Anda di halaman 1dari 57

Execute: Project P

Prologue

Sekarang adalah hari dimana bintang akan jatuh.


Bintang jatuh yang kumaksud ini jumlahnya banyak. Bisa
dibilang hujan bintang. Aku tahu informasi ini dari temanku
yang akan mengajakku ke tempat untuk melihat hujan bintang
tersebut. Temanku akan menjeput pada malam hari sekitar
jam delapan. Karena ini sudah jam setengah delapan malam,
jadi aku bersiap-siap untuk pergi ke sana dengan membawa
ransel isi minuman dan mandi tentunya. Beberapa menit
kemudian, temanku datang mengendarai mobil yang
sekiranya cukup lima orang.

Dia akhirnya datang di depan rumahku. Aku langsung


berjalan ke arah mobil dia untuk masuk di bagian tempat
duduk sebelah pengemudi. Aku duduk di tempat itu karena
tiga orang lagi duduk di belakang. Di perjalanan kami
bercanda gurau supaya tidak bosan. Sampai akhirnya
beberapa menit berlalu kami sampai di tempat yang kata dia
sangat cocok untuk melihat hujan bintang ini. Kami turun dari
mobil dan melihat padang rumput yang sangat luas dan
banyak orang yang sedang bersantai dengan matras mereka
sebagai alas tempat bersantainya. Kami akhirnya mencari

1
tempat untuk menjulurkan matras kita sambil menunggu
hujan bintang tersebut. Kami menunggu sambil memakan
cemilan yang sudah kita siapkan dari masing-masing rumah.

Akhirnya kami melihat sesuatu berwarna ungu,


oranye, merah, dan warna lainnya yang mulai berjatuhan
seperti bintang jatuh. Kurasa itu adalah hujan bintangnya.
Bintang tersebut tidak jatuh mengarah kita, melainkan seperti
memutari bumi ini. Tiba-tiba aku mendengar ledakan kecil
dari sebelah kananku. Terdengar seperti jauh.

“Kalian mendengar suara ledakan?” tanyaku.

“Tidak,” kata teman perempuanku yang mengenakan


topi merah.

“Kurasa aku mendengarnya.”

Tiba-tiba terdengar lagi suara ledakan dari kiri.

“Sepertinya memang suara ledakan,” kataku lagi.

“Benar juga.”

Tiba-tiba sekelompok orang berlari dari padang


rumput ini. Dia berlari sambil melihat ke atas. Aku melihat
sesuatu mengarah ke tempat orang itu. Dalam sekejap benda
yang jatuh tadi langsung meledak, membuat orang-orang

2
disekitar menjadi terbakar dan bahkan ada yang langsung jadi
abu. Aku dan teman-temanku langsung berlari ke arah mobil
tanpa merapihkan matras kami.

Kami berhasil masuk dan temanku langsung


menyalakan mobilnya lalu berjalan. Dengan cepat kami
menjauhi tempat tersebut. Setelah kami ke jalan ternyata
daerah kota yang kami tinggali telah hancur. Banyak jalan
yang berlubang, bahkan gedung-gedung pada rubuh. Kami
mencoba mencari jalan lain, tetapi sudah terlambat ketika
kami melihat sebuah bintang bercahaya berwarna hijau muda
berada di atas kami.

3
Ini Bukan Tempatku

Asap hijau menutupi jendela kamar, sementar itu


terdapat seekor tikus setinggi manusia dengan postur yang
bungkuk dan mata berwarna kuning sedang memasak
makanan bernama bubur. Makanan ini dia buat untuk nenek
tua yang berada di lantai atas. Lantai atas yang dimaksud
adalah lantai enam. Tikus ini bekerja di sebuah gedung
penginapan untuk mereka yang cacat dan lanjut usia. Gedung
ini sudah cukup tua jika dilihat dari temboknya dan tempatnya
juga tidak higienis. Bayangkan, sekotor apa tempat ini bila
ada asap hijau yang merupakan dari selokan.

Tikus ini membawa makanannya menggunakan


sebuah besi karatan. Dia kemudian menaiki lift yang akan
berjalan jika tombol lantainya ditekan dengan sangat kencang
atau ditekan sebanyak lima kali. Karena dia sudah terbiasa
jadi dia tidak kesal. Dia akhirnya masuk dan menunggu lift
tersebut sampai pada lantai atas. Lift tersebut akhirnya sampai
dan pintunya terbuka. Dia kemudian jalan menuju kamar yang
memiliki sebuah papan bergambar pita yang menggantung
dari atas pintunya. Dia membuka pintu tersebut tanpa
mengetuk.

4
“Makanan,” kata tikus tersebut.

“Ah, iya iya. Silahkan taruh di sini,” kata nenek


tersebut sambil menunjuk meja yang menempel di kursinya.

“Selamat makan,” kata tikus tersebut setelah menaruh


makanan.

“Temani aku dulu,” kata nenek tersebut dengan suara


yang sudah sangat lemah.

“Baiklah,” kata tikus tersebut tanpa rasa beban.

“Aku merasa tempat ini semakin lama semakin sepi,”


kata nenek tersebut sambil memakan buburnya.

“Yah, semakin banyak orang yang mati di gedung ini


terutama. Perawat dan pasien. Mereka yang tidak tahan
lingkungan ini akan keracunan dan mati.”

“Kau tidak?”

“Aku seekor tikus, aku sudah terbiasa dengan ini.


Hidupku dari dulu sudah berada di selokan, jadi lingkungan
ini hanya hal sepele.

“Haha. Jadi itu keuntungan seekor tikus.”

5
Tikus ini melihat nenek tersebut selama beberapa
detik.

“Aku pernah membaca dari salah satu buku, bahwa


makhluk sepertimu dinamakan manusia?” tanya tikus ini
sambil menutup jendela dan membuang sampah yang ada di
kamar ini.

“Ya. Apakah di sini tidak ada manusia?” tanya nenek


ini sambil menunjuk dirinya sendiri.

“Tentu tidak. Di sini hanya ada hewan dan hewan.”

“Ooohh.”

“Apa yang membuatmu berada di tempat ini?” tanya


tikus ini lagi.

“Awalnya aku hanya kabur, tetapi aku sudah terlalu


tua untuk kembali ke atas sana,” jawab nenek ini sambil
menunjuk ke atas.

“Kabur?” tanya tikus ini dengan ekspresi


kebingungan.

“Ada permasalah di tempat yang aku tinggali.


Mungkin pemberontakan.”

“Aaah, aku mengerti.”

6
Tikus ini kembali duduk di dekat nenek tersebut.

“Tidak rindu dengan anakmu atau cucumu? Jika kau


punya itu juga.”

“Hahahaha. Tentu saja aku rindu, tetapi mereka


sepertinya sedang bersetru. Dengarkan aku. Aku memiliki
satu anak perempuan cantik dan dua cucu yang cantik.
Mereka semua perempuan.”

“Sepertinya menyenangkan memilik orang yang


dikenal yang berada di sisimu hingga tua,” kata tikus ini
sambil memain-mainkan ekornya.

“Hahahaha. Tidak juga, itu hanya dirasakan ketika


mereka kecil, tetapi ketika mereka beranjak dewasa, mereka
memiliki keinginan dan mimpi mereka masing-masing.
Mereka akan meninggalkanku demi mimpi dan keinginan
tersebut. Apakah aku marah? Tentu tidak, aku juga begitu.
Kita semua sama. Aku hanya bisa merelakan mereka untuk
pergi dari sisiku. Toh, mereka juga akan mengunjungiku
lagi.”

“Sekarang?”

“Tentu saja tidak. Kedua cucuku bermusuhan dan aku


…, disini di tempat yang tidak diketahui oleh mereka yang

7
tinggal di atas,” kata nenek ini sambil menaruh piringya yang
sudah habis.

“Dunia atas terdengar menarik.”

Mereka saling diam dan memandang jendela yang


penuh dengan asap hijau seperti sedang menikmati hari
terakhir mereka.

“Apa yang kau lakukan habis ini?” tanya nenek ini.

“Apa ya …, aku juga kurang tahu. Aku ingin


mencoba keluar, tetapi hanya tempat ini yang bisa
kutinggali.”

“Keluarlah, tempat ini juga sudah semakin sepi


seperti yang kau katakan. Jika tempat ini sepi, maka pemilik
tempat ini akan menutupnya dengan segera.”

“Pemilik tempat ini sudah mati.”

“Begitukah? Tunggu apa lagi, keluarlah. Aku tidak


tahu kehidupan kalian para hewan-hewan, tetapi aku yakin
tempat ini sangat keras dan kejam dari dunia atas.”

Nenek ini memegang pundak tikus ini.

“Aku sudah hidup selama tujuh puluh sembilan tahun.


Aku bisa tahu apa yang bisa dilakukan setiap orang dengan

8
melihat matanya. Aku melihat matamu seperti sebuah peti
harta karun yang kosong. Peti harta karun yang haus akan
harta. Aku bisa melihat potensimu.”

“Potensi? Seperti kriminal atau pemimpin mafia?”

“Bisa. Itu semua hanya kau yang bisa


menentukannya.”

Tikus ini langsung melhat ke arah mata nenek


tersebut.

“Matamu sudah memudar. Apa tidak apa-apa jika kau


mati di tempat ini?”

“Biarlah. Lagian mati di tempat ini tidak begitu


menyakitkan.”

“Aku akan pergi jika kau sudah mati.”

“Hahaha. Kau kira aku akan mati hari ini?”

Tikus tersebut melihat bercak mereah di sebelah


kanan kasur nenek tersebut.

“Kau selalu muntah darah. Terlihat dari sebelah kanan


kasurmu.”

9
“Hahaha. Sepertinya begitu. Baiklah temanilah aku
hingga akhir cerita hidupku.”

“Kau menggunakan bahasa aneh lagi.”

Mereka saling diam menunggu akhir cerita dari nenek


tersebut. Mereka menunggu tanpa mengeluarkan sepatah kata
apapun. Beberapa menit kemudian, lengan nenek tersebut
mulai melemas sehingga turun dari atas kasur. Tikus ini
langsung menyadarinya.

“Tenang saja, kau mendapat akhir cerita yang damai.”

Tikus ini langsuung keluar dari kamar tanpa menutup


pintu, berjalan ke arah lift, lalu menekan tombol lantai satu.
Lift tersebut turun hingga akhirnya sampai pada lantai satu.
Tikus ini langsung berjalan ke arah kamarnya yang penuh
dengan alat-alat aneh. Dia hanya mengambil rompi dengna
kerudung, lalu kait dengan rantai yang berada di belakang
pintu kamarnya, ransel pinggang, dan beberapa botol kaca
yang berisikan minyak, cairan ungun, dan cairan merah. Dia
memasukan botol-botol tersebut ke dalam ranselnya yang dia
gantung di pinggangnya. Tikus ini langusng keluar agak jauh
dari tempat ini. Dia mengambil botol berisikan minyak
tersebut. Dia melemparkan beberapa botol tersebut ke arah
gedung. Setelah itu, dia mengambil bebrapa botol berisi

10
cairan ungu dari ranselnya, lalu melemparnya lagi. Setelah itu
dia mengambil satu botol berwarna merah, lalu melemparnya
ke gedung yang sudah terkena cairan-cairan aneh dari botol
dia. Gedung tersebut lansung meledak seperti kembang api
sehingga membakar seluruh gedung tersebut.

Tikus ini langsung berbalik badan untuk keluar dari


wilayah tersebut.

“Haruskah aku membangun nama terlebih dahulu?”

Raja Selokan

Di sebuah selokan yang sangat besar dan luas,


terdapat seekor tikus dengan kait dan tas yang berisi botol
kaca yang berisikan cairan-cairan berwarna. Dia sedang
mencari barang-barang dari selokan yang dia kunjungi, entah
itu barang rongsok atau barang bagus. Dia memiliki
kecerdasan yang tinggi sehingga dia mampu membuat barang-
barang yang dia temui menjadi barang jadi yang sangat
berguna. Contohnya benda berbentuk lingkaran dengan

11
rongga-rongga di pinggirnya. Benda itu berfungsi untuk
mendeteksi magnet.

Tikus tersebut berjalan ke arah benda tadi bergerak.


Dia terus mengikuti benda tersebut, hingga akhirnya dia
menemukan sebuah tumpukan sampah yang penuh dengan
sampah-sampah logam.

“Jackpot,” kata tikus ini sambil memutar-mutarkan


kait di tangan kanannya.

“Mari kita coba aku mendapat barang apa,” kata dia


sambil melempar kait yang dia putar-putar tadi. Kait tersebut
disambungkan oleh rantai. Ketika kaitnya sudah mengenai
barang, dia langsung menariknya dengan kuat.

“Kotak besi?” kata dia setelah menarik kait tersebut.


Dia akhirnya membuka kotak besi tersebut dengan rasa
penasaran yang tinggi. Dia membuka kotak tersebut tanpa
menggunakan tenaga karena gamapng dibuka tutup dari kotak
besi tersebut. Dia melihat sebuah batu bersinar berwarna
hitam.

“Berlian? Haruskah ku jual atau ku olah menjadi


barang? Pilihan yang sulit, dijual mungkin akan untung
banyak, tetapi aku masih pensaran apa yang bisa kubuat dari

12
batu ini,” kata dia sambil mendekatkan batu bersinar tersebut
ke mata kanannya.

Tiba-tiba terdengar suara gema dari belakang


tumpukan sampah logam tersebut. Suara gema tersebut sangat
keras sehingga membuat tikus tersebut terkejut. Suara gema
tersebut semakin lama tambah pelan, hingga akhirnya suara
tersebut berhenti. Karena hal ini, dia langsung menyimpan
batu bersinar tersebut di saku rompi dan mencoba memutari
tumpukan sampah logam tersebut. Sesudah memutar, dia
melihat sebuah terowongan yang diterangi oleh cahaya yang
masuk dari lubang-lubang yang ada di atas terowongan ini.
Terowongan ini juga dibelah oleh cairan warna hijau yang
menyala. Cairan hijau menyala ini beracun, tetapi karena
Tikus ini kebal terhadap racun jadi dia berjalan di cairan ini.

Dia terus berjalan hingga kira-kira di tengah


terowongan dia melihat sebuah cairan yang menggumpal
setinggi lututnya. Dia mencoba mendekati gumpalan tersebut.

“Shhht,” kata seseorang entah dari mana.

Tikus ini mencoba melihat ke arah depan dengan


sangat teliti untuk mengetahui siapa yang berbicara.

“Di bawah,” kata orang ini dengan pelan.

13
Tikus ini hanya melihat ke bawah dengan
kebingungan.

“Tepat di depanmu,” kata orang ini lagi.

“Gumpalan?” tanya Tikus ini.

“Ya,” balas makhluk gumpalan ini dengan pelan.

Tikus ini langsung jongkok.

“Apakah kau yang membuat suara tadi?” tanya Tikus


ini sambil mencolok gumpalan ini dengan jarinya secara
pelan.

“Suara apa? Tolong berhenti menusukku,” kata


gumpalan ini dengan pelan.

“Ngomong-ngomong apa yang sedang kau lakukan di


sini?”

“Aku sedang dikejar oleh seseorang. Jadi, bisa tolong


bantu aku?” kata gumpalan ini.

“Hmmm, tolong beritahu aku batu apa ini, baru akan


membantumu,” tawar Tikus ini sambil mengeluarkan batu
bersinar dari sakunya.

14
“Itu …, seriuskan aku tidak salah lihat?” kata
gumpalan ini dengan terkejut.

“Cepat katakan, batu apa ini?” kata Tikus ini sambil


mencolok gumpalan ini lagi.

“Baik, tolong berhenti mencolokku. Itu adalah batu


Teorit,” kata gumpalan ini.

Tiba-tiba mereka saling diam. Tikus ini langsung


melebarkan matanya tanda kebingungan.

“Fungsinya?” tanya Tikus ini.

Tiba-tiba terdengar suara besi dari atas terowongan.

“KETEMU!!!!” kata seseorang dari atas. Tiba-tiba


terowongan bagian atas runtuh. Dari asap reruntuhan tersebut
muncul seekor serigala yang beridiri sangat tinggi. Tatapan
dia langsung terpaku pada batu Teorit yang dipegang si Tikus.

“Aaaah, ada si lendir dan batu Teorit,” kata dia


dengan nada yang mengerikan. Dengan cepat dia langsung
menerjang dan terbang ke arah si Tikus dan Lendir.

Si Tikus dengna cepat langsung melempar kaitnya ke


atas sehingga dia bisa melemparkan badan dia ke atas dan
memegang sela-sela terowongan tersebut.

15
“Apakah itu yang mengejarmu dari tadi?” tanya Tikus
ini sambil melihat ke bawah.

“Ya,” balas si Lendir yang terdengar dari samping


telinga kanan si Tikus.

“Sejak kapan kau ada di pundakku? Dia terlihat


sadis,”

“Matilah kita,” kata Lendir ini dengan suara pasrah.

Serigala itu langsung terbang lagi mengarah ke si


Tikus. Karena dia tahu dia bakal menyerang lagi, maka tangan
dia sudah siap-siap di dalam tas pinggangnya. Ketika si
Serigala mengarah mereka, dia langsung melempar botol
bening ke arah badannya sehingga badannya dilumuri oleh
cairan bening tersbeut.

“Huaekk!!! Apa ini?Minyak?” kata Serigala ini,


sementara si Tikus dan Lendir langsung turun dan keluar
menuju ke tempat dimana tumpukan logam tadi berada.

“Makan ini,” kata si Tikus sambil melempar botol


berisi cairan berwarna merah. Sayangnya, botol tersebut
melayang di tengah udara.

“Terbang?” tanya si Tikus ini dengan heran.

16
“Cepat kabur, dia punya kekuatan untuk
mengendalikan gravitasi,” kata si Lendir ini dengan panik.

“Masuk akal sih, tapi ngomong dari tadi dong!” kata


Tikus ini dengan tenang.

Serigala tersbeut langsung melempar balik botol


tersebut, tetapi si Tikus berhasil menghindar, sementara itu si
Lendir masih menempel di pundak si Tikus.

“KENAPA KAU LEWAT SITU? Kenapa tidak lewat


dimana dia mendarat tadi?”

Si Tikus langsung berhenti sejenak dan melihat


kaitnya.

“Benar juga. Meskipun beresiko, mari kita coba


melawan dia,” kata si Tikus sambil mengambil botol berisi
cairan warna merah. Tikus ini sepertinya memiliki rencana
untuk melawan dia. Dia memeperhitungkan semuanya di
dalam pikiran dia. Dia mencoba untuk menunggu Serigala
tersebut mendekat ke arah mereka, kemudian dia bisa
menyerangnya dengan serangan kejutan karena jarak jauh
tentu saja sudah kebaca.

“Maksudku, kita tinggal kabur, tidak usah melawan


dia …, astaga, matilah kita,”

17
Tiba-tiba Serigala tersebut sudah berada di samping
mereka sambil merentangkan cakarnya untuk menyerang
mereka. Karena si Tikus sudah membaca gerakan dia, si Tikus
langsung menghantam botol cairan warna merah ke badan dia
yang sudah dilumuri minyak. Badan dia langsung kebakar dan
si Tikus berhasil menghindari cakar dia dengan cara
menunduk.

Dia langsung berlari ke arah tempat dimana lubang


terowongan tersebut yang dibuat oleh Serigala. Setelah
menemukan, dia langsung melempar kaitnya ke atas lubang
tersbeut dan melemparkan dirinya ke arha lubang tersebut.
Ketika mereka sudah mau keluar tiba-tiba tubuh mereka
tertarik ke bawah.

“BERHENTI!!!” kata Serigala tersebut sambil


mengarahkan tangannya yang kebakar ke arah mereka.

Badan mereka langsung terjatuh.

“Aghk,” reaksi kesakitan dari si Tikus.

Serigala tersebut yang sudah terbakar dengan api,


langsung menerjang mereka. Si Tikus langsung meraba-raba
pinggangnya, ternyata tasnya terjatuh dari pinggang dia.
Serigala tersebut semakin mendekat, tetapi tiba-tiba badan
serigala tersebut meledak dengan asap ungu di badannya.

18
Si Tikus langsung melihat ke kanan. Dia melihat
Lendir di dalam tasnya yang terlempar tadi, sedang
memegang botol cairan berwarna ungu. Lendir tersebut bisa
membentuk bagian sisi kanannya menjadi tangan. Si Tikus
yang melihat ini langsung mengacungkan jempol.

“Siapa namamu?” tanya Tikus ini.

“Fluig. Kau?” Tanya balik dari si Lendir.

“Yersinia.”

19
Teorit

Fluig si lendir hijau dan Yersinia si tikus setelah


kejadian serigala pada waktu itu membuat mereka menjadi
terus bersama. Mereka terus menyusuri selokan dan gorong-
gorong yang ada. Karena kejadian serigala itu, mereka jadi
melupakan sesuatu yaitu batu Teorit. Batu yang bersinar
warna hitam yang ditemukan oleh Yersinia pada waktu itu.
Hingga akhirnya, Fluig menyinggung tentang batu tersebut.

Mereka berdua sedang bersantai di selokan yang tidak


berpenghuni sambil memakan makanan pulungan mereka.
Makanan tersebut berupa kadal berwarna hijau. Mentah
tentunya.

“Apa yang akan kau lakukan dengan batu Teorit itu?”


tanya Fluig dalam tas Yersinia.

“Batu apa itu?” balas tanya Yersinia sambil melihat


tasnya.

“Itu, batu yang bersinar warna hitam.”

Yersinia merogoh saku rompi kanannya.

20
“Ini maksudmu?” tanya dia sambil menunjukan batu
tersebut.

“Ya. Dari reaksimu, sepertinya kau tidak tahu batu


apa ini.”

Yersinia menggaruk-garuk dagunya

“Ya. Emang apa gunanya?” tanya Yersinia sambil


melemparnya ke atas lalu menangkapnya.

“Jangan dilempar-lempar! Akan kuberitahu kegunaan


batu itu. Batu Teorit atau batu misterius ini memiliki reaksi
yang berbeda kepada setiap orang.”

“Kekuatan super?” tanya Yersinia sambil melotot ke


arah batu itu.

“Bisa dibilang begitu. Contohnya adalah si serigala


yang kita lawan waktu itu. Kita sebut saja kekuatan batu
tersebut adalah Teorit, sesuai namanya. Kemungkinan Teorit
dia adalah gravitasi.”

“Masuk akal, soalnya dia bisa terbang. Serigala apa


coba yang bisa terbang.”

Yersinia melihat kembali tasnya.

21
“Jadi, bagaimana cara mendapat kekuatan dari batu
ini?”

“…”

“…”

“Baagaimana?” tanya Yersinia lagi.

“Mana kutahu, aku tidak pernah mendapat batu


tersebut.”

“Yasudahlah. Toh, nanti juga bisa kutemukan


sendiri.”

Mereka akhirnya berdiam dan melanjutkan makan


makanan pulungan mereka. Setelah makan, mereka langsung
berangkat. Sebelumnya juga, Yersinia telah membuat alat
yang mendeteksi gelombang panas dari makhluk hidup. Dia
membuat ini dengan menggunakan antena infrared yang dia
temukan di rongsokan tentunya. Antena tersebut berwarna
oranye yang disambungkan dengan alat komunikasi visual
bekas yang dia perbaiki.

“Bagaimana kau tahu cara membuat alat tersebut?”


tanya Fluig.

22
“Aku sejak dulu memang suka membuat benda-benda
dari rongsok, jadinya aku sudah terbiasa.”

“Itu saja?”

“Ya.”

“Jenius.”

Tiba-tiba alat pendeteksi panas tersebut menunjukan


titik merah dalam layarnya. Yersinia langsung memasukan
kembali batu Teorit tersebut dan mengambil kaitnya.

“Saatnya pergi.”

“Mengapa kau menjauhi mereka?”

“Tempat ini …, maksudku seluruh tempat yang kita


tinggali ini sangat berbahaya.”

“Wow, kau pasti sudah hidup sangat lama.”

“Tidak, hanya saja aku merasakan demikian.”

Mereka akhirnya memutuskan untuk berjalan dan


menjauhi titik merah tersebut. Mereka terus berjalan hingga
akhirnya menemukan sebuah tempat keluar yang sekaligus
menjadi tempat masuk selokan yang mereka tempati. Yersinia
langsung memanjat dan membuka tempat penutup selokan

23
tersebut. Ketika mereka keluar, mereka baru menyadari
bahwa tempat tersebu sangat sepi. Orang awam saja yang
baru datang pasti bisa tahu bahwa tempat ini seperti tidak
berpenghuni. Tidak ada kendaraan, tidak ada sampah, tidak
ada bangunan yang lampunya menyala, dan tidak ada suara
orang.

“Apakah kita berjalan terlalu jauh?” tanya Yersinia


sambil membuka tong sampah kosong yang dia temukan.

“Entah, aku juga baru tahu ada tempat ini.”

Yersinia terus menjelajahi tempat tersebut, sementara


Fluig yang ada di dalam tas Yersinia hanya melihat sekeliling.
Mereka terus menjelajahi tempat tersebut hingga akhirnya
menemukan sebuah tempat yang luas dengna pagar yang
bertuliskan Milita.

“Sepertinya ini seperti tempat militer,” kata Fluig


dengan menduga.

Mereka memutuskan untuk masuk. Di dalam, mereka


melihat tenda-tenda robek yang lumayan besar. Selain tenda,
ada senjata-senjata api yang sudah rusak. Entah itu gagangnya
atau skopnya. Dari kejauhan juga terlihat sebuah bangunan
besar yang tidak rata tingginya.

24
“Bangunan apa itu?” tanya Yersinia sambil menunjuk
bangunan tersbut.

“Sepertinya markas pusat, tetapi bagaimana tempat


sebesar ini bisa ditelantarkan?”

Tiba-tiba mereka mendengar suara dari kiri.

“Apa itu?” tanya Fluig dengna suara yang bergetar


sedikit ketakutan.

Yersinia langsung medekati suara tersebut. Di sana


dia melihat sebuah pintu kecil yang menempel di atas tanah.

“Ruangan bawah tanah?” kata Fluig.

“Bukan selokan?” tanya Yersinia sambil memegang


gagang pintu kecil tersebut.

“Tidak semua pintu seperti ini itu mengarah ke


selokan.”

“Info yang bagus.”

Yersinia langsung menarik gagang tersebut. Mereka


melihat ke bawah ruangan tersebut. Mereka lumayan terkejut
karena ruangan tersebut sangat terang.

25
“Bagaimana ruangan tersebut bisa terang, sementara
di luar sana gelap?” tanya Fluig dengan heran.

“Sepertinya tempat ini masih teraliri oleh listrik,


tetapi karena tidak ada penghuni jadi gelap.”

Mereka akihrnya menelusri ruangan tersebut. Tiba-


tiba dari kanan ada seseorang dengan pakaian serba hitam dari
baju hingga roknya muncul dari kegelapan, membawa sebuah
senjata api panjang. Lebih parahnya dia bukan membawa lagi,
melainkan mengarahkan senjatanya ke arah mereka.

“Jangan bergerak!” perintah orang tersebut yang


terdengar suara perempuan.

Mereka terdiam.

“Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya orang ini


dengan tegas.

Yersinia dan Fluig tetap terdiam, tetapi Yersinia


melihat tangan dia sangat kurus dan gemetar.

“Kami mendengar suara dari sini, jadi kami ke sini.”

Perempuan tersebut mengokang senjatanya.

“Tunggu, kau mengerti apa yang dia bicarakan?”


tanya Fluig.

26
“Ya, kau tidak?”

“Kau bicara apa?” teriak perempuan tersebut.

“Tentu saja tidak. Ngomong-ngomong dia sepertinya


marah.”

Yersinia langsung tersadar akan sesuatu.

“Kau manusia?” tanya Yersinia dengan bahasa yang


berbeda.

“Kau ngomong apa lagi?” tanya Fluig yang ketakutan


dan kebingungan.

“Kau, bisa bahasa manusia?” tanya perempuan ini


sambil menurunkan pengawasan dia.

“Biar aku urus ini,” bisik Yersinia kepada Fluig.

“Silahkan.”

“Ya aku bisa, aku dulu punya teman manusia.”

“Manusia?” tanya perempuan ini dengan tidak


percaya sambil menurunkan senjatanya perlahan.

Perempuan tesebut langsung berjalan cepat mendekat


ke Yersinia, tetapi dia terjatuh karena kakinya lemah.

27
“Beritahu aku dimana manusia itu berada?” tanya
perempuan ini dengan tangan yang menutupi matanya.

“Dia sudah meninggal. Lagian dia sudah tua.”

Perempuan tersebut langsung menangis.

“Lagian apa yang kau lakukan di sini. Apa kau kabur


dari sesuatu?” tanya Yersinia sambil membantu perempuan
ini bediri.

Perempuan ini terus menutup matanya.

“Aku juga tidak tahu mengapa aku ada disini. Aku


hanya mengingat hari ini dimana aku bangun dan …, sudah
itu saja,” kata perempuan ini sambil ditopang oleh pundak
Yersinia yang lebih pendek darinya.

“Baiklah.”

Mereka akihrnya keluar menaiki tangga.

“Apa kau bisa jalan?” tanya Yersinia.

“Aku tidak bisa merasakan kakiku.”

“Kau bisa mengangkat senjata api yang terlihat berat,


tetapi jalan tidak bisa,” sindir Yersinia.

28
Perempuan tersbeut hanya diam. Yersinia ingin
menanyakan sesuatu lagi, tetapi dia tahu bahwa perempuan ini
pasti tidak akan bisa membawanya. Mereka berjalan ke arah
salah satu tenda yang kelihatan lebih mendingan dari tenda
lain untuk membaringkan perempuan ini. Ketika
membaringkan, Yersinia kaget dengan muka perempuan ini.

“Apa yang terjadi dengan matamu?” tanya Yersinia


sambil menunjuk sebuah luka seperti melepuh yang dari jidat
membelah tua ke arah matanya.

“…”

“Astaga itu apaan?” tanya Fluig yang dari tadi diam


saja.

“Ah, aku baru sadar ada kau. Tumben diam saja?”


tanya Yersinia dengan nada sarkas.

“Aku saja tidak tahu kalian bicara apa, yasudah aku


diam saja.”

Yersinia melihat ke arah perempuan tersebut.

“Apa kau lapar?”

“Tidak,” jawab perempuan ini.

29
“Yasudah tunggu kami, kami akan melihat keluar
sebentar.”

Perempuan ini hanya mengangguk. Yersinia dan


Fluig keluar dari tandi. Mereka melihat ke bangunan tinggi
tadi yang tidak rata. Mereka melihat sebuah keanehan.

“Apa kau merasa bangunan itu atasnya semakin


pendek?” tanya Yersinia.

“Kurasa,” balas Fluig dengan ragu.

Tak lama kemudian, terjadi getaran dari tanah.


Getaran tanah tersbeut sangat kencang hingga mereka hampir
terjatuh. Mereka langsung masuk ke dalam tenda.

“Apa kau merasakannya?” tanya Yersinia kepada


perempuan ini.

“Yah, apa itu?” tanya perempuan ini dengan sedikit


takut.

“Aku juga tidak, tahu. Mari pergi,” kata Yersinia


sambil mengangkat tangan perempuan tersebut ke pundaknya.

Tiba-tiba Fluig keluar dari tas. Dia langsung


melebarkan badannya hingga lebih besar dari Yersinia.

30
“Taruh dia di atas badanku!” suruh Fluig kepada
Yersinia.

Tanpa bertanya Yersinia langsung menarih


perempuan tersebut ke atas Fluig yang sudah membesar.
Mereka akhirnya kabur dari tempat ini. Ketika mereka dalam
perjalanan keluar, terdengar suara retakan tanah. Karena
mereka merasakan bahaya, mereka tidak mempedulikan suara
tersbeu tdan berhasil keluar dari tempat tersebut. Mereka
berbalik badan dan melihat gedung tadi bergerak.

Gedung tersebut ternyata adalah naga. Itu


menjelaskan mengapa bangunan tersebut tidak rata. Naga
tersebut sangat besar dan terbuat dari besi. Retakan tanah
tersebut semakin besar hingga mengarah ke mereka. Dari
retakan tersebut muncul besi panjang yang bergerak ke atas.
Ternyata itu adalah ekor dari naga tersebut. Naga tersebut
sepertinya tidak mengetahui keberadaan mereka, jadi naga
tersebut langsung terbang ke atas dan hilang dari permukaan.

“A-APAAN TADI ITU?” tanya Fluig sambil


berterikan terkejut.

“Aku pernah membaca dibuku bahwa itu adalah naga.


Kukira itu hanya fantasi,” balas Yersinia dengan tenang.

31
“MENGAPA KAU BISA SETENANG INI. LALU
APA ITU NAGA? SEJENIS KADAL ATAU REPTIL?”

“Reptil terbang kurasa.”

Yersinia langsung melihat ke arah perempuan


tersebut.

“Apa kau lihat tadi?” tanya Yersinia sambil menunjuk


dimana bangunan tersebut tadinya berada.

“Aku tidak melihat apa-apa, tetapi aku meliaht


mereka,” kata perempuan tersebut yang badannya
membelakangi tempat tersebut.

“Mereka?” tanya Yersinia sambil membalikan badan.

“Kenalanmu?” tanya perempuan ini.

“Bukan, apakah itu kenalanmu?” tanya Yersinia


kepada Fluig sambil mengganti bahasanya.

“Bukan. Kukira itu patung jadi aku tidak


menanyakannya padamu.”

Mereka melihat dua orang. Di kanan terdapat robot


dengan katana di tangan kanannya, lalu matanya berwarna
kuning menyala yang memanjang hingga mulutnya. Lalu ada
uraian besi di kepalanya seperti rambut di kepang, lalu

32
terdapat baut-baut yang dari bahu hingga belakang tangannya,
dan mengankan kain kuning yang dililit hingga pahanya. Kain
kuning tersebut terbelah dua hingga seperti celana dan
panjang dibelakangnya.

Di kiri terdapat makhluk dengan badan gurita di atas


badan robot warna hitamnya. Badan robot tersebut bercorak
segitiga seperti tanda panah. Lalu di tangannya terdapat
selang kaca yang isinya cairan berwarna biru yang
menyambung dari sikut hingga bagian pergelangan
tangannya. Dia membawa senjata seperti shotgun.

Si gurita tersebut mengarahkan senjatanya ke arah


kami.

“Ikut kami atau mati di sini!” ancam gurita tersebut.

“IKUT,” balas Fluig dengan suara yang lantang.

Yersinia melihat ke arah Fluig.

“Baiklah, kami ikut. Oh ya, orang yang tiduran ini


tidak bisa berjalan jadi lupakan dia.”

“Lumpuh?” tanya robot yang membawa katana


tersebut.

33
“Mungkin cacat,” jawab Yersinia sambil melihat ke
atas seperti sedang berbohong.

“Turut berduka,” doa si robot tersebut

“Turut berduka,” ikut Yersinia

Perempuan ini melihat Yersinia yang berada di


samping kanannya.

“Apa kata dia?”

“Turut berduka,” balas Yersinia dalam bahasa


manusia dengan nada menyindir

“Aku belum mati.”

34
Makhluk Berumur Jutaan Tahun
kembali Hidup

Mereka berlima menuju sebuah tempat yang katanya


itu adalah markas si gurita dan robot ahli pedang. Mereka
menaiki sebuah kereta gantung yang mengarah ke dalam
tanah. Yersinia duduk bersebelahan dengan si robot ahli
pedang, sementara itu Fluig yang sedang membawa
perempuan lumpuh ini duduk bersebelahan dengan si gurita.
Aku tidak bisa bilang Fluig duduk karena dia tidak memiliiki
bokong.

“Rasanya aneh jika kami tidak tahu nama kalian,”


kata Fluig.

Mereka berdua tidak membalas.

“Baiklah,” balas Fluig dengan canggung.

Tiba-tiba dari jendela kereta gantung ini, terlihat


sebuh cahaya berwarna biru. Cahaya biru tersebut seperti di
dalam gua yang sangat besar.

“Markas kalian?” tanya Yersinia sambil menunjuk ke


jendela depan.

35
Tiba-tiba kereta gantung tersebut berhenti dan dalam
waktu yang bersamaan, muncul sebuah gambar hologram
yang menunjukan kepala belalang sembah.

“Selamat datang di Historic Department. Tolong


tunjukan identitas kalian,” kata belalang dalam hologram ini.

“Ochdoctus dan Bushi,” kata si kepala gurita.

“Ah, kapten. Silahkan masuk.”

Gambar hologram tersebut langsung menghilang dan


pintu yang menjadi tempat hologram tadi terbuka. Setelah
terbuka, kereta gantung ini kembali melaju.

“Jadi, nama kalian Ochdoctus dan Bushi,” kata


Yersinia sambil menunjuk si gurita terlebih dahulu lalu si
robot.

Mereka berdua tidak menjawab.

“Kuanggap itu sebagai iya.”

Kereta gantung tersebut akhirnya berhenti. Kami


keluar yang di dahului oleh Bushi si robot ahli pedang,
kemudian Ochdoctus si gurita, Yersinia, dan terkahir Fluig
yang sedang membawa perempuan lumpuh. Ketika keluar
Yersinia dan Fluig terkejut karena mereka disambut oleh

36
pasukan-pasukan yang berderet dari sisii kanan dan kiri.
Mereka diperlengkapi dengan senjata dan alat pelindung dari
kepala hingga kaki yang berwarna hitam.

“SELAMAT DATANG KAPTEN!!!” sambutan dari


para pasukan-pasukan tersebut

“Sudah-sudah kembali ke pos masing-masing. Oh ya,


tolong hubungkan aku dengan ketua,” kata Ochdoctus sambil
melambaikan tangannya kepada mereka seperti mengusir.

Datang seseorang dengan kepala gagak tanpa


mengenakan perlengkapan seperti pasukan-pasukan tadi. Dia
hanya mengenakan baju berkerah berwarna putih dan dia
tidak berkaki. Dia hanya terbang.

“Sudah kuhubungkan,” kata gagak ini yang ternyata


adalah perempuan.

Tiba-tiba muncul hologram yang hanya menunjukan


mata dari seseorang. Matanya berwarna biru seperti es dan
retinanya pupil seperti pupil ular.

“Apakah ada jejak dari House of Ningrat?” tanya


ketua tersebut.

37
“Negatif, tetapi kami menemukan seekor tikus, cairan
hijau? Dan perempuan? Manusia? Kalau tidak salah namanya
itu,” balas Ochdoctus dengan sedikit ragu.

“Bawa mereka ke tempatku!”

“Laksanakan,” balas Ochdoctus dengan santai.

Yersinia dan Fluig saling menatap karena mereka


kebingungan dengan apa yang sedang terjadi. Untuk
perempuan yang dibawa Fluig, dia sedang tidur. Bushi dari
belakang mendorong mereka dengan tujuan untuk
memberikan isyarat bahwa mereka harus mengikuti
Ochdoctus. Mereka menaiki sebuah elevator. Ochdoctus
menekan tombol dengan tulisan angka 18 yang terletak paling
atas. Mereka menunggu hingga akhirnya pintu elevator
terbuka pada lantai 15. Dari balik pintu elevator tersebut
masuklah sebuah figur dengan kepala belalang sembah yang
mengenakan tuxedo.

“Ah kau yang tadi di pintu masuk,” kata Fluig.

Dia hanya diam, tetapi melihat ke arah Fluig.

“Apa diam adalah hobi kalian,” kata Fluig lagi


dengan nada kesal.

38
Mereka akhirnya sampai pada lantai 18. Pintu tersebut
terbuka. Mereka keluar dari pintu elevator tersebut dan
melihat sebuah mata yang besar dibalik jendela kaca tersebut.
Mata tersebut seperti pada hologram tadi. Fluig dan Yersinia
langsung menyadari beberapa hal. Satu adalah elevator ini
memang ada di dalam ruangan ini dan kedua adalah ketua
mereka memang berukuran sangat besar karena mereka bisa
melihat sebuah sisik dari balik jendela tersebut.

“Selamat datang Ochdoctus, Bushi, Keptbatta, tikus,


cairan hijau, dan manusia. Jadi, siapa kalian wahai tikus,
cairan hijau, dan manusia?” tanya mata besar ini dengan suara
yang mengema dan mengerikan.

“Aku Yersinia dan dia Fluig adalah seseorang yang


menjelajahi selokan dan gorong-gorong untuk bertahan hidup
yang kebetulan menemukan manusia perempuan di sebuah
pangkalan militer yang ternyata di situ terdapat sebuah
bangunan yang berubah menjadi naga,” jawab Yersinia
dengan sangat tenang hingga membuat Fluig yang ketakutan
terkejut.

Tidak hanya Fluig yang terkejut, melainkan semua


orang yang ada di sini ikutan terkejut. Bahkan manusia ini
menjadi bangun dari tidurnya.

39
“Hoaaam …, apa yang terjadi,” kata perempuan ini
dengan kebingungan sambil melihat kanan dan kiri.

“Kau bilang naga?” tanya mata raksasa ini.

“Maksudku, kadal besar dengan say …” balas


Yersinia yang dipotong oleh mata raksasa ini.

“Ya, ya saya tahu, saya pernah membaca itu di buku


cerita bergambar. Maksudku, kemana dia terbang?” kata mata
raksasa ini.

“Aku tidak tahu. Kami terlalu sibuk untuk kabur


sehingga tidak bisa memperhatikan.”

Tiba-tiba si mata raksasa ini merasakan sesuatu.

“Apa yang ada di sakumu?” tanya mata raksasa ini


kepada Yersinia.

“Oh, ini,” balas Yersinia sambil mengeluarkan batu


teoritnya yang bersinar gelap.

Semua orang langsung terkejut.

“Jadi kita punya pengguna batu Teorit lagi selain


saya.”

40
Tiba-tiba si perempuan ini menurunkan badannya dari
badan Fluig. Dia langsung dibantu oleh Keptbatta supaya bisa
berdiri. Perempuan ini langsung melihat ke arah si mata
raksasa sementara tangan dia berada di punggung Keptbatta.

“Aku juga pengguna batu Teorit.”

Semua orang yang di ruangan ini dua kali lipat


semakin terkejut, kecuali Fluig yang terkejut karena tidak
mengerti apa yang dibicarakan perempuan ini. Tiba-tiba
Ochdcotus berjalan ke meja yang ada di dekat jendela tersebut
dan menekan sebuah tombol yang ada di bawah meja tersebut.

“Mari kita bicara dengan serius,” kata Ochdoctus


yang dari tadi diam saja, sementara ruangan menjadi redup

“Sebelum itu silahkan duduk di sofa,” kata Ochdoctus


sambil menjulurkan tangannya.

Yersinia duduk di sofa bagian kiri yang disebelah


kirinya adalah Fluig dan sebelah kanannya adalah Bushi.
Perempuan ini duduk di sebelah kanan Keptbatta karena dia
hanya mengikuti dia karena tidak mengerti bahasa yang dia
bicarakan. Ochdoctus yang duduk di kursi dekat jendeal,
tetapi kursi tersebut kesamping sedkiti sehingga mata raksasa
tersebut tetap terlihat jelas.

41
“Apa kalian bertiga tahu batu apa ini?” tanya si mata
raksasa.

“Teorit, batu yang bisa membuat seseorang memiliki


kekuatan aneh. Seperti aku yang bisa memperbaiki badan
seseorang selama aku memiliki benang,” balas perempuan
tersebut dengan suara serak seperti kelelahan.

“Bisa dibilang seperti itu. Akan kujelaskan


sepenuhnya tentang batu tersebut. Batu Teorit ini merupakan
batu yang bisa memberikan kekuatan aneh seperti yang
dikatakan manusia itu, tetapi tidak semua orang bisa
menerima kekuatan dari batu ini. Batu tersebut jika gagal
maka akan membunuh penggunanya. Misalnya, Teorit yang
memberikan kekuatan api maka akan membakar penggunanya
jika otak mereka tidak meampu menerimanya. Kemampuan
utama untuk menerima batu ini adalah otak.”

“Bagaimana menggunakan batu ini?” tanya Yersinia.

“Bisa dihancurkan dengan barang atau tangan kosong.


Jika dengan barang maka barang tersebut akan dialiri
kekuatan batu tersebut dan jika dengan tangan kosong maka
akan menempel di tubuh.”

42
Tanpa basa-basi Yersinia langsung menganchurkan
batu tersebut dengan tangan kosongnya. Dia meremas dengan
tangan kirinya hingga batu tersebut hancur.

“Ehhh, kau berani juga.”

“Oh ya, bagaimana kita bisa tahu kekuatan apa yang


akan kita dapat?” tanya Yersinia lagi.

“Jika dihancurkan dengan benda maka akan susah


karena itu benda, tetapi jika dengan tangan kosong yang pada
dasarnya mengalir ke otak maka harusnya langsung tahu.”

“Benarkah?” tanya Yersinia sambil melihat sekitar.

“Mengapa tidak kau coba? Seharusnya kau langsung


tahu,” kata perempuan ini.

“Hmm, Otakku memberitahukan bahwa Teoritku


penyakit, jadi aku tidak akan menggunakannya.”

“Mengapa tidak?” tanya Ochdoctus.

“Beresiko menular, meskipun aku tidak tahu apakah


ini menular atau tidak,” jawab Yersinia dengan serius.

Tiba-tiba perempuan ini batuk hingga mengeluarkan


darah.

43
“Apakah ini penyakitmu?” tanya Keptbatta kepada
Yersinia.

“Tentu saja bukan. Sebelum itu tolong dia!” balas


Yersinia sambil melihat ke arah si mata raksasa.

“Bawa dia ke ruang penyembuh!” perintah mata


raksasa.

Keptbatta langsung membawa perempuan ini ke


elevator untuk ke ruang penyembuh.

“Apa dia memang sedang sakit?” tanya Bushi yang


baru angkat bicara.

“Manusia memang tidak bisa hidup di sini,” balas


Yersinia.

Yersinia melihat ke arah mata raksasa ini.

“Tadi, ketika penjelasan tentang batu Teorit, kau


membalas perkataan perempuan tadi. Apa kau tahu tentang
manusia juga? Bukan kau saja, melainkan semua yang ada di
sini.” tanya Yersinia dengan serius.

Fluig langsung tegang karena dia merasa akan


mendengar sesuatu yang mengejutkan.

44
“Kami punya alat penerjemah bahasa yang otomatis
langsung mendeteksi bahasa lawan bicara ke bahasa kita,”
balas mata raksasa ini dengan nada monoton.

“Oh,” balas Yersinia dengan rasa terkejut sekaligus


pasrah sambil melihat Bushi yang sedang menyentuh benda
kecil dekat telinganya.

“Oh ya, ngomong-ngomong mata raksasa itu mata


apa?” tanya Fluig.

“Dinosaurus,” balas Bushi.

“Lebih tepatnya T-Rex,” jelas Ochdoctus.

Yersinia hanya melihat ke arah Ochdoctus dengan


mata melotot terkejut sekaligus kebingungan.

Tujuan?

Perempuan manusia ini sudah sampai di ruang


peneymbuh. Dia dibaringkan di atas kasur operasi oleh
beberapa tangan robot yang menggantung di atap ruangan ini.
Dia dipindai oleh berbagai benda-benda aneh yang

45
memancarkan sinar infrared berwarna hijau, ungu, dan biru.
Beberapa menit kemudian keluarlah hasilnya.

Keptbatta masuk ke ruang penyembuh.

“Bagaimana hasilnya?” tanya Keptbatta ke arah kaca


yang ada di sebelah pojok kanan atas.

Hasil tersebut langsung ditunjukan melalui hologram


berwarna hijau. Dari hasil tersebut diberitahukan bahwa
perempuan manusia ini rentan terhadap udara ini. Pada
hologram ini juga terdapat gambar badan yang menunjukan
bahwa kedua kaki, dan kedua matanya berwarna merah,
sementara itu di daerah bagian paru-parunya berwarna kuning.

“Merah?”

Keptbatta langsung melihat ke arah perempuan ini.

“Kau buta juga? Pantas saja ketika mengobrol kau


tidak melihat ke arah lawan bicara.”

Perempuan ini hanya diam.

“Baiklah. Dokter, apakah operasi masih


memungkinkan?” tanya Keptbatta ke arah kaca tadi.

Hologram tadi langsung berubah menjadi sebuah


tulisan dan angka yang menjelaskan tentang presentase

46
keberhasilan dari operasi tersebut. Bagian mata menunjukan
angka 20 persen, kaki 30 persen, dan paru-paru 50 persen.

“Hmm, kecil juga angkanya untuk bagian yang vital.


Apa kau ingin melakukan operasi?” tanya Keptbatta kepada
perempuan ini dengan nada yang lembut.

“Berapa kemungkinan aku sembuh?” tanya


perempuan ini dengan putus asa.

“Untuk matamu 30 persen, kakimu 20 persen, dan


paru-paru 50 persen.”

“Apa yang terjadi jika operasi gagal?”

“Apa yang terjadi jika gagal?” tanya Keptbatta


kepada dokter yang ada di balik kaca menggunakan bahasa
lain.

Hologram yang tadi berubah menjadi sebuah tulisan


yang menjelaskan bahwa akan terjadi infeksi pada bagian
yang gagal, tetapi itu bisa diatasi dengan alat bantu.

“Kau bisa membuat alat bantunya?”

Dokter tersebut langsung menyambungkan saluran ke


salah satu inventor tempat ini. Dia adalah Margio. Margio
memiliki rupawan seekor rusa dengan mata yang

47
memancarkan cahaya yang berfungsi untuk memindai barang-
barang.

“Ah, Keptbatta. Ada apa pasuka baris depan


menghubungiku? Kukira kau tidak memerlukan senjata,”
sambut Margio.

“Tentu saja bukan senjata, lagian kau juga bukan ahli


di bidang persenjataan. Kesampingkan itu, apa kau bisa
membuat alat untuk mengatasi infeksi?”

“Infeksi yang mana?” tanya Margio dengan


keheranan.

“Infeksi.”

“Iya, infeksi apa? Infeksi dari polusi udara kah, racun


kah, atau yang lain,” balas dia dengan nada kesal.

“Infeksi dari kegagalan operasi.”

“Hmm, bisa saja. Memang siapa yang ingin


dioperasi?”

Keptbatta menunjuk ke arah manusia ini.

“Jenis apa dia?” tanya Margio dengan tangan di


dagunya.

48
“Manusia.”

“Apa yang ingin kalian operasi?”

“Mata, paru-paru, dan kaki.”

“Kutebak pasti matanya…” kata Margio yang


dipotong oleh Keptbatta.

“Lupakan itu, apakah kau bisa?”

“Tentu saja bisa.”

“Baguslah, Dokter ayo kita lakukan operasi!” suruh


Keptbatta dengan mengayunkan tangannya ke dokter.

Beberapa detik tidak ada balasan.

“Mengapa diam saja?”

Mereka tidak membalas, tetapi wajah Margio


tersenyum.

“Baiklah, minta saja bayarannya kepada Bushi.”

Hologram tersebut langsung mati, sementara itu raut


wajah perempuan ini seperti semakin sakit.

“Kau tidak apa-apa?”

49
“Ya,” jawab perempuan ini dengan nafas yang
terengah-engah.

“Tenang saja, kita akan melakukan operasi. Untuk


biaya, biarkan si robot pedang yang mengurusnya.”

Perempuan ini membalas hanya dengan anggukan.


Perempuan ini langsung dibaringkan oleh Keptbatta,
sementara salah satu robot tangan tadi menyuntikan sebuah
obat bius kepada leher perempuan ini. Perempuan ini
langsung tidak sadarkan diri. Keptbatta langsung keluar
supaya tidak mengganggu proses operasi ini, sementara itu
Margio diruangannya sedang membuat barangnya. Margio
tahu operasi bagian apa saja yang presentasenya berhasilnya
sangat kecil. Sebelum itu juga dia sempat mengambil foto
muka perempuan tersebut melalui hologram. Dia mengukur
wajah dan kepalanya supaya alat tersebut bisa pas di muka
perempuan ini.

Sementara itu Yersinia dan Fluig sudah ada di kamar


barunya untuk menginap. Jadi sebelumnya, mereka ditawari
untuk bergabung oleh si mata raksasa atau T-Rex. Mereka
berdua ditawari untuk bergabung di Historic Department
sebagai pasukan pengintai. Yersinia membuat tawaran bahwa
dia akan bergabung jika dia masih bisa membuat dan

50
diberikan sarana untuk membuat barang-barang buatan asli
dia. Untuk Fluig, dia akan bergabung jika Yersinia bergabung.
Menurut si T-Rex tawaran tersebut tidak berat, jadi dia setuju,
dan begitulah mereka bergabung di Historic Department.

Kembali lagi ke masa sekarang.

“Apa kau yakin tawaranmu yang tadi hanya itu saja?”


tanya Fluig sambil memakan cemilan yang baru diberi oleh
Ochdoctus.

“Selama aku disuplai dan bisa membuat barang,


mengapa tidak,” balas Yersinia sambil mengeluarkan barang-
barangnya.

“Padahal kau bisa meminta bayaran lebih atau


semacamnya. Kekayaan mungkin,” kata Fluig dengan heran.

“Bayaran? Tentu saja kita akan dibayar. Kekayaan?


Itu hanya ada di tempat-tempat terpencil. Untuk tempat
seperti ini jika kau memiliki kekayaan, maka kau akan diincar
oleh banyak orang.”

“Tapi kita sudah bergabung dengan perusahaan ini.”

“Mereka tetap bisa mengincarku ketika kita


sendirian.”

51
“Lalu diam saja, tidak usah keluar!” balas Fluig
dengan tegas.

“Kau lupa, kita masuk ke dalam pasukan pengintai?”

“Benar juga.”

“Di sini yang penting kita mendapat keamanan.”

Mereka akhirnya diam untuk beberapa menit.


Yersinia sibuk dengan barang pulungannya dan Fluig sibuk
dengan cemilannya.

Beberapa jam berlalu. Ochdoctus yang habis


memantau pelatihan pasukan, Bushi membayar tagihan
operasi manusia perempuan lumpuh, dan ketua yang masih
berada di tempat yang tadi, kembali bertemu di tempat
mereka bertemu tadi bersama Yersinia dan Fluig kecuali kali
ini tidak ada mereka berdua.

“Apakah ini hal yang tepat?” tanya Ochdoctus kepada


si T-Rex.

“Tenang saja. Jika mereka gagal, kita bisa mencari


yang lain,” jawab si T-Rex dengan santai.

Bushi dan Ochdoctus saling menatap dengan tatapan


keraguan. Kemudian mereka menatap ke arah si T-Rex.

52
“Ayolah, jangan ragukan ketuamu ini.”

“Bagaimana kami tidak meragukanmu, sementara


perusahaan ini baru menemukan pasukan pengintai setelah
beberapa tahun,” balas Ochdcotus

“Tiga tahun,” lanjut Bushi.

“TIGA TAHUN!” tegas Ochdoctus.

“Baik-baik.”

Tiba-tiba Keptbatta keluar melalui elevator.

“Bagaimana dengan perempuan manusia itu?” tanya


Ochdoctus.

Datanglah rupawan dengan pakaian baju berwarna


hitam lengan panjang yang memiliki jubah hingga bagian atas
kakinya. Dibagian mukanya, dia mengenakan topeng kupu-
kupu hitam yan berfungsi untuk mencecgah infeksi dari
operasi yang gagal. Selain untuk mencegah infeksi, topeng ini
juga berfungsi untuk memperbaiki pengelihatan dia selama
dia memaki topeng tersebut. Lalu di bagian hidungnya
terdapat sebuah besi yang menyambung ke dalam lubang
hidungnya. Besi tersebut terikat hingga belakang kepalanya,
lalu di bawah besi tersebut disabungkan oleh kain transparan
berwarna hitam yang menutupi seluruh bagian mulut hingga

53
pipinya. Kakinya ditutupi oleh celana panjang berwarna hitam
panjang tanpa mengenakan alas kaki.

“Kurasa dia tidak berdiri dan pakaiannya berbeda?


Dia siapa?” tanya Ochdoctus.

“Manusia yang tadi. Aku dan dia memutuskan untuk


melakukan operasi,” jelas Keptbatta.

“KAU MASUK KE DALAM PASUKAN MEDIS!”


tegas si T-Rex ini secaara tiba-tiba.

“A-apa?” tanya perempuan ini dengan terkejut.

“Dasar ketua sialan, kita aja belum tahu kemampuan


dia. Bahkan, kita aja tidak tahu kemampuan si tikus dan lendir
hijau itu dan kau sudah memutuskan untuk memasukan
mereka ke dalam pasukan medis dan pengintai?” kesal
sekaligus kebingungan yang dirasakan oleh Ochdoctus.

“Tenang saja, percaya pada ketuamu ini.”

“Aishh. Terserahlah.”

Ochdoctus berjalan ke arah perempuan ini.

“Jika perlu bantuan, panggil aku atau kedua orang ini.


Jangan minta bantuan ke reptil tua ini.”

54
Manusia ini tidak bisa menjawab karena
kebingungan.

“Oh ya, sebelum itu siapa namamu?” tanya Keptbatta


kepada manusia ini.

“Aku tidak memiliki nama,” jawab perempuan ini


dengan menundukan kepalanya seperti sedang mengingat
peristiwa yang menyedihkan.

“Baiklah, kau suka hewan apa?” tanya Keptbatta


sambil memegang kedua tangan perempuan ini untuk
menenangkan dia.

“Kupu-kupu.”

“Kupu-kupu adalah serangga bukan hewan,” kata


Bushi secara tiba-tiba.

“Tunggu, serangga bukannya termasuk hewan?”


tanya Ochdoctus.

“Tentu saja bukan. Serangga ya serangga, hewan ya


hewan.”

“Persetan dengan serangga dan hewan!” tegas


Keptbatta yang membuat mereka terdiam.

Dia melihat ke arah perempuan ini.

55
“Bagaimana namamu menjadi Kupu-Kupu?”

Perempuan tersebut hanya mengangguk.

“Sungguh kreatif,” sarkas ketua kepada Keptbatta.

56
Tujuan?

as

57

Anda mungkin juga menyukai