Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Person Center Therapy

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teori BKI

Dosen Pengampu : Dede Lukman, S.Sos.I., M.Ag

Disusun Oleh Kelompok II :

ASEP BADRUDIN 1164010020

ADELLA SEPTA 1184010003

ALYA NABILA ZAHRA 1184010017

AMELIA NURIYARATRI 1184010018

ANISSA NIKEN NORAYA 1184010021

AULIA WIJDAN 1184010029

CHANIA AL MUZAYANAH 1184010034

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua yang berupa ilmu dan amal. Dan
berkat Rahmat dan Hidayah-Nya pula, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
dengan judul Person Center Therapy pada mata kuliah Teori BKI.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan tuntas tanpa
adanya bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, khususnya kepada Bapak Dede
Lukman, S.Sos.I., M.Ag selaku dosen pengampu Teori BKI.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya,
kritik, saran, dan masukan yang membangun sangat kami butuhkan untuk dijadikan pedoman
dalam penulisan ke arah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, 1 November 2019

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Carl Ronsen Rogers (1902-1987) merupakan pelopor penemu Person Center Therapy.
Rogers beranggapan bahwa setiap individu pada intinya merupakan sosok yang kreatif,
sosialis, penuh hormat dan mempunyai kemampuan untuk mengembangkan seluruh potensi
yang dimilikinya. Untuk itu, dalam prakteknya Rogers memberikan kesempatan kepada klien
untuk menumbuhkan kesadaran diri dan dapat memahami dirinya sendiri. Lebih ditekankan
lagi pada pengalaman pribadi yang dimiliki individu karena dapat membantu klien lebih
mudah untuk mencari jalan keluar dari masalahnya.

Rogers menyatakan bahwa terdapat tiga kondisi yang harus dimiliki konselor dalam
melakukan proses terapi, yaitu kongruens, penerimaan positif tanpa syarat, dan empati. Jadi
terapeutik akan berhasil jika faktor-faktor tersebut juga dijalankan dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian dan tehnik Person Center Therapy?
2. Bagaimana Perkembangan Person Center Therapy?
3. Bagaimana Teori dan konsep dasar Person Center Therapy?
4. Apa Tujuan Person Center Therapy?
5. Bagimana Hubungan dan Peran terapis dalam Peson Center Therapy?
6. Bagaimana Proses Konseling Person Center Therapy?
7. Apa Kelebihan dan Kekurangan Person Center Therapy?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian dan tehnik Person Center Therapy
2. Untuk Mengetahui Perkembangan Person Center Therapy
3. Untuk Mengetahui Teori dan konsep dasar Person Center Therapy
4. Untuk Mengetahui Tujuan Person Center Therapy
5. Untuk Mengetahui Hubungan dan Peran terapis dalam Peson Center Therapy
6. Untuk Mengetahui Proses Konseling Person Center Therapy
7. Untuk Mengetahui Kelebihan dan Kekurangan Person Center Therapy
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Tehnik Person Center Therapy

Person Center Therapy di cetuskan oleh Carl Ransom Rogers (1902-1987) dengan
sebutan nondirective counseling. Rogers (sebagai terapis) meminimalkan pengarahannya dan
membantu kliennya memperjelas persepsi mereka mengenai diri sendiri. Rogers meneliti
tentang persepsi klien terhadap self-aktual dan self-idealnya. Reflection of feelings adalah
teknik yang dilakukan terapis dalam memposisikan dirinya sebagai cermin bagi klien, agar
klien dapat lebih mengenal dirinya, menerima diri sendiri, dan kemudian dapat
mempersepsikan keadaannya sekarang (Sundberg et al, 2002).1

Dalam pendekatan-pendekatan Person Centered, prinsip-prinsip dasar dalam terapi


menurut Rogers bahwa manusia berpotensi menemukan masalah-masalahnya sendiri,
hubungan antar individu lebih penting daripada masalah itu sendiri, dan individu lebih
penting daripada solusi atas masalahnya.2

Tidak ada metode atau teknik yang spesifik dalam Person Center Therapy. Dalam Therapi
ini, antara konselor dan konseli harus memilik hubungan yang dapat mendorong klien lebih
terbuka mengungkapkan permasalahanya dan mempercayai terapis sepenuhnya. Karena itu
disebut Client-Center Theraphy yang tehniknya menitik beratkan pada sikap-sikap terapis.
Metode ini dikutip H.M.Arifin dari William E.Hulme & Wayne K.Clymer yang
mengemukakan bahwa metode Client-Center Therapi sering digunakan oleh pastoral
counselor. Pada proses bimbinganya konselor lebih memahami kenyataan penderitaan klien
yang biasanya bersumber pada perasaan berdosa yang banyak menimbulkan perasaan cemas
konflik kejiwaan dan gangguan lainnya. Konselor harus bersikap sabar mendengarkan
dengan penuh perhatian semua ungkapan batin yang diutarakan klien kepadanya. 3 Namun ada
beberapa teknik dasar yang harus dimiliki terapis yaitu:

A. Mengalami dan Memperlihatkan Kongruen

Antara Terapis dan Klien harus memiliki hubungan yang kongruen, yaitu tercipta
kecocokan dan kesesuaian. Konselor menunjukan tindakan yang apa adanya kepada klien

1
http://herjuno-tisnoaji.blog.ugm.ac.id/2012/03/15/client-centered-therapy
2
Kathryn Geldard, Teknik Konseling (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008) hal. 36-37
3
ErhamWilda, Konseling Islam (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009) hal.101
seperti sikap hangat dan sabar dari terapis saat klien tertekan, kemarahan terapis saat klien
menyerang dengan paksaan-paksaan yang kuat, kebosanan saat konseli mengomel. Akan
tetapi sikap terapis tetap menunjukkan keprofesionalnya dihadapan klien sehingga klien
semakin menumbuhkan rasa percayanya kepada terapis. Tanpa kepercayaan ini, klien tidak
akan merasa bebas dalam mengungkapkan masalah-masalahnya.4

B. Mengalami dan Menunjukkan Penerimaan Positif tanpa Syarat

Untuk membantu keberhasilan terapi, konselor harus memiliki sejenis rasa suka dan
hormat kepada konseli. Sehingga hubungan hangat yang terjalin antara konselor dan konseli
menumbuhkan minat yang dalam dari konseli untuk melanjutkan terapi. Dalam menunjukan
sikap penerimaan tanpa syarat ini harus didahului sikap kongruen, agar sikap konselor
terkesan serius dan apa adanya.

Sikap hormat berarti menghargai orang lain sebagai manusia yang mampu menemukan
solusi-solusi atas permasalahannya sendiri dan memandang positif kepada klien bahwa
terlepas dari apa yang dilakukannya dia telah berbuat yang terbaik sesuai dengan
kemampuannya.5

C. Mengalami dan Menunjukkan Rasa Empati.

Dengan berempati, seseorang masuk dalam diri orang lain dan menjadi orang lain agar
bisa menghayati dan merasakan orang lain. Jadi, seseorang dimungkinkan untuk bisa
memahami orang lain karena seseorang masuk dan menjadi sama dengan orang lain sehingga
empati merupakan cara yang efektif untuk mengenali, memahami, dan mengevaluasi orang
lain. Menurut Rogers, empati bukan hanya bersifat kognitif saja, namun berupa emosi dan
pengalaman.

Mengenai Empati ini, George & Cristiani (1981) mengemukakannya sebagai kemampuan
untuk mengambil kerangka berpikir klient sehingga memahami dengan tepat kehidupan dunia
dalam dan makna-maknanya dan bisa dikomunikasikaan dengan jelas terhadap klien. Menrut
beberapa tokoh, perasaan empati ini dapat menyebabkan terapis ikut karut dalam kesedihan
klient. Hal ini berdampak pada hilangnya identitas diri pada klien, dan hilang pula fungsinya
sebagai terapis. Evey, at al (1987) mengutip Rogers yang mengingatkan ‘jika terapis bisa

4
Stephen Palmer, Konseling dan Psikoterapi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) hal. 310-314
5
Kathryn Geldard, Teknik Konseling (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008) hal. 44
menangkap dunia pribadi klien, sebagaiman klien melihat dan merasakannya tanpa
kehilngandiri identitasnya sendiri, perubahan konstruktif niscaya terjadi.6

2. Perkembangan Person Center Therapy

Penemu teori berfokus pribadi adalah psikolog Carl Ransom Rogers (1902-1987). Rogers
mengembangkan kepercayaan pada potensi semua individu untuk berkembang dalam kondisi
yang suportif, penuh hormat, dan memercayai secara tulus. Pada 1942, Rogers
mempublikasikan idenya dalam buku pertamanya Counselling and psychotherapy (konseling
dan psikoterapi) yang merupakan konseling nondirective dengan menggunakan metode terapi
tradisional. Selanjutnya, Clien-centered Therapy (terapi berfokus klien) pada muncul pada
taun 1951, menekankan pada konselor harus menghormati kemampuan konseli pada proses
konseling. Tahap yang ketiga yaitu tahun 1960, yang disebut dengan Person Center Therapy,
merupakan terapi berfokus pada pribadi, yang menekankan pada kemampuan dan
perkembangan diri.

Debat dan diskusi selalu memastikan pertumbuhan terapi berfokus pribadi, termasuk
munculnya varian-varian baru. Terapi keluarga berfokus pribadi, aliran berfokus yang
terpisah dan penerapan prinsip-prinsip pribadi pada klien yang didiagnosis menderita
gangguan mental berat, hanyalah tiga contoh perkembangan dari terapi itu. Yang mutakhir,
dimensi spiritual dalam terapi berfokus pribadi juga telah di eksplorasi. Meskipun terdapat
aspirasi religiusnya, baru tahun-tahun belakangan Rogers mempertimbangkan pengalaman
transendental dalam konseling.

Prinsip-prinsip dasar pendekatan berfokus pribadi sekarang luas di terima sebagai basis
pembentukan relasi positif yang memberdayakan dan sangat berpengaruh pada pendidikan,
ketetapan kesehatan yang diatur undang-undang maupun sukarela, dan layanan social.
Sebagai orientasi terapeuetik, pendekatan ini mempunyai pengikut yang luas, dengan praktisi
terdapat di semua benua.

3. Teori dan konsep dasar Person Center Therapy

Konsep dasar dari person centered therapy adalah bahwa inidividu memiliki
kecenderungan untuk mengakutalisasikan diri (actualizing tendencies) yang berfungsi satu
sama lain dalam sebuah organisme. Para terapis lebih terfokus pada “potensi apa yang dapat
dimanfaatkan”. Didalam terapi, terdapat dua kondisi inti: congruence dan unconditional

6
Singgih D.Gunasra, Konseling dan Ksikoterapi (Jakarta: Libri) hal. 70-75
positive regard. Congruence merujuk pada bagaimana terapis dapat mengasimilasikan dan
menggiring pengalaman agar klien sadar dan memaknai pengalaman tersebut. Unconditional
positive regard adalah bagaimana terapis dapat menerima klien apa adanya, di mana terapis
membiarkan dan menerima apa yang klien ucapkan, pikirkan, dan lakukan. Di samping itu,
terdapat juga sejumlah konsep dasar dari sisi klien, yakni self-concept, locus of evaluation,
dan experiencing Self concept merujuk pada bagaimana klien memandang-memikirkan-
menghargai diri sendiri. Locus of evaluation merujuk dari sudut pandang mana klien menilai
diri. Orang yang bermasalah akan terlalu menilai diri mereka berdasar persepsi orang lain
(eksternal). Experiencing, adalah proses di mana klien mengubah pola pandangnya, dari yang
kaku dan terbatas menjadi lebih terbuka.7Di jantung teori berfokus pribadi terdapat
optimisme mendasar tentang kemampuan dan motivasi primer kita.

A. Memberikan yang terbaik dari diri kita: kecenderungan beraktualisasi

Rogers menegaskan bahwa setiap pribadi itu adalah keseluruhan yang utuh, atau
organism, dengan kecenderungan motivasi dasar, kecenderungan untuk beraktualisasi.
Seperti yang dikatakan Rogers inilah kecenderungan organisme yang melekat pada dirinya
untuk mengembangkan semua kapasitasnya sedemikian rupa untuk mempertahankan atau
memperkuat organisme itu sendiri. Oleh karena itu, ketika kita bertumbuh dan berkembang,
secara alami kita mendekati orang lain, lingkungan yang lebih luas dan pengalaman diri kita
dengan cara yang mengantarkan kita menuju hal-hal positif dan membantu kita menghindari
hal-hal yang negatif bagi kebaikan kita.

B. Mempelajari siapa diri kita: perkembangan konsep diri

Meskipun teori berfokus pribadi mengkonseptualisasikan idividu sebagai kesatuan utuh,


satu aspek keberadaan kita memainkan peran kunci dalam perkembangan dan pemfungsian.
Konsep diri mulai terbentuk pada usia dini, ketika kita mulai melihat terpisah dari mereka di
sekitar kita. Kita mulai memikirkan diri sendiri dengan istilah ‘aku’ sebagai subjek dan ‘aku’
sebagai objek, sebagai pribadi unik dengan beragam karakteristik. Pengetahuan dan
kesadaran diri ini awalnya tidak diartikulasikan, namun ketika kita bertumbuh, terutama
ketika kita belajar bicara, secara bertahap kita mengonsolidasikan ide tentang diri sendiri.
Jika perkembangan pengetahuan diri itu terjadi secara lengkap seirama dengan
kecenderungan beraktualisasi, yaitu jika kita mulai mengenal diri sendiri sebagai pribadi yang
sebenarnya, maka kita terus melangkah di sepanjang jalan kehidupan yang utuh dan

7
http://herjuno-tisnoaji.blog.ugm.ac.id/2012/03/15/client-centered-therapy/
memuaskan. Namun, mengenal diri kita tidak terjadi dalam isolasi dan aspek relasional
keberadaan kita lah yang menyebabkan masalah.

C. Kehilangan kepercayaan diri dan sumber kesedihan

Pemahaman diri kita berkembang pada suatu waktu ketika kita sangat tergantung pada
orang lain untuk kebaikan fisik dan emosi kita. Hal itu menimbulkan konflik potensial antara
pertumbuhan kita dan kepuasan orang-orang di sekitar kita. Memberi dan menerima kasih
sayang, penerimaan dan cinta adalah positif, karena perasaan seperti itu memang memuaskan,
namun kebutuhan untuk di senangi dan mendapatkan kehangatan dari orang lain bisa
berkonflik dengan yang kita pandang sebagai hal yang baik bagi diri kita.

Pada tahap tertentu, kita bisa menahami diri melalui pesan yang diterima dari orang lain
dan respon emosional mereka kepada kita. Pengakuan positif yang tak bersyarat ini diterima
dimana di mungkinkan ada pesan dan bahkan cocok dengan pengalaman kita.

D. Harga mempertahankan diri

Terkadang, konsep diri kita terancam terbuka kesenjangan antara yang kita perlukan
untuk mempertahankan pemahaman kita tentang dunia dan diri kita, dan kasus apa yang
sebenarnya kita rasakan. Tantangan radikal bisa terasa benar-benar seperti mengancam hidup
kita, karena beberapa pengalaman menimbulkan pukulan yang sangat kuat dalam cara kita
memandang diri, kita tak lagi mengenali siapa kita dan keterasingan diri seperti itu sangat
mengerikan. Untuk melindungi terhadap ketidaknyamanan dan konflik internal, kita
menyaring pengalaman internal dan eksternal dengan dua proses yang dikenal sebagai
distorsi dan penyangkalan. Dalam mendistorsi pengalaman kita secara selektif mengambil
yang sedang terjadi dan meninggalkan lainnya, atau kita memahami sesuatu dengan cara
tertentu ketimbang cara lain.8

Mendistorsi dan menyangkal pengalaman berarti bahwa kita terus menopang


keterpecahan internal. Tekanan mental dan emosional adalah harga yang harus kita bayar.
Bagi beberapa orang, sejauh mana kondisi berharga yang di proyeksikan itu di serap
membuat kehidupan menjadi sumber ketakutan yang menetap. Selain itu, kedataran dan
kekosongan yang menjadi bagian dari depresi menunjukkan harga yang harus di bayar karena
meredam perasaan, ketidakpuasan, kesepian, kebingungan, kecemasan, kelelahan, kematian

8
Stephen Palmer, Konseling dan Psikoterapi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) hal. 303-309
emosional, semuanya bisa berasal dari upaya kita memisahkan apa yang secara sadar kita
tanggung dari pengetahuan terdalam kita.

E. Transformasi kesedihan

Tujuan konseling berfokus pribadi adalah menawarkan kondisi yang akan memampukan
terjadinya penyembuhan keterpecahan nurani dan memulai proses untuk menghubungkan
kembali secara utuh dengan pengalaman dan proses penghargaan yang ada sejak lahir.
Bertumpu pada alasan tunggal, namun sulit dijangkau bahwa menawarkan rasa hormat,
pemahaman mendalam dan kehadiran yang tulus dan terbuka kepada klien akan menciptakan
iklim keamanan dan kepercayaan tak bersyarat.

4. Tujuan Person Center Therapy

Tujuan utama pendekatan person-centered therapy adalah untuk menciptakan iklim yang
kondusif sebagai usaha untuk membantu konseli menjadi pribadi yang utuh, yaitu pribadi
yang mampu memahami kekurangan dan kelebihan dirinya dirinya. Tidak ditetapkan tujuan
khusus dalam pendekatan person-centered, sebab konselor digambarkan memiliki
kepercayaan penuh pada konseli untuk menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapainya dari
dirinya sendiri.

Secara lebih terperinci, tujuan konseling person-centered adalah:

a. Membantu konseli untuk menyadari kenyataan yang terjadi terhadap dirinya


b. Membantu konseli untuk membuka diri terhadap pengalaman-pengalaman
baru
c. Menumbuhkan kepercayaan diri konseli
d. Membantu konseli membuat keputusan sendiri
e. Membantu konseli menyadari bahwa manusia tumbuh dalam suatu proses

Konseli yang bisa dibantu menggunakan person-centered therapy, di antaranya adalah


konseli dengan kondisi awal sebagai berikut:

a. Konseli takut pada konselor dan konseling itu sendiri


b. Konseli tidak bisa mengekspresikan pengalaman-pengalamannya
c. Konseli menggunakan pandangan orang lain atau lingkungan sekitarnya dalam
mengevaluasi tindakan dirinya
d. Konseli menunjukkan perasaan negatif baik secara terang-terangan maupun
tersembunyi, misalkan tidak bisa mempercayai konselor
e. Konseli belum bisa menerima tanggung jawab pada diri sendiri
f. Konseli sering memandang dunia dengan suatu cara mekanik, sehingga
menyulitkan diri untuk memisahkan objek dari pengalaman, fakta, dan situasi
eksternal.
5. Hubungan dan Peran Terapis dalam Person Center Therapy

Terapis meletakkan tanggung jawab proses terapi pada klien, dan ia berfungsi sebagai
katalisator bagi perubahan klien. Terapis lebih sebagai cermin bagi sikap dan perilaku klien.
Konselor membantu klien menyadar kekuatan-kekuatan yang dimiliki, sehingga ia sanggup
mengambil keputusan-keputusan yang tepat bagi diri klien.

Tugas terapis atau konselor adalah membangun hubungan yang membantu klien
mengalami kebebasan untuk mengeksplorasi area-area hidupnya yang sekarang didistorsi
atau diingkarinya.9

Person centered therapy menekankan pada sikap dan kepercayaan dalam proses terapi
antara terapis dengan klien. Efektifitas dari pendekatan terapi ini adalah pada sifat
kehangatan, ketulusan, penerimaan nonposesif dan empati yang akurat. Person centered
theraphy ini beranggapan bahwa klien sanggup menentukan dan menjernihkan tujuan-
tujuannya sendiri. Perlu adanya respek terhadap klien dan keberanian pada seorang terapis
untuk mendorong klien agar bersedia mendengarkan dirinya sendiri dan mengikuti arah-
arahannya sendiri terutama pada saat klien membuat pilihan-pilihan yang bukan merupakan
pilihan yang diharapkan terapis.Selain itu, juga mempunyai hubungan yang membantu
keberhasilan terapi yang sudah disebutkan oleh Rogers yaitu kongruen, penerimaan positif
tanpa syarat dan empatik terapis mencoba memahami situasi saat itu yang terjadi pada klien
dan mencoba mendapatkan tanggapan kembali dari klien dengan lebih banyak informasi.10

6. Proses Konseling Person Center Therapy

Proses konselingnya dapat dijelaskan sebagai berikut :

9
ErhamWilda, Konseling Islam (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009) hal. 85
10
http://herjuno-tisnoaji.blog.ugm.ac.id/2012/03/15/client-centered-therapy/
A. Klien datang kepada konselor atas kemauan sendiri. Apabila datang atas suruhan
orang lain, maka konselor harus mampu menciptakan situasi yang sangat bebas dan
permisif, dengan tujuan agar klien mampu memilih sendiri apakah ia akan terus minta
bantuan atau akan membatalkannya.
B. Situasi konseling sejak awal harus menjadi tanggung jawab klien, maka konseling
menyadarkan hal ini kepada klien.
C. Konselor memberanikan klien agar ia mampu mengemukakan perasaannya atau
permasalahannya secara apa adanya, lengkap dan jelas. Dalam hal ini konselor harus
menunjukkan sikap ramah, bersahabat dan menerima klien sebagaimana adanya.
D. Konselor menerima perasaan klien serta memahaminya.
E. Konselor berusaha agar klien dapat memahami dan menerima keadaan
dirinya/masalahnya.
F. Klien menentukan pilihan sikap dan tindakan yang akan diambil untuk mengatasi
masalah yang dihadapinya.
G. Klien merealisasikan pilihan itu dalam tindakan/perbuatan.11

7. Kelebihan dan kekurangan Person Center Therapy


- Kelebihan:
A. Pemusatan pada klien dan bukan pada terapis
B. Identifikasi dan hubungan terapis sebagai wahana utama dalam mengubah
kepribadian. Sehingga tidak menekankan pada teknik namun pada sikap terapi
C. Menawarkan perspektif yang lebih uptodate dan optimis
D. Klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam
menyelesaiakan masalahnya. Klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya
secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi, selain itu klien
diberikan peluang yang lebih luas untuk mendengar dan didengar
E. Sifat keamanan. Individu dapat mengexplorasi pengalaman-pengalaman psikologis
yang bermaknya baginya dengan perasaan aman
F. Dapat diterapkan pada setting individual maupun kelompok

- Kekurangan:
A. Tujuannya, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk menilai individu
11
http://marisameadow.blogspot.com/2013/04/person-centered-therapy.html
B. Tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil
tanggungjawabnya, serta minim teknik untuk membantu klien memecahkan
masalahnya
C. Sulit bagi terapis untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal
D. Terapi menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif.
Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup, orang bisa memiliki kesan bahwa
terapi ini tidak lebih daripada teknik mendengar dan merefleksi.
E. Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatologi yang parah
F. Memungkinkan sebagian (terapis) menjadi terlalu terpusat pada klien sehingga
melupakan keasliannya. Terapis dapat kehilangan rasa sebagai pribadi yang unik.
G. Kesalahan sebagian besar terapis dalam menterjemahkan sikap-sikap yang harus
dikembangkan dalam hubungan terapeutik. Sejumlah praktisi terkadalang
menyalahtafsirkan atau menyederhanakan sikap-sikap sentral dari posisi person-
centered.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penemu Person Centered Therapy yaitu Carl Ransom Rogers. Rogers mengangap bahwa
setiap individu merupakan manusia yang berpotensi, setiap sat mereka pasti akan
beraktualisasi untuk mengembangkan potensi yang dimiliknya. Dalam terapinya, pengalaman
yang dimiliki klien memiliki peranan penting dalam penyelesaian akhir dari masalah-masalah
yang dialami klien. Pengalaman yang dimiliki klien akan membantu menumbuhkan
kesadaran pada diri klien. Jadi, pribadi yang utuh akan membantu klien untuk beraktualisasi
pada arah positif.

Teori dan konsep dasar Person Center Therapy yaitu aktualisasi diri merupakan hal yang
dapat membantu klien untuk menemukan konsep diri dan menjadikan dirinya sebagai pribadi
yang utuh. Dalam proses terapi harus terdapat kongruen dan uncondisional positif regard dan
empati. Selain itu, konsep dasar dari sisi klien, yakni self-concept, locus of evaluation, dan
experiencing Self concept merujuk pada bagaimana klien memandang, memikirkan, dan
menghargai diri sendiri.

Tujuan dari terapi ini yaitu terapis membanu mengarahkan klien untuk menyadari potensi
yang dimilikinya dan menjadikan dirinya sebagai pribadi yang utuh. Setelah klien memahami
kekurangan dan kelebihan dirinya, maka klien dapat mengekspresikan isi hati dan dapat
menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai pada diri klien.

Dalam proses terapi, klien akan mengarahkan pada konsep diri yang dimiliknya.
Selanjutnya, klien akan mengeksplorasi cara baru dalam memandang dan menyadari dirinya.
Setelah semua itu dilalui klien, maka klien dapat merealisasikan pilihan dan hasil akhir.

B. Saran

Setelah mempelajari Person Center Therapy, diharapakan mahasiswa dapat menerapkan


terapi ini dalam sehari-hari. Walaupun banyak teori lain yang kita pelajari, tidak ada salahnya
menerapkan terapi ini. Hal ini akan menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang
berbagai terapi khususnya Person Center Therapy. Materi yang ada dalam makalah ini
merupakan sebagaian kecil dari sekian banyak pengetahuan tentang Person Center Therapy.
Penyusun mohon maaf, dan mengharap kritik dan saran untuk perbaikan makalah.
DAFTAR PUSTAKA

http://infobarumyamy.blogspot.com/2015/05/makalah-person-center-therapy-pct.html

Gunarsa, Singgih. Konseling dan Psikoterapi, Libri: Jakarta, 2012

Anda mungkin juga menyukai