Di susun oleh :
Kelompok 03
Mustaghfiroh 204103050005
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. yang selalu melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah ini dapat terwujudkan dengan
harapan dapat bermanfaat dalam menambah wawasan ilmu kami.
Makalah yang berjudul “PENDEKATAN CLIENT CENTER THERAPY” ini kami
susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Konsep Psikoterapi.
Keterbatasan ilmu yang kami miliki, kami berusaha mencari berbagai sumber data dan
informasi dari beberapa buku dan beberapa sumber lainnya untuk pembuatan makalah ini.
Penyusunan makalah ini memberikan tambahan ilmu pengetahuan yang dapat bermanfaat
bagi kehidupan kami, dan semoga bagi pembaca makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang mengarah pada hal yang positif sangat kami
harapkan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB 1...........................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Rumusan Masalah:
Tujuan:
PEMBAHASAN
counseling sebagai reaksi kontra terhadap teori psikoanalisis yang bersifat direktif
tradisional.
Karena luasnya area aplikasi dan pengaruh teori ini terutama pada isu – isu kekuasaan
dan politik, yaitu tentang bagaimana manusia mendapatkan, memiliki, membagi atau
menyerahkan kekuasan dan control atas orang lain dan atas dirinya, makateori ini lebih
dikenal sebagai teori yang berpusat pada manusia atau klien (Client-Centered).
Terapi person centered merupakan model terapi yang dipikirkan secara pribadi . Dr.
Carl Rogers memiliki pandangan dasar tentang manusia, yaitu bahwa pada dasarnya
manusia itu bersifat positif, makhluk yang optimis, penuh harapan, aktif, bertanggung
jawab, memiliki potensi kreatif, bebas (tidak terikat oleh belenggu masa lalu), dan
berorientasi pada masa yang akan datang dan selalu berusaha untuk melakukan
pemenuhan diri (memenuhi kebutuhan dirinya sendiri untuk dapat beraktualisasi diri).
Filosofi tentang manusia ini berimplikasi dan menjadi dasar pemikiran dalam praktek
terapi person centered. Menurut Roger konsep inti terapi person centeredadalah tentang
konsep diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan per wujudan diri.
konseling yang berkembang bila terlalu berorientasi pada konselor atau konseling
direktif dan terlalu tradisional . Pada tahun 1951 Rogers mengubah namanya menjadi
yang tertekan pada upaya reflektif terhadap perasaan klien. Kemudian pada tahun 1957
person centered stress pada kemampuan klien untuk menentukan isu yang penting bagi
dirinya dan memecahkan masalah dirinya sendiri. Terapi ini berfokus pada bagaimana
membantu dan mengarahkan klien pada pengaktualisasian diri untuk dapat mengatasi
orang yang berfungsi sepenuhnya. Konsep pokok yang mendasarinya adalah hal-hal yang
menyangkut konsep-konsep mengenai diri ( self ), aktualisasi diri, teori kepribadian, dan
hak kecemasan.
Terapi ini cocok untuk orang-orang dengan masalah psikologis yang ada
sepenuhnya. Contoh orang-orang yang merasakan penolakan dan pengucilan dari orang
lain, pengasingan orang yang tidak memperoleh penghargaan secara positif dari orang
lain, ketidakselarasan antara pengalaman dan diri yakni (tidak kongruensi), mengalami
Model konseling client centered ini berpusat pada pribadi yang dikembangkan oleh
Carl R. Rogers. Sebagai cabang ilmu psikologi humanistik ysng menekankan model
kemudian diubah menjadi clien centered. Carl r. Rogers mengembangkan terapi client
yang besar pada kesanggupan seseorang untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan
arahnya sendiri.
Tujuan dalam melakukan terapi ini yitu : memberikan kesempatan dan kebebasan
berkembang dan supaya terealisasi potensinya, membantu setiap individu agar bisa berdiri
sendiri disetiap mengadakan integrasi dengan lingkungannya dan bukanlah hanya untuk
kesembuhan tingkah laku tersebut, juga membantu setiap individu untuk mengadakan
perubahan dan pertumbuhan. ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap
kepercayaan diri individu, seperti: Pengalaman yang bisa menjadikan pengalaman tersebut
faktor munculnya rasa percaya diri. Sebaliknya, begitupun pengalaman juga bisa menjadi
faktor turun nya rasa percaya diri seseorang. Berdasarkan dari faktor penyebab rendahnya
rasa percaya diri seseorang yang sudah dijelaskan di atas bisa disimpulkan bahwasanya
1. faktor intern, artinya kemampuan individu dalam mengerjakan sesuatu yang mampu
dilakukan, keberhasilan individu untuk mendapatkan sesuatu yang mampu dilakukan dan
dicita-citakan, keinginan dan tekad yang kuat untuk memperoleh sesuatu yang
2. faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar individu seperti lingkungan
keluarga, sekolah, masyarakat dan sosial, dapat menyebabkan seorang individu kurang
memiliki percaya diri. Lingkungan sosial remaja memberikan pengaruh yang kuat
Clien center terapi dalam konseling ini merupakan suatu harapan yang ingin dimiliki setelah
berbagai macam proses konseling tersebut berlangsung. Adapun Tujuan Konseling yang
(2) Membantu individu untuk sanggup berdiri sendiri dalam mengadakan integrasi dengan
dipergunakannya. Pada dasarnya terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai alat untuk
merubah. Dengan menghadapi klien pada araf pribadi ke pribadi, maka peran terapis
adalah tanpa peran. Adapun fungsi dari terapis yaitu untuk membangun suatu iklim
hubungan yang membantu dimana klien akan mengalami kebebasan yang diperlukan
didistorsinya. Klien menjadi kurang defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap
kemungkinan-kemingkinan yang ada dalam dirinya maupun dalam dunia. Yang paling
utama dan terutama, terapis harus menyediakan diri nya sendiri menjadi nyata dalarn
berhubungan dengan klien terapis menghadapi klien berlandaskan pengalaman dari saat
ke saat yang sudah dialami pada sebelumnya dari klien lainnya dan membantu klien
dengan kategori diagnostik yang sebelumnya sudah dipersiapkan. Melalui perhatian yang
tulus, respek, penerimaan. dan pengertian terapis, klien bisa menghilangkan pertahanan-
pertahanan dan persepsi-persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi
Untuk membentuk hubungan yang baik perlunya sikap peran dari terapis maupun klien
tanpa kepalsuan, jujur dan apa adanya, kondisi hati dan ekspresinya sesuai dan dapat
mengungkapkan perasaan serta sikap, baik positif atau negatif, secara terbuka selama
hubungan terapi dengan klien. Dengan keterbukaan tersebut, terapis dapat mewujudkan
seperti kemarahan, kekecewaan, kesukaan dan berbagai perasaan lainnya yang muncul
dalam hubungan dengan klien, tetapi bukan berarti terapis boleh menyampaikan perasaan
tersebut secara implusif, tetap perlu adanya sikap profesional terhadap segala perasaan
atau sikapnya. Jika hubungan terapi antara terapis dan klien selaras maka terapi dapat
2. Perhatian positif tak bersyarat. Terapis perlu memberikan perhatian yang tulus dan
mendalam. Perhatian tulus dalam artian, tidak ada unsur keterlibatan penilaian terapis
terhadap perasaan klien sebagai perasaan baik atau buruk. Terapis memberikan perhatian
dan menerima kondisi klien tanpa ada syarat atau kondisi tertentu, tanpa klien merasa
adanya penolakan dari terapis. Terapis juga perlu untuk menekankan bahwa ia akan
menerima berbagai perasaan dan kondisi klien apa adanya. Penerimaan tersebut berarti
pengakuan atas segala perasaan klien, hak klien untuk memiliki perasaan dan keyakiann
tersendiri, bukan persetujuan atas segala tingkah laku klien. Segala perilaku klien yang
3. Pengertian empatik yang akurat. Empati bukan sekedar cerminan perasaan, melainkan
tersebut adalah milik terapis. Diharapkan terapis dapat mengerti secara tepat dan peka
1
Bakharudin All Habsy, Panorama Teori-Teori Konseling Modern Dan Post Modern (Refleksi Keindahan Dalam
Konseling) (Malang: Media Nusa Creative, 2021).
terhadap perasaan dan pengalaman klien selama proses terapi. Kondisi ini, dapat
mendorong klien untuk lebih dekat dengan dirinya sendiri, memahami perasaan dan
perasaan klien selayaknya perasaan terapis sendiri, tetapi tidak tenggelam dalam perasaan
tersebut. Dengan perhatian empatik ini, terapis dapat membantu klien memeperluas dan
1. Klien mengetahui bahwa ada masalah dalam dirinya, atau sadar akan ketidaknyamanan
dalam dirinya dan berkeinginan untuk mengeksplorasi berbagai kemungkinan yang dapat
menyelesaikan permasalahannya.
2. Klien mampu mengeksplorasi perasaannya secara lebih luas untuk ia terima sebagai
bagian dalam dirinya dan penyesuaian perasaan-perasaannya yang bertentangan dan
membingungkan dalam dirinya.
3. Klien lebih terbuka pada perasaan dan pengalaman yang dirasakan dan tidak berpaku
pada masa lalu.
2
Gerald Corey, Teori Dab Praktek Konseling & Psikoterapi (Bandung: Refika Aditama, 2013).
1. Rapport. Teknik ini berfokus untuk memebentuk hubungan yang baik dan hangat dengan
klien agar tercipta proses terapi yang baik.
2. Teknik klarifikasi, yaitu cara terapis untuk meminta klien menjelaskan hal-hal yang telah
disampaikan kepada klien. Teknik ini membuat terapis lebih memeperdalam apa yang
disampaiakn klien dan bertujuan untuk mengecek ketepatan pesan yang disampaikan
sebelumnya.
3. Teknik refleksi. Teknik ini, merupakan usaha terapis untuk menggambarkan ulang pesan
yang telah disampaikan oleh klien. Terapis menangkap semua perasaan, pikiran dan
pengalaman klien dan kemudian menggambarkan ulang agar klien mampu
mengeksplorasi diri dan masalahnya.
4. Teknik free expression, yaitu memberikan kebebasan pada klien untuk mengekspresikan
berbagai perasaan dan emosinya.
5. Teknik silence merupakan kesempatan yang diberikan oleh terapis kepada klien untuk
mempertimbagkan kembali pengalaman dan ekpresi sebelumnya.
6. Teknik transference yaitu kondisi ketergantungan klien terhadap terapis. Kondisi ini
bukan merupakan indikator kemajuan terapi melainkan suatu kondisi yang harus
dihindari karena dapat menghambat keberlangsungan terapi.
1. Tahap awal. Pada tahap ini klien masih enggan untuk berkomunikasi. Hubungan
komunikasi antara klien dan terapis masih tertutup. Hubungan komunikasi yang dekat
masih dianggap berbahaya. Klien merasa bahwa tidak ada yang perlu diubah dalam
dirinya.
2. Tahap dua. Pada tahap ini klien telah menunjukan ekspresi non verbalnya. Perasaannya
telah tampak tapi ia belum mengenali atau menyadarinya
3. Tahap tiga. Pada tahap ini klien sudah menunjukan ekspresi bebas tentang pengalaman
dirinya sebagai objek, tetapi perasaan akan pengalaman masa lalunya yang negatif masih
tidak bisa disampaikan dengan terbuka.
4. Tahap empat. Tahap ini di kenali dengan proses penerimaan, pengertian, dan empati.
Penerimaan akan perasaannya mulai ada, perbedaan perasa mulai meningkat,
pertentangan akan beberapa hal sudah mulai diperhatikan, dan tanggungjawab akan
permasalahn yang dialami sudah mulai timbul. Tahap in merupakan awal dari hubungan
yang baik anatar klien dan terapisnya.
5. Tahap lima. Pada tahap ini munculnya perasaan yang diekspresikan secara bebas tetapi
secara tidak terduga dan penuh ketakutan. Klien semakin dekat dengan permasalahannya.
Kesadaran diri dirasakan dan diterima sebagai keinginan untuk menjadi diri sebenarnya.
Klien mampu menempatkan dan mengetahui perasaannya, mengetahui secara jelas
permasalahan dalam dirinya, bertanggung jawab dengan dirinya, dan terjadi komunikasi
yang lebih bebas dalam dirinya.
6. Tahap enam. Tahap ini lebih khusus dan dramatis. Klien menerima pengalaman dan
perasaannya sebagai sesuatu yang tidak perlu ditakuti atau ditolak. Klien telah dapat
melihat diirnya sebagai subjek.
7. Tahap tujuh. Pada tahap ini klien telah dapat mengekspresikan diri dengan perasan
barunya. Klien dapat mengetahui siapa dirinya, apa yang diinginkan dan bagaimana
menindak lanjutinya. Klien telah sadar dan mampu memahami dirinya sendiri. Pada
tahap ini klien telah masuk pada momennya sendiri.
G. Kelebihan dan kelemahan
Kelebihan dalam terapi ini adalah:
1. Membuat klien mampu menggambarkan perasaannya sehingga ia mampu menemukan
solusi pemecahan atas permasalahannya sendiri secara mandiri.
2. Klien sepenuhnya memegang kendali atas pengeksplorasian permasalahnnya.
3. Waktu yang digunakan relatif lebih cepat daripada terapi yang lain.
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
Dalam penulisan karya tulis ini penulis mengharap dapat menyajikan berbagai permasalahan
yang berada di masyarakat sehingga karya tulis ini dapat menarik antusias para pembaca. Kami
mengharap para pembaca dapat memulai untuk meningkatkan kekreativitan dan kekritisan dalam
membaca karya tulis ini.
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald. Teori Dab Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama, 2013.
Habsy, Bakharudin All. Panorama Teori-Teori Konseling Modern Dan Post Modern (Refleksi
Keindahan Dalam Konseling). Malang: Media Nusa Creative, 2021.
Prayitno dan Erman Atmi. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta; Rineka Cipta.
Abidin, Zanial, 2002. Analisis Eksistensial Untuk Psikologi dan Psikiatri. Bandung: PT Refika
Aditama.
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi . Bandung: PT Refika
Aditama.
Danni Rosada, Model Pendekatan Kosenling Client Centeres dan Penerapannya. Universitas
PGRI Madiun