DIRI PRIBADI
10
Abstract Kompetensi
Materi tentang pengertian diri, konsep Mahasiswa mampu memahami dan
diri dan harga diri menjelaskan pengertian diri, konsep
diri dan harga diri
Self Concept
Pengertian Self
• Self merupakan segala sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya sendiri,
bukan hanya tentang tubuh dan keadaan psikisnya saja, tetapi jga tentang
keluarganya, pekerjaannya, teman-temannya, hartanya, dan lain-lain.
Konsep Diri
Konsep diri adalah suatu identitas diri yang merupakan skema yang terdiri dari
kumpulan belief dan perasaan yang terorganisasi mengenai diri. Konsep diri sangat penting
dipelajari dalam psikologi sosial karena konsep diri mempengaruhi perilaku seseorang,
terutama alam menangani dunia dan pengalaman. Konsep diri bukanlah sesuatu yang tiba-
tiba ada atau muncul. Pembentukan konsep diri dipengaruhi oleh orang lain dalam proses
interaksi social. Hasil penilaian atau evaluasi orang lain serta apa yang dipikirkan orang lain
tentang kita menjadi sumber informasi tentang diri kita (analogi cermin). Penilaian atau
evaluasi orang lain bukanlah satu-satunya yang membentuk konsep diri. Ketika kita
melakukan sesuatu, hasil dari tindakan kita juga akan membentuk konsep diri.
Vaughan & Hogg (2002) menyatakan bahwa hasil dari tindakan kita mendorong kita
untuk melakukan introspeksi dan persepsi diri. Introspeksi dilakukan seseorang keitka ia
berusaha memahami dan menilai mengapa ia melakukan tindakan tertentu. Persepsi diri
dilakukan seseorang ketika ia mengatribusikan secara internal hasil yang diterimanya
a. Perseptual Component, yaitu: konsep diri atau citra diri individu terhadap hal-hal yang
berhubungan dengan keadaan fisiknya. Komponen ini sering disebut sebagai physical self
concept
kemampuan, sifat-sifat, latar belakang, dan masa depannya termasuk juga di dalamnya
terhadap status dan masa depannya, rasa malu dan harga diri.
3. Proses belajar
Konsep diri pada dasarnya merupakan suatu skema, yaitu pengetahuan yang
terorganisir mengenai sesuatu yang kita gunakan untuk mengintepretasikan pengalaman.
Dengan demikian, konsep diri adalah skema diri (self-schema), yaitu pengetahuan tentang
diri, yang mempengaruhi cara seseorang mengolah informasi dan mengambil tindakan,
Menurut Vaughan&Hogg (2002), Konsep diri adalah skema diri (self-schema), yaitu
pengetahuan tentang diri, yang mempengaruhi cara seseorang mengolah informasi dan
tindakan. Eksperimen pada anak-anak ketika perayaan Halloween menemukan bahwa
ketika diminta menyebutkan nama dan melihat wajahnya di cermin, anak-anak akan
mengambil satu atau lebih sedikit permen daripada ketika tidak diminta menyebut namanya.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkah laku seseorang dipengaruhi oelh pengetahuan atau
kesadaran tentang siapa dirinya.
Pada diri seseorang, mungkin terjadi kesenjangan atau diskrepansi antara actual self
dan ideal self atau ought self. Higgins dalam teori diskrepansi diri (self discrepancy theory)
menyatakan bahwa diskrepansi yang terjadi dapat memotivasi seseorang untuk berubah
agar mengurangi diskrepansi yang dirasakannya. Namun, apabila seseorang gagal dalam
mengatasi diskrepansi maka dapat menyebabkan munculnya emosi-emosi negatif.
Kegagalan dalam mengatasi diskrepansi antara actual self dan ideal self dapat memicu
munculnya dejection-related emotions seperti kecewa, tidak puas dan sedih. Sedangkan
diskrepansi antara actual self dan ought self dapat memicu munculnya agitation-related
emotions seperti cemas, takut dan terancam.
Kesenjangan yang terjadi dapat memotivasi seseorang untuk berubah agar mengurangi
diskrepansi yang dirasakannya.
Pengetahuan kita tentang diri bervariasi pada identitas personal dan sosial. Pada
identitas personal, seseorang akan mendefinisikan dirinya berdasarkan atribut atau trait
yang membedakan diri dengan orang lain dan hubungan interpersonal yang dimiliki.
Sedangkan pada identitas sosial, seseorang akan mendefinisikan dirinya berdasarkan
keanggotaany dala suatu kelompok sosial atau atribut yang dimiliki bersama oleh anggota
kelompok (Vaughan & Hogg, 2002).
Menurut Brewer & Gardiner (1996), tiga bentuk diri yang menjadi dasar bagi seseorang
dalam mendefinisikan dirinya adalah sebagai berikut :
Dalam mendefinisikan dir,i individu bergantung pada latar belakang budaya, situasi dan
konteks sosial . Salah satu situasi dan konteks sosial yang berpengaruh adalah hubungan
yang kita miliki dengan orang lain. Sebagai contoh, apabila ada seseorang yang berasal dari
kelompok minoritas berada ditengah-tengah kelompok mayoritas, orang itu akan lebih kuat
dalam mendefinisikan dirinya berdasarkan karakteristik minoritasnya, seperti “Saya satu-
satunya perempuan yang menjadi pilot pesawat tempur” atau “Saya satu-satunya
perempuan yang di perguruan tinggi yang didominasi mahasiswa asing” atau “ Saya
mahasiswa daerah”.
Faktor situasi dan konteks sosial yang berpengaruh akan berpengaruh terhadap
keyakinan kita tentang bagaimana orang lain akan memperlakukan kita. Sebagai bentuk
antisipasi terhadap penerimaan atau penolakan orang lain terhadap kita, sering kali kita
akan memilih identitas diri yang kita ungkapkan. Misalnya, jika kita mendatangi suatu
kelompok remaja penggemar music alternative untuk mengadakan wawancara maka untuk
bisa diterima dan menghindari penolakan dari mereka, kita mungkin akan mengungkapkan
bahwa kita dulu juga menggemari music alternative.
Self Esteem
Tingkah laku sosial seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan tentang siapa dirinya.
Namun tingkah laku sosial seseorang juga dipengaruhi oleh penilaian atau evaluasi
terhadap dirinya, baik secara positif atau negatif. Jika orang menilai secara positif terhadap
dirinyanya, maka ia menjadi percaya diri dalam mengerjakan hal-hal yang ia kerjakan dan
memperoleh hasil yang positif pula. Sebaliknya, orang yang menilai secara negatif terhadap
dirinya, menjadi tidak percaya diri ketika mengerjakan sesuatu atau akhirnya, hasil yang
didapat pun tidak menggembirakan
1. harga diri yang positif membuat orang merasa nyaman dengan dirinya di
tengah kepastian akan kematian yang suatu waktu akan dihadapinya
(Greenberg, Pyszczynski,&Solomon, 1986) terror management theory
Untuk mengetahui seberapa baik atau buruk kita, kita akan melakukan sebuah
perbandingan social. Menurut Festinger (1954) untuk mengetahui seperti apa dirinya, orang
akan melakukan perbandingan dengan orang lain karena tidak adanya patokan yang objektif
untuk menilai. Kita dapat melakukan perbandingan dengan :
1. Upward social comparison (melakukan perbandingan dengan orang lain yang lebih
baik)
2. Downward social comparison (melakukan perbandingan dengan orang lain yang
lebih tidak baik)
Untuk memperoleh gambaran yang positif, kita dapat memilih unutk melalukan
perbandingan dengan orang lain yang kategori sosialnya sama dengan kita (misalnya: laki-
laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan, miskin dengan miskin, kaya dengan
kaya, dan sebagainya) karena beda kategori sosial beda pula tindakan dan performa yang
diharapkan. Kita akan menghindari melakukan perbandingan sosial dengan anggota
kelompok sosial yang lebih tinggi atau lebih baik dalam rangka mempertahankan harga diri
kita. Menurut self-evaluation maintenance model dari Tesser (1988), untuk mendapatkan
pandangan positif tentang diri kita, kita cenderung menjaga jarak dari orang lain yang
Presentasi Diri
Saat berinteraksi dengan orang lain, sering kali kita tertuju pada bagaimana orang akan
menilai kita. Kita berusaha mengontrol bagaimana orang lain berpikir mengenai kita,
sehingga kita perlu melakukan impression management, yaitu usaha untuk mengatur kesan
yang orang lain tangkap mengenai kita baik secara disadari maupun tidak (Schlenker,
1980). Sebagai bagian dari impression management kita melakukan presentasi diri (self
presentation) seperti yang kita inginkan dengan berbagai macam tujuan.
Menurut Jones & Pittman (1982), lima strategi presentasi diri yang memiliki tujuan yang
berbeda adalah sebagai berikut :
1. Ingratiation menjilat
Tujuannya agar disukai, kita menampilkan diri sebagai orang yang ingin
membuat orang lain senang.
2. Self promotion menampilkan kelebihan/ kekuatan
Tujuan agar dianggap kompeten, kita menampilkan diri sebagai orang yang
memiliki kelebihan baik dalam hal kemampuan atau trait pribadi
3. Intimidation berbahaya/ menakutkan
Tujuannya agar ditakuti, kita manampilkan diri sebagai orang yang berbahaya
dan menakutkan
4. Supplication lemah dan tergantung
Tujuannya untuk dikasihani, kita manampilkan diri sebagai orang yang lemah dan
tergantung
5. Exemplification rela berkorban dianggap berintergritas tinggi
Tujuannya agar dianggap memiliki integritas moral tinggi, kita menampilkan diri
sebagai orang yang rela berkorban untuk orang lain.
Self Handicapping
Daftar Pustaka
1. Baron, R. A., Branscombe, N. R., dan Byrne, D. (2008). Social Psychology (12th Ed.). Boston:
Pearson Education.
2. Deaux, K. Dane, F.C. Wrightsman, L.S., Siegelman, C.K. (1993) .Social Psychology in the
90’s. Pacifik Grove, CA: Brooks/Cole Publ. Co.