Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENDEKATAN KONSELING ‘PERSON CENTERED’

Makalah disusun untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Komunikasi


Konseling

Disusun oleh

Sabrina Arum Hakiki (P17311204049)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEBIDANAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN MALANG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatakan kehadirat Tuhan YME atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Pendekatan Konseling ‘Person Centered’” ini dengan
lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh dosen matakuliah Komunikasi Konseling.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan materi-materi yang penulis


peroleh dari berbagai sumber informasi yang ada. Tak lupa penulis ucapkan
terimakasih kepada pengajar matakuliah Komunikasi Konseling atas bimbingan
dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa
yang telah ikut andil dalam penyusunan makalah ini, sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat member manfaat


bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita, khususnya bagi
penulis. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharap
kritik dan saran yang membangun dari pembaca menuju arah yang lebih baik.

Malang, 15 Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Tekhnik Personal Center Theraphy 3


2.2 Perkembangan Teori Person Center Therapy 5
2.3 Teori dan Konsep Dasar Person Center Therapy 6
2.4 Tujuan Person Center Therapy........................................................... 9
2.5 Hubungan dan Peran terapis dalam Peson Center Therapy...............10
2.6 Proses Person Center Theraphy..........................................................11
2.7 Kelebihan dan Kekurangan Menggunakan Pendekatan Person
Center Theraphy.................................................................................12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 14
3.2 Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 116

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan berpikir dan kesadaran manusia akan diri dan dunianya,


telah mendorong terjadinya globalisasi. Situasi global membuat kehidupan
semakin kompetitif dan membuka peluang bagi manusia untuk mencapai
status dan tingkat kehidupan yang lebih baik. Dampak positif dari kondisi
global telah mendorong manusia untuk terus berfikir, meningkatkan
kernampuan, dan tidak puas terhadap apa yang dicapainya pada saat ini.
Adapun dampak negatif dari globalisasi tersebut adalah (1) keresahan
hidup di kalangan masyarakat yang semakin meningkat karena banyaknya
konflik, stress, kecemasan, dan frustasi; (2) adanya kecenderungan
pelanggaran disiplin, kolusi, dan korupsi, makin sulit diterapkannya
ukuran baik-jahat serta benar-salah secara. lugas; (3) adanya ambisi
kelompok yang dapat menimbulkan konflik, tidak saja konflik psikis,
tetapi juga konflik fisik; dan (4) pelarian dari masalah melalui jalan pintas
yang bersifat sementara juga adiktif, seperi penggunaan obat-obat
terlarang.

Carl R. Rogers mengembangkan pendekatan person centered


sebagai reaksi terhadap apa yang disebutkannya keterbatasan-keterbatasan
mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan person centered
adalah cabang khusus dari konseling humanistik yang menggaris bawahi
tindakan mengalami klien berikutnya dunia subjektif dan fenomenalnya.
Konselor berfungsi terutarna sebagai penunjang pertumbuhan pribadi
konselinya dengan jalan membantu konselinya itu dalam menemukan
kesanggupan-kesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah.
Pendekatan person centered manaruh kepercayaan yang besar pada
kesanggupan konseli untuk mengikuti jalan konseling dan menemukan
arahnya sendiri. Hubungan terapeutik antara Konselor dan konseli
merupakan katalisator bagi perubahan; klien menggunakan hubungan yang

1
unik sebagai alat unuk meningkatkan kesadaran dan untuk menernukan
sumber-sumber terpendam yang bisa digunakan secara konstruktif dalam
pengubahan hidupnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dan tehnik Person Center Therapy?
2. Bagaimana perkembangan Person Center Therapy?
3. Apa teori dan konsep dasar Person Center Therapy?
4. Apa tujuan Person Center Therapy?
5. Bagaimana hubungan dan peran terapis dalam Peson Center Therapy?
6. Bagaimana proses Person Center Therapy?
7. Apa kelemahan dan kelebihan menggunakan pendekatan Person
Center Therapy?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dan tekhnik Person Center Therapy
2. Untuk mengetahui perkembangan Person Center Therapy
3. Untuk mengetahui teori dan konsep dasar Person Center Therapy
4. Untuk mengetahui konsep dasar Person Center Therapy
5. Untuk mengetahui hubungan dan peran terapis dalam Person Center
Therapy
6. Untuk mengetahui proses Person Center Therapy
7. Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan menggunakan
pendekatan Person Center Theraphy

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Tekhnik Person Center Therapy

Person Center Therapy di cetuskan oleh Carl Ransom Rogers


(1902-1987) dengan sebutan nondirective counseling. Rogers (sebagai
terapis) meminimalkan pengarahannya dan membantu kliennya
memperjelas persepsi mereka mengenai diri sendiri. Rogers meneliti
tentang persepsi klien terhadap self-aktual dan self-idealnya. Reflection of
feelings adalah teknik yang dilakukan terapis dalam  memposisikan
dirinya sebagai cermin bagi klien, agar klien dapat lebih mengenal dirinya,
menerima diri sendiri, dan kemudian dapat mempersepsikan keadaannya
sekarang (Sundberg et al, 2002).

Dalam pendekatan-pendekatan Person Centered, prinsip-prinsip


dasar dalam terapi menurut Rogers bahwa manusia berpotensi menemukan
masalah-masalahnya sendiri, hubungan antar individu lebih penting
daripada masalah itu sendiri, dan individu lebih penting daripada solusi
atas masalahnya.

Tidak ada metode atau teknik yang spesifik dalam Person Center
Therapy. Dalam Therapi ini, antara konselor dan konseli harus memilik
hubungan yang dapat mendorong klien lebih terbuka mengungkapkan
permasalahanya dan mempercayai terapis sepenuhnya. Karena itu disebut
Client-Center Theraphy yang tehniknya menitik beratkan pada sikap-sikap
terapis. Metode ini dikutip H.M.Arifin dari William  E.Hulme & Wayne
K.Clymer yang mengemukakan bahwa metode Client-Center Therapi
sering digunakan oleh pastoral counselor. Pada proses bimbinganya
konselor lebih memahami kenyataan penderitaan klien yang biasanya
bersumber pada perasaan berdosa yang banyak menimbulkan perasaan
cemas konflik kejiwaan dan gangguan lainnya. Konselor harus bersikap
sabar mendengarkan dengan penuh perhatian semua ungkapan batin yang
diutarakan klien kepadanya.

3
Namun ada beberapa teknik dasar yang harus dimiliki terapis yaitu

a)      Mengalami dan Memperlihatkan Kongruen


Antara Terapis dan Klien harus memiliki hubungan yang
kongruen, yaitu tercipta kecocokan dan kesesuaian. Konselor
menunjukan tindakan yang apa adanya kepada klien seperti sikap hangat
dan sabar dari terapis saat klien tertekan, kemarahan terapis saat klien
menyerang dengan paksaan-paksaan yang kuat, kebosanan saat konseli
mengomel. Akan tetapi sikap terapis tetap menunjukkan
keprofesionalnya dihadapan klien sehingga klien semakin menumbuhkan
rasa percayanya kepada terapis. Tanpa kepercayaan ini, klien tidak akan
merasa bebas dalam mengungkapkan masalah-masalahnya.
b)      Mengalami dan Menunjukkan Penerimaan Positif tanpa Syarat
Untuk membantu keberhasilan terapi, konselor harus memiliki
sejenis rasa suka dan hormat kepada konseli. Sehingga hubungan hangat
yang terjalin antara konselor dan konseli menumbuhkan minat yang
dalam dari konseli untuk melanjutkan terapi. Dalam menunjukan sikap
penerimaan tanpa syarat ini harus didahului sikap kongruen, agar sikap
konselor terkesan serius dan apa adanya.
Sikap hormat berarti menghargai orang lain sebagai manusia yang
mampu menemukan solusi-solusi atas permasalahannya sendiri dan
memandang positif kepada klien bahwa terlepas dari apa yang
dilakukannya dia telah berbuat yang terbaik sesuai dengan
kemampuannya.
c)      Mengalami dan Menunjukkan Rasa Empati.
Dengan berempati, seseorang masuk dalam diri orang lain dan
menjadi orang lain agar bisa menghayati dan merasakan orang lain. Jadi,
seseorang dimungkinkan untuk bisa memahami orang lain karena
seseorang masuk dan menjadi sama dengan orang lain sehingga empati
merupakan cara yang efektif untuk mengenali, memahami, dan
mengevaluasi orang lain. Menurut Rogers, empati bukan hanya bersifat
kognitif saja, namun berupa emosi dan pengalaman.

4
Mengenai Empati ini, George & Cristiani (1981)
mengemukakannya sebagai kemampuan untuk mengambil kerangka
berpikir klient sehingga memahami dengan tepat kehidupan dunia dalam
dan makna-maknanya dan bisa dikomunikasikaan dengan jelas terhadap
klien. Menrut beberapa tokoh, perasaan empati ini dapat menyebabkan
terapis ikut karut dalam kesedihan klient. Hal ini berdampak pada
hilangnya identitas diri pada klien, dan hilang pula fungsinya sebagai
terapis. Evey, at al (1987) mengutip Rogers yang mengingatkan ‘jika
terapis bisa menangkap dunia pribadi klien, sebagaiman klien melihat
dan merasakannya tanpa kehilangandiri identitasnya sendiri, perubahan
konstruktif niscaya terjadi.
2.2 Perkembangan Teori Person Center Therapy
Penemu teori berfokus pribadi adalah psikolog Carl Ransom
Rogers (1902-1987). Rogers mengembangkan kepercayaan pada potensi
semua individu untuk berkembang dalam kondisi yang suportif, penuh
hormat, dan memercayai secara tulus. Pada 1942, Rogers
mempublikasikan idenya dalam buku pertamanya Counselling and
psychotherapy (konseling dan psikoterapi) yang merupakan konseling
nondirective dengan menggunakan metode terapi tradisional.
Selanjutnya, Clien-centered Therapy (terapi berfokus klien) pada muncul
pada taun 1951, menekankan pada konselor harus menghormati
kemampuan konseli pada proses konseling. Tahap yang ketiga yaitu tahun
1960, yang disebut dengan Person Center Therapy, merupakan  terapi
berfokus pada pribadi, yang menekankan pada kemampuan dan
perkembangan diri.
Debat dan diskusi selalu memastikan pertumbuhan terapi berfokus
pribadi, termasuk munculnya varian-varian baru. Terapi keluarga berfokus
pribadi, aliran berfokus yang terpisah dan penerapan prinsip-prinsip
pribadi pada klien yang didiagnosis menderita gangguan mental berat,
hanyalah tiga contoh perkembangan dari terapi itu. Yang mutakhir,
dimensi spiritual dalam terapi berfokus pribadi juga telah di eksplorasi.

5
Meskipun terdapat aspirasi religiusnya, baru tahun-tahun belakangan
Rogers mempertimbangkan pengalaman transendental dalam konseling.
Prinsip-prinsip dasar pendekatan berfokus pribadi sekarang luas di
terima sebagai basis pembentukan relasi positif yang memberdayakan dan
sangat berpengaruh pada pendidikan, ketetapan kesehatan yang diatur
undang-undang maupun sukarela, dan layanan social. Sebagai orientasi
terapeuetik, pendekatan ini mempunyai pengikut yang luas, dengan
praktisi terdapat di semua benua.
2.3 Teori dan Konsep Dasar Person Center Therapy

Konsep dasar dari client-centered therapy adalah bahwa inidividu


memiliki kecenderungan untuk mengakutalisasikan diri (actualizing
tendencies) yang berfungsi satu sama lain dalam sebuah organisme. Para
terapis lebih terfokus pada “potensi apa yang dapat dimanfaatkan”.
Didalam terapi, terdapat dua kondisi inti: congruence dan unconditional
positive regard. Congruence merujuk pada bagaimana terapis dapat
mengasimilasikan dan menggiring pengalaman agar klien sadar dan
memaknai pengalaman tersebut. Unconditional positive regard adalah
bagaimana terapis dapat menerima klien apa adanya, di mana terapis
membiarkan dan menerima apa yang klien ucapkan, pikirkan, dan lakukan.
Di samping itu , terdapat juga sejumlah konsep dasar dari sisi klien,
yakni self-concept, locus of evaluation, dan experiencing Self
concept merujuk pada bagaimana klien memandang-memikirkan-
menghargai  diri sendiri. Locus of evaluation merujuk dari sudut pandang
mana klien menilai diri. Orang yang bermasalah akan terlalu menilai diri
mereka berdasar persepsi orang lain (eksternal). Experiencing, adalah
proses di mana klien mengubah pola pandangnya, dari yang kaku dan
terbatas menjadi lebih terbuka. Di jantung teori berfokus pribadi terdapat
optimisme mendasar tentang kemampuan dan motivasi primer kita.

a)    Memberikan yang terbaik dari diri kita: kecenderungan beraktualisasi


Rogers menegaskan bahwa setiap pribadi itu adalah keseluruhan
yang utuh, atau organism, dengan kecenderungan motivasi dasar,
kecenderungan untuk beraktualisasi. Seperti yang dikatakan Rogers

6
inilah kecenderungan organisme yang melekat pada dirinya untuk
mengembangkan semua kapasitasnya sedemikian rupa untuk
mempertahankan atau memperkuat organisme itu sendiri. Oleh karena
itu, ketika kita bertumbuh dan berkembang, secara alami kita mendekati
orang lain, lingkungan yang lebih luas dan pengalaman diri kita dengan
cara yang mengantarkan kita menuju hal-hal positif dan membantu kita
menghindari hal-hal yang negatif bagi kebaikan kita.
b)   Mempelajari siapa diri kita: perkembangan konsep diri 
Meskipun teori berfokus pribadi mengkonseptualisasikan
idividu sebagai kesatuan utuh, satu aspek keberadaan kita memainkan
peran kunci dalam perkembangan dan pemfungsian. Konsep diri
mulai terbentuk pada usia dini, ketika kita mulai melihat terpisah dari
mereka di sekitar kita. Kita mulai memikirkan diri sendiri dengan
istilah ‘aku’ sebagai subjek dan ‘aku’ sebagai objek, sebagai pribadi
unik dengan beragam karakteristik. Pengetahuan dan kesadaran diri
ini awalnya tidak diartikulasikan, namun ketika kita bertumbuh,
terutama ketika kita belajar bicara, secara bertahap kita
mengonsolidasikan ide tentang diri sendiri. Jika perkembangan
pengetahuan diri itu terjadi secara lengkap seirama dengan
kecenderungan beraktualisasi, yaitu jika kita mulai mengenal diri
sendiri sebagai pribadi yang sebenarnya, maka kita terus melangkah di
sepanjang jalan kehidupan yang utuh dan memuaskan. Namun,
mengenal diri kita tidak terjadi dalam isolasi dan aspek relasional
keberadaan kita lah yang menyebabkan masalah.
c)         Kehilangan kepercayaan diri dan sumber kesedihan
Pemahaman diri kita berkembang pada suatu waktu ketika kita
sangat tergantung pada orang lain untuk kebaikan fisik dan emosi kita.
Hal itu menimbulkan konflik potensial antara pertumbuhan kita dan
kepuasan orang-orang di sekitar kita. Memberi dan menerima kasih
sayang, penerimaan dan cinta adalah positif, karena perasaan seperti
itu memang memuaskan, namun kebutuhan untuk di senangi dan

7
mendapatkan kehangatan dari orang lain bisa berkonflik dengan yang
kita pandang sebagai hal yang baik bagi diri kita.
Pada tahap tertentu, kita bisa menahami diri melalui pesan
yang diterima dari orang lain dan respon emosional mereka kepada
kita. Pengakuan positif yang tak bersyarat ini diterima dimana di
mungkinkan ada pesan dan bahkan cocok dengan pengalaman kita.
d)   Harga mempertahankan diri
Terkadang, konsep diri kita terancam terbuka kesenjangan
antara yang kita perlukan untuk mempertahankan pemahaman kita
tentang dunia dan diri kita, dan kasus apa yang sebenarnya kita
rasakan. Tantangan radikal bisa terasa benar-benar seperti mengancam
hidup kita, karena beberapa pengalaman menimbulkan pukulan yang
sangat kuat dalam cara kita memandang diri, kita tak lagi mengenali
siapa kita dan keterasingan diri seperti itu sangat mengerikan. Untuk
melindungi terhadap ketidaknyamanan dan konflik internal, kita
menyaring pengalaman internal dan eksternal dengan dua proses yang
dikenal sebagai distorsi dan penyangkalan. Dalam mendistorsi
pengalaman kita secara selektif mengambil yang sedang terjadi dan
meninggalkan lainnya, atau kita memahami sesuatu dengan cara
tertentu ketimbang cara lain.
Mendistorsi dan menyangkal pengalaman berarti bahwa kita
terus menopang keterpecahan internal. Tekanan mental dan emosional
adalah harga yang harus kita bayar. Bagi beberapa orang, sejauh mana
kondisi berharga yang di proyeksikan itu di serap membuat kehidupan
menjadi sumber ketakutan yang menetap. Selain itu, kedataran dan
kekosongan yang menjadi bagian dari depresi menunjukkan harga
yang harus di bayar karena meredam perasaan, ketidakpuasan,
kesepian, kebingungan, kecemasan, kelelahan, kematian emosional,
semuanya bisa berasal dari upaya kita memisahkan apa yang secara
sadar kita tanggung dari pengetahuan terdalam kita.

8
e)    Transformasi kesedihan
Tujuan konseling berfokus pribadi adalah menawarkan kondisi
yang akan memampukan terjadinya penyembuhan keterpecahan
nurani dan memulai proses untuk menghubungkan kembali secara
utuh dengan pengalaman dan proses penghargaan yang ada sejak lahir.
Bertumpu pada alasan tunggal, namun sulit dijangkau bahwa
menawarkan rasa hormat, pemahaman mendalam dan kehadiran yang
tulus dan terbuka kepada klien akan menciptakan iklim keamanan dan
kepercayaan tak bersyarat. Secara bertahap, klien akan semakin
membutuhkan perlindungan terhadap pengalaman yang mengancam
lapisan pelindung yang di bangunnya. Perasaan, pikiran dan persepsi
yang sebelumnya telah di transformasikan atau di buang jauh-jauh
dapat di pegang dalam kesadaran dan di nilai ulang, mengizinkan
penyerapan pengalaman yang lebih memuaskan ke dalam diri.
2.4 Tujuan Person Center Therapy
Tujuan utama pendekatan person-centered therapy adalah untuk
menciptakan iklim yang kondusif sebagai usaha untuk membantu konseli
menjadi pribadi yang utuh, yaitu pribadi yang mampu memahami
kekurangan dan kelebihan dirinya dirinya. Tidak ditetapkan tujuan khusus
dalam pendekatan person-centered, sebab konselor digambarkan memiliki
kepercayaan penuh pada konseli untuk menentukan tujuan-tujuan yang
ingin dicapainya dari dirinya sendiri.

Secara lebih terperinci, tujuan konseling person-centered adalah :


a)    Membantu konseli untuk menyadari kenyataan yang terjadi terhadap
dirinya
b)   Membantu konseli untuk membuka diri terhadap pengalaman-
pengalaman baru
c)    Menumbuhkan kepercayaan diri konseli
d)   Membantu konseli membuat keputusan sendiri
e)    Membantu konseli menyadari bahwa manusia tumbuh dalam suatu
proses

9
Konseli yang bisa dibantu menggunakan person-centered therapy,
di antaranya adalah konseli dengan kondisi awal sebagai berikut :
a)    Konseli takut pada konselor dan konseling itu sendiri
b)   Konseli tidak bisa mengekspresikan pengalaman-pengalamannya
c)    Konseli menggunakan pandangan orang lain atau lingkungan
sekitarnya dalam mengevaluasi tindakan dirinya
d)   Konseli menunjukkan perasaan negatif baik secara terang-terangan
maupun tersembunyi, misalkan tidak bisa mempercayai konselor
e)    Konseli belum bisa menerima tanggung jawab pada diri sendiri
f)    Konseli sering memandang dunia dengan suatu cara mekanik, sehingga
menyulitkan diri untuk memisahkan objek dari pengalaman, fakta, dan
situasi eksternal.
2.5   Hubungan dan Peran terapis dalam Peson Center Therapy
Terapis meletakkan tanggung jawab proses terapi pada klien, dan ia
berfungsi sebagai katalisator bagi perubahan klien. Terapis lebih sebagai
cerminbagi sikap dan perilaku klien. Konselor membantu klien menyadar
kekuatan-kekuatan yang dimiliki, sehingga ia sanggup mengambil
keputusan-keputusan yang tepat bagi diri klien.
Tugas terapis atau konselor adalah membangun hubungan yang
membantu klien mengalami kebebasan untuk mengeksplorasi area-area
hidupnya yang sekarang didistorsi atau diingkarinya.
Client-centered therapy(CCT)  menekankan pada sikap dan
kepercayaan dalam proses terapi antara terapis dengan klien. Efektifitas
dari pendekatan terapi ini adalah pada sifat kehangatan, ketulusan,
penerimaan nonposesif dan empati yang akurat. Client-centered
therapy  beranggapan bahwa klien sanggup menentukan dan
menjernihkan tujuan-tujuannya sendiri. Perlu adanya respek terhadap
klien dan keberanian pada seorang terapis untuk mendorong klien agar
bersedia mendengarkan dirinya sendiri dan mengikuti arah-arahannya
sendiri terutama pada saat klien membuat pilihan-pilihan yang bukan
merupakan pilihan yang diharapkan terapis.Selain itu, juga mempunyai
hubungan yang membantu keberhasilan terapi yang sudah disebutkan

10
oleh Rogers yaitu kongruen, peneriaan positif tanpa syarat dan empatik
terapis mencoba memahami situasi saat itu yang terjadi pada klien dan
mencoba mendapatkan tanggapan kembali dari klien dengan lebih
banyak informasi. 
2.6 Proses Person Center Therapy
  

Proses konselingnya dapat dijelaskan sebagai berikut :


a)       Klien datang kepada konselor atas kemauan sendiri. Apabila datang
atas suruhan orang lain, maka konselor harus mampu menciptakan
situasi yang sangat bebas dan permisif, dengan tujuan agar klien
mampu memilih sendiri apakah ia akan terus minta bantuan atau
akan membatalkannya.
b)      Situasi konseling sejak awal harus menjadi tanggung jawab klien,
maka konseling menyadarkan hal ini kepada klien.
c)      Konselor memberanikan klien agar ia mampu mengemukakan
perasaannya atau permasalahannya secara apa adanya, lengkap dan
jelas. Dalam hal ini konselor harus menunjukkan sikap ramah,
bersahabat dan menerima klien sebagaimana adanya.
d)      Konselor menerima perasaan klien serta memahaminya.
e)      Konselor berusaha agar klien dapat memahami dan menerima
keadaan dirinya/masalahnya.
f)       Klien menentukan pilihan sikap dan tindakan yang akan diambil
untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.
g)      Klien merealisasikan pilihan itu dalam tindakan/perbuatan.
Pemahaman dari proses dan prosedur konseling ini dapat
dilakukan dengan tiga hal, yaitu :
1. Kondisi-kondisi konseling
Rogers percaya bahwa ketrampilan-ketrampilan teknis dan
latihan-latihan khusus tidak menjamin keberhasilan konseling,
tetapi sikap-sikap tertentu dari konselor merupakan elemen penting
dalam perubahan klien. Sikap tertentu dan konselor merupakan
tersebut merupakan Condition Variable atau Facultative
Conditions, termasuk sebagai berikut

11
- Dalam relationship, therapis hendaknya tampil secara
kongruen atau tampil apa adanya (labil)
- Penghargaan tanpa syarat terhadap pengalaman-pengalaman
klien secara positif dan penerimaan secara hangat
- Melakukan emphatik secara akurat

Dengan kondisi tersebut memngkinkan klien mampu


menerima konselor sepenuhnya, di samping terjadinya iklim
Therapeutik. Juga sering dideskripsikan sebagai konseling,
konselor tampak pasive, karena kerja konselor hanya mengulang
apa yang diucapkan klien sebelumnya, bahkan sering dikatakan
sebagai teknik wawancara khusus. Hal ini disebabkan karena
mereka melihat permkaannya saja. Ketiga kondisi diatas tidak
terpisah satu dengan yang lain masing-masing saling bergantung
dan berhubungan, di samping itu, terdapat beberapa kondisi yang
memudahkan komunikasi, seperti sikap badan, ekspresi wajah,
nada suara, komentar-komentar yang akurat.
Menurut pandangan pendektan Personal Centered, penggunaan
teknik-teknik sebagai melihat terapis akan mendepersonalisasikan
hubungan terapis klien. Teknik-teknik harus menjadi suatu
pengungkapan yang jujur dari terapo, dan tidak bisa digunakan
secara sadar diri sebab dengan demikian terapis tidak akan menjadi
sejati
2.7 Kelebihan dan Kekurangan Menggunakan Pendekatan Person Center
Theraphy
Kelebihan menggunakan pendekatan Person Center Theraphy
1.    Pemusatan pada klien dan bukan pada terapist.

2.    Identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam


mengubah kepribadian.

3.    Lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik.

12
4.    Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan
kuantitatif.

5.    Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi

6.    Menawarkan perspektif yang lebih up-to-date dan optimis

7.    Klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus


dalam menyelesaiakan masalahnya

8.    Klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh


ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi

Kelemahan menggunakan pendekatan Person Center Theraphy

1.    Terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana

2.    Terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan

3.    Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu


luas dan umum sehingga sulit untuk menilai individu.

4.    Tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan


klien yang kecil tanggungjawabnya.

5.    Sulit bagi therapist untuk bersifat netral dalam situasi hubungan


interpersonal.

6.    Terapi  menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan


pasif. Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup

7.    Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatology yang parah

8.    Minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penemu Person Centered Therapy yaitu Carl Ransom Rogers.
Rogers mengangap bahwa setiap individu merupakan manusia yang
berpotensi,setiap sat mereka pasti akan beraktualisasi untuk
mengembangkan potensi yang dimiliknya. Dalam terapinya, pengalaman
yang dimiliki klien memiliki peranan penting dalam penyelesaian akhir
dari masalah-masalah yang dialami klien. Pengalaman  yang dimiliki klien
akan membantu menumbuhkan kesadaran pada diri klien. Jadi, pribadi
yang utuh akan membantu klien untuk beraktualisasi pada arah positif.
Selan itu, terapis harus memiliki tiga kunci penting untuk keberhasilan
terapinya, yaitu kongruen, penerimaan positif tanpa syaratn dan rasa
empati pada klien. Jika semua itu diterapkan, maka klien dapat
mengungkapkan segala permasalahanya kepada terapis dengan leluasa.
Pada perkembangannya, metode terapi yang ditemukan Rogers yaitu
metode terapi tradisional, tahun 1942 atau disebut dengan konselin
nonderektif. Lalu, pada tahun 1950, Client Center Therapy menjadi terapi
yang begitu sering diterapkan rogers. Terapi ini, terapis menghormati
seluruh kemampuan yang dimiliki klien dalam proses konseling.
Selanjutnya, tahun 1960, merupaan perkembangan dari meode
sebelumnya. Rogers menyebutnya sebagai Person Center Therapy.
Teori dan konsep dasar Person Center Therapy yaitu aktualisasi diri
merupakan hal yang dapat membantu klien untuk menemukan konsep diri
dan menjadikan dirinya sebagai pribadi yang utuh. Dalam proses terapi
harus terdapat kongruen dan uncondisional positif regard dan empati.
Selain itu, konsep dasar dari sisi klien, yakni self-concept, locus of
evaluation, dan experiencing Self concept merujuk pada bagaimana klien
memandang-memikirkan-menghargai diri sendiri.
Tujuan dari terapi ini yaitu terapis membanu mengarahkan klien untuk
menyadari potensi yang dimilikinya dan menjadikan dirinya sebagai
pribadi yang utuh. Setelah klien memahami kekurangan dan kelebihan
dirinya, maka klien dapat mengekspresikan isi hatinadan dapat
menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai pada diri klien.
Bagaimana hubungan antara terapis dan klien menjadi factor
keberhasilan terapi. Hubungan yang diharapkan dari terapi ini bahwa
antara terapis dan klien mempunyai hubungan yang hangat dan rasa saling
percaya. Terapis mepercayai jika klien mampu menemukan penyelesaian
yang baik, begitu juga klien, mempercayai akan kuitas yang dimiliki
terapis.
Dalam proses terapi, klien akan kondisi inti pada klien akan
mengarahkan diri klien pada konsep diri yang dimiliknya. Selanjutnya,
klien akan mengeksplorasi cara baru dalam memandang dan menyadari

14
dirinya. Setelah semua itu dilalui klien, maka klien dapat merealisasikan
pilihan dan hasil akhir.
3.2 Saran
Setelah mempelajari Person Center Therapy, diharapakan
mahasiswa dapat menerapkan terapi ini dalam sehari-hari. Walaupun
banyak teori lain yang kita pelajari, tidak ada salahnya menerapkan terapi
ini. Hal ini akan menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang
berbagai terapi khususnya Person Center terapi. Materi yang ada dalam
makalah ini merupakan sebagaian kecil dari sekian banyak pengetahuan
tentang Person Center Therapy. Penyusun mohon maaf, dan mengharap
kritik dan saran untuk perbaikan makalah.

15
DAFTAR PUSTAKA
http://herjuno-tisnoaji.blog.ugm.ac.id/2012/03/15/client-centered-therapy/
http://marisameadow.blogspot.com/2013/04/person-centered-therapy.html
http://kandidatkonselor.blogspot.com/2013/01/teori-dan-pendekatan-konseling-
person.html
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/19550516198101
1-
MUSYAFAK_ASSYARI/Konseling_ABK/client_centered_counseling/cli
ent_centered.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai