das Ich, dan das Ueber Ich. Freud menyatakan
bahwa energi yang ada pada individu berasal dari sumber yang sama yaitu makanan yang
dikonsumsi. Bahwa energi manusia dibedakan hanya dari penggunaannya, energi untuk aktivitas
fisik disebut energi fisik, dan energi yang dunakan untuk aktivitas psikis disebut energi psikis.

6
Freud menyatakan bahwa pada mulanya yang memiliki energi hanyalah das Es saja. Melalui
mekanisme yang oleh Freud disebut identifikasi, energi tersebut diberikan oleh das Es kepada
das Ich dan das Ueber Ich.

Dasar utama psikoanalisis adalah ketidaksadaran, ialah bahwa seseorang terganggu jiwanya
karena terdapat represi atau pengalaman atau ingatan yang mencemaskan ke alam tak sadar.
Dalam pandangan psikoanalisis, gangguan kejiwaan terjadi karena ada ketidaksejalanan atau
ketidakharmonisan antara tiga komponen kepribadian, yaitu id, ego, dan superego. Dua metode
atau teknik utama yang dilakukan freud dalam melaksanakan terapi, yaitu asosiasi bebas
(mengungkapkan semua apa yang dialami oleh klien) dan analisis impian. Kedua, perspektif
fenomenologis dan humanistik-eksistensial. Tokoh yang sangat terkenal dari teori ini yaitu Carl
Rogers. Pendekatan ini lahir sebagai reaksi atas anggapan dasar psikoanalisis, bahwa setiap hal,
termasuk psikopatologi maupun ketidakmampuan fungsional disebabkan oleh kejadian-kejadian
yang dihayati buruk di masa lalu. Kejadian-kejadian buruk atau kegagalan-kegagalan berakar dari
pelaksanaan peran yang salah kekuatan-kekuatan dalam atau konflik-konflik intrapsikhik. Melalui
terapi ia dapat belajar untuk memahaminya, dan melalui penyadaran atau insight akan timbul
pembebasan dari permasalahan yang tersembunyi, simtom-simtom, dan kegagalan untuk hidup
produktif, kehidupan penuh makna. Dalam pendekatan ini, Rogers menggunakan metode Client-
centered Therapy. Ketiga, terapi perilaku. Beberapa tokoh yang terkenal dari pendekatan ini,
Skinner dan Pavlov. Beberapa jenis terapi perilaku yang banyak digunakan orang, yaitu relaksasi
(bukan terapi perilaku yang spesifik, karena dalam banyak terapi, latihan relaksasi ini sering pula
digunakan sebagai pengantar), desensitisasi sistematis (prinsip kontra pembiasaan belajar,
terutama dalam rangka menghilangka kecemasan dan kadang-kadang juga ketakutan),
pembiasaan operan (aplikasi prinsip penguatan negatif dan positif, penguatan atau
reinforcement adalah upaya agar apa yang telah dicapai atau dimiliki dapat dipertahankan atau
ditingkatkan), modelling (teori mengenai belajar melalui pengamatan atau sering disebut belajar
social). Pada prinsipnya, terapis memperlihatkan model yang tepat untuk membuat klien dapat
meniru bagaimana ia seharusnya melakukan upaya menghilangkan perasaan dan pikiran yang
tidak seharusnya dari orang lain yang disebut model itu. Jenis terapi perilaku selanjutnya yaitu,
pelatihan asersi (melatih kemampuan untuk mengekspresikan apa ada dalam diri seseorang

7
secara mandiri dan tegas serta memuaskan, rasional, dan juga tanpa mengagresi maupun
mengikuti orang lain), dan yang terakhir biofeedback (teknik yang digunakan untuk pembiasaan
perilaku otomatis manusia).

B. Intervensi Behavioral

Merupakan sebuah terapi perilaku mendasari pandangan dari adanya aliran behaviorisme, dalam
hal ini menitikberatkan dalam pengaruh lingkungan yang dijadikan sebuah faktor untuk
pendefinisian, karena terdapat berbagai cara terapi tingkah laku yang berbeda-beda di
dalam pendekatan behavior dalam psikologi klinis.

Terapi Perilaku

Setelah menjelajahi terapi wawasan pendekatan psikodinamik dan humanistik — saya beralih ke
terapi yang mengambil pendekatan yang sangat berbeda untuk mengurangi masalah orang dan
meningkatkan penyesuaian mereka: terapi perilaku, yang menawarkan strategi berorientasi
tindakan untuk membantu orang mengubah apa yang mereka lakukan (Kazdin, 2002; Spiegler &
Guevremont, 2003). Terapi perilaku menggunakan prinsip belajar untuk mengurangi atau
menghilangkan perilaku maladaptif. Terapis perilaku tidak mencari konflik bawah sadar, seperti
psikodinamika. Terapis melakukannya, atau mendorong individu untuk mengembangkan
persepsi yang akurat tentang perasaan dan diri mereka, seperti yang dilakukan terapis
humanistik. Sebaliknya, terapis perilaku berasumsi bahwa gejala maladaptif yang nyata adalah
masalahnya (Sloan & Mizes, 1999). Individu dapat menyadari mengapa mereka mengalami
depresi dan masih mengalami depresi, kata terapis perilaku. Terapis perilaku mencoba untuk
menghilangkan gejala atau perilaku depresi itu sendiri daripada mencoba membuat individu
mendapatkan wawasan atau kesadaran mengapa mereka mengalami depresi (Forsyth &
Savsevitz, 2002; Lazarus, 1996). Terapi perilaku awalnya didasarkan hampir secara eksklusif pada
prinsip-prinsip pembelajaran pengkondisian klasik dan operan, tetapi mereka telah menjadi lebih
beragam dalam beberapa tahun terakhir (McKay & Tryon, 2002). Ketika teori kognitif sosial
semakin populer, terapis perilaku semakin memasukkan pembelajaran observasional, faktor
kognitif, dan instruksi diri dalam upaya mereka untuk membantu orang dengan masalah mereka
(Maultsby & Wirga, 1998; Tracy, Sherry, & Albright, 1999).

8
Teknik Berdasarkan Pengkondisian Klasik

Tokoh yang terkenal pada pendekatan ini adalah Pavlov yang menggunakan anjing sebagai objek
eksperimennya. Kemudian Watson menggunakan tikus dan suara keras. Pada prakteknya,
pendekatan ini efektif untuk menangani perilaku mengompol pada anak (nocturnal enuresis).
Terapinya dengan menggunakan bantalan yang dipasang bel, bila bantalan basah bel berbunyi
menimbulkan kaget pada anak. Sehingga anak akan berusaha tidak ngompol supaya tidak kaget
dengan suara bel. Beberapa perilaku, terutama ketakutan, dapat diperoleh atau dipelajari
melalui pengkondisian klasik. Jika ketakutan seperti itu bisa dipelajari, mungkin ketakutan itu juga
bisa dihilangkan (Taylor, 2002). Jika seseorang telah belajar untuk takut pada ular atau ketinggian
melalui pengkondisian klasik, mungkin individu tersebut dapat menghilangkan rasa takutnya
melalui pengkondisian balik.

Joseph Wolpe (1958, 1982) dan Hans Eysenk (1982) lebih menekankan hubungan stimulus yang
dikondisikan dan tidak dikondisikan, tanpa menolak pentingnya reinforcement dan punishment
untuk membentuk perilaku. Dalam pendekatan ini, behavioris mencoba untuk memahami dan
mengurangi penderitaan yang dialami oleh manusia, khususnya yang berkaitan dengan
kecemasan.

Dua jenis counterconditioning:

1. Desensitisasi sistematis adalah metode terapi perilaku berdasarkan pengkondisian klasik yang
mengobati kecemasan dengan membuat orang tersebut mengasosiasikan relaksasi yang
mendalam dengan situasi yang menghasilkan kecemasan yang semakin intens (Wolpe. 1963).
Pertimbangkan ketakutan umum untuk mengikuti ujian. Menggunakan desensitisasi sistematis,
terapis perilaku pertama-tama bertanya kepada orang tersebut aspek mana dari situasi yang
ditakuti yang paling dan paling tidak menakutkan. Kemudian terapis perilaku mengatur keadaan
ini secara berurutan, dalam hierarki desensitisasi. Langkah selanjutnya adalah mengajarkan klien
untuk mengenali adanya kontraksi atau ketegangan otot di berbagai bagian tubuh mereka dan
kemudian bagaimana berkontraksi dan mengendurkan otot yang berbeda. Setelah individu rileks,
terapis meminta mereka untuk membayangkan stimulus yang paling tidak ditakuti dalam
hierarki. Terapis menaikkan daftar item, dari yang paling tidak ditakuti hingga yang paling

9
ditakuti, sementara klien tetap santai. Akhirnya, individu dapat membayangkan keadaan yang
paling menakutkan tanpa rasa takut-dalam contoh kita, kertas ujian menghadap ke bawah di atas
meja. Individu belajar untuk bersantai sambil memikirkan ujian alih-alih merasa cemas.

2. Pengkondisian permusuhan (aversive conditioning) terdiri dari pasangan berulang dari perilaku
yang tidak diinginkan atau dengan rangsangan permusuhan untuk mengurangi imbalan perilaku.
Pengkondisian permusuhan digunakan untuk mengajar orang menghindari perilaku seperti
merokok, makan, dan minum. Sengatan listrik, zat pemicu mual, dan hinaan verbal adalah
beberapa rangsangan berbahaya yang digunakan dalam pengkondisian permusuhan. Bagaimana
pengkondisian permusuhan dapat digunakan untuk mengurangi konsumsi alkohol seseorang?
Setiap kali seseorang meminum minuman beralkohol, ia juga akan mengkonsumsi campuran
yang menyebabkan mual. Dalam terminologi pengkondisian klasik, usia minuman beralkohol
adalah stimulus yang dikondisikan dan agen pemicu mual adalah stimulus yang tidak
dikondisikan. Dengan berulang kali memasangkan alkohol dengan agen pemicu mual, alkohol
menjadi stimulus terkondisi yang menimbulkan mual, respons terkondisi. Akibatnya, alkohol
tidak lagi dikaitkan dengan sesuatu yang menyenangkan, melainkan dengan sesuatu yang sangat
tidak menyenangkan.

Pendekatan Pengkondisian Operan

Filosofi dasar di balik penggunaan pengkondisian operan sebagai pendekatan terapi adalah
bahwa, karena pola perilaku maladaptif dipelajari, mereka dapat dihilangkan. Terapi melibatkan
melakukan analisis yang cermat terhadap lingkungan seseorang untuk menentukan faktor-faktor
apa yang perlu dimodifikasi. Terutama penting adalah mengubah konsekuensi dari perilaku orang
tersebut untuk memastikan bahwa respons perilaku diikuti dengan penguatan positif.

Pendekatan operan learning ini merupakan ide dari Skinner. Menurut Skinner, belajar adalah
hubungan antara stimulus lingkungan dan perilaku yang terlihat, khususnya hubungan antara
perilaku, penyebab dan akibat yang dapat menjelaskan perkembangan, pemeliharaan dan
perubahan perilaku. Metode ini juga disebut functional analysis karena pendekatan ini lebih
fokus pada deskripsi hubungan fungsional antara stimulus, respon dan apa yang ditimbulkan dari
keduanya.

10
Teknik terapi operan yang paling terkenal adalah modifikasi perilaku, penerapan prinsip
pengkondisian operan untuk mengubah perilaku manusia. Konsekuensi untuk perilaku
ditetapkan untuk memastikan bahwa tindakan yang dapat diterima diperkuat dan tindakan yang
tidak dapat diterima tidak (Kearney & Vecchio, 2002; Poling & Carr, 2002). Pendukung modifikasi
perilaku percaya bahwa banyak masalah emosional dan perilaku disebabkan oleh konsekuensi
yang tidak memadai (atau tidak pantas) (Stanley & Turner, 1995).

Sistem modifikasi perilaku di mana perilaku yang dapat diterima diperkuat dengan token (seperti
chip poker) yang nantinya dapat ditukar dengan hadiah yang diinginkan (seperti permen, uang,
atau pergi ke bioskop) disebut ekonomi token Secara bertahap, tingkat di mana token dihargai
menurun, dan perilaku positif tetap ada. Token ekonomi telah didirikan di ruang kelas, lembaga
untuk keterbelakangan mental. Rumah untuk anak nakal, dan rumah sakit jiwa. Modifikasi
perilaku tidak selalu berhasil. Satu orang mungkin menjadi begitu menikah. Ditandai dengan
tanda bahwa, ketika mereka tidak lagi diberikan, perilaku positif yang terkait dengan mereka
mungkin hilang. Beberapa kritikus juga keberatan dengan modifikasi perilaku karena mereka
percaya bahwa kontrol yang luas terhadap perilaku orang lain tidak etis. Namun, modifikasi
perilaku seringkali berhasil membantu individu untuk mengganti respons maladaptif dengan
respons yang lebih adaptif, seperti dalam kasus berikut:

Henry Greene adalah seorang pengacara berusia 36 tahun yang bergelut dengan depresi selama
berbulan-bulan sebelum akhirnya mencari psikoterapi. Keluhan awalnya adalah tidur nyenyak,
sering berakhir pada pukul 3 pagi, kurang nafsu makan, penurunan berat badan 15 pon, dan tidak
tertarik pada seks. Henry mulai bergerak lebih lambat dan suaranya menjadi monoton. Dia
mencapai titik di mana dia hampir tidak tahan menghadapi hidup. Henry akhirnya lengah dan
mengakui bahwa, meskipun dia tampak sukses di luar, dia merasa gagal di dalam. Dia
mengatakan bahwa dia sebenarnya adalah pengacara, suami, kekasih, dan ayah kelas tiga. Dia
merasa bahwa dia terikat untuk tetap seperti itu. Henry Greene pertama kali diberi tugas untuk
memantau suasana hatinya. Tugas ini memaksanya untuk memperhatikan perubahan suasana
hatinya sehari-hari, dan informasi itu digunakan untuk menentukan peristiwa mana yang terkait
dengan suasana hati. Pelatihan relaksasi diikuti, karena keterampilan relaksasi meningkatkan
rasa kesejahteraan individu. Langkah selanjutnya bagi Henry Greene adalah menentukan

11
bagaimana suasana hatinya dikaitkan dengan peristiwa yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan dalam hidupnya. Henry diminta untuk mengisi “Jadwal Acara yang
Menyenangkan” dan “Jadwal Acara yang Tidak Menyenangkan”. Setiap minggu, Henry
menyelesaikan grafik yang menunjukkan jumlah peristiwa yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan, serta suasana hatinya, untuk setiap hari. Henry dapat melihat hubungan erat
antara peristiwa yang menyenangkan dan suasana hati yang menyenangkan dan antara peristiwa
yang tidak menyenangkan dan suasana hati yang tidak menyenangkan. Terapis kemudian
mendorong Henry untuk meningkatkan jumlah waktu yang ia habiskan dalam kegiatan yang
menyenangkan dengan harapan bahwa suasana hati yang lebih positif akan mengikuti. Hasil
positifnya adalah Henry mampu mengendalikan suasana hatinya. Tahap terakhir bagi Henry
adalah perencanaan pemeliharaan. Henry diminta untuk mengidentifikasi komponen terapi
perilaku yang paling berhasil mengubah perilaku maladaptifnya. Setelah Henry mengidentifikasi
ini, dia didorong untuk melanjutkan penggunaannya. Dia juga diminta untuk mengembangkan
rencana darurat untuk saat-saat ketika stres mungkin menguasai dirinya. Henry terus mengikuti
sesi tindak lanjut selama 6 bulan setelah perawatan awalnya. (Rosenfeld, 1985)

C. Intervensi Kognitif

Intervensi kognitif merupakan salah satu pendekatan kognitif yang sesuai untuk mengatasi cemas
karena gejala cemas erat hubungannya dengan isi pikiran seseorang sehingga bisa menurunkan
kecemasan. Intervensi kognitif pada manusia merupakan bentuk intervensi psikologis, teknik dan
terapi latihan dalam konseling yang dilakukan pada manusia. Restrukturisasi kognitif dengan
intervensi kognitif sangat baik dilakukan pada kecemasan, depresi, pengontrolan marah, harga
diri rendah, resiko bunuh diri dan ketidakberdayaan, juga efektif dilakukan pada gangguan makan
seperti bulimia, anoreksia, serta gangguan kepribadian. Intervensi kognitif merupakan salah satu
pendekatan kognitif yang sesuai untuk mengatasi cemas karena gejala cemas erat hubungannya
dengan isi pikiran seseorang sehingga bisa menurunkan kecemasan.

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus sehubungan
dengan gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Mereka yang digolongkan
pada anak yang berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan berdasarkan gangguan atau
kelainan pada aspek
12
1. Fisik/motorik: cerebral palsi, polio.
2. Kognitif: mental retardasi, anak unggul (berbakat).
3. Bahasa dan bicara.
4. Pendengaran.
5. Penglihatan.
6. Sosial emosi

Terapi bermain dapat digunakan untuk mengangani permasalahan anak-anak hal ini diperkuat
oleh penelitian yang dilakukan oleh Taylor dan Walen (2015) hasil penelitiannya menunjukkan
Adlerian Play Therapy efektif untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan dari anak-anak
yang menerima intervensi. Penelitian yang dilakukan oleh Joni (2016) menunjukkan bahwa
dengan permainan dadu dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak dalam berhitung.
Soemanri (Fauziddin,2016) mengemukakan melalui bermain dapat dikembangkan aspek sosial
emosional anak, melalui bermain anak mempunyai rasa memiliki, merasa menjadi bagian dalam
kelompok, belajar untuk hidup dan bekerja sama dalam kelompok dengan segala perbedaan yang
ada. Untuk penanganan Anak ADHD dapat menggunakan pendekatan kognitif perilaku, melalui
berbagai keterampilan kognitif dan kemampuan dapat menemukan unsur-unsur dan stimulus
dari lingkungannya, belajar peran dan memahami peran orang lain, mengidentifikasi budaya,
bahasa, nilai-nilai dan moral masyarakat, dan menjadi mampu membedakan sekitarnya sifat dan
hubungan mereka dengan fungsi dan pentingnya mereka, dan apa yang memperkaya mental
dengan pengetahuan yang berbeda tentang dunia di sekitar terutama keterampilan anak-anak
yang menderita ADHD. Penggunaan obat ADHD dalam jangka waktu panjang maka nantinya akan
berdampak pada anak-anak, sehingga alternatif lainnya untuk menangani anak ADHD dengan
menggunakan pendekatan konseling. Orban; Rapport; Friedman & Kofler (2014) menjelaskan
program pelatihan kognitif adalah dirancang untuk meningkatkan satu atau lebih fungsi eksekutif
atau kemampuan perhatian dan digunakan berbasis komputer atau latihan otomatis melibatkan
pengulangan yang luas, praktek, dan umpan balik.

Beck’s Cognitive Therapy

Para ahli behaviorist mengemukakan bahwa depresi merupakan hasil dari persepsi psikologis
yang keliru dan irasional, mengakibatkan distorsi dalam belajar dan menalar Pikiran depresif ini
13
dapat menjadi sebuah hasil dari pengalaman traumatis atau ketidakmampuan menghasilkan
coping yang adaptif. Orang-orang depresif memiliki persepsi atau keyakinan negatif akan diri
mereka sendiri dan lingkungan mereka. Beck mengatakan tiga disfungsi tema keyakinan atau
skema utama dialami orang depresi:

 Orang yang depresif melihat diri mereka sebagai orang yang tidak mampu mencapai
keberhasilan dan selalu menjadi korban situasi
 Orang yang depresif melihat semua pengalaman masa lalu dan masa kini melalui cara
pandang negatif, secara terus menerus menkankan pada kekalahan, kegagalan, dan
seorang bermental korban
 Individu yang depresif melihat masa depan penuh dengan keputusasaan dan tidak ada
harapan.

Rational Emotive Behavior Therapy

Rational Emotive Behaviour Therapy atau Terapi Perilaku Emotif Rasional didirikan tahun 1955
oleh Albert Ellis, seorang psikolog klinis Amerika. REBT adalah sistem psikoterapi yang mengajari
individu bagaimana sistem keyakinannya menentukan yang dirasakan dan dilakukannya pada
berbagai peristiwa dalam kehidupan. Penekanan REBT pada cara pikiran mempengaruhi
perasaan menempatkan pendekatan ini pada aliran terapi perilaku-kognitif dimana REBT menjadi
salah satu pendiri aliran tersebut. (Neenan dalam Palmer, 2011:212). Terapi ini lebih banyak
kesamaannya dengan terapi yang berorientasi kognitif tingkah laku tindakan dalam arti menitik-
beratkan berpikir, menilai, memutuskan, menganalisis dan bertindak. Terapi ini sangat didaktik
dan sangat direktif seta lebih banyak berurusan dengan dimensi pikiran ketimbang diemnsi
perasaan (Corey, 2003:122). REBT menawarkan model ABCDE untuk memahami bagaimana
aspek pemikiran kita bisa menciptakan perasaan terganggu kita, dan untuk mengatasi pikiran
yang menimbulkan gangguan. Model ABCDE meliputi (Palmer, 2011:213):

• A = activating event, peristiwa yang memicu

14
• B = belief, keyakinan yang mendasari pandangan seseorang tentang peristiwa tersebut

• C = emotional and behavioral consequence, konsekuensi perilaku dan emosi terutama


ditentukan oleh kepercayaan seseorang tentang peristiwa tersebut

• D = disputing, mendebatkan keyakinan yang menyebabkan gangguan

• E = effective, pandangan rasional efektif dan baru yang diikuti perubahan emosional
dan perilaku

Tujuan REBT adalah membantu individu-individu menanggulangi problem-problem perilaku dan


emosi mereka untuk membawa mereka ke kehidupan yang lebih bahagia, lebih sehat, dan lebih
terpenuhi. Hal tersebut dicapai dengan cara setiap individu berpikir lebih rasional, berperasaan
tidak terganggu, dan bertindak dengan cara-cara yang dapat mencapai tujuan akhir (Palmer,
2011:212). Menurut Corey (2009:198), proses terapi ini bertujuan penyembuhan irasionalitas
dengan rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber
ketidakbahagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan
belajar berpikir rasional.

Cognitive Behavior Therapy

Guindon (2010) memaparkan sejumlah intervensi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
self esteem pada diri seseorang, diantaranya adalah reality therapy, solution focused therapy,
narrative therapy, play therapy, eye-movement desensitization and reprocessing, process-based
forgiveness, dan cognitive behavior therapy. Akan tetapi, intervensi reality therapy, solution
focused therapy, narrative therapy, dan play therapy belum terbukti keberhasilannya karena pada
saat ini masih menjadi topik dalam penelitian- penelitian kontemporer. CBT adalah sebuah istilah
untuk menjelaskan intervensi psikoterapi yang tujuannya adalah untuk mengurangi kesulitan
psikologis dan perilaku maladaptif dengan mengubah cara berpikir (Kaplan, diacu dalam Stallard,
2005). CBT didasarkan kepada pemahaman bahwa perilaku yang tampak adalah hasil dari cara
berpikir. Dengan intervensi kognitif, maka akan dapat mengubah cara berpikir, merasa, dan
berperilaku (Kendall,1994).

15
Wanders, Serra, dan Jongh (2008) mengemukakan bahwa intervensi Cognitive Behavioral Therapy
(CBT) adalah intervensi yang dinilai efektif untuk meningkatkan self- esteem pada anak. CBT
sangat baik dilakukan pada anak-anak dengan self-esteem rendah karena memiliki masalah dalam
proses kognitifnya, yaitu terdapat kesalahan dalam pola berpikir (tidak objektif dan tidak realistis)
dalam memandang diri dan lingkungannya. CBT juga cocok bagi anak-anak yang kurang terampil
dalam kemampuan sosial dan keterampilan memecahkan masalah. Taylor dan Montgomery
(2007) juga memberikan bukti-bukti keefektifan CBT untuk meningkatkan self-esteem pada anak
dan remaja yang juga mengalami depresi.

D. Intervensi Humanistik - Ekstensial dan Fenomenologis

Terapi eksistensial humanistik adalah terapi yang sesuai dalam memberikan bantuan kepada
klien. Karena mencakup pengakuan eksistensialisme terhadap kekacauan, keniscayaan,
keputusasaan manusia kedalam dunia tempat dia bertangungg jawab atas dirinya. Menurut
Kartini Kartono dalam kamus psikologinya mengatakan bahwa terapi eksistensial humanistik
adalah salah satu psikoterapi yang menekankan pengalaman subyektif individual kemauan
bebas, serta kemampuan yang ada untuk menentukan satu arah baru dalam hidup. Sedangkan
menurut W.S Wingkel, Tetapi eksistensial humanistik adalah konseling yang menekankan
implikasi-implikasi dan falsafah hidup dalam menghayati makna kehidupan manusia di bumi ini.
Konseling eksistensial humanistik berfokus pada situasi kehidupan manusia di alam semesta,
yang mencakup tanggung jawab pribadi, kecemasan sebagai unsur dasar dalam kehidupan batin.
Usaha untuk menemukan makna diri kehidupan manusia, keberadaan dalam komunikasi dengan
manusia lain, kematian serta kecenderungan untuk mengembangkan dirinya semaksimal
mungkin. Tetapi eksistensial tidak terikat pada seorang pelopor, akan tetapi eksistensial memiliki
banyak pengembang, tetapi yang populer adalah Victor Frankl, Rollo May, Irvin Yalom, James
Bugental, dan Medard Boss, eksistensialisme bersama-sama dengan psikologi humanistik,
muncul untuk merespon dehumanisasi yang timbul sebagai efek samping dari perkembangan
industri dan masyarakat. Pada waktu itu banyak orang membutuhkan kekuatan untuk
mengembalikan sense of humannes disamping untuk memecahkan masalah-masalah yang
berkaitan dengan kebermaknaan hidup, khususnya yang berkaitan dengan upaya menghadapi
kehancuran, isolasi, dan kematian.

16
Konsep-Konsep Utama Terapi Eksistensial Humanistik

Terapi eksistensial humanisik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah
suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih-alih suatu sistem teknik-
teknik yang digunakan untuk mempengarui klien. Eksistensial humanistik berasumsi bahwa
manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi yang baik minimal lebih banyak baiknya dari
pada buruknya. Terapi eksistensial humanistik memusatkan perhatian untuk menelaah kualitas
kualitas insani, yakni sifat-sifat dan kemampuan khusus manusia yang tercapai pada eksistensial
manusia, seperti kemampuan abstraksi, daya analisis dan sintesis, imajinasi, kreatifitas,
kebebasan sikap etis dan rasa estetika. Terapi eksistensial humanistik berfokus pada kondisi
manusia.

Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia
alih-alih suatu sistem teknik-teknik yang digunakan untuk mempengarui klien. oleh karena itu,
pendekatan eksistensial humanistik bukan justru aliran terapi, bukan pula suatu teori tunggal
yang sistematik suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya
berlandasan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia. Pendekatan eksistensial
humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, memberikan gambaran tentang
manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukan bahwa manusia selalu ada dalam proses
pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya.
Pendekatan eksistensial humanistik secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan
manusia, kesadaran diri, dan kebebasan yang konsisten. Menurut teori dari Albert Ellis yang
berhubungan dengan eksistensial manusia. Ia mengatakan bahwa manusia bukanlah makhluk
yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat sebagai
individu sebagai unik dan memiliki kekuatan untuk menghadapi keterbatasan-keterbatasan
untuk merubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar dan untuk mengatasi
kecenderungan-kecenderungan menolak diri-sendiri. Manusia mempunyai kesanggupan untuk
mengkonfrontasikan sistem-sistem nilainya sendiri dan menindoktrinkan diri dengan keyakinan-
keyakinan, gagasan-gagasan dan nilai yang berbeda, sehingga akibatnya, mereka akan bertingkah
laku yang berbeda dengan cara mereka bertingkah laku dimasa lalu. Jadi karena berfikir dan

17
bertindak sampai menjadikan dirinya bertambah, mereka bukan korban-korban pengkodisian
masa lalu yang positif.

Berdasarkan pendapat Albert Ellis diatas, maka dapat diambil pengertian, bahwa setiap individu
mempunyai kemampuan untuk merubah dirinya dari hal-hal yang diterimanya. Manusia
mempunyai kesanggupan untuk mempertahankan perasaanya sendiri dan dapat memberikan
ajaran kembali kepada dirinya melalui keyakinan, pendapat, dan hal-hal yang penting lainya.
Disini pendekatan eksistensial humanitik adalah mengembalikan potensi-potensi diri manusia
kepada fitrahnya. Pengembangan potensi ini pada dasarnya untuk mengaktualisasikan diri klien
dan memberikan kebebasan klien untuk menentukan nasibnya sendiri dan menanamkan
pengertian bahwa manusia pada fitrahnya bukanlah hasil pengondisian atau terciptanya bukan
karena kebetulan. Manusia memiliki fitrah dan potensi yang perlu dikembangkan, maka pada
pembahasan berikut konsep-konsep tentang manusia itu akan diungkap dan dirangkum secara
ringkas. Berikut ini adalah konsep-konsep utama dari pendekatan eksistensial yang membentuk
landasan bagi praktek terapeutik.

 Kesadaran diri

Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik
dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berfikir dan memutuskan. Semakin kuat
kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada
orang itu. Kesanggupan untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas di
dalam kerangka pembatasanya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan
memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Pada eksistensialis menekankan bahwa
manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya. Manusia bukanlah budak dari
kekuatan-kekuatan yang deterministik dari pengkondisian.

 Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan

Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi
atribut dasar dari manusia. Kecemasan eksistensial juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas
keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindar untuk mati (Nonbeing). Kesadaran
atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut

18
menghadapkan individu pada kenyataan bahwa ia memiliki waktu yang terbatas untuk
mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa eksistensial, yang juga merupakan bagian dari kondisi
manusia, adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar-benar menjadi sesuai dengan
kemampuanya.

 Penciptaan makna

Manusia itu unik, dalam arti bahwa ia berusaha menemukan tujuan hidup dan menciptakan nalai-
nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi
kesendirian, manusia lahir ke dunia sendirian dan mati sendirian pula. Sesungguhnya pada
hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya
dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahkluk rasional. Kegagalan dalam
menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi,
depersonalisasi, alineasi, keterasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk
mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai taraf tertentu,
jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menjadi sakit patologi dipandang sebagai kegagalan
menggunakan kebebasan untuk mewujudkan potensi-potensi seseorang.

Tujuan Eksistensial Humanistik

Tujuan mendasar eksistensial humanistik adalah membantu individu menemukan nilai, makna,
dan tujuan dalam hidup manusia sendiri. Juga diarahkan untuk membantu klien agar menjadi
lebih sadar bahwa mereka memiliki kebebasan untuk memilih dan bertindak, dan kemudian
membantu mereka membuat pilihan hidup yang memungkinkan dapat mengaktualisasikan diri
dan mencapai kehidupan yang bermakna. Menurut Gerald Corey terapi eksistensial humanistik
bertujuan agar klien mengalami keberadaanya secara otentik dengan menjadi sadar atas
keberadaanya dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak
berdasarkan kemampuanya.

Terdapat tiga karakteristik keberadaan otentik, menyadari sepenuhnya keadaan sekarang,


memilih bagaimana hidup pada saat sekarang, dan memikul tanggung jawab untuk memilih, dan
karenanya meningkatkan kesanggupan pilihanya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab
atas arah hidupnya.

19
Ciri-Ciri Eksistensial Humanistik

Adapun ciri-ciri dari terapi eksistensial humanistik adalah sebagai berikut :

a. Eksistensialisme bukanlah suatu aliran melainkan gerakan yang memusatkan penyelidikanya


manusia sebagai pribadi individual dan sebagai dalam dunia (tanda sambung menunjukan
ketakterpisahan antara manusia dan dunia)

b. Adanya dalil-dalil yang melandasi yaitu :

1) Setiap manusia unik dalam kehidupan batinya, dalam mempersepsi dan mengevaluasi dunia,
dan dalam beraksi terhadap dunia

2) Manusia sebagai pribadi tidak bisa mengerti dalam kerangka fungsi-fungsi atau unsur-unsur
yang membentuknya

3) Bekerja semata-mata dalam kerangka kerja stimulus respons dan memusatkan perhatian pada
fungsi-fungsi seperti pengindraan, persepsi, belajar, dorongan-dorongan, kebiasaan-kebiasaan,
dan tingkah laku emosional tidak akan mampu memberikan sumbangan yang berarti kepada
pemahaman manusia

c. Berusaha melengkapi, bukan menyingkirkan atau menggatikan orientasi-orientasi yang ada


dalam psikologi.

d. Sasaran eksistensial adalah mengembangkan konsep yang komperehensif tentang manusia


dan memahami manusia dalam keseluruhan realitas eksistensialnya, misalnya pada kesadaran,
perasaan-perasaan, suasana-suasana perasaan, dan pengalaman-pengalaman pribadi individual
yang berkaitan dengan keberadaan individualnya dalam dunia dan diantara sesamanya. Tujuan
utamanya adalah menemukan kekuatan dasar, tema, atau tendensi dari kehidupan manusia,
yang dapat dijadikan kunci kearah memahami manusia.

Selamjutnya ada intervensi fenomenologis. Intervensi Fenomenologis Yaitu sebuah intervensi


yang bertujuan untuk memberikan klien belajar mengambil tanggung jawab serta memahami
perasaannya dalam berperilaku. Intervensi Phenomenological ini juga bertujuan untuk belajar
agar bisa memahami dirisecara positif dan jujur serta terbuka mengenai diri sendiri.
Fenomenologi adalah pendekatan yang dimulai oleh Edmund Husserl dan dikembangkan

20
oleh Martin Heidegger untuk memahami atau mempelajari pengalaman hidup manusia. Pada
prinsipnya, dengan pendekatan fenomenologi kita hanya akan memahami kehidupan seseorang
jika kita bisa melihat apa yang mereka rasakan. Berikut ini akan dibahas 13 pendekatan
fenomenologi dalam psikologi klinis:

Manusia bisa membuat pilihan perilaku mereka sendiri

Dengan pendekatan ini terdapat asumsi bahwa setiap manusia bertanggung jawab atas pilihan
yang mereka buat dan mereka mampu memilih perilaku mereka sendiri. Maka, dengan
memegang asumsi tersebut, pendekatan fenomenologi percaya bahwa setiap aktivitas manusia
dapat dipahami jika dilihat dari sudut pandang seseorang yang sedang diobservasi tersebut.

Kelly’s personal construct theory

Menurut Kelly (1955), pada dasarnya perilaku manusia ditentukan oleh konstruksi pribadi, atau
cara-caranya menghadapi dunia. Dengan asumsi ini, Kelly percaya bahwa setiap individu akan
bertindak sesuai dengan karakteristik unik mereka masing-masing, serta ekspektasi mereka
tentang akibat dari perilaku yang mereka pilih.

Teori aktualisasi diri

Untuk pendekatan fenomenologi dalam psikologi klinis berikutnya adalah berasal dari Roger.
Menurut asumsi Roger, manusia memiliki sebuah motif yang sangat mendasar, yaitu keinginan
untuk memenuhi potensi yang dimilikinya dan bisa mencapai tahapan sebagai manusia setinggi-
tingginya.

Dengan asumsi ini, maka kita percaya bahwa setiap manusia memiliki dorongan untuk
berkembang sesuai dengan kepribadian mereka masing-masing. Oleh karena itu, perilaku
manusia pun akan mencerminkan upaya mereka mengaktualisasikan diri mereka sesuai
pandangan mereka masing-masing.

Psikologi humanist Maslow

Abraham Maslow (1954, 1962, 1971) merupakan penemu sebuah gerakan yang dikenal dengan
sebutan psikologi humanistik. Dalam psikologi humanistic, Maslow menekankan bahwa dalam
diri seorang individu terdapat usaha untuk terus berkembang dan juga kekuatan yang menolak

21
terjadinya perkembangan diri tersebut. Maslow melihat bahwa seorang individu akan berusaha
untuk bertindak memenuhi kebutuhannya sesuai dengan hirarki kebutuhan tersebut.

Hal ini sesuai dengan teori Maslow tentang kebutuhan manusia. Menurutnya, kenutuhan yang
berada di level terendah adalah kebutuhan fisiologis, seperti makan dan minum. Kebutuhan ini
terus bergerak ke level yang lebih tinggi seperti kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk
dicintai, dan seterusnya hingga kebutuhan aktualisasi diri.

Psikologi Gestalt

Psikologi Gestalt ini dikembangkan oleh Frederick Perls, yang beranggapan bahwa setiap individu
harus menemukan jalan hidupnya sendiri dan harus bertanggung jawab atas setiap jalan yang
mereka pilih untuk menjadi seorang individual yang matang.

Pendekatan David Katz

Seorang tokoh psikologi di Eropa, David Katz, beranggapan bahwa fenomenologi adalah sebuah
metode dalam ilmu filsafat yang menguji sgala hal yang dipersepsikan, dibayangkan, diragukan
atau disukai oleh seorang individu. Maka, dalam hal ini dengan pendekatan fenomenologi, tujuan
utama yang ingin disasar adalah esensi suatu hal yang secara khusus hadir dalam kesadaran
manusia.

Terminologi Spielberg

Spielberg dalam Phenomenology Movement (1971), membuat rincian ada tujuh langkah yang
mendasar dalam metode fenomenologi. Dari tujuh langkah tersebut, ada 3 hal yang paling
mendasar yang disebut sebagai deskripsi fenomenologi, yaitu terdiri dari 3 fase berikut:

 Mengintuisi, yang berarti bahwa harus ada konsentrasi yang intens dan perenungan
untuk fenomena yang terjadi.
 Analisa, yaitu menemukan aneka unsur atau bagian pokok dari fenomena yang ada dan
bagaimana dia berhubungan dengan hal-hal lainnya.
 Penjabaran, dimana fenomena mulai diuraikan sehinggaa fenomena tersebut bisa lebih
mudah untuk dipahami oleh orang lain

22
Husserl

Dengan pendekatan Husserl, dia tidak mempercayai kemungkinan untuk memisahkan subjek
yang memiliki suatu pengalaman dengan pengalaman itu sendiri. Maka, Husserl melakukan
penelitiannya untuk mempelajari kesadaran dan bagaimana sebuah fenomena di dunia ini
sebagai kesadaran manusia. Dia ingin menjelaskan bagaimana fenomena muncul pada subjek
tersebut dan bagaimana sebuah pengalaman terbentuk.

Heidegger

Heidegger memperkenalkan sebuah pendekatan baru di fenomenologi. Tujuannya adalah untuk


memahami eksistensi manusia. Heidegger kembali mengingatkan manusia bahwa ada kebutuhan
untuk menjadi ‘bermakna’ atau ‘ada’ pada setiap manusia, yang hal ini sering dilupakan oleh
manusia masa kini.

Menurut Heidegger, seorang individu pasti ingin menjadi sesuatu di dunianya. Hal ini berarti
setiap individu memiliki keterlibatan, keterikatan, komitmen dan keakraban dengan lingkungan
dan budayanya.

Teori Hegel

Menurut George Wilhem Friedrich Hegel, semua fenomena yang terjadi hanya merupakan
penampakan dari akal yang tidak memiliki batas. Dia berpendapat bahwa seluruh keragaman
fenomena sebenarnya memiliki satu esensi dasar dan ada hubungan antara esensi tersebut
dengan fenomena yang teramati. Tesis Hegel yang terkenal adalah ‘yang nyata’ merupakan hal
yang sama dengan ‘yang dipikirkan’ atau ‘pikiran sama dengan kenyataan’.

Fenomenologi Struktural

Fenomenologi structural akan lebih memperhatikan deskripsi kualitatif atau bentuk daur ulang
dunia dengan manusia sebagai subjek investigasinya. Hal ini dilakukan untuk membuat sebuah
dunia yang bisa dimengerti dengan segala variasi di dalamnya.

Fenomenologi Fungsional

23
Pendekatan fenomenologi dalam psikologi klinis berikutnya adalah fenomenologi fungsional.
Pendekatan ini juga disebut sebagai Hypothetic-Deductive. Dugaan teori biasanya akan dibentuk
di pendahuluan untuk mengetahui hubungan antar data.

Berdasarkan dugaan teori tersebut, dengan cara berpikir ilmiah, akan dibuat hipotesa spesifik
yang mungkin untuk diuji, yaitu logika dedukti dan digambarkan dalam bentuk matematis.
Contoh konkrit fenomenologi fungsional dalam psikologi klinis adalah dengan memberi stimulus
tinggi kepada yang diteliti secara kontinyu.

Rychlak’s Logical Learning Theory

Joseph Rychlak merupakan pendukung perkembangan psikologi humanistik. Dia menyusun


sebuah teori dan metodologi yang dikenal dengan sebutan logical learning theory. Dalam teori
ini dinyatakan bahwa subjek dari ilmu humanistic mungkin untuk ditempatkan dalam kajian ilmu
pasti. Dia beranggapan bahwa setiap individu pasti akan melakukan evaluasi atas segala hal yang
dia lakukan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penilaian klinis merupakan suatu proses yang meliputi diagnosis klinis, penilaian dan keputusan
tentang apa yang harus dilakukan (Ennis 1996). Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis
mengenai respon manusia terhadap kondisi kesehatan/proses hidup tehadap respon individu,
keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang membutuhkan intervensi. Menurut
Gordon (1994), pentingnya intervensi adalah intervensi dokter/perawat, yang dilakukan untuk
mendukung penyembuhan pasien seperti sebelumnya. Untuk pengertian intervensi psikologi klinis
adalah usaha untuk mengubah kehidupan yang sedang berjalan dengan cara tertentu bisa dilakukan
seperti melakukan psikoterapi, dan rehabilitasi. Dan intervensi klinis tersebut mencangkup
intervensi psikoanalisis yang merupakan teori yang berusaha untuk menjelaskan tentang hakikat

24
dan perkembangan kepribadian manusia. Intervensi behavioral merupakan sebuah terapi
perilaku mendasari pandangan dari adanya aliran behaviorisme, dalam hal ini menitikberatkan
dalam pengaruh lingkungan yang dijadikan sebuah faktor untuk pendefinisian, karena terdapat
berbagai cara terapi tingkah laku yang berbeda-beda di dalam pendekatan behavior dalam
psikologi klinis. Intervensi kognitif merupakan salah satu pendekatan kognitif yang sesuai untuk
mengatasi cemas karena gejala cemas erat hubungannya dengan isi pikiran seseorang sehingga
bisa menurunkan kecemasan. Intervensi kognitif pada manusia merupakan bentuk intervensi
psikologis, teknik dan terapi latihan dalam konseling yang dilakukan pada manusia. Dan yang
terakhir ada intervensi humanistik - ekstensial dan fenomenologis Terapi eksistensial humanistik
adalah terapi yang sesuai dalam memberikan bantuan kepada klien. Dan eksistensial humanistik
adalah membantu individu menemukan nilai, makna, dan tujuan dalam hidup manusia sendiri.

B. Saran

Dalam makalah ini kelompok 4 membahas mengenai penilaian dan intervensi klinis yang
mencangkup intervensi psikoanalisis, behavioral, kognitf, dan humanistic – ekstensian dan
fenomenologis. Dalam makalah ini kami telah menjabarkan materi mengenai intervensi yang ada.
Maka dari itu sangat disarankan pembaca bisa dengan sungguh – sungguh memahami materi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Rasdini, I. A. (2019). Intervensi Kognitif Terhadap Kecemasan Remaja Paska Erupsi Gunung
Agung. Jurnal Gema Keperawatan, 12(2).

Amalia, R. (2018). Intervensi terhadap Anak Usia Dini yang Mengalami Gangguan ADHD Melalui
Pendekatan Kognitif Perilaku dan Alderian Play Therapy. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak
Usia Dini, 2(1), 27-33.
Kompasnia.(2014,April). Intervansi Klinis. Intervensi Klinis
Pambudhi, Y. A., Marhan, C., & Fajriah, L. (2021). INTERVENSI BERBASIS RATIONAL EMOTIVE
BEHAVIOR THERAPY (REBT) BAGI REMAJA KORBAN BULLYING. Prosiding PEPADU, 3, 1-10.
Islamiah, N., Daengsari, D. P., & Hartiani, F. (2015). Cognitive behavior therapy untuk
meningkatkan self-esteem pada anak usia sekolah. Jurnal ilmu keluarga & konsumen, 8(3), 142-
152.

25
HMPSBK. (2022, Februari 28). AARON T. BECK : (BAPAK COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY).
Retrieved from http://hmps.bk.uad.ac.id/: http://hmps.bk.uad.ac.id/aaron-t-beck-
bapak-cognitive-behavioral-therapy/

Gerald Corey, Teori dan praktik konseling dan psikoterapi, (Bandung : PT Eresku, 199 ), hal 56

Kartini Kartono dan Dali Golo, Kamus psikologi, hal 17

W.S. Wingkel, Bimbingan dan praktek konseling dan psikoterapi, (Jakarta : PT. Gramedia 1987)
hal 383)

Gerald Corey, Teori dan praktek konseling dan psikoterapi, hal 84

Gerald Corey, Teori dan praktek konseling dan psikoterapi, hal 242

Koswara, Teori-teori kepribadian, (Bandung : PT Eresco 1991), hal 112-115

Helaluddin.2018. Mengenal Lebih Dekat dengan Pendekatan Fenomenologi.UIN Sultan Maulana


Hasanuddin Banten

Suharyanto, A. (n.d.). 13 Macam Macam Intervensi Dalam Psikologi. Retrieved from


https://dosenpsikologi.com/: https://dosenpsikologi.com/macam-macam-intervensi-
dalam-psikologi

Santrock, J. W. (2002). Psychology: essentials. In J. W. Santrock, Psychology: essentials (pp. C-1 - C-4).
Boston: McGraw Hill.

26

Anda mungkin juga menyukai