Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KONSEP TEORI NARRATIVE THERAPY

MATA KULIAH : TEORI DAN TEKNIK KONSELING

DOSEN PENGAMPU : BAPAK FIKI PRAYOGI, S.Pd., M.Pd.

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 7

ADINDA GUSTIKA (22110011)

SEPTIANI (22110033)

SUJANA WAFA AS-SYURA (22110034)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

(STKIP-PGRI) BANDAR LAMPUNG 2023

Jl. Chairil anwar, durian paying, kec. Tj. Karang pusat, kota Bandar Lampung(35214)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan Hidayah-
Nya kami dapat menyusun makalah "Teori dan Teknik Konseling" ini tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas tentang "Konsep Teori Narrative Therapy".
Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung kami dalam pembuatan dan penyusunan
makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan pembaca. Kami selaku penyusun menyadari
sepenuhnya bahwa makalah ini masih minim dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
senantiasa mengharapkan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah kami
di masa yang akan datang.

Bandar Lampung, 01 maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Kata pengantar.......................................................................................................................ii

Daftar isi.................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang...........................................................................................................iv
2. Rumusan Masalah......................................................................................................iv
3. Tujuan........................................................................................................................iv

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah perkembangan konsep teori narrative therapy..............................................v


B. Hakekat manusia........................................................................................................v
C. Struktur kepribadian...................................................................................................v
D. Pribadi sehat dan bermasalah.....................................................................................vii
E. Hakekat konseling......................................................................................................vii
F. Kondisi pengubahan...................................................................................................vii
G. Mekanisme pengubahan.............................................................................................ix
H. Kelemahan dan kelebihan..........................................................................................xi

BAB III PENUTUP

Kesimpulan............................................................................................................................xii

Saran......................................................................................................................................xii

Daftar pustaka........................................................................................................................xiii

iii
1. Latar Belakang
Terapi Naratif mengadopsi pendekatan yang melibatkan perubahan fokus dari teori paling
tradisional. Terapis dianjurkan untuk membangun pendekatan kolaboratif dengan minat
khusus pada klien dengan mendengarkan cerita-cerita; untuk mencari tahu kehidupan
klien. Menggunakan pertanyaan sebagai cara untuk melibatkan klien dan memfasilitasi
mereka bereksplorasi, untuk menghindari diagnosis dan pelabelan klien atau menerima
sepenuhnya berdasarkan deskripsi masalah; untuk membantu klien dalam pemetaan 
pengaruh masalah yang dimiliki dalam kehidupan mareka; dan untuk membantu klien
memisahkan diri dari cerita-cerita yang dominan yang telah diinternalisasi sehingga
hati atau pikiran yang sering kali disebut sebagai ruang dapat dibuka untuk menciptakan
kisah kehidupan alternatif (Freddman&Combs, 1996).

2. Rumusan Masalah
 Sejarah perkembangan konsep teori narrative therapy
 Kelemahan dan kelebihan teori narrative therapy

3. Tujuan
 Untuk mengetahui sejarah perkembangan teori narrative therapy
 Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan teori narrative therapy

iv
A. SEJARAH PERKEMBANGAN
Terapi Naratif mengadopsi pendekatan yang melibatkan perubahan fokus dari teori paling
tradisional. Terapis dianjurkan untuk membangun pendekatan kolaboratif dengan minat khusus
pada klien dengan mendengarkan cerita-cerita; untuk mencari tahu kehidupan klien.
Menggunakan pertanyaan sebagai cara untuk melibatkan klien dan memfasilitasi
mereka bereksplorasi, untuk menghindari diagnosis dan pelabelan klien atau menerima
sepenuhnya berdasarkan deskripsi masalah; untuk membantu klien dalam pemetaan  pengaruh
masalah yang dimiliki dalam kehidupan mareka; dan untuk membantu klien memisahkan diri
dari cerita-cerita yang dominan yang telah diinternalisasi sehingga hati atau pikiran yang sering
kali disebut sebagai ruang dapat dibuka untuk menciptakan kisah kehidupan
alternatif (Freddman&Combs, 1996).
1.    Peran Stories
Kita hidup dengan cerita yang kita ceritakan tentang diri kita dan orang lain katakan tentang kita.
Cerita ini sebenarnya membentuk realitas yang dalam, bahwa mereka membangun dan
membentuk apa yang kita lihat, rasakan dan lakukan. Cerita kita hidup dan tumbuh dari
percakapan dalam konteks sosial dan budaya. Tetapi klien tidak mempunyai  peran patologis,
korban yang hidup tanpa harapan dan meyedihkan, melainkan mereka muncul sebagai pemenang
yang berani menceritakan kisah-kisah nyata. Cerita tidak mengubah orang yang mengatakan
cerita, tetapi juga mengubah terapis yang beruntung menjadi bagian dari proses ini (Monk,
1997).
2.    Mendengarkan dengan  pikiran terbuka
Semua teori kontruksionis sosial menekankan pada klien untuk mendengarkan tanpa
menghakimi atau menyalahkan , menegaskan dan menghargai mereka. Lindsley (1994)
menekankan bahwa terapis dapat mendorong klien untuk mempertimbangkan kembali peniaian
absolut yang bergerak ke arah melihat keduanya “baik” dan “buruk” unsur-unsur dalam situasi.
Terapis Naratif melakukan upaya tanpa memaksakan sistem nilai mereka dan
interpretasi. Mereka ingin menciptakan makna dan kemungkinan-kemungkinan baru klien yang
berbagi cerita bukan dari prasangka dan pada akhirnya sebuah teori dan nilai penting
dipaksakan.Walaupun terapis Naratif membawa kepada usaha terapis tentang  sikap tertentu
seperti: optimisme, hormat, keingintahuan, ketekunan, dan menghargai klien untuk mengetahui,
mereka dapat mendengarkan masalah-kisah kejenuhan klien tanpa terjebak. Sebagai terapis
Naratif, dalam mendengarkan cerita klien, mereka tetap waspada untuk rincian yang memberikan
bukti  dari kompetensi klien dalam melawan masalah yang menindas.

B.  HAKEKAT MANUSIA
Berdasarkan konsep perilaku manusia, prinsip kerja konseling berdasarkan konseling naratif ini
didasarkan atas asumsi sebagai barikut:

v
1.    Perspektif Naratif berfokus pada kemampuan manusia untuk berpikir kreatif dan imajinatif.
Praktisi Naratif tidak pernah menganggap bahwa ia tahu lebih banyak tentang kehidupan klien
daripada yang mereka lakukan.
2.    Klien adalah penafsir utama pengalaman mereka sendiri.
3.    Praktisi Naratif melihat orang  sebagai agen aktif yang mampu memperoleh makna keluar dari
dunia pengalaman mereka. Dengan demikian, proses perubahan dapat difasilitasi, tetapi tidak
diarahkan oleh terapis.

C. Struktur Kepribadian
Terapi Narasi didasarkan pada empat keyakinan dasar yaitu antara lain sebagai berikut:
a.    Klien tidak ditentukan oleh masalah mereka yang hadir. Klien sering mengidentifikasi diri
dengan masalah mereka. Sebaliknya, dengan memiliki label disfungsi, klien mulai menerima
masalah mereka sebagai bagian yang terintegrasi dari siapa mereka, bukan karakteristik yang
melekat. Sebagai contoh, klien yang menderita depresi mengalami keadaan temporal bukanlah
karakteristik kepribadian mereka. Membuat perbedaan antara diri dan masalahnya adalah penting
jika klien harus diberdayakan untuk reauthor narasi kehidupan mereka.
b.    Klien adalah pakar pada kehidupan mereka, sehingga konselor atau terapis harus bijaksana
mencari keahlian mereka. Aspek humanistik konseling dan psikoterapi adalah keyakinan bahwa
klien memiliki jawaban mereka. Klien telah menghabiskan waktu yang paling dengan diri
mereka sendiri, telah mengalami totalitas kehidupan mereka, dan merupakan sumber terbaik
tentang bagaimana mereka harus datang ke tempat ini mereka dalam kehidupan. Setiap
intervensi yang efektif dengan klien harus memperhitungkan keakraban besar yang mereka
miliki dengan diri dan dilema mereka.
c.    Klien memiliki banyak keterampilan, kompetensi, dan sumber daya internal yang menarik.
Semua klien, bahkan anak muda, memiliki keterampilan hidup tertentu yang mereka menarik
dari dalam kehidupan sehari-hari mereka. Kompetensi-kompetensi yang klien telah digunakan
untuk tiba pada titik ini dalam perjalanan hidup mereka harus digunakan sebagai sumber bagi
mereka dalam pekerjaan terapi mereka dan seterusnya. Praktisi harus memperhatikan dan
mengeksplorasi kekuatan yang jelas dalam narasi kehidupan klien.
d.   Terapi perubahan terjadi ketika klien menerima peran mereka sebagai penulis hidup mereka dan
mulai untuk menciptakan sebuah narasi kehidupan yang kongruen dengan harapan mereka,
impian, dan aspirasi. Klien memiliki banyak pilihan dalam cara mereka pengalaman dan melihat
perjalanan hidup mereka. Memberdayakan klien untuk menerima tanggung jawab atas penulisan
hidup mereka adalah peran konselor atau terapis. Setelah klien melihat pola tematik dan karakter
dalam cerita kehidupan mereka, mereka bisa membuat struktur cerita mereka terhadap tujuan
yang lebih positif dan sehat.

vi
D. Pribadi Sehat dan Bermasalah
a.    Pribadi sehat
1)   Individu yang memahami kehidupan mereka yang tampaknya teratur didalam dan luar.
2)   Individuyangmampu mempromosikan interaksi keluargayang sehat dan memberikan pemahama
n untuk pembangunan sosial makna dalam kehidupan pribadi.
3)   Individuyangmampu memahami pikiran dan sistem kepercayaan yang berasal dari kenangan awa
l dan interaksi dalam kehidupan.
b.    Pribadi bermasalah
1)   Individu yang merasa sebagai akibat tinggal sebuah
narasi pribadi penderitaan, ketakutan, atau tidak berharga.
2)   Individu yang tidak dapat mengeksplorasi ke dalam diri mereka sendiri,
3)   Individu yang selalu dibayang-bayangi
oleh keinginan/harapan, aspirasi ketakutan penyesalan dan luka emosional.

E. HAKIKAT KONSELING
Perspektif narratif berfokus pada kapasitas manusia untuk mengkreasikan dan imajinasi pikiran.
Praktisi narrative tidak menganggap bahwa mereka mengetahui  hal yang lebih mengenai
kehidupan konseli dari yang mereka lakukan (Konseli adalah penafsir utama dari pengalaman
mereka sendiri. Orang-orang dipandang sebagai agen aktif yang mampu berarti berasal dari
dunia pengalaman mereka. Dengan demikian proses perubahan dapat difasilitasi, tapi
tidak diarahkan oleh terapis (Corey, 200:389).
Dari hal ini disimpulkan bahwa hakikat konseling dari pendekatan naratif ini adalah keaktifan
konselor sebagai fasilitator dan keaktifan konseli dalam menyampaikan cerita kehidupannya
yang menjadi inti dari pendekatan naratif.

F. KONDISI PENGUBAHAN
1.    Tujuan
Tujuan umum konseling narasi adalah membawa konseli agar dapat
menggambarkan pengalaman mereka dalam bahasa baru dan segar.
Dalam hal ini dilakukan sampai konseli menemukan pandangan baru. Bahasa baru ini
memungkinkan klien untuk mengembangkan makna baru bagi pikiran yang bermasalah,
perasaan, dan perilaku (Freedman & Combs, 1996). Terapi narasi hampir selalu mencakup
kesadaran akan dampak dari berbagai aspek budaya dominan pada kehidupan manusia.
Praktisi berusaha untuk memperbesar sudut pandang dan fokus serta memfasilitasi
penemuan atau penciptaan pilihan baru yang unik untuk orang-orang yang mereka lihat.

vii
2.    Konselor
Peran terapis Narasi adalah fasilitator aktif. Konsep kepedulian, minat, respek dengan
menghormati, keterbukaan, empati, kontak, dan bahkan daya tarik dipandang sebagai kebutuhan
relasional. Ketidaktahuan posisi, yang memungkinkan terapis untuk mengikuti, menegaskan dan
dipandu oleh cerita-cerita dari klien mereka, menciptakan pengamatan terhadap konseli dan dan
berperan sebagai fasilitator dan mengintegrasikan terapi dengan pandangan postmodern manusia.
Tugas utama terapis adalah membantu klien membangun cerita yang lebih disukai klien. Terapis
narasi mengadopsi sikap yang ditandai oleh respek dengan hormat dan bekerja dengan klien
untuk mengeksplorasi dampak masalah pada
mereka dan apa yang mereka lakukan untuk mengurangi efek dari masalah (Winslade & Monk,
2007). Salah satu fungsi utama terapis adalah dengan mengajukan pertanyaan pada klien dan,
berdasarkan jawaban, untuk menghasilkan pertanyaan lebih lanjut. Putih dan Epston (1990)
mulai dengan eksplorasi klien sehubungan untuk masalah yang diajukan. Hal ini tidak biasa bagi
klien untuk menyajikan cerita awal di mana mereka dan masalah menyatu, seolah-olah sama.
Terapis Narasi cenderung menghindari penggunaan bahasa yang mencakup diagnosis,
penilaian, pengobatan, dan intervensi. Fungsi seperti diagnosis dan penilaian sering memberikan
prioritas kepada "kebenaran" praktisi atas pengetahuan klien tentang hidup mereka sendiri.
Pendekatan naratif memberikan penekanan kepada klien pemahaman pada pengalaman hidup
dan menekankan upaya untuk memprediksi, menafsirkan, dan pathologize. Praktisi Narasi
berhati-hati untuk tidak menganggap peran utama mengambil inisiatif dalam kehidupan orang
lain atau merebut kekuatan dari klien dalam membawa perubahan (Winslade et al., 1997). Dalam
konseling narasi, tidak ada penetapan formula atau resep untuk mengikuti (Freedman & Combs,
1996; Monk, Winslade, Crocket, & Epston, 1997; Winslade & Monk, 2007). Monk (1997)
menekankan bahwa terapi narasi akan bervariasi dengan setiap klien karena setiap orang adalah
unik. Untuk Monk, percakapan narasi didasarkan pada cara hidup, dan jika konseling
narasi "Dipandang sebagai rumus atau digunakan sebagai resep, klien akan memiliki
pengalaman setelah sesuatu dilakukan kepada mereka dan merasa ditinggalkan dari percakapan
"(hal. 24).

3.    Konseli
Terapis narasi mengasumsikan klien adalah ahli ketika datang ke apa yang dia inginkan dalam
hidup. Dalam hal ini berarti konseli berperan aktif dalam konseling karena konseli yang
mengetahui dirinya dan kehidupannya.
4.    Situasi Hubungan
Konseling Narasi sangat mementingkan kualitas terapis yang membawa kepada usaha terapi.
Beberapa dari termasuk sikap optimisme dan rasa hormat, rasa ingin tahu dan ketekunan,
menghargai pengetahuan klien, dan menciptakan jenis khusus dari hubungan ditandai
dengan dialog pembagian kekuasaan nyata (Winslade & Monk, 2007). Kolaborasi, kasih

viii
sayang, refleksi, dan penemuan mencirikan hubungan terapeutik. Jika hubungan ini adalah untuk
benar-benar kolaboratif, terapis perlu menyadari bagaimana kekuasaan memanifestasikan dirinya
dalam praktek profesionalnya. Ini tidak berarti bahwa terapis tidak memiliki otoritas sebagai
seorang profesional. Dia menggunakan otoritas ini, dengan memperlakukan klien sebagai pakar
dalam kehidupan mereka sendiri. Winslade, Crocket, dan Monk (1997) menggambarkan
kolaborasi ini sebagai coauthoring atau berbagi kekuasaan. Klien berfungsi sebagai penulis
ketika mereka memiliki kewenangan untuk berbicara atas nama mereka sendiri. Dalam
pendekatan naratif, terapis-sebagai-ahli digantikan oleh klien-sebagai ahli -. Gagasan ini
menantang sikap terapis sebagai seorang ahli semua-bijaksana dan maha tahu. Winslade dan
Monk (2007) menyatakan: "Integritas dari hubungan konseling demikian dipertahankan
sementara klien dihormati sebagai penulis senior dalam pembangunan dari sebuah narasi
alternatif "(hal. 57-58).
Klien sering terjebak dalam cerita masalah pola hidup-kejenuhan  tidak bekerja. Terapis
memasuki dialog ini dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam
upaya untuk memperoleh perspektif, sumber daya, dan pengalaman unik dari klien.

G. MEKANISME PENGUBAHAN
1.    Tahap-tahap Konseling
Ini gambaransingkatmengenai langkahlangkahdalam proses terapi narasi menggambarkanstruktu
r pendekatan narasi (O'Hanlon, 1994, hlm 25-26):
a.    Berkolaborasi dengan klien untuk datang dengan nama yang dapat diterima bersama untuk
masalah tersebut.
b.    Melambangkan masalah dan menghubungkan pada keinginan yang menekan dan
strategi untuk masalah tersebut.
c.    Menyelidiki bagaimana masalah telah mengganggu, mendominasi,
atau mengecilkan hati/mengecewakan klien.
d.   Mintalah klien untuk melihat ceritanya dari perspektif yang berbeda dengan
menawarkan makna alternatif dari peristiwa yang dialaminya .
e.    Temukan saat-saat ketika klien tidak didominasi atau berkecil hati oleh
masalah dengan mencari pengecualian untuk masalah ini.
f.     Menemukan bukti historis untuk mendukung pandangan baru dari klien sebagai orang yang
cukup kompeten untuk
menantang, mengalahkan, atau keluar dari dominasi atau tekanan masalah. (Pada tahap
ini identitas orang tersebut dan kehidupan cerita mulai mendapatkan ditulis ulang.)
g.    Meminta klien untuk berspekulasi mengenai masa depan bagaimana yang bisa diharapkan dari
kekuatan dan kompetensi seseorang. Sehingga klien menjadi terbebas dari cerita-cerita masalah
yang menjenuhkan dari masa lalu, dan ia dapat membayangkan dan merencanakan untuk masa
depan yang kurang bermasalah.

ix
h.    Menemukan atau menciptakan audiens untuk memahami dan mendukung cerita baru. Tidaklah
cukup untuk membaca cerita baru. Klien perlu untuk hidup baru cerita luar terapi. Karena orang
itu masalah awalnya dikembangkan
dalam konteks sosial, adalah penting untuk melibatkan lingkungan sosial
dalam mendukung kisah hidup baru yang telah muncul dalam percakapan
dengan terapis.
Winslade dan Monk (2007) menekankan bahwa percakapan narasi tidak
mengikuti perkembangan linier dijelaskan di sini, karena lebih baik memikirkan langkah-langkah
dalam hal perkembangan siklus yang mengandung unsur-unsur berikut:
a.    Pindah cerita masalah ke arah deskripsi externalized masalah
b.    Peta efek dari masalah pada individu
c.    Dengarkan tanda-tanda kekuatan dan kompetensi di problemsaturated individu cerita
d.   Membangun cerita baru kompetensi dan mendokumentasikan prestasi ini

2.    Teknik-teknik Konseling  
a.    Pertanyaan dan pertanyaan lainnya. Pertanyaan yang ditanyakan oleh terapis naratif
mungkin nampaknya melekat dalam sebuah percakapan yang unik, bagian dari dialog tentang
dialog sebelumnya, penemuan kejadian-kejadian unik atau eksplorasi proses kultur yang
dominan dan memberikan perintah. Apapun tujuannya, pertanyaan seringkali sirkuler atau
berhubungan,  dan ditujukan untuk memberikan dorongan kepada klien dalam cara yang
baru. Seperti prase terkenal yang digunakan oleh Gregory Bateson (1972), pertanyaan-
pertanyaan itu adalah pertanyaan untuk mencari perbedaan yang akan membuat perbedaan.
Terapis naratif menggunakan pertanyaan sebagai upaya untuk menhasilkan pengalaman
daripada mengumpulkan informasi. Tujuan bertanya di sini adalah untuk terus menemukan atau
membentuk pengalaman klien sehingga terapis memahami arah mana yang harus di tempuh.
Pertanyaan selalu dimulai dengan merespek secara positif, keingintahuan dan keterbukaan.
Terapis bertanya dari posisi yang tidak tahu dimana berarti bahwa mereka tidak memberikan
pertanyaan yang kiranya mereka sudah mengetahui jawabannya
b.    Eksternalisasi dan dekonstruksi. Terapis naratif berbeda dari terapis tradisional lainnya dimana
terapis naratif percaya bahwa bukan orangnya yang menjadi masalah tetapi masalahnya memang
sebuah masalah. Menjalani hidup berarti memang menghadapi masalah, tidak menjadi satu
dengan masalah. Masalah dan kisah-kisah tentang masalah memiliki pengaruh pada orang dan
dapat merubah hidup dalam cara-cara yang negatif. Asumsi tentang sebuah masalah yang tidak
dipahami dengan benar akan membatasi kesempatan baik untuk klien dan terapis untuk menggali
perubahan (McKenzie & Monk, 1997). Terapis naratif membantu klien untuk membentuk
kembali kisah-kisah berisi masalah-masalah yang mereka hadapi dengan memisah-misahkan
asumsi-asumsi yang diyakini begitu saja yang terbentuk dari sebuah kejadian yang mana

x
kemudian membuka kemungkinan alternatif untuk menjalani hidup (Bertolino & O’Hanlon;
WInslade & Monk, 1999).
Eksternalisasi adalah proses untuk membentuk kembali kekuatan naratif dan memisahkan orang
dari pengidentifikasian masalah dan kadang pemberian nama kepada masalah tersebut.
c.    Penemuan hasil yang unik. Dalam pendekatan naratif, eksternalisasi pertanyaan-pertanyaan
diikuti dengan pertanyaan untuk mencari hasil unik. Terapis berbicara kepada klien tentang
momen pilihan atau keberhasilan berkaitan dengan masalah. Ini dilakukan dengan memilih
perhatian dan beberapa pengalaman yang terpisah dari cerita masalah, terlepas pada bagaimana
tidak signifikan ini bagi klien
d.   Alternatif cerita and Reautoring.  Membentuk cerita terjadi berulang-ulang dalam dekonstruksi,
dan terapis naratif mendengarkan pembukaan terhadap cerita baru. orang-orang dapat secara
kontinyu dan aktif mengarang kembali hidupnya, dan terapis naratif mengundang klien untuk
mengarang cerita alternatif melalui ‘hasil unik’ atau sesuatu yang tidak diprediksi oleh cerita
yang jenuh masalah (Freedman dan Combs 1996).
e.    Mendokumentasikan bukti naratif. Praktisi naratif percaya bahwa cerita terjadi hanya ketika
terdapat pemirsa yang menghargai dan mendukung mereka. dengan demikian, penghargaan
audien terhadap perkembangan baru secara sadar diajukan.

H. Kelemahan dan Kelebihan


1.         Kelemahan:
a.    Cerita bisa dibuat-buat
b.    Membutuhakan waktu yang panjang
2.         Kelebihan:
a.    Memiliki nilai
b.    Mendapatkan solusi yang lebih cepat
c.    Lebih fleksibel dan dapat dikombinasikan dengan pendekatan pengobatan lain yang kompatibel
d.   Bisa diterapkan di segala jenjang umur dan status sosial
e.    Cerita dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain, berbentuk sepanjang jalan, dan diberikan
kepada orang sebagai warisan dari keluarga mereka
f.     Bisa berbagi perasaan dengan orang lain
g.    Mengembangkan hubungan yang dekat
h.    memungkinkan orang untuk mengenali kemampuan
i.      berpartisipasi aktif
j.      berpikir kreatif dan imajinatif

xi
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Terapi naratif mengandung pengertian bahwa seseorang membangun pengetahuan
melalui interaksi. Kata-kata seperti mencari jalan dan mengatasi biasa digunakan dalam
pendekatan ini dimana setiap orang tampak sebagai pahlawan yang telah menyelesaikan
masalah yang mencekam dirinya. Pada akhir terapi, kejelasan memberi makna bagi
konseli sebagai kemenangan dalam menyelesaikan masalah yang telah menindas mereka
sebelumnya. Gagasan naratif memberi metode alternatif bagi konselor untuk berbicara
dengan konseli tentang masalah dan cara pemecahan. Penggunaan bahasa yang unik ini
kondusif untuk melaksanakan bimbingan dan konseling kolaboratif.

SARAN
Saran yang ingin disampaikan oleh pemakalah adalah materi yang telah kami paparkan
mungkin masih jauh dari kata sempurna, namun kami berharap materi yang telah kami
paparkan bermanfaat dan berguna bagi para pembaca. Kritik dan saran sangat kami
perlukan berhubung masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.

xii
DAFTAR PUSTAKA

Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy.  Belmont, CA: Brooks/Cole.


Capuzzi, D. & Gross, D.R. 2007. Counseling & Psychotherapy: Theories and Intervention. Upper
Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice-Hall
McLeod, John. 2010. Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus. Jakarta: Kencana

xiii

Anda mungkin juga menyukai