Anda di halaman 1dari 19

Aku kembali mendapat pikiran-pikiran aneh itu lagi.

Sesekali aku mengantukkan kepala ke jok mobil, Pria


Gagak Hitam ini hanya melihat ku saja. Kami
menelusuri jalanan ibukota, anggota tim Gagak Hitam
yang menyetir di sampingku hanya diam tak berbicara.
Tak lama setelah mengingat-ingat rekaman pertemuanku
dengan Andi, tanpa kusadari ternyata kami sudah sampai
di depan rumah Andi.

Padahal aku sudah menjamin pada mereka untuk


menangkap Jara bersama-sama tapi langkah yang kubuat
ternyata sangat keliru dan bisa di tebak olehnya.
Kematian Andi akan menjadi mimpi buruk untukku.

Kasus yang sedang kami selidiki ini memang aneh dan


ganjil, tetapi aku punya firasat bahwa kasus ini
sebenarnya tidak terlalu sulit dipahami. Kalau saja bisa
menemukan mata rantai yang hilang, pasti akan
memahami keseluruhan kisah ini. Aku harus meninjau
kasus ini dari awal, terutama setengah bagian
pertamanya. Ya aku rasa jawabannya terletak pada mata
rantai yang hilang itu.

Tak kusangka ternyata orang yang mengaku Jara ini,


sangat cerdik dan licik. Aku terlalu meremehkannya.
“Dari mana kau tahu alamat rumahnya ini?’’ Aku
bertanya pada anggota Gagak Hitam yang baru saja ku
kenal di ruang interogasi.

“Jangankan dia, alamat rumahmu saja aku tahu!’’

Pria ini keluar dari mobil, berjalan bergegas, dan aku


mengikuti. Pandangan ku terarah kepada garis kuning
milik polisi yang memagari rumah bertingkat milik
Andi. Pekarangan rumah Andi sudah dilarang untuk
dimasuki dan diawasi oleh polisi.

“Siapa namamu?’’

“Panggil saja Nanda’’ Jawabnya menatapku yang berdiri


di sebelahnya,

“Baik.” Ucapku melangkah membuka pintu.

Sebelum masuk aku mempersilahkannya masuk terlebih


dahulu, matanya begitu sinis memperhatikanku
membuka pintu dengan kehati-hatian.

“Apa kau pernah datang kemari?’’ Tanyanya sambil


melangkah menaiki tangga keruangan yang ditandai
polisi sebagai tempat kejadian.
“Belum, ini kali pertama.” Aku mengikutinya dari
belakang.

Kami melangkah masuk setelah mendapat izin dari pihak


yang berjaga. Pihak polisi mengatakan TKP sudah
selesai di potret.

“Oh ya, Kalian tidak sedekat itu ternyata.’’

“Ya, tapi itu tidak penting, lalu utuk apa sebenarnya kita
datang kemari?’’

“Aku hanya ingin memastikan seberapa akurat catatan


neraka miliknya dengan kejadian di tempat.’’ Jawab
Nanda mengeluarkan Catatan Neraka milik Andi dari tas
kecil yang di tentangnya.

Aku melihatnya begitu serius membaca catatan neraka


milik Andi dan berjalan memeriksa setiap ruangan.

“Luar biasa sekali.” Teriaknya. “Aku tidak menyangka


seakurat ini ternyata.” Tambahnya setelah selesai
membaca kembali catatan neraka Andi.

Terlihat di lantai, darah yang begitu merah berserakan.


Mataku terhenti melihat barbel yang berlumur darah
terletak di sudut tangga, Aku melanjutkan langkah
memeriksa ruangan berharap menemukan petunjuk.
Langkahku terhenti di depan lemari yang tertulis di
catatan neraka milik Andi.
“Kalau di perhatikan dari catatan neraka, mereka semua
sepertinya sedang dirasuki bukan? Maksudku mereka
seperti dikendalikan.’’ Ucap Nanda jongkok di depan
tembok yang berdarah.

Aku berjalan mendekatinya. “Apakah ini tembok, Andi


mengantukkan kepalanya?’’

“Ya, Bagaimana menurutmu, pendapatku tadi?’’

“Aku tidak paham maksudmu?’’

“Kalau dilihat dari tulisan ini, mereka sebenarnya


terus-menerus menolak perintah catatan ini, tetapi selalu
ada dorongan-dorongan untuk melakukannya, coba baca
kembali.” Nanda menyodorkan catatan.

Aku mengambilnya. “Maksudmu, mereka seperti


boneka?’’

“Ya, ada sesuatu yang menggerakkan tubuh mereka


untuk melakukannya.’’

“Siapa?’’
“Apa kau percaya iblis?’’ Nanda begitu serius
menatapku.

Aku kembali membaca catatan neraka yang diberikannya


padaku. Jeda beberapa saat aku menatapnya.

“Entahlah…., Sebenarnya dari dulu aku tidak percaya


hal-hal seperti itu, tetapi, sepertinya kali ini berbeda.”
Jawabku lirih.

“Aku juga setuju. Terangnya. “Lebih hebatnya lagi,


semua korban yang melakukan aksi kematian mereka,
mereka selalu merasa ada sesuatu penyakit yang mereka
rasakan. Dan muncullah di benak mereka untuk
melakukan hal-hal yang tak wajar, anehnya… mereka
semua merasa nyaman, bukannya kesakitan. Seperti
dibius tapi via gaib.’’ Cetusnya.

Aku tercengang mendengar penjelasannya itu.

“Cuma bercanda.’’ Ucapnya tersenyum.

“Tapi, kalau dipikir-pikir ada benarnya juga. Lho’’ Aku


menanggapi dengan serius.

Nanda tertawa setelah melihatku.


Aku tersenyum melihatnya. “Lalu pesan untukku dari
pria yang menyerang polisi tadi pagi, apa?’’

“Oh itu, kalau itu, kita bahas di kantormu saja bersama


dengan teman-temanmu. Pasti mereka sudah memiliki
petunjuk menurutku.’’

Aku mengiyakan. Seharusnya mereka mendapat


petunjuk dari pria yang menyerang kepolisian itu.

“Kembali ke ceritaku tadi, orang-orang di negeri ini,


sangat kental dengan hal-hal mistis seperti ini. Bukan?”

Aku mengangguk setuju.

“Aku pernah mengusut sebuah kejadian sepasang


kekasih ditemukan tewas bersimbah darah di sebuah
pulau di sumatera. Menurut warga setempat, sepasang
kekasih itu melakukan ritual setan.’’

“Ritual setan, apa maksudmu?”

“Entahlah… mereka memiliki keyakinan dengan


melakukan itu bisa mendapatkan kekuatan gaib, mereka
ditemukan di rumah yang mereka kontrak. Pisau-pisau,
lilin dan simbol-simbol pentagram berserakan di ruangan
itu. Perempuan mati karena kehabisan darah, sedangkan
pria pasangannya ditemukan di kamar mandi dengan
pisau menancap di jantungnya. Polisi saat itu mengambil
kesimpulan, kedua kekasih itu mati dalam aksi ritual
ilmu hitam.” Jelasnya.

Aku menggaruk kepala mendengar ceritanya itu. “Oi,


tentu saja mereka tewas kalau jantung ditusuk pisau.”
Bantah ku.

“Benar, bukan itu maksudku. Sebagian orang


menganggap ilmu seperti itu benar-benar ada.”
Ketusnya.

“Ya, Aku pernah melihat pertunjukan gaib seperti itu di


jalanan.’’

“Benar, walaupun yang biasa mereka tampilkan untuk


publik itu hanya hiburan saja, sama seperti pesulap. Itu
semua memiliki trik khusus. Bukan sesuatu yang mistis
menurutku.”

“Oh ya?’’

“Tentu, Sebagian aku sudah tahu trik yang mereka


lakukan, seperti paku yang ditancapkan, tubuh kebal dan
yang lainnya. Hal seperti itu memiliki trik.’’

Nanda begitu serius menjelaskan. “Tapi tidak bisa di


pungkiri sebagian dari mereka mendapat sesuatu yang
tidak bisa di nalar logika. Sebab itulah mereka biasanya
mengikat suatu perjanjian dengan setan untuk
mendapatkannya.’’
“Lalu maksudmu, kita kan mengejar setan sekarang?”
Ketusku tertawa.

“Hahaha.. Tentu tidak, Aku akan menghubungi seorang


teman yang sangat paham akan ilmu seperti ini, dan
menanyakan padanya tentang catatan ini?’’

“Dukun, Maksudmu!’’

“Lebih tepatnya ahli astrologi, Apa ada yang salah.’’


Nanda menjawab jengkel setelah melihat mimik
wajahku.

“Iblis ya…, padahal semua itu hanya kuanggap dongeng


untuk membuat anak-anak tidak nakal saat masih kecil,
tapi dilihat dari kejadian ini….” Aku mendengus pasrah
menerima. “Baiklah, kita coba saja dahulu, Ahhhh…
siapa tahu ada petunjuk.’’ Tutup ku kesal.

“Pada dasarnya manusia tidak memiliki kekuatan mistis


seperti yang dimiliki Jara ini, pasti ada sesuatu yang
dilakukannya. Pasti… dia sudah melakukan kontrak
dengan iblis.”
“Sihir dan ilmu kesetanan ini. Sepertinya kita sudah ada
dalam dunia harry potter, ya.”

“Makanya kita tanyakan pada mereka yang paham akan


hal seperti ini. Para profesor di universitas tidak akan
mampu untuk menjawab ini semua.’’

“Hahahaha… Tentu, itu sangat pasti. Mereka akan


menyobek kertas ini.’’

Kami bergegas turun dari lantai atas dan naik ke mobil


miliknya.

Setelah kami memeriksa TKP salah satu korban Jara di


pusat kota. Kami mendapat petunjuk penting dari
pemeriksaan tersebut. Walaupun masih sekedar dugaan,
tetapi kami akan memastikan dugaan itu benar, bahwa
Jara dapat melakukan pembunuhan melalui catatan
neraka ini sebab dia melakukan kontrak dengan makhluk
astral. Benar kami meyakini pasti dia melakukan sebuah
ritual dengan iblis.

Nanda mengatakan dia memiliki seorang teman yang


sangat paham mengenai dunia pergaiban ini. Sebelum
kami melanjutkan investigasi kasus ini, terlebih dahulu
kami harus paham benar bagaimana pola-pola setiap
senti yang dilakukannya. Tentu agar kejadian yang sama
tidak terjadi lagi. Aku meneguhkan dalam hati, kematian
Andi adalah yang terakhir.

“Siapa dia?’’ Aku berkata pada Nanda yang fokus


menatap jalan.

“Maksudmu, yang akan kita temui?’’

“Ya, bukannya kau katakan tadi dia adalah temanmu!’’

Nanda mengangguk. “Namanya Andre, Aku


mengenalnya saat memecahkan kasus pembunuhan
Zodiak, Apa kau tahu kasus itu?’’

“Ya, aku pernah mendengarnya, pembunuhan 12 orang


anak perempuan di bandung itu, ya. Sebenarnya,
diam-diam aku mengikuti kasus tersebut.’’ Aku
menjelaskan dengan lugas.

“Oh ya!, kasus itu sangat rumit, tetapi kasus itu tidak
sampai serumit ini.” Paparnya menatapku dengan serius.

Kasus pembunuhan Zodiak yang terjadi di Bandung


adalah sebuah kasus pembunuhan yang sangat unik.
Sesuai dengan namanya, Zodiak.

Zodiak memiliki Tiga Belas bintang, walaupun


Ophiuchus, bintang terakhir yang tidak masuk kedalam
daftar. Kendati Bintang ketiga belas ini tidak dianggap,
sehingga menjadi Dua Belas Bintanglah yang sangat
dikenal khalayak umum. Beberapa orang meyakini
bahwa setiap bintang memiliki keistimewaan
masing-masing dan setiap bintang memiliki tanggal yang
mereka sebut Zodiak tropikal.

Sejujurnya aku menganggap mereka yang percaya hal


seperti itu adalah orang yang aneh. Tapi tidak bisa di
pungkiri sangat banyak ilmuwan yang mendalami nya.

Kasus tersebut bisa terpecahkan hampir Enam bulan


masa penyelidikan. Saat itu kepolisian mendapat laporan
12 anak perempuan hilang diculik, tepat pada tanggal
Tujuh Belas Desember semua anak perempuan tersebut
ditemukan membusuk di sebuah gudang. Mereka
ditemukan setelah mendapat surat dari seseorang. Isi
surat tersebut adalah kode-kode dan simbol-simbol
berbahasa Yunani. Setelah polisi berhasil memecahkan
pesan tersebut, barulah ditemukan jasad mereka.

Setiap korban memiliki lambang Zodiak yang berurutan.


Dimulai dari Aries sampai bintang terakhir yaitu Pisces.
Tanggal kelahiran Dua Belas Anak perempuan yang
terbunuh sesuai dengan Dua Belas bintang Zodiak
mereka. Dan mereka ditemukan tepat pada tanggal
Zodiak Ophiuchus, Bintang Zodiak yang terakhir.
“Apakah Temanmu yang bernama Andre itu, yang
memecahkan simbol-simbol tersebut?’’

“Ya.’’ Nanda mengangguk.

“Aku dengar simbol-simbol itu sangat sukar dipahami,


Bagaimana dia melakukannya?”

“Entahlah.. Dia sungguh menakjubkan, bahkan dia


memecahkannya hanya beberapa jam. Padahal
sebelumnya kepolisian sudah membawa surat tersebut
kepada ahli simbol, termasuk ahli bahasa. Mereka tidak
mampu memecahkannya.” Nanda memuji temannya
tersebut.

Aku kembali diam sambil memandang keluar jendela


dengan dagu bersandar pada tangan. Saat ini hari masih
terang membuat langit yang biru begitu indah dipandang.

“Apa yang kau lihat?’’ Nanda berujar pelan.

Aku menoleh kerahnya. “Tidak ada, aku hanya mencoba


melihat bintang di siang hari apakah ada?’’

“Apakah kau memikirkan Zodiak itu.”

“Hahaha…, tidak, Mana mungkin aku percaya hal


seperti itu.” Ketus ku tertawa.
“Lalu, seandainya kau yang menangani kasus Zodiak
tersebut, apa kau bisa memecahkan simbolnya?’’

“Entahlah… Mungkin saja.”

“Oh, se percaya diri itu ya!’’ Nanda tersenyum sambil


memperhatikan jalan.

“Lalu, dimana temanmu itu tinggal?’’ Aku bertanya.

“Jakarta Utara, di Kelapa Gading.” Jawabnya.

Aku melihat jam yang menempel di tanganku sudah


menunjukkan pukul 14.40 WIB. Seharusnya jarak yang
kami tempuh dari Jakarta Pusat menuju Kelapa Gading
hanya memakan Delapan Belas menit. Akan tetapi
kelebihan kota besar ini datang. Sehingga memakan
waktu hampir Tiga puluh menit. Setelah melewati
jalanan macet, Nanda mendadak berhenti didepan
sebuah bangunan.

“Apa ini?” Aku bertanya.

“Restoran China. Ayo kita makan.”

Saat kami makan, tidak banyak yang kami bicarakan.


Kami berdua sama-sama hanyut dalam pikiran. Aku
berusaha membayangkan bagaimana Andi bisa menjadi
korban. Sejak kami pulang dari taman, untuk memeriksa
salah satu korban Jara itu. Aku tidak merasakan ada
seseorang mengikuti kami.

Kepalaku kembali mengingat orang-orang yang ikut


membantu Andi membawa Korban tersebut. Sayangnya,
kemarin aku tidak menduga Jara akan disana. Tentu…
Jara adalah salah satu yang membantu Andi saat itu.

Kepalaku saat itu sangat pusing setelah melihat teman


dari keponakan pak Yandri itu terkapar di tanah,
bayangan orang-orang itu selalu terpatri di benakku.
Setelah dia menyebut nama Jara seharusnya aku
menyadarinya.
Tidak masalah. Kepentinganku sekarang adalah
menemukan informasi yang sebanyak-banyaknya.
Kejadian yang terjadi kemarin di taman adalah salah satu
informasi yang penting. Ternyata Jara akan turun tangan
untuk membuat strategi pembunuhan. Dia harus
membutuhkan darah untuk melakukannya.

Aku mendongak menatap langit-langit restoran China.

Beberapa hari kedepan dia akan mencari korban untuk


memancingku kembali. Aku bergumam dalam hati.
Pasti saat kami memeriksa korban itu. Dia akan
memantau kami disana.

***

Entah apa yang ada dalam pikiran Nanda.

Ketika kami akhirnya sampai di alamat Andre di Kelapa


Gading, Nanda kebingungan. “Ini adalah perumahan
Hoki Garden… dan itu… tetapi ada yang salah.”
Ucapnya.

“Oi, apa maksudmu. Jangan bilang kau sebenarnya tidak


tahu rumahnya.” Ketus ku sedikit jengkel.

“Tentu saja aku tahu.” Jawabnya menatapku. “Terakhir


kali kami bertemu dua tahun yang lalu, saat menangani
kasus zodiak itu.”

“Apa kau tidak punya nomor kontaknya?’’

“Aku agen rahasia, hampir setiap hari aku ganti kontak!”


Bentaknya.

Aku mendengus pogah melihatnya meraba-raba jalan.

Kami melanjutkan langkah menuju kompleks apartemen


di ujung jalan. Di Lantai dasar terdapat bar bernama
Talang. Tak punya banyak pilihan, kami menaiki tangga
sempit ke lantai dua tempat apartemen berada. Bangunan
ini bukan yang paling bersih atau paling baru. Kami
meneliti kotak-kotak surat di koridor; tidak ada yang
bernama Andre.

Nanda mulai terlihat frustasi, tetapi dengan segera dia


mengumpulkan ketenangannya yang biasa saat
mengetuk pintu terdekat. Tidak ada jawaban, jadi dia
mencoba pintu berikutnya. Lagi-lagi tidak ada jawaban.

“Ini tidak bagus,’’ Katanya. “Mereka mungkin mengira


kita peminta-minta sumbangan dari pintu ke pintu. Kita
coba pintu di ujung lorong ini.”

Taktik itu berhasil. Saat kami mengetuk pintu terjauh,


seorang wanita tua gemuk membukanya.

“Permisi, Nyonya, Kami bukan peminta sumbangan.


Saya hanya ingin tahu apakah nyonya bisa menolong
kami.” Nanda bertanya, menampilkan sikap terbaiknya.
“Kami sedang mencari seorang pria bernama Andre.
Apakah dia tinggal di gedung apartemen ini?’’

“Andre? Coba saya ingat dahulu… Oh, ya, dukun itu.


Saya ingat dia. Dia sudah lama sekali pindah.”
“Dukun!” Aku menjerit dalam hati.

Nanda berbalik menghadap ku, seolah-olah dia sudah


menduganya.

“Oh, benarkah? Apakah Anda tahu kemana dia pindah?’’


Nanda bertanya dengan sopan.

“Saya tidak tahu. Mengapa Anda tidak menanyakannya


kepada manajer di bawah? Namanya Rusdi, tapi
mungkin dia sedang keluar sekarang." Perempuan tua ini
diam sejenak memperhatikanku. "Apakah kalian ada
kaitannya dengan polisi?”

Nanda mengangguk.

“Kalau anda mau? Saya bisa memberi nomor kontak Pak


Rusdi.” Jawab perempuan tua ini.

“Saya sangat berterima kasih sekali, kalau Anda


memberikannya.” Ujar Nanda tersenyum.

Setelah kami mendapat nomor kontaknya dari


perempuan tua itu. Kami kembali ke bawah menyusuri
jalan yang sempit kembali ke lokasi mobil miliknya di
parkirkan.
“Apa kau ingin menghubunginya?’’ Nanda memberikan
nomor ponsel yang dicatatnya tadi.

“Kenapa?’’ Aku bertanya penasaran.

“Aku tidak punya ponsel.’’ Ujarnya.

“Baik.” Aku mengambil kertas dari tangannya.

Aku melangkah ke mobil miliknya mengambil ponselku


yang ku tinggal. Aku melihat panggilan tidak terjawab
dari komandan.

“Nanda! Komandan menelponku.’’ Aku berteriak


padanya.

“Lalu…”

Aku mengurungkan menelpon Pak Rusdi– Manajer


apartemen.

“Halo, Komandan.”

“Kamu dimana?’’

“Saya sedang menyelidiki lokasi Jara. Pak Bisco


memerintahkannya.” Jawabku dari telepon.
“Cepat ke Rumah sakit sekarang!” Bentak nya keras.

“Ada apa, Komandan?’’

“Hana!’’ Ucapnya sedikit bergetar.

Anda mungkin juga menyukai