Anda di halaman 1dari 29

KONSEP DIRI (SELF CONCEPT), HARGA DIRI (SELF ESTEEM),

DAN EFIKASI DIRI (SELF EFFICACY)

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konseling Anak dan
Remaja

Disusun Oleh:

1. Haidar Sabit Ramadani


2. Sintya Audina Syarif
3. Tika Nur Fazriah 214110101221

5 BKI-C

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH

UIN PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO

2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya. Makalah ini kami buat berdasarkan buku-buku dan jurnal-
jurnal penunjang pembelajaran yang berhubungan dengan makalah tersebut.

Kami juga berterimakasih kepada ibu dosen pengampu mata kuliah Konseling
Anak dan Remaja khususnya yang telah membimbing kami pada mata kuliah ini
yaitu Ibu Lina Dwi Puryanti, S.Sos., M.Pd kami berharap semoga makalah ini
nantinya dapat bermanfaat bagi kita semua terutama pada para pembacanya.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak


kekurangan atau bahkan terdapat kekeliruan, maka dari itu kami dengan senang
hati menerima kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini.
Sehingga, makalah ini mampu menjadi penunjang belajar mahasiswa dalam
mempelajari mata kuliah Konseling Anak dan Remaja mengenai self concept, self
esteem,dan self efficacy. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Konsep Diri (Self Concept)...........................................................................3
B. Konsep Diri (Self-Concept) Pada Remaja...................................................10
C. Harga Diri (Self Esteem).............................................................................13
D. Harga Diri (Self-Esteem) Pada Remaja.......................................................16
E. Efikasi Diri (Self Efficacy)..........................................................................19
F. Efikasi Diri (Self Efficacy) Pada Remaja....................................................22
BAB III..................................................................................................................24
KESIMPULAN......................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konsep diri, harga diri, dan efikasi diri merupakan aspek-aspek
psikologis yang mendasar dalam memahami perilaku manusia. Tiga konsep
ini memiliki dampak yang signifikan dalam kehidupan individu, termasuk
pengaruhnya pada kesejahteraan mental, prestasi akademik, karier, dan
hubungan sosial. Oleh karena itu, memahami kedalaman dan hubungan antara
self-concept, self-esteem, dan self-efficacy menjadi penting dalam
pemahaman psikologi.
Konsep diri menggambarkan bagaimana individu memandang diri
mereka sendiri dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek fisik, sosial,
emosional, dan intelektual. Self-concept adalah fondasi bagi pembentukan
identitas individu dan sangat memengaruhi bagaimana mereka berinteraksi
dengan dunia sekitarnya. Harga diri adalah evaluasi subjektif individu
terhadap diri mereka sendiri. Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat
harga diri yang positif berkaitan dengan kesejahteraan mental yang lebih
baik, motivasi yang lebih tinggi, dan kemampuan untuk mengatasi stress,dan
Efikasi diri merujuk pada keyakinan individu akan kemampuan mereka untuk
melakukan tugas-tugas tertentu atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Self-efficacy adalah konsep yang dikembangkan oleh Albert Bandura dan
telah terbukti berperan penting dalam motivasi dan prestasi individu
(Bandura, 1997).
Penelitian terkini tentang self-concept, self-esteem, dan self-efficacy
telah memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana konsep-
konsep ini berkembang seiring waktu, faktor-faktor yang memengaruhinya,
dan dampaknya pada berbagai aspek kehidupan individu. Terdapat pula
upaya untuk mengidentifikasi cara-cara meningkatkan self-esteem yang sehat,
memperkuat self-efficacy, serta melindungi konsep diri dari pengaruh negatif.

1
Dengan memahami hubungan dan pengaruh ketiga konsep ini, kita
dapat mengembangkan pendekatan yang lebih efektif dalam berbagai bidang,
seperti psikologi klinis, pendidikan, manajemen, dan kesehatan mental.
Makalah ini bertujuan untuk mendalami pemahaman tentang self-concept,
self-esteem, dan self-efficacy, serta menggali implikasi praktis dari penelitian
terbaru dalam konteks ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konsep diri (self-concept)?
2. Bagaimana konsep diri (self-concept) pada remaja?
3. Apa itu harga diri (self-esteem)?
4. Bagaimana harga diri (self-esteem) pada remaja?
5. Apa yang dimaksud dengan efikasi diri (self-efficacy)?
6. Bagaimana efikasi diri (self-efficacy) pada remaja?

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep diri (self-concept), harga diri (self-esteem), dan
efikasi diri (self-efficacy).
2. Memahami konsep diri (self-concept), harga diri (self-esteem), dan
efikasi diri (self-efficacy) pada remaja.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Diri (Self Concept)


1. Pengertian Konsep Diri
Rogers dalam Burns (1979) mendefenisikan konsep diri sebagai
kesadaran yang tetap, mengenai pengalaman-pengalaman yang
berhubungan dengan Aku dan membedakan aku dari yang bukan aku.
Desmita (2009:164) menyatakan:“ konsep diri merupakan gagasan
tentang diri sendiri yang mencakup keyakinan, pandangan, dan penilaian
seseorang terhadap dirinya sendiri”. Konsep diri terdiri atas bagaimana
seseorang merasa tentang dirinya sendiri menjadi manusia, dan
bagaimana seseorang menginginkan dirinya sendiri menjadi manusia
sebagaimana ia harapkan. 1
Konsep diri terbentuk dengan proses yang terjadi sejak lahir
kemudian secara bertahap mengalami perubahan seiring dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan individu. Pembentukan konsep diri
sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Konsep diri juga akan dipelajari
melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain termasuk berbagai
tekanan yang dialami individu. Inilah yang akan membentuk persepsi
individu terhadap dirinya sendiri dan penilaian terhadap pengalaman
akan situasi tertentu.2
2. Jenis Konsep Diri
Konsep diri memiliki dua jenis yaitu positif dan juga negatif.
Konsep diri yang positif adalah hasil dari Penerimaan diri. Orang yang
memiliki konsep diri yang positif sangat mengenal dirinya dengan baik
sekali, orang yang memiliki konsep diri yang positif juga bersifat stabil
1
Astuti, L. S. (2017). PENGUASAAN KONSEP IPA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DAN MINAT BELAJAR SISWA. In Jurnal
Formatif (Vol. 7, Issue 1).
2
Fitriyani, N. (2019). PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN AUDIO-VISUAL POWTOON TENTANG KONSEP DIRI
DALAM BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR. In Jurnal Tunas Bangsa (Vol. 6, Issue 1).

3
dan bervariasi. Mereka bisa memahami dan menerima berbagai macam
tentang fakta dirinya sendiri. Berkaitan dengan pengharapan, orang
dengan konsep diri positif dapat merangkai tujuan-tujuan yang sesuai dan
realistis.
Lalu untuk jenis konsep diri yang kedua adalah yang negatif, jenis
konsep diri yang negatif memiliki dua macam yang pertama, pandangan
seseorang tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, dia tidak
memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Dia benarbenar tidak
tahu siapa dia, apa kekuatan dan kelemahannya, atau apa yang dihargai
dalam hidupnya. Kedua, konsep dirinya hampir merupakan lawan dari
yang pertama. Disini konsep diri itu terlalu stabil dan terlalu teratur,
dengan kata lain terlalu kaku. Mungkin karena dididik dengan sangat
keras, individu tersebut menciptakan citra diri yang tidak mengijinkan
adanya penyimpangan dari seperangkat hukum besi yang dalam
pikirannya merupakan cara hidup yang tepat. Tipe ini menerima
informasi baru sebagai ancaman dan menjadi sumber kecemasan.3
3. Dimensi Konsep Diri
Menurut Fitts (dalam Agustiani,2006:139) konsep diri seseorang
dibagi menjadi beberapa dimensi-dimensi yaitu:
a. Dimensi Internal
Menjelaskan bahwa dalam dimensi internal self dipandang
sebagai objek dan sebagai suatu proses. Pada waktu seseorang
berfikir, mempersepsi, dan melakukan aktivitas, maka self berperan
sebagai proses.Sedangkan bagaimana sikap, perasaan, persepsi, dan
evaluasi dipikirkan self sebagai obyek. Dalam hal ini self merupakan
satu kesatuan yang terdiri dari proses-proses aktif seperti berfikir,
mengingat dan mengamati, dimensi ini terdiri dari tiga indicator
yaitu:
b. Identitas (identity self)
3
Beatriks Novianti Kiling. (2016). TINJAUAN KONSEP DIRI DAN DIMENSINYA PADA ANAK DALAM MASA KANAK-KANAK
AKHIR. Jurnal Psikologi Pendidikan & Konseling, 1(2), 116–124. http://ojs.unm.ac.id/index.php/

4
Identitas diri merupakan aspek yang paling mendasar pada
konsep diri dan mengacu pada pertanyaan “siapakah saya” dalam
pertanyaan tersebut mencakup label-label dan simbol yang diberikan
pada diri individu untuk membangun dan menggambarkan dirinya.
c. Diri Perilaku (behavior self)
Diri perilaku merupakan persepsi seseorang terhadap tingkah
lakunya atau caranya bertindak, yang terbentu dari suatu tingkah
laku biasanya diikuti oleh konsekuensi-konsekuensi dari luar diri,
dari dalam diri sendiri atau dari keduanya. Konsekuensi menentukan
apakah suatu tingkah laku cenderung dipertahankan atau tidak.
Disamping itu juga menentukan apakah tingkah laku tersebut akan
diabstraksikan, disimbolisasikan dan dimasukkan kedalam diri
identitas seseorang. Contohnya, seorang anak kecil mempunyai
dorongan untuk belajar. Ketidak ia bisa berjalan merasa puas, dan
lama-kelamaan kemampuan berjalan serta kesadaran bahwa ia bisa
berjalan merupakan label baru yang ada dalam diri identitasnya.
Tindakkan berjalan itu sendiri merupakan bagian dari diri
pelakunya.
d. Diri Penerimaan atau Penilaian (judging self)
Penerimaan diberikan terhadap label-label yang ada dalam
identitas diri pelaku secara terpisah, contohnya, seseorang
menggambarkan dirinya tinggi dan kuat (identitas diri), selain itu
gambaran diri juga disertai perasaan suka atau tidak suka terhadap
bentuk tubuhnya. Seseorang erasa tegang dan letih (diri pelaku), ia
juga memikirkan apakah perasaannya baik atau tidak. Selain itu,
penilaian juga dapat diberikan kepada kedua macam bagian diri
sekaligus. Misalnya, seseorang berkata, “saya melakukan ini dan
saya nakal”. Hal ini berarti orang tersebut memberikan label secara
keseluruhan dirinya, bukan terhadap tingkah laku tertentu. Atau
orang itu bisa juga mengatakan , “saya melakukan ini, tetapi saya

5
bukan orang yang biasa berbuat demikian”. Hal ini berarti bahwa
orang itu tidak setuju dengan tingkah lakunya.
e. Dimensi Eksternal
Dimensi ini memuat dinamika interaksi dari ketiga bagian pada
dimensi internal.Interaksi yang terjadi dapat bersifat secara bebas
atau dapat juga interaksi ini bersifat paksaan, menyakitkan, dan
menghambat perkembangan diri. Beberapa indicator dari dimensi
eksternal adalah sebagai berikut:
1) Keadaan Diri Fisik (Physical Self)
Bagaimana seseorang memandang kesehatan, badan dan
penampilannya physical self berkaitan dengan kondisi fisik
individu.
2) Diri Moral Etik (moral ethical self)
Bagaimana seseorang memandang nilai-nilai moral etik yang
dimilikinya serta keagamannya.
3) Diri Keluarga (family self)
Diri keluarga mempersepsikan diri dan pemahaman tentang
keselarasan dirinya sebagai anggota keluarganya.
4) Diri Pribadi (personal self)
Diri pribadi menilai ketepatan atau keadekuatan dirinya sebagai
seorang manusia.
5) Diri Sosial (sosial self)
Diri sosial mempersepsikan keadekuatan atau keselarasan
dirinya dalam interaksi sosial dengan orang lain, secara umum
dan luas.4
4. Peran Konsep Diri
Konsep diri memiliki peranan penting dalam menentukan perilaku
yang ditampilkan sesuai dengan bagaimana seseorang memandang

4
Beatriks Novianti Kiling. (2016). TINJAUAN KONSEP DIRI DAN DIMENSINYA PADA ANAK DALAM MASA KANAK-KANAK
AKHIR. Jurnal Psikologi Pendidikan & Konseling, 1(2), 116–124. http://ojs.unm.ac.id/index.php/

6
dirinya. Menurut Pudjijogjanti (1983) peran penting konsep diri dalam
menentukan perilaku adalah:
a. Mempertahankan Keselarasan Satin.
Individu selalu berusaha mempertahankan keselarasan
batinnya. Apabila memiliki pikiran, perasaan, atau persepsi yang
saling bertentangan maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak
menyenangkan. Untuk menghilangkan ketidakselarasan dan situasi
psikologis yang tidak menyenangkan tersebut individu akan
mengubah perilakunya.
b. Mempengaruhi Individu Dalam
Menafsirkan Pengalaman. Sikap dan pandangan yang berbeda
terhadap diri mereka. Oleh karena itu, sebuah kejadian yang sama
dapat ditafsirkan secara berbeda oleh individu yang berbeda.
c. Menentukan Pengharapan Individu
Konsep diri merupakan seperangkat harapan serta penilaian
perilaku yang merujuk kepada harapan-harapan tertentu. Dalam
melaksanakan sesuatu individu akan membuat patokan-patokan yang
disesuaikan dengan keyakinannya akan kemampuan dirinya. patokan
tersebut mencerminkan harapan terhadap apa yang akan terjadi pada
sesuatu yang sedang dilakukann5
5. Faktor-faktor Konsep Diri
Adapun terdapat 5 faktor yang mempengaruhi konsep diri, 5 faktor
tersebut antara lain:
a. Pola Asuh Orang Tua
Sikap positif orang tua yang terbaca oleh anak, akan
menumbuhkan konsep dan pemikiran yang positif serta sikap
menghargai diri sendiri. Sikap negative orang tua akan mengundang
pertanyaan pada anak dan menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak
cukup berharga untuk dikasihani, untuk disayangi dan dihargai. Dan
5
Fitriyani, N. (2019). PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN AUDIO-VISUAL POWTOON TENTANG KONSEP DIRI
DALAM BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR. In Jurnal Tunas Bangsa (Vol. 6, Issue 1).

7
semua itu diakibatkan kekurangan yang ada pada dirinya sehingga
orang tua tidak saying.
b. Kegagalan
Kegagalan yang terus menerus dialami seringkali
menimbulkan pertanyaan kepada diri sendiri dan berakhir dengan
kesimpulan bahwa semua penyebabnya terletak pada kelemahan
diri.Kegagalan membuat orang merasa tidak berguna.
c. Depresi
Orang yang mengalami depresi akan mempunyai pemikiran
yang cenderung negatif dalam memandang dan merespon segala
sesuatunya, termasuk menilai diri sendiri. Segala situasi atau
stimulus yang netral akan dipersepsikan secara negative.
d. Kritik Internal
Terkadang mengkritik diri sendiri memang dibutuhkan akan
menyadarkan seseorang akan perbuatan yang telah dilakukan. Kritik
terhadap diri sendiri sering berfungsi menjadi regulator atau rambu-
rambu dalam bertindak dan berperilaku agar keberadaan kita dapat
diterima oleh masyarakat dan dapat beradaptasi dengan baik.6
6. Peran Guru BK dalam Mengembangkan Konsep Diri Remaja
Seperti yang diungkapkan Morison dan Thomson (dalam Mudjiran,
dkk, 2007: 141) menyatakan “Hubungan antara konsep diri dengan
prestasi sekolah, seorang remaja yang memiliki konsep diri yang positif
akan menunjukkan hubungan diri pribadinya dengan lingkungan
sekolahnya baik itu dengan teman-temannya maupun dengan gurunya,
peran guru dalam mengembangkan konsep diri yang positif yaitu bisa
dilakukan dengan cara memberikan penghargaan terhadap yang yang
dilakukannya yang bersifat positif. Disinilah terdapat peran guru BK
dalam membantu mengembangkan konsep diri remaja dengan cara

6
Fitriyani, N. (2019). PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN AUDIO-VISUAL POWTOON TENTANG KONSEP DIRI
DALAM BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR. In Jurnal Tunas Bangsa (Vol. 6, Issue 1).

8
memberikan penghargaan terhadap apa yang remaja lakukan yang
bersifat positif.
Adapun Layanan Bimbingan dan Konseling dalam
Mengembangkan Konsep Diri Remaja
a. Layanan informasi
Layanan informasi menurut Prayitno dan Amti (2009: 255)
“Layanan orientasi adalah layanan bimbingan yang digunakan untuk
mengenalkan lingkungan baru kepada seseorang.” Allan & McKean
dalam Prayitno dan Amti (2009: 256) menegaskan bahwa “Orientasi
atau pengenalan dapat mempercepat proses penyesuaian diri dan
dapat membuat seseorang mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah. Karena untuk mengembangkan konsep diri
remaja, remaja terlebih dahulu harus dapat menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan sekitar ia berada.”
b. Layanan informasi
Layanan informasi menurut Prayitno dan Amti (2009: 260)
“Layanan informasi merupakan layanan bimbingan yang
memberikan pemahaman tentang berbagai hal yang dibutuhkan
untuk menjalani setiap kegiatan. Untuk mengembangkan konsep diri
remaja dibutuhkan guru BK memberikan informasi atau pemahaman
mengenai bagaimana tugas perkembangan remaja, apa yang harus
dicapainya, apa itu konsep diri dan apapun yang bisa membantu
remaja memahami konsep dirinya.”
c. Layanan penempatan dan penyaluran
Layanan penempatan dan penyaluran menurut Prayitno dan
Amti (2009:272) “Layanan penempatan dan penyaluran merupakan
layanan bimbingan yang membantu siswa dalam menentukan pilihan
seprti halnya bakat, minat. Dalam mengembangkan konsep diri
remaja remaja harus mengetahui minat ataupun bakat yang
dimilikinya, karena remaja yang mengetahui apa minat atau

9
bakatnya tentu memiliki konsep diri yang baik, disebabkan karena ia
memahami tentang dirinya.7

B. Konsep Diri (Self-Concept) Pada Remaja


1. Upaya Pembentukan Konsep Diri Bagi Remaja
Konsep diri bagi remaja berperan agar remaja dapat menyesuaikan
dengan lingkungannya, agar mereka dapat diterima oleh lingkungannya.
Remaja yang memiliki konsep diri yang positif akan memiliki tujuan dan
cita-cita yang jelas terhadap masa depannya. juga akan memunyai semangat
hidup dan semangat juang yang tinggi. Konsep diri merupakan evaluasi
terhadap domain yang spesifik dari diri.
Upaya dalam menangani berbagai permasalahan konsep diri yang
dihadapi oleh remaja dapat diatasi dengan berbagai cara dan metode.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah tentang
konsep diri adalah sebagai berikut:
a. Upaya preventif
Upaya preventif yang dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam
pembentukan konsep diri harus dilaksanakan secara sistematis, terencana,
dan terarah untuk menjaga agar permasalahan konsep diri remaja tidak
akan terjadi.
Upaya preventif adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
sistematis, terencana dan terarah. Upaya ini pada prinsipnya adalah
bimbingan yang bersifat pencegahan guna membantu para remaja sebelum
mereka menghadapi kesulitan atau persoalan yang serius.
Dengan mewujudkan kondisi positif baik di sekolah, di lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan keluarga maupun di lingkungan pergaulan,
demikian juga memaksimalkan penggunaan waktu senggang untuk
melakukan kegiatan positif. Memanfaatkan waktu luang untuk mengisi

7
Ranny, R. A. A. M. E. R. S. H. A. M. N. N. N. E. L. (2017). KONSEP DIRI REMAJA DAN PERAN KONSELOR. Jurnal Penelitian Guru
Indonesia, 2(2).

10
kegiatan yang dilakukan oleh remaja untuk meningkatkan potensi diri,
baik untuk diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
b. Upaya Kuratif
Upaya kuratif adalah upaya yang dilakukan untuk menanggulangi
masalah-masalah konsep diri yang sedang dihadapi oleh remaja.
Bimbingan ini dimaksudkan adalah bantuan yang diberikan kepada remaja
selama atau setelah mengalamipersoalan serius. Kegiatan ini dimaksudkan
agar remaja yang bersangkutan terbebas dari kesulitan.
Pendekatan persuasive kerap dilakukan apabila dirasa ada remaja yang
yang memerlukan pembimbingan, hal ini jug berangkat dari hal-hal
sederhana. Contoh kecil, himbauan untuk selalu menjaga control diri saat
melakukan debat atau terjadi silang pendapat antara remaja dan orangtua,
tujuannya agar dapat membentuk sikap moral positif seperti kerelaan
untuk mendapatkan kritikan. Melakukan teguran atau peringatan
berjenjang apabila remaja melakukan pelanggaran, hal ini bertujuan agar
menjadi peringatan bagi remaja yang telah berulang kali melakukan
pelanggaran. Selanjutnya memberikan hukuman bagi remaja sebagai
pendidikan yang berefek jera. Hukuman adalah tindakan yang paling akhit
terhadap pelanggaran yang telah dilakukan.
c. Upaya responsive
Upaya responsive adalah layanan bimbingan yang bertujuan untuk
membantu remaja dalam memenuhi kebutuhan yang dirasakan sangat
penting oleh remaja saat ini. Upaya ini lebih bersifat preventif atau
mungkin kuratif. Strategi yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan
ini adalah konseling individual, konseling kelompok dan konsultasi.
Upaya yang berkenaan dengan bimbingan yang bersifat responsive
sejatinya dilakukan dengan menggabungkan dua upaya sebelumnya, yaitu
upaya preventif dan upaya kuratif yang dilakukan secara tepat.strategi
yang digunakan untuk menjalankan kegiatan ini adalah konseling
individual, kelompok maupun berupa upaya konsultasi. Fokus bimbingan
yang bersifat responsive sejatinya berfokus pada hal-halyang

11
dirasa memiliki kebutuhan khusus.
d. Upaya penanganan masalah konsep diri dalam al Quran
Dalam menjalani kehidupan di dunia banyak dinamika yang dilalui oleh
manusia, termasuk salah satunya masalah. Masalah dalam kehidupan ini
dating dan pergi secara silih berganti, sehingga apabila tidak
ditanganggapi dengan positif dan penuh dengan kesabaran dan keihlasan
akan membuat manusia semakin lemah dan tidak berdaya.
Dalam menyelesaikan masalah konsep diri, al Quran sejak berabad-abad
yang lalu telah memberikan solusi yang sangat bijak. Hal ini terdapat
dalam QS. At Tahrim/66: 6
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.
Berdasarkan ayat di atas dapat dimaknai bahwasanya salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk mengatasi permaslahan konsep diri adalah
dengan malukukan upaya pencegahan dan dilakukan dari memperbaiki
untuk mengatasi permasalahan konsep diri adalah dengan melakukan
upaya pencegahan. Upaya pencegahan ini dilakukan mulai dari
memperbaiki diri terlebih dahulu dan selanjutnya memperbaiki keluarga
{(trmasuk di dalamnya istri dan anak).
Keluarga merupakan pendidikan dasar yang diterima oleh anak sehingga
apabila anak dibesarkan oleh keluarga yang saling menghargai
menghormati dan penuh dengan tatakrama maka anak yang terbina adalah
anak yang berpeluang untuk memiliki konsep diri positif. Sebaliknya
apabila anak dibesarkan oleh keluarga yang tidak saling menghargai maka
anak akan berpeluang memiliki konsep diri negatif.

12
C. Harga Diri (Self Esteem)
1. Pengertian Harga Diri (Self-Esteem)
Menurut Deaux dan Snyder (2019) memaknai self-esteem adalah
penilaian terhadap diri, yaitu totalitas dari fikiran dan perasaan individu
mengenai diri, sehingga diri menjadi objek daripada subjek. Sedangkan
harga diri dalam konteks psikologi adalah penilaian pribadi yang
ditunjukkan oleh sikap yang dimiliki individu tentang diri mereka
sendiri.
Harga diri merupakan proses evaluasi yang menyeluruh terhadap
diri individu, harga diri disebut juga sebagai gambaran pada diri individu
itu sendiri dimana harga diri merupakan salah satu karakter stabil dari
individu sepanjang perkembangan individu (Santrock, 2002). Harga diri
menjadi sebuah konsep penting bagi manusia sebagai bentuk evaluasi
diri untuk menilai keberhargaan dirinya baik secara fisik, intelektual,
emosional, maupun moral berupa penghargaan, penerimaan dan
penghormatan, serta perlakuan orang lain terhadap dirinya yang
diperoleh dari hasil interaksi dengan lingkungannya.
Proses pembentukan harga diri dimulai sejak kecil, dari berbagai
pengalaman di rumah, di sekolah, di lingkungannya, saat bersama teman-
temannya, semua itu dapat membantu atau menghambat perkembangan
harga diri. Perkembangan tersebut bertujuan untuk meraih
pengakuan,prestige, status, dominasi, perhatian atau apresiasi dari
kelompok maupun orang lain, sehingga memunculkan kepercayaan diri
dan menghormati dirinya secara utuh.
2. Harga Diri (Self-Esteem) Dalam Kajian Psikologi Modern
Ada dari beberapa tokoh diantaranya yaitu:
a. William James
Istilah “self-esteem” pertama kali juga dikenalkan oleh James.
Dalam karyanya “The Consciuosnees of Self ”, Jamed menjelaskan
prinsip psikologi adalah konsep diri, yang mana terdiri dari sebagian
objek dan sebagian subjek. Artinya, diri adalah segala sesuatu yang

13
dapat dikatakan orang tentang dirinya sendiri, bukan hanya tentang
tubuh dan keadaan psikisnya sendiri.
Bagian-bagian tersebut adalah komponen dari fisik dan meta-
fisik, sehingga akumulasi dari pengalaman dan keberhasilan yang
dibandingkan dengan pretensi atau keinginan (McDermott, 2013).
Faham pragmatis James menunjukkan bahwa seseorang dapat
membuktikan harga dirinya dengan hasil idenya yang bermanfaat
secara praktis. Penekanan dalam penilaian harga diri bukan pada ide
dan gagasan individu, melainkan dari hasilnya secara praktis.
b. Abraham Maslow
Seorang tokoh psikologi Modern yang terkenal dengan teori
kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan dasar tersebut wajib terpenuhi
untuk bisa mengaktualisasikan dirinya. Salah satunya adalah harga
diri yang beliau sebut dengan The Esteem Needs. Menurut Maslow
harga diri dan penghargaan tersebut terlihat dalam dua bentuk;
individu dan kelompoknya.
Penghargaan terhadap individu akan dinilai ketika beliau
merasa bahwa dirinya memiliki kekuatan, prestasi, kemampuan dan
keunggulan daripada yang lainnya, sedangkan bentuk yang kedua
adanya hasrat akan memperoleh status, dominasi atau apresiasi dari
orang lain yang dilihat dari pengalaman dan relasi kebutuhan
sebelumnya (Carducci, 2020).harga diri dipengaruhi juga oleh
kebutuhan sebelumnya (the belongingness and love needs), harga
diri dapat ditentukan oleh dirinya dan orang lain.
Ciri-ciri individu dengan harga diri yang rendah yaitu individu
cenderung menarik diri dari lingkungannya, cenderung menolak atau
menghindari tuntutan, adanya tingkat depresi, kecemasan, sedangkan
ciri-ciri individu dengan harga diri tinggi diantaranya ialah individu
lebih aktif, efektif dalam beradaptasi dengan tekanan dari
lingkunganya, lebih menghargai diri sendiri,individu lebih mandiri
dalam beragam situasi, Bernand (dalam Purnamasari & Euis, 2011).

14
3. Aspek Dalam Harga Diri (Self-Esteem)
Self esteem pada individu terdiri empat aspek yang dikemukakan
oleh Coopersmith (dalam Tyas, 2010), yaitu:
a. Kekuatan (Power). Kekuatan atau power menunjuk pada adanya
kemampuan seseorang untuk dapat mengatur dan mengontrol tingkah
laku mendapat pengakuan atas tingkah laku tersebut dari orang lain.
Kekuatan dinyatakan dengan pengakuan dan penghormatan yang
diterima seorang individu dari orang lain dan adanya kualitas atas
pendapat yang diutarakan oleh seseorang individu yang nantinya
diakui oleh orang lain.
b. Keberartian (significance). Keberartian atau significance menunujuk
pada kepedulian, perhatian, afeksi, dan ekspresi cinta yang diterima
oleh seseorang dari orang lain yang menunjukkan adanya penerimaan
dan popularitas individu dari lingkungan sosial. Penerimaan dari
lingkungan ditandai dengan adanya kehangatan, respon yang baik
dari lingkungan dan adanya ketertarikan lingkungan terhadap
individu dan lingkungan menyukai individu sesuai dengan keadaan
diri yang sebenarnya.
c. Kebajikan (virtue). Kebajikan atau virtue menunjuk pada adanya
suatu ketaatan untuk mengikuti standar moral dan etika serta agama
dimana individu akan menjauhi tingkah laku yang harus dihindari
dan melakukan tingkah laku yang diizinkan oleh moral, etika, dan
agama. Seseorang yang taat terhadap nilai moral, etika dan agama
dianggap memiliki sikap yang positif dan akhirnya membuat
penilaian positing terhadap diri yang artinya seseorang telah
mengembangkan harga diri positif pada diri sediri.
d. Kemampuan (competence). Kemampuan atau competence menunjuk
pada adanya. performansi yang tinggi untuk memenuhi keutuhan
mencapai prestasi dimana level dan tugas-tugas tersebut tergantung
pada variasi usia seseorang.

15
D. Harga Diri (Self-Esteem) Pada Remaja
1. Harga Diri (Self-Esteem) Pada Anak
Harga diri pada anak merujuk pada pandangan positif yang dimiliki
anak terhadap dirinya sendiri. Harga diri yang tinggi pada anak dapat
membantu mereka untuk berpikir positif tentang diri mereka sendiri dan
menjadi lebih percaya diri individu yang memilki harga diri yang tinggi
berarti memandang dirinya secara positif. Individu dengan harga diri
yang tinggi sadar akan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan
memandang kelebihan-kelebihan tersebut lebih penting dari pada
kelemahannya.
Sebaliknya individu dengan harga diri rendah cenderung
memandang dirinya secara negatif dan terfokus pada kelemahan dirinya.
Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap
kepribadian anak, terutama dalam hal harga diri atau self esteem. Tingkat
harga diri pada anak berkaitan erat dengan apa yang ditampilkan anak
dalam bersikap karena harga diri ini memiliki peranan penting dalam
menemukan dan mengasah kemampuan yang berada dalam diri anak.
Ketika anak memiliki harga diri yang rendah maka akan sulit untuk
mengetahui kemampuannya dikarenakan sifat anak yang cenderung tidak
memandang kelebihan yang ada pada dirinya. Sebaliknya, anak akan
cenderung lebih fokus pada kekurangan yang dimilikinya. Oleh karena
itu, akan sulit untuk memberikan stimulasi yang tepat bagi kemampuan
dan perkembangan anak.
Menurut Darajat (dalam Nur Ghufron dan Rini Risnawati, 2016)
menyebutkan bahwa harga diri sudah terbentuk pada masa kanak-kanak
sehingga seorang anak sangat perlu mendapatkan rasa penghargaan dari
orang tua nya. Proses selanjutnya, harga diri dibentuk melalui perlakuan
yang diterima individu dari orang dan lingkungannya, seperti dimanja
dan diperhatikan orang tua atau orang lain. Dengan demikian, harga diri
bukan merupakan faktor yang bersifat bawaan, melainkan faktor yang
dapat dipelajari dan terbentuknya sepanjang pengalaman individu.

16
Anak yang memiliki harga diri yang tinggi dapat dilihat lebih
percaya diri, bersemangat untuk belajar, memberikan umpan balik
positif, kooperatif, tidak takut akan pengalaman baru, tegas, mudah
memiliki teman, dan memiliki kemampuan coping yang positif, serta
merasa aman. Karakteristik individu dengan harga diri tinggi secara
psikologis yaitu merasa bahagia, berfikir positif terhadap diri, percaya
diri, mudah bergaul, optimis, memiliki motivasi, asertif, mampu
mengatasi tantangan secara efektif, dan menunjukkan hubungan sosial
yang baik.
Anak menjadi percaya bahwa orang lain menghargai mereka.
Sebaliknya anak dengan harga diri yang rendah memiliki karakteristik
suka menghindar, kurang berprestasi, mudah marah dan bermusuhan,
takut mengambil resiko dan memiliki komunikasi yang buruk . Mereka
diyakini secara psikologis akan merasa tertekan dan bahkan depresi,
melihat dunia sebagai ancaman negatif, malu, kesepian, keterasingan dan
ketidaksukaan terhadap diri mereka sendiri.
2. Harga Diri (Self-Esteem) Pada Remaja
Self-esteem pada remaja adalah gambaran tentang bagaimana
remaja menilai dan merasa tentang diri mereka sendiri. Hal ini
mempengaruhi cara mereka berpikir, merasa, dan bertindak dalam
berbagai aspek kehidupan. Self-esteem yang sehat dapat membantu
remaja merasa lebih percaya diri, bahagia, dan mampu mengatasi
tantangan, sedangkan self-esteem yang rendah dapat menyebabkan
perasaan tidak berharga, kecemasan, dan masalah lainnya. Berikut adalah
beberapa faktor yang memengaruhi self-esteem remaja:
a. Interaksi Sosial: Interaksi dengan teman sebaya, keluarga, dan
masyarakat secara keseluruhan dapat memengaruhi self-esteem
remaja. Dukungan sosial yang positif dan hubungan yang baik
dengan teman dan keluarga dapat meningkatkan self-esteem.
b. Prestasi dan Kemampuan: Prestasi dalam berbagai aspek kehidupan,
seperti akademik, olahraga, seni, dan lainnya, dapat memengaruhi

17
self-esteem. Remaja yang merasa mereka berhasil dalam hal-hal ini
cenderung memiliki self-esteem yang lebih tinggi.
c. Pengakuan dan Penghargaan: Menerima pengakuan dan
penghargaan atas prestasi mereka dapat meningkatkan self-esteem.
Ini bisa datang dalam bentuk pujian dari orang tua, guru, atau teman.
d. Pengalaman dan Tantangan: Cara remaja menghadapi pengalaman
positif dan negatif serta tantangan dalam hidup mereka dapat
memengaruhi self-esteem. Kemampuan untuk mengatasi kesulitan
dapat memperkuat harga diri.
e. Perbandingan Sosial: Remaja sering membandingkan diri mereka
dengan teman sebaya atau standar sosial tertentu. Jika mereka
merasa mereka kalah dalam perbandingan ini, self-esteem mereka
bisa terpengaruh negatif.
f. Perkembangan Identitas: Perkembangan identitas remaja juga
berperan penting dalam self-esteem. Ketika remaja mulai memahami
siapa mereka dan apa yang mereka nilai dalam diri mereka sendiri,
hal ini dapat memengaruhi harga diri mereka.
g. Pendidikan dan Kesadaran Diri: Pendidikan tentang harga diri dan
kesadaran diri dapat membantu remaja memahami dan mengelola
self-esteem mereka. Terapis, konselor, atau guru dapat memberikan
dukungan dalam hal ini.
Penting untuk dicatat bahwa self-esteem adalah dinamis dan dapat
berubah seiring waktu. Banyak faktor yang dapat memengaruhi
perubahan dalam self-esteem remaja. Orang tua, guru, dan pemimpin
masyarakat memainkan peran penting dalam membantu remaja
mengembangkan self-esteem yang sehat dengan memberikan dukungan
positif, kesempatan untuk berkembang, dan pemahaman tentang nilai diri
mereka. Jika seorang remaja mengalami masalah dengan self-esteem,
penting untuk mencari dukungan dan bantuan dari profesional kesehatan
mental.

18
E. Efikasi Diri (Self Efficacy)

1. Pengertian Efikasi Diri (Self-Efficacy)


Self-efficacy adalah keyakinan seseorang terkait tingkah laku diri
ataupun kamampunan diri nya untuk dapat berhasil dalam menyelesaikan
tugas dan keyakinan sesesorang akan kemampuan dirinya yang akan
memengaruhi nya dalam bereaksi terhadap situasi dan kondisi tertentu.
Bandura menyatakan bahwa self-efficacy memiliki kaitan dengan
kepercayaan diri terhadap kemampuan dirinya untuk dapat melaksanakan
kontrol atas dirinya sendiri dan atas kejadian yang memberikan dampak
pada kehidupan mereka. Seseorang harus mempunyai perasaan yang
dominan dan percobaan yang gigih untuk berhasil.
Self-efficacy mampu menghasilkan lingkup positif dimana
sesesorang ynag memiliki keyakinana diri tinggi menjadi lebih siap akan
tugas nya sehingga dapat meningkatkan kinerja nya dan nantinya kinerja
yang maksimal itu dapat meningkatkan kepercayaan diri seseorang
tersebut. Semakin tinggi self-efficacy nya, maka akan semakin tinggi
juga keyakinan diri akan kemampuan nya dalam mencapai keberhasilan.
Dalam kondisi susah, orang yang memiliki self-efficacy rendah nantinya
mudah menyerah atau mudah putus asa.
2. Dimensi Efikasi Diri (Self-Efficacy)
Menurut bandura (2006), efikasi diri dari diri tiap orang akan
berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Hal tersebut dapat diukur
berdasarkan tiga dimensi yaitu: tingkat (level atau magnitude), kekuatan
(strenght) dan generalisasi (geneality). Berikut ini penjelasannya:
Pertama, tingkat (level atau magnitude), dimensi ini terkait dengan
tingkat kesulitan tugas ketika seseorang merasa bisa melakukannya.
Apabila seseorang dihadapkan pada tugas-tugas yang diklasifikasikan
menurut tingkat kesulitannya, maka efikasi diri seesorang mungkin akan
terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang, atau bahkan meliputi
tugas-tugas yang sangat sulit, sesuai batas kemampuan yang dimiliki atau

19
dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Dimensi tingkat ini mempunyai
implikasi terhadap pemilihan tingkah laku seseorang akan yang dirasa
mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar
batas kemampuan yang dapat dilakukan nya.
Kedua, kekuatan (strenght), dimensi ini terkait dengan kekuatan
dari keyakinan atau pengharapan seseorang mengenai kemampuannya.
Pengharapan seseorang yang lemah akan mudah digoyahkan oleh
pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya,
pengharapan seseorang yang mantap mendorong seseorang tetap
bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman
yang kurang menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung
dengan dimensi level, yaitu makin tinggi level taraf kesulitan tugas nya,
maka akan makin lemah keyakinan yang diraskan untuk
menyelesaikannya.
Ketiga, generalisasi (geneality), dimensi generalisasi ini berkaitan
dengan luas terkait bidang tingkah laku, yang mana sesesorang merasa
yakin akan kemampuannya. Seseorang dapat merasa yakin terhadap
kemampuan dirinya. Apakah hanya pada suatu aktifitas dan situasi
tertentu atau pada serangkaian aktifitas atau situasi yang bervariasi.
3. Peranan Efikasi Diri (Self-Efficacy)
Secara psikologis, persepsi tentang kemampuan diri akan
memengaruhi pikiran, perasaan, dan tindakan. Menurut Bandura (1997),
self-efficacy yang terbentuk cenderung akan menetap dan tidak mudah
berubah. Kekuatan self-efficacy ini yang nantinya akan menjadi penentu
perilaku. Berikut ini diuraikan beberapa peranan dari terciptanya self-
efficacy:
a. Menentukan pemilihan perilaku, seseorang akan cenderung
memilih melakukan tugas di mana dia merasa memiliki
kemampuan yang lebih tinggi untuk menjalankannya, daripada
melakukan tugas lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa self-
efficacy menjadi pemicu munculnya suatu perilaku.

20
b. Menentukan besarnya upaya dan daya juang terhadap hambatan
dan situasi yang tidak menyenangkan, self-efficacy yang tinggi
akan menurunkan kecemasan seseorang tentang kemampuan
menyelesaikan tugas sehingga orang tersebut akan lebih tabah
ketika mengalami hambatan dalam menjalankan tugasnya.
Upayanya pun akan lebih banyak dilakukan karena keyakinan
bahwa usahanya tidak akan sia-sia.
c. Menentukan cara pikir dan reaksi emosional, seseorang dengan
self-efficacy yang rendah cenderung menganggap dirinya tidak
akan mampu menghadapi tantangan pekerjaannya. Dalam
melaksanakan tugasnya, mereka cenderung membesar-besarkan
masalah yang akan timbul jauh lebih berat daripada
kenyataannya. Mereka lebih sering merasa pesimis, mudah
putus asa, dan tertekan. Sebaliknya, orang dengan self-efficacy
yang tinggi akan menganggap tugas-tugas beratnya sebagai
tantangan yang menarik untuk diatasi. Pikiran dan perasaannya
lebih terbuka untuk menemukan solusi bagi permasalahan yang
dihadapi.
d. Prediksi perilaku yang akan muncul, seseorang dengan self-
efficacy yang tinggi cenderung lebih berminat melibatkan diri
dalam aktivitas organisasi. Komunikasi nya dengan lingkungan
kerja lebih intensif. Dalam kerja sama tim, mereka lebih kreatif
menemuka berbagai solusi dan ikhlas bekerja keras karena
keyakinan yang tinggi tentang kemampuannya. Sebaliknya
individu dengan self-efficacy yang rendah cenderung lebih
tertutup dan kurang terlibat dalam kerja sama tim karena
persepsi mereka tentang masalah dan kesulitan lebih besar
ketimbang peluang untuk merubah keadaan).
4. Sumber Informasi Efikasi Diri (Self-Efficacy)
Bandura mengatakan empat sumber informasi self-efficacy
diantaranya yaitu pengalaman pribadi, pengalaman orang lain,

21
pendekatan sosial-verbal dan indeks psikologis. Berikut ini penjelasan
dari keempat sumber informasi self-efficacy:
a. Pengalaman otentik (pengalaman pribadi) ini sangat berpengaruh
dalam mempengaruhi keyakinan diri seseorang karena keberhasilan
atau kegagalan yang pernah dialami pada masa lalu akan
meningkatkan atau menurunkan self-efficacy seseorang untuk
pengalaman yang serupa di masa depan.
b. Pengalaman orang lain tentang keberhasilan atau kegagalan dapat
dijadikan sebagai informasi menurut seseorang untuk membuat
pertimbangan tentang sesuatu yang akan dilakukannya. Hal ini akan
sangat berpengaruh jika seseorang mendapati dirinya dalam situasi
yang serupa dengan pengalaman orang lain.
c. Pendekatan sosial-verbal dilakukan dengan cara meyakinkan
seseorantg bahwa ia mempunyai kemampuan untuk dapat
melakukan sesuatu. Pernyataan negatif tentang keahlian seseorang
akan berdampak buruk pada mereka yang kehilangan keyakinan diri.
d. Indeks psikologis merupakan keadaan fisik dan emosional
seseorang akan mempengaruhi kemampuannya. Kecemasan yang
tinggi akan suatu hal atau tugas akan mempengaruhi
kemampuannya. Stres, depresi atau tegang dapat dijadikan sebagai
indikator kegagalan.

F. Efikasi Diri (Self Efficacy) Pada Remaja


Ada dua tipe efikasi diri (self-efficacy) yang ada dalam diri remaja
yaitu:
1. Efikasi diri (self-efficacy) yang rendah pada diri remaja (tidak menutup
kemungkinan pada anak-anak, dewasa maupun lansia) memiliki ciri-ciri
diantaranya yaitu selalu menghindar dari tugas-tugas yang sulit, berhenti
dengan cepat bila menemui kesulitan, memiliki cita-cita yang rendah dan
komitmen yang buruk untuk tujuan yang telah dipilih, berfokus pada
akibat yang buruk dari kegagalan, cenderung mengurangi usaha karena

22
lambat memperbaiki keadaan dari kegagalan yang dialami, mudah
mengalami stres dan depresi.
2. Efikasi diri (self-efficacy) yang tinggi pada remaja (tidak menutup
kemungkinan pada anak-anak, dewasa maupun lansia) memiliki ciri-ciri
diantaranya yaitu mendekati tugas-tugas yang sulit sebagai tantangan
untuk dimenangkan, menyusun tujuan-tujuan yang menantang dan
memelihara komitmen untuk tugas-tugas tersebut, mempunyai usaha
yang tinggi atau gigih, memiliki pemikiran strategis, berpikir bahwa
kegagalan yang dialami karena usaha yang tidak cukup sehingga
diperlukan usaha yang lebih tinggi dari sebelumnya dalam menghadapi
kesulitan.

23
BAB III

KESIMPULAN

24
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, N. (2016). PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP PRESTASI


BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMAN 102 JAKARTA. In Jurnal SAP
(Vol. 1, Issue 2).
Anisa Febristi, Faktor Pengasuh Dengan Self Esteem (Harga Diri) Pada Remaja
Caregiver Factors With Self Esteem For Adolescents,LPPM Akademi
Keperawatan Yapenas 21 Maros, Vol. 3, No. 2, Agustus 2021
Astuti, L. S. (2017). PENGUASAAN KONSEP IPA DITINJAU DARI KONSEP
DIRI DAN MINAT BELAJAR SISWA. In Jurnal Formatif (Vol. 7, Issue 1).
Bandura, A. (1997). Self-Efficacy: The Exercise Of Control. W.H. Freeman And
Company.Baumeister, R. F., Campbell, J. D., Krueger, J. I., & Vohs, K. D.
(2003). Does High Self-Esteem Cause Better Performance, Interpersonal
Success, Happiness, Or Healthier Lifestyles? Psychological Science In The
Public Interest, 4(1), 1-44.
Beatriks Novianti Kiling. (2016). TINJAUAN KONSEP DIRI DAN
DIMENSINYA PADA ANAK DALAM MASA KANAK-KANAK AKHIR.
Jurnal Psikologi Pendidikan & Konseling, 1(2), 116–124.
http://ojs.unm.ac.id/index.php/
Efendi. Rohmad., “Self-Efficacy: Studi Indigenous Pada Guru Bersuku Jawa”.
Jurnal Of Social And Industrial Psychology. Vol.2 No.2 Th. 2013. Hal. 61-67
Fitriyani, N. (2019). PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN AUDIO-
VISUAL POWTOON TENTANG KONSEP DIRI DALAM BIMBINGAN
KELOMPOK UNTUK PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR. In Jurnal
Tunas Bangsa (Vol. 6, Issue 1).
Harter, S. (2012). The Construction Of The Self: Developmental And
Sociocultural Foundations (2nd Ed.). The Guilford Press.
Iswinarti, Roselina Dwi Hormansyah, Meningkatkan Harga Diri Anak Slow
Learner Melalui Child Centered Play Therapy, Jurnal Psikologi Indonesia,
Volume 9, No. 2, Desember 2020.
Lauditta Soraya Husin, Hubungan Antara Harga Diri Dengan Stres Kerja Pada
Perawat Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Surakarta, Vol. 4 No. 1 Juli
2020
Lianto. “Self-Efficacy: A Brief Literatur Review”. Jurnal Manajemen Motivasi.
Vol. 15. Th 2019 Hal. 55-61

25
Mahsunah, Ati., Dkk. “Pengaruh Self Efficacy Terhadap Kepercayaan Diri Pada
Siswa”. Al-Ihath: Jurnal Bimbingan Dan Konseling Islam. Vol. 03, No. 01,
Januari 2023. Hal. 34-48
Putri, Hafiziani Eka Dan Idat Muqodas “Pendekatan Concrete-Pictorial-Abstrack
(CPA), Kecemasan Matematis, Self-Efficacy Matematis, Instrumen Dan
Rancangan Pembelajarannya” UPI Sumedang Press Hal.92. 2019
Ranny, R. A. A. M. E. R. S. H. A. M. N. N. N. E. L. (2017). KONSEP DIRI
REMAJA DAN PERAN KONSELOR. Jurnal Penelitian Guru Indonesia,
2(2).
Silvia Ningsih , Yeni Solfiah, Ria Novianti, Hubungan Kekerasan Verbal Dengan
Harga Diri Anak Usia 5-6 Tahun Di Lundar Kecamatan Panti Provinsi
Sumatera Barat, Jurnal PAJAR (Pendidikan Dan Pengajaran) Volume 6
Nomor 4 Juli 2022.
Syamsul Badi’, Konsep Harga Diri: Studi Komparasi Perspektif Psikologi Modern
Dan Islam,Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Psikologi Volume 27 Nomor 1,
Januari 2022
Yuliyani, Rahmawati., Dkk. “Peran Efikasi Diri (Self-Efficacy) Dan Kemampuan
Berpikir Positif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika”.
Jurnal Formatif. Vol.7, No. 2, 2017. Hal. 130-143.

26

Anda mungkin juga menyukai