Anda di halaman 1dari 7

Bulu Entimok dan Bulu Kenjit

Pada jaman dahulu kala hiduplah dua orang anak gadis yang dalam hubungan keluarga
masih bersaudara sepupu. Kedua anak gadis itu berteman dan bersahabat baik. Walau pun
demikian keduanya mempunyai sifat dan tabiat yang sangat jauh berbeda. Perbedaannya tampak
pada sikap berbicara, cara bekerja, berpikir dan bertindak. Karena perbedaan sifat kedua anak
gadis tersebut, maka orang tua sering mengumpamakan anak-anak gadis dengan kedua tokoh
dalam cerita ini. Akibat dari perbedaan berpikir, bekerja dan berbicara maka hasil yang mereka
dapatkan berbeda pula antara satu dengan yang lainnya. Sebagai contohnya adalah pada
cerita…………
PERGI MANSAI
Karena telah beberapa hari mereka makan tanpa lauk pauk, maka pada suatu hari
timbullah hasrat dalam hati Bulu Entimok hendak pergi mansai (mansai menangkap ikan dengan
kemansai, dengan cara menenggelamkannya ke dalam air/dasar sungai, dan diangkat kembali
dengan secepat-cepatnya, kemansai = alat penangkap ikan yang terbuat dari anyaman rotan).
Sebelum berangkat terlebih dahulu Bulu Entimok memberitahukan rencana perjalanannya
kepada sang ibunya. "Ibu, Aku mau pergi mencari ikan. Mau mansai." Begitu kata Bulu Entimok
kepada ibunya. Lalu ibunya menjawab:" Boleh..., boleh saja, tapi siapa yang ikut kamu...? tanya
ibunya. "Tidak ada bu..., aku mau pergi sendirian aja." Jawab Bulu Entimok, Walau dengan rasa
berat hati, sang ibu pun mengijinkan kepergian anaknya yang berjalan seorang diri.
Setelah pamitan pada ibunya, maka berangkatlah Bulu Entimok pergi mansai, dengan
membawa kemansai, cupai, dan bekal nasi secukupnya. (cupai sejenis bakul, yang terbuat dari
rotan, senggang atau telinsau yang dianyam dan diberi tali, untuk membawa barang).
Setelah cukup lama berjalan, barulah ia menemukan sebuah anak sungai yang menjadi
tempat ia mansai. Maka mulailah Bulu Enfimok mansai, dari hulu sampai ke hilir, ke tengah
maupun ke pingir. Mansai ke hulu dapat baung antu, mansai ke hilir dapat ikan lele, mansai ke
tengah dapat tapah, mansai ke tebing dapat ikan buing, mansai ke dalam dapat ikan kujam.
Karena asyiknya dia mansai, maka tidak terasa ikan yang didapatya pun sudah banyak,
hampir tidak mampu dibawa olehnya. Matahari pun tiba-tiba tenggelam hari pun mulai malam,
la panik hendak pulang namun tidak tahu jalan lagi untuk dapat pulang karena hari sudah malam.
Maka ia memutuskan untuk mencoba mencari jalan pulang dengan menelusuri hutan,
dengan harapan dapat menemukan jalan untuk pulang ke rurnahnya.
Setelah lama ia berjalan, tiba-iba ia melihat seberkas sinar lampu pelita. Tanpa ragu—
ragu ia menuju ke tempat yang ada lampunya itu, dengan harapan dapat bertemu orang.
Setelah tiba ditempat itu, ternyata ada sebuah gubuk yang ia tidak tahu siapa
penghuninya. Maka mulailah ia memanggil: “Oh...Wahai... orang yang punya rumah, adakah
kalian di sini? Bolehkah aku naik....?” Setelah beberapa kali ia memanggil, barulah ada jawaban
dari dalam gubuk itu. “Oi.....,oi ada, ada aku di sini, naiklah cu...” begitulah kedengarannya suara
dari dalam gubuk itu. Bulu Entimok pun naik sambil berkata, “Terima kasih nek...” kemudian ia
masuk dan duduk sambil berkata “Anu, nek... aku ini tersesat..., dari pagi tadi aku pergi mansai
di sungai yang di sana, namun tak terasa hari pun mulai malam, aku mau pulang tetapi tidak tahu
dari mana jalan pulang, sehingga aku berjalan sembarangan dan akhimya aku melihat sinar
lampu nenek di sini”.”Kalau nenek tidak keberatan, aku mau numpang bermalam di sini sebab
aku tidak bisa berjalan dalam gelap malam seperti ini.” Sambung Bulu Entimok lagi. "Oh... ,
tidak mengapa cu..., bermalamlah di sini..., kebetulan nenek pun hanya sendiri di sini, besok pagi
bolehlah engkau pulang.” kata nenek tua. “Terima kasih atas segala kebaikan nenek padaku.”
kata Bulu Entimok kemudian. “Ya, cu. Memang kita harus hidup tolong menolong, apalagi
terhadap orang yang sedang susah seperti cucu ku.” sambung nenek lagi. Nenek itu ternyata
jelmaan dari seekor rusa dan disebut Nenek Rusa.
Setelah makan malam bersama, mereka pun beristirahat di serambi gabuk sambil
menunggu saat hendak tidur. Ketika mereka sedang beristirahat di serambi malam itu, mulai
Nenek Rusa itu bergaya dan bertingkah serta bertanya kepada Bulu Entimok. la membelalakkan
matanya dan berkata,”Apa yang engkau lihat di sana itu ?” “Oh, itu adalah sepasang bintang
malam yang sangat terang dan indah.” Jawab Bulu Entimok. Kemudian ia mengangkat kakinya
dan bertanya, “Apa itu yang ada di sana cu....?” “Oh, itu adalah dahan sebatang pohon yang amat
besar.” Jawab Bulu Entimok lagi. Kemudian nenek rusa itu menampakkan kedua daun
telinganya dan bertanya: “Apa itu cu, yang engkau lihat di sana....?” “1tu sepasang cendawan
raksasa yang tumbuh pada batang pohon yang amat besar.” Jawab Bulu Entimok pula, Kemudian
Nenek Rusa menampakkan pantatnya dan bertanya pula untuk keempat kalinya. “Apa yang
terlihat di sana itu cu..?” “Oh, itu adalah sebuah gunung atau bukit yang sangat indah.” kata Bulu
Entimok pula.
Setelah cukup lama merøka beritirahat di serambi itu Bulu Entimok pun sudah
.mengantuk, maka mereka bersepakat untuk segera tidur. Bulu Entimok menanyakan tempat di
mana ia boleh tidur. “Bolehkah aku tidur di dekat dapur ini nek...?” tanya Bulu Entimok. “Tidak
boleh cu, disitu tempatku kencing.” jawab nenek rusa. Bagaimana kalau di dekat serambi ini
nek.....?” tanya Bulu Entimok lagi. “Oh, disitupun tak boleh cu, itu tempatku kencing juga.” Kata
Nenek Rusa. “Kalau begitu di mana aku boleh tidur nanti nek...?”tanya Bulu Entimok lagi. "Di
sana engkau boleh tidur cu, di loteng.” kata Nenek Rusa. “Baiklah nek..., aku segera tidur ke
sana.” Kata Bulu Entimok sambil naik ke loteng gubuk itu. “Tidurlah cu, semoga dapat mimpi
baik.” Kata Nenek Rusa pada Bulu Entimok.
Ketika Bulu Entimok berbaring hendak tidur di loteng itu, terdengarlah olehnya suara
burung pipit yang bersarang di atap gubuk itu. "Pit, pit, pit,...pit, pit, pit jangan engkau tidur di
situ Bulu Entimok, pindahlah ke tempatku ini, nenek Rusa itu hendak membunuh kamu, pit, pit,
pit." Kata burung pipit kepadanya. Mendengar penjelasan burung pipit demikian, maka dengan
diam- diam ia pindah tidur ke sarang pipit sambil hendak menyaksikan kebenaran kata-kata
burung pipit itu. Disusunnya bantal hingga menyerupai orang yang berbaring, dan dibungkusnya
dengan selimut.
Nenek Rusa sesekali memanggil Bulu Entimok seraya menanyakan apakah ia sudah
tidur atau belum. Setelah semuanya siap, maka Bulu Enimok tidak lagi menjawab panggilan
Nenek Rusa. Setelah dipanggil beberapa kali Bulu Entimok tidak menjawab, maka nenek rusa
menyangka bahwa Bulu Entimok pasti tertidur lelap.
Nenek Rusa dengan pelan-pelan naik ke loteng dan membawa kayu pemukul. la hendak
membunuh Bulu Entimok yang disangkanya telah tidur. Setibanya di loteng, dilihatnya sekujur
tubuh orang sedang tidur,dan dengan tidak ragu—ragu lagi, dipukulnya susunan bantal itu
dengan sekeras-kerasnya, "Mampus kau! Rasakan pukulanku ini.” Gumam Nenek Rusa. Setelah
itu Nenek Rusa pun turun.
Bulu Entimok yang sedang berada di sarang burung pipit dengan rasa takut dan
gemetar, tanpa bicara sepatah kata pun menyaksikan kekejaman Nenek Rusa yang bengis itu.
Dalam hatinya ia berkata,”Kalaulah seandainya burung pipit itu tidak berbaik hati padaku maka
matilah aku ditangan Nenek Rusa itu.”
Keesokan harinya ketika sudah mulai ada tanda-tanda mentari pagi akan tiba, Nenek
Rusa dengan cepat-cepat berangkat ke hutan hendak mencari bambu yang akan digunakannya
untuk memasak daging mangsanya. Ketika
dipotongnya sebatang demi sebatang bambu selalu berbunyi, “Plong, plong, plong...” pertånda
kosong. Lalu ia berkata kepada bambu-bambu itu, “Hai bambu mengapa kalian bilang begitu...?
jangan bilang kosong seperti itu!” Kemudian ia memotong sebatang bambu lagi barulah ia
mendengar bambu yang berbunyi “Plup!” bambu itulah yang dibawanya pulang. la beharap agar
dapat segera memasak mangsanya sebagai santapan yang lezat pada hari itu.
Setibanya di gubuk, ia terkejut melihat Bulu Entimok yang disangkanya sudah mati,
tenyata masih hidup. Apalagi Bulu Entimok telah terlebih dulu menyapanya. “Nek, nenek
....sudah ke mana nenek pergi pagi-pagi sekali...?” tanya Bulu Entimok. “Untuk apa bambu itu
nek..?” tanya Bulu Entimok lagi. Nenek Rusa tidak dapat menyembunyikan rasa kecewanya.
Sehingga dengan agak gugup dan tersipu-sipu ia menjawab Bulu Entimok. “Tadi nenek sudah
bejalan-jalan ke sana, sambil pulang nenek membawa bambu ini untuk nenek memasak makanan
nanti siang.” jawab Nenek Rusa.
“Oh, ya! Nek…” kata Bulu Entimok kemudian. “Karena sekarang sudah siang, maka
aku pun harus segera pulang. Aku takut kalau-kalau ibuku terlalu cemas memikirkan dan
mencari aku. Terima kasih banyak atas bantuan nenek padaku.” Kata Bulu Entimok lagi.
“Baiklah cu..., Nenek pun minta maaf kalaulah ada kesalahan nenek padamu. Ini ada oleh-oleh
untukmu terimalah ini sebagai hadiah dariku.” kata Nenek Rusa sambil menyerahkan bungkusan
berisi pakaian yang masih baru, serta berbagai jenis perhiasan emas, perak dan intan berlian.
“Dan satu hal lagi cu,,,” kata Nenek Rusa. “Apabila nanti di tengah jalan engkau melihat
sebatang pohon limau, maka petiklah selembar daunnya. Pilihlah jangan yang terlalu muda, dan
jangan pula yang terlalu tua. Kemudian pekikkanlah katakan Uhh..., wai suamiku lemambang
limau.” kata Nenek Rusa kepada Bulu Entimok,
Kemudian berangkatlah Bulu Entimok dengan membawa bingkisan yang diberi oleh
nenek rusa itu kepadanya. Setelah di tengah jalan ia melihat pohon limau yang sangat rindang.
Dipetiknya selembar daun limau sesuai dengan yang terbaik menurut pandangan matanya, tidak
terlalu muda dan tidak pula terlalu tua. Kemudian ia memekikkan kata sebagai mana yang
disuruh oleh suamiku Nenek Rusa kepadanya. “Uhh....,wai... suamikulemambang limau!” Maka
dengan tiba-tiba datanglah kepadanya seorang pemuda tampan yang gagah perkasa. Pemuda itu
langsung berdiri di dekatnya. Pemuda itu adalah jelmaan dari daun limau yang dipetiknya.
Akhirnya mereka pulang bersama-sama ke rumah Bulu Entimok, pemuda tampan itu
langsung menjadi suaminya. Mereka pun merayakan hari pernikahannya selama tujuh hari tujuh
malam. Mereka hidup bersama selamanya dengan penuh kebahagiaan.
Karena melihat temannya Bulu Entimok yang hanya dengan pergi mansai saja bisa
mendapat suami yang tampan, maka Bulu Kenjit pun ingin juga berbuat demikian. Sehingga
pada suatu hari berangkatlah Bulu Kenjit mansai, tapi dengan tujuan bukannya mencari ikan,
tetapi hendak mencari sang suami. Sehingga karena mansainya asal-asalan maka ikan yang
didapatya hanya sedikit saja, bahkan hamper-hampir tidak dapat ikan.
Setelah seharian mansai tidak juga ia menemukan seorang pemuda tampan yang sangat
ia idam-idamkan. Malah sampai malam tiba pun ia tidak berjumpa dengan seseorang. Karena
hari sudah mulai malam dan Bulu Kenjit kecewa dengan perjalanannya, ia pun ingin
pulang.Tetapi ia tidak tahu jalan untuk bisa pulang. Akhirnya ia mencoba berjalan secara
sembarangan di dalam hutan yang gelap gulita. Setelah agak lama berjalan, tampaklah olehnya
seberkas sinar lampu pelita pada sebuah gubuk yang dihuni oleh seorang nenek yaitu Nenek
Rusa. la pun segera berjalan menuju ke tempat itu dan berharap agar bia numpang bermalam.
Nenek Rusa pun dengan senang hati menerimanya bermalam di itu.
Sebagaimana halnya dengan Bulu Entimok, makä setelah selesai makan malam Nenek
Rusa mengajak Bulu Kenjit untuk beristirahat di serambi gubuk itu sambil menunggu saat
hendak fidur. Maka mulailah Nenek Rusa bertingkah dan bergaya di depan Bulu Kenjit sambil
bertanya. Nenek Rusa membelalakkan matanya , “Apa yang ada di sana itu cu.... ?” katanya. “Itu
mata rusa.” jawab Bulu Kenjit. Kemudian Nenek Rusa mengangkat kakinya serta bertanya. “Apa
itu yang engkau lihat di sana itu kaki rusa!” jawab Bulu Kenjit. Kemudian Nenek Rusa
menampakkan kedua daun telinganya dan bertanya, “Apa yang di sana itu cu?” Bulu Kenjit pun
menjawab, “Itu telinga rusa.” dan kemudian Nenek Rusa menampakkan pantatnya serta
bertanya, “Apa yang engkau lihat di sana itu cu?” “Itu pantat rusa!” jawab Bulu Kenjit.
Kemudian ia terus ngomel “Ah, nenek ini macam-macam saja. Aku tidak mau melihat rusa itu!
Binatang rusa selalu mengganggu tanaman padi kami,” Omelnya. "Sekarang aku sudah mau
tidur!!!” kata Bulu Kenjit. Mereka pun bersiap-siap untuk pergi tidur.
“Bolehkah aku tidur di dekat dapur ini nek....?” tanya Bulu Kenjit. “Tidak boleh disitu
cu, itu tempatku kencing” kata Nenek Rusa. “Ah didekat serambi ini saja aku tidur nek!” kata
Bulu Kenjit. “Tidak boleh cu, disitupun tempatku kencing.” kata Nenek Rusa lagi. Maka ngomel
lagilah si Bulu Kenjit “Ah, nenek -tua bangka ini kayak anak kecil saja, di sana tempat kencing,
di sini tempat kencing!” gumam si Bulu Kenjit. “Kalau begitu, di mana? Tadikan nenek bilang
aku boleh aku tidur nanti bermalam di sini. Lalu mana yang benar...... ? Omel Bulu Kenjit lagi.
Lalu Nenek Rusa menjawab, “Di sana engkau tidur cu, di loteng sana.”
Bulu Kenjit pun segera naik ke loteng hendak segera tidur karena sudah kecapean
berjalan sepanjang hari. Setelah ia berada di loteng, burung pipit yang bersarang di atap gubuk
itu pun memanggilnya menyuruh ia pindah ke sarang pipit itu, karena Nenek Rusa itu hendak
membunuh.Bulu Kenjit tidak mau mendengarkan nasehat burung pipit itu. Malah ia bertanya
kepada Nenek Rusa: Benarkah nenek mau membunuh.....?" Nenek Rusa pun menjawab: “Tidak
cu, tidak! Manalah ada nenek ini mau membunuh.” Jelas Nenek Rusa.
Bulu Kenjit yang tidak percaya sedikit pun pada kata- kata burung pipit langsung saja
tidur dengan pulasnya. Nenek Rusa sesekali memanggil Bulu Kenjit menanyakan apakah ia telah
tidur, Setelah beberapa kali dipanggil tidak ada jawaban, maka Nenek Rusa pun naik dengan
membawa kayu pemukul. Dipukulnyalah Bulu Kenjit yang sedang tertidur pulas dengan sekuat
tenaganya. Terdengarlah suara Bulu kenjit menjerit sekali pertanda bahwa pukulan Nenek Rusa
itu tepat mengenai sasaran. Mampus kau! Sekali ini kau tak akan lepas dari tanganku!" kata
Nenek Rusa. Bulu Kenjit yang tidak mau mendengar nasehat pipit itu menjadi sasaran
kekejaman Nenek Rusa yang bengis itu.
Keesokan harinya, ketika mulai tampaknya tanah oleh sinar matahari pagi, Nenek Rusa
pun berangkat ke hutan mencari bambu yang akan digunakannya untuk memasak mangaanya
yang akan menjadi santapan yang lezat pada hari itu. Dipotongnya beberapa batang bambu,
anehnya bambu-bambu itu berbunyi ,"Plong, plong!" pertanda kosong. Namun setelah beberapa
batang bambu dipotongnya, barulah ia menemukan sebatang bambu Yang berbunyi: "Plop!"
bambu itulah yang dibawanya pulang.
Sepeninggal Nenek Rusa mencari bambu, burung pipit berusaha keras untuk
menghidupkan kembali Bulu Kenjit yang sudah tidak bernyawa lagi. Dan usahanya pun temyata
tidak sia-sia. Bulu Kenjit akhirnya berhasil dihidupkan kembali atas restu Yang Maha Kuasa.
Setibanya digubuk, Nenek Rusa sangat terkejut. Mengapa Bulu Kenjit yang tadi malam
dipukulnya ternyata masih dapat hidup kembali? Apa tidak bermimpikah aku ini? pikirnya dalam
hati. Berkali-kali diusapnya matanya, tapi tetap saja nyatanya demikian. “Ah,.....sialan benar aku
ini! Gagal lagi,....gagal lagi!” kata Nenek Rusa berbicara sendiri.
Setelah selesai makan pagi, Bulu Kenjit pun memberitahukan bahwa dirinya hendak
pulang pada Nenek Rusa. Nenek Rusa pun memberinya bingkisan yang berisi pakaian bekas, dan
barang pecah belah. Kemudian ia pun berpesan agar di tengah jalan nanti kalau melihat sebatang
pohon limau, ambillah selembar daunnya yang paling bagus menurut pandangan matanya, tidak
terlalu muda, dan jangan terlalu tua, kemudian pekikkan kata: Oh, wai suamiku lemambang
limau.” Begitulah pesan Nenek Rusa pada Bulu Kenjit.
Setibanya di tengah jalan ia melihat sebatang pohon limau, lalu dipetiknyalah selembar
daun yang paling baik menurut pandangan matanya, yaitu daun yang sudah tua. Kemudian
dipekikkannyalah kata :”Oh, wai suamiku lemambang limau.” Maka tiba—tiba datanglah
kepadanya seorang kakek yang sudah tua bangka, berjalan pakai tongkat. “Hei kakek tua,
mengapa kau datang ke sini....?” tanya Bulu Kenjit. Kakek tua pun menjawab bahwa dialah yang
dipanggil oleh Bulu Kenjit ketika ia memekik tadi. Rupanya kakek tua itu adalah jelmaan dari
daun limau yang sudah tua tadi.
Akhirnya, mau tidak mau, suka tidak suka kakek tua itu pun mengikuti Bulu Kenjit
pulang kerumahnya, dan menjadi suaminya. Kakek tua itu sudah tidak mampu untuk bekerja
lagi, malah tiap hari ia berada di dekat dapur untuk memanaskan badannya dengan api. Sehingga
pada suatu hari ia tertimpa oleh kayu api yang jatuh dari para- para, dan akhirnya meninggal.

Anda mungkin juga menyukai