Anda di halaman 1dari 10

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Psikoterapi Islam Dina Haya Sufya M.si

MAKALAH
PENDEKATAN CLIENT-CENTERED
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Psikoterapi Islam

Oleh Kelompok 8 :

1. Deva Dwi Angriani (12240221665)

2. Meylani Fitria (12240225144)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PEMBAHASAN .......................................................................................................1
A. Pengertian Pendekatan Client-Centered ....................................................................1
B. Konsep Dasar Client-Centered ..................................................................................2
C. Dinamika Kepribadian Manusia ................................................................................3
D. Peran dan Fungsi Konselor ........................................................................................4
E. Tujuan Client-Centered ..............................................................................................5
F. Kelebihan dan Kekurangan Client-Centered .............................................................6
G. Teknik-Teknik Client-Centered .................................................................................7
YEL-YEL ..............................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................9
BAB I
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendekatan Client-Centered


Pendekatan client centered, menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan konseli
untuk mengikuti jalan terapi dan arah terapi. Menurut Rogers yang dikutip oleh (Corey, 2015)
menyebutkan bahwa terapi client centered merupakan tehnik konseling dimana yang paling
berperan adalah konseli sendiri. Konseli diberikan keleluasaan menemukan solusi masalah
yang dihadapi. Konseli dipandang sebagai partner dan konselor hanya sebagai pendorong dan
pencipta situasi yang memungkinkan konseli untuk bisa berkembang sendiri. Seseorang yang
mempunyai masalah pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasi masalahnya
sendiri (Prayitno & Amti, 2004).1
Berbicara perdekatan client-centered, maka kita akan mengenal Carl R.Rogers yang
mengembangkan client-centered untuk diaplikasikan pada kelompok, keluarga, masyarakat,
dan terlebih kepada individu. Pendekatan ini dikembangkan atas anggapannya mengenai
keterbatasan dari psikoanalisis. Berbeda halnya dengan psikoanalisis yang mengatakan bahwa
manusia cenderung deterministik, Rogers menyatakan bahwa manusia adalah pribadi-pribadi
yang memiliki potensi untuk memecahkan permasalahannya sendiri.
Willis (2009) mengatakan bahwa Client-centered sering pula disebut sebagai psikoterapi
non-directive yang merupakan metode perawatan psikis yang dilakukan dengan cara berdialog
dengan klien agar tercapai gambaran antara ideal self (diri ideal) dengan actual self (diri
sebenarnya).2 Ciri-ciri pendekatan client-centered adalah:
1. Ditujukan kepada klien yang mampu memecahkan masalahnya agar tercapai kepribadian
klien yang terpadu.
2. Sasaran konseling adalah aspek emosi dan perasaan, bukan aspek intelektualnya.
3. Titik tolak konseling adalah masa sekarang (here and now) bukan masa lalu.
4. Tujuan konseling adalah menyesuaikan antara ideal self dan actual self.
5. Klien berperan paling aktif dalam proses konseling, sedangkan konselor hanya bertindak
pasif-reflektif (kcnselor bukan hanya diam tetapi membantu klien aktif memecahkan
masalahnya).

1
Purwoko,Budi,2020.Pendekatan Konseling,Purwokerto:CV,Pena Persada
2
Lubis,Namora lumongga.2011.Memahami Dasar-dasar konseling.Jakarta:Kencana Prenada Media Group h.154-155
B. Konsep Dasar Client-Centered
Dalam teorinya Rogers lebih menekankan konsep organisme dan self. Organisme adalah
unsur fisiologis dengan semua fungsi fisik dan fungsi psikologisnya. Dalam setiap organisme
terdapat lapangan fenomenal (phenomenal field dan the self). Hall mengemukakan bahwa self
adalah bagian dari lapangan fenomenal yang terdeferensiasikan sedikit demi sedikit melalui
pengalaman yang disadari maupun tidak. Tingkah laku adalah fungsi dari pola pengalaman
subyektif, yang berarti tingkah laku merupakan hasil dalam realitas yang dialami,
dirasa, dinilai, dan bahkan ditafsirkan dalam konteks pengertian individu. Self pada diri
seseorang merupakan konsep diri (self-concept) yang terdiri dari persepal mengenal kekhasan
dari "I" atau "me" dan persepsi hubungan antara "I" atau "me" dengan orang lain dalam aspek
kehidupan. Self bersifat lentur dan fleksibel, serta di dalamnya terdapat diri Ideal yang
menunjukan keinginan seseorang untuk mempertahankan apa yang ingin didapat dalam
pengembangan diri dan prestasinya, mempertahankan diri dan aktualisasi diri.
Kecocokan dan ketidak cocokan di antara self dan organisme akan menentukan
kematangan, penyesuaian diri, dan kesehatan mental seseorang. Congruence berarti ada
kecocokan antara self yang dirasakan dengan pengalaman aktual organisme. Incongruence
dapat menimbulkan kecemasan, perasaan terancam, mempertahankan diri, berpikiran kaku dan
melakukan cara-cara yang tidak positif. Perhatian Rogers adalah bagian mana dari self dapat
dibuat menjadi lebih congruence.
Sejalan dengan uraian Hall, menurut Bischof (1970) Rogers dalam mendiskripsikan
tingkah laku manusia melalui pemahaman prinsip-prinsip: tema self, tema aktualisasi diri, tema
pemeliharaan diri, dan tema peningkatan diri.
1. Tema Self
Rogers mengemukakan bahwa teori kepribadian yang berpusat pada klien adalah teori
kepribadian yang berpusat pada self disebut dengan the self theory.
2. Tema Aktualisasi Diri
Menurut Rogers organisme memiliki satu kekuatan motivasi yaitu dorongan untuk
mengaktualisasikan diri dan satu tujuan hidup yaitu menjadi diri yang aktual. Untuk
mencapai tujuan di perlukan 2 kebutuhan yaitu: 1) Kebutuhan akan penghargaan positif
dari orang lain. 2) Kebutuhan akan penghargaan diri sendiri. Kebutuhan-kebutuhan ini
telah ada sejak kecil seperti anak ingin disayang, dijaga, dan menerima penghargaan positif
dari orang lain.
Manusia selalu berusaha menunjukan self-nya dalam keseluruhan dinamika perilaku
untuk menjadikan dirinya sendiri yang berbeda dengan orang lain, baik dalam fungsi self
organismenya maupun fungsi sosialnya, di bawah pengarahan dan tanggungjawabnya
sendiri. Proses aktualisasi diri selalu berjalan dari yang sederhana menuju ke keadaan yang
kompleks, dan dimulai sejak masa konsepsi sampai menjadi suatu pribadi.
Aktualisasi diri merupakan bawaan, sehingga lebih terdeferensiasi, meluas, otonom,
dapat bersosialisasi dan menjadi pribadi yang matang. Semua ini terjadi seiring dengan
perkembangan kehidupan setiap individu. Selain itu orang harus mampu membedakan
sikap yang progresif dan sikap yang regresif. Sikap yang progresif akan menuntun ke arah
aktualisasi diri. Sehingga para terapis mengandalkan kekuatan ini bagi perbaikan fungsi-
fungsi klien mereka. Sedangkan sikap yang regresif cenderung menghambat
aktualisasi diri.
3. Tema pemeliharaan diri
Tingkat pemeliharaan diri dicapai saat individu mampu memahami diri sepenuhnya.
Dengan pemeliharaan diri ia mampu mencapai kematangan beradasarkan dinamika
kehidupan.
4. Tema peningkatan diri
Organisme selalu berusaha untuk meningkatkan diri. Prosesnya tidak selalu berjalan
lancar, mungkin disertai dengan berbagai rintangan dan perasaan sakit. Manusia memiliki
kecenderungan dan kebebasan untuk meningkatkan dirinya, karena
manusia bukanlah robot.3

C. Dinamika Kepribadian Manusia


Pendekatan client-centered memandang kepribadian manusia secara positif. Rogers
bahkan menekankan bahwa manusia dapat dipercaya karena pada dasarnya kooperatif dan
konstruktif. Setiap individu memiliki kemampuan menuju keadaan psikologis yang sehat
secara sadar dan terarah dari dalam dirinya (Corey, 2009).
Karena lebih menonjolkan aspek self pada teorinya, pendekatan client-centered juga
dianggap sebagai self-theory. Untuk menjadi individu yang memiliki self yang sehat, klien

3
Taufik.2009,Model-model konseling.Padang.Universitas Negeri Padang.
memerlukan penghargaan yang positif, kehangatan cinta, kepedulian, dan penerimaan. Self
merupakan konsep mengenai diri dan hubungan diri dengan orang lain. Individu akan
bertingkah laku selaras dengan konsep self yang dimilikinya.
Self tidak terbentuk dengan sendirinya. Menurut Rogers (dikutip dari Latipun, 2005) self
terbentuk melalui proses asimilasi dan proses introyeksi. Asmilasi adalah proses pembentukan
self akibat dari pengalaman langsung individu. Sementara introyeksi adalah proses
pembentukan self karena adanya interaksi individu dengan orang lain atau lingkungar sekitar.
Proses asimilasi dan introyeksi yang terbentuk sebagai struktur self adalah pengalaman yang
sesuai dengan struktur self tersebut, sedangkan pengalaman yang tidak sesuai akan ditolak atau
dikaburkan.
Selanjutnya, Rogers mengungkapkan bahwa dinamika kepribadian manusia adalah unik
dan positif. Setiap individu memiliki kecenderungan untuk mengaktualisasikan dirinya secara
terarah dan konstruktif. Kecenderungan ini bersifat inheren dan telah ada sejak individu
dilahirkan. Apabila individu memperoleh penghargaan positif dari lingkungannya, ia akan
dapat berkembang secara positif. Hal ini menandakan bahwa lingkungan sosial sangat
berpengaruh pada pembentukan kepribadian individu. Individu yang telah terpenuhi kebutuhan
afeksinya akan mampu berfungsi secara utuh yang dapat ditandai dengan keterbukaan terhadap
pengalaman, percaya kepada orang lain, dapat mengekspresikan perasaan secara bebas,
bertindak mandiri dan kreatif. Tidak semua individu dapat memenuhi kebutuhan tersebut,
sehingga muncullah individu yang memiliki perilaku bermasalah.
Menurut pandangan Hansen (dalam Latipun, 2001), karakteritik perilaku individu yang
bermasalah adalah: apabila ia tidak mendapatkan penghargaan secara positif dari orang lain,
ketidakselarasan antara pengalaman dan self, mengalami kecemasan karena ketidak
konsistenan konsep mengenai dirinya, defensif, dan penyesuaian perilaku yang salah. 4

D. Peran dan Fungsi Konselor


Menurut Rogers (dikutip dari Lesmana, 2005), pada hakikatnya konselor dalam client-
centered lebih menekankan aspek sikap daripada teknik konseling, sehingga yang lebih
diutamakan dalam konseling adalah sikap konselor. Sikap konselor inilah yang memfasilitasi
perubahan pada diri klien. Konselor menjadikan dirinya sebagai instrumen perubahan.

4
Lubis,Namora lumongga.2011.Memahami Dasar-dasar konseling.Jakarta:Kencana Prenada Media Group h.155-156
Konselor bertindak sebagai fasilitator dan mengutamakan kesabaran dalam proses
konselingnya.
Konselor berfungsi membangun iklim konseling yang menunjang pertumbuhan klien.
Iklim konseling yang menunjang akan menciptakan kebebasan dan keterbukaan pada diri klien
untuk mengeksplorasi masalahnya. Hal terpenting yang harus ada adalah seorang konselor
bersedia untuk memasuki dunia klien dengan memberikan perhatian yang tulus, kepedulian,
penerimaan, dan pengertian. Apabila ini dilakukan, klien diharapkan dapat menghilangkan
pertahanan dan persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi pribadi yang lebih
tinggi (Corey, 2009).5

E. Tujuan Client-Centered
Tujuan dasar client-centered adalah menciptakan suasana konseling yang kondusif untuk
membantu klien menjadi pribadi yang dapat berfungsi secara utuh dan positif. Titik berat dari
tujuan client-centered adalah menjadikan tingkah laku klien kongruen atau autentik (klien tidak
lagi berpura-pura dalam kehidupannya). Klien yang tingkah lakunya bermasalah cenderung
mengembangkan kepura-puraan yang digunakan sebaga: pertahanan terhadap hal-hal yang
dirasakannya mengancam. Kepura-puraan ini akan menghambatnya tampil secara utuh di
hadapan orang lain sehingga ia menjadi asing terhadap dirinya sendiri. 6
Melalui terapi client-centered ini diharapkan klien yang mengembangkan kepura-puraan
tersebut dapat mencapai tujuan terapi, antara lain:
1. Keterbukaan pada pengalaman.
2. Kepercayaan terhadap diri sendiri.
3. Menghilangkan sikap dan perilaku yang kaku.
4. Bersikap lebih matang dan teraktualisasi.
Hal penting lainnya yang ingin dicapai dari client-centered adalah menjadikan klien
sebagai pribadi yang berfungsi sepenuhnya (fully functioning person) yang memiliki arti sama
dengan aktualisasi diri. Sahakian (dikutip dari Latipun, 2001) menjelaskan secara detail yang
dimaksud dengan fully functioning person sebagai berikut:
1. Klien terbuka terhadap pengalamannya dan keluar dari kebiasaan defensifnya.

5
Ibid.h.156-157
6
Ibid.h.157-158
2. Seluruh pengalamannya dapat disadari sebagai sebuah kenyataan.
3. Tindakan dan pengalaman yang dinyatakan akurat sebagaimana pengalaman yang
sebenarnya.
4. Struktur self-nya kongruensi dengan pengalamannya.
5. Struktur self-nya dapat berubah secara fleksibel sejalan dengan pengalaman baru.
6. Klien memiliki pengalaman self-regard.
7. Klien dapat bertingkah laku kreatif untuk beradaptasi terhadap peristiwa baru.
8. Dapat hidup dengan orang lain secara harmonis karena menghargai perbedaan individual.

Untuk mencapai tujuan tersebut, konselor dan klien diharuskan untuk dapat membangun
kerja sama yang baik. Sikap dan keterampilan konselor adalah yang utama untuk menciptakan
peran serta klien secara aktif terlibat dalam konseling secara keseluruhan. Faktor intelegensi
klien juga memengaruhi apakah tujuan konseling dapat tercapai atau tidak. Hal ini disebabkan
karena klienlah yang bertindak paling banyak dalam menentukan pilihan atau keputusan yang
ditujukan untuk dirinya sendiri. Pemahaman dan penalaran yang baik dari klien akan
mempermudah pemecahan masalah sekaligus proses aktualisasi dirinya.

F. Kelebihan dan Kekurangan Client-Centered


Client centered sendiri merupakan model pendekatan konseling yang tentunya memiliki
kelebihan serta keterbatasan. Adapun kelebihan dan keterbatasannya mencakup hal sebagai
berikut.
Kelebihan:
a. Pemusatan pada konseli dan bukan pada terapis.
b. Identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
c. Lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik.
d. Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
e. Penekanan emosi, perasaan, dan afektif dalam terapi.
f. Menawarkan perspektif yang lebih up-to-date dan optimis.
g. Konseli memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam
menyelesaikan masalahnya.
h. Konseli merasa dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan
dan tidak dijustifikasi.
Kekurangan:
a. Mengabaikan faktor ketidaksadaran (alam tak sadar) dan insting naluri.
b. Berurusan dengan hal-hal yang ada di permukaan.
c. Tidak semua konseli dapat menangkap makna dari apa yang diterapkan oleh konselor,
sehingga mereka merasa seolah-olah dibiarkan berputar-putar dalam dirinya sendiri tanpa
ada tujuan dan arah yang jelas.
d. Teknik client-centered kurang tepat diterapkan pada konseli yang memiliki tingkat
kecerdasan yang biasa-biasa saja, karena bisa menimbulkan kebingungan konseli untuk
berbuat apa dan harus bagaimana.
e. Tidak semua konselor bisa mempraktekan terapi Client-Centered, sebab banyak konselor
yang tidak mempercayai filsafat yang melandasinya.7

G. Teknik-Teknik Client-Centered
Berbeda dengan pendekatan konseling lainnya, client-centered sama sekali tidak memiliki
teknik-teknik yang khusus dirancang untuk menangani klien. Teknik yang digunakan
lebih kepada sikap konselor yang menunjukkan kehangatan dan penerimaan yang tulus
sehingga klien dapat mengemukakan masalahnya atas kesadarannya sendiri. Adakalanya
seorang konselor juga harus mengomunikasikan penerimaan, kepedulian, dan pengertiannya
kepada klien. Hal ini akan memperjelas kedudukan klien sebagai orang yang dapat dimengerti.
Rogers (dikutip dari Lesmana, 2005) mengemukakan beberapa sifat konselor yang
dijadikan sebagai teknik dalam client-centered sebagai berikut:
1. Empathy adalah kemampuan untuk sama-sama merasakan kondisi klien dan
menyampaikan kembali perasaan tersebut.
2. Regard (acceptance) adalah menerima keadaan klien apa adanya secara netral.
3. Congruence. Konselor menjadi pribadi yang terintegrasi antara apa yang dikatakan dan
yang dilakukannya.8

7
Purwoko,Budi,2020.Pendekatan Konseling,Purwokerto:CV,Pena Persada
8
Lubis,Namora lumongga.2011.Memahami Dasar-dasar konseling.Jakarta:Kencana Prenada Media Group h.158-159
DAFTAR PUSTAKA

Lubis,Namora lumongga.2011.Memahami Dasar-dasar konseling.Jakarta:Kencana


Prenada Media Group.
Taufik.2009,Model-model konseling.Padang.Universitas Negeri Padang.
Purwoko,Budi,2020.Pendekatan Konseling,Purwokerto:CV,Pena Persada.

Anda mungkin juga menyukai