0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
8 tayangan5 halaman
Seorang pria bernama Rei mengalami halusinasi tentang seseorang bernama Eins yang tidak dikenal orang lain. Ia terjebak dalam kota yang tiba-tiba berhenti berfungsi. Rei akhirnya menemukan Eins dan mengetahui bahwa masalah disebabkan oleh kristal sakral yang dimiliki ayah tiri Eins. Rei menghancurkan kristal itu dan menyebabkan ledakan besar yang membuatnya terjebak dalam ruang putih.
Seorang pria bernama Rei mengalami halusinasi tentang seseorang bernama Eins yang tidak dikenal orang lain. Ia terjebak dalam kota yang tiba-tiba berhenti berfungsi. Rei akhirnya menemukan Eins dan mengetahui bahwa masalah disebabkan oleh kristal sakral yang dimiliki ayah tiri Eins. Rei menghancurkan kristal itu dan menyebabkan ledakan besar yang membuatnya terjebak dalam ruang putih.
Seorang pria bernama Rei mengalami halusinasi tentang seseorang bernama Eins yang tidak dikenal orang lain. Ia terjebak dalam kota yang tiba-tiba berhenti berfungsi. Rei akhirnya menemukan Eins dan mengetahui bahwa masalah disebabkan oleh kristal sakral yang dimiliki ayah tiri Eins. Rei menghancurkan kristal itu dan menyebabkan ledakan besar yang membuatnya terjebak dalam ruang putih.
Itulah hal pertama yang selalu ku ucapkan setiap kali aku bangun tidur. Aku ada dalam sebuah “misi” untuk mencari dia. Aku hanya ingin mengerti apa yang terjadi setelah kejadian itu. Saat itu, aku mulai mengambil tas ku dan mulai keluar dari kamar apartemenku. Saat aku berjalan menuju lift, seseorang memanggilku. “Rei! Kau ingin kemana? Jangan bilang kau akan mencarinya lagi.”. ”Kau benar Kyo, aku tidak akan berhenti mencarinya sampai aku menemukannya”. ”Menyerahlah, kau tidak akan menemukannya.” Aku sudah mulai meragukan pilihanku dari awal. Apakah di benar-benar ada? Atau di hanya sebuah imajinasi? Namun, aku sudah keras kepala dari awal jadi aku hanya akan mendengarkan jika aku mau. “Lebih baik tidak, aku hanya akan berjalan-jalan hari ini.” Kataku pada kyora. “Baiklah kalo begitu, Aku duluan saja. Hati-hati di jalan Rie!” Aku bergegas menuju lift yang sayangnya sedang diperbaiki. Dengan ini cara lain adalah menuruni tangga. Aku berlari menuruni tangga dan karena kurang berhati- hati, aku terjatuh. “Kau baik-baik saja?” Seorang wanita menghampiriku setelah aku jatuh. Dia terlihat sangat khawatir setelah melihat aku jatuh “Ya, Aku tidak apa-apa…sepertinya tidak..” Pada saat itulah aku melihat darah, kemungkinan terbentur pinggiran tangga yang lancip. Wanita itu menawarkan ku untuk masuk ke apartemennya. Dia berkata bahwa ia memiliki perban untuk luka ku. Aku spontan menolaknya dan bergegas pergi. Aku keluar dari gedung apartemenku dengan bersenandung kecil. Hatiku masih acak-acakan pagi itu. Suasana Luar apartemen terasa aneh saat itu. Walaupun di luar menunjukkan bahwa sebentar lagi akan hujan, Girimis tak kunjung datang. Aku pun berlari menuju pertengahan kota. Dan saat itu, aku menekmukanya. Dia seperti tak kasat mata di mata orang lain. Bahkan bisa di bilang bahwa dia seperti tidak ada. Di tengah kerumunan ter sebut aku mencoba untuk memanggil namanya. Rasanya ada yang menghalingu untuk mengucapkan namanya. Aku mulai tersedak dan mulutku terasa berbusa saat itu juga. Berlari menuju dia juga tidak akan membantu. Kaki selalu terasa dirantai dimanapun aku menemukannya. Entah itu di mimpi, angan-angan, bahkan dunia nyata, aku masih bisa mengingat perasaan tersebut. Aku tersandung dan berusaha mencari tempat yang tenang setelah itu. Dan itu bukan kejadian pertamaku bertemu dengannya. Sudah berkali-kali aku menemuinya. Aku rasa dia tidak memiliki nama namun, aku memanggilnya Eins. Aku rasa diriku sedikit pusing pada saat itu. Dan aku mulai mengeluarkan 1 batang rokok dan menyalakannya. Aku merasa sedikit tenang, namun pikiranku masih tertuju pada “Eina” yang sedang memberi makan burung merpati. Dan anehnya, Aku sudah tidak terasa pusing lagi. Rasanya tidak ada yang menghambatku dan mulutku sudah bisa terbuka. Dengan gayaku yang sedikit kekanak-anakan aku berlari menuju “Eins”. Para merpati yang ada di sekitarku mulai terbang. “Eins” pun lantas kaget. “Eins!. Hey! Ini aku Rei! Kita pernah bertemu kan?. Hey..Eins?”. Eina tidak bergeming dan hanya diam terpaku melihatku “Maaf, Apakah kita pernah bertemu sebelumnya? Walaupun belum, bagaimana kau mengerti namaku? Sepertinya kita mungkin pernah bertemu sebelumnya.”. “Ah! Maaf jika aku kurang sopan, Namaku Rei. Reiyu lebih tepatnya. Senang bertemu dengan mu Eins!”. Rasanya lega sudah menemukan dia. Namun ada yang terasa janggal. Namun aku tetap menghiraukannya. Eina pun bergegas pergi setelah mengobrol dengan ku. Dan aku pun meneruskan jalan-jalan di taman sejak aku tidak mempunyai kegiatan lain di rumah. Aku melihat orang-orang mulai berhenti melakukan kegiatan seolah-olah mereka berhenti. Jam arloji ku pun berhenti bekerja. Segerombolan merpati pun berheti terbang. Mereka hanya bisa berdiam di langit yang medung ini. Gerimis sudah turun, namun mereka pun tidak bergerak. Kejadian ini sudah membuat ku berpeikir bahwa aku sedang berhalusinasi. Aku mulai berlari secepat mungkin menuju apartemenku. Menuju lift tidak akan membantu saat ini karena jika dipikirkan lagi, Listrik juga akan mati. Aku segera Berlari menuju tangga yang sepertinya tidak ada akhirnya. Tapi sepertinya akan jauh lebih baik jika aku menjadi gila dan meninggal di kamar apartrmen ku daripada menjadi orang terakhir yang menjadi gila di dunia yang sudah berhenti ini. Dugaan ku memang benar, Tangga ini sepertinya tidak aka pernah habis. Padahal aku menyangka bahwa kamar apartemen ku berada di lantai bawah. Dan ada suara yang menggema di ujung tangga. Dan itu adalah Eins. “Hey..Reiyu bukan? Apa yang kau lakukan disini?” Teriaknya dari bawah tangga. Aku yang sudah terlalu lemas, mulai membalas dengan nada yang agak kasar “Apa maksudmu aku ada di sini? Ini adalah salah satunya rumah yang aku miliki disini!” “Oh.” “Apa maksudmu dengan kata ‘Oh.’!? Kita sudah seperti terjebak di kota mati!” “Aku minta maaf ini semua adalah salahku..” Perasaan bersalah mulai mengaliri tubuhku “Dan..uhmm..Aku juga minta maaf karena sudah membentakmu tadi.”. “Kurasa itu saja..Lalu apa sekarang?”. Eins juga kebingungan dalam situasi seperti ini. Aku pun begitu. Jika dunia ini berhenti, kemungkinan kita akan hidup selamanya sampai semua ini terulang dari awal lagi. “Kau tau mengapa aku mengetahui nama mu..Eins?” Aku dengan acak berusaha mencairkan suasana dengan melontarkan pertanyaan tersebut. “Sepertinya tidak, dan aku tidak begitu memikirkannya”. Ucap Eins dengan santainya “Kau tau, Aku sudah berkali-kali berada di tempat ini. Suasananya sudah tidak familiar lagi. Gedung-gedunya, Toko yang ada di pinggir jalan, orang-orangnya, bahkan semua dimulai oleh scenario yang sama. Namun, Akhirnya akan berbeda. Di Timeline lain aku akan putus asa dan menjadi gila, Di Timeline berikutnya aku akan meninggal karena infeksi.. Dan di Timeline ini.. aku tidak tahu tentang yang ini” Sepertinya Eins terdiam terpaku menatapku. Dia kehabisan kata-kata “Oh..uhmm..Wow.. aku.. tidak tahu harus berkata apa”. “Ya aku tahu itu. Semua orang bereaksi seperti itu setelah aku memberitahukan mereka tentang itu”. “Bisa kah kau menceritakan tentang ini.. Atau lebih tepatnya Timeline ini lebih detail lagi?”. “Ya, dengan senang hati. Jadi aku di tugaskan untuk mencari sumber masalah di Timeline ini. Tentang mengapa dunia ini tiba-tiba berhenti. Aku pun menemukan sumber masalahnya. Namun, ini akan menjadi berbahaya jika di musnahkan. Taruhan terbaikmu adalah nyawa mu sendiri.”. “Benarkah? Apa yang harus dimusnahkan?.” “Yang di musnahkan adalah ‘White Purify Crystal’. Itu adalah semacam Kristal saktral yang di lindungi sebuah kelompok kultus bernama ‘Immortality death’ yang dipimpin oleh Garry Schmith. Setauku kultus tersebut sudah pecah dan hilang, namun kekuatan tetua kultus masih tersimpan di sana, dan akan menjadi sangat bahaya bila di musnahkan. Itu seperti men-nuklir kota ini namun 10 kali lebih bahaya dari nuklir.” “Apa yang kita tunggu? Ayo, Segera hancurkan Kristal itu!” Aku sedikit kaget mendengar tanggapan Eins tentang hal tersebut. Dia seperti tidak memiliki rasa takut sama sekali. “Hey, Tenang dulu! Kita bahkan belum mengetahui lokasi tersebut” “Tapi, Mungkin aku mengetahuinya.” Rasa kaget, Bahagia, dan emosi-emosi lain yang tidak bisa aku deskripsikan tercampur aduk menjadi satu. “Benarkah?! Dimana itu?! Segera beritahukan itu padaku!” Eins pun mengeluarkan sebuah liontin kecil dari tasnya. “Garry Schmith bukan? Itu adalah nama ayah tiri-ku Garry Michele Schmith. Dia memberikan liontin ini kepadaku saat aku menginjak usia 6 tahun. Ia mengatakan bahwa aku dapat merasakan arwahnya di sana saat ia meninggal nanti. Dan kurasa ia memang benar. Dan-“ Tanpa berpikir panjang aku segera melempar liontin ke tanah dan menginjak nya sampai hancur berkeping-keping. Aku segera mengambil salah satu potongan Kristal tersebut dan melemparkannya ke Eins. Dengan begini, Terjadi ledakan dasyat dan seluruh kota berubah menjadi putih. Rasa yang aneh mulai menyelimutiku, Nostalgia. Ruangan putih, Dengkingan keras, Semuanya terasa nyaman bagiku. Kurasa aku akan berada di sini sampai aku menjadi gila dan siapa tahu sampai aku meninggal sampai saat itu aku akan sendirian disini. Aku meminta maaf terhadap Eins, Rekan kerja ku, Dan semua orang yang pernah aku temui.