Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KELOMPOK 1

PENDEKATAN DAN TEKNIK KONSELING

TEKNIK KONSELING REALITAS (GLASSER)

Dosen Pembina

Dr. Netrawati, M.Pd., Kons

Dr. Zadrian Ardi, M.Pd., Kons

Disusun Oleh:

Indra Geni 21151015

Humaira Mustika 22151014

Neni Elvira. Z 22151024

PROGRAM STUDI S2 BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023

i
KATA PENGANTAR

Selalunya kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada umat manusia sehingga dapat merasakan
pengalaman dan pembelajaran dalam kehidupan. Shalawat beriring salam senantiasa tercurahkan
untuk Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam jahiliah
menuju alam yang penuh ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita rasakan pada saat ini
sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah dengan judul pembahasan “TEKNIK
KONSELING REALITAS (GLASSER)”

Pemakalah Kelompok satu (1) tentunya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Netrawati, M.Pd., Kons dan Dr. Zadrian Ardi, M.Pd., Kons dosen pengampu mata
kuliah Pendekatan dan Teknik Konseling
2. Penulis buku sumber sebagai acuan dan bahan referensi teori untuk menyempurnakan
makalah kelompok kami.
3. Anggota kelompok yang ada dalam berdiskusi dengan pemahaman-pemahaman
berkenaan dengan teori yang dibahas.

Tentunya besar harapan kami untuk dapat diberikan kritikan serta saran yang bersifat
membangun terhadap kekurangan-kekurangan. Atas perhatian kami mengucapkan terima kasih
serta semoga makalah ini memberikan manfaat terhadap wawasan dan pengatahuan kita
bersama.

Padang, 13 April 2023

Mengetahui,

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3
A. Tokoh Konseling Realitas........................................................................................3
B. Pandangan Tentang Manusia
4
C. Kepribadian.............................................................................................................5
D. Karakteristik Konseling...........................................................................................7
E. Tujuan Konseling....................................................................................................8
F. Teknik Konseling....................................................................................................9
G. Kasus
12
BAB III PENUTUP..........................................................................................................17
A. Kesimpulan............................................................................................................17
B. Saran.......................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................18

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendekatan realitas berpandangan bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan dasar
yakni kebutuhan fisiologis dan psikologis. Kebutuhan fisiologis sama halnya dengan
kebutuhan biologis. Namun Glasser memandang bahwa kebutuhan psikologis manusia lebih
cenderung pada akan rasa cinta, sehingga manusia dipandang sangat memerlukan sebuah
identitas yang disebut dengan identitas keberhasilan dengan mengembangkan potensi diri
dengan lingkungan.
Identitas keberhasilan ini juga membantu individu merasa memiliki dan berada
diantara orang lain sebagai makhluk sosial. Dari sini pendekatan realitas juga berasumsi
bahwa manusia adalah agen yang berperan dalam menentukan jati dirinya sendiri karena
individu akan bertanggung jawab atas konsekuensi tingkah lakunya. Maka, pendekatan
realitas berasumsi bahwa setiap individu dapat mengubah cara hidup, perasaan, dan tingkah
lakunya dengan mengubah identitasnya.
Pada intinya pendekatan realitas memiliki tujuan membantu konseli dalam melihat,
menentukan dan memperjelas tujuan kehidupan konseli dimana cara pencapaian tujuan
ditentukan oleh konseli dengan mengkonstruksikan rencana perubahan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka kami merumuskan masalah
sebagai berikut.

a. Bagaimana pandangan tentang manusia menurut Glasser?


b. Bagaimana pandangan kepribadian menurut Glesser?
c. Bagaimana kasus dalam konseling realitas?
d. Apa saja teknik konseling Realitas?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut
a. Mengetahui pandangan Glesser tentang manusia
b. Mengetahui pandangan Glesser tentang kepribadian manusia

1
c. Mengetahui kasus dalam konseling Realitas
d. Mengetahui teknik konseling konseling Realitas

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Tokoh


1. William Glasser
Saat ini pensiun, dididik di CaseWestern Reserve University inCleve- land, Ohio.
Awalnya seorang insinyur kimia, ia beralih ke psikologi (MA, Psikologi Klinis, 1948)
dan kemudian ke psikiatri, masuk sekolah kedokteran(MD, 1953) dengan tujuan
menjadi psikiater. Pada tahun 1957 ia menyelesaikan pelatihan psikiatrisnya di
Administrasi Veterans dan UCLA di Los Angeles dan pada tahun 1961 ia
mendapatkan sertifikasi dewan dalam psikiatri.
Glasser menikah dengan Naomi selama 47 tahun, dan dia sangat terlibat dengan
theWilliamGlasser Institute sampai kematiannya pada tahun 1992. Pada tahun 1995
Glasser menikahi Carleen, yang merupakan instruktur di institut tersebut. Glasser
sering bermain tenis hingga saat ini, dan sekarang, pada usia 86, dia menikmati
menonton bola basket di televisi. Glasser sangat awal menolak model Freudian,
sebagian karena pengamatannya terhadap terapis terlatih secara psikoanalisis yang
tampaknya tidak menerapkan prinsip-prinsip Freudian. Sebaliknya, mereka cenderung
meminta pertanggung jawaban orang atas perilaku mereka. Di awal karirnya, Glasser
adalah seorang psikiater di Sekolah Ventura, sebuah penjara dan sekolah untuk anak
perempuan yang dioperasikan oleh Otoritas Pemuda California. Dia menjadi yakin bahwa
pelatihan psikoanalitiknya memiliki kegunaan yang terbatas dalam menasihati orang-
orang muda ini. Dari pengamatan ini, Glasser berpikir bahwa yang terbaik adalah
berbicara dengan bagian klien yang waras, bukan pihak mereka yang terganggu.
Glasser juga dipengaruhi oleh GL Harrington, seorang psikiater dan mentor.
Harrington percaya bahwa pasiennya terlibat dalam proyek di dunia nyata, Pada tahun
1962, Glasser mulai memberikan kuliah umum tentang "psikiatri realitas", tetapi
beberapa psikiater ikut penonton. Kebanyakan dari mereka yang hadir adalah para
pendidik, pekerja sosial, konselor, dan petugas pemasyarakatan, soGlasser mengubah nama
sistemnya menjadi "terapi realitas", yang menjadi judul bukunya yang inovatif yang
diterbitkan pada tahun 1965. Pada tahun 1996, Glasser menjadi yakin bahwa revisi ini telah
mengubah teori sehingga menyesatkan untuk terus menyebutnya teori kontrol, dan dia

3
mengubah namanya menjadi teori pilihan untuk mencerminkan semua yang telah dia
kembangkan. Inti dari terapi realitas, yang sekarang diajarkan di seluruh dunia, adalah
bahwa kita semua bertanggung jawab atas apa yang kita pilih untuk dilakukan. Kami secara
internal termotivasi oleh kebutuhan dan keinginan saat ini, dan kami mengontrol pilihan
perilaku kami saat ini.

B. Pandangan tentang Manusia


Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dasar dan
dalam kehidupannya mereka berusaha memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan dasar
manusia meliputi kebutuhan bertahan hidup (survival), mencintai dan dicintai (love and
belonging), kekuasaan atau prestasi (power or achievement), kebebasan atau
kemerdekaan (freedom or independence), dan kesenangan (fun) (Corey, 2010). Glesser
(2000) meyakini bahwa di antara kebutuhan dasar tersebut kebutuhan mencintai dan
dicintai merupakan yang utama dan paling sukar pemenuhannya.
Pada konseling ini mengajarkan bahwa kita tidak memenuhi kebutuhan kita
secara langsung. Apa yang kita lakukan, dimulai segera setelah lahir dan berlanjut
sepanjang hidup kita, adalah terus memantau segala sesuatu yang kita lakukan yang
terasa sangat menyenangkan. Kita menyimpan informasi di dalam pikiran kita dan
membangun file keinginan, yang disebut milik kita dunia berkualitas, yang
merupakan inti dari hidup kita. Pribadi kita dunia yang ingin kita tinggali jika kita
bisa. Glasser mengatakan bahwa berbicara tentang depresi, sakit kepala, marah, atau
cemas menyiratkan kepasifan dan kurangnya tanggung jawab pribadi, dan itu tidak
akurat. Lebih akurat untuk menganggap ini sebagai bagian dari perilaku total dan
untuk digunakan bentuk kata kerja menyedihkan, sakit kepala, kemarahan, dan
kecemasan untuk mendeskripsikan mereka. Lebih akurat untuk memikirkan orang-
orang yang membuat diri mereka depresi atau marah daripada menjadi depresi atau
marah. Ketika orang memilih dengan mengembangkan berbagai perilaku "paining",
itu karena ini adalah perilaku terbaik yang dapat mereka buat pada saat itu, dan
perilaku ini sering kali membuat mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.
a. Tingkah laku manusia didorong untuk memenuhi kebutuhan dasar (baik
psikologikagal maupun fisiologikal), yang sama untuk semua orang.
1) Kebutuhan Fisiologikal: segala sesuatu untuk mempertahankan keberadaan
organisme.
2) Kebutuhan Psikologikal :
a) Untuk mencintai dan dicintai
b) Untuk berguna bagi diri sendiri dan orang lain
b. Kebutuhan-kebutuhan psikologikal itu disatukan menjadi kebutuhan akan identitas.

4
C. Kepribadian Manusia Menurut Terapi Realitas

1. Struktur kepribadian
Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut Glasser orang
tersebut mencapai identitas sukses. Ini terkait dengan konsep perkembangan
kepribadian yang sehat, yang ditandai dengan berfungsinya individu dalam memenuhi
kebutuhan psikologisnya secara tepat. Dalam proses pembentukan identitas, individu
mengembangkan keterlibatan secara emosional dengan orang lain. Individu perlu
merasakan bahwa orang lain memberikan perhatian kepadanya dan berfikir bahwa
dirinya memiliki arti. Jika kebutuhan psikologisnya sejak awal tidak terpenuhi, maka
seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar bagaimana memenuhi kebutuhan
psikologis dirinya atau orang lain. Belajar bagaimana bertingkah laku yang
bertanggung jawab merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan anak
untuk mencapai “identitas sukses”.
Menurut Glasser ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, orang
tersebut telah mencapai identitas sukses. Pencapaian identitas sukses ini terkait pada
konsep 3R, yaitu keadaan dimana individu dapat menerima kondisi yang dihadapinya,
dicapai dengan menunjukkan total behavior (perilaku total), yakni tindakan (acting),
pikiran (thingking), perasaan (feeling), danfisik (physiology) secara bertanggung
jawab (responsibility), sesuatu realita (reality), dan benar (right), adapun konsep 3R
yaitu:
a. Tanggung jawab (Responsibility)
Merupakan kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhannya tanpa harus
merugikan orang lain.

b. Realita (Reality)

Merupakan kenyataan yang akan menjadi tantangan bagi individu untuk


memenuhi kebutuhannya. Setiap individu harus memahami bahwa ada dunia
nyata, dimana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam rangka
mengatasi masalahnya. Realita yang dimaksud adalah sesuatu yang tersusun dari
kenyataan yang ada dan apa adanya.

5
c. Kebenaran (Right)
Merupakan ukuran atau norma-norma yang diterima secara umum, sehingga
tingkah laku dapat diperbandingkan. Individu yang melakukan hal ini mampu
mengevaluasi diri sendiri bila melakukan sesuatu melalui perbandingan tersebut
ia merasa nyaman bila mampu bertingkah laku dalam tata cara yang diterima
secara umum.
2. Pribadi sehat dan bermasalah
a. Pribadi sehat
Seseorang dikatakan memiliki pribadi sehat yaitu ketika seseorang
berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut glasser orang tersebut mencapai
identitas sukses. Pencapaian identitas ini terkait pada konsep 3R, dimana individu
dapat menerima kondisi yang dihadapinya. Konseling realita menekankan pilihan-
pilihan pada setiap situasi individu memiliki kemampuan membuat pilihan dan
mempertanggung jawabkan berhasil. Status kesehatan mental individu dapat
dilihat dalam tahapan yang dialaminya, yaitu:
1. Tahapan Kemunduran/ Regresive Stage, dibagi menjadi 3 :
a) “Saya Menyerah” (1 give up).
b) Simptom-simptom (-), pada perlikau menyeluruh
c) Kecanduan negatif artinya individu mengulang-ulang perilaku yang tidak
efektif dan destruktif dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
2. Tahapan positif (progress stage) terjadi 3 tahap:
a) “Saya akan melakukannya”.
“Saya ingin berkembang”
“Saya berkomitmen untuk berubah”
b) Simpton-simpton positif, pada perilaku menyeluruh
c) Kecanduan positif = ditandai dengan perasaan berharga pada diri sendiri
(self worth), konstruktif dan kepuasan terhadap pencapaian diri sendiri.

b. Pribadi bermasalah
Pribadi bermasalah terjadi ketika seseorang gagal dalam memenuhi
kebutuhannya. Apabila kebutuhan psikologisnya sejak awal tidak terpenuhi, maka

6
seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar bagaimana memenuhi
kebutuhan psikologis dirinya atau orang lain.

D. Karakteristik Konseling Realitas


Terapis realitas tidak terlalu lama mendengarkan keluhan, menyalahkan, dan kritik,
karena ini adalah perilaku yang paling tidak efektif dalam daftar perilaku kita. Karena
terapis realitas memberikan sedikit perhatian pada tindakan merugikan diri ini perilaku
total, Glasser berpendapat bahwa mereka cenderung menghilang dari terapi.
a. Menekankan Pilihan dan Tanggung Jawab
Jika kita memilih semua yang kita lakukan, kita harus bertanggung jawab atas apa
yang kita pilih. Ini tidak berarti kita harus disalahkan atau dihukum, kecuali kita
melanggar hukum, tetapi itu berarti terapis tidak boleh melupakan fakta bahwa
klien bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan. Teori pilihan mengubah
fokus tanggung jawab menjadi pilihan dan pemilihan.
b. Menolak Pemindahan
Terapis realitas berusaha untuk menjadi diri mereka sendiri dalam pekerjaan
profesional mereka. Dengan menjadi diri mereka sendiri, terapis dapat
menggunakan hubungan tersebut untuk mengajari klien bagaimana berhubungan
dengan orang lain dalam hidup mereka. Glasser berpendapat bahwa pemindahan
adalah cara terapis dan klien menghindari menjadi diri mereka sendiri dan
memiliki apa yang mereka lakukan saat ini. Tidak realistis bagi terapis untuk
mengikuti gagasan bahwa mereka adalah siapa pun kecuali diri mereka sendiri.
c. Pertahankan Terapi Saat Ini
Beberapa klien datang ke konseling dengan keyakinan bahwa mereka harus
mengunjungi kembali masa lalu jika ingin dibantu. Banyak model terapi
mengajarkan bahwa untuk berfungsi dengan baik di masa sekarang, orang harus
memahami dan mengunjungi kembali masa lalu mereka.
d. Hindari Fokus Pada Gejala
Dalam terapi tradisional, banyak waktu dihabiskan untuk berfokus pada gejala
dengan menanyakan klien bagaimana perasaan mereka dan mengapa mereka
terobsesi. Berfokus pada masa lalu "melindungi" klien dari menghadapi realitas

7
hubungan saat ini yang tidak memuaskan, dan berfokus pada gejala melakukan hal
yang sama.
e. Menantang Pandangan Tradisional Tentang Penyakit Mental
menolak anggapan tradisional bahwa orang dengan gejala fisik dan psikologis
yang bermasalah sedang sakit jiwa. Glasser (2003) telah memperingatkan orang-
orang untuk berhati-hati terhadap psikiatri, yang dapat membahayakan kesehatan
fisik dan mental seseorang.

E. Tujuan Konseling
Tujuan utama dari terapi realitas kontemporer adalah untuk membantu klien
terhubung atau terhubung kembali dengan orang-orang yang telah mereka pilih untuk
dimasukkan ke dalam dunia berkualitas mereka. Selain memenuhi kebutuhan akan cinta
dan kepemilikan ini, tujuan dasar terapi realitas adalah membantu klien mempelajari
cara-cara yang lebih baik untuk memenuhi semua kebutuhan mereka, termasuk
pencapaian, kekuasaan atau kendali batin, kebebasan atau kemandirian, dan
kesenangan. Kebutuhan dasar manusia berfungsi untuk memfokuskan perencanaan
pengobatan dan menetapkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Terapis realitas
membantu klien dalam membuat pilihan yang lebih efektif dan bertanggung jawab
terkait dengan keinginan dan kebutuhan mereka.
1. Fungsi dan Peran Konselor
Peran terapis realitas bukanlah untuk membuat evaluasi untuk klien tetapi untuk
menantang klien untuk memeriksa apa yang mereka lakukan. Terapis realitas
membantu klien dalam mengevaluasi arah perilaku mereka sendiri, tindakan
spesifik, keinginan, persepsi, tingkat komitmen, kemungkinan arah baru, dan
rencana tindakan. Klien kemudian memutuskan apa yang akan diubah dan
merumuskan rencana untuk memfasilitasi perubahan yang diinginkan. Hasilnya
adalah hubungan yang lebih baik, peningkatan kebahagiaan, dan rasa kendali batin
atas hidup mereka (Wubbolding, 2017).
Ini adalah tugas terapis untuk menyampaikan gagasan bahwa betapapun
buruknya hal itu masih ada harapan. Jika terapis mampu menanamkan harapan ini,
klien merasa bahwa mereka tidak lagi sendiri dan perubahan itu mungkin terjadi.
Terapis berfungsi sebagai advokat, atau seseorang yang berada di pihak klien.

8
Bersama-sama mereka dapat secara kreatif menangani berbagai masalah dan
pilihan.

F. Teknik dan Prosedur Konseling Realitas


Praktik terapi realitas paling baik dikonseptualisasikan sebagai siklus konseling,
yang terdiri dari dua komponen utama: menciptakan lingkungan konseling dan
menerapkan prosedur khusus yang mengarah pada perubahan perilaku. Seni konseling
adalah merangkai komponen-komponen ini bersama-sama dengan cara yang
mengarahkan klien untuk mengevaluasi kehidupan mereka dan memutuskan untuk
bergerak ke arah yang lebih efektif.
1. Keinginan (mengeksplorasi keinginan, kebutuhan, dan persepsi)
Realitas terapis membantu klien menemukan keinginan dan harapan mereka.
Semua keinginan berhubungan dengan lima kebutuhan dasar. Klien diberi
kesempatan untuk mengeksplorasi setiap aspek kehidupan mereka, termasuk apa
yang mereka inginkan dari keluarga, teman, dan pekerjaan mereka. Lebih jauh,
eksplorasi keinginan, kebutuhan, dan persepsi ini harus dilanjutkan selama proses
konseling karena gambaran klien berubah.
2. Arah dan Tindakan
Fokus pada saat ini ditandai dengan pertanyaan kunci yang diajukan oleh
terapis realitas: "Apa yang Anda lakukan?" Meskipun masalah mungkin berakar
di masa lalu, klien perlu belajar bagaimana menghadapinya di masa sekarang
dengan mempelajari cara yang lebih baik untuk mendapatkan apa yang mereka
inginkan. Masalah harus diselesaikan saat ini atau melalui rencana masa depan.
Tantangan terapis adalah membantu klien membuat lebih banyak pilihan yang
memuaskan kebutuhan. Pada awal konseling, penting untuk mendiskusikan
dengan klien arah hidup mereka secara keseluruhan, termasuk ke mana mereka
pergi dan ke mana perilaku mereka membawa mereka. Eksplorasi ini merupakan
pendahuluan untuk evaluasi selanjutnya apakah itu adalah arah yang diinginkan.
Terapis memegang cermin di depan klien dan bertanya, "Apa yang Anda lihat
untuk diri Anda sekarang dan di masa depan?" Seringkali dibutuhkan beberapa
waktu agar refleksi ini menjadi lebih jelas bagi klien sehingga mereka dapat

9
mengekspresikan persepsi mereka secara verbal. Terapi realitas berfokus pada
memperoleh kesadaran dan mengubah perilaku total saat ini.
3. Evaluasi Diri
Evaluasi diri adalah landasan prosedur terapi realitas. Inti dari terapi realitas,
seperti yang telah kita lihat, adalah meminta klien untuk melakukan evaluasi diri
berikut: “Apakah perilaku Anda saat ini memiliki peluang yang masuk akal untuk
mendapatkan apa yang Anda inginkan sekarang, dan akankah itu membawa
Anda ke arah yang Anda inginkan? untuk pergi?" Secara khusus, evaluasi
melibatkan klien yang memeriksa arah perilaku, tindakan spesifik, keinginan,
persepsi, arah baru, dan rencana.
4. Perencanaan dan Tindakan
Banyak pekerjaan penting dari proses konseling melibatkan membantu klien
mengidentifikasi cara-cara spesifik untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan
mereka. Begitu klien menentukan apa yang ingin mereka ubah, mereka umumnya
siap untuk mengeksplorasi kemungkinan perilaku lain dan merumuskan rencana
tindakan.
Konseling realitas bisa ditandai sebagai konseling yang aktif secara verbal.
Prosedur-prosedurnya difokuskan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien
yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai
keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas
keberhasilan, dalam konseling bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
a. Terlibat dalam permainan peran dengan klien
b. Menggunakan humor
c. Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun
d. Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi
tindakan
e. Bertindak sebagai model dan guru
f. Memasang batas-batas dan menyusun situasi konseling
g. Menggunakan “terapi kejutan verbal” yang layak untuk mengonfrontasikan
klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis
h. Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih
efektif.
Pelaksanaan teknik tersebut dibuat tidak secara kaku. Hal ini disesuaikan dengan

karakteristik konselor dan klien yang menjalani konseling realitas. Jadi para

10
praktiknya, dapat saja beberapa teknik tidak disertakan. Hal tersebut tidak akan

berdampak negatif selama tujuan konseling yang sebenarnya dapat tercapai sesuai

dengan yang diharapkan.

Glasser dan Wubbolding (Adibah & Priyambodo, 2022) menyatakan bahwa


prosedur terapi realitas dapat dilakukan dengan langkah-langkah WDEP yaitu
Want, Direction, Evaluation, dan Planning. Langkah- langkah dalam teknik WDEP
dijelaskan sebagai berikut:
a. Want (Keinginan). Want adalah fase di mana konselor mengkaji harapan,
kebutuhan, dan persepsi siswa. Pada tahap ini, konselor perlu bersikap hangat
dan reseptif agar siswa yang menerima konseling dapat menggambarkan apa
yang mereka inginkan dalam keluarga, persahabatan, dan pekerjaan.
b. Direction (Arahan). Konseling Konselor menekankan bahwa konseling ini
hanya berfokus pada perilaku dan masalah saat ini, bukan masa lalu.
Meskipun suatu masalah mungkin berasal dari peristiwa atau pengalaman
masa lalu, siswa yang menerima konseling harus belajar untuk menerima
masa lalu mereka dan menunjukkan perilaku yang lebih baik dan lebih
bertanggung jawab untuk mencapai keinginan mereka.
c. Evaluation (Penilaian). Inti dari pendekatan realitas adalah membantu siswa
sebagai konselor menilai perilakunya. Konselor pada tahap ini dapat
menghadapi siswa dengan konsekuensi atas perilaku mereka.
d. Planning (Perencanaan). Ketika siswa bebas memilih apa yang mereka
inginkan dan siap diajak untuk mengeksplorasi bentuk-bentuk perilaku yang
dapat mengarah pada tujuan yang diinginkan, maka sudah saatnya konselor
mengajak siswa untuk bertindak sebagai konselor, merencanakan perilaku
dan mengambil tindakan.

11
G. Kasus

Judul Penggunaan Konseling Realitas Berbasis Teknik WDEP untuk


Meningkatkan Tanggung Jawab Belajar Siswa

Penulis Devivatul Adibah

Tahun Terbit 2022


Nama Jurnal SENACAM
Masalah Rendahnya tanggung jawab belajar yang dimiliki oleh siswa akan
menimbulkan banyak masalah yang tidak hanya berdampak pada
kelancaran proses pembelajaran namun juga berimbas pada
prestasi belajar siswa. Oleh karena alasan ini, maka penelitian ini
dinilai penting untuk dilakukan guna mengetahui kondisi siswa di
sekolah dengan menerapkan “Konseling Realita Menggunakan
Teknik WDEP untuk Meningkatkan Tanggung Jawab Siswa dalam
Belajar”.
Metodologi Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur
atau kepustakaan. Metode studi literatur adalah serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data
pustaka membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan
penelitian. Studi literatur dilakukan peneliti dengan tujuan utama
yaitu mencari dasar pijakan atau fondasi untuk memperoleh dan
membangun landasan teori, kerangka berpikir, dan menentukan
dugaan sementara. Dengan melakukan studi literatur para peneliti
mempunyai pendalaman yang lebih luas dan mendalam terhadap
masalah yang hendak diteliti
Temuan Penelitian yang dilakukan Mahsunah (2017) ada peningkatan
tanggung jawab belajar melalui konseling kelompok realita pada
siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Prambon. Hal ini menunjukkan
bahwa konseling kelompok realita dapat meningkatkan tanggung
jawab belajar siswa. Didukung oleh penelitan yang dilakukan oleh

12
Tri Mahzumah (2013), konseling kelompok realita dapat dijadikan
salah satu teknik untuk membantu siswa mengatasi kesulitan
belajar. Hal ini terlihat dari penurunan tingkat kesulitan belajar
pada siswa antara sebelum dan sesudah diberikan konseling realita.
Siswa yang pada awalnya mengalami kesulitan dalam belajar dapat
meningkat sesuai dengan kriteria yang ditetapkan pihak sekolah
Kesimpulan Dari berbagai pengertian tentang konseling realita di atas, dapat
diambil pemahaman bahwa konseling realita ini merupakan suatu
pendekatan konseling yang memiliki fokus terhadap tingkah laku
sekarang dan memiliki fungsi membantu konselor dalam
menyadari untuk menghadapi kenyataan atau realita. Selain itu
juga untuk memenuhi kebutuhan dirinya tanpa menciptakan
masalah baru dan menimbulkan kerugian. Sehingga konseling
realita ini memiliki fungsi membantu konselor untuk tidak
merugikan dirinya atau bahkan orang lain.
Berdasarkan kesimpulan di atas peneliti mengajukan saran,
diharapkan mampu mengembangkan penelitian ini dikemudian
hari terkait keefektifan teknik WDEP dalam konseling realita
untuk meningkatkan tanggung jawab siswa dalam belajar, serta
diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan serupa dengan
menggunkan teknik-teknik konseling yang lain sehingga hasil
penelitian dapat dibandingkan.

Judul Konseling Realitas Untuk Mereduksi Stres pada Orangtua


Tunggal
Penulis Hanif Kartika Indahsari
Tahun Terbit 2021
Nama Jurnal PROCEDIA Studi Kasus dan Intervensi Psikologi
Masalah Subjek merupakan seorang wanita berusia 57 tahun berstatus
janda. Subjek bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan
mempunyai satu anak laki-laki yang sudah berumah tangga. Saat

13
ini subjek tinggal bersama anak, menantu dan dua orang cucu.
Subjek merasa marah kepada menantunya terkait hutang piutang
dan dugaan mencuri perhiasan miliknya sementara keluarga subjek
termasuk orang yang takut untuk berhutang. Sejak saat itu subjek
menjadi mudah marah dan kecewa pada menantunya.
Tiga hari kemudian, pada tanggal 8 september 2019 suami subjek
meninggal karena sakit paru-paru yang sudah dideritanya selama
tujuh tahun. Subjek merasa sedih namun sudah mengikhlaskan
kepergian suaminya karena sudah lama sakit. Dua minggu setelah
kematian suaminya, subjek kembali bekerja
Sejak mengetahui menantunya berhutang, subjek menjadi mudah
marah, kehilangan nafsu makan, sulit tidur dan sering melamun.
Subjek juga kehilangan minat dalam melakukan sesuatu. Subjek
banyak memikirkan dan mengkhawatirkan bagaimana dengan
keuangan rumah tangga anaknya. Subjek mengkhawatirkan
bagaimana beban anaknya yang sebagai pegawai honorer yang
harus melunasi hutang istrinya sebanyak 50 juta. Subjek juga
mengkhawatirkan bagaimana caranya untuk melunasi hutang-
hutang tersebut dan bagaimana cara menghadap menantu subjek.
Keluhan fisik yang dirasakan subjek adalah merasa sering sakit
kepala, merasakan kaku pada bagian leher, lemas dan tidak
mempunyai tenaga. Subjek merasa kesulitan untuk tidur dan sering
terbangun di malam hari yang dirasakan setiap hari.
Berdasarkan hasil tes, subjek merupakan individu yang kekanak-
kanak dan memiliki kecenderungan hambatan sosial. Kematangan
emosi subjek belum berkembang dengan baik dimana adanya
keinginan untuk kembali kemasa kanak-kanak. Sifat subjek yang
kekanak-kanakan cenderung membuat subjek ingin diperhatikan
namun cenderung menolak untuk memperhatikan lingkungan dan
menolak keadaan yang tidak menyenangkan. Subjek termasuk
orang yang ragu-ragu, mudah takut dan frustasi sehingga subjek

14
cenderung tidak mempunyai tujuan yang jelas. Subjek cenderung
kurang dapat berpikir panjang dan analitis dikarenakan adanya
hambatan berpikir sehingga membuat subjek cenderung cepat
bereaksi atas hasil yang dicapainya. Berdasarkan hasil skala
Depression Anxiety Stress Scale (DASS) didapatkan skor stres
sebesar 25dengan kategori sedang.
Intervensi yang akan diberikan kepada subjek yaitu konseling
realitas. Reality therapy yang dicetuskan oleh William Glasser ini
didasarkan pada teori yang menekankan bahwa manusia
merupakan makhluk social dan setiap perilaku yang dikerjakan ada
tujuannya. Oleh karena itu, manusia tergantung dari perilaku
mereka sendiri dan bukan karena keluarga mereka, lingkungan
mereka atau konflik saat usia anak-anak. Sebaliknya perilaku
dipandang sebagai pilihan, dimana reality therapy berusaha untuk
menghindari pemaksaan dan hukuman serta mengajarkan tanggung
jawab

Metodologi Metode Asesmen untuk penegakan diagnosa yang tepat dilakukan


melalui serangkaian metode antara lain wawancara, observasi, tes
grafis, skala stress pada Depression Anxiety Stress Scale (DASS)
dan World Health Organization Disability Assessment Schedule
(WHODAS). Wawancara klinis digunakan untuk mengetahui
riwayat kondisi subjek dari awal hingga akhir dan dalam rangka
mengurangi penderitaannya. Observasi digunakan untuk
mengetahui bagaimana kondisi dan perilaku subjek selama
asesmen dan intervensi. Sedangkan tes grafis digunakan untuk
mengungkap kepribadian, konsep diri, hubungan dan pandangan
Subjek terhadap lingkungan sekitarnya. Tes grafis yang diberikan
adalah Draw a Person (DAP), BAUM.
Skala stress pada Depression Anxiety Stress Scale (DASS)
digunakan untuk mengungkap tingkat stress pada subjek dalam

15
pretest dan posttest dalam intervensi yang dilakukan. Serta
WHODAS untuk mengetahui taraf keberfungsian subjek dalam
pemahaman dan komunikasi dengan orang lain, penguasaan
lingkungan, perawatan diri partisipasi dalam lingkungan sosial,
kehidupan sehari-hari
dan masyarakat.
Temuan Penelitian yang dilakukan oleh Vahidiborji et al. (2017)
menunjukkan terapi realitas mampu menurunkan kecemasan,
depresi dan stres yang terjadi pada remaja putri. Penerapannya
terapi realitas dapat meningkatkan penyesuaian seseorang pada
stres dan kecemasan yang mereka rasakan. Remaja dalam
penelitian ini diajarkan untuk bertanggung jawab terhadap apa
yang mereka lakukan sehingga secara emosional mereka lebih
dapat menyesuaikan diri ketika ada kondisi yang tidak mereka
harapkan terjadi.
Kesimpulan Konseling realitas dapat menurunkan tingkat stres subjek.
Perubahan yang terjadi pada Subjek menunjukkan adanya
penurunan skor stres dari 25 menjadi 13 pada skala DASS dan
disertai perubahan perilaku yang tampak yaitu dengan rutin
mengikuti berbagai kegiatan

BAB III
PENUTUP

16
A. Kesimpulan

William Glasser adalah seorang psikiater yang mengembangkan konseling realitas pada
tahun 1950-an. Gllassser mengembangkan teori ini karena merasa tidak puas dengan praktek
psikiatri yang telah ada dan dia mempertanyakan dasar-dasar keyakinan terapi yang
berorientasi kepada Freudian. Manusia digerakkan oleh kebutuhan-kebutuhan dasar yang
asalnya bersifat genetic. Semua prilaku manusia mempresentasikan upaya untuk mengontrol
dunia agar memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu dengan sebaik-baiknya.

Menurut Glasser ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, orang tersebut telah
mencapai identitas sukses. Pencapaian identitas sukses ini terkait pada konsep 3R, yaitu
keadaan dimana individu dapat menerima kondisi yang dihadapinya, dicapai dengan
menunjukkan total behavior (perilaku total), yakni tindakan (acting), pikiran (thingking),
perasaan (feeling), danfisik (physiology) secara bertanggung jawab (responsibility), sesuatu
realita (reality), dan benar (right).

B. Saran
Demikian hasil uraian dari makalah kami yang membahas tentang pendekatan konseling
reaitas, besar harapan kami sebagai penulis semoga makalah ini bisa menjadi bahan bacaan
yang berguna dan menambah wawsan kita semua, jika ada kritik dan saran yang membangun
untuk kebaikan penulis kedepannya. Sekian terimaksih.

DAFTAR PUSTAKA

Adibah, D., & Priyambodo, B. (2022). Penggunaan konseling realitas berbasis teknik wdep
untuk meningkatkan tanggung jawab belajar siswa. SENACAM:Seminar Nasional
Mahasiswa, April, 29–43.

17
Corey, Gerald. (2010). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : Refika Aditama.

R.J Nelson. (2011). Teori Praktik Konseling dan Terapi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Wubbolding, R. E. (2017). Reality Therapy and Self-Evaluation. In Reality Therapy and Self-
Evaluation. https://doi.org/10. 1002/9781119376248

18

Anda mungkin juga menyukai