PRAKTIK KONSELING
PERSON CLIENT CENTERED
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Laboratorium Konseling Perorangan
Disusun oleh
Siti Khodijah 202001500906
Y6G
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur Saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat karunia-Nya Saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Konseling
Person Client Centered yang mana makalah ini disusun dengan tujuan untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Praktik Laboratorium Konseling Perorangan. Saya
ucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Miskanik S.Pd., M.Pd.I. Kons selaku dosen
pengampu Saya. Memberikan Saya kesempatan untuk mengerjakan tugas ini
sehingga Saya dapat pengetahuan yang lebih dalam tentang “Konseling Person
Client Centered “.
Saya menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini, masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, Saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini berguna dan
dapat menambah pengetahuan kita mengenai Praktik Konseling Person Client
Centered.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konseling sebagai cara membantu, memiliki bermacam- macam model dalam
mendekati konseli beserta masalahnya. Kata “mendekati” atau pendekatan menunjuk
pada aspek pribadi konseli yang ingin disentuh dan diberdayakan oleh konselor untuk
mengatasi masalahnya yang mereka hadapi. Menurut Nelson (2011) model
pendekatan konseling dalam judul pendekatannya, misalnya person centered therapy,
gestalt therapy, rational emotive behavior therapy, cognitive therapy.
Client Centered Theory sering pula dikenal sebagai teori nondirektiv atau
berpusat pada pribadi. Client Centered sebagai Konseling PCC (Person-Centered
Counseling) merupakan salah satu pendekatan konseling yang dikembangkan oleh
Carl Rogers, seorang psikolog terkenal pada abad ke-20. Pendekatan person-centered
didasarkan pada suatu konsep dari psikologi humanistik, dan diklasifikasikan sebagai
cabang dari perspektif eksistensial yang dikembangkan oleh Carl Person Rogers.
Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap
apa yang disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis.
Perkembangan pendekatan client-centered disertai peralihan dari penekanan pada
teknik terapi kepada penekanan pada kepribadian, keyakinan dan sikap ahli terapi,
serta pada hubungan terapeutik. Pendekatan ini juga dikenal dengan sebutan
konseling yang berpusat pada klien atau konseling yang berpusat pada pribadi.
Carl Rogers mengemukakan bahwa setiap individu memiliki potensi untuk
tumbuh dan berkembang secara positif jika diberikan kondisi-kondisi yang
mendukung. Ia percaya bahwa individu memiliki kebutuhan dasar akan penerimaan,
penghargaan, dan pemahaman.
Pendekatan konseling PCC menekankan pentingnya hubungan antara konselor
dan klien. Konselor dalam pendekatan ini berperan sebagai fasilitator yang
mendukung dan memfasilitasi proses eksplorasi dan pemahaman diri klien. Konselor
PCC tidak berperan sebagai ahli yang memberikan solusi atau nasihat, melainkan
menghormati klien sebagai ahli dalam pengalaman dan kebutuhan mereka sendiri.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan definisi teori serta konsep dasar PCC?
2. Apa tujuan PCC dalam konseling perorangan?
3. Apa fungsi dan peran konselor dalam Person Client Centered?
4. Apa saja tahapan - tahapan dalam konseling pendekatan PCC?
5. Penerapan kasus dalam pendidikan dengan pendekatan PCC?
6. Bagaimana kelebihan dan kekurangan pendekatan Person-Center?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Konsep Dasar Person Client Centered
Rogers (dalam Corey 2006: 7) mengemukakan bahwa: Dalam konteks
konseling. Rogers menemukan dan mengembangkan teknik konseling yang dikenal
sebagai Client-centered Therapy, yakni teknik terapi yang berpusat pada klien.
Dibandingkan teknik terapi yang ada masa itu, teknik ini adalah pembaharuan karena
mengasumsikan posisi yang sejajar antara konselor dan pasien atau klien. Hubungan
konselor-klien diwarnai kehangatan, saling percaya, dan klien diberikan diperlakukan
sebagai orang dewasa yang dapat mengambil keputusan sendiri dan
bertanggungjawab atas keputusannya.
Menurut pendekatan person-centered (dalam komalasari, 2011:262) manusia
dipandang sebagai instan rasional, makhluk sosial, realistis dan berkembang.
Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien untuk
menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep
pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri
(self), aktualisasi diri, teori kepribadian, dan hakekat kecemasan. Menurut Roger
(dalam Juntika, 2006:21) “konsep inti konseling berpusat pada klien adalah konsep
tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri”.
Proses konseling yang sedang dibangun Rogers mengemukakan konsep
kepribadian yang terdiri dari tiga aspek, yaitu:
1. Organisme, merupakan individu itu sendiri, mencakup aspek fisik maupun
Psikologis
2. Phenomental field, yaitu pengalaman-pengalaman hidup yang bermakna
secara psikologis bagi individu, dapat berupa pengetahuan, pengasuhan, Orang tua,
dan hubungan pertemanan.
3. Self, yaitu interaksi antara organisme atau individu dengan phenomental
Field akan membentuk self (“/”me” saya) (Komalasari, 2011-263)
Inti dari konseling berpusat pada klien ini adalah tentang diri dan konsep
menjadi diri pertumbuhan perwujudan atau diri. Dikatakan bahwa konsep atau
struktur diri dipandang sebagai konfigurasi persepsi yang terorganisasikan tentang diri
yang membawa kesadaran. Hal itu terdiri dari atas unsur-unsur persepsi terhadap
karakteristik dan kecakapan seseorang, pengamatan dan konsep diri dalam hubungan
3
dengan orang lain dan lingkungan dan cita-cita yang dipandang mempunyai kekuatan
positif dan negatif. Rogers membangun teorinya ini berdasarkan penelitian dan
observasi langsung terhadap peristiwa-peristiwa nyata, dimana pada akhirnya ia
memandang bahwa manusia pada hakekatnya adalah baik.
4
e. Membangun hubungan interpersonal dengan konseli karena bagian ini merupakan
kunci penting dari konseling
f. Dalam PC peran konselor juga ialah mempertahankan tiga kondisi inti yang
berdampak pada suasana konseling agar lebih hangat dan nyaman. Tiga kondisi
inti ini berupa konselor harus menerima konseli apa adanya tanpa syarat apapun,
kemudian bersikap empati terhadap klien dan bersikap genuine atau jujur.
5
pengalaman dari klien mulai didiferensiasikan.
a. Konseli semakin mampu memiliki pengalaman, dengan kapasitas untuk
bertanggung jawab untuk banyak mengalaminya. Pandangan sebelumnya mungkin
dinilai kritis, proses yang disertai dengan kemampuan yang besar untuk
mengekspresikan pengalaman di masa sekarang (misalnya dengan marah).
b. Pada tahap ini konseli dapat terlibat pada setiap experience moment dalam
pertemuan konseling dan mengungkapkan bagaimana perasaannya dalam cara yang
non-defensive. Ada kebebasan yang lebih besar dalam apa yang dieksplorasi. Kini
konseli dapat sepenuhnya memiliki pengalamannya. Oleh karena itu, apa yang pernah
incongruent menjadi congruent. Sebuah konsep diri yang baru mulai muncul.
c. Pada tahap tujuh konseli secara alami tidak lagi tunduk pada proses penolakan atau
distorsi. Ada kelonggaran dalam perasaan di mana konseli dapat menerimanya setiap
saat. Konseli mengambil tanggung jawab pribadi secara penuh untuk pengalamannya.
Konseli sepenuhnya mampu menerima dirinya sepenuhnya dalam setiap saat.
6
F. Contoh Penerapan Kasus dalam Pendidikan:
Kasus: Seorang siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika dan
merasa tidak percaya diri karena sering mendapatkan nilai rendah dalam ujian.
Penerapan PCC:
1.Membangun hubungan terapeutik:
2.Empati dan penerimaan: menunjukkan penghargaan terhadap upaya dan
ketekunan siswa dalam belajar matematika.
3.Kolaborasi dan tujuan bersama: membahas kebutuhan siswa, tantangan
yang dihadapi, dan mencari solusi bersama. Mendukung otonomi siswa:
Guru memberikan ruang bagi siswa untuk mengambil inisiatif dalam
belajar matematika. Dia memberikan pilihan dan memberdayakan siswa
untuk mengatur cara mereka belajar dan menyelesaikan tugas. Guru
memberikan kepercayaan kepada siswa bahwa mereka memiliki
kemampuan untuk mengatasi kesulitan mereka sendiri.
4.Menggunakan pertanyaan terbuka: Guru menggunakan pertanyaan
terbuka untuk menggali pemikiran, pemahaman, dan perasaan siswa.
Pertanyaan seperti "Apa yang membuatmu merasa sulit dalam
matematika?"
5. Penegasan dan penguatan: mengakui upaya keras dan perbaikan siswa,
sehingga membangun kepercayaan diri dan motivasi mereka.
6. Evaluasi formatif: membantu guru dan siswa dalam memahami kemajuan
siswa dan mengidentifikasi area yang masih perlu diperbaiki.
7
b. Menghormati keunikan dan otonomi individu: PCC mengakui keunikan dan
kepentingan setiap individu. Pendekatan ini memberikan ruang bagi klien atau
siswa untuk mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran atau terapi,
mendorong otonomi dan kemandirian. Ini membantu meningkatkan motivasi
dan keterlibatan individu dalam mencapai tujuan mereka.
c. Fokus pada kebutuhan dan pengalaman subjektif individu: PCC menekankan
pentingnya memahami dan menghargai pengalaman subjektif klien atau siswa.
Pendekatan ini memperhatikan perasaan, pemikiran, dan pandangan individu,
sehingga memungkinkan pemberian dukungan yang sesuai dan pemecahan
masalah yang efektif.
d. Mendorong pertumbuhan pribadi dan pengembangan diri: PCC berorientasi
pada pertumbuhan pribadi dan pengembangan diri. Pendekatan ini membantu
klien atau siswa dalam eksplorasi diri, mengenali kekuatan dan kelemahan
mereka, dan membangun pemahaman yang lebih baik tentang diri mereka
sendiri. Ini dapat menghasilkan perubahan positif dan perkembangan yang
berkelanjutan.
Kekurangan PCC:
a. Tidak sesuai untuk semua kondisi: PCC mungkin tidak cocok untuk setiap
individu atau setiap situasi. Beberapa kondisi atau masalah kesehatan mental
mungkin memerlukan pendekatan yang lebih terstruktur atau pendekatan yang
melibatkan intervensi yang lebih aktif.
b. Tidak memberikan solusi atau arahan langsung: Pendekatan PCC berfokus
pada memfasilitasi eksplorasi diri dan pertumbuhan, bukan memberikan solusi
atau arahan langsung. Ini bisa menjadi kekurangan jika klien atau siswa
mengharapkan atau membutuhkan panduan yang lebih langsung.
c. Memerlukan waktu dan kesabaran: PCC membutuhkan waktu dan kesabaran
untuk membangun hubungan terapeutik yang kuat dan mengembangkan
pemahaman yang mendalam tentang klien atau siswa. Proses ini tidak selalu
cepat dan dapat memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai hasil
yang diinginkan.
d. Tergantung pada keterampilan dan kesadaran diri konselor atau pendidik:
Keberhasilan penerapan PCC sangat tergantung pada keterampilan dan
kesadaran diri konselor atau pendidik. Mereka perlu memiliki keterampilan
komunikasi dan empati yang baik, serta kesadaran diri yang tinggi terkait
8
dengan sikap dan pengaruh pribadi mereka.
9
BAB III
Kesimpulan
Client-centered Therapy, yakni teknik terapi yang berpusat pada klien.
Dibandingkan teknik terapi yang ada masa itu, teknik ini adalah pembaharuan karena
mengasumsikan posisi yang sejajar antara konselor dan pasien atau klien. Hubungan
konselor-klien diwarnai kehangatan, saling percaya, dan klien diberikan diperlakukan
sebagai orang dewasa yang dapat mengambil keputusan sendiri dan
bertanggungjawab atas keputusannya.
Fungsi dan peran konselor pada konseling PC ini bukanlah sebagai pemimpin
atau yang menentukan karena kendali sepenuhnya dipegang oleh konseli, namun
konselor wajib membina hubungan yang permisif dan mampu membantu
merefleksikan perasaan dari konselinya. Dalam konseling ini, teknik tidak terlalu
dibutuhkan sebab yang terpenting adalah bagaimana sikap konselor dalam
menghadapi konselinya secara tulus.
10
DAFTAR PUSTAKA
Nelson, Richard. 2011. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi.Edisi keempat.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Juntika. A. 2006. Bimbingan Konseling Dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: PT.
Refika Aditama.
http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/JBK/article/view/454/422
11