Anda di halaman 1dari 6

Asterisk

Kuhirup asap rokok dari teman-temanku yang sedang mengebul-ngebul


merayakan ulang tahun salah seorang yang lain. Ku tatap langit malam yang penuh
dengan banyak bintang bak onde-onde yang ditutupi oleh biji wijen. Lah… kok malah
ngomongin makanan yah! Btw, namaku Yudhistira NaRendra. Aku hdup ditengah
kawasan pedesaan yang sangat terpencil, berhambur dengan banyak sawah di
permukaanya. Aku sekarang sedang merayakan ulang tahun salah seorang temanku,
yah meskipun pada awalnya aku tak mau ketika aku diajak oleh mereka. Tetapi,
mereka menawariku untuk bisa pergi ke bukit ini. Bukit dimana seseorang dapat
melihat pemandangan yang luar biasa, dari langit malam yang sedang berada pada
puncaknya para bintang-bintang berhamburan.
Mataku berkaca-kaca melihatnya, banyak rasi bintang yang bertebaran dilangit
mala mini. Hanya saja guyonan dari teman-temanku agak merusak suasana sih, tetapi
yang Namanya momen seperti ini pastinya tidak terhindar kemanapun aku bepergian.
“Ren! Lu ngapain dah diem aja!” sahut temanku dari belakang
“Berisik ah! Gw lagi lihat bintang dari tadi.”
“Oalah, coba lihat tuh langit siapa tahu bakal ada bintang jatuh! Nanti biar lu
buat permohonan.”
“Iya tuh Ren, nanti buat permohonan biar si Sugeng cepat punya jodoh, kasihan
nggak laku-laku.”
“Hahaha! Betul tuh Dam!”
“Ohh welah dalah kampret betul kalian! Tapi gapapa sih, siapa yang tahu bakal
terkabul.”
Candaan kami berempat melebur bersama malam yang terang di atas bukit ini
hingga tak terasa, waktu sudah menunjukan pukul 12 malam. Kami pun menyudahi
guyonan kami lalu bersiap-siap untuk kembali turun dari bukit, untungnya bukit ini
ngga tinggi-tinggi amat.
Jadi kami bisa mengasumsikan kalau tempat ini memang spot yang pas buat
wisata. Saat selesai memasukkan peralatanku dalam tas, aku tersadar kalau aku telah
ditinggal oleh teman-temanku 5 meter di depan. Sontak aku pun langsung bergegas
menyusul mereka.
“Woi! Tungguin lah.”
“Gak ah! Lu lama sih Ren.”
“Hayo.. awas nanti digondol setan!” salah satu temanku berusaha menakutiku.
“Mana ada! Gw anak kuliahan mana takut ama begituan.”
BLARRR
Suara keras tiba-tiba terdengar di belakang bukit, seperti halnya suara ledakan
bom. Kami berempat langsung menoleh kearah tersebut sepertinya tidak jauh dari
tempat berdiri kami sekarang. Awalnya aku takut kalau ini mungkin serangan teroris,
tapi setelah dipikir-pikir mana ada teroris mau nyerang pedesaan kaya gini. Oleh
karena itu aku semakin penasaran untuk melihat apa yang ada dibalik bukit itu. Aku
mengajak teman-temanku untuk ikut juga, tetapi mereka menolak dan memilih untuk

pg. 1
Asterisk
memaksaku kembali bersama mereka. Aku pun langsung refleks dan melepaskan diri
dari mereka kemudian langsung berlari menuju ke belakang bukit. Watakku memang
orang yang keras kepala, tapi sepertinya teman-temanku tidak ingin kalah. Mereka pun
mengikutiku sambil mengajakku untuk kembali.
Sesampainya di sana begitu terkejutnya kami berempat setelah melihat dengan
seksama dari kepulan asap terlihat sesuatu yang sangat asing di mata kami, bentuknya
oval dan berwarna putih. Padahal ledakan tadi sangat keras tetapi benda tersebut
hampir sama sekali tidak tergores. Sejenak aku berpikir dan berpendapat bahwa benda
tersebut mungkin adalah UFO.
BUSHHH
Tiba-tiba dari benda tersebut terbukalah seperti sebuah pintu berbentuk bulat.
Dari dalamnya keluar banyak asap, kami yang melihatnya sambil menutupi hiudng
dengan lengan, membuat berdebar jantung.
PLUKKK
Sesuatu berbentuk bulat dan memiliki warna coklat muda yang didominasi oleh
bintik-bintik coklat keluar dari dalamnya, itu kelihatannya merupakan mahluk hidup.
Dia baru saja mengeluarkan 4 kaki mungil dan satu antena di depanya.
“Ren… i-itu… Alien?” tanya Sugeng sambil memeluk Rendra.
“Apaan sih anjir, yang bikin gw takut malah lu yang meluk gw sekarang! Lepasin
njer!!” ujarku sambil berusaha melepaskan diri dari Sugeng.
“Apakah itu… onde-onde?” jawab Adam yang kelaparan.
“Buset dah! Itu tuh pasti Alien lah!” sahut Makmur ngegas.
“Ahh, masa ini yang namanya Alien? Bukanya biasanya badannya cungkring
kaya anak kurang gizi?” tanya Sugeng tidak percaya.
Setelah itu kami berdebat tentang mahluk apa itu. Selama beberapa menit. Aku
yang terdiam tiba-tiba dihampiri oleh mahluk tersebut yang jalanya seperti kucing.
Menurutku sendiri sih mahluk ini mirip dengan onde-onde, mungkin aku tertular
laparnya si Adam. Aku memberanikan diri untuk memegangnya, setelahnya dia
bereaksi seperti kucing yang menggeram. Mahluk ini agak penurut sepertinya.
“Lihat nggak menggigit!” ujar Rendra setelah memegangnya.
“Ngga gigit tapi nanti lu diculik ama bangsanya mau nggak?” tanya Makmur
dengan tegas mengingatkan Rendra.
“Gimana kalau kita bawa aja dia, lagian nggak berbahaya kayaknya.’’ Usul
Rendra.
“Mending kita jual aja! Nanti uangnya buat hura-hura, apalagi beli onde-onde
asli bisa dapat banyak malahan!” sangkal Adam dengan pendapatnya.
“Emang siapa juga mau beli mahluk aneh kaya gitu? Mending gua jual tuh tv
tabung gw ke pasar loak, kan masih ada yang mau beli!” tegas Sugeng menyangkal
dengan pendapatnya juga.

pg. 2
Asterisk
Beberapa saat kita berdebat di tempat kami berdiri, tiba-tiba muncul pelita
redup dari sang fajar yang sejenak menghentikan perdebatan kami. Akupun mengusul
pada teman-temanku agar aku saja yang membawa mahluk tersebut. Mereka pun
menyetujuinya. Akhirnya aku berpisah dengan teman-temanku setelah turun bukit.
Sedang Fajar mulai mengganti tabir malam yang gelap gulita.
Beberapa hari setelah aku membawa mahluk tersebut ke rumahku, dia hanya
berjalan memutari tempat di dalamnya, untung saja kedua orang tuaku merupakan
pekerja negeri yang jarang pulang ke rumah, sehingga aku bisa bernafas lega selama
mahluk tersebut tidak keluar dari sini. Tiba-tiba aku terpikir tentang sesuatu, karena
beberapa hari ini dia tidak makan. Padahal saat ku beri dia makan tempe dan tahu
mau-mau aja. Memangnya ada apa dengannya? Ku pun memutuskan untuk konsultasi
sama Makmur, karena dialah yang paling tahu maslah teori-teori ilmiah atau apalah itu
yang ada dimata kuliah fisika.
“Woi, Mur. Ada waktu nggak?”
“Ha! Emang apa? Gw baru bangun nih.”
“Dia nggak mau makan, aneh ngga sih?’’
“Lah, emang dia pernah makan? Lagian dia makannya apaan?”
“Awalnya gw kasih makan tahu ama tempe. Sekarang mah ngga mau makan
lagi.”
“Buset! Doyan dia makan begituan? Coba lu kasih makanan yang agak mahal
dikit lah, lu kan orang kaya Ren!”
“Lah gw lebih doyan makan tempe ama tahu daripada beli makanan di luar Mur!”
“Buset, efek mondok kelamaan ya gini dah. Lu jadi betah tirakat1, tapi inget Ren!
Dia bukan lu, dia itu mahluk luar angkasa cuy!”
“Iya juga ya. Hehehe.”
Selepas itu aku keluar rumah untuk membeli beberapa cemilan dan makanan
cepat saji buat ngasih makan mahluk tersebut. Meskipun aku agak heran dengan
mahluk itu saat dia menabrakkan dirinya ketempok tanpa alasan yang jelas, meskipun
pelan tapi cukup mengganggu dimalam hari ketika gw mau tidur.“ Namanya juga
tanggung jawab. Gumamku ditengah jalan.
BRAKKK
Tiba-tiba tak sengaja aku menabrak seseorang yang berpapasan denganku.
Wajahnya seperti orang luar, mungkin dari Jepang. Dia memakai kemeja putih yang
ditutupi jas putih seperti jas lab. Aku pun dengan segera membantu dia untuk
mengambil beberapa dokumennya yang tercacar di lantai lalu membantu berdiri.
Setelahnya aku meminta maaf kepadanya dengan bahasa Indonesia sambil
membungkuk, aku juga belum mengerti pasti dia berasal dari mana. Tetapi dokumen
yang ia bawa, aku melihatnya.
“Apa jangan-jangan.”

1
Tidak mewah-mewahan

pg. 3
Asterisk
Aku pun tiba di rumah, setelah aku memberi mahluk tersebut makanan ku
bawa. Benar kata Makmur dia lebih suka makanan yang dibeli di luar. ”Cih… pilih-pilih
makakan!”
Ya sudahlah, itu lebih baik. Dia terasa lebih semangat dari biasanya yang lebih
penting lagi, dokumen yang kulihat dari orang tadi mereka menahan pesawatnya orang
tersebut pasti salah seorang dari ilmuwan yang ingin mengejar mahuk ini. Untuk dibuat
bahan penelitian. Dalam keadaanku yang sedang berfikir, aku pun dihampiri oleh
mahluk tersebut dengan melompat-lompat pada kerahku. Sontak aku berfikir mungkin
dia ingin bermain denganku, aku pun langsung memegangnya dengan kedua tanganku
lalu memeluknya.
Alalngkah terkejutnya diriku, tubuhku berdiri di tempat yang tidak kukenal,
seperti halnya tanah gersang padang pasir. Tempat itu seperti dilanda peperangan yang
besar antar bangsa Antariksa. Mataku terfokus melihat di sela-sela peperangan itu di
tengah-tengah peperangan itu ternyata ada bangsa Antariksa yang sama dengan
mahluk ini. Akupun menyadari bahwa ini kemungkinan ingatan darinya. Masa lalu yang
membuat dia terbuang disini. Jauh dari planet kelahiranya. Bertahan hidup sendirian
dialam semesta yang luas ini.
DOK DOK DOK
Suara ketokan pintu menyadarkanku kembali dan keluar dari ingatan mahluk
tersebut. Apakah ayah dan ibu pulang? Kalau begitu aku harus cepat menyembunyikan
dia. Tunggu! Ayah dan ibu kalau masuk kerumah tidak pernah mengetuk pintu apalagi
pintunya tidak kukunci. Kemungkinan itu adalah orang lain, aku bisa bernafas lega
karena itu. Siapa tahu itu adalah teman-temanku “Iya tunggu sebentar.”
CKREKK
Alangkah terkejutnya setelah aku membuka pintu banyak pistol yang
ditodongkan padaku. orang-orang berjas hitam dengan tanda pengenal dikalungkan di
lehernya, mengepungku secara tiba-tiba dan membuatku panik aku tidak tahu apa
tujuan mereka sebenarnya. Tetapi, aku bisa mengasumsikan satu hal dari tanda
pengenal mereka. Bahwa yang mereka cari adalah-
“Cepat serahkan mahluk itu!”
“Kami diutus untuk menangkap subjek nomer 001.”
“Sebaiknya serahkan tanpa perlawanan karna nyawamu tidak ada dalam tugas
kita, Tindakan perlawanan hanya akan membawamu─”
BZZZT
Suatu seperti pengahalang muncul tiba-tiba di depanku. Kemungkinan itu
muncul dari mahluk itu. Apa dia… berusaha melindungiku? Tidak! Tidak bisa seperti ini,
seharusnya aku yang melindungnya aku harus membawanya kabur dari rumah ini, tapi
kemana aku harus pergi? Apakah… bukit itu. Itu benar, aku akan membawanya dimana
tempat pesawatnya berada di bawah tanah. Memang beresiko tetapi daripada ia
menjadi subjek penelitian aku lebih baik mencari cara agar dia bisa pergi ke tempat
yang lebih baik. Tempat dimana tidak ada ancaman baginya di planet yang bisa
menerima dia apa adanya, aku sudah tidak ingin melihat kenangan sedih itu lagi.

pg. 4
Asterisk
Aku langsung memegangnya dan memebawanya lari lewat jendela belakang
rumahku. Mungkin agak nekat, tetapi aku masih ingat tentang kata-kata temanku yang
mau membantuku setiap saat jika dalam kesulitan.
BRUMMM
“Woi Ren! Cepat naik!”
Adam tiba dengan mobil jeepnya diwaktu yang tepat. Sebenarnya setelah aku
berpapasan dengan ilmuwan tadi, aku sempat mengontak teman-temanku
mengenainya. Untung saja teman-temanku semuanya peka.
“Lo mau mati ya ren?” tanya Makmur tegas di dalam jeep.
“Udah gw bilang jual aja tuh mahluk biar dapet uang. Sekarang malah jadi gini
kan! Kita jadi berhadapan ama orang-orang berjas yang tidak jelas apa tujuanya.”
Tegas Sugeng di sebelah Makmur.
“Mereka pengen buat mahluk ini buat bahan penelitian. Padahal ingatan masa
lalu mahluk ini dia sudah cukup menderita! Gw ga bakal nyerahin dia!”
“Cih, selalu aja keras kepala!” tegas Adam.
“Tapi kami lebih keras kepala darimu!” dengan tersenyum Adam, Makmur dan
Sugeng berkata serempak.
Setelah beberapa jam mencari jalan yang aman agar tidak dibuntuti oleh orang-
orang berjas hitam. Kami akhirnya tiba di bawah bukit tersebut. Bukit dimana aku dan
teman-temanku bertemu dengannya untuk pertama kalinya. Kami pun langsung
menyiapkan peralatan untuk bersiap menuju tempat jatuhnya tempat pesawat
tersebut. Meskipun tahu bahwasanya kelompok peneliti itu sedang mendirikan pos
disana dan menahan pesawatnya (suara baling-baling helikopter).
Sepertinya kami kalah cepat, seperti rencana yang sudah ditentukan. Mungkin
ini memang nekat, tapi kita harus melakukanya kalau mau sampai di tempat tersebut.
Setidaknya mari kita beri mereka sedikit kejutan dengan apa yang kita bawa.
“Sip, kalau begini pasti bisa.” Tegas Makmur dengan tersenyum licik.
“Ren, cepet kita keluar!” minta Adam tergesa-gesa.
“Udahlah kalau gini nyerah aja kita, gw masih mau nikah Ren.”
“Tidak! percayalah, ini pasti bisa… mungkin.” Jawab Rendra ragu.
DRAG DRAG DRAG
Suara langkah kaki yang memakai sepatu boot terdengar nyaring. Aku agak
terkejut. Mereka sampai menyewa instansi militer swasta. Ini akan menjadi berbahaya
kalau seperti ini. Rencanaku adalah negosiasi paksa dengan meletakkan mahluk itu di
mobil dengan beberapa bom C4 yang diseludupkan Makmur. Sebenarnya aku agak
heran sama Makmur yang suka koleksi senjata. Tetapi kali ini hobinya bisa ku
manfaatkan karena dapat menyelamatkan kita. Kembali pada rencana, yaitu dengan
menukar pesawat dengan mahluk tersebut, dengan ancaman bila mana tidak mau aku
akan meledakan makhluk tersebut yang berada di mobil. Tetapi itu semua cuma tipuan
karena dia yang asli ada disalah satu backpack kami. Oleh karena itu setelah
mendapatkan pesawatnya kami akan langsung mendapatkan kami dan yap rencana

pg. 5
Asterisk
kami berhasil. Tapi yang jadi masalah adalah para tentara militer yang mereka sewa.
Ada kemungkinan mereka akan menodongkan senjatanya pada kami setelah
pertukaran selesai.
“Sialan!” Makmur bergumam.
“Aku akan meledakan C4-nya setelah pertukaran itu selesai, lalu kalian larilah.”
Tegas Makmur dengan berbisik.
“Lah, ga bisa gitulah Makmur! Utang lu gimana dong? Kapan lu bayarnya?” tanya
Sugeng sambil mencegah Makmur
“Buset malah ribut─”
Krek suara senjata yang ditodongkan
“Angkat tangan kalian! Serahkan mahluk itu! Atau kalau tidak kami akan
menembak!”
“Sialan! Kenapa seperti ini!”
ZUINGG
Tiba-tiba kami semua dikejutkan dengan suatu cahaya terang dari langit,
mataku terasa seperti melihat matahari dari dekat. Apa yang terjadi, apakah itu
pesawat luar angkasa?
Setelah peristiwa itu pun aku masih mengingat ketika ‘Dia’ mengucapkan salam
perpisahan padaku memakai semacam telekinesis. Pesawat yang kala itu
menjemputnya adalah unit terakhir dari spesiesnya yang ingin mencari tempat di
antara hamparan ribuan bintang ini yang cocok untuk ditinggali. Karena mereka
sebenarnya penemu teknlogi compresi supernova menjadi anti materi yang bisa
dijadikan bahan bakar dengan nilai tak terkira diseluruh alam semesta, oleh karena itu
mereka di incar oleh banyak ras alien lain.
2 tahun kepergiannya membawa perkembangan pesat di bumi karena di dalam
pesawatnya ternyata ada reactor anti materi yang mana segala ilmu mengenai materi
tersebut diberikan olehnya padaku saat perpisahan terakhir dengannya. Aku akan
selalau mengingat pemberianmu, tidak hanya itu aku akan menyusulmu diantara
ribuan bintang sana. Aku akan menemukanmu lalu kita bisa bersenang-senang kembali
seperti dulu. Bersama teman-temanku memandangi bintang di atas bukit kampung
halamanku
“Aku akan mencarimu.“ Rendra tersenyum menghadap langit yang dipenuhi
bintang yang bertebaran.
“Karena aku adalah seorang asterisk.”

~Fawwaz

pg. 6

Anda mungkin juga menyukai