Anda di halaman 1dari 11

CERPEN

Kecerdikan Si Kucing

Judul Cerpen Kecerdikan Si Kucing


Cerpen Karangan: Rehana Windy Wulandari
Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Fabel (Hewan)
Lolos moderasi pada: 18 January 2017

Pada suatu hari terlihatlah seekor kucing yang besar dan menakutkan. Fisik kucing yang begitu
besar itu membuat hewan-hewan di sekitarnya menjadi takut. Bahkan karena takut dimangsa
oleh sang kucing, tikus-tikus pun takut memperlihatkan dirinya.

Sang kucing begitu sigap dan awas saat mangsanya terlihat. Hal itu yang membuat akhirnya
tikus-tikus tersebut tidak berani berkeliaran terlalu jauh dari sarang mereka. Namun hari demi
hari si kucing pun penasaran dan akhirnya menggunakan akalnya demi menangkap tikus-tikus
tersebut.

Hingga suatu hari sang kucing pun berfikir untuk naik ke atas rak. Ia bergantung dengan kakinya
pada suatu tali, dengan kepala menghadap ke bawah, dan berpura-pura telah mati tergantung.
Saat tikus-tikus mengetahui posisi kucing yang seperti itu, tikus-tikus menyangka bahwa sang
kucing telah melakukan kesalahan. Dengan sangat hati-hati, tikus-tikus itu pun mengeluarkan
kepalanya dan mengendus ke sana kemari.

Setelah mereka mengendus lumayan lama dan tidak terjadi apa-apa, akhirnya mereka pun
melompat keluar dari sarang mereka dan menari dengan gembira atas kebebasan mereka itu. Dan
pada saat itulah secara perlahan sang kucing melepaskan pegangannya dari tali. Sebelum tikus-
tikus tersebut tersadar dari keterkejutan mereka, dan sang kucing telah berhasil menangkap lima
ekor tikus.

Semenjak kejadian pada hari itu, tikus-tikus pun semakin berhati-hati. Tetapi karena rasa ingin
memangsa sang kucing pun, tidak kehabisan akal begitu saja. Sang kucing pun berfikir untuk
membuat tipuan yang lain agar bisa menangkap tikus-tikus itu.

Hingga suatu hari sang tikus pun mempunyai ide yang dirasa cukup mampu mengelabuhi tikus-
tikus tersebut. Sang kucing pun mencari terigu untuk melakukan tipuannya itu. Sang kucing
melumuri badannya dengan terigu, dan akhirnya semua badannya tertutupi oleh terigu. Setelah
semua badannya tertutupi oleh terigu, lalu kucing pun berbaring di lantai dengan satu mata
terbuka.

Setelah seekor tikus ada yang mengetahui hal itu, tikus tersebut pun menceritakan kejadian yang
dilihatnya itu kepada tikus-tikus yang lain. Setelah mendengar cerita tersebut tikus-tikus pun
merasa bahwa sang kucing telah mati karena berbuat kesalahan. Dengan sangat perlahan dan
hati-hati, tikus-tikus pun mengendus adakah bau yang mencurigakan di dekat mayat tikus
tersebut. Namun seperti kejadian sebelumnya, sehingga tikus-tikus pun kemudian keluar dari
sarangnya.

Sang kucing pun melihat tikus-tikus yang sedang menari-nari gembira itu, dengan tidak sadarnya
kemudian sang kucing pun menerkam beberapa tikus tersebut. Sungguh senangnya sang tikus
yang mendapatkan makan siangnya itu. Kecerdikan sang kucing itu memang sangatlah tak
diragukan lagi oleh para tikus-tikus itu. Karena hal itu hari demi hari tikus-tikus pun semakin
berkurang. Hingga suatu hari tikus-tikus itu pun berpindah sarang dan sang kucing pun mencari
mangsa-mangsa yang lain untuk menjadi makanannya.
Di Dunia Mana Aku Sekarang?

Judul Cerpen Di Dunia Mana Aku Sekarang?


Cerpen Karangan: Tiara Eviani Putri
Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 18 January 2017

Tiba-tiba, aku sudah berada di sebuah lapangan yang sangat luas tetapi gersang. Di sana ada
beberapa gerombol kupu-kupu yang menyembunyikan kesan kering lapangan itu. Kakiku
melangkah mendekati salah satu dari gerombolan itu. Kemudian mereka terbang begitu saja.
Sepertinya terusik. Tak kusangka ternyata kupu-kupu nan cantik itu membawa sebuah pigura
besar.

Ketika aku mendekat, seakan-akan ingin aku masuk ke sana, terjulurlah sebuah tangga. Aku
yang semakin penasaran pun akhirnya menaiki tangga tersebut dan… yup. Mataku mebelalak.
Tak lebih dari 10 langkah aku menaiki tangga, tetapi suasana di sini sangat berbeda. Di sini
mataku menemukan panorama indah yang didominasi warna hijau. Eits.. tunggu dulu. Pohon-
pohon yang kulihat di sini begitu aneh. Tidak dihiasi bunga. Apalagi buah. Yang kulihat,
perabotan dapur menggantung di rimbunnya pohon itu.

Tak kusangka, pohon itu berjalan mendekatiku. Badanku gemetar. “Pugu heve dreni luke”. Apa?
Dia berbicara padaku. Dengan bahasa yang sama sekali tak kumengerti. Tangisku hampir pecah
ketika ratusan bahkan ribuan pohon yang sama juga mendekatiku. Dan ternyata… bukan hanya
perabotan saja yang menggantung sebagai buah di daunnya. Melainkan kucing berwarna warni,
kelinci berkaki dua, ayam bertelinga panjang, dan hewan aneh lainnya. Di dunia mana aku
sekarang? Apakah ada di dunia pohon ajaib? Batinku. Aku lantas mengambil langkah seribu dan
kemudian terdampar di padang gersang itu lagi.

Aku benar-benar ketakutan sekaligus penasaran. Aku lantas mendekati gerombolan kupu-kupu
kedua dan mendapati tangga lagi disana. Tanpa pikir panjang, aku menaiki tangga itu. Sampailah
aku pada sebuah tempat dimana langitnya berwarna pink. Ada sebuah rumah sederhana disana.
Di depannya penuh dengan bunga-bunga yang juga berwarna pink. Bahkan tangkai dan daunnya
pun berwarna pink.

Aku masuk ke dalam rumah mungil itu. Pintunya terasa lengket. Seperti permen. Ketika berada
di dalamnya, aku benar-benar terkejut. Rumah ini benar-benar terbuat dari lollipop. Kursinya,
mejanya, jendelanya, lampunya lemarinya, semuuuanyaa. Aku mendekat ke arah jendela. Dari
sana aku bisa melihat langit yang agak gelap. Warnanya tetap pink. Tapi sedikit tua. Sepertinya
mau hujan.

Benar. Tak lama kemudian, hujan turun. Bukan. Bukan air yang turun dari atas sana. Tapi, jutaan
lollipop berbagai warna. Aku menyukainya. Kuambil makanan manis itu sebanyak-banyaknya
dan memasukkannya ke dalam kantongku. Di dunia mana aku sekarang? Apakah di dunia
lollipop? Entahlah. Tiba-tiba aku terlempar keluar. Sebenarnya aku masih ingin berada di sana.
Aku suka lollipop. Tapi apa boleh buat.

Aku mengulangi hal itu untuk ketiga kalinya. Mendekati kupu-kupu, menaiki tangga, dan berada
di dunia lain. Kini aku bukan lagi anak perempuan usia 10 tahunan. Aku berubah menjadi wanita
dewasa yang mengenakan pakaian yang terlihat sangat formal. Aku mengikuti saja apa yang
dilakukan tubuhku. Aku menjadi seorang direktur utama perusahaan, bertemu pegawai kantor,
sampai makan siang dengan kle… hmm… klein… eh, klien. Nah, itu yang aku maksud.

Di dunia mana aku sekarang? benarkah ini dunia masa depan? Aku tak tau. Hari sudah mulai
gelap. Aku membuka pintu hendak pulang dari ‘kantorku’. Tiba-tiba aku tersandung pintu dan
terjatuh. Aku membuka mata. Aku masih mengenakan baju tiidur. Hufh, ternyata aku bukan
berada di dunia pohon ajaib, dan dunia lollipop. Apalagi dunia masa depan. Aku hanya berada di
dunia MIMPI.
Tuhan Bilang Jangan!

Judul Cerpen Tuhan Bilang Jangan!


Cerpen Karangan: Revi Liani
Kategori: Cerpen Kehidupan, Cerpen Keluarga
Lolos moderasi pada: 18 January 2017

“Jangan bilang kalau Tuhan itu baik!” Ucap Supardi


“Kenapa? bukankah Tuhan yang memberikan kita kehidupan, Ayah” balas Gendis
Gendis tahu rasanya kehilangan hak yang sangat berharga atas apa yang Tuhan berikan, bahkan
saat ia tidak lagi bisa melihat senja, hujan turun, pun Ayahnya. Gendis tahu itu. Berkali-kali
Ayahnya bilang,
“Hentikan, kau ini buta. Sadarlah!”

Hidup memang ujian, bagi Gendis sudah cukup ia kehilangan penglihatannya. Bukan, bukan
berarti Gendis berusaha menghentikan takdirnya. Gendis tahu Tuhan telah menggariskan takdir
terhadap manusia. Mungkin, bila dibolehkan Gendis menyerah dengan kondisinya saat ini.
Ayahnya, Gendis tahu ini adalah teguran untuk Ayahnya, hanya saja Tuhan memberikan isyarat
lewat Gendis. Mungkin, Tuhan lebih sayang Gendis dibanding Ayahnya.

“Hentikan Ayah, Jangan lagi melakukan hal seperti itu” Ucap Gendis
“Berhak apa kau menghentikanku, ha?!”

Lagi, inilah Ayahnya. Tak menjaga ucapan, dan sikap. Gendis tahu, Ayahnya seperti ini karena
dia. Merepotkan memang mengurus orang buta! Pikir Gendis. Pun menyakitkan mendengar
Ayah sendiri berucap tak sepadan terhadap dirinya. Tak apa, bukankah disaat seperti ini memang
baik, untuk sesorang berkata jujur?.

“Apa yang kau lakukan? Gendis!” Ucap Ayahnya


“Aku hanya melakukan yang menurutku, harus kulakukan Ayah” balas Gendis
“Hentikan!”
“Tidak, Ayah”
“Hentikan Gendis, kau membuatku marah”
“Mohon, Untuk kali ini Gendis yang harus mengantarkan botol-botol bekas ini ke Mang Udin”
ucap Gendis
“Hentikan! Kau ini buta. Sadarlah!” bentak Supardi

Tanpa menghimbau Gendis pun segera pergi dan menenteng karung dibantu dengan tongkat
yang biasa dia gunakan untuk membantunya berjalan.

“Hentikan! Kau ini buta. Sadarlah!” ucap lagi Ayahnya


“Jangan Ayah!”
“Tuhan bilang jangan!, jangan menyakiti seseorang dengan kata yang menyakitkan. Kau tau
Ayah? Tuhan akan benci. Dan kau tau lagi Ayah? Gendis, tidak mau Tuhan benci dengan Ayah.
Biar, biar Gendis, yang menjadi kemurkaan Tuhan terhadap Ayah. Gendis mohon, jangan
melukai anakmu sendiri dengan kata yang tak pantas itu, Ayah.”

Supardi membeku.
Sebuah Telur Misterius

Judul Cerpen Sebuah Telur Misterius


Cerpen Karangan: Shevanda Alfaridzi
Kategori: Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 18 January 2017

Pada hari Minggu, saya bersepeda ke lapangan Sawitan. Saya melakukan kegiatan ini setiap hari
Minggu. Tujuannya adalah untuk membuat tubuh saya sehat. Setelah sampai di lapangan
Sawitan, saya langsung melakukan pemanasan selama 10 menit sebelum berlari melewati
lapangan sebanyak 10 kali.

Setelah capek mengelilingi lapangan selama 10 kali, saya beristirahat di sebuah tempat istirahat
yang ada di sebelah kanan lapangan dari pandanganku. Lalu, saya pergi ke seorang penjual es
buah dan saya ingin membeli satu es buah jambu. Harga satu es buah jambu adalah 2.000. Saya
membayarnya dan kembali ke tempat istirahat tadi.

Setelah selesai meminum es buah jambu, saya menemukan sebuah telur misterius yang ada di
tengah-tengah tempat istirahat ini. Awalnya, saya takut untuk mendekat ke lokasi telur misterius
karena telur misterius itu menjijikan. Namun, setelah saya mampu menahan emosi menjijikkan
saya, saya langsung mendekat ke telur misterius itu. Kemudian, saya mengambil telur misterius
itu dan membawanya pulang ke rumahku.

Setelah sampai di rumahku, saya menunjukkan telur ini kepada orangtuaku dan mereka kaget
bahwa ternyata dia membawa sebuah telur misterius. Orangtuaku sepakat bahwa mereka akan
menjaga telur misterius itu sampai telur itu menetas. Setelah 1 minggu, telur itu menetas menjadi
sebuah hewan platypus.

Saya dan orangtuaku terkejut melihat ada sebuah hewan platypus yang keluar dari cangkang
telurnya. Mereka sepakat akan membawa hewan sejenis platypus itu ke kebun binatang
Magelang. Para ilmuwan di kebun binatang itu segera mengambil hewan platypus itu ke dalam
sebuah kandang baru. Saya dan orangtuaku mengucapkan selamat tinggal kepada platypus itu
sebelum saya dan orangtuaku meninggalkan kebun binatang itu.
Berawal Dari BBM

Judul Cerpen Berawal Dari BBM


Cerpen Karangan: Afifah Jazila
Kategori: Cerpen Pengalaman Pribadi
Lolos moderasi pada: 18 January 2017

Gue Afifah Jazila, siswa SMA Nusa kelas XII IPA 1. Cerita ini berawal dari chat gue sama si dia
di BBM. Dia itu orang paling gue suka tapi sekarang kayanya dia udah gak suka sama gue.
Hubungan kita sudah berakhir tapi gue masih ngarep banget sama dia walaupun gue belum
pernah ketemu face to face sama dia tapi gue beneran sayang sama dia.

Namanya Adam Trailblazer, bukan nama aslinya sih tapi nama bbmnya gitu. Dia adek kelas gue
tapi beda sekolah plus beda daerah, gue di sini dia di sana, huft.

Oh iya gue hampir lupa kalo mau ceritain cerita gue tadi, Oh ya awalnya itu gue ngeping dia
rencananya sih pengen minta dipromote ehh ujung-ujungnya malah jadi cinta gini hehehe.

Hari berikutnya dan seterusnya gue chat sama dia terus sampe akhirnya tanggal 31 juli 2016.
Selama gue hubungan sama dia gue tuh jahat banget sama dia gue sering ngilang kaga jelaslah,
gak ngasih kabarlah dan banyak lagi lah pokoknya. Tapi dia ngertiin gue banget, gue beruntung
banget punya pacar kaya dia, tapi pas gue udah berusaha buat ngasih kabar dan gak ngilang-
ngilang lagi dia malah ngejauh gak tau kenapa. Dan akhirnya gue putus sama dia pedahal niatnya
gue pengen minta maaf gara-gara kemarin gue ngambek mulu plus marah terus sama dia.

Gue sakit hati sih tapi gue sadar gue juga banyak salah sama dia malah dia yang selalu ngertiin
gue. Gue coba buat ikhlas kalau kenyataannya gue emang udah putus sama dia, coba aja gue
masih komunikasi sama dia gue pengen bilang “maafin kakak dek kakak banyak salah sama
kamu dan maaf kalo kakak belum bisa jadi yang terbaik buat kamu”
Jejak Kaki Bapak

Judul Cerpen Jejak Kaki Bapak


Cerpen Karangan: Delia Seftiani Zubir
Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Islami (Religi)
Lolos moderasi pada: 18 January 2017

Adzan Shubuh telah berkumandang. Merdu sekali suaranya. Membuat para kaum muslimin
menikmati merdunya suara dari Masjid. Ya, Masjid. Masjid adalah tempat beribadah kaum
muslim. Termasuk aku. Aku mengikuti langkah Bapak menuju halaman belakang rumah.
Terdengar suara percikan air. Bapak sedang mengambil air wudhu. Aku juga. Aku mengantre di
belakang Bapak. Selepas berwudhu, Bapak segera memakai peci dan sarung. Lalu mengajakku
menuju Masjid.

Beberapa langkah mendekati Masjid, shalat telah mau dimulai. Kami segera mempercepat
langkah. Setibanya di hadapan Masjid, kami melepas sendal. Lalu meletakkannya pada setiap
anak tangga. Kami mencari tempat untuk menggelar sajadah. Shalat pun dimulai. Imam sudah
membacakan surah Al-Fatihah dan beberapa surat pendek lainnya. Aku mengikuti suara Imam
itu.

Selang beberapa menit, kami sudah selesai shalat. Aku mencium punggung tangan para Bapak
yang ikut shalat di Masjid. Hanya ada lima atau empat orang yang beribadah disana. Maka, aku
berniat menyalami mereka. Memang, makanya, Allah memberikan shalat Shubuh sebagai pahala
terbanyak dan terbesar, karena, saat Shubuhlah orang-orang terlelap. Mereka semua lalai dari
shalatnya. Padahal, adzan berkumandang dengan suara yang sudah beredar membangunkan
orang-orang.

Bapak bukanlah dari salah satu orang di antara mereka yang lalai. Aku ingin mengikuti jejak
kaki Bapakku.
Sahabat Sejati Tak Sejati

Judul Cerpen Sahabat Sejati Tak Sejati


Cerpen Karangan: Yani Mariyani
Kategori: Cerpen Horor (Hantu), Cerpen Misteri, Cerpen Persahabatan
Lolos moderasi pada: 18 January 2017

Hari ini adalah hari pertama aku masuk Sekolah Menengah Pertama. Namaku Ulfah, aku seorang
anak perempuan yang sangat suka dengan kata Sahabat. Tapi selama enam tahun di Sekolah
Dasar aku belum pernah menemukan Sahabat Sejati. Aku sempat memiliki dua sahabat namun
mereka semua telah meninggalkan aku saat usia 10 tahun, tepatnya pada saat kelas 4 SD. Mereka
adalah kedua orangtuaku.
Semenjak saat itu hari-hariku terasa sangat kesepian, walau sebenarnya aku memiliki seorang
kakak laki-laki yang usianya sudah 15 tahun. Namun aku merasa dia bukan sahabatku. Karena
dia tidak pernah mengerti aku, bahkan dia selalu membuatku menangis terlebih setelah kedua
orangtua kami pergi untuk selama-lamanya.

Selain untuk belajar, aku bertekad untuk mendapatkan seorang sahabat, walau tak sesempurna
Papa dan Mama.

Pagi ini seperti biasa aku berangkat sendiri, walau kak Dimas punya skuter. Tapi aku tidak mau
membuatnya repot.
Di tengah perjalanan sekolah aku bertemu seorang perempuan sebayaku dan memakai seragam
yang sama namun dia sibuk dengan handphone di tangannya, ingin aku menyapa saat
melewatiku dia tak menoleh sedikitpun.
Sesampai di gerbang sekolah, ada seorang laki-laki yang jauh lebih tinggi dariku mencegat
jalanku.
Kisah Seorang Penjual Koran
Kumpulan Tugas Sekolahku

Di ufuk timur, matahari belum tampak. Udara pada pagi hari terasa dingin. Alam pun masih
diselimuti embun pagi. Seorang anak mengayuh sepedanya di tengah jalan yang masih lengang.
Siapakah gerangan anak itu? Ia adalah seorang penjual Koran, yang bernama Ipiin.

Menjelang pukul lima pagi, ia telah sampai di tempat agen koran dari beberapa penerbit. “Ambil
berapa Ipiin?” tanya Bang Ipul. “Biasa saja.”jawab Ipiin. Bang Ipul mengambil sejumlah koran
dan majalah yang biasa dibawa Ipiin untuk langganannya. Setelah selesai, ia pun berangkat.

Ia mendatangi pelanggan-pelanggan setianya. Dari satu rumah ke rumah lainnya. Begitulah


pekerjaan Ipiin setiap harinya. Menyampaikan koran kepada para pelanggannya. Semua itu
dikerjakannya dengan gembira, ikhlas dan rasa penuh tanggung jawab.

Ketika Ipiin sedang mengacu sepedanya, tiba-tiba ia dikejutkan dengan sebuah benda. Benda
tersebut adalah sebuah bungkusan plastik berwarna hitam. Ipiin jadi gemetaran. Benda apakah
itu? Ia ragu-ragu dan merasa ketakutan karena akhir-akhir ini sering terjadi peledakan bom
dimana-mana. Ipiin khawatir benda itu adalah bungkusan bom. Namun pada akhirnya, ia
mencoba membuka bungkusan tersebut. Tampak di dalam bungkusan itu terdapat sebuah
kardus. 

“Wah, apa isinya ini?’’tanyanya dalam hati. Ipiin segera membuka bungkusan dengan hati-hati.
Alangkah terkejutnya ia, karena di dalamnya terdapat kalung emas dan perhiasan lainnya. “Wah
apa ini?”tanyanya dalam hati. “Milik siapa, ya?” Ipiin membolak-balik cincin dan kalung yang
ada di dalam kardus. Ia makin terperanjat lagi karena ada kartu kredit di dalamnya. “Lho,…ini
kan milik Pak Edison. Kasihan sekali Pak Edison , rupanya ia telah kecurian.”gumamnya dalam
hati.

Apa yang diperkirakan Ipiin itu memamg benar. Rumah Pak Edison telah kemasukan maling tadi
malam. Karena pencuri tersebut terburu-buru, bungkusan perhiasan yang telah dikumpulkannya
terjatuh. Ipiin dengan segera memberitahukan Pak Edison. Ia menceritakan apa yang terjadi dan
ia temukan. Betapa senangnya Pak Edison karena perhiasan milik istrinya telah kembali. Ia
sangat bersyukur, perhiasan itu jatuh ke tangan orang yang jujur. 

Sebagai ucapan terima kasihnya, Pak Edison memberikan modal kepada Ipiin untuk membuka
kios di rumahnya. Kini Ipiin tidak lagi harus mengayuh sepedanya untuk menjajakan koran. Ia
cukup menunggu pembeli datang untuk berbelanja. Sedangkan untuk mengirim koran dan
majalah kepada pelanggannya, Ipiin digantikan oleh saudaranya yang kebetulan belum
mempunyai pekerjaan. Itulah akhir dari sebuah kejujuran yang akan mendatangkan kebahagiaan
di kehidupan kelak.
Kartu ATM

“Sekarang pakai kartu ATM kalian!”, perintah Bu Nisa, guru Agama kami.

ATM itu singkatan dari Aku Tidak Menyontek. Untuk mendapat kartu itu
kita harus mematuhi sebuah peraturan, yaitu tidak menyontek. Kartu
ATM dipakai saat ulangan dan saat latihan. Tapi, aku tidak mempunyai
kartu ATM, karena aku orangnya tidak pintar dan malas belajar.

Akhirnya, ulangan pun dimulai. Aku mengerjakan soal-soal itu. Tapi,


nomor 1, 3, 4, 7 dan 9, aku kesulitan. Kulihat ke sampingku untuk
bertanya. Sayangnya ia memakai kartu ATM. Kulihat ke arah lain.
Mereka juga memakai kartu ATM. Bu Nisa tersenyum melihatku.
Akhirnya, aku pun bertanya ke Varia dengan mengancam kalau tidak
jawab, ia tidak akan boleh pulang denganku. Tapi, ia menunjukkan
kartu ATMnya. Aku mulai merasa kesal. Aku pun menjawab soal itu
dengan asal-asal.

Saat Pulang…
Aku langsung berlari ke mobil Ayah. Aku biarkan Varia mencariku.
Biarin aja dia mencariku. Siapa suruh ia tidak memberiku jawaban. Aku
pun memasuki mobil Ayah. Kak Fani, kakak perempuanku, sudah
berada di dalam mobil.

“Varia mana, Len?”, tanya Ayah. “Mana aku tahu”, ucapku sambil
melihat ke arah Ayah. “Kita tunggu aja, ya”, kata Ayah.

Aku benci mendengar Ayah berkata begitu. Kulihat Varia membuka


pintu mobil dengan muka pucat dan penuh dengan keringat.

“Kamu kenapa tinggalin aku, Len?”, tanya Varia. “Siapa suruh tadi kamu
begitu”, ucapku dengan suara sedikit kasar. “Varia, kamu pakai kartu
ATM juga?”, tanya Kak Fani. “Iya, Kak”, jawab Varia. “Kakak juga ada”,
kata Kak Fani sambil menunjukkan kartu ATMnya. “Kartu ATM itu apa?”,
tanya Ayah.

Kak Fani dan Varia menjelaskan kartu ATM kepada Ayah. Aku hanya
terduduk diam memandangi jendela. Setelah selesai menjelaskan, Ayah
pun mengerti.
“Wah… Helen ada?”, tanya Ayah. “Nggak ada, Yah”, jawabku
menundukkan kepalaku. “Kamu tahu, gak, Len? Kalau ikut ATM, kita
akan dapat kelebihan, loh”, kata Varia sambil menyodorkan sebuah
kertas. “Wah… Aku mau ikut, Var. Besok aku daftar, deh sama Pak
Stanlius. Kamu temeni aku, ya, Var”, ucapku tersenyum setelah
membaca kertas itu. “Ok”, kata Varia.

Malam, Ku Rindu Belaian Ayahku

Jauh di lubuk hati yang dalam, seorang gadis kecil menjerit merindukan
kasih sayang sang ayah yang harus berpisah dengan ibunya. Di dalam
cerpen keluarga berikut ini anda akan mendapatkan kisah yang begitu
menyentuh hati, begitu menyayat.

Cerita berikut ini adalah sebuah contoh cerita cerpen dengan tema anak
yang orang tuanya bercerai. Tentu saja, melihat tema utamanya, kisah
yang diangkat adalah sebuah cerpen sedih tentang keluarga yang
berantakan. Lebih tepatnya tentang kesedihan dan kerinduan anak
terhadap ayahnya.

Dengan kisah yang dimiliki, cerpen anak yang sedih ini tidak terlalu
panjang, bahkan bisa dikatakan cukup singkat. Cerpen ini hanya fokus
pada satu kejadian sederhana yang dialami oleh seorang anak
perempuan.

Tidak terlalu ada dramatisasi, tidak terlalu ada ketegangan cerita namun
kisahnya lebih menekankan suasana murung dan duka. Sebuah
kerinduan yang mungkin cukup besar harus ditanggung gadis remaja
yang orang tuanya berpisah dan ia hidup bersama ibunya.

Sampai-sampai, ia selalu larut dalam lamunan dan membayangkan


sesuatu yang diinginkan. Contohnya, ucapan selamat tidur yang
diucapkan oleh sang ayah, ia merindukan hal kecil seperti itu yang
memiliki makna besar bagi perasaannya. Langsung nikmati ceritanya ya.

Anda mungkin juga menyukai