Anda di halaman 1dari 121

Prologue

Kenalin, nama gue "...". Oke jangan tanya nama, cukup panggil gue "Jek" atau "Jeki". Gue cowok
tulen yang berumur 17 tahun. Bokap gue uda lama meninggal ketika gue masih 4 tahun karena
kecelakaan. Tinggal nyokap yang ngebesarin anak semata wayangnya. Yup, gue gak punya abang,
kakak, ataupun adek. Cuman ada satu orang yang manggil gue dengan sebutan abang, yaitu
anaknya tante gue yang berumur 2 tahun

Tahun ini tahun kelulusan gue dibangku SMA. Sedih sih ninggalin kehidupan sekolah. Segala
kenangannya begitu indah. Seakan-akan baru kemarin gue dianterin mama buat masuk TK, ehh

sekarang anaknya uda lajang siap ka.win

Setelah perang urat dengan nyokap, akhirnya gue mutusin buat lanjut kuliah di Yogyakarta.
Kebetulan juga gue diterima salah satu universitas disana. Ituloh Gadjah Mandek

Gue pun dianter nyokap ke bandara untuk naik pesawat ke kota tujuan. Berlinang air mata yang
keluar dari nyokap melepas kepergian gue.

"Nak, sekolah yang bener ya. Ingat kamu hidup diperantauan. Jaga diri baik-baik.."

Itulah pesan nyokap. Gue emang baru kali ini hidup sendiri jauh dari keluarga. Di Jogja, gue gak
punya famili ataupun orang yang kenal dekat sebelumnya. Tapi ini yang justru gue syukuri, karena
gue ditempa sedemikian rupa hingga ...................
Kamar Kostan
Singkat cerita, sampailah gue di kota pelajar ini. Sumpah ini badan rasanya mau copot. Naik
pesawat dua kali dan transit lebih dari 3 jam emang membunuh. Gue pun memesan taxi menuju
kostan yang uda gue sewa sebulan yang lalu (ketika pendaftaran ulang). Istirahat.. Gue
pengen ist(r)irahat

Satu lembar uang 50ribuan gue berikan kepada si supir. Gue bilang kembaliannya diambil aja.
Setelah mengucapkan terima kasih dan mengambil koper di bagasi, gue masuk ke rumah dua lantai
yang lumayan luas (menurut gue) untuk mencari si penjaga kost.

Gue melihat sesosok pemuda topless berjalan menuju arah gue. Pikiran gue mulai melayang. Apa
yang hendak dia lakukan? Copet? Atau jangan-jangan .....

"Cari siapa ya mas?" Tanyanya kepada gue


"Ohh, saya yang mau ngekost disini, penjaga kostnya dimana ya?" Jawab gue
"Mungkin lagi dibelakang ngasih makan ayamnya, bentar tak panggilin."

Cowok itu berjalan kedepan lalu menuju kearah samping. Syukurlah gue gak diapa-apain. Mungkin
hanya pikiran gue aja yang mengada-ada.

"Ohh mas jeki uda dateng, gimana perjalanannya mas?" Sapa seseorang yang wajahnya familiar.
"Capek mas hehe, apa kabar mas?" Tanyaku supaya terkesan bersahabat
"alhamdulilah baik, ayo saya anter ke kamarnya" Tawarnya yg tidak mungkin kutolak.

Kami menuju kamar gue yg ada dilantai dua. Sedikit tentang kost-kostan ku. Bentuknya bukan
seperti rumah biasa, tapi lebih ke asrama yang kamarnya jejer-jejer. Toiletnya ada diluar. DIlantai
satu ada 10 kamar, sedangkan lantai 2 ada 9 kamar. Kamar mandinya sendiri ada 7 yang tersebar
disetiap penjuru tempat. Bahkan di tempat jemuran ada satu kamar mandi yang gak tau fungsinya
buat apa.

Setelah sampai, gue melihat sebuah kamar yang lengkap ada meja belajar, lemari pakaian dan
sebuah kasur kapuk.

"Kalau ada perlu apa-apa, kasih tau saya saja mas." Pesan si penjaga kost.
"Siap mas." Jawab gue seadanya.

Tanpa ba bi bu, gue pun terlentang dikasur kapuk tersebut dan terlelap menuju alam mimpi.
Obrolan dengan penghuni lama
Gue terbangun karena udara yang dingin. Gak sadar ketika tidur tadi, jendela belum ketutup, jadi
angin yang berhembus masuk kedalam kamar. Gue liat jam uda menunjukkan jam 1 pagi. Gue cari
hp ditas, ternyata lowbat. Gue ambil charger.

Rasanya tenggorokan gue kering banget, gw cari botol aqua ternyata isinya uda habis. Mau keluar
tapi tidak tahu supermarket terdekat. Gue liat kamar sebelah pintunya kebuka dan lampunya
menyala. Gue pun melangkah kesana.

"Misi mas" Sapa gue


"Ohiya, ada apa ya?" Jawabnya
"Kenalin saya Jeki, penghuni baru kamar sebelah mas hehe" Senyumku sedikit
"Aku Arthur" Menjabat tangan gue.

"Boleh minta air mas, habis belum beli tadi hehe" Pintaku to the point
"Oh ambil aja di dispenser."

Gue isi botolnya sampai penuh.

"Asalnya dari mana?" Tanya Arthur


"Dari ..., mas sendiri?" Tanya gue balik
"Makassar" Jawabnya seadanya

"Belum tidur mas jam segini?" Tanya ku berusaha akrab


"Wah penghuni kost sini sih jam segini masih keluyuran. Itu Benny kamar sebelahmu aja belum
pulang dia" Jawab Arthur
"Rata-rata dari mana anak-anak kostan mas?" Tanya gue lagi.

Akhirnya berceritalah si Arthur kalau anak-anak kostan campur semua. Ada yang dari Aceh,
Padang, Makasar, Bali, sampai Papua juga ada. Rata-rata semua juga angkatan lama alias minimal
uda 3 tahun disini. Bahkan ada yang uda kuliah 9 tahun.

Sedikit mengenai Arthur. Orangnya ini yang gue ketemu topless pas gue baru datang tadi siang. Dia
sering banget jalan-jalan di kostan gak pake baju, kadang malah boxeran doank. Yang paling
ngeselin itu kalau dia uda muter musik, volumenya bisa untuk didengerin orang satu komplek. Terus
lagunya juga itu-itu aja. Misalnya lagi tenar banget lagunya I'm yours (Jason Mraz), bisa lagu itu
terus yang diputer selama seminggu. Pernah suatu saat gue tiap hari dengerin "Jika cinta diaaaaa"
(Geisha) selama hampir dua minggu.

Gue liat jam dikamar Arthur, ternyata kita ngobrol uda sampai jam 4 pagi. Gue pun permisi balik ke
kamar.

Gue hidupin hp gue yang lowbat, ternyata miscall dari nyokap uda puluhan, belum sms yang
nanyain uda sampai apa belum. Apa ada apa-apa? Gak kecelakaan kan? Gak kenapa-kenapakan?
#nyokap_panik

Harusnya jam 8 entar gue harus ke kampus buat pembekalan ospek minggu depan. Terus gue pikir-
pikir kalo gue tidur, entar gue gak bakalan bangun. Jadi gue buka laptop. Gue lupa kalo disini gak
ada wifi kayak dirumah. Gue gak punya modem. Hp gue gak bisa dijadiin modem. Gue gak bisa
internetan

Akhirnya gue putusin merhatiin malam sampai matahari terbit


Si Cewek "bulet"

Kriiiiiiing

"halo" Jawab gue setelah tau nyokap nelpon


"Kamu gpp kan? Mama kira pesawatnya kecelakaan, kamu gak ngabarin
"Kalo kecelakaan juga gimana ngabarin ma" Jawab gue
"Kamu malah ngelawan!

Akhirnya pagi ini gue diceramahin nyokap panjang lebar. Disuru sapu dan pel dulu kamarnya.
Padahal kemarin uda gue tidurin semaleman. Emang sih gatel-gatel jadinya.

Setelah naskah pidato nyokap selesai, gue liat uda jam 7 pagi. Akhirnya gue putusin buat mandi.
Gue bongkar koper buat nyari handuk sama baju ganti. Gue lupa kalo gue gak punya sabun, odol
dan sikat gigi.

Masa bodoh! Gue masuk kamar mandi lalu jebyar jebyur seadanya. Berpakaianlah gue selayaknya
mahasiswa.

Berbekal peta Jogja dan peta kampus, akhirnya gue berjalan menuju kampus tempat gue bakal
mengenyam pendidikan beberapa tahun kedepan.

Setelah sampai, gue cuman duduk bengong sendiri karena gue gak punya kenalan siapa-siapa.
Mau nyapa tapi malu. Nunggu disapa aja deh...

Akhirnya ada seorang cewek yang berbicara menggunakan mic.

"Bagi seluruh mahasiswa baru peserta ospek, yang namanya dipanggil harap berkumpul bersama
pemandu di selatsar"

Satu persatu nama pun dipanggil. Setelah nunggu agak lama, gue mulai gusar. Apa jangan-jangan
gue salah kampus. Kok nama gue gak dipanggil. Apa gue salah gedung ya?

Rupanya tidak. Nama gue akhirnya dipanggil. Gue masuk kelompok 19 dari 20 kelompok. Panteslah
nama gue gak dipanggil-panggil. Gue salah satu urutan kelompok terakhir.

Gue menuju kelompok gue dan kenalan dengan mas serta mba pemandu lalu anggota-anggota lain
kelompok ini. Mata gue tertuju pada seorang cewek. Aura kasih banget bodinya
Gue mulai berimajinasi liar hingga badan gue disenggol orang yang ada disamping gue.

"bro, bulet ya bro" katanya


"Iye, aduhai pokoknya" Jawab gue
"sayang coklat kayaknya bro" katanya lagi
"Tau darimana bro?" Tanya gue penasaran
"Liat aja bibirnya, biasanya warnanya sama" penjelasannya..

Gue dan cowok ini pun tertawa terpingkal-pingkal hingga semua anggota ngeliat ke kita.

"Kenalin saya..., panggil aja wawan" Dia mengenalkan diri


"Saya ..., panggil aja Jeki."
"Jauh banget ... jadi Jeki??" Protesnya
"Ya seperti itu lah hahaha" Jawab gue keki
Sore hari di Kostan
Segala tetek bengek tentang ospek sudah dijelasin dan dirembukin dengan kelompok. Kita disuru
buat topi dan tas dari goni bekas. Lalu satu kelompok harus seragam semua propertinya. Agak tidak
mendidik juga sih sebenarnya ospek ini. Ah sudahlah, lupakan saja.

"Jek, kostan lu dimana?" Tanya Wawan


"Kostan gue di daerah...." Jawab gue
"Wah deket tuh, gue main ya kesana, males balik, tempat gue jauh." Tawarnya
"Siplah, gue juga butuh tumpangan hahaha" Tawa gue

"Lo asli orang mana Jek?" Tanya wawan ketika di motor


"Gue asli... lo?" Tanya gue balik
"Bekasi" Jawabnya singkat
"Dimana tuh? Ada dipeta gak sih? Jarang denger" Cela gue
"Sial lo, ada di peta, luas daerahnya, banyak sawah juga" Penjelasan wawan tentang kampung
halamannya.

"Wah, lo kecil hidup dipersawahan donk? Nih gue kasih tau, yang lewat tadi namanya mobil, dia
roda empat, kalo motor itu roda dua" Canda gue
"Oh gitu ya.. gue turunin juga lo" Balasnya
"Ampun bro hahahaha"

Akhir kita sampai dikostan. Gue dan wawan pun menuju kamar. Dia tiduran dikasur gue.

"Berantakan amat sih kamar loe" Kata Wawan.


"Gue baru nyampe kemarin, belum sempat beres beres juga" Pembelaan dari gue

"Eh menurut lo, anak kelompok kita cakep gak?" Tanya dia
"hemmm, gak tau sih, gue gak ngeliat anak kelompok lain biar bisa dibandingin" Jawab gue
"Widya tadi cakep ya" Kata Wawan

Widya itu cewek kelahiran asli Jogja. Orangnya gak putih sih, cuman kuning langsat gitu kayak
kebakar matahari gitu. Anaknya punya rambut panjang trus lesung pipi. Emang cakep sih
sebenarnya.

"naksir lo sama dia?" Tanya gue penasaran.


"Iya nih. Malah lagi jomblo kan, gak ada yang merhatiin" Kata Wawan.
"Haus belaian lo! Hahaha tapi kalo lo deketin Widya, gue deketin Tiara aja deh" Jawab gue..

Tiara itu cewek "bulet" yang jadi bahan candaan gue sama wawan pas tadi siang. Gue sih belum
sempet ngobrol sama dia, paling banter juga cuman tau namanya. Tapi keliatannya anaknya asik
diajak ngobrol, lebih asik lagi sebenarnya kalau diajak peluk mungkin ya

"Dasar juragan lendir! hahaha" Cela wawan ke gue.

Saat kita lagi asik-asiknya ngomongin soal cewek kelompok. Tiba-tiba penghuni kamar sebelah gue,
si Arthur pulang dan melewati depan pintu gue. Tapi yang gak gue sangka, dia gendong seorang
cewek. Lalu cewek itu juga dengan manjanya ngobrol sama Arthur. Seakan-akan gue sama wawan
gak ngeliat kejadian itu.

Setelah terdengar suara pintu ditutup dari kamar Arthur, selang beberapa menit, terdengarlah.....
suara orang memadu kasih

"Bro, cabut yok, gak kondusif nih.." Kata gue ke Wawan


"Hayuklah, gue sekamar pula sama elo, kalo pengen kan bahaya entar" Kata Wawan
"Bangkeeee hahaha cari makan aja yok, uda magrib juga, sekalian anterin nyari modem bro
hehehe"

Kesan pertama tentang kostan, "berlendir".


Widya dan Tiara
Kelompok gue emang ngerencanain buat ngumpul hari ini sekedar menyiapkan properti buat ospek.
Gue kebagian bawa kardus bekas yang banyak sama tali rafia. Gue pun ke warung depan buat beli
semua bahan-bahannya.

Saat dikampus, gue ngeliat anak-anak uda ngumpul termasuk Wawan.

"Elu kok telat bro?" Tanya Wawan


"Iye, jalan dari kostan" jawab gue seadanya

Mata gue langsung tertuju pada Widya . Doi hari ini pake kaos oblong warna putih dan celana
jeans dongker ditambah bando putih dikepala. Kenapa ya kok tiba tiba hati gue berdegub kencang.

"Emang gak punya motor ya Jek?" Tanya Widya kepadaku


"Gak punya nih" jawab gue grogi

Sosok Widya yang gue liat kemarin dengan hari ini rasanya berbeda. Doi jauh lebih cakep hari ini.
Kalau boleh dibilang malah 10 kali lipatnya . Apa mungkin karena bandonya yang bikin Widya
keliatan lebih manis? Ahhh, gue gak punya jawabannya.

Akhirnya kita mulai bagi bagi tugas. Gue kebagian bikin name tag dari karton. Ada nisa dan gebi
yang ngebantuin gue. Tidak ada yang spesial dari mereka berdua.

Hingga suatu momen terjadi. Gue punya keahlian bikin tulisan tulisan gitu, seperti kayak doodle atau
pop art. Lalu gue lah yang ngegambarin semua name tag anak-anak. Tiba tiba ada suara yang
mengejutkan gue dari belakang.

"Apik tenan e gambare (bagus banget gambarnya)" suara seorang cewek.


Sontak gue pun menoleh kebelakang. Ternyata si Tiara. Gadis bohai yang jadi imajinasi gue
kemarin.

"Sori?" Balas gue karena belum ngerti bahasa jawa


"Bagus gambarnya" puji Tiara
"Hehehe biasa aja kok" jawab gue agak sombong

"Aku bantuin ya, capek juga kamunya gambar 15 nametag" kata Tiara
"Sip" balas gue mengacungkan jempol

Gue sendiri ngegambarnya diatas lantai, bukan meja dan Tiara pun memposisikan diri didepan gue.
Oke mungkin bisa dibayangkan sejenak. Otomatis gue harus bungkuk ke lantai buat ngegambar.
Gue sih ngak masalah, tapi tiara yang pake kemeja lah yang bermasalah .

Celah di leher bakalan keliatan banget kalo posisinya doi ngebungkuk. Dan sudah jelaskan apa
yang gue liat ? Cukup bayangkan, jangan sampai diucapkan. #filter

Gue pun disuguhi pemandangan tersebut selama satu jam lebih. Laki laki mana yang tahan godaan
seperti ini? Mungkin gue butuh iman yang setegar batu karang sekarang .

Skip bagian ini.

Akhirnya property buat ospek sudah kami buat semuanya. Hari juga sudah sore sekitar jam 4. Kami
memutuskan untuk menyudahi pertemuan hari ini.

Tiba tiba Wawan manggil gue

"Jek, bareng gue aja, sekaligus mau numpang ngadem di kostan elu" katanya
"Wokehlah bang" kata gue
"Bang apaan?" Tanyanya kebingungan
"Bang ojek" cela gue
"Sial!"

Saat gue dan wawan menuju parkiran, gue ngeliat sosok cewek yang kayaknya gue kenal luar
'dalem'. Gue ngeliat Tiara lagi nunggu jemputan. Gue pun berinisiatif buat nyusulin doi

"Nunggu jemputan neng?" Sapa gue


"Ehh jeki, iya nih hehe" jawabnya dengam senyum

Wawan dengan motornya pun menghampiri kita berdua

"Nggu jemputan ya Ra?" Tanya wawan


"Iya nih, lama.." jawabnya cemberut

Gue pun naik ke jok belakang motor lalu mengucapkan sampai jumpa ke Tiara

"Aku duluan ya" ucap gue


"Kita duluan ya ra" kata wawan
"Monggo monggo, hati hati" kata Tiara

Gue mulai berpikir dalam hati, andai gue punya motor, gue kan bisa ngeboncengin Tiara. Bisa
mainin gas sama rem...
Tiba tiba tanpa sadar dalam lamunan gue, seorang wanita dari dalam mobil berteriak memanggil
gue.

"Jek! Jangan ngelamun aja hayooo"

Setelah gue liat, ternyata itu suara Tiara dari dalam mobil. Ahhh lamunan gue buyar seiiring dengan
penampakan cowok yang seumuran dengan gue duduk disamping Tiara di kursi pengemudi .

"Wanita butuh mobil, bukan motor" gumam gue dalam hati...


Kostan
Siang ini gue lagi gak ada kerjaan. Gue gak harus kumpul bareng temen kelompok ospek gue
karena semua perlengkapan kita uda beres. Si wawan juga gak nonggol dikostan gue. Akhirnya gue
putusin buat internetan, browsing browsing gak jelas aja.

Tiba-tiba pintu gue diketuk

Pas gue buka, muncullah sesosok mahkluk adam yang (lagi-lagi) topless.

"Anak baru ya disini?" Sapa orang tersebut


"Iya mas, ada apa ya?" Sahut gue
"Kenalin deddy" Katanya mengajukan tangan.
"Saya ..., panggil aja jeki" Balas gue menjabat tangannya

Terlihat wajah menahan ketawa dari ekspresinya. Iya gue tau nama gue itu sesuatu...

"Ohya, entar malem gak ada acarakan? Kita anak kostan mau bakar-bakaran" Katanya
"Hah? Mau ngapain mas?" Tanya gue terkejut

Belum genap seminggu gue tinggal disini, tapi bangunan ini udah mau dibakar. Terus gue harus
tinggal dimana? Malah uang sewa uda dibayar 3 bulan pula.

"Anak-anak bikin acara bakar-bakaran ayam, ikut ya" Penjelasannya


"Ohhh, sip mas" Jawab gue mengiyakan...

***

Malamnya terlihat suasana cukup ramai di lantai satu. Gue bareng Arthur turun kebawah. Dari
tangga, kita udah nyium bau kecap dan ayam yang dibakar. Wah pasti lezat nih keliatannya.

Akhirnya dimulailah perkenalan anak-anak kostan. Ternyata setelah gue telisik, hanya gue seorang
yang anak baru dikostan ini. Yang paling muda selain gue juga beda dua angkatan sama gue.
Kayaknya gue bakal jadi anak bawang nih di kostan

Ternyata acara bakar-bakaran ini disponsori semua oleh Deddy. Dia baru menang taruhan bola.
Gue lupa dia menang dipertandingan apa lawan apa. Yang jelas dia menang 1 juta

Dikostan gue, ada dua orang yang dikenal suka banget sama yang namanya Ju.di Bola. Salah
satunya ini Deddy. Dia kalo menang gak tanggung-tanggung. Kadang bisa 1 juta, dua juta, rekor
yang pernah gue denger itu dia menang 5 juta . Ohya, masih ingat anak kostan yang kuliah 9
tahun gak tamat-tamat? Deddy lah orangnya.

Yang kedua itu namanya Ija. Kalau dia agak gila mainnya. Pernah dia masang taruhan dikamar gue.
Misalnya dia punya duit 500ribu. Nah dia bakalan main tebak-tebakan skor yang pengalinya
lumayan gede. Gue liat dia pernah masang di pertandingan Barcelona lawan apa gitu, dia masang
tebak skornya 5-0; 6-0; 4-1. Gak masuk akal kan?

"gak salah bang, kau pasang segitu skornya?" Tanya gue penasaran
"Kali aja messi lagi gila, dua kali hat-trik" Jawabnya meyakinkan.
"Waduh" Balas gue
"Kalau tembus ini, ke Bali kita jalan-jalan sama anak kostan" Tawarnya dengan penuh semangat.

Dan ternyata hasil akhir pertandingannya adalah....


Spoiler for hasil:

Gue nonton messi dkk aja mainnya kesusahan, gimana mau sampai 6 golnya. Ija pun kembali
mencari modal buat dipasang taruhan lagi

***

Akhirnya setelah ngobrol ngobrol bareng penghuni kostan, gue tau juga kebiasaan kostan sini.
Salah satunya ini.

"Kau baik-baik sama anak kostan. Kalau kau sakit, kita-kita juga yang bantuin. Ibu kost itu gak
pernah mau tau soal anak-anak. Dia paling datang tiap tanggal 1 nagih uang kostan. Setelah itu
mau kau cari kemana pun, gak akan ketemu dia."

Suasana kekeluargaannya terasa kental sekali disini. Gue ngeliat rata-rata omongannya pada bijak.
Apa mungkin karena gue paling kecil sendiri ya? Well, setidaknya gue nyaman tinggal disini,
kecuali....

(settingan diwaktu yang lain ketika gue dikamar)

"bruk.. brukk.. brukkkk..." Seperti suara kayu yang dipukul ke tembok

Suaranya bukan dari kamar Arthur, tapi dari kamar sebelah kiri gue (kanan itu kamar Arthur).

Lalu muncul lagi suara tembok yang dipukul-pukul pakai tangan..

"Yang pelan mainnya bro! Kedengaran suara! " Teriak seseorang


"Sori bro, lagi asik nih! " Teriakan balasan dari yang punya kamar

Dan selanjutkan bisa ditebak sendiri bagaimana suara orang memadu kasih.
Gue hanya bisa duduk termenung, antara pengen dan jijik...
Ospek 1
Ospek tlah tiba..
Ospek tlah tiba..
Hore..
Hore..
Hooreeeee....

Gue harus bangun jam 5 subuh hanya buat berangkat ospek. Rada-rada tidak bermutu juga
sebenarnya peraturan ospek. Sekelompok harus nyampe kampus sebelum jam 6.50 karena
ospeknya bakal dimulai jam 7 teng.

Trus satu kelompok harus lengkap supaya bisa masuk. Tidak ada alasan sakit atau apapun itu.
Kalau pun sakit, orang tersebut harus datang dulu bareng kelompok supaya kelompoknya dapat izin
masuk, terus setelah itu boleh mengajukan izin sakit. Kan gak masuk akal hal seperti ini. Coba
jelaskan dimana poin positif yang bisa dipetik???

Selesai jebyar jebyur, jalan kaki lah gue menuju spot ketemuan. Sampai disana, gue masih sendiri.
Gue adalah anak perantauan yang paling rajin!

Waktu menunjukkan pukul 6.30. Masih ada beberapa anggota yang belum nyampe. Widya sama
Wawan dan beberapa anak lainnya sih uda nyampe, tapi si neng Tiara belum. Keberatan "gunung"
kali nih anak makanya sampe telat.

Pukul 6.45. Belum ada tanda-tanda Tiara dan satu orang temen gue lagi. Sial bakal telat nih,
gumam gue dalam hati.

Yang paling ngeselin menurut gue adalah mereka berdua nyampe barengan di waktu menunjukkan
tepat 6.50. Tanpa wajah bersalah, tanpa minta maaf, tanpa peluk dan cium.... Gue emosi tingkat
dewa

Kita sekelompok nyampe kampus pukul 7.03. Artinya kita telat 13 menit. Otomatis kita sekelompok
dapat hukuman. Hukumannya adalah
Spoiler for hukuman:

Akhirnya gue mengawali hari pertama ospek dengan bahu super pegel. Emang gue akuin kalo gue
jarang olahraga. Palingnya cuman olahraga tangan #IYKWIM

Pengen rasanya gue peluk gemes neng Tiara . Kan gara-gara doi gue harus menderita pagi ini.
Malah gue belum sarapan. Lengkap deh penderitaan gue .
Ospek 2
Gue disuguhi berbagai macam presentasi mengenai kehidupan kampus yang mana gue sama sekali tidak
mengerti. Gue hanya mangut-mangut ketika dijelaskan. I have no idea about these shit!

Mungkin gue butuh penyegaran. Gue masih kesel sama Tiara karena ulah doi pagi tadi. Jadi mau gimana pun,
gue gak ngeliat sesuatu yang bisa meningkatkan semangat gue dari dirinya. Jelalatan lah mata gue melihat
perempewi-perempewi di fakultas gue.

Gue liat wajah mereka semua pada ngantuk, capek, dan mungkin dehidrasi. Ahhh, gue gak konsen buat
nerawang cewek. Akhirnya ngobrolah gue sama ketua kelompok gue (namanya Nas).

"Nas, ngerti gak?" tanya gue


"Ora dab (ngak bro)" jawabnya
Iseng, gue pun ngajak dia mainan cabut rambut. Target kita adalah cewek-cewek yang gak jilbaban.
Peraturannya sederhana, masing-masing harus nyabut rambut target lebih dari satu dengan sekali tarik. Trus
lawan harus nebak jumlah rambut yang kecabut dengan genap atau ganjil.

Permainan dimulai dari si Nas. Doi langsung nyabut rambut cewek yang ada disebelah kirinya. Cewek tadi pun
membalas dengan cubitan secepat kilat.

"aduhhh..." kata Nas sambil ngegosok-gosok lengannya


"Hahahaha" tawa girang gue..
"coba tebak" tantang nas.
"Ganjil" jawab gue pasti.

Ternyata oh ternyata.. Gue salah

Akhirnya guelah yang sekarang harus nyabutin rambut cewek. Gue liat cewek didepan gue rambutnya panjang.
Dia masih sekelompok sama gue. Langsung gue arahkan tangan kerambutnya, dan.....

"HUAAAAAAAAAAAAAA" teriak doi mengema diseluruh ruangan

Sontak seluruh mata memandang kearah gue. Rasanya seperti ada sebuah spot light yang menyinari gue dan
gue lah pusat perhatian satu-satunya disana..

Malu? Jelas...

Kelakuan jahil gue barusan akhirnya ketahuan sama komdis (komisi disiplin). Alhasil, gue dipanggil
menghadap salah seorang komdis (cewek) yang menurut gue gak ada tampang-tampang gaharnya. Mau teriak
aja suaranya cempreng

"kamu kenapa nyabut rambut temannya?!" Bentak si komdis


"saya iseng mba" jawab gue
"Tadi lagi presentasi, kamu tidak memperhatikan? Mau jadi jagoan?" bentaknya lagi
"tidak mba.." jawab gue tanpa rasa penyesalan.

"Kamu pilih mau hukuman apa. Pulang nanti kamu beresin semua sampah dikampus, atau kamu minta tanda
tangan dari 30 kakak angkatan" Kata di komdis menawarkan hukuman ke gue.

Tanpa pikir panjang, gue pilih yang kedua. Setidaknya menurut gue, kalo gue ngarang pun, si komdis juga gak
bakalan ngecek apa bener gue uda minta tanda tangan dari kakak kelas. Dengan mantap gue menjawab pilihan
kedua.

Hari pertama ospek selesai...


Bahu pegal...
Capek...
Keringetan...
Bau...
dan dapat hukuman...
Whew..!
Ospek 3
Malemnya gue online bentar. Gue sama sekali gak punya kenalan kakak kelas dikampus. Alhasil
gue searching dengan keyword "nama Indonesia umum". Gue dapat beberapa kata dan gue rangkai
jadi 30 nama lengkap dengan tanda tangannya. Tugas (hukuman) gue selesai!
Besok paginya gue masih harus bangun jam 5 subuh, jebyar jebyur dan jalan ke spot ketemuan.
Hari ini juga kelompok gue harus dihukum lagi karena neng Tiara bohay telat. Kita push up total 80
kali!

Yang aneh hari ini adalah kita dikasih sarapan pagi berupa kue kue jajanan pasar. Padahal kemarin
kami dibiarin keroncongan sepanjangan pagi.

Usut punya usut ternyata seksi konsumsi dari panitia telat nganterin sarapan kemarin. So, kue kue
yg harusnya jadi pengganjel perut di pagi hari, diberikan pas makan siang. Harusnya panitia push up
juga donk biar adil!

Komdis yg kemarin menghukum gue ngasih pidato pas apel pagi. Diakhir kata-katanya, dia nyelipin,

"Peserta ospek yang kemarin dapet hukuman, harap menuju ruang panita setelah barisan
dibubarkan."

Gue sadar diri, gue pun berjalan sambil memegang secarik kertas hukuman gue ke ruang panitia.
Sampai disana gue liat ada beberapa mahasiswa baru juga yang lagi baris dipojokan.

"Cari siapa ya dek?" Sapa seorang panitia


"Saya disuru kesini kak buat ngumpulin tugas." Jawab gue menjelaskan
"Tugas apa ya? Maksudnya hukuman?" Tanya dia
"Iya kak"
"Kemarin yang ngasih hukuman siapa?" Tanya dia lagi

Sumpah gue ingat wajanya siapa yg ngasih hukuman, tapi gue gak tau siapa namanya. Masa iya
gue lagi dibentak bentak trus ngajak kenalan?

"Wah saya lupa kak" jawab gue


"Lupa atau kamu gak nanya?" Cengir panitia
"Gak nanya kak" jawab gue polos
"Yauda kamu baris ikutin temen temenmu dipojokan, sambil nunggu komdis yang ngasih kamu
hukuman dateng" katanya memberi arahan

Ehhh, buset! Gue bareng anak anak yang lain diperlakukan kayak tahanan terpidana KPK yang lagi
baris nunggu disidang.

Beberapa orang mulai menemukan kekasih pujaannya (baca: komdis). Sedangkan gue harus
nunggu 1 jam lebih sampe orangnya menunjukkan batang hidung.

"Kak, ini hukuman saya yang kemarin" kata gue sambil nyodorin kertas
"Loh kamu, saya hukum toh? Kemarin hukumannya apa?" Tanyanya dengan logat medok yang
ngeselin
"Saya disuru mengumpulkan tanda tangan 30 kakak kelas" jawab gue
"Bentar ta cek dulu ya" kata si komdis

Setelah dia membolak balik kertas gue, lalu muncullah pertanyaan

"Ini kok namanya gak ada yang aku kenal? Kamu ngarang ya?!" Tuduhnya
"Ngak kok kak, itu saya minta beneran" jawab gue dengan keringat dingin
"Mana ada panitia yg namanya ini 'Agus Ilham'!"
"Mungkin tidak jadi panita kak" pembelaan dari gue
"Gak ada angkatan atas yang datang ke kampus selain panitia!"

Mampus gue! Bener juga sih. Siapa juga yang mau dateng ke kampus pas libur gini.

"Kamu masih mahasiswa baru sudah berani berbohong!" Bentaknya


"Ngak kak, itu beneran saya minta" jawab gue kekeuh
"Bandel kamu ya! Kamu tau gelatik kembar?" Tanya nya

(Gelatik kembar itu buku tulis yang ukuran folio)

"Iya kak" jawab gue

"Kamu cari yang 50 lembar, terus kamu tulis 'aku tidak akan berbohong lagi' sampe penuh. Tanpa
spasi, bolak balik" perintahnya
" "
"Besok serahkan ke saya, sekarang kamu balik ke kelompokmu" perintahnya

Gue pun beranjak pergi dengan kesal. Rasanya pengen gue tonjok komdis yang tadi
Widya 1
Masa bodoh. Gue gak sudi nulis di folio bergaris sebanyak 50 lembar! Emangnya gue gak ada
kerjaan lain? Gue mesti mikirin negara! Gue mesti mikirin gimana nyari duit yang banyak supaya
besok-besok rakyat gue gak demo minta uang jajan. #ngarang

Hari ketiga ospek pun gue gak menghadap ke kakak komdis yang suaranya cempreng itu. Kalau
papasan juga gue pura-pura gak kenal. Gue yakin banget kalo dia hapal sama wajah gue, tapi gue
juga yakin banget kalo dia pasti males ngehadepin peserta membangkang kayak gue.

Sebenarnya gue gak membangkang ya. Oke, jujur gue akuin kalo perbuatan gue itu salah. Tapi
coba pikirkan. Panitia membuat acara yang ngebosenin. Hal ini tentunya mengakibatkan gue
merasa bosen juga. Gue berani taruhan, bukan cuman gue yang ngak merhatiin presentasi. Emang
gue nya aja yang ketiban sial pengen iseng, eh malah ketahuan. Inti akar permasalahannya ini kan
acara dari panitia. #gue_nyari_pembelaan

Gue punya kabar baik soal ospek hari ke 3 yang mana adalah hari terakhir. Pertama, hari ini
kelompok gue gak telat. Neng Tiara Bohay gak telat lagi kayak kemarin-kemarin. Kalaupun sampe
doi telat tiga hari berturut-turut, kesel gue pengen ngehamilin dia . Terus yang kedua, gue jatuh
cinta sama Widya !

Mungkin ini aneh buat gue. Jelas-jelas gue liat dengan mata kepala gue sendiri kalau Wawan uda
ngeluncurin sepikan-sepikannya ke Widya. Setidaknya sohib gue ini uda berusaha. Lah gue? Gue
cuman bisa merhatiin doi diprospek orang.

Hal ini tentu membuat gue cemburu. Tapi dibalik kecemburuan gue, gue merasa gue makin dekat
dengan doi. As information, walaupun kita satu kelompok, gue jarang banget ngobrol sama doi.
Palingan cuman say hi doank. Gak ada sama sekali pembicaraan intens antara gue dengan doi.

Entahlah apa yang salah dengan gue. Buat gue, memandang doi aja gue uda seneng banget. Lidah
ini rasanya kaku untuk memulai pembicaraan dengannya. Terserah gue mau dicap cemen lah,
pengecutlah. Terserah!
Gue cuman mau bilang.
Hari-hari gue disini masih panjang,
Apel yang dipetik pas mateng pasti terasa lebih manis...
Widya 2
Kuliah akhirnya dimulai juga. Gue dengan perasaan berdebar-debar menunggu hari ini. Entah
kenapa gue merasa duduk dibangku kuliah itu benar-benar "sesuatu". Gue gak harus memakai
seragam lagi seperti zaman sekolah. Hal ini menunjukkan kebebasan mutlak. Tapi disisi lain, gue
juga harus tanggung jawab sama nyokap gue buat selesaiin kuliah. Disini gue merasa sebuah
kebebasan yang perlu tanggung jawab super gede .

Bicara soal tanggung jawab, gue hampir aja telat dihari pertama kuliah
Ketika gue masuk kelas, gue liat dosen didepan kelas sedang mempersiapkan laptop. Gue juga liat
Wawan melambai-lambai ke arah gue

Reflek gue pun melangkah ketempatnya.

"Parah lu hari pertama aja telat" kata Wawan


"Biasa cowok, habis ganti oli" kata gue memberi kode
" "

Gue liat sosok yang sangat gue puja disebelah nih bocah. Disitu ada Widya . Jujur gue bukan
orang yang jago acting. Gue gak bisa menyembunyikan kegugupan gue. Ditambah lagi ternyata
bangku yang kosong cuman ada disebelah doi. Mau gak mau daripada gue duduk belakang,
dengan terpaksa gue duduk disebelahnya.

" " Widya memandang gue


" : " gue kebingungan menatap doi balik
" " masih memandang gue
" " muka gue pucet

Akhirnya gue putuskan mengalihkan pandangan dari wajah doi, daripada gue keringat dingin.

"Jeki..." panggil Widya


"deg... deg...." suara jantung gue
"kita satu DPA loh, entar siang mau ngadep bareng ngak? " kata Widya dengan senyum

DPA itu dosen pembimbing akademik. Kalau di SMA sih seperti wali kelas gitu.
"Oh iya.. boleh Wid" jawab gue gugup.
" " senyumnya kepada ku

"Panggil dya atau yak aja, jangan Wid" kata Widya


"Ohh oke" jawab gue gugup
Mungkin kalau gue punya sedikit saja keberanian dan keberuntungan berpihak di gue saat itu, cerita
kita sekarang pasti berbeda..
Aku baru tau, "Wid" itu panggilan yang kamu khususkan buat Ayahmu.
Dasar kamu, putri yang manja...

Perang Batin
Tiap kali gue berangkat kuliah, gue selalu duduk berdekatan dengan Widya. Entah itu disampingnya
atau ada Wawan diantara kita. Yang jelas, gue hampir tiap hari melihat wajahnya .

Walaupun perjumpaan kita begitu intens, tapi gue masih malu untuk sekedar ngobrol dengannya.
Memulai percakapan aja gue gak berani. Palingan doi yang mulai. Itupun cuman nanya mengenai
apa yang diterangkan dosen. Tapi ngak bisa dipungkiri, gue bahagia walaupun hanya seperti ini .

Kadang gue cemburu kalo ngeliat doi tersenyum, atau bahkan sampai tertawa karena jokes dari
Wawan. Gue harus berusaha menaklukkan kegugupan gue didepan doi. Disisi lain, gue juga harus
menjaga gesture tidak suka gue terhadap Wawan. Bagaimanapun, Wawan teman pertama gue di
Jogja. Friendship is the most nice thing in this world, rite?

Pernah suatu hari, ni bocah lagi ngadem di kostan gue.

"Boy, elu makin deket aja sama Widya." Kata gue sambil menjaga mimik dan nada bicara
"Hehehe, iya nih, lu doain aja kita cepet jadian, entar gue traktir deh." Kata dia sambil nyengir

Dooor!

Gue cuman bisa diam terpaku dengan kata-kata yang barusan gue denger. Untungnya ni bocah lagi
baca novel yang baru gue beli dari toko buku, jadi dia gak ngeliat secara langsung gimana bentuk
wajah gue. Saat itu, gue ngerasa marah.

"Ehh, elu nyari cewek juga donk, entar kita double date. Gue sama Widya, elu sama cewek lu." Kata
Wawan menimpali
" "

Gimana gue mau nyari cewek? Cewek yang gue suka itu inceran elu!

"Tiara gak jadi Jek?" Nyerocos Wawan.


"Ngak deh, gue suka yang lain" Jawab gue refleks.

Tiara? Hemm. Rasanya percuma gue naksir sama doi, karena gue tau kalo gue uda kalah bahkan
sebelum gue maju. Tiara bukan tipe wanita yang menerima apa adanya.

"Siapa " Wawan melihat gue


"Bukan siapa-siapa lah boy hahaha" Jawab gue berusaha gak panik
"Ahh parah lu. Yang penting gue tunggu kabar baiknya aja bro, sip???" Kata Wawan semangat.
" "

Gue cuman bisa duduk, memberi senyum tipis, dan mengalihkan pandangan gue dari Wawan.
Boy, kalo seandainya dulu gue ngomong kalo cewek itu Widya,
apa reaksi elu?
Iri
Siksaan demi siksaan gue rasakan. Tiap hari, yang gue liat cuman Wawan dan Widya semakin
dekat. Gue? Cuman jadi nyamuk yang duduk didekat mereka. Nyamuk cupu yang bahkan gak kuat
untuk sekedar mengucapkan 'selamat pagi' kepada orang yang disukainya.

Gue gak tau apakah mereka uda jadian atau emang uda deket banget. Yang jelas, tiap hari gue
harus ngeliat Wawan sarapan dari bekal yang dibawa Widya. Dari mulai nasi goreng, mie goreng,
kue jajanan pasar. Gue iri. Gue pengen diperlakukan seperti itu!

"Jek?" Panggil Widya ke gue


" " Gue menoleh ke arah suara datang

Wajah itu kembali terlihat dimata gue. Gue ingat betul bagaimana indahnya guratan-guratan dari
Sang Maha Pencipta dalam Widya. Mata bulat dengan bulu mata yang lentik. Alis tipis alami.
Lesung pipi yang manis. Serta gigi ginsul yang menambah kesan manja dari dirinya. Sempurna!

"Jekiiiii" Rengek Widya mengejutkan gue


"...."
"Ihhh, malah bengong" Kata Widya

"Kamu mau apel ngak? Manis loh!" Senyum Widya menawarkan sebuah apel merah kepada gue.

Tangan gue meraih apel itu lalu sebuah senyuman tipis gue berikan kepadanya

"makasih " Kata gue lalu mengalihkan pandangan ke buku

Gue gigit apel yang diberikan Widya. Manis. Harusnya rasanya manis. Tapi entah kenapa gue tidak
merasakan rasa itu dibuah ini.

Yang gue rasa adalah sebuah kekecewaan. Gue bukan orang pertama yang ditawarin. Gue tau,
Wawan sudah terlalu kenyang dengan segala makanan yang dibawa Widya. Mungkin karena
sayang kalau dibuang, apel 'sisa' ini diberikan ke gue.

Setidaknya ini menurut gue. Kalaupun emang apel ini khusus dia bawa untuk diberikan ke gue. Gue
gak sampai hati ke Wawan. Sahabat gue sendiri.

***

"Triiiiiiiiit... tiiiiiiiiiit..." Hp gue berbunyi.

"Boy, lu bisa ke KFC sekarang gak?" sms dari Wawan.


"ngapain?" balas gue
"Uda lu cepetan aja kesini, buruan. Oke?" balas Wawan
"Gak lu jemput?" tanya gue
"Gue uda di TKP nih, hehehe" balas Wawan
"Okelah, gue minjem motor tetangga dulu, mumpung baru selesai 'olahraga' kayaknya" balas gue
"sip "
Entah apa maunya nih bocah. Padahal uda jam 10 malem dan dia baru mau ngajak gue makan jam
segini. Tapi emang gue laper sih.

Gak lama gue nyampe di TKP. Gue mencari sosok cowok yang berkaca mata dengan gaya rambut
yang khas banget di "zaman" itu. Rambut yang cuman dia yang punya

" "

Gue gak salah liat. Gue gak salah! Itu Wawan.


Dan Widya disebelahnya...
A Bitter Reality
Mata gue memantulkan bayangan wanita yang sangat gue sukai. Tapi sayang, gue rasanya akan
mendengar sebuah kenyataan pahit sebentar lagi. Entah itu dari sahabat baik gue atau wanita
terindah gue.

"Lama amat lo? " Gerutu Wawan


"Biasalah, nunggu 'selesai' dulu " kata gue memberi penekanan

Wawan ngakak, gue tertawa pahit.

"Jeki, kostannya dimana?" Tanya Widya

Gue blongo. Gue bingung menafsirkan perasaan gue. Seakan-akan gue bisa ngerasain aliran darah
dalam nadi gue, yang gue yakin gak secepat dan sepanas ini beberapa saat yang lalu.

"Aku main donk ke kostan kamu " Sambung Widya


"Jangan!" Kata Wawan melarang
"Kenapa?? " Tanya Widya manja
"Bahaya" jawab Wawan

Ada intonasi aneh yang gue denger dari cara mereka ngomong. Intonasi yang menurut gue sengaja
dibuat-buat dengan maksud atau tujuan tertentu.
Wawan berkedip ke gue. Dagunya sengaja digoyang-goyangkan mengarah ke wanita disebelahnya.
Gue ngerti maksud dia. Dia pengen gue nanya, "kalian ngapain berdua?".

Okelah gue ikutin mau dia

"Ngapain elu berdua disini?" Tanya gue datar


" " Wawan nyengir lebar

Seakan-akan dia hendak berterima kasih kepada gue karena telah memuluskan rencananya untuk
pamer.
Gue sempat melihat Widya. Dia sepertinya tersipu malu. Wajahnya nampak sengaja ditundukkan.

"Jadi gini boy, gue sama Widya barusan jadian..."


" "

Mereka sudah menjalin hubungan. Gue panas membayangkan adegan-adegan mesra yang bakal
mereka lakukan dikampus dan gue mau gak mau harus melihatnya.

"Naaaah, gue pengen lu jdi orang pertama yang tau" Sambung Wawan.

Gue gak tau harus ngomong apa. Bahkan dalam hati, gue berharap mereka putus beberapa detik
lagi

"Lu gak ngasih selamat ke gue?" Kata Wawan lagi

Gue tersadar kalo gue sudah diam terlalu lama.

"Ohhh, selamat boy haha" senyum gue tipis sambil menjabat tangan Wawan
"Selamat dya" kata gue ke Widya

Cuman senyuman dan ucapan "sama-sama" yang gue dapat dari Widya, padahal gue gak
mengharapkannya.
Wawan lalu beranjak dari kursinya dan mengajak gue berdiri.

"Ngapain?" Tanya gue


"Lo gak mau gue traktir, yauda gue duduk lagi nih " Canda Wawan

Gue tanpa bisa membalas candaan Wawan, yang menurut gue hambar, mengikutinya berdiri dan
menuju kasir untuk memesan makan. Laper yg gue rasain tadi entah uda menguap kemana.

Setelah selesai, gue dan Wawan balik ke meja dan ternyata disitu sudah ada Una. Una ini teman
satu SMA dan sohibnya Widya.

Selama gue kenal lo, boy


Cuman kali ini gue ngeliat lo tulus dengan seorang cewek
Walaupun gue sakit,
Tapi rasanya sebanding dengan persahabatan kita

Perceptible
"Jekiiiiiiii.......! Kamu disini juga?" Teriak Una ke gue
" "
"Neng, kalo mau nyapa, yang anggun dikit kenapa?" Kata gue merespon tindakan Una

Sedikit mengenai Una. Kata anak-anak, ni cewek jadi salah satu idola di jurusan angkatan gue.
Salah satu yang bakal punya masa depan cerah. Bejibun kakak angkatan mulai antri buat pdkt
sama dia .
Tapi entah kenapa, gue cuman menganggap dia sebagai cewek biasa. Okelah dia populer, tapi gue
tidak tertarik dengan doi .

"Ehhh Na, baru dateng" Kata Wawan menyapa Una


"Ciyeeeh ciyeeeh akhirnya jadian juga.. ciyee ciyee..." Kata Una menggoda
" " Widya tersipu
Ahhh, sekali lagi gue harus mendengar bahwa Wawan dan Widya jadian. Kenyataan pahit.
Bisa ngak sih kalau kenyataan ini gue hindarin?
Ternyata tidak bisa. Karena saat ini, cuman gue yang tersakiti dengan hubungan Wawan dan
Widya.

"Pokok e kalian harus traktir aku sekarang, aku laper bangeeeeeet" Kata Una
"Beres lah " Kata Wawan menyanggupi
"Ehh neng , kalo ngerampok, halus dikit donk" Gue menimpali

Gue bersyukur ada Una disini. Setidaknya gue tidak akan larut dalam situasi mesra Wawan dan
Widya. Gue masih punya orang lain yang bisa gue isengin. Sekedar melipur lara gue.

Kami ngobrol, bercanda sambil menikmati hidangan malam ini. Gue tetep melihat bagaimana
hangatnya sebuah hubungan yang baru terjalin. Untuk sekedar menyamarkan rasa sakit gue,
akhirnya Una lah target keisengan gue. Gak jarang kentang doi, gue comot. Dia juga kadang marah-
marah ke gue. Widya dan Wawan cuman bisa ngakak melihat kelakuan kita berdua.

"Dya, emang bener kata kamu.. Beda banget yak" Kata Una tiba-tiba
"Iya to, bener kan" Kata Widya

Gue gak ngerti apa yang dimaksud mereka berdua. Mereka cuman nyengir. Gue bingung

"Apaan nih??" Tanya Wawan yang ternyata penasaran seperti gue


"Ada deh, mau tau aja urusan cewe" Kata Una sambil menempelkan jari telunjuk ke bibirnya

"Apaan sih?? Una suka sama Jeki ya??" Tembak Wawan


" " gue memicingkan mata ke Wawan
"Kenapa mata lo Jek? Beneran suka lo sama Una? huahahaha" Tawa Wawan

"Ogah gue, kecuali kalo dia bugil, okelah " Kata gue mesum

Gue sukses dicubit sama Una. Gue sempat liat mata Widya mengarah ke kita berdua. Gue ingat
betul bagaimana ekspresi doi. Widya hanya menatap, tanpa tersenyum sedikit pun.

***
"ehh, Bapak uda nanyain aku jam berapa pulang" Kata Widya ke Wawan
"Yauda deh, pulang sekarang?" Tawar Wawan.
"Mau cabut? Gue juga deh" Kata gue
"Ehhh elu nungguin Una donk, belum selesai tu anak" Kata Wawan menunjuk ke Una

Kita emang uda ngobrol lama. Mungkin ada hampir 1 jam. Tapi ajaibnya si Una belum selesai juga
makan. Masih ada nasi dan beberapa suwir ayam di piringnya

"Males ah gue" Tolak gue


"Udah lu sini aja, siapa tau jodoh lu ini" Kata Wawan nyengir

" "

Akhirnya dengan terpaksa gue menunggu Una sampai selesai. Ketika Wawan dan Widya balik, gue
sempat melihat Wawan melihat ke arah gue. Gue juga lagi mengarahkan pandangan ke arah Widya.
Gue pikir, gue bakal ke gep lagi merhatiin Widya. Ternyata Wawan mengacungkan jempol ke arah
gue sambil alis matanya dinaik-naikkan. Memberi kode ke gue agar gue pedekate ke Una.
Gue hanya bisa menahan nafas yang gue rasa sesak.

***
Ketika gue lagi memainkan es yang tersisa di botol coca cola gue.
Tiba-tiba...

"Jeki.. Kamu suka Widya kan?" Kata Una melihat ke gue

Tanpa senyum, tanpa jeda. Gue mendengar jelas apa yang dikatakan Una.
Tatapan mata itu, seolah-olah tatapan mata yang menunggu jawaban pengakuan dari gue...
Percakapan tengah malam
Gue mengarahkan pandangan mata gue ke wanita yang ada didepan. Alisnya sedikit terangkat
setelah pertanyaan tadi terlontar. Gue masih menunggu kata-kata lanjutan dari mulut mungilnya.
Gue yakin, atau mungkin lebih tepatnya berharap, dia mengatakan apa yang mendasari
tuduhannya.
Gue pasang ekspresi kebingungan, tapi nampak gue telat.

" "
" "

Gesture gue gak bisa bohong. Tidak ada penjelasan seperti yang gue harapkan. Dia masih saja
menatap sambil menunggu pengakuan dari gue.

"Iya" Jawab gue singkat


" "

Una tampak terguncang dengan jawaban gue. Dia menarik nafas panjang. Seakan-akan siap
menghakimi gue.

"Sudah kuduga" Kata Una sambil menghembuskan nafasnya


" "

Sekarang giliran gue yang terguncang dengan jawaban dari Una. Apa maksudnya dengan, "sudah
kuduga"? Apakah Widya juga sudah tahu? Widya dan Una adalah sahabat dekat. Skenario yang
terlintas dalam pikiran gue adalah Una diminta oleh Widya untuk mengorek informasi dari gue.

"Kamu.." Katanya sambil menunjuk kearah gue

Kembali ada jeda yang menurut gue lumayan lama untuk Una melanjutkan kata-katanya. Gue
memiringkan kepala menunggu kata yang diucapkan berikutnya.

"Kamu beda.." Lanjut Una

Apa yang beda? Sekarang gue deg-degan menunggu kalimat lanjutannya.


Lalu Una mengangkat kedua tangannya.

"Aku gak bisa jelasin, tapi kamu diam banget sama Widya. Kamu ngacangin dia, tapi mata kamu
selalu melirik dia. Mungkin kamu gak sadar jek, berapa kali aku nangkep kamu merhatiin Widya.
Apalagi waktu pulang tadi. Mata kamu selalu ngikutin"

Cerocos Una panjang lebar. Gue ingin melawan. Atau setidaknya gue ingin membantah perkataan
dia. Tapi gue telat. Gue uda mengakui kalo gue suka dengan Widya. Lagipula, gue akui, semua
yang dikatakannya itu benar.

"Widya juga tahu kalo kamu sering curi pandang ke dia"


" "

Lagi-lagi gue harus terkejut dengan pernyataan wanita yang ada didepan gue ini. Kenapa dia
sepertinya tau semua tentang rasa gue ke Widya. Kenapa sepertinya rahasia gue bukan lagi
menjadi rahasia secara harafiah.

"Widya cerita kalo kamu selalu ngacangin dia. Dia pikir, kamu gak suka dia. Tapi anehnya kamu
selalu merhatiin dia."

"Awalnya aku gak percaya, tapi setelah tadi, aku ngerasain kamu emang beda Jek. Selalu aku yang
kamu isengin, sedangkan kalo Widya ngomong ke kamu, kamu irit bangeeet balesnya."

Emang bener sih semua yang dikatakan Una. Tidak ada yang salah. Gue emang gugup kalo harus
ngobrol ke Widya. Jokes gue rasanya ilang semua kalo gue harus berhadapan dengan Widya.

"Tapi kok kamu bisa suka sih sama Widya? Terus Wawan uda tau?"

" "

Gue gak tau apa yang mesti gue katakan. Haruskah gue cerita semua ke Una? Gue takut Una bocor
dan gue bakal gk enak sama Wawan.
Gue harus memilih kalimat gue

"Entah, cuman suka doank. Suka aja ngeliat dia. Wawan gak tau dan dia gak boleh tau" Tegas gue
"Yup, mereka juga uda jadian." Kata Una singkat
"Ya, aku minta tolong, jangan kasih tau mereka berdua soal ini. Entar aku jadi gak enak sama
Widya, terlebih Wawan." Tegas gue

"Oke, tapi kamu juga biasa aja donk didepan Widya. Dia uda mulai curiga, soalnya kamu diem
banget kalo sama dia." Kata Una
"Aku usahain lah ya"

***
"Ternyata kamu lucu ya Jek" Una nyengir
" "

Apanya yang lucu? Gue gak bercanda dan gue pikir, apa yang gue rasain sekarang bukan sesuatu
yang bisa membuat orang tertawa.

"Padahal aku iseng doank nanya kamu suka Widya atau ngak, eh kamu beneran jawab iya
hahahaha"

Gue terkejut kesekian kalinya.

"Aku pikir kamu gak suka Widya karena suatu hal. Widya juga mikirnya gitu.
Tapi ternyata oh ternyata, ada yang jatuh cinta nih " Goda Una
"Gak LUCU! " Ketus gue

Malam yang bodoh, dan


orang yang didepan gue ini
Perjalanan Makrab
Spoiler for :):
January 11th, 2015
11.09 pm

Ahhh.. Tembakau rasanya hambar malam ini..


Aku masih ingat celotehan itu, rengekan itu, senyuman serta tamparan itu..
.....
Memories lay in my dream, as usual as always
too shame to admit,
I still love her...

Saat ini, sahabat gue udah bahagia dengan wanita pilihannya. Semua rasa yang gue punya
terhadap Widya, terpaksa gue pendam. Buat gue, persahabatan lebih indah dari sekedar percintaan
murahan.

Gak terasa, sudah sebulan gue merasakan bangku kuliah. Dan sekarang, tibalah waktu makrab
(malam keakraban) jurusan angkatan gue.

Acara ini sepenuhnya dipanitiain oleh satu angkatan diatas angkatan gue. Mereka yang mengatur
gimana acaranya, akomodasinya, konsumsinya, dan segala tetek bengek yang bersangkutan
dengan makrab. Kami angkatan baru cuman perlu bawa badan.

Makrab gue diadain di Pantai Parang Tritis, Selatan Jogja selama tiga hari, Jumat, Sabtu, dan
Minggu. Angkatan gue berangkat menggunakan bus kopata (bus angkutan umum) yang disewa
seharian oleh panitia, sedangkan panitia sendiri berangkat dengan motoran.

Wawan dan Widya terlihat mesra sekali ketika di bus. Mereka duduk bersebelahan. Sedangkan gue
duduk dibelakang mereka bersama...
Spoiler for bersama:
U.na

Sikap gue terhadap Widya udah lumayan, setidaknya menurut gue. Gue uda mulai bisa
mengeluarkan candaan kepadanya. Tapi as you can imagine, no one can stand with this feeling.

Gue masih merasakan sakit, cemburu, dan apapun itu yang gak enak banget buat gue. Cewek
disamping gue emang cakep. Banget malah. Gue sempat menangkap beberapa pasang mata yang
memandang gue sinis karena gue duduk disamping idola mereka. Toh bukan gue yang mau.
Gue duduk duluan dikursi itu karena emang persis dibelakang Wawan dan Widya. Una masuk ke
bus, lalu Widya melambaikan tangan kearahnya. Mereka berdua saling menyapa. Karena bangku
disebelah gue kosong, maka disitulah Una duduk .

Perjalanan satu jam gue isi dengan duduk sambil mendengar playlist gue yang kebanyakan lagu-
lagu era 80'an. Bee Gees, ABBA, dan grup grup musik lainnya yang mungkin jarang didengar
orang.

Entah sengaja atau tidak, Una tertidur dan menyandar di bahu gue. Apa anak ini sengaja? Atau
emang kecapekan? Mungkin gue terlalu pecaya diri untuk menyimpulkan Una sengaja. Mungkin dia
memang kecapekan.

***
"ciyeeeh, uda nyandar aja boy.." Sindir Wawan
"Apaan? " Kata gue
"Kapan jadian nih?" Wawan kembali nyengir

Lalu gue hanya memberikan gestur telapak tangan yang digoyang pertanda tidak mau. Kecuali...
Kemudian gue membentuk kedua telapak tangan gue seperti mangkuk dan menempelkannya
didada gue, lalu mendorongnya ke arah depan seperti 'membesar'. #IYKWIM

"Goblok " Kata Wawan.

Gue dan Wawan tertawa ngakak..

***
Ketika sudah sampai di TKP, kami semua turun dari bus sambil membawa ransel berisi
perlengkapan selama 3 hari 2 malam disini.
Tiba-tiba Wawan menyapa gue

"Cakep ya?" Kata Wawan

Entah siapa yang dirujuk bocah ini. Gue menarik kesimpulan bahwa dia sedang membicarakan
Widya, karena dia berjalan didepan kita sambil bercengkerama dengan teman-teman yang lain..

"Yoi" Kata gue menyetujui


"Terus kapan lu mau nembak?" Kata Wawan

Gue mengalihkan pandangan ke Wawan.

"Maksud lo?" Kata gue kebingungan


"Itu Una, kapan mau lo tembak?"

Ternyata dari sekumpulan wanita yang berjalan didepan kita, ada seorang Una yang terselip
diantara mereka. Gue yang tidak terlalu memperhatikan, atau mungkin lebih tepatnya, gue yang
terlalu memperhatikan Widya, melupakan bahwa disana ada sesosok wanita yang sempurna buat
kebanyakan lelaki.
"Ahhh, kurang demen gue, bodinya kurang" Kata gue
"gue ngomong serius jek" Kata Wawan
" "
"Tu anak punya perasaan ke lo, jangan lo sia-siain"

Una punya perasaan ke gue? Apalah gue ini? Bukan sosok yang populer. Pulang pergi kampus
jalan kaki. Gue gak punya harta yang menunjang gue untuk mendapatkan Una. Lagipula hati gue
tidak merespon Una.

"Ayolah boy, cocok kok kalo lo berdua jalan" Kata Wawan menambahkan
"Aduuuh, gue pikir-pikir dulu deh ya" Kata gue

"Jangan kelamaan lo mikir, keburu disambet orang"


" "

Betul..
Gue sudah didahului orang lain,
orang itu adalah elo...
Bibir pantai
"Gue sama Widya mau ngejodohin elu sama Una" Kata Wawan

" "
"Lo tau kan kalo cewek gue sama Una itu sohib banget" Lanjut Wawan
" " gue ngangguk

"Nah Widya cerita kalo Una gak sembarangan deket sama cowok, dan
tingkah laku Una itu nunjukin kalo anaknya punya feel sama elu"
"Dari mana dia bisa nyimpulin gitu?" Tanya gue penasaran

Wawan cuman mengangkat kedua bahunya.


Tapi gue mengharapkan sebuah alasan konkret dari perkataannya.

"Who knows? Mungkin ikatan batin karena mereka teman dekat.


Tapi yang penting lu usaha dikit buat dapetin tu anak" Saran Wawan
"Liat entar deh boy" Kata gue

***
Gue masih punya waktu kosong sampe jam 6 sore karena acaranya baru dimulai jam segitu. Gue
gak tau harus ngapain. Teman-teman semua bermain air di pantai. Gue sendiri tidak terlalu suka
pantai. Akhirnya gue cuman duduk dibibir pantai, diatas pasir sambil melihat kegiatan orang-orang.

Wawan dan Widya terlihat bermain air. Gue melihat sekilas Widya. Gue bertanya kepada diri gue
sendiri, "Kenapa gue bisa suka wanita ini?". Kalo gue pake katamata sebagai cowok "normal", gue
tidak menemukan alasan yang tepat. Doi terlihat biasa saja. Oke dia langsing, tinggi, rambutnya
bagus. Cuman sebatas itu dan tidak ada yang lain lagi. Normal layaknya wanita biasa.

Gue kembali larut dalam pemikiran gue sendiri. Soal cinta, gue bisa dibilang payah. Masa SMA gue,
khususnya urusan asmara, tidak ada yang berkesan. Gue tidak punya pacar selama SMA. Gue
pernah nembak seorang cewek, tapi gue ditolak

DIsisi lain gue dekat banget dengan banyak cewek. Mulai dari yang luar biasa, biasa, sampai yang
"dibawah standar". Tapi gue ngak punya feel apapun ke mereka. No love, even crush. Kata mereka,
gue enak dipandang. Fisik gue mendukung untuk jadi seorang "pemain". Gue enak diajak ngobrol.
Seseorang yang bisa memberikan pandangan objektif tanpa harus terpengaruh oleh perasaan. Dan
hal ini membuat mereka nyaman didekat gue. Tapi gue terlalu nerd dan mesum. Setidaknya ini yang
gue dengar dari mereka.

Apa gue emang dikutuk untuk tidak bisa memiliki seseorang yang benar-benar gue mau? Gue selalu
yakin dengan apapun yang gue rasakan lewat hati. Kalo gue rasa gue suka, maka begitulah yang
terjadi. Perasaan itu makin kuat dari hari ke hari. Bahkan ketika gue tau kesempatan gue buat
bersama wanita itu sudah tidak ada, gue tetap menyimpan rasa kepada wanita itu. Contohnya
Widya (even until today).

***
Gue mengeluarkan sebatang rokok,
tiba-tiba pundak gue ditepuk dari belakang

"Jekiiiii" Suara seorang wanita


" "

Ahhh ternyata Una. Doi terlihat cantik sekali. Dia pake celana panjang ngepas dengan hoodie warna
abu. Lekuk tubuhnya masih terlihat jelas. Apalagi bagian lehernya yang jenjang. Rambutnya yang
diikat keatas semakin memperlihatkan keindahan yang dimiliki seorang Una .

Dia lalu duduk disebelah gue

"Gak main di pantai?" Tanya nya sambil menunjuk ke arah pantai


"Aku gak suka pantai" Kata gue
"Aku juga"

"Ihh kamu kok ngerokok sih??? " Ketus Una


"Suka-suka donk neng.. kan lagi pengen" Kata gue

Una mengambil rokok dan korek dari bibir dan tangan gue. Lalu mematahkan rokok tersebut dan
membuangnya berserta korek gue.

"Aku mau duduk disini, jadi kamu gak boleh ngerokok! " Kata Una
"Rese ah! " Teriak gue

Cukup lama kita duduk berdua tanpa suara, sekedar menikmati angin dan melihat tingkah teman-
teman kami yang lain.

"Aku kemarin uda cerita ke Widya.." Kata Una


" "
" ...soal kamu" Lanjut Una
The Charlatan 1
Kata-kata Una barusan sukses membuat jantung gue berdegub kencang. Gue kehilangan kontrol
dan gue gak bisa menjaga diri gue untuk tidak terkejut. Tapi yang jelas, gue marah sama Una
karena dia gak bisa menjaga rahasia.

" "
" " Una memeletkan lidahnya

"Ciyeeeeh marah" Kata Una


"Gak lucu ah neng, kamu ngomong apa ke Widya??" Gue penasaran

"Ngak kok, rahasia jeki, aman ditangan Una" Kata Una sambil mengepalkan tangannya
" "

"Widya nanya, kenapa kamu diemin dia.."

Una memberi jeda yang lama untuk melanjutkan kata-katanya.

"terus aku bilang kamu itu.."

Gue jengkel kalau dia terus mempermainkan gue seperti ini. Kenapa Una tidak mengatakan
semuanya dalam satu tarikan nafas. Kenapa harus dipisah dengan jeda yang, menurut gue,
lumayan lama.

".. gak enak sama Wawan. Karena kamu tau kalau wawan lagi pedekate."

Anak ini pinter banget! Banget malah! Terima kasih UNA

"Udah-udah gak usah grogi gitu, rahasia kamu aman kok hihi" Kata Una sambil menepuk punggung
gue
"Bagus lah kalo gitu.." Jawab gue datar
" "

Sebenarnya, sempat terlintas dalam pikiran gue. Apakah Widya juga punya rasa yang sama ke
gue? Tapi buru-buru gue hapus pikiran itu. Jelas-jelas gue gak pernah melakukan pendekatan.
Bagaimana dia punya rasa kepada gue?

Tapi kemudian gue merasa sedikit aneh kalau Widya bisa sampai memperhatikan gue yang emang
grogi hingga gak mau ngobrol dengan dia. Untuk apa dia melakukan itu? Jika seseorang tidak
mempunyai perasaan terhadap lawan jenisnya, orang tersebut tidak akan memperhatikan setiap
detail perlakukan yang diterimanya.

Ahhhh.. Akhirnya gue sampai pada suatu kesimpulan. Mungkin emang sikap dan gesture gue
didepan Widya terlalu mencolok. Hingga orang lain bisa menangkap perilaku aneh gue, contohnya
saja Una.

Sebentar... Tapi kenapa tidak dengan Wawan

Gue bingung. Sangat bingung. Gue kemudian beranjak berdiri. Gue mau nyari spot untuk merokok.
Lagipula, gue harus beli korek lagi.

"Ehhh, mau kemana?" Tanya Una


Kalau gue bilang merokok, entar gue bakal diomelin.

"Cari makan, laper" Kata gue ngeles


"Ikuuuut" Kata Una
" kamu sini aja" Kata gue
"gak mauu, ikuuuuut" Rengek Una
"yauda buru.."

Gue pun terpaksa berjalan bersama Una mencari warung yang menjual mie rebus. Lagian ngapain
sih ni anak ngikutin melulu

"Ngapain sih ngikut mulu..." Kata gue sedikit sebel


"Pokoknya aku ikut kamu terus jek." Kata Una
"Ngapain " Gue bingung

"Kalo gak gini, nanti itu mas-mas angkatan atas ngerumunin aku,
males banget kalo deket-deket mereka" Kata Una

Hahahahahaha.. Rasanya saat itu gue pengen ketawa. Gue pengen ketawa sekeras-kerasnya. Gue
gak nyangka aja. Okelah Una emang cakep. Bidadari jurusan angkatan gue. Tapi kalo ngobrol sama
dia, jengkelin banget anaknya! Gue yakin, cowok-cowok yang coba buat deketin dia bisa naik darah
karena sikap dia

Iseng-iseng gue pengen ngerjain Una

"Yauda sini sayang, deketan sama abang " Kata gue mengedipkan mata
"Ihhh, apaan sih kamu " Balas Una
"Uda cepetan.. deketan juga sini sebelah aku" Goda gue

Tangan kiri gue melingkar dipinggang wanita yang disebelah gue. Gue bisa merasakan bagaimana
indahnya lekukan tubuh seorang Una, dan gue menyentuhnya langsung!
The Charlatan 2
Spoiler for info:

Thanks buat semua yang uda mau baca cerita gue


Kalo pada nanya ini settingan tahun berapa, jurusan gue apa dan hal-hal yang menyangkut pribadi
gue ataupun teman-teman gue dalam cerita ini, sori gue gak bisa jawab. Gue gak mau ada orang
kepo yang menganggu kehidupan teman-teman gue sekarang.

Untuk masalah update, gue gak bisa ngasih kepastian. Kenapa? Gue tinggal di negara yang beda
jam sama Indonesia lumayan jauh. Ditempat gue pagi, di Indo uda sore. So mungkin gue bakal
update pas subuh2 atau siang waktu Indo. Dan gue uda kerja skrg, sebagai data analyst. Kerjaan
gue tidak mengenal waktu, kadang gue bisa bergadang sampe pagi atau bahkan kerja pas
weekend, karena gue juga dikejar oleh deadline. So, mohon pengertiannya ya

Lalu yang terakhir, tolong cerita jangan diquote. Kasian yang baca lewat hp karena mesti scroll
panjang kebawah. Mohon kerja samanya ya :
Well, selamat menikmati

Acara malam pertama makrab tidak begitu mengesankan. Cuman acara makan-makan, perkenalan
dengan angkatan atas, termasuk kakak angkatan dua atau tiga tahun diatas gue. Sebenarnya gue
merasa, ini cuman ajang eksis kakak angkatan dihadapan adik angkatan. Gue juga merasa, mereka
itu sok penting

Well, gue tau bahwa maksud mereka, apalagi yang cowok, adalah untuk menjaring adik-adik gemes
yang bisa dikibulin jadi pacar. Secara esensi, makrab memang berarti malam keakraban. Tapi perlu
digaris bawahi bahwa ada sebuah tujuan tersirat didalamnya. Tujuan yang menyangkut kepentingan
pribadi

Wanita yang disebelah gue ini contohnya. Kemana gue melangkah, doi selalu ngikutin. Kalo
seandainya toilet gak ada sekatnya, mungkin kita barengan di dalem .

Una emang tidak begitu suka dengan statusnya sebagai mahasiswi angkatan baru yang populer.
Ibarat , banyak kumbang berseliweran menunggu kesempatan untuk mendekat. Sayangnya, ada
gue sebagai yang siap melindunginya.

Sebenarnya gue juga gak terpaksa-terpaksa banget kok memerankan lakon ini. Gue malah senang.
Bukan senang karena gue bisa dekat dengan Una. Tapi gue senang melihat tatapan sinis orang lain
yang melihat kita jalan berdua. Apalagi cowok-cowok yang punya "maksud" kepada Una. Gue
senang dengan lirikan mata mereka. Gue merasa punya pride tersendiri. Iniloh gue, sebelah gue ini
cewek paling populer yang jadi inceran kalian!

***
Ketika waktu sudah sedikit larut dan angin pantai mulai tidak bersahabat. Kita semua diizinkan buat
balik ke gajebo untuk istirahat. Sebenarnya bukan gajebo sih namanya, tapi lebih seperti bangunan
kecil gitu yang tembok dan lantainya dari kayu. Satu bangunan itu muat untuk 6 orang tidur
terlentang.

Gue coba golek kiri, golek kanan, gue gak bisa tidur. Gue liat sekeliling gue uda tidur semua. Emang
uda hampir tengah malam sih. Gue coba colok headset, siapa tau gue bisa tiba-tiba terlelap setelah
mendengar musik..

Tiba-tiba gue terkejut dengan suara sms dari hp gue . Secara gue lagi pakai headset dan suara
sms hp gue cukup membuat gue kembali terjaga.

"Jek, uda tidur belum?" dari Una


"Belum.. kenapa?" balas gue
"Keluar gih, temenin aku bentar."

Ahhh gue pun beranjak dari posisi gue tidur. Diluar, gue melihat seseorang dengan pakaian yang
persis sama seperti yang dipakainya pada sore hari tadi. Bedanya kali ini, tutup kepala hoodienya
dipakai.

"Kenapa neng?" Kata gue


"Jekiii... " Una nyengir

Gue tau arti cengiran ini, dia pasti punya maksud dan tujuan untuk nyusahin gue

"Gak usah senyum, gak manis" Ketus gue


"Ihhh, abang marah-marah aja sih.. eneng kan jadi gak enak " Goda Una

Jujur, gue gak tahan dengan gayanya yang sok centil itu. Sejak kapan dia manggil gue "abang" dan
mengaku dirinya sebagai "neng"

"Ke bawah bentar yuk " Ajak Una sambil menunjuk ke arah pantai
"Ngapain?"

Una lalu menarik tangan gue. As your information, setelah gue meluk pinggangnya tadi sore, kita
makin 'agresif'. Maksud gue disini, kalo kita jalan berdua, kita bisa pegangan tangan. Trus kalo
ditanya orang mengenai hubungan kita, gue langsung dipeluk sama doi. Sebagai balasan, gue pun
memeluk balik

Kita berdiri dibibir pantai memandang ke depan.


Gelap..
Cuman terdengar suara ombak.
Gue bahkan gak tau setinggi apa airnya, karena emang cahaya lampu cuman berasal dari
penginapan dibelakang dan itu pun minim sekali.

"Bagus ya" Kata Una


" "

"bang, makasih loh uda bantuin aku tadi sore" Kata Una
"yang mana, neng?
"Itu yang kita pura-pura pacaran, bang"
" "

Jujur aja, gue gak tau mesti ngomong apa sama Una. Apa mungkin gue keterlaluan? Kalo dipikir-
pikir, sebenarnya kan gue gak pantes buat megang-megang dia, terlebih kita gak punya hubungan
apa-apa.

Alhasil, entah apa yang keluar dari mulut gue. Otak dan lidah gue gak sinkron..

"Kenapa aku dipanggil bang??" Kata gue bego


"Karena kamu manggil aku 'neng' " Balas Una
"Hmmmm, aku emang manggil cewek pake sebutan itu kok"

"Tapi bang, seandainya kita lanjut pura-puranya gimana? Abang keberatan?" Tanya Una
" "

Maksudnya kita lanjut pura-pura pacaran gitu? Dalam hati, gue gak punya rasa apapun ke Una. Gue
sama sekali tidak tertarik dengan doi. Buat gue dia biasa banget.

"Aku males kalo harus meladeni mereka-mereka yang pedekate sama aku.." Kata Una
"Bukannya bagus neng, malah gampang jodoh?"
"Gak aaaah, aku gak suka"
" "

"Aku kayak dianggap mainan sama mereka. Satu per satu nyoba deketin aku. Kalo aku tolak, bakal
datang lagi yang lain. Kalo aku terima, aku gak merasa ada satupun yang cocok. Seakan-akan
mereka berlomba-lomba untuk jadi pemenang, dan aku pialanya"

Gue gak bisa melihat ekspresi apapun dari wajah Una. Cuman terlihat samar-samar. Gelap...
Padahal gue pengen melihat ekspresi wajahnya. Entahlah, setidaknya gue pengen melihat raut
mukanya ketika mengatakan hal ini.

"Yauda kalo itu mau kamu" Kata gue mengiyakan


"Asiiiiik" Kata Una girang
"Kasih tau aja sampe kapan aku pura-puranya"
"Iya, makasih ya bang "

Entah siapa yang memulai, yang jelas kami telah berpelukan..

Malam ini, akhirnya gue menemani Una menikmati desiran halus ombak,
tanpa harus melihat bagaimana kerasnya dia menghantam pasir

Kopi manis
Hubungan gue dengan Una sama sekali tidak dilandasi oleh cinta, sayang, suka, atau apapun itu.
Una butuh gue sebagai tamengnya. Sedangkan gue senang dengan pandangan orang terhadap
gue setelah mereka tau gue "jadian" dengan Una. Tidak ada yang dirugikan, anggap saja ini
hubungan yang saling menguntungkan

Akhirnya acara makrab selesai juga. Boleh dibilang berkesan, boleh dibilang tidak. Berkesan karena
gue bisa kenal lebih dekat dengan teman-teman seangkatan gue. Selama ini pergaulan gue gak
jauh-jauh dari Wawan dan Widya. Sekarang gue mengenal beberapa orang teman lagi.

***
Gue kembali menjalani rutinitas gue sebagai mahasiswa. Dihari itu, entah kenapa, gue terlambat ke
kampus. Alhasil gue gak bisa duduk bareng Wawan, Widya, dan Una dibarisan agak depan. Gue
duduk sendirian dibelakang bareng teman-teman lain yang juga terlambat.

Gue lihat ke depan. Mata gue tertuju ke Una. Tiba-tiba sebuah pertanyaan muncul dalam pikiran
gue. Kenapa dia milih gue sebagai "pacar"nya? Kenapa gak yang lain? Dia bisa aja dengan mudah
pura-pura jadian dengan siapa saja. Anggap saja pacaran selama makrab, tinggal bilang putus
setelahnya

Kenapa harus gue? Dan apa hubungan kita sekarang? Masih pura-pura? Atau sudah selesai? Gue
inget dia bilang kalo dia gak suka kakak-kakak angkatan atas yang mau pedekate sama dia waktu
makrab. Sekarang, acaranya sudah berakhir. Artinya, sekarang kita bukan apa-apa lagi donk?
Bener kan?

***
Tiba-tiba gue merasa pundak gue digoyang-goyang..
" "
"Jekiiiiiiiiiii......." Suara seorang wanita

Gak terasa, ternyata gue tertidur dalam kelas. Gue terbangun karena badan gue diguncang dan ada
suara yang memanggil gue.

" "
"Jekiii, bangun dulu.. Ini kopinya" Kata suara itu

Gue emang punya kebiasaan ngopi dulu setelah kuliah jam pertama selesai. Biasa gue beli kopi
item dikantin, lalu gue bawa ke kelas sambil gue nikmati.

Gue liat ada secangkir (plastik) kopi diberikan kepada gue. Mata gue kemudian mencari siapa yang
memberikan cangkir tersebut.

" "
"Abang tidurnya lelap banget siiiih "

Dia Una dan barusan dia manggil gue dengan "abang"

"Ini kopinya diminum dulu " senyum Una ke gue


"Oh iya, makasih neng"

Gue juga dengan tidak sengaja memanggil dia "neng"

"Sama-sama " Kata Una

Dia lalu beranjak pergi. Gue masih bengong mengumpulkan nyawa sambil menggenggam secangkir
kopi ditangan gue. Tiba-tiba gue tersadar sesuatu. Gue berlari mengejarnya

"Neng, berapaan?" Tanya gue sambil mengeluarkan dompet


"Gak usah bang"
" "
" "

"Ehh jangan, aku bayar, berapa nih?" Kata gue lagi


"Beneran gak usah abang sayaaaaaaang"
" "
" "

Gue menatap bego ke arah wanita didepan gue. Kita tatap-tatapan cukup lama. Gue memasukkan
kembali dompet ke saku celana. Una lalu beranjak pergi menuju kursinya.

Pagi ini, gue minum secangkir kopi plus susu dan gula. Rasanya manis. Manis banget. Sepertinya
kehidupan gue tidak lagi se pahit kopi yang biasanya gue minum, melainkan manis layaknya
senyum dia barusan..

Tragedi futsal 1
Kalo ditanya orang, apakah gue dan Una itu pacaran? Kita berdua kompak jawab, iya!
Lalu kalo ditanya orang, kapan kita jadian? Gue diem, Una menjawab sebelum makrab.
Terus panggilan sayang kita berdua apa? Gue manggil Una dengan "neng", sedangkan Una
manggil gue, "abang".

Sejak kejadian "kopi", hampir tiap pagi, gue dibeliin sama Una. Doi juga gak mau diganti duitnya.
Alhasil, gue selalu bergegas ke kantin buat mencegat doi. Rada malu juga gue kalo harus ditraktir
kopi tiap hari. Tapi sayangnya, entah gue yang terlalu lambat atau Una yang kecepetan. Gue selalu
berpapasan sama doi di selatsar (jalan dari ruang kelas menuju kantin). Una dengan senyumnya
dan secangkir kopi ditangannya disodorin ke gue.

"Abaaaaaang, ini uda dibeliin kopinya "


" "

***
Hari ini adalah hari terakhir sebelum kita mid-term (Ujian ditengah-tengah semester). Cowok-cowok
angkatan gue berencana untuk ngadain sparing futsal, lawan tim dari jurusan lain. Hitung-hitung
refreshing dulu sebelum belajar buat ujian. For your information, angkatan gue 100an orang, tapi
cowoknya cuman 17 orang, dan yang dihitung sebagai bener-bener cowok itu gak nyampe 10
orang

Sore ini kita bakal ngelawan tim dari jurusan lain, tapi satu gedung kampus sama jurusan gue. Gue
pun siap-siapin diri dari kostan. Gue siapin sepatu, kaos kaki, baju bola, sama baju ganti. Jujur aja,
gue uda lama gak olahraga. Apalagi sejak ngekost, rokok gue makin sepur. Hasilnya ya nafas gue
pendek banget

Sampe di TKP, gue liat anak-anak jurusan gue cuman ada 8 orang termasuk gue. Sedangkan lawan
ada hampir 15 orang. Gue uda mulai mikir, ini sih bisa-bisa gue mokad karena kehabisan nafas.
Lah, mereka enak, kalo capek tinggal ganti, pemainnya banyak.

Satu jam pertama, permainan masih selow, masih enak ngeliat oper-operan, lari-larian, dan lain-lain.
Satu jam setelahnya, anak-anak pada berdiri dibelakang semua nemenin kiper, termasuk gue

Uda bisa ditebak donk, kalo tim lawan itu berusaha mati-matian nyetak gol, tapi gagal melulu karena
kami semua berdiri dibelakang nahan bola. Ada satu pemain lawan yang gue liat agresif banget
mainnya. Malah boleh dikatakan cenderung kasar.

Entah berapa kali dia nyoba buat nabrak gue. Tapi emang perbedaan bodi kita berdua terlalu
mencolok. Gue sedikit berisi, sedangkan dia sedikit cungkring (kurus). Dia selalu terhempas setelah
berusaha melewati gue. Well, dari analisa gue, ni anak gak bisa main futsal. Karena dia gak ngerti
gimana gojek bola. Dia cuman bisa bawa bola lurus kedepan, kalo ada yang halangin, dia halau
pakai tangannya atau kadang ditabrakin aja sama dia

Pikir gue, kalo dia mainnya kasar, ya gue ikutan kasar juga donk. Gue juga sedikit banyaknya uda
agak emosi kalo liat cara dia. Sampai suatu ketika, dia terhempas setelah nyoba nabrak gue. Ehh
dia langsung berdiri, lalu megang kerah baju gue.

"Eh j*nk! Bisa main bola ngak lo?!" Teriaknya


" "
"Kalo gak bisa, keluar aja lu ngent*t" Katanya lagi
" "

Gue mulai emosi saat itu, gue mulai ngepal tangan siap-siap mau memberikan bogem mentah ke
wajahnya
Tiba-tiba dari belakang, temen gue megangin gue

"Udah-udah jek, ganti aja dulu sama yang lain" Kata temen gue
" "
"Orangnya emang gila, gak usah dihirauin lah" Katanya lagi

Gue berjalan keluar dari lapangan. Akhirnya gue duduk-duduk aja sampai selesai. Gue liat orang
tadi masih aja ngeliat gue sinis. Gue yang ngerasa gue gak salah, gue balas juga natap sinis ke
arahnya.

Setelah urusan bayar membayar dan kita semua pulang. Saat diperjalanan, tiba-tiba gue
diberhentiin sama empat orang dengan dua motor. Ternyata orang yang tadi mainnya kasar. Dia
jalan kearah gue, lalu megang kerah gue lagi.

"Lo nantangin gue?" Katanya


" "
"Maksud lo apa tadi mainnya kasar? Bisa main gak lo? Kalo gak bisa, dirumah aja mending lo, anak
anj*ng"
" "
"Apa lo liat-liat? Gak senang lo sama gue?"

TIba-tiba gue tampar sama dia! Lalu dia lanjut megang kerah gue lagi

"Ngomong maaf gak lo?!" Teriak dia


" "
"Ngomong! Punya mulu gak lo, brengs*k!"

Akhirnya karena kesabaran gue uda melewati ambang batasnya. Gue ayunkan kepala gue ke
depan. Kepala dia beradu dengan kepala gue. Tapi gue yakin hantaman gue keras, soalnya dia
langsung oleng. Dan gue mulai dikeroyok sama tiga temannya yang lain..
Tragedi futsal 2
Gue punya dasar bela diri, tapi uda lama gak latihan. Yang gue inget, gue dipengangin satu orang.
Lalu si kurus tadi mukul ulu hati gue. Asli, gue ngerasa sakit banget. Gue liat dia siap-siap mau
mukul gue lagi. Gue ayunkan kaki ke depan buat nendang dia.

Pokoknya, gue cuman bisa bikin dua orang jatuh, salah satunya si kurus dan gue sempat matahin
bahu dan injek mukanya. Tapi disisi lain, gue babak belur dihajar dua orang yang lain. Pukulan
bertubi-tubi mendarat di muka, badan, dan kaki gue selama gue jatuh.

Sampai tiba-tiba ada mas-mas yang kebetulan lewat.

"Hoi! Ngapain ini?! " Kata mas-mas itu


"Cabut cuy, cabut, ada orang lewat" Kata temen si kurus
Gue liat dua orang yang terkapar, dibopong oleh temennya terus kabur dengan motor. Mas-mas
yang tadi lewat menghampiri gue.

"Mas, kostannya dimana? Biar saya anter"


"Gpp mas, saya bisa jalan" Kata gue

Tapi sebenarnya yang gue rasain adalah gue gak ngerasa apapun lagi. Gue gak tau apakah gue
kuat jalan ke kostan atau ngak. Gue bahkan gak ngerasain tangan atau kaki gue sendiri!

"Ke rumah sakit mas, ini berdarah banyak"


"Gpp mas, tolong bantuin saya ke kostan saja" Kata gue
"Oke-oke, bentar mas, saya ambil motor dulu"

Gue dianterin mas-mas tadi sampai ke depan kostan. Yang gue rasa, kepala gue pusing banget.
Walaupun kaki gue napak tanah, tapi gue ngerasa kayak terbang. Badan gue asli sakit semua.

"Makasih mas "

Kata gue ke mas-mas yang tadi. Tapi tiba-tiba gue merasa lemes banget, terus hilang
keseimbangan. Mas-mas tadi dengan sigap megangin gue.

"Kenapa ini?" Kata seseorang dari kostan

Yang gue inget disini, gue ngerasa kalau gue mau pingsan. Tapi masih gue tahan-tahan untuk
menjaga kesadaran gue. Gue tau kalau gue dianter ke UGD Dr. Sardjito. Yang nganterin gue itu
mas-mas yang tadi sama bang Dino (salah satu anak kostan gue).

Ternyata kepala gue bocor. Gue dapat 3 jahitan khusus di kepala. Bibir gue sobek. Serta jahitan dan
lebam-lebam lain yang ada dibadan gue.

***
Sebenarnya gue disuru ronsen juga karena ada lebam disekitar tulang rusuk gue. Tapi gue gak
mau. Pertama, gue gak punya duit buat bayar. Kalo gue bilang ke nyokap. Nyokap pasti marah-
marah dan ngelarang gue kuliah ke luar lagi (secara gue anak tunggal)

Sakitnya gue tahan-tahan. Gue gak bisa tidur, gak bisa mandi. Mau belajar, gue gak konsen. Hidup
gue berasa menderita banget. Sampai hari senin, gue berangkat ke kuliah buat ujian. Gue paksain
jalan dari kostan ke kampus. Beberapa kali gue mesti berhenti untuk ngilangin pusing hebat yang
gue rasain.

Sampai dikampus, orang-orang pada merhatiin gue, tapi gue cuek aja jalan ke kelas. Gue tau muka
gue berantakan. Lebam sana sini, belum lagi bibir gue yang sobek

Sampai dikelas, gue dicerca berbagai pertanyaan (yang menurut gue agak bodoh),
semisal "Jek, sakit gak?"; "Jek, kamu kenapa bisa begini?" #WTF

Semua gue jawab secara asal, "digigit nyamuk, jadi gini deh bentol-bentol"

Gue satu ruang ujian bareng Widya. Doi juga duduk disebelah gue karena nomor absen kita
berurutan. Una dan Wawan terpencar di kelas yang berbeda-beda.
***
Saat kertas soal dibagikan. Gue cuman memandang bego ke arah soal
Gak ada yang bisa gue jawab. Rencana gue adalah duduk selama 30 menit, lalu mengumpulkan
kertas ujian kosong. I totally have no idea.

Saat gue lagi memainkan pulpen sambil nahan pusing. Ternyata ada kertas yang diberikan kepada
gue dari bangku sebelah. Gue melihat ke arah kertas itu datang.

"Di ambil Jek, cepetan" Kata Widya


" "
"Cepetan nanti ketahuan" Kata Widya lagi dengan berbisik
" "

Gue ambil kertasnya, lalu gue liat. Ternyata itu jawaban ujian gue. Saat itu gue mikir, Widya ternyata
pinter banget ya. Dalam waktu yang termasuk singkat, doi bisa jawab semua pertanyaan dari soal
itu.
Ujian bodoh
Spoiler for tentang part sebelumnya:
Mungkin banyak yang bingung tentang detail sebelumnya hingga banyak muncul pertanyaan
seperti, kenapa temen gue gak bantuin gue ato kenapa gue gak dianter temen gue dan sebagainya.

Gue sengaja skip bagian detail tersebut krna menurut gue gak penting, tapi dripada jadi penasaran.
Mungkin ada baiknya bayangin kalo tempat futsal itu ada ditengah. Lalu kostan gue diselatannya.
Teman-teman gue rata2 dateng pake motor, ada yang boncengan ada yang sendiri krna tempat
futsalnya jauh dari tempat tinggal mereka. Sedangkan kostan gue itu deket banget sama tempat
futsalnya, cuman gue mesti muter dulu ke barat dari tempat futsal baru ke kostan gue. Teman-
teman gue yang lain jalannya ke utara karena langsung tembus ke jalan utara. Jadi kalo mereka
anterin gue balik dulu, yang ada nanti mereka muter kejauhan. So, gue pikir lebih gampang dan gak
nyusahin kalo gue jalan kaki aja baliknya. Is this clear?

Untung banget gue ditolong oleh Widya. Kalo ngak, gue gak tau gimana nasib gue diujian ini. Gue
sama sekali blank. Gue uda coba belajar kemarin-kemarin, tapi gue pusing banget sampe gue sama
sekali gak bisa inget apa yang gue coba hapal dari materi kuliah.

Secepat kilat gue menulis apapun jawaban yang ada dikertas yang diberikan Widya. Lalu gue
mengumpulkan kertas jawaban itu. Kebetulan juga waktu ujian telah habis. Gue balik ke tempat
duduk, mau bilang makasih ke Widya.

"dya, makasih yo hehe" Kata gue


"Sama-sama Jeki " Balas Widya

And guess what??

"Abaaaaaaaaaaaaaaaaaaang" suara dari alam gaib

Siapa lagi kalo bukan dia. Siapa lagi yang punya suara manja nan melengking yang manggil gue
dengan panggilan "Abang". Siapa lagi kalo bukan UNA!
"Abang habis ngapain sih? Kok bisa jadi gini?" Tanya Una
"Boy, elu berantem sama siapa? Jadi bonyok gini" Tanya Wawan

Una dan Wawan datang bersamaan ke ruang ujian gue. Parahnya, Una kayak bocah, megang-
megang jahitan dikepala gue.

"Sakit neng, jangan disentuh sih " Ketus gue


"Maaf bang " Nyengir Una

Disitu gue cerita sama Wawan kalo gue berantem setelah main futsal. Gue dikeroyok sama 4 orang
makanya gue jadi bonyok gini.

"Hah?? Empat orang mukulin elu??" Tanya Wawan terkejut


"Kagak sih, dua uda gue bikin terkapar dulu, salah satu patah tangan
ehh sisanya yang berdua gantian bikin gue terkapar " jawab gue bangga

Tiba-tiba kepala gue ditoyor sama Una

" " Gue menatap Una


"Masih bisa bangga lagi! Sakit kan sekarang? Makanya jangan berantem!" Cerocos Una

Saat Una lagi asik godain gue. Gue denger pembicaraan antara Wawan dan Widya.
(panggilan sayang mereka berdua itu "yank")

"Ehh yank, tadi nomor 3, kamu jawabnya gimana?" Tanya Wawan


"bla.. bla.. blaa... " Widya menjelaskan

Tiba-tiba gue tersadar sesuatu..

"Dya, yang kamu kasih tadi ke aku itu jawaban soal ujian kan??" Tanya gue
"Iya jek"

Setelah dari acara makrab, gue uda mulai bisa ngobrol sama Widya. Gue gak se grogi dulu lagi.
Tapi ya gitu deh, kadang gue masih aja gugup sedikit. So, kita kalo ngobrol gak bercandaan.

"Kok yang kamu jelasin tadi panjang banget??" Tanya gue lagi penasaran
"Loh, kamu nulis jawabannya bulet persis kayak yang aku kasih?" Widya terkejut
" "
"Jeki, itu cuman garis besarnya, kamu sama sekali gak ngembangin jawabannya??" Tanya Widya

Mampus gue! Emang gue tadi ngerasa agak sedikit aneh dengan jawaban dari Widya. Jadi
pertanyaannya dalam bentuk esai, sekitar 5-6 pertanyaan. Jawaban dari Widya itu rata-rata seperti
inti atau garis besarnya aja.

"Kamu sama sekali gak belajar Jek? Tanya Widya


"Ngak, soalnya pusing banget kemarin gara-gara ini" Jawab gue sambil nunjuk bekas jahitan gue
" " Widya ketawa
" "
"Aduuuh, maaf, Ibu dosennya nanti mesti bingung pas liat jawaban kamu Jek " Kata Widya
" "

Dalam hati gue cuman bisa bilang,


"What it will be, just let it be"
Gue pasrah sepasrah pasrahnya...

"Hahaha abang sih berantem sebelum ujian" Kata Una


"Ya mana tau neng " jawab gue pasrah
"Yowes, entar belajar bareng aja buat ujian lusa. Gimana??" Tawar Una
"Wuiiiih, boleh boleh, dimana? Berdua aja? Dikamar ku aja ya "

Lagi-lagi kepala gue ditoyor sama Una.

Setelah itu, kami beranjak menuju parkiran karena mau pulang. Di tempat nongkrong parkiran, gue
liat salah satu dari empat orang yang keroyok gue kemarin. Dia yang sama sekali gak luka karena
gak kena pukulan gue.

Gue ngomong ke Wawan sambil nunjuk orangnya. Dan orangnya juga merasa kalo lagi ditunjuk
oleh gue. Dia sempat melihat gue. Gue balas menatap dia sinis .

Setelah semua balik. Gue pun jalan menuju kostan.


Disini gue sama sekali gak merasa ada yang ngikutin atau gimana. Gue biasa melewati jalanan kecil
yang shortcutdari kampus ke kostan. Jalan ini bisa dilewati motor, tapi lumayan sepi. Ketika gue
nyampe daerah ini. Tiba-tiba gue dicegat sebuah motor. Penumpangnya turun sambil melepas helm
ke arah gue.

Ternyata dia orang yang tadi gue tunjuk

"Hoi j*nk, temen gue masuk rumah sakit, lo tanggung jawab!" Cerca dia
"Lah? Gue pikir uda mati" Kata gue
"Nyolot ya lo, uda ngerasa jago?"

Tangannya yang memegang helm diayunkan kearah gue.


Kepala gue dihantam oleh helmnya.
Keras dan tepat mengenai kepala bagian samping gue,
Sialnya, gue terlambat untuk reflek menghindar...
Orang tua Icung
Gue terhuyung-huyung oleh hantaman helm barusan. Butuh seper sekian detik hingga gue sadar
kalau orang didepan gue ini mau menghantam gue lagi dengan helm. Kali ini reflek gue lebih cepat.
Gue langsung mendorong dia jatuh lalu memukuli kepalanya bertubi-tubi.

Posisinya saat itu gue menduduki orang ini dan dia terkapar di jalan. Gue gak ngerasa apapun.
Entah itu luka dikepalan tangan gue yang baru mengering ataupun bekas pukulan helm dia barusan.
Yang gue tau saat ini adalah gue larut dalam emosi gue sendiri

Dia lalu memukul perut gue bagian samping. Gue sempat hilang keseimbangan dan sekarang giliran
dia yang menduduki gue. Satu pukulan tepat di daerah mata gue dapatkan. Setelah itu pukulan
demi pukulan gue dapati. Darah uda pasti keluar, entah dari hidung gue, mulut gue, ataupun bekas
jahitan gue.
Gue gak tau berapa lama gue dipukuli. Gue sendiri uda gak sanggup melawan. Tapi gue masih
berusaha menjaga kesadaran. Sialnya buat gue, gak ada yang lewat jalan itu. Entah karena
kejadian itu cepat atau emang gue yang lagi sial.

Mungkin dia uda ngeliat gue gak berdaya. Akhirnya dia berhenti. Berdiri. Lalu memberi tendangan
telak kearah perut gue. Ludahan dia pun gue dapati. Gue emosi. Gue pengen membalas. Tapi gue
gak bisa. Gue lemes banget. Setelah dia puas, dia pun ninggalin gue terkapar di jalan.

Gue sendiri gak tau gimana caranya. Yang pasti setelah gue merasa sedikit lebih baik. Gue
berusaha berdiri. Memungut tas gue dan berusaha untuk berjalan. Setelah sampai ke jalan yang
agak ramai. Gue liat banyak orang yang lewat dan memandang gue. Gue gak tau bagaimana
bentukan gue saat itu. Yang gue pikirkan adalah gue harus kuat buat jalan ke kostan.

Ketika melewati pintu kostan, tiba-tiba bang Ija yang lagi nonton diruang tengah mendapati gue
sedikit aneh

“Kenapa kau, lek?” Kata Ija


“Gpp bang” jawab gue

“Apanya yang gpp, berdarah gini kau, habis berantam kau?” Tanya dia
“Iya bang dipukulin orang” Jawab gue

“Dimana dia? Biar ku pukuli ” Kata dia

Setelah itu bang Ija memanggil bang Dino karena kamarnya ada dibawah. Mereka berdua
membersihkan darah gue lalu mengantar gue kembali ke rumah sakit Dr. Sardjito buat dijahit
lukanya yang kebuka.

"Jek, lu ngapain berantem sama orang tadi?" Tanya bang Dino.


"Dia cari masalah duluan bang" Kata gue

Gue jelasin semuanya dari awal kejadian pas main futsal sampai gue dipukulin lagi tadi siang. Bang
Dino cuman mangut-mangut ketika gue jelasin.

"Lu cari tu orang berempat tinggalnya dimana, nanti abang patahin kaki mereka" Kata bang Dino
"Satu uda patah kok tangannya bang " jawab gue nyengir
"Jago juga lu berantem haha, yauda sisanya biar abang urus"

Gue diantar balik ke kostan. Saat itu gue melihat Ibu kost dengan dua orang (bapak-bapak dan ibu-
ibu) berdiri didepan kamar gue.

“Jeki kenapa?” Tanya Ibu kost


“Barusan dari rumah sakit Bu, jahit luka” Jawab gue

“Dasar anak muda. Kamu dikirim kemari buat sekolah, malah gak bener. Berantem.
Ini orang tua Icung mencari kamu.” Kata Ibu kost
“ ”

“Kamu kenapa berantem sama anak saya? Sekarang tangannya patah, kamu bisa tanggung
jawab?” Kata Ibu-ibu yang disebelah ibu kost.
Disitu pun gue sadar. Ternyata si kurus yang kemarin berantem dengan gue itu namanya Icung.
Dan sekarang orang tuanya datang meminta gue tanggung jawab.

Disitu Ibu kost gue menjelaskan kalo gue itu perantauan. Setelah ngomong panjang lebar, ternyata
mereka datang meminta ganti rugi ke gue karena anaknya sekarang patah tangan kanan dan biaya
pengobatannya itu lumayan. Terlihat banget Ibu kost gue membela mereka. Gue cuman bisa
dicerca bertubi-tubi. Gue yang uda emosi mendengarnya lalu mengatakan kepada orang tuanya
Icung.

“Bapak sama Ibu punya mata kah? Tidak buta toh? Bisa lihat ini jahitan dikepala saya? Tadi siang,
saya dipukulin lagi sama teman anak Ibu. Seharusnya Ibu dan Bapak bertanya kepada anaknya
sendiri, kenapa saya dipukulin duluan. Toh saya hanya membela diri”

“Ehh kamu kurang ajar! Dia mukulin kamu karena kamu kasarin dia waktu main bola” Kata si Ibu

“Bu, kalau main bola kasar itu wajar Bu. Kalau halus itu main catur. Lagipula anak Ibu yang kasar
duluan. Jadi saya harus gimana? Diam aja dikasarin? Wajarlah kalau saya melawan” Jawab gue
lagi

Setelah gue adu mulut sama si Ibu. Akhirnya si Bapak ikutan ngomong.

“Sudah.. sudah.. Sekarang kamu bisa tanggung jawab tidak?” Kata si Bapak
“Loh? Kenapa harus saya?” Jawab gue
“Yasudah kalau begitu”

Setelah mereka sadar bahwa jalan buntu yang dihadapi. Mereka lalu pamit dengan Ibu kost gue,
berjalan melewati gue tanpa memberi salam kepada gue. Yang parahnya (dan masih gue inget
sampe sekarang) setelah mereka melewati gue, si Ibu ngomong

“Dasar orang miskin! Gak punya uang aja belagu!”


“ “

“Saya emang miskin, setidaknya saya punya otak! Daripada anak Ibu?! Ibu sama anak sama bego
nya!”
Kata gue yang sudah tidak bisa menahan emosi.

Tampak si Ibu melihat sinis ke arah gue dan mau berjalan ke arah gue. Tapi dia ditahan suaminya
dan mengajak dia beranjak pergi. Ibu kost yang ada disitu juga menatap gue dengan tatapan
terkejut. Pikir gue dalam hati. Okelah, kalo gue diusir dari kostan, gue cabut sekarang juga.
Surat Peringatan 1
Gue pikir gue bakal diceramahi oleh Ibu kost gue, secara dia orangnya uda tergolong sepuh.
Mungkin sekitar 60an tahun. Tapi ternyata dia berlalu melewati gue dan menasehati gue supaya gak
berantem lagi. Gue masuk ke dalam kamar.

Sebenarnya gue masih kesal. Kesal dengan semuanya. Pertama, gue kesal kenapa gue bonyok
melulu dipukul mereka. Dua kali gue terkapar. Dua kali juga gue babak belur. Kedua, gue kesal
karena duit bulanan gue habis buat berobat ke dokter. Ketiga, gue kesel karena gue dihina miskin.
Ya memang gue gak punya apa-apa. Makanya itu, gue sekarang berusaha untuk meraih title, agar
masa depan gue dan nyokap gue lebih baik dari sekarang. Gue benci banget kata-kata wanita jal*ng
barusan. Tapi apa daya, itu kenyataan dan gue gak bisa apa-apa.

Gue cerita semuanya ke teman-teman kostan gue. Mereka juga emosi mendengar hal itu. Yang
paling emosi adalah bang Arthur dan bang Dino. Mereka berdua meminta gue cari info tentang
siapa saja yang mukulin gue. Katanya mereka mau balas dendam. Well, gue pikir disini mereka
cuman sok jagoan doank. Jadi cuman gue anggap angin lalu dan gak gue hirauin. Tapi dalam hati
gue, gue emang menyimpan dendam.

***
Besok paginya gue terbangun oleh sms dari dosen pembimbing akademik gue. Beliau meminta gue
menemui dia kalau bisa pagi ini atau paling lambat siang ini. Selain itu, ada juga sms dari Wawan
yang bilang bakal jemput gue sekitar jam 10 buat belajar bareng di rumah Una. Gue pikir daripada
gue harus jalan ke kampus dalam kondisi begini, jadi gue minta tolong Wawan buat jemput gue ke
kampus buat ketemu sama dosen gue bentar.

***
"Boy, siap-siap, bentar lagi gue jemput" dari Wawan
"yooo" to Wawan

Sekarang Wawan uda pindah kostan deket daerah kostan gue. Alasannya biar hemat ongkos pas
antar jemput Widya. Dulu Wawan tinggal di jalan Magelang Utara, sedangkan Widya tinggal di jakal
km 5. Kampus kita di bulak sumur. Buat yang tinggal di Jogja, bisa kebayang donk berapa liter
bensin yang dia habisin buat jemput pacar terus ke kampus

"gue uda dibawah" dari Wawan

Gue pun turun dan gue liat disana ada dua motor, satunya Wawan dan satu lagi ternyata Widya.

"Muka lo kenapa lagi tuh boy?" tanya Wawan


"Biasa, digebukin lagi gue kemarin" jelas gue
"Parah, mau gue bantuin balas gak?" tanya gue

"Kamu malah manas-manasin sih yank? " Kata Widya sambil nyubit Wawan
"Yauda yuk, ngobrol dijalan aja" Kata gue

Gue yakin ni bocah juga cuman sok jagoan doank. Gue uda pernah cerita kan kalo angkatan gue
cuman ada 17 cowok? Dan setelah gue melihat gaya dan pergaulan mereka, gue yakin mereka gak
punya riwayat berantem sebelumnya. Jadi gue pikir sia-sia kalo gue minta bantuan mereka.

Setibanya gue dikampus, gue langsung buru-buru menuju kantor dosen gue. Wawan dan Widya
menunggu didepan, sementara gue masuk menemui dosen gue. Ternyata kabar mengenai gue
berantem sampai ke telinga dosen gue. Entah bagaimana caranya, yang jelas saat itu gue diberikan
selembar kertas HVS dengan kop surat dari fakultas gue dan tertanda dari wakil dekan bagian
kemahasiswaan. Gue baca sekilas surat itu, lalu gue tertunduk lemas.

“Ini surat peringatan buat kamu. Kalau kamu dapat tiga kali surat peringatan, kamu bakal
dikeluarkan dari kampus. Ibu harap ini yang pertama dan terakhir. Ibu rasa kamu sudah dewasa dan
tidak perlu melakukan tindakan ceroboh seperti ini lagi. Kamu mengerti?” Kata dosen gue
“Mengerti Bu” Jawab gue pasrah
“Kalau begitu, silahkan kamu keluar.”

Saat itu yang ada dipikiran gue adalah mencari Icung ataupun teman-temannya. Gue gak peduli
kondisi gue yang penuh jahitan. Gue rasanya ingin sekali memberi sebuah bogem mentah dimuka
mereka.

Saat gue keluar, kebetulan disana ada Adit dan satu orang teman gue yang sedang ngobrol dengan
Wawan dan Widya.

“Kenapa boy?” Tanya Wawan


“Noh.. “ Kata gue menunjukkan surat tadi

Mereka membaca sejenak lalu

“Ihhh, kenapa jadi gini sih Jek?” Kata Widya


“Entah.. aku gak ikut kerumah Una dulu ya” Kata gue
“Loh? Lu mau kemana? ” Tanya Wawan

“Gue mau nyari si anj*ng itu. Mau gue hajar. Bangs*t tuh orang” Kata gue kesal

“Eitss, sabar, gak bakal selesai, yang ada lu dikeluarin entar boy” Kata Wawan ke gue

“Bodo amat gue ” Kata gue

"Kamu berantem sama Icung anak (menyebut jurusan) itu Jek??" Tanya Adit
"Iya, yang tempo hari main futsal lawan kita itu" Kata gue

"Udah, mending gak usah Jek. Sia-sia.." Kata Adit


" "

"Bapaknya punya pangkat. Katanya sih Dekan kita dulu satu angkatan sama bapaknya. Ini juga aku
yakin bapaknya yang minta kamu dikasih surat begini" penjelasan Adit
" "

Saat itu, yang awalnya gue uda terbakar emosi sendiri, tiba-tiba gue sadar kalau semua yang gue
lakuin bakal berakibat bodoh buat diri gue sendiri. Gimana gue bisa melawan? Satu lawan satu
mungkin gue menang. Tapi emang real world peduli dengan hal ini? Sayangnya tidak...

Rumah Una
Setelah gue agak tenang. Sebenarnya bukan tenang, tapi lebih ke mengalah pada nasib. Akhirnya
gue putuskan buat ikut belajar bareng aja di rumah Una. Gue sendiri gak sanggup kalo belajar
sendiri. Awalnya sih semangat, tapi kalo uda mulai sakit ni kepala, bisa gue tinggal tuh semua
catatan. Lalu, berangkatlah kita bertiga ke rumah Una...

Rumah Una ada didaerah Babarsari. Tapi masih masuk ke gang-gang lagi. Gue liat rumahnya satu
lantai dan halamannya lumayan luas, bisa parkir dua mobil. Gue liat disana cuman ada dua motor
yang parkir. Rumahnya sendiri gak bisa dibilang gede, gak bisa dibilang kecil juga.

Setelah di sms oleh Widya. Si empunya rumah keluar juga. Doi make kaos ketat sama celana mini.
Standar pakaian anak-anak cewek kalo dirumah lah.

“Abaaaaaaaaang, sini masuk dulu ke rumah eneng “ Teriak Una


“ “

Wawan dan Widya terlihat senyam senyum aja liat tingkah laku kami berdua. Setelah parkir motor,
kita turun dan lepasin helm.

“Bang, ini kenapa lagi lebam? Berantem lagi?” Tanya Una.


“Kagak, digigit capung tadi ” Kata gue.

Terlihat wajahnya manyun, mau mencubit gue, tapi gue buru-buru menghindar. Cubitan Una itu
sakit. Tangan doi panjang-panjang trus kukunya juga lumayan. Kebayang donk gimana rasanya kalo
kena daging. Setelah itu kami dipersilahkan masuk ke rumah. Sekilas gue ngeliat Una dengan
pakaian yang lumayan minim tadi. Harus gue akui emang, kalo badan Una itu bagus banget.

Gue sempat melihat banyak foto di ruang tamu. Ada satu foto gede yang berisi lima orang. Gue
yakin itu foto keluarganya Una. Terlihat disana ada bokap, nyokap, sama dua cewek serta satu
cowok. Yang cowok terlihat muda banget, taksiran gue sih masih SMP gitu lah, pasti itu adeknya.
Sedangkan dua cewek lainnya itu lumayan mirip. Bedanya cuman satu lebih kurus, satunya lagi
lebih berisi. Ini pasti Una dengan kakak atau adek perempuannya.

Terus gue liat lagi foto lain. Disitu ada anak cewek kecil yang lagi merayakan ulang tahunnya ke 7.
Disitu anak ini pakai baju gaun putih untuk anak-anak dan terlihat siap-siap untuk meniup lilin ulang
tahunnya. Entah cuman perasaan gue aja atau gimana, tapi anak ini terlihat fotogenik banget. Raut
wajahnya, senyumnnya dan lain-lain terlihat begitu bagus difoto tersebut. Terus ada juga foto
siraman bayi, warnanya agak kabur. Gue liat disitu bayi ini cuman dibalut kain. Lucu banget bayi itu.

Lalu ada foto lain lagi dan kali ini gue yakin kalo itu adalah Una. Disana terlihat doi memakai gaun
malam yang kece banget. Disebelahnya ada foto doi bareng bokap nyokapnya dibelakang kue tart
dengan lilin angka 17. Gue yakin ini foto pas perayaan sweet seventeennya doi. Gue liat senyum
Una disana. Manis banget. Gue liat wajahnya, tampak anggun seperti nyatanya.

“Cakep ya cewek lo, boy” Celutuk Wawan


“Huahahahahaha “ Gue tertawa lepas

Disini gue gak tau, apakah Wawan tau sebenarnya bahwa gue sama Una cuman pura-pura jadian
atau dia uda tau sebenarnya dan pertanyaan barusan adalah pertanyaan retoris. Baru gue mau
menjelaskan hal itu. Una keluar dengan nampan berisi gelas dan minum bersama Widya
disebelahnya sambil bawa gelas berisi es.

“Abang mau kopi?” Tanya Una


“Ngak ah..., kamar kamu dimana neng?” Tanya gue
“Diatas, kenapa? “ Kata Una
“Ke atas yuk, gak tahan nih liat kamu “

“Abaaaaaaaang! Mesum!!! ” Teriak Una


“ “

Jujur gue lelaki normal. Mana tahan gue ngeliat kayak begituan . Kurus-kurus papan cucian juga
gue embat deh kalo uda gini kejadiannya.
Setelah itu gue ambil satu gelas sirup dengan es untuk melepas dahaga gue. Una masuk lagi ke
dalam. Sekarang diruang tamu cuman ada gue, Wawan dan Widya. Gue liat disana mereka ngobrol
sedangkan gue kembali melihat foto-foto di dinding.

Una kembali ke ruang tamu bergabung bersama kami. Sialnya, sekarang doi pake celana training
panjang yang agak longgar. Sialan..
Tau gitu tadi gue gak usah komen tentang pakaian doi...

Disitu gue coba belajar, tapi entah kenapa gue ngerasa pusing banget ketika gue berusaha untuk
mengerti suatu hal. Apa mungkin ini efek dari luka dikepala gue ya? Tapi gue gak boleh manja. Gue
harus bisa mengalahkan rasa pusing ini. Mau gimana pun gue disini kuliah dan gue harus nyelesaiin
kewajiban gue itu.

Di waktu selingan, kami sering ngobrol ngalur ngidul kemana-mana. Berbagai topik kami bahas
ketika kami bosan. Seperti gimana kronologis tentang gue kemarin. Terus masa-masa SMA kita
masing-masing. Ada juga tentang keluarga kami masing-masing. Dan yang bisa gue rangkum disini
adalah

Quote: Original Posted By Wawan ►

Bokapnya kerja di salah satu pabrik rokok. Nyokapnya seorang guru PNS di daerah asalnya. Dia

anak paling tua dari 3 bersodara. Dia punya adek cowok yang beda 3 tahun dan adek cewek yang

beda 9 tahun sama dia. Punya 3 mantan. Widya itu ceweknya yang ke empat. Gak nyangka aja

gue ternyata playboy juga nih bocah hahaha

Quote: Original Posted By Widya ►

Bokapnya kerja sebagai jurnalis disalah satu surat kabar di Jogja. Nyokapnya ibu rumah tangga.

Doi punya kakak perempuan yang beda 2 tahun sama doi. Kakaknya kerja di luar negeri nyambi

kuliah. Doi pinter banget dah. Dari zaman sekolah, semua biaya pendidikannya pake duit

beasiswa. Sekarang kuliah pun begitu. Orang tua nya sama sekali gak keluar duit buat bayar

pendidikan doi

Quote: Original Posted By Una ►

Bokapnya pegawai salah satu bank swasta. Nyokapnya bisnis katering. Kakak perempuannya

lebih tua dua tahun sama doi. Kuliah di universitas yang sama dengan kita, tapi beda jurusan

doank. Adek cowoknya masih SMP. Bokap Una asli orang Jogja, tapi nyokapnya orang Sunda.

Jadi bisa dibilang Una masih punya darah sunda, jadi bisa kebayang lah gimana geulisnya

perempuan sunda . Ohiya, bokap nyokap sama adek cowoknya tinggal di daerah Jawa Timur

karena tugas disana. Sedangkan doi sama kakaknya tinggal dirumah Jogja karena uda nanggung
dulu kakaknya uda kelas 3 dan mau lanjut ke Gadjah Mandek pas bokapnya dipindah tugaskan

Setelah waktu agak sorean. Kita semua pamit dari rumah Una. Sebelum gue balik. Una sempat
ngomong gini ke gue

"Abang.."
" "
"Abang jangan berantem lagi sih.." Kata dia
"Aku juga gak mau gini neng, orang itu aja yang cari masalah"

"Iya, maksud aku, jangan diinget lagi. Lupain aja" Kata Una
" "
"Anggap aja mereka anak kecil. Lagian kalo dilawan, gak bakal habis juga kan bang?"
"Terus maksud kamu, aku diem aja gitu?" Kata gue

"Bukan diem bang, tapi maafin aja"


"Enak aja, gak bisa lah maaf-maaf gitu " Kata gue
"Bandel banget sih, pokoknya gak mau tau! Kalo berantem lagi, jangan sayang-sayangan lagi
sama aku !"
" "

Gue cuman bisa diem blongo sama perkataan una barusan. Semua hal yang ada didalam diri gue
gak singkron. Dari reflek, otak, hati, mulut dan lain-lain. Gue gak tau mesti balas apa dari perkataan
Una barusan.

"Ciyeeeeeeh, abang sama eneng jangan berantem donk " Celutuk Wawan

Candaan Wawan,
manyunan Una, serta
senyum tipis Widya menutup perjumpaan kami sore ini.

Sepeda yang hilang


Spoiler for info:
Peraturan trit baru gue update di page one..
Mungkin ada baiknya gue jelasin dikit ya..

Di trit SFTH yang lain, reader boleh, atau bahkan, sesuka hati komen hal-hal berbau "negative".
Tapi di trit gue, tolong gunakan bahasa yang sopan dan santun..
Semua tokoh disini adalah teman gue..
Lo rela gak kalo ada orang yang ngomongin temen lo yang berbau "negative"?

Ada saatnya nanti part yang berbau "lendir", tapi bukan sekarang..
Dan kalau pun sudah sampai di part itu,
tetep tolong dijaga kata-katanya

segitu aja dari gue..


thx
enjoy reading
Gue masih gak terima soal surat peringatan itu. Jelas-jelas gue gak salah. Gue yang bonyok babak
belur, gue juga yang dikasih peringatan . Tapi gue harus gimana? Kalo gue cari masalah lagi ke
mereka. Bisa-bisa makin runyam hidup gue. Mungkin emang betul kata Una, lebih baik gue diem.
Ingat loh ya, gue diemin aja, bukan berarti gue maafin tingkah mereka.

Ujian mid-term selama dua minggu ini, gue belajar mati-matian. Untung ada sahabat gue. Sering
banget kita kumpul di rumah Una untuk belajar materi ujian. Entahlah gimana hasilnya, yang penting
gue uda melakukan yang terbaik dengan kondisi seperti ini.

Gue jarang ngeliat icung di kampus selama ujian berlangsung. Mungkin karena tangannya patah,
jadi dia gak bisa ikut ujian. Rasanya gue puas kalo memikirkan bahwa dia gak bisa ikut ujian karena
gue. Tapi lain halnya dengan tiga orang temannya. Mungkin sekali atau dua kali gue ngeliat mereka.
Apalagi yang terakhir mukulin gue lagi. Gue sering ngeliat dia melihat gue sinis. Gue juga gak mau
kalah, gue tatap balik dia dengan tatapan penuh kebencian. Guess what? gue aman-aman aja kalo
jalan pulang. Mungkin mereka pikir gue uda ngaku kalah .

***
Akhirnya ujian selesai dan perkuliahan kembali normal. Gue kepikiran untuk beli sepeda. Gue
hitung-hitung tabungan gue selama ini, kayaknya sih cukup beli sepeda untuk transportasi gue. Gue
ajak Wawan ke toko sepeda. Disitu budget gue 500ribu, tapi ternyata sepeda harganya gak kurang
dari sejuta

Untung sohib gue ini baik..

"Boy, gue punya 500 lagi, lu pake aja dulu" Kata Wawan
"Serius?" Kata gue
"Serius, tapi entar balikinnya 600 ya "

"Yeee, kampret.. "


"Bercanda bro, pake aja dulu" Kata Wawan
"Secepatnya gue balikin" Kata gue
"Selooow "
" "

Kenapa gue gak beli motor aja? Karena gue gak punya duit sebanyak itu.
Terus kenapa gue gak minta ke nyokap gue aja? Karena gue dilarang naik motor sama nyokap

Waktu SMP, gue pernah kecelakaan parah karena naik motor. Nyokap gue mikir daripada
kehilangan anak semata wayangnya, jadi gue dilarang bawa motor. Jadilah gue pulang pergi
sekolah naik angkot. Uniknya adalah gue bisa dengan cueknya naik angkot walaupun muka gue
bonyok habis berantem. Zaman SMP dulu gue hobi berantem . Sayangnya pas SMA gue
dipindahin ke sekolah yang isinya anak orang kaya dan anak mami semua. Jadi hobi gue tadi gak
diterusin ke SMA.

Akhirnya gue membawa pulang sebuah sepeda baru. Gak bagus sih, bukan merek ternama juga.
Cuman gue pikir, yang penting bisa gue pakai aja sehari-sehari. Sayang banget gue sama sepeda
itu. Baru nyampe kostan aja uda gue mandiin terus gue oles pake KIT supaya kilat . JANGAN
PROTES!

Beberapa hari gue bersama sepeda kesayangan gue, sampai suatu saat ketika gue jalan ke
parkiran, mau balik

Sepeda gue mana??? Perasaan tadi gue parkir diparkiran. Gue kunci juga. Tapi sekarang gak ada
sama sekali. Gak lucu gue pikir kalo gini. Kalat kabut gue nyari sepeda gue sama Una. Kebetulan
hari itu gue jalan bareng Una ke parkiran. Gue tanya satpam, tapi katanya gak ngeliat.

"Abang tadi bener parkirnya disini?" Tanya Una


"Iya, yakin kok neng"
"Dikunci ngak?" Tanya Una lagi
"Ada kok, ini kuncinya"

Kata gue ke Una sambil memperlihatkan kunci buat buka gembok sepedanya.

"Ini sih pasti ada yang ngerjain" Kata Una


" "

Otak gue langsung kepikiran Icung dan kawan-kawannya. Seketika itu juga gue nyelonong balik ke
gedung kampus. Yang pertama kali gue tuju adalah kantin. Dan ternyata bener, disitu ada Icung,
temennya yang mukulin gue terakhir kali sama beberapa orang jurusan dia. Gua jalan ke arah dia
mau ngelabrak. Una ngekor dibelakang gue.

Kenapa gue yakin kalau dia pelakunya? Gue jarang banget ngeliat dia dikampus. Selama ujian dia
sama sekali gak keliatan. Beberapa hari ini juga gue gak ngeliat sosoknya. Tapi tiba-tiba muncul di
kantin, disaat gue kehilangan sepeda. Apa coba maksudnya?

Mereka ngeliat gue, dan gue tetep jalan ke arah mereka. Gue pukul mejanya lalu gue tarik kerah
Icung.

"Bangs*t! Lo nyari masalah lagi?" Teriak gue

Gue ditarik sama temen-temen Icung.

"Ada apa ini?"


"Sabar mas, kenapa?"

"Baj*ngan ini ngambil sepeda gue!" Kata gue sambil menunjuk Icung

Tiba-tiba temennya yang mukulin gue terakhir kali menghampiri gue dan mendorong gue

"Jangan sembarangan lo kalo nuduh!" Kata dia


"Minggir lo! Gue gak ada urusan sama lo!" Kata gue membalas dorong dia

"Ehh, santai.. santai.. omongin dulu baik-baik"


"Sepeda masnya hilang? Uda dicek belum?"
"Kenapa pakai nuduh gitu mas? Ada buktinya gak?"
Kata orang-orang yang ada disekitaran kita

Gue diem. Gue gak punya bukti untuk mendukung gue. Tapi gue yakin pelakunya Icung. Gue yakin
banget.
Dibelakang teman-temannya, Icung ngomong

"Siapa yang mau sepeda butut lo itu, ngaca bung!"


" "

Disitu gue yakin. Se bego-begonya orang, kalo denger kalimat Icung barusan juga tau kalo dia yang
ngambil. Itu jelas banget bukti buat gue. Seketika itu juga emosi gue memuncak, Gue langsung
mengarah ke dia mau memberi bogem mentah. Tapi apa daya, gue ditahan sama orang-orang
disekitar gue.

Gue gak bisa ngapa-ngapain. Una juga terlihat menarik-narik gue tanda untuk cabut. Gue pura-pura
tenangin diri dan mereka melonggarkan peganggannya ke gue. Tapi seketika itu juga mengarah ke
Icung, lalu meludah dan tepat mengenai mukanya. Dia dan temannya terlihat ingin melawan, tapi dia
juga ditahan oleh orang disekitar kami.

Gue langsung mengajak Una untuk berlalu pergi. Gue pandangin sekitaran. Ternyata gue barusan
membuat heboh satu kantin. Dalam pikiran gue..

Kalo emang gue dapat surat peringatan lagi, gue cabut aja dari kota ini..

Tragedi futsal 3
Akhirnya gue balik bareng Una. Dalam hati gue dongkol banget dengan kelakuan mereka. Rasanya pengen gue
bales. Tapi setelah dipikir-pikir, gue yang bego sendiri. Mereka sih tipe orang yang suka keroyokan. Gue mau
minta bantuan sama siapa? Gue anak baru disini. Di kampus sudah pasti gak ada yang bisa bantuin gue. Anak
kostan? Mereka sih kuatnya "berantem" di kasur. Pupus lah harapan gue.

Sebelum balik, gue sama Una makan siang dulu di warung padang. Kami diam seribu bahasa. Gak ada yang
memulai pembicaraan. Gue larut dalam pikiran gue sendiri. Una sibuk merhatiin gue, tapi ketika gue tatap
balik, doi mengalihkan pandangan. Gue sedang berasumsi. Kalo gue nyerang sendiri, rasanya gue bakalan
lebih bonyok dari kemarin-kemarin. Luka-luka gue uda sembuh sih. Cuman gue masih ngerasa ada yang gak
beres di badan gue.

Ketika gue uda nyampe di depan kostan

"Makasih neng" Kata gue dingin


" "

Gue berjalan masuk tanpa memperhatikan Una

"Bang" panggil Una


" "
"Gak usah dipikirin lagi"
"Ya" jawab gue singkat

Gue berlalu lagi dari Una

"Bang, dengerin dulu siiiih" Kata Una jengkel


" ? " Gue memalingkan badan
"Jangan ada berantem berantem lagi!" Kata dia
"Ya"

"Baaaaaang..."
"Pulang deh" Kata gue datar
" "

Setelah gue menyuruh Una pulang, gue berjalan tanpa melihat ke arahnya lagi. Gue denger ada suara motor
melaju, artinya dia sudah pulang. Dalam hati, gue ngerasain gimana dongkol, jengkel, sebel, emosi dan lain-
lainnya. Gue buka pintu kamar gue, lalu gue banting sekeras-kerasnya. Masa bodo! Mood gue lagi jelek

Setelah agak lama termenung, hp gue bunyi tanda ada sms masuk. Setelah gue periksa,

"Jek, kalo kamu ladenin mereka, yang ada masalahnya bakal lebih panjang. Kamu jangan gegabah, coba lihat
nanti apakah ada solusinya atau tidak. Aku lagi dikampus, minta rekaman cctv dari parkiran. Semoga aja
ketahuan siapa yang ngambil. Kamu sabar ya " dari Una.

Jari gue rasanya males banget buat balas sms itu. Gue uda yakin kalo Icung yang ngambil. Kalau pun bukan
dia, pasti ada orang suruhan dia. Lagipula, barusan gue ngeludah dimukanya. Gue yakin tindakan gue tadi itu
bakal berdampak sesuatu. Entah itu surat peringatan lagi, atau gue dikeroyok lagi. Gue tinggal menunggu
waktu doank.

Sampai malam dan terlelap, gak ada kabar terbaru dari Una. Sejujurnya gue berharap kalo ada rekaman si
Icung yang ngambil sepeda gue. Setidaknya gue bisa laporin dia ke kampus atau bisa gue gampar diluar
kampus. Tapi hasilnya nihil. Gak ada apa-apa.

***
Besok pagi gue putuskan gak berangkat ke kampus. Hari ini sih cuman ada 1 kelas doank pas siang. Tapi
bayangan kalo gue bakal berantem lawan musuh yang lebih banyak berkali-kali lipat dari gue, bikin gue males
untuk ke kampus. Gue tidur-tiduran sampai tiba-tiba ada sms yang masuk.

"Bang, gak ke kampus?" dari Una

Ahhh, sms dari Una. Gue harus balas apa? Gue males. Sms itu gue kacangin. Akhirnya seharian gue cuman
tidur-tiduran di kamar. Gue gak ngelakuin apa-apan.

Saat malam tiba, kira-kira jam 7 malem. Gue kelaperan, karena gue uda skip sarapan dan makan siang. Perut
gue keroncongan. Gue ganti baju lalu turun ke bawah. Disitu gue melihat bang Dino lagi ngobrol sama bang
Deddy. (bang Dino yang nganterin gue ke rumah sakit, sedangkan bang Deddy yang jago taruhan bola)

"Kemana jek?" Panggil bang Deddy


"Makan bang, uda makan?"
"Belum, bareng lah yok" Ajak bang Deddy
"Sip bang "

Akhirnya gue, bang Dino, bang Deddy, dan bang Artur berangkat naik dua motor buat nyari makan malam.
Setelah pusing nentuin pilihan, kita makan diwarung yang persis diseberang tempat gue main futsal lawan
jurusan Icung dulu. Mungkin nasib gue kali ini baik dan kalau boleh dibilang cukup baik. Gue milih tempat
duduk, terus gue bisa ngeliat ke lapangan futsalnya. Betapa terkejutnya gue ketika gue ngeliat disitu ada tiga
orang temen Icung yang mukulin gue kemarin.
Tapi gue masih ngak begitu yakin. Soalnya jaraknya lumayan jauh. Siapa tau gue salah liat. Akhirnya gue coba
merhatiin terus mereka untuk sekedar memastikan.

"Jek, lo liatin siapa?" Kata bang Dino yang duduk didepan gue
"Ke lapangan itu bang"
"Kenapa? Ada cewek?" Kata bang Artur

"Bukan, itu kayaknya orang kemarin yang mukulin gue"


"Mana??"

Serempak mereka bertiga menoleh ke arah lapangan. Lalu gue juga cerita kalo sepeda gue yang baru hilang
kemarin dan gue yakin mereka pelakunya.

"Mau lu pukul mereka?" Tanya bang Dino


"Gak lah bang, main keroyok mereka, males aku"
"Bentar" Kata bang Dino

Terlihat dia mengambil hp dan mengetik, mungkin membalas sms orang

"Tur, kau masih kuat mukul orang?" Tanya bang Dino


"Kuat lah bang, kita hajar?" Kata bang Artur
" "
"Kita hajar nanti Jek setelah makan" Kata bang Dino
"Aseeek, berantem lageee" Kata bang Dedi

Ternyata benar, setelah kita selesai makan dan bayar. Kita berempat berjalan ke lapangan futsal itu. Terlihat
bang Dino dan bang Artur berjalan didepan lalu berteriak dari luar

"Hoi! Kau, kau, kau.. keluar kalian" Kata Bang Dino menunjuk tiga orang
" "

Orang-orang yang didalam lapangan atau didekatnya terlihat terkejut dan kebingungan.

Salah satu yang ditunjuk tadi berjalan menuju pinggir lapangan mau menjawab bang Dino, tapi masih
terhalang sesuatu
(Kalo lapangan futsal itu kan ada semacam kain jaring-jaring yang dipinggir lapangan kan? Gue gak ngerti ini
namanya apa )

"Kenapa mas?" Kata orang itu


"Kalo mau ngomong yang sopan, keluar kalian!" Kata bang Dino

Tiga orang beserta beberapa orang lain yang ada didalam lapangan ikut keluar. Salah seorang dari yang
mukulin gue kemarin menghampiri bang Dino.

"Ada apa ya mas?" Kata orang itu


" "

Buaaaaaam! Bogem mentah diberikan bang Dino ke wajahnya.


Perawan" yang hilang
Darah segar keluar dari hidung orang yang dipukul bang Dino. Dia ada orang yang mukulin gue
pake helm kemarin. Rasanya gue pengen ikut gebukin orang itu. Tapi seketika itu juga suasana
menjadi crowded. Beberapa orang berusaha melerai bang Dino yang sedang memukuli lawannya
yang sudah terkapar. Bang Artur dan Bang Dedy berusaha menjauhkan orang-orang yang melerai.

"Jangan ikut campur, atau ku pukul kau" Kata bang Artur.


" "

Entah karisma atau tampang preman yang terlihat dari kedua temen kost gue ini, yang pasti orang-
orang yang tadinya heboh jadi terdiam didepan mereka. Bang Dino terus memberikan pukulan tanpa
ada perlawanan berarti dari orang yang dipukuli. Mulai dari tukang parkir, orang-orang yang ada
disekitar, atau orang-orang yang kebetulan lewat di jalan itu, semua mengerumuni tempat futsal ini.
Mereka semua melihat kejadian tersebut layaknya tontonan film action gratis buat mereka.

"Ampun.. ampun.." Kata orang yang dipukuli


" "

Gebak gebuk masih terus berlanjut sampai beberapa orang pemuda datang. Mereka yang berhasil
melerai Bang Dino. Gue lihat lawannya uda bonyok gak karuan. Bibir, hidung, pokoknya ada darah
aja di mukanya. Puas rasanya gue .

Gue gak ngerti apa yang dibilang pemuda-pemuda yang barusan datang itu, karena mereka
komunikasi pakai bahasa Jawa (saat itu gue belum ngerti bahasa ini). Bang Dedy berbisik ke gue.

"Kau ikut bang Dino" Katanya


"Kemana "
"Itu bang Din mau dibawa ke Pak RT"
" "
"Ikut aja apa yang dibilang bang Dino"

Gue kaget setengah mati. Gimana gak kaget coba, masalah ini bakal berujung ke pihak keamanan
kampung, bisa-bisa masalah ini juga bakal sampai ke kepolisian setempat. Tapi saat itu, gue gak
terlalu mikirin hal ini, karena emang gue uda siap mental kalo gue harus cabut kuliah atau cabut dari
kota ini. Pokoknya buat gue, dendam gue uda terbalas, apapun konsekuensinya. Sekarang dia tau
gimana rasanya babak belur dipukulin orang.

Beberapa orang ikut digiring ke rumah pak RT (gue gak terlalu jelas, apa ini pak RT, lurah, RW,
kepala keamanan, atau apa, tapi biar lebih mudah, bakal gue sebut pak RT aja). Disana kami duduk
diteras rumah beliau. Ada satu orang dari penjaga futsal tersebut, dua orang temen si korban, bang
Dino, gue, dan dua pemuda. Setau gue, si korban uda dibawa ke klinik terdekat buat diobati.

"Ini kenapa bisa ribut?" Kata pak RT membuka percakapan


" "

Semua diem, gak ada yang berani ngomong karena pak RT ini juga tampangnya sangar. Kumis dan
brewoknya lebat banget.

"Mungkin ini penjaga futsalnya bisa cerita kronologisnya" Kata salah seorang pemuda
"Oh iya.."
Mulai lah dia bercerita dari yang awalnya bang Dino datang, terus berteriak dari pinggir lapangan
menyuruh tiga orang keluar. Lalu ketika sudah keluar, pukulan langsung diberikan bang Dino tanpa
ada penjelasan terlebih dahulu.

"Benar begitu?" tanya pak RT kepada bang Dino sambil mengepulkan asap rokok kreteknya
"Iya Pak"
"Mau jadi jagoan sampeyan?!" Suaranya mulai meninggi

Gue harus ngomong sekarang. Gue harus jujur kalo ini masalah gue dengan si korban dan Bang
Dino itu cuman ngebantuin gue. Tapi lidah gue kaku. Gue ciut setelah suara pak RT mulai meninggi
barusan.

Suasana hening...

"Jawab!" bentak pak RT


" "

"Ini masalah pribadi Pak" Jawab bang Dino


" "
"Masalah apa?" Suara pak RT datar tapi menakutkan

Terdengar bang Dino menarik nafasnya lalu menghembuskannya. Gue menangkap kode ini. Gue
pikir ini kode dari bang Dino supaya gue ngomong. Eh ternyata...

"Dia perkosa adik perempuan saya!" Kata bang Din cepat


" "

Gue terkejut, pak RT terkejut, teman korban terkejut, apalagi pemuda yang menggiring kami. Semua
terkejut.

"Terus kenapa sampeyan main hakim sendiri? Tidak lapor polisi dulu?" pas RT mulai kepo
"Sudah Pak, tapi tidak ada bukti, jadi dia tidak bisa ditangkap"
"Adik perempuan sampeyan sekarang dimana?" tanya pak RT lagi
...

Kesan karisma dan menakutkan dari pak RT tiba-tiba luntur dari benak gue. Ternyata beliau kepo.
Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan. Bang Dino dengan cerdiknya menjawab semua
pertanyaan tersebut diikuti dengan penekanan dan gaya sedihnya. Yang lain juga terlihat
penasaran. Cuman gue yang blongo.

"Kalian temannya korban kan? Benar begitu?" tanya pak RT


"Saya kurang tau pak " Kata teman 1

"Saya juga pak " Kata teman 2

"Ya sudah, kalian pulang, sebelumnya saya minta KTP kamu nak Dino untuk saya foto. Gapapa,
tidak usah sedih. Saya dukung kamu. Orang seperti itu memang harus diberi pelajaran. Kalau nanti
ada pihak keamanan yang datang, Saya bantu menjelaskan." Kata pak RT bijaksana

Semua balik setelah pak RT memfoto KTP bang Din dengan ponselnya. Saat di motor, bang Dino
ngomong ke gue
"Sori jek, cuman satu tadi yang abang pukul, masih sisa dua lagi"
"Waduh, gak usah bang, makasih banyak loh bang" Kata gue
"Halah, sesama anak kost harus saling membantu "
"Tapi bisa sampai begini urusannya bang hahaha" Kata gue lagi
"Untung kau diam-diam aja tadi, tiba-tiba kepikiran aja tadi mau ngomong begitu hahaha"

Ternyata rencana awalnya adalah, bang Dino uda sms teman-temannya buat datang ikut bantuin.
Teman-teman disini bukan cuman anak kost, tapi emang temennya yang sesama preman. Bang Din
emang mantan preman yang sudah meninggalkan "tahta"nya (kira-kira begitulah cerita yang gue
dapat dari anak kostan). Tapi ternyata temennya telat, setelah kita digiring baru mereka pada
berdatangan. Pas kita baru masuk ke arena futsalnya mau nyari masalah, uda ada beberapa teman
bang Dino yang nongkrong di parkiran. Bang Dino pikir cukup, eh ternyata mereka sibuk nahan
massa didepan yang mau ikut masuk buat ngeliat.

Spoiler for deskripsi bang Dino:


FYI, Bang Din aslinya uda berumur 35-an. Tapi dia punya KTP yang nunjukin kalo dia baru berumur
23 tahun saat itu. Susah sih ngejelasin fisiknya, emang ada kumis dan brewok juga walaupun tidak
selebat pak RT, tapi mukanya itu keliatan muda. Well, mungkin gak muda juga, malah boleh dibilang
mukanya boros. Dia gak bisa dibilang umur 20an awal, tapi juga gak cocok kalo uda umur 35-an.
Kira-kira paham lah ya. Dan gue juga kurang begitu tau masa lalu bang Dino, tapi dari cerita yang
gue dapat, dia punya masa jaya dulu ketika masih muda.

Gue cuman bisa ketawa-ketawa nyengir kalo memikirkan kejadian tadi. Mulai dari gue terlibat di
tragedi futsal, terus sepeda gue hilang, eh sekarang malah jadi "perawan" yang hilang.

A night at club 1
Kalo hari sebelumnya gue males untuk berangkat ke kampus karena gue yakin pasti digebukin Icung dkk
akibat ngeludahin dia, hari ini gue berangkat karena gue yakin mereka mulai memperhitungkan kalo mau
ngerjain gue lagi. Disisi lain, orang yang biasa gebukin gue juga uda pada babak belur. Thanks bang Din!

Saat ritual kopi pagi hari oleh Una.

"Bang, tadi kesini naik apa?" Tanya doi


"Naik ini" sambil menepuk kaki gue
" "
"yee, malah ketawa" kata gue

"Oh iya, ternyata cctv di parkiran gak nyala bang"


" "
"Iya, sampah banget kan, kemarin aku tanya ke admin, katanya gak nyala"
" "

Admin itu sebutan anak-anak untuk bagian yang ngatur internet kampus dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan komputer di kampus. Isinya cuman ruangan kecil trus diisi bapak-bapak tiga orang yang selalu keliatan
sibuk di depan komputer mereka masing-masing.

"Kalo nyala kan bisa tau siapa yang ngambil sepeda abang" Kata Una
"Uda lah, biarin aja"
" "
" "

Setelah senyuman manis gue kepada Una, doi pergi meninggalkan gue. Mungkin dia pikir gue orang gila yang
ikhlas aja barang berharganya hilang. Padahal gue juga uda gak kepikiran lagi soalnya dendam gue uda
terbalaskan

Dikampus gue sering ngeliat Icung dkk nongkrong dikantin. Tapi gue gak pernah ngehirauin mereka. Aslinya
sih asal ngelewatin mereka, gue ketawa-ketawa sendiri liat tangan dia gak sembuh-sembuh, trus satunya lagi
lebam-lebam gak karuan. Puas gue

Sekarang gue uda pinter. Gue tau bakal diincar entah oleh siapa, jadi gue putuskan pulang melewati rute yang
ramai. Agak muter dan capek sih karena gue gak bisa motong jalan, tapi demi kebaikan wajah ganteng gue,
terpaksa gue berpeluh-peluh keringat kalo pulang pergi kampus-kostan.

(masalah sepeda dan Icung gue pending dulu, karena timingnya ada peristiwa lain yang pengen gue ceritain)
***
Akhir minggu ini tiba-tiba anak kostan ngajakin minum di salah satu tempat clubbing yang ada di jalan
Magelang (you know lah). Katanya sih dalam rangka merayakan kekalahan bang Ija dalam ju.di bola. Totalnya
dia kalah hampir 10 juta (cash!) . Jadi dia pusing banget, soalnya dia uda minjem duit kemana-mana, trus
ditaruhin, eh hasilnya kalah. So, dia harus cari modal lagi sambil ngebayar utang-utang dia.

Personil yang berangkat cuman 7 orang, terdiri dari gue, bang Din, bang Artur, bang Ija, bang Arif, bang Abid
sama mas Ujang (penjaga kostan). Awalnya kita mesen 1 botol tequila, 1 botol martell, dan 1 pitcher green tea
sebagai mixernya.

"Jang, kau harus coba ini, lebih enak dari jamu" Kata bang Arif
"yooo " kata mas Ujang

Glek-glek-glek, satu gelas mix antara green tea dan martell diteguk mas Ujang.

"Enak kan?" Tanya bang Arif


"Enak sih, cuman kok pait-pait gitu ya?" jawab mas Ujang
"Nah, kalo pait, berarti kau gak cocok minum yang campur-campur"
" "

Botol Tequila disodorkan oleh bang Arif. Awalnya sih ketika diteguk dikit sama mas Ujang, langsung
dimuntahin.

" , pahit ini broo" Kata mas Ujang


" Pelan-pelan Jang, seteguk demi seteguk, jangan sekaligus banyak, nanti juga manis " Saran bang Arif

Sekilas mengenai penjaga kost gue. Orangnya dari kampung. Asli polos banget. Saking polosnya, dia ditipu-
tipu sama pemilik kost. Dia cuman digaji beberapa ratus ribu (setengah dari uang kost bulanan gue), dikasih
tempat tinggal di kostan sama makan di rumah pemilik kostan. Tapi kerjaan dia itu banyak banget! Mulai dari
anterin anak-anak pemilik kost sekolah, les, dan lain-lain. Terus dia juga mesti ngerawat tamannya Ibu kost.
Dan kerjaan lain yang gue pikir gak sebanding sama gaji dia. Anak-anak kostan yang kasian, sering traktir dia
makan enak, semisal di resto ato cafe. Kemarin-kemarin, dia bilang gak pernah ke tempat clubbing, jadi
pengen tau gimana isi tempat beginian. Kita ajak deh.
Entah bagaimana caranya, akhirnya satu botol tequila itu milik mas Ujang seorang diri. Sangar dia cuy!
Katanya sih pait, tapi lama-lama kayak minum air putih. Mungkin uda mabuk kali ya.

Lalu bang Ija yang lagi stress juga mulai dikerjain anak-anak. Kita mesen botol tequila yang baru.

"Ja, toss dulu kita, supaya menang lagi kau" Kata bang Din
"Hayuk lah bang"
"toosss" Kata mereka berdua

Masing-masing minum satu shot. Tiba-tiba bang Artur nimbrung

"Sama aku juga Ja, biar sukses kau"


"Sip sip, aku tuang dulu" Kata bang Ija
"tosss"

Setelah itu giliran bang Abid sama bang Ija.

"Udah-udah, masih pagi ini uda dua gelas aku, keburu tepar cepet" Kata bang Ija
"ahh, cemen kali kau, minum gini aja mabok" Kata bang Abid
"hayoklah kalo gitu"
"tooosss"

Bener aja, yang lain cuman minum satu shot, tapi bang Ija uda lima shot sendiri. Selang setengah jam gitu,
mata bang Ija mulai teler.
A night at club 2
Lalu mas Ujang mulai ngigau. Dia duduk bersila diatas kursi, lalu tangannya dibuat menempel diatas
siku lututnya.

"Ngapain kau Jang?" Tanya bang Arif


"Meditasi bro, supaya badanku sehat, kayaknya aku masuk angin" Kata mas Ujang
"Pusing kau Jang?" Tanya bang Arif lagi
"Iya nih"
"Berarti kau harus minum lagi Jang supaya gak pusing "

Kita cuman bisa ketawa-ketawa. Baru satu jam disana, dua orang uda tepar. Kita dudukan bang Ija
dan mas Ujang dikursi pojokan, mereka tertidur dan masuk ke alam mimpinya masing-masing.
Sejurus kemudian, table kita didatangin satu cewek (sebut saja mawar).

"Sayang, uda lama gak kesini " Kata Mawar merangkul bang Arif
"Ehh elu.. hehe iya nih, apa kabar?" Kata bang Arif pangling
"Baik kok, lagi ngapain nih, gabung boleh ya " Kata Mawar
"boleh-boleh" Kata kita serempak
" " bang Arif kaget
"Bentar ya, aku ambil tas disana dulu, nanti balik lagi sayang" Kata mawar

Setelah doi pergi

"kok kalian iyain sih??! " Kesal bang Arif


"Namanya rejeki, jangan ditolak bro" Kata bang Abid
"Males gue sama dia, gue mau nyari yang lain!" Kata bang Arif
"Nikmati aja... " senyum penuh arti dari bang Abid

"Kalo gitu, gue suru temenin elu aja ya" Kata bang Arif ke bang Abid
"Sori bro, gue kalo minum oke, tapi kalo main cewek, takut dosa" Kata bang Abid
" "

Si mawar balik

"Ehh, soriya lama sayang, gak kangen kan?"


"Kangen donk " Kata bang Arif
"Itu anak baru ya, kenalan dulu donk" Kata mawar nunjuk ke gue

Setelah kita kenalan

"Mau cewek gak? Biar temen-temen aku disuru gabung disini aja" Kata Mawar menawarkan
"Ohh ngak mba, hehe" Kata gue terkejut
"Ihh, jangan panggil mba, tua banget sih, panggil nama aja "
"Hehehe" gue salting

"Pasti masih perjaka ya! Takut sama perempuan hihi" Tembak Mawar
" "
"Tenang, perempuan itu gak gigit kok"
"Iya iya "

Shit!, gue digodain dan gue gak bisa balas apa-apa. Runtuh harga diri gue sebagai cowok.

Kita minum-minum lumayan lama. Setelah gue liat dimeja. Ada 3 botol martel dan 3 botol tequila.
Gawat juga anak-anak kostan kalo minum ya. Pada kuat-kuat semua. Bang Arif dan Mawar mulai
naik, mulai mesra-mesraan didepan kita. Bang Din kalo mabok itu diem banget. Anteng banget
orangnya. Bang Artur, bang Abid, sama gue lomba-lombaan siapa yang minum paling banyak.
Belum lagi diajak joget sama Mawar ke dance floor nya. Uda gak bisa dibedain lah yang mana yang
mabok, yang mana yang ngak. Yang mabok uda ngalor ngidul goyangannya. Yang masih sadar
terpaksa ikutan ngalor ngidul karena suasananya juga mendukung.

Sampe hampir jam 3 pagi, kita putuskan untuk pulang. Itu pun karena bang Abid yang ngebet mau
pulang. Bang Arif satu mobil sama si Mawar. Sedangkan sisanya dimobil bang Artur, termasuk dua
orang dewa mabok kostan yang uda tepar

Sampe dikostan, gue ngeliat bang Abid langsung ngacir ke kamarnya. Gue masih nongkrong di
kamar bang Din buat ngerokok. Terus gue liat bang Arif uda balik bareng ceweknya. Lalu digotong
dikamar. Pintu dikunci. Dan selanjutnya suara-suara birahi mulai terdengar.

Setelah beberapa batang sambil ngobrol dengan bang Din, bang Abid keluar dari kamarnya dan
menghampiri kami.

"Dari mana bang?" Tanya gue


"Ibadah" Jawabnya singkat
" "
Gue gak gitu ngerti tentang ajaran Islam. Tapi yang gue tau, kalo orang uda neguk alkohol,
Ibadahnya gak bakal diterima Allah.

"Emang boleh gitu? Bukannya bakal ditolak bang?" Tanya gue penasaran
"Yuuup"
" "

Gue makin bingung sama teman kostan gue yang satu ini

"Gini Jek, Sholat itu wajib" Jelas bang Abid


"hmm" gue menganggukkan kepala
"Gue uda tau Sholat gue bakal ditolak, tapi gue tetep harus menjalankan kewajiban gue"
" "
"Main sama ibadah itu harus diimbangin"
" "

Pagi ini, gue mendengar teori baru dari temen yang (mungkin) setengah mabok.
Kata-kata yang dilontarkan bang Abid itu diiringin dengan sebelah alis dinaikkan dan tangan
menunjukkan jempol. Sampe sekarang gue masih ingat gaya dia waktu ngucapin hal tidak masuk
akal barusan.
Widya 3
Kehidupan kampus gue terbilang adem ayem, tidak ada masalah berarti. Sejak insiden pemukulan
bang Din, tersiar gosip kalo ada anak cowok kampus gue yang menghamili cewek. Gue yakin 100%
gosip ini beredar dari tragedi "perawan" yang hilang. Gue gak ngerti gimana bocah yang sempat
mukulin gue kemarin itu bakal menghadapi kabar burung ini terhadap dirinya. I don't care at all.
Secara ini bukan urusan gue. Gue yakin imej dirinya yang buruk itu lebih kejam daripada sekedar
gue balas nonjok dia. Kalo kata pepatah dari pujangga lama sih, "Fitnah lebih kejam dari
membunuh".

Bicara soal imej, sekarang gue lumayan terkenal di kampus. Pertama karena hubungan gue dengan
Una yang notabene cuman "pura-pura", tapi berdampak besar buat gue. Anak-anak lain sih melihat
kita pasangan yang serasi. Yang cowok itu ganteng, yang cewek itu cantik. Jadi klop deh .
Kerugiannya paling karena hubungan ini, gak ada cewek-cewek yang mau kenalan sama gue.
Soalnya mereka juga pada sadar diri, kalo tampang mereka gak bisa ngalahin Una, jadi gimana bisa
merebut hati gue? (setidaknya ini asumsi gue) (biarkan gue membuat diri sendiri bangga)

Lalu yang kedua, gue mulai disegani. Dalam sejarah gedung kampus gue, gak pernah ada insiden
berantem. Paling juga 10 tahun sekali baru muncul mahasiswa yang doyan berantem kayak gue.
Secara isi kampusnya kebanyakan cewek (ngertilah jurusan mana yang banyak cewek kecenya).
Ditambah lagi pengakuan dari orang-orang yang ngeliat gue bareng anak-anak kostan gebukin
Icung dkk. Streotipe gue dikampus itu jadi semacam jagoan. Punya cewek cakep nan seksi, terus
punya temen preman .

*Okeh! Gue janji gak bakal narsis lagi

***
Skip dulu sampai menjelang tahun baru. Una ngundang kita buat nginep dirumahnya. Kakaknya
bakal menghabiskan malam tahun baru di kaliurang bareng temen-temennya. So, rumah dia bakal
kosong dan dia minta gue, Wawan, sama Widya buat bikin bbq-an. Kita sih setuju-setuju.

Oh iya, gue lupa cerita, setelah pertama kali gue ke rumah Una, doi selalu make celana training
panjang kalo gue dateng. Dia gak pernah lagi make celana imutnya itu. Gue terpaksa deh nelan
akibat dari ulah konyol gue. You know lah, cewek itu paling cakep cuman pas dua momen doank.
Pertama itu pas bangun tidur, kedua pas make pakaian mini-mini. Ini menurut gue!

Pas kita semua uda nyampe rumah doi, kita keluar lagi ke supermarket buat beli bahan-bahan. Pas
di TKP, Wawan sama Widya jalan didepan gue sama Una. Mereka gandengan tangan gitu. Trus
gue juga iseng-iseng aja megang tangan Una. Eh ternyata doi gak marah, yauda deh gue lanjut .
Padahal biasanya juga gak marah sih

"Bang, cocok ya mereka berdua" Kata Una tiba-tiba


" "
"ituuu" sambil nunjuk Wawan dan Widya
"ohhh"

"Cuman gitu reaksinya??" Kata Una


" "
"Masih suka gitu sama Widya ya Bang?"
" "

Pernah ngak lo ngerasain gimana rasanya ngeliat orang yang lo suka jalan gandengan tangan sama
cowok lain didepan mata lo dan elu juga harus pura-pura tidak terjadi apa-apa saat itu? Gue pernah.
Gue ngerasainnya sekarang. Gue gak tau gimana mendeskripsikannya.

Rasa yang gue punya emang uda gak segede dulu lagi. Tapi rasa itu tetep ada. Sekecil apapun
rasa itu, tetap akan terasa mengganggu. Walaupun hanya sedikit, tapi sakit tetap sakit kan? Ibarat
luka yang uda hampir sembuh, tapi bekas lukanya sobek lagi. Gitu-gitu terus sampai lo kebal sama
yang namanya sakit. Elo sampe gak ngerasain sakit itu padahal intensitas sakit itu sama seperti
saat lo mendapatkannya pertama kali (atau bahkan lebih?)

Gue gak bisa menjawab pertanyaan Una

"Widya gak pernah pacaran. Ini pertama kalinya dia pacaran" Kata Una
"?"
"Semoga aja mereka langgeng ya bang" Lanjut Una
"Neng, ngomongin yang lain aja gimana?

" "
" "
"Oke deh bang" Kata Una
"Hehe"

Gak banyak yang gue dan Una omongin. Mood gue berubah jelek setelah Una ngomong hal
barusan tadi. Tapi gimana pun, gue gak mau merusak malam ini. Setidaknya ini Old and New night.
Seharusnya kita hepi

Pas uda balik ke rumah Una, bertepatan dengan Adzan Magrib. Wawan permisi buat ke Masjid
terdekat untuk ibadah. Tapi yang gue heran disini adalah Widya ditinggal aja, gak ikut dibawa. Lah
gue bingung donk.

Pas kita uda didapur. Iseng-iseng gue tanya Widya

"Dya, kamu gak Sholat apa?"


"Ngak Jek"
"Halangan gitu?" Tanya gue lagi penasaran
"Gak kok, emang ngak aja"

Ah! Gue mengerti. Mereka beda keyakinan. Tiba-tiba gue ngerasa ada harapan buat gue

"loh???" Gue pura-pura terkejut


" " Widya senyum
"Sori ya, terus kenapa kalian jadian?" Gue beranikan diri bertanya
" " Una menatap gue

"Jek! Ngomong opo to koe ki?!" Una menegur gue


"Gpp kok hehe" Kata Widya

"Ya emang kenapa Jek?" Widya balik nanya ke gue


"Bukannya bakal susah buat kedepan kalo beda gitu?"
" " Una emosi

"Kalo emang aku sama Wawan jodoh, aku mau kok pindah. Kalau emang suratan takdirnya gitu,
dijalani aja Jek. Yang terbaik pasti diberikan kepada kita " Kata Widya

Kalimat barusan serasa menampar gue. Didepan gue berdiri orang yang begitu menghargai yang
namanya cinta. Dia berani memperjuangannya dengan segala cara.
Bandingkan dengan gue? Bahkan barusan gue mendapat ide kotor untuk menghasutnya. Gue gak
sebanding dengannya. Gue gak pantas berdiri bersamanya...

Spoiler for fyi:


Mungkin kalian bakal beranggapan ini cuman cinta monyet atau sifat ababil dari seorang abg. Gue
juga berpikiran seperti itu awalnya. Sampe gue membuktikannya sendiri setelah bertahun-tahun,
kalo ini bukan cuman omong kosong belaka.

Widya 4

" "

Gue masih tertegun dengan ucapan Widya barusan. Tiba-tiba rasa malu menghinggapi diri gue.
Entah pikiran apa yang berkecambuk dalam otak gue.

"Tumben Jek kamu bisa ngobrol lama? " Tanya Widya membuyarkan lamunan gue
" "

Gue ngak tau kemana arah pertanyaan Widya barusan.

" "
Terdengar tawa kecil dari Una

" "

Shit! Gue mengalami momen bingung! Kenapa mereka berdua menatap gue? Apa karena
pertanyaan gue barusan? Atau ada yang salah dari tingkah laku gue?

"Halooo, spadaaa" Kata Widya menatap gue

" "

Ahh! Barusan Widya nanya gue, tapi dia nanya apa??


Kenapa gue grogi disaat yang tidak tepat sih???

"Bang! Pasti mikir yang jorok nih sampe mulutnya nganga gitu " Kata Una
" "

Thanks Una! Gue akhirnya tau harus mengatakan apa dari mulut gue.

"Yeee, enak aja!" Kata gue


"Hihihi" Una tertawa lagi
"Jek, mbok pertanyaan ku dijawab to" Kata Widya
"Yang mana Dya?"

"Halah kamu tuh..,"


"Kalo ngobrol sama aku, kalo ngak diem, trus aku dicuekin, ato ngak gak mesti gak nyambung" Kata
Widya melanjutkan
"Kamu kenapa to sama aku?"

Gue dicerca dengan pertanyaan ini sepersekian detik. Gue speechlees. Gue gak nyangka bakal
ditanyain oleh Widya secara langsung. Gue harus gimana menjawabnya? Otak gue gak bisa diajak
kerja sama disituasi seperti ini. Yang paling gue takutkan adalah alam bawah sadar gue yang
mengambil alih untuk menjawabnya.

"errrrr, gapapa kok hehe" Jawab gue kaku


" "

Widya menatap gue bingung.

"Jangan-jangan abang suka sama Widya?!" Tembak Una


" "

Una... Kenapa dirimu mengatakannya barusan??


Peluh-peluh keringat mulai keluar dari pori-pori disekujur tubuh gue. Gue bisa merasakan kalo dahi
gue mulai berkeringat. Keringat dingin tepatnya.

"Hush, ngomong opo to mbakyuuu, kui mas mu loh " Kata Widya
" " Una malu-malu

Trit... trit... Hape gue bunyi


"Boy, gue didepan nih, bukain pintu donk" dari Wawan

Gue berjalan meninggalkan mereka berdua yang sedang tertawa dan malu-maluan di dapur
Gue pikir, setidaknya gue bisa menghirup udara bebas terlebih dahulu..

Setelah gue bukain pintu buat Wawan, kita berdua balik ke dapur mencari pasangan kami masing-
masing.

"Yank, kamu gak diapa-apain sama Jeki kan??" Tanya Wawan ke Widya
"Ngak kok, Jekinya mah jinak kalo sama aku " Kata Widya
"Baguslah, soalnya takut nih anak macem-macem, suka kalap kalo liat cewek cantik kayak kamu
soalnya "

Selama beberapa menit tadi, gue mulai berpikir keras untuk mencari alasan buat Widya. Lalu gue
rasa saat ini adalah momen yang pas untuk menunjukkan kalo gue bisa bersikap "normal" didepan
dirinya.

"Yaelah boy, bagi dikit kenapa sih? Oke??" Kata gue


"Bagi ndas mu!" Kepala gue ditoyor Una
" " Widya ngakak melihat kelakuan Una

"Ehh iya, yang tadi itu karena ini nih, dya" Kata gue sambil menunjuk Wawan ke Widya
"Oalaaah, santai wae loh Jek hehe" Kata Widya ke gue
" " Wawan kebingungan

Gue ingat kalo Una pernah cerita ke Widya alasan dibalik gue yang selalu diam didepan dia yaitu
karena gue gak mau dianggap saingan sama Wawan. Well, gue cuman memanfaatkan momen ini
doank supaya gue selamat. Mungkin gue harus belajar bagaimana menjadi orang yang "biasa"
dikemudian hari. Kalo memungkinkan juga gue gak mau ganggu hubungan sahabat gue. Salah
satunya dengan melupakan rasa yang gue punya.

Tapi kalo disuru melupakan sih agak sulit ya. But in this case, I must try. Kalo emang terlalu sulit
untuk melupakan, mungkin gue bisa belajar memindahkan rasa suka gue dari Widya ke orang lain.
Pandang mata gue lurus ke Una. Mungkin dia wanita yang tepat.

Sebentar...
Gue coba mereka ulang peristiwa dan setiap dialog yang diucapkan Una dan Widya ketika Wawan
belum pulang. Ada satu momen ketika Widya mengatakan kalo gue ini "mas-nya" Una. Gue paham
kalo itu artinya pacar. Tapi yang gue gak paham, apa iya Widya gak tau kalo ini cuman pura-pura?
Atau pernyataan itu cuman bercanda?
Brothers talk
Kenapa ya, walaupun gue dekat dengan Una, gue gak punya feeling apapun ke dia. Gue
membayangkan diri gue berada di toko perhiasan. Gue melihat etalasenya. Indah. Semuanya indah.
Siapa yang tidak suka dengan kilauan emas? Tapi tidak semua bisa anda beli bukan? Ada kategori
perhiasan yang harganya tidak cocok dengan kantong. Disisi lain, ada juga yang cocok dikantong.
Lalu anda akan memilih satu yang paling cocok dengan selera, kemauan, serta harganya masuk
dikantong. Simple like that. Una itu masuk dikategori yang tidak cocok dengan kantong. Gue merasa
Una terlalu "lebih" untuk gue. Walaupun gue bisa memilikinya, tapi dia tetap tidak cocok dengan
selera dan kemauan gue.
Jahat ya gue. Uda jelas-jelas si cewek menyukai si cowok. Tapi si cowok malah gak menanggapi
sama sekali. Malah mengibaratkannya sebagai sebuah "benda". Siapa gue? Lagipula, apa betul
Una menyukai gue? Atas dasar apa gue menarik kesimpulan seperti itu? Hanya karena dia minta
bantuan gue pura-pura jadi pacarnya? Cuman itu? Itu gak lebih dari sebatas minta tolong. Lalu?
Karena sikap dia terhadap gue? Hei! Gue baru kenal dia gak lebih dari setengah tahun. Gue gak
kenal dia sebelum ini. Gue gak tau apa sikapnya emang seperti itu atau emang cuman untuk gue.
Pikiran gue melayang jauh entah kemana. Menerawang semua kemungkinan jawaban dari setiap
pertanyaan-pertanyaan gue.

***
Raga gue emang sedang menikmati acara pergantian tahun ini, tapi pikiran gue gak menikmatinya
sama sekali. Suara dentuman kembang api dilangit malam begitu Cumiakkan telinga, tapi gak
sanggup membalikkan pikiran kedalam raga gue. Riuh ricuh bunyi terompet hilang ditelan waktu.
Kilat-kilat cahaya berlalu begitu saja. Pandangan mata gue tertuju pada genggaman tangan itu. Dua
tangan dari sahabat gue dengan wanita yang gue kagumi sedang menyatu.

Hangat. Pasti hangat. Gejolak cinta yang bergebu dari kedua insan ini semakin mempereratnya.

Gue juga merasakannya. Gue hapal betapa lembutnya tangan halus Una dipermukaan telapak
tangan gue. Dia sempurna! Tapi terlalu sempurna buat gue. Gue takut gak bisa menjaganya. Gue
takut suatu saat nanti gue akan kehilangan lembut ini karena ada orang lain yang lebih pantas
mendapat kesempurnaannya.

Nyali gue kecil ya?

***
Jam 3 pagi.

Gue masih terjaga diruang tamu dengan suara keramaian dari tv. Anak cewek uda tidur dikamar
atas. Wawan sedang masak mie di dapur. Pikiran gue tetap melayang tanpa tau tujuan. Gue
kehabisan rokok. Gue beranjak dari kursi, menuju dapur.

"Boy, gue pinjem motor lo donk"


"Ngapain " Tanya Wawan bingung
"Rokok gue habis"
"Ehh, gue ikut donk"

"Lo ngudut emang? " Tanya gue terkejut


"Kagak lah, mau cari angin aja, bareng ya"
"Yaudah cepetan"
"Sip, gue habisin dulu mienya"

***
Kita sedang berada di mini market K dalam lingkaran
Gue liat kaleng bir di kulkas. Ahhh, gue pengen ngebir. Pasti enak rasanya kalo lagi galau gini. Gue
ambil dua kaleng.

"Ngebir bro?" Kata Wawan


"Yoyooi"
"Gue juga ah"
Wawan mengambil satu kaleng. Kita putuskan untuk minum ditempat aja. Karena kalo kita bawa
pulang, terus entar ketauan sama mbaknya Una kalo kita ngebir di rumah, kan gak sopan.

Kita berdua menikmatinya dalam hening.

"Boy, cewek lo cakep ya?" Kata Wawan memecah hening


"Cewe lo juga"
"Iya donk, toss dulu boy"

" "

Ah iya, mungkin ini waktu yang tepat untuk bertanya.

"Lo tau gak kalo gue sama Una cuman pura-pura pacaran?" Kata gue menghembuskan asap
" "
"Lah?"
" "

"Lo gak tau?" Tanya gue memastikan


"Lo serius? Gak lagi mabok kan?" Tanya Wawan
"Yeee, gue serius"
"Kok bisa?"

Gue cerita kalo ini ide dari Una ketika makrab untuk menjauhkan doi dari kakak kelas yang mau
mendekati doi. Tapi gak tau kenapa, gak ada kata berhenti dari dia, lalu keterusan sampe sekarang.
Tapi dengan status yang tidak jelas. Karena gue ataupun Una gak pernah menyatakan perasaan.

"Ya gitu ceritanya" Kata gue menutup cerita panjang gue


"Hm..."
"Kenapa boy? Tanya gue terhadap respon Wawan
"Lo gak ngerasa aneh?"

"Aneh sih emang hubungan kayak gini" Kata gue


"Bukan itu"
"Terus???" Gue penasaran

Wawan menarik nafas panjang

"Kenapa dia cerita ke gue kalo kalian beneran pacaran? Maksud gue, kalian beneran punya status.
Buat apa dia gitu? Cewe gue juga ngomong kalo kalian uda jadian, tanpa ada pura-pura ya." Kata
Wawan.

"Alasannya gak logis" Wawan melanjutkan


"Bagian mananya?

"Kalo dia ngomong buat menjauhi kakak kelas pas makrab, buat apa sampe pura-pura jadiin lo
pacarnya? Dia nongkrong aja sama anak-anak cewe angkatan kita? Beres kan? Siapa juga yang
berani deketin dia? Orang itu harus mendekat ke kerumunan cewek-cewek bro! Gue waktu pdkt
sama cewe gue aja, gue nunggu dia sendirian, baru gue berani deketin, kalo dia lagi sama temen-
temennya, malu lah gue deketin." Jelas Wawan panjang lebar.

" "
Gue gak pernah memikirkan apa yang dikatakan Wawan barusan. Menurut gue, apa yang barusan
dikatakannya itu 100% masuk di logika gue dan kebanyakan orang normal lainnya. Kemudian
terlintas dalam benak gue. Apa benar emang Una suka sama gue?

"Terus, dulu kenapa lo bilang kalo lo sama Widya mau ngejodohin gue sama Una?" Tanya gue
memastikan.

"Simple aja. Lo sohib gue, Una sohibnya cewek gue. Kalo ngak kenapa kalian berdua yang gue
traktir pertama kali waktu gue baru jadian dulu. Ya kita mau jodohin lo berdua aja. Kalian sama-
sama jomblo."

"Lah, Una gak bilang gitu kalo dia suka gue?" Ceplos gue yang sudah terlalu penasaran.

"Kepedean lo bro! " Wawan ngakak

"Gue serius cuuy"

"Kagak, dia gak ada bilang apa-apa tentang lo. Gue pikir kalian jadian pas makrab. Gue aja gak tau
gimana kalian jadian. Tiba-tiba uda gandengan tangan aja setelah turun dari bus" Kata Wawan

"Ehh, minta cewe lo tanyain Una gih. Gue penasaran bener sama tuh bocah. Tapi pura-pura aja,
ceritanya Widya gak tau kalo gue pura-pura jadian sama Una. Tanyain aja gimana cara gue nembak
dia, terus sbnrnya perasaan dia dulu ke gue gimana." Gue gagal menutupi rasa penasaran dan malu
gue.

"Siap deh, entar gue ngomong ke cewe gue"

"Elo emang my brother lah! Bagi dua lah ini masih ada satu kaleng lagi, habis itu cabut kita" Kata
gue sambil membuka kaleng bir kedua.

"Sip "
Gara-gara bir dingin
Gue dan Wawan ngobrol banyak hal. Sampai-sampai kita lupa waktu, tapi gue tetap gak bilang kalo
gue suka Widya. Pokoknya masing-masing habis aja 3 kaleng bir. Mungkin waktu itu lagi haus .
Kita balik ke rumah Una hampir jam 5 pagi. Gue liat Wawan langsung nyosor di sofa ruang tamu.
Gue yang masih belum ngantuk akhirnya menunggu matahari terbit diteras rumah Una. Gue
terbayang semua kemungkinan skenario yang ada.

Mulai dari kenapa Una milih gue. Cowok kan banyak di angkatan gue. Apakah dia tau gue bukan
tipe cowok yang sembarangan jatuh cinta? Gue bukan cowok yang dekat dikit sama cewek, uda
langsung main tembak aja. Menurut gue, cowok kayak gitu cuman cowok kurang belaian. Saran
gue, peliharalah sedikit harga diri.

Gak mungkin Una tau tentang itu. Justru muka gue itu muka playboy (kata orang). Jawaban yang
paling bisa memuaskan gue cuman karena gue sohib Wawan dan Una sohib Widya. Kalo ini
jawabannya, muncul hal lain yang mengganjal buat gue. Kenapa Widya dan Una gosipin gue
dibelakang? Kejadiannya sendiri bahkan sebelum Wawan dan Widya jadian. Widya bisa menangkap
kegugupan gue kalo didepan dia. Lalu Una mengarang alasan tentang kegugupan gue. Lalu gue
dan Una terlibat dalam lakon pacaran yang semua hanya pura-pura. Lalu Una gak cerita ke Widya
yang sebenarnya.
Apa mungkin Widya juga menyukai gue??? Anggap saja Widya menyukai gue lalu penasaran
dengan sikap gue, lalu doi gosipin gue dibelakang sama Una. Una akhirnya tau kalo gue juga suka
Widya. Tapi karena Widya uda jadian duluan sama Wawan, dan Una gak mau merusak hubungan
yang baru terjalin itu. Una pun mengatakan kalo gue gak enak sama Wawan kalo gue ngobrol dekat
dengan Widya. Lalu untuk apa Una dan gue pura-pura jadian? Apa mungkin ternyata Widya lebih
menyukai gue daripada Wawan? Karena Una tau ini, dia pun pura-pura jadian sama gue supaya
Widya bisa melupakan gue?

STOP!

Apa yang gue pikirkan?! Lupa apa yang dikatakan Widya tentang masa depannya dengan Wawan
tadi sore? Bisa-bisanya gue memikirkan hal ini. Gue emang gak tau malu! Tapi gak bisa dipungkiri
sebuah senyum kecil terukir dibibir gue memikirkan hal itu. Walaupun hanya dalam pikiran, tapi
rasanya gue bahagia.

***
Batang demi batang rokok gue bakar sampai bungkus rokok yang baru gue beli uda habis. Dulu
rokok gue gudang garam inter (gepe/garfil) , bisa kalian bayangkan lah gimana kuatnya paru-
paru gue waktu dulu

Tiba-tiba gue disapa Una yang membuka pintu

"Bang, bangun jam berapa?" Kata Una sambil menguap


"Belum tidur neng"
" "
"Tidurlah! "

"Entar aja deh pas balik, sekaligus tidur sampe besok pagi aja" Kata gue
"Abang gila!"
" "
"Itu rokok juga berhenti!" Una lanjut marah

"Ini yang terakhir kok"


"Apaan! Liat itu dilantai, uda bertumpuk abunya, malah puntungnya dibuang sembarangan
pula! "

Celaka! Gue baru sadar. Gak ada asbak, jadi abu dan puntungnya langsung gue buang aja ke
halamannya. Ya gue mana tau. Gue pikir kan kalo cuman sebatang dua batang sih gak keliatan lah
puntungnya. Mana gue rencanain kalo gue mau bakar satu bungkus.

"Entar disapu bang!" Bentak Una


"Siap neng! Aduuuh, jadi istri jangan galak-galak donk" Rayu gue
"Istri siapa? "
"Istri abang donk " Rayu gue lagi
"Hehehehe" Una tersipu malu
(Una sering gue rayu kayak gini kok. Cuman baru kali ini gue niat nulisin di salah satu part )

Gue yang kayaknya punya bakat buat gabung ke anggota klub suami-suami takut istri, akhirnya
nyari sapu dibelakang. Gue bersihin semua bekas rokok gue dihalaman Una. Gak enak juga sih,
uda bertamu, eh malah ngotorin rumah pemilik.

Sekitar jam 9 pagi, Widya usul buat sarapan di bubur Syarifah. Ituloh bubur yang tenar banget
didepan gor UNY. Sori nih kalo gue salah tempat ato nama lagi kayak kasus tujuh sebelas sama K
dalam lingkaran kayak kemaren, soalnya gue juga rada-rada lupa. Katanya selain bubur itu, yang
lain pada tutup di tahun baru begini. Ada sih pilihan lain, di burjo (warung makan 24 jam), tapi Una
gak mau, katanya jorok.

Emang ya kalo yang namanya gak tidur semaleman, kayaknya badan kita itu jadi kayak mati rasa.
Gue sendiri makan tiga mangkok bubur, dan gue gak merasa kenyang ato laper sama sekali. Gue
cuman suka rasa buburnya. Jadi gue pesen lagi pesen lagi sampe yang lain uda syok liat gue, baru
gue gak pesen lagi. Kalo gue pergi sendiri, mungkin gue pesen sampe gue gak bisa bayar.

***
Sekitar siang jam 12an, kita putuskan balik. Sampe dikostan, gue mandi dulu. Gue inget banget ini,
karena emang kurang ajar anak-anak kostan. Jadi dilantai dua (kamar gue) ada tiga kamar mandi
jejer disudut. Didepan kamar mandi itu ada tong sampah. Gue liat sekilas ditong sampah itu, ada
bungkus fiesta, sutra, dan lain-lain bertumpuk. Kalian ngertilah kalo ada banyak kertas yang
diremes-remes trus barengan sama bekas bungkus merek-merek yang tadi gue sebut itu artinya
apa . Tapi gue sih maklum, soalnya rate hotel juga mesti naik pas tahun baru gini...

Akhirnya gue tepar dikasur tercinta gue tanpa kompromi. Dalam mimpi, gue merasa perut gue kayak
dipelintir. Kayaknya ada yang mau gue keluarin nih. Gue terbangun karena mimpi bodoh itu. Sialnya
ternyata itu bukan mimpi, gue kebelet pengen ngeluarin kotoran. Mungkin ini efek kebanyak makan.
Setelah gue nongkrong di toilet (yang tentunya bungkusan yang gue sebut tadi masih ada ditong
sampah depan ), gue balik ke kamar. Iseng-iseng gue cek hp, ternyata ada dua missed call dari
Una dan sms dari doi. Missed call nya dari jam 4 sore tadi, sekarang uda jam 7 malam lebih dikir.
Kayaknya urgent, kenapa dia?

"Jek, Wawan opnam di RS Bethesda" dari Una

Gue terkejut setengah mati. Kenapa nih bocah?? Pikiran gue pertama kali ni bocah pasti kecelakaan
motor karena ngantuk kurang tidur. Waduh, padahal senin uda ujian akhir semester.

"Serius? Diruang apa?" ke Una


"Yuup, di kamar 123, abang mau nyusul kesini?" dari Una
"Oke, 10 menit. otw" ke Una

Gue pinjem motor ke bang Din yang gue liat lagi merokok didepan kamarnya. Gue pacu motor ke
salah satu rumah sakit yang ada diselatannya mall Galeria ini.

Setelah gue tanya ke suster yang jaga nomor kamarnya dan gue pastikan kalo nomornya benar,
gue membuka pintu.

Benar! Ternyata gue melihat Wawan terkapar ditempat tidur dengan jarum infus. Disitu ada Widya
dan Una. Baru mau gue tanya kenapa. Widya berjalan ke arah gue.
"Bruuuuk!" Kepala gue ditoyor Widya
" "
"Kamu kenapa ajak Wawan minum bir Jek??!" Widya marah
" "

Gue yang masih kesakitan karena ditoyor Widya mulai kebingungan. Apa hubungannya dengan bir?
Masa iya Wawan mabok? Lagian dia juga sempet tidur kok. Gue gak konek.

"Sinusnya kambuh jadinya" Lanjut Widya


"Sinus? Apa tuh??" Gue bingung
"Ahhh kamu.. lain kali jangan diajak minum es" Kata Widya

" "

Dan gue baru tau kalo Wawan punya penyakit sinusitis. Gue juga gak jelas tentang penyakit itu.
Setau gue ditulang pipi manusia itu ada rongga. Nah orang yang punya penyakit ini, rongga itu diisi
cairan (yang mungkin sama kayak ingus). Cairan ini lalu menyumbat pernafasan kita. Untuk kasus
Wawan ini. Sinusnya kambuh karena kebanyakan minum bir dingin. Bukan masalah di birnya, tapi
karena dinginnya itu

Ya gue mana tau kalo Wawan punya penyakit itu. Lagian gue gak nawarin bir kok, dia yang ngambil
sendiri. Gara-gara bir ini, kesan gue jadi cowok gak bener dimata Widya. Perokok parah yang doyan
ngebir
Hantu & motor baru
Jadi Wawan itu bukan diopnam karena bir, tapi karena minum yang dingin-dingin. Penjelasan yang bisa gue
berikan adalah dia minum minuman dingin kebanyakan disaat subuh yang udaranya juga lagi dingin. So,
cairan yang ada disaluran pernafasannya itu tambah banyak sampe nutup salurannya sendiri. Dia sesak nafas
gitu loh.

Widya minta tolong gue buat jagain ni bocah, karena dia harus pulang, gak enak sama bokapnya. Gue diantar
Una ke kostan buat balikin motor bang Din, terus dia drop gue balik di rumah sakit. Namanya kita anak
perantauan, harus saling menjaga donk. Betul gak?

Gak tau juga dikasih obat apa sama dokternya, si Wawan keliatan pules banget molornya. Gue sendiri bolak
balik dari kamarnya terus ke ruang depan buat ngerokok. Horor euy lorong-lorong rumah sakit pas malem
gini . Kadang gue juga harus manggil suster jaga buat ganti infusnya yang uda habis.

Kira-kira uda lewat tengah malam, si bocah kebangun.

"Eh elu bro, sendirian?" Kata Wawan


"Yuup, cewe lu balik, gak enak sama bokapnya"
"Gpp, btw makasih yo uda tinggal disini"
"Sama-sama bro "

Kita ngobrol-ngobrol soal penyakitnya dia. Ternyata emang uda dari kecil begitu. Dia bilang kalo minum es,
kadang bisa kambuh, kadang bisa ngak. Lagi sial aja kambuhnya pas tahun baru gini.

"Jek, si Una.." Kata Wawan tiba-tiba


" "
".. kenapa gak lu jadiin pacar beneran aja?"
" "

Gue pikir dia uda dapat info soal Una, ternyata dia malah nyuruh gue pacaran beneran. Hadeh..

"Yee, lu kayak gak tau sikapnya aja" Jawab gue


"Iya sih.."
"Tuh kan, gue aja gak tau sikap dia beneran ato cuman bercanda" Lanjut gue
"Emang anaknya gitu juga sih"

Maksud gue disini adalah kalo misalnya gue rayu ato gombal di Una, doi emang keliatan tersipu malu. Tapi
doi gak diam doank nerima rayuan gombal gue, doi bisa ngebalas dengan rayuan yang lebih gombal lagi.
Misalnya gini deh, kalo misalnya ada raja gombal lagi rayu ratu gombal, pasti rayuannya dibalas lagi sama si
ratu gombal. Mereka gombal-gombalan, tapi emang gak pake hati, cuman untuk lucu-lucuan.

Nah disisi lain, ada juga sikap Una yang bikin bingung. Sebut aja ritual kopi di pagi hari. Buat apa doi beliin
gue kopi? Gak mau gue ganti lagi duitnya.

"Sikap dia emang bikin bingung, gue aja tiap hari dibeliin kopi, lu tau sendiri kan" Kata gue
"Ya itu bisa jadi dia emang care sama lu bro, tanda-tanda itu"
"Tapi ya gak segitunya donk, gue siapa dia? Sampe duitnya aja gak mau diganti" Lanjut gue
"Daripada lu bingung, mending lu anggap aja karena dia kelebihan duit, seribu dua ribu mah gak berasa"

*hening*

"Gak nyangka gue ya" Kata Wawan tiba-tiba


" "
"Elu bisa dibikin galau sama sosok Una "
"Sial lo" kata gue

"Daripada lo galau gitu, lo tembak aja anaknya" Saran Wawan


"Lu kira apaan? Sikap dia aja bikin bingung gitu, iya kalo keterima, kalo ditolak?"
"Takut ditolak juga lo sama dia? hahaha"
"Lagian gue beneran gak ada hati sama dia" Kata gue

"Ya coba aja dulu, kan gak ada ruginya, lagian kasian tipe cewek kayak Una. Anaknya kelewat cakep,
sayangkan kalo sampe jadian sama orang yang salah. Uda lo sama dia aja" Kata Wawan
"Aduuuh, susah lah buat gue, beneran gue gak ada hati sama dia"
"Halah ngomong gak ada hati, tapi penasaran juga sama anaknya. Omong kosong lo boy hahaha" Cela Wawan
" "

Setelah ngobrol agak panjang, Wawan mau ngelanjutin tidurnya. Gue pun tetap terjaga disebelah ranjangnya.
Ada satu kejadian yang bikin bulu kuduk gue merinding. Jadi ruang ini diisi 4 ranjang (2x2) gitu. Ranjang
sebelah Wawan itu kosong, tapi diseberang ranjang kosong ini ada penghuninya. Disebelah ranjang yang ada
penghuninya ini ada ranjang kosong lagi yang posisinya juga diseberang ranjang Wawan. Tiap ranjang itu
cuman dipisah sama tirai. Bisa ngebayanginnya kan?

Nah posisi ranjang Wawan itu dekat pintu. Ada suatu ketika, gue denger suara pintu kebuka, terus ada langkah
sepatu masuk keruangan. Yang jadi masalah adalah langkah sepatu ini kok gak berhenti-berhenti. Gue mau
ngebuka tirai buat ngecek, tapi nyali gue gak nyampe, gue takut. Pas langkah itu uda berhenti, nah baru gue
beranikan diri buka tirainya. Gue liat sekitar gak ada siapa-siapa terus gue liat gak ada tirai yang goyang juga,
berarti bukan tamunya pasien yang satu ruangan sama Wawan donk.

Gue tutup tirai Wawan, eh suara sepatu itu kedengaran lagi. Tapi kali ini langsung gue buka tirainya karena
gue uda penasaran banget. Ternyata, gue gak ngeliat siapa pun dan suara sepatu itu berhenti! Gue yang uda
parno sendiri lalu keluar untuk ngerokok. Pas gue balik, ternyata kejadiannya gak berhenti. Kadang suara
langkah sepatu gak berhenti-berhenti, terus suara pintu yang kebuka sama ketutup. Sumpah gue parno banget
pas itu. Gue putuskan buat nongkrong didepan, didekat meja suster jaga sambil nonton tv. Tiap satu jam gue
balik ke kamar Wawan buat ngecek infusnya. Gak berani gue dikamar itu sendiri.

***
Wawan dirawat cuman sehari, besok siangnya dia uda diizin pulang tapi tetap dikontrol makannya. Singkat
cerita gue menghadapi ujian akhir semester pertama gue. Sama kayak ujian tengah semester dulu, gue, Wawan
dan Widya sering belajar bareng di rumah Una. Seiring berjalannya waktu, gue juga gak ada info apapun dari
Wawan ato Widya. Hubungan gue sama Una tetep tanpa status .

Ditengah-tengah minggu ujian, Paman gue datang dari kampung gue buat urusan bisnis ke Jogja. Nah gue
sebagai keponakan yang baik, jemput om gue donk di airport. Sebenarnya alasan gue juga supaya bisa makan
enak trus nginap di hotel. Jadi gue ajak om gue makan di resto ato cafe yang keliatannya mahal, terus entar
billnya kan dibayarin om gue. Hahahaha

Nah pas om gue uda balik dan ujian gue uda hampir selesai, tiba-tiba om gue telpon

"(nama gue), itu om kirim motor buat kamu, mungkin minggu depan baru nyampe" dari om gue
"Ha??? Serius om??"
"Iya, kasian liat kamu jadi kurus trus item gitu" Cela om gue
" makasih banyak ya om hehe"
"Sama-sama, hati-hati kamu bawa motornya, jangan kasih tau mama, nanti heboh keluarga dirumah" Saran om
gue
"Sipsip, makasih ya om"
"Yaudah om tutup telponnya ya, kamu rajin belajar disana" Kata penutup dari om
"Siap bos!"
"Ceklek" dimatikan

***
Seminggu berlalu, dan gue menjemput motor gue disalah satu travel pengiriman. Senang banget gue ngeliat
salah satu motor bebek yang lagi oke-okenya pas zaman itu, dikirim buat gue. Otomatis kegantengan gue
nambah sekian persen donk . Dalam hati gue berpikir, gak sia-sia sepeda gue ilang, jadi gue bisa jalan tiap
hari, trus gue jadi kurus dan item, hasilnya... Jreeeeeeeng, motor bebek kece dihadapan gue

Entah apa yang gue terlintas di otak gue saat itu. Yang jelas pas gue lagi ngetes motor baru ini, gue
mengarahkannya ke rumah Una. Setelah gue nyampe, gue kirim sms ke Una.

"Neng, main yuk" to Una


A moment with Una 1
Spoiler for info:

Haloooo
Gue bikin lomba nih mengenai cerita gue. Untuk lebih jelasnya boleh diliat disini

Sebelumnya, mungkin lebih asik kalo gue kasih soundtrack buat part ini selanjutnya,
monggo check it out

Uda diputer lagu? Oke deh


Enjoy reading

"Hayuk, aku juga bosan dirumah, bentar lagi aku jemput ya bang" from Una
"Uda didepan pager rumahmuuu neng" to Una

Gak perlu nunggu lama, tiba-tiba sesosok wanita anggun telah membuka pintu dan menatap takjub gue yang
sedang duduk diatas motor baru gue yang kece

Doi berjalan mendekati gue, membuka gembok pagar lalu,

"Ealah gondes" Kata Una


" "

Bukan sapaan manis khas Una yang gue dapatkan, tapi malah dikatain gondes (fyi, kata ini bisa berarti
kampungan, tapi bisa juga sebagai sapaan selain "dab", yang secara harafiah dalam bahasa sehari-sehari seperti
"bro") #CMIIW

"Motor siapa bang?" Tanya Una


"Motor ku lah, baru ini" Gue menepuk batok motor
"Malah pamer, nyolong ya bang? "
" "

"Buruan ganti baju neng, kita cabut" Kata gue


"Gak mau masuk dulu bang?"
"Gak ah, nanti motorku hilang" Jawab gue dengan sombong
"Ngilani gayamu bang hahaha"

Si eneng pun masuk kembali ke rumahnya karena doi mau dandan dulu, kan kita mau jalan. First date gitu
loh

Setelah menunggu beberapa saat lagi, Una keluar dengan dandanannya yang khas. Sneaker, skinny jeans,
hoodie, dan rambut yang diikat ekor kuda tapi agak tinggi. Cakep bener emang cewek gue

*Oh iya, gue lupa, hubungan kita masih tanpa status

***
Saat dimotor,

"Mau kemana bang?" Tanya Una


"Gak tau, aku kan cuman ajak keluar"
"Lah iya, tapi mau kemana?"
"Ini kan uda diluar neng, destinasinya kamu yang tentuin ya "

Kepala gue yang dibalut helm (yang gue beli dalam kondisi baru pas perjalanan tadi) secara sukses ditoyor
oleh Una.

"Yaudah, ke Gale aja yuk bang" Ajak Una


"Siap neng "

Emang ada satu mall yang deket rumah Una, tapi itu tergolong mall baru pas zaman gue. Lagipula mall ini
tergolong elit dan gue yang notabene cuman mahasiswa kere uda pasti gak kuat modal buat mejeng disana.
Bisa sih masuk, tapi gak bisa ngapa-ngapain selain cuci mata.

***
Singkat cerita kita sudah digedung ber-pendingin udara ini.

Kita jalan bersebelah-belahan. Telapak tangan gue bergerak mencari telapak tangan Una. Setelah gue yakin
tangan gue dan tangan doi berada diposisi yang tepat. Gue mencoba untuk menggenggam dan merasakan
lembutnya tangan doi. Una terliat diam dan malah menggenggam tangan gue lebih erat. Gue liat Una sekilas,
ternyata dia juga menggerakkan kepalanya persis ketika pandangan gue mengarah ke doi. Keempat bola mata
kami bertemu secara bersamaan.

" "
" "

Senyum itu membuat perasaan gue kali ini lain. Detak jantung gue beda dengan sebelum-sebelumnya.

***
Pertama kali yang kita kunjungin adalah KFC, karena pas uda jam makan siang dan gue belum sarapan tadi
pagi. Una emang doyan sama KFC. Kalo ditanya mau makan apa, doi cuman bisa jawab "KFC"

Selesai makan, kita beli eskrim coklat dari om-om yang baju kuning dan berambut merah #kode. Kita memilih
meja yang deket dengan counternya sambil menikmati eskrim tersebut. Apa yang lebih indah daripada
sepasang kekasih yang duduk berdua-duaan tanpa bicara tapi tersenyum ketika salah satu dari mereka
menangkap mata lawannya sedang memperhatikannya ? Tidak ada.

Oh iya, gue lupa (lagi), hubungan kita masih tanpa status

***
Akhirnya Una memulai percakapan setelah tingkah bodoh kita berdua yang saling memperhatikan tanpa
makna.

"Bang, angkatan kita banyak yang uda jadian ya?" Kata Una
"Iya, banyak yang cinlok ternyata"
"Tau gak bang, si A nembak si B lucu banget loh" Una antusias
"Ha? Gimana emang?"

Penasaran gimana proses penembakannya terjadi?


Spoiler for info:
Si A dan B ini salah satu anak jurusan gue. Gak gue kasih nama karena emang gak punya peranan penting
dalam cerita gue secara keseluruhan. Tapi proses penembakannya boleh dikatakan sedikit unik ya, jadi mau
gue ceritain dimari.

Katakanlah si A ini cowok yang rada geek. Dia naksir si B yang boleh dibilang oke . Nah suatu hari ada
sebuah amplop surat berwarna pink yang diberikan si A kepada B. Kalo kalian pikir isi surat itu adalah tulisan
tangan tentang kekaguman A kepada B, kalian semua salah. Karena isi surat itu adalah sekeping CD. Yup! CD
dalam artian sebenarnya, yaitu Compact Disk.

Si B yang penasaran lalu membuka CD tersebut di CD player dan komputer tapi gak ada apapun yang keluar.
Terus bertanyalah si B kepada A. si A menjawab kalo itu animasi dalam bentuk flash. Nah karena si A tau kalo
B ini kurang melek teknologi, maka dibuatlah surat pink yang kedua. Kalian masih berpikir kalo isi suratnya
adalah tulisan tangan? Kali ini kalian benar, tapi tidak seratus persen, karena diselipin keping CD yang
kedua .

Ternyata...
Dalam kertas di surat kedua, si A menulis cara-cara menginstal flash player
Dan keping kedua itu adalah installer untuk flash playernya.
Setelah si B melihat keping pertama, doi terharu banget dan langsung jatuh cinta kepada si A.
Kata Una sih animasinya bagus banget. Jadi ada foto-foto si B, terus ada puisi-puisi yang ditulis si A sendiri.
Diakhir animasinya, ada tulisan, "Will you be the half of my heart?"

Gue gak mendapatkan kesan romantis dari peristiwa ini. Well, mungkin karena gue gak melihat langsung
animasinya yang menurut Una itu bagus banget. Alhasil, gue ngakak sejadi-jadinya

"Abang ih, gak romantis" Kata Una


"Sori sori, tapi ya lucu aja"
"Malah ngetawain orang "
"Habisnya gimana gituloh sampe ngasih installernya segala"

Gue masih belum bisa berhenti ketawa

"Abaaaaaaang! " Ketus Una


"Iya-iya, aku berhenti ketawa.."

Tapi gue masih belum bisa sukses untuk berhenti

"Kamu malah ketawain orang melulu! Dia uda jadian loh! Lah kita??? "

*mampus gue*
Gue berhenti ketawa
A moment with Una 2
Spoiler for info:
Ayo-ayo pada ikutan donk event gue.. klik disini aja untuk lengkapnya >>> (klik)
Kalo gak ada yang ikut, gue ngambek ah.. update seminggu sekali

"errrr" gue terkejut


" "

"hmmmm" gue masih bergumam gak jelas


" "

"Bercanda kok bang "


" "

Oh shit! Gue.. Gue... Gue bener-bener malu...


Bodoh! Kenapa gue bodoh banget! Itu tadi tanda-tanda! Apa gue se-cemen ini? Sampai si cewek
harus memberi kode dulu kepada gue, dan parahnya gue gak bisa ngapain-ngapain. Apa sih
susahnya bilang, "Kita kan uda jadian "
Cuman kalimat sesederhana itu dan gue gak bisa mengatakannya. Lidah gue kaku.

Sebentar

Kenapa gue jadi berharap kepada Una? Harusnya gue bersikap biasa aja kan? Toh emang gak ada
hubungan apa-apa antara gue dan doi. Semua cuman sebatas lakon dengan peran kita masing-
masing. Doi yang gak suka dideketin sama cowok dan gue yang bertugas sebagai tamengnya dari
cowok lain itu.

Ada apa dengan gue? Apa ini cuman pelarian gue semata karena gue udah hampir bisa dipastikan
tidak bisa mendapatkan hati Widya?
Kenapa? Kenapa gue dan Una ada disini? Kenapa gue ngajak Una jalan? Toh gue bisa jalan
sendiri.

"Bang? "
" "

Una membuyarkan lamunan gue

"Yang tadi jangan dianggap serius, cuman bercanda kok" Kata Una
" "

Bercanda? Kenapa jadi bercanda? Apa memang Una sengaja? Apa ini cuman pikiran gue sendiri?
Gue yang berharap dengan Una, tapi tidak demikian dengan Una. Atau kita sama-sama saling
berharap?
Ahh gue butuh jawaban dari Una. Gue butuh jawaban dari dia, kenapa dia ngajak gue pura-pura
jadian dulu. Gue butuh kejelasan apa dia suka gue atau ngak.
Gue harus tanya dia sekarang.

"Neng?" Kata gue


"ya bang?"
"errrr..."
" "

"errrr..."
" "

"errrr..."
" "

Kalimat itu gak bisa keluar dari mulut gue!

"Kenapa sih bang? Kebanyakan makan? hahahaha" Ledek Una


" " (dalam hati)

"Jalan aja yuk" Ajak Una


"Ya"

Bodoh! Bodoh! Bodoh!!

Una berdiri dan merapikan hoodienya. Gue masih menyesal.

"Hayuk, malah masih duduk, katanya mau jalan bang? "


" "

Kalo gue bisa memukul kepala gue atas kebodohan gue sendiri, sudah pasti gue melakukannya.
Ahhhh, gue butuh menenangkan diri dulu. Disisi lain, gue perlu mempersiapkan kata-kata yang
tepat. Dan juga, gue butuh memperhitungkan segala kemungkinan yang bakal terjadi. Pokoknya gue
gak siap sekarang! Nanti pas pulang, gue bakal tanya Una. Nanti gue harus berani!
A moment with Una 3
Daripada gue gundah gulana, apa gak lebih baik kalo gue menikmati kebersamaan bersama Una
sekarang? Karena menurut gue, toh bisa jadi ini terakhir kalinya gue bisa jalan bareng doi. Gue
mesti tanya tentang hubungan kita entar, tapi gue gak siap akan jawaban dari Una. Seandainya Una
suka gue, kayaknya gue bakal menyatakan perasaan kepada doi.

Jujur aja, walaupun gue sering bilang kalo gue gak ada rasa sama Una, tapi siapa sih yang bisa
menangkal cinta yang tumbuh karena kita selalu bersama? Apalagi candaan maupun godaan dari
Una. Lelaki normal macam gue ini, lambat laun juga bakal jatuh hati kepadanya. Walaupun rasa itu
sedikit, toh lama-lama bisa gede juga kan?

Itu salah satu skenario, seandainya emang Una punya perasaan ke gue. Jika tidak? Apalagi jika
Una tidak menganggap serius semua ini. Apa gak mungkin persahabatan kita jadi korban? Ada
beberapa teman-teman cowok gue yang uda dekat sama cewek, tapi ketika penembakan terjadi,
mereka ditolak dan hubungan mereka menjadi dingin. Bahkan lebih dingin daripada dua orang yang
gak kenalan.

Gue gak bisa menafsirkan secara gamblang. Gue gak bisa bilang seperti ini, "Una suka gue, liat aja
sikapnya. Itu semua sudah memberi bukti yang jelas". A big no! Gue tau Una tipe yang suka
bercanda. Tipe yang humoris. Tipe wanita seperti ini lebih sulit didekati daripada wanita yang
pendiam maupun sombong sekalipun. Ya walaupun gue gak jago-jago banget mendekati
perempuan (bahkan boleh dibilang cupu), tapi ini kesimpulan terbaik yang bisa gue buat.

***

Gue dan Una sedang berdiri diatas eskalator.

"Mau kemana bang?" Tanya Una


"Mbuh, sakarep mu neng"
"Hemmm, ke timezone* aja yuk"
"Hayuuuk"

*kurang yakin apa ini timezone atau bukan, tapi anggaplah tempat seperti timezone ya

Gue membeli beberapa keping koin game. Pertama-tama kami main basket. Una jago tuh main
beginian. Skor dia selalu tipis-tipis banding skor gue. Karena doi kalah terus, kita main ada sampe
10 kali. Gue ngeliat keringat keluar dari dahi Una.

" "

Cakep banget! Ketika gue melihat lehernya yang jenjang (saat itu rambut Una lagi dikuncir kuda
tinggi), yang ditumbuhi rambut-rambut halus dan keliatan kilat karena keringat. Gue gak bisa
mengarahkan pandangan ke arah yang lain. Una terlihat terlalu sempurna sekarang. Asli cakep
banget!

"Bang, minta koin lagi donk" Kata Una membuyarkan lamunan gue
"Nih..."
"Kamu perhatiin bang, aku kalahin skor kamu itu"

Gue cuman mengangguk pelan dan tersenyum tipis. Ahhh, rambutnya yang bergoyang karena
hentakan tangannya. Gila! Gue hampir gila! Apa iya wanita secantik ini menyukai gue? Rasanya gak
mungkin. Totally impossible

"Udah ahh, capek.." Una memburu nafasnya


" "

Una mengarah dan duduk disebuah kursi yang ada dekat situ.
Bahkan ketika tampangnya lagi kucel seperti ini, doi tetap terlihat cantik. Bahunya terlihat naik turun
mengatur nafas.

Setelah beberapa menit doi duduk dan gue tetap bengong memperhatikannya. Tiba-tiba Una
menarik tangan gue dan menggenggamnya. Doi menarik gue keluar dari arena permainan ini. Gue
bingung doi kenapa? Apa Una marah karena gue memperhatikannya terus?

Ternyata kita mengarah ke sebuah kursi kosong yang letaknya ada diluar. Una duduk, gue pun ikut
duduk. Una mengibas-ibaskan hoodienya memberi angin kepada wajahnya sendiri.

"Panas didalem, disini ACnya lebih terasa" Kata Una


"Ohhh"
"Kipasin napa bang "
" "

Dan gue pun dengan sendirinya mengayun-ayunkan telapak tangan gue supaya ada angin yang
berhembus ke wajahnya.

" " senyum Una ke gue

"Bang, foto yuk disitu"


Tunjuk Una ke salah satu studio foto yang ada photobooth-nya

***
Beberapa lembar foto sudah keluar dari cetakannya. Yang pertama pose kita berdua tersenyum
menunjukkan gigi. Yang kedua kita menggembungkan pipi. Yang ketiga pose terkejut. Dan yang
keempat pose Una mencubit pipi gue.

"Kamu mau yang mana bang?" tanya Una ke gue


"Terserah aja"
"Kamu simpen yang ini aja ya, sama ini, aku kan cakep disitu " Kata Una.

Gue memandang kedua foto itu. Foto pipi gue yang dicubit Una. Dia tersenyum lebar, sedangkan
gue memicingkan mata ke arahnya. Lalu foto yang lain, Una menggembungkan pipi dan salah
satunya tangannya menunjuk pipinya. Disitu terlihat doi menyandarkan badannya kearah gue yang
lagi menggembungkan pipi juga secara terpaksa.

Una dikedua foto itu cantik. Bukan. Dia cantik disemua foto itu.

***
Gue sedang mengarahkan motor menuju ke arah jalan Solo. Dibelakang gue Una tengah asik
bernyanyi-nyanyi kecil. Gue tidak begitu mendengarkan apa yang keluar dari mulut wanita ini,
karena dalam otak gue sedang berkecambuk banyak hal.
"Gue harus berani "
Ucap gue dalam hati sebagai sugesti terhadap diri gue sendiri.

"Aku suka sama kamu, kalo kamu?"


Ahh tidak. Tidak. Pertanyaan bodoh.

"Sebenarnya kamu suka aku gak sih?"


Terlalu egois..

"Neng, aku suka kamu, gimana kalo kita jadian beneran aja"
Ya! Seperti ini!

***

Gue sudah sampai didepan rumah Una. Doi turun dan membuka helmnya.

"Makasih ya bang hehe" Kata Una

Tangan gue dingin, keringat gue mulai bercucuran, jantung gue berdebar kencang dan waktu terasa
begitu lambat buat gue.
Gue harus ngomong sekarang. Gue harus dapat kepastiannya sekarang.

Gue menarik nafas panjang.


Dalam hitungan ketiga gue harus mengatakannya.

"satu.. "

"dua.. "

"tiga.. "

"Neng... errrrr"
" " Una melihat gue bingung

Ayo donk! Gue harus berani!

"Eh iya Bang, yang tadi aku tanyain itu, jangan dianggap serius ya. Aku cuman bercanda kok."
" "

Bercanda? Jadi semua ini cuman bercanda? Gue pikir Una serius mempertanyaakan status kita,
disaat teman-teman kita yang lain sudah jadian. Buat apa gue bertanya tentang kepastian hubungan
gue dan Una kalo Una sendiri menganggap semua ini bercanda. Ternyata doi emang gak suka
gue...

"Hati-hati bang pulangnya. Motornya dijaga, jangan hilang lagi kayak kemarin" Lanjut Una
"Ya" Gue menjawab lesu
"Ahhh iya, jangan kebut-kebutan! "

Sore ini...
Gue gak punya kata-kata buat menjelaskannya..
Gue
A night at club 3

Apa yang lebih ganteng daripada lelaki muda yang sedang patah hati dan mengarungi jalanan Jogja
disinari matahari senja? Tidak ada. Abang ganteng ini sedang berada diatas motor barunya yang
kece tapi dengan suasana hati hitam bak bayangan. Semua kegundahan gue tadi siang tiba-tiba
sirna. Kata-kata Una tadi menghilangkan semua kebimbangan dihati gue, tapi mengisinya dengan
sebuah kenyataan pahit hingga penuh.

Kasian banget sih kisah gue. Dulu gue suka satu cewek ketika SMA. Gue suka dia sejak kelas 1.
Baru kelas 2 gue bisa dekat dengannya karena kita duduk sebelahan. Gue nembak dia waktu
perpisahan kelas dua*. Gue ditolak karena alasan doi gak mau pacaran gulu. Sejak kejadian itu, kita
layaknya orang yang tidak saling mengenal. Bertemu dijalan pun tidak ada yang menyapa. Bahkan
seutas senyum pun tidak.

*zaman gue dulu kelas 3 ada pembagian IPA dan IPS. Walaupun gue dan cewek ini sama-sama
IPA, tapi kita beda kelas.

Awal kuliah, gue merasakan lagi indahnya cinta. Gue jatuh hati sama Widya. Tapi apa mau dikata,
ternyata gue dan sohib gue menyukai wanita yang sama. Terpaksa gue pendam perasaan gue,
semata-mata untuk menjaga persahabatan. Lagipula, biarlah indahnya cinta ini gue nikmati sendiri
dari sisi yang "lain".

Tiba-tiba gue merasa kehadiran cinta itu lagi. Dia hadir terlambat. Kali ini wanita itu namanya Una.
Sikapnya yang manis dan care membuat gue (mau tak mau) menyukainya pelan-pelan. Ketika gue
sadar rasa ini sudah menyentuh ambang batas yang bisa gue toleril, gue dikejutkan pada
pernyataan bahwa sikapnya tadi terhadap gue hanyalah sebatas bercanda. Harusnya gue tertawa
karena candaan ini, nyatanya gue malah

***
Gue sampai depan kost dengan wajah lesu. Gue parkir motor gue dihalaman. Lalu gue lihat pintu
kamar bang Din terbuka. Gue masuk ke kamarnya.

" " Bang Dino terkejut


" " Gue juga terkejut

"Elu ngapain jek?! Tiba-tiba nongol dari pintu, gak ada suara pula" Kata bang Din
"Stress bang, minta rokok lah"
"Nih" sebungkus rokok disodorkan ke gue

"Fuuuuuh" asap gue kepulkan dari mulut


"Gua juga lagi stress nih, entar malam clubbing yok" Tawar bang Din
" "
"Berdua aja kita, ato ajak Artur juga"
"hemmmm" Gue bergumam
"Mau gak lu?"
"Hayuklah bang" Gue mengiyakan

***
Tiga orang lelaki tampan ini sedang berada dalam satu mobil untuk pergi menikmati malam. Dua
dari mereka sedang stress. Yang satu gundah gulana karena kenyataan kisah cintanya. Yang satu
lagi gak tau stress karena apa.

Saat tiba di lokasi..

"Gua pesan dua paket martel" Kata bang Din ke meja depan
" " Gue dan bang Artur terkejut

Satu paket itu isinya dua botol dan satu mixer (bisa lemon tea ato soda). Kalo dua paket ya artinya 4
botol

"Siapa yg minum bang? Cuman bertiga" Tanya bang Artur


"Tenang, aku lagi stress, kau temani lah minum dikit hahaha" Kata bang Din
" "

Bisa-bisa gue mabok ini hari..

Saat duduk pun kita jarang ngobrol. Gue cuman ngeliat bang Dino yang uda kayak kesurupan
minumnya. Gelas uda habis bukannya nunggu turun dulu alkoholnya, uda langsung diminum gelas
kedua. Gue dan bang Artur gak berani nanya.

Guess what? Kita nyampe lokasi jam stgh 12 malam. ketika hampir jam 1 malam. Dua botol uda
habis, padahal gue sama bang Artur kalo digabungin paling ngabisin setengah botol doank. Orang
didepan gue ini kayaknya lagi punya masalah berat.

Suasana malam ini lumayan rame. Padahal bukan weekend. Tapi meja dan sofa kayaknya full
semua. Belum lagi orang-orang yang dateng cuman modal sekaleng heineken doank. Bisa ditebak
lah kalo rame gini sih pasti banyak yang bening-bening. Sebenarnya bukan cuman bening sih, yang
menor juga banyak. Campur aduk lah.

Tiba-tiba bang Din bersuara selain minum dan mengepulkan asap

"Jek, menurut lu, cewek baju hitam itu cantik gak?" Tanya bang Din
"hemmm"

Gue mengalihkan pandangan ke wanita yang ditunjuk bang Din. Gue gak bisa menilai cakep atau
ngak. Karena ya dandanannya uda menutupi wajahnya yang asli. Kalo gue bilang cakep, tapi
seandainya aslinya tidak secakep itu, kan jadi gimana gitu loh.

"Gak tau bang" Jawab gue


"Payah kau Jek" Kata bang Artur
" "

"Kau lihat "atas" sama "bawahnya", sekel gitu, pasti bagus bentuknya" Lanjut bang Artur
"swt..."

Gak perlu lah gue jelasin. Kalian pasti ngerti apa yang dimaksud bang Artur. Tapi yang mau gue
tekankan disini, ternyata cara pandang gue dan bang Artur (termasuk bang Din) soal cewek itu
berbeda. Kalo gue butuh proses yang lama baru bisa menggoyang hati gue. Kalo mereka,
ceweknya goyang dikit, uda tergoyang mulai dari iman, hati, sampe selangkangan. Manusia itu
emang beda-beda

"Nah cewek itu kalo cuman diliat, gak akan jadi.." Kata bang Din
" "
"Liat gua Jek, gua bawa pulang dia hahaha" Lanjut bang Din

Bang Din membawa sebotol martel yang isinya uda habis setengah. Gue sama bang Artur cuman
bisa memandang. Padahal kalo gue liat cewek itu lagi sama temen-temennya. Ada cowok, ada
cewek juga. Tapi gue yakin yang dipeluk cewek itu adalah pacarnya. Jadi sekarang maksud bang
Din itu, dia mau ngerebut cewek itu dari cowoknya? Tiba-tiba bang Artur ngomong sesuatu ke gue.

"Kalo aku bilang hajar, kau ikut aku Jek"


" "

Kronologisnya gak usah gue ceritain. Tiba-tiba suara kaca yang pecah terdengar. Bang Din terlihat
membanting botol yang dipegangnya ke meja. Cowok-cowok dimeja itu mulai mengerumui bang Din
dan tangannya dikunci hingga pecahan botol tadi jatuh ke lantai.

"Hajar jek!"

Gue dan bang Artur beranjak dari kursi kita ke arah bang Din yang tidak jauh dari meja kita. Bang
Artur memukul satu orang. Gue curi-curi kesempatan memberi bogem mentah ke wajah salah satu
yang terlihat mengunci bang Din. Perkelahian tidak lama terjadi, karena kita didatangin sekuriti
setempat.

Gue heran disini. Sekuriti itu ngunci tangan orang-orang yang mau mukul bang Din, tapi bang Din
sendiri cuman ditahan salah satu sekuriti. Dan mereka terlihat ngobrol coba. Gue gak dengar pasti
apa obrolan mereka.

Yang pasti.

"Kita selesaiin diluar! Ngent*t lo!"


Teriak orang itu ke bang Din sambil meringis kesakitan krna perutnya dihantam sekuriti

Bang Din sempat melihat ke bang Artur dan gue.

"Jangan banyak bacod lo angj*ng! Gua tunggu didepan" Teriak bang Din.

***
Setelah urusan bayar membayar, lalu gak tau gimana caranya, gue, bang Artur, sama bang Din
mengikuti dari belakang mobil orang yang dicariin masalahnya sama bang Din. Mereka deal buat
berantem diluar tempat clubbing karena bakal diganggu sama orang-orang ato sekuriti.

Kita sampe disalah satu lapangan yang lumayan luas setelah melewati gang. Gue rahasiakan
tempatnya ya, takutnya disalah gunakan entar.
"Kalian tinggal disini aja, biar aku yang turun" Kata bang Din
" "

"Jangan bang, aku bantuin. Jeki tunggu dimobil aja" Kata bang Artur
" "

"Lah? Aku gak bisa nyetir bang, kalo kau bonyok, gimana kita pulang? Aku aja yang bantuin bang
Din" Gue menawarkan diri
" "

"Uda gak usah, aku sendiri aja" Kata bang Din lagi

Setelah proses tawar-menawar yang alot. Baru kali ini ada orang berantem tapi masih ngomong
panjang lebar dulu . Gue dan bang Din yang turun karena bang Artur yang bakal anterin kita ke
rumah sakit kalo babak belur entar. Lawan kita sbnrnya tiga orang, dan cewek itu kayaknya tinggal
dimobil.

"Cewek lo gak ikut?" Kata bang Din


"Jaga mulut lo!" Kata orang itu
"Buat gue aja cewek lo, daripada sama lo, kasian kont*lnya kecil" Lanjut bang Din
" "

Gue heran, uda panas gini, masih aja bang Din sempat bercanda. Ya kena bogem mentahlah si
Bang Din. Gue yang gak tinggal diam langsung mukulin orang itu. Eh gue malah dipukul sama
temannya. Bang Din yang baru kena bogem tiba-tiba memberi perlawanan lagi.

Bak bik buk

Setelah agak lama bertukar kepalan tangan tapi belum ada yang terkapar. Tiba-tiba gue melihat
sorot lampu mobil yang datang. Gue pikir cuman orang yang lewat. Sialnya ternyata mereka dapat
bantuan 4 orang, karena dateng-dateng, muka gue uda ditonjok sama salah satu dari mereka yang
turun duluan dan gue gak memperhatikannya. Tiga orang yang lainnya nyusul.

Pusing euy dipukul pas dimuka gitu. Suer deh. Mesti ngerasain sendiri. Jadi sekarang kondisinya
dua lawan tujuh. Kalo gini sih salah satu dari kita miminal patah kaki ato tangan

***
Dari kecil, gue selalu diberikan paradigma bahwa superhero itu datang menyelamatkan yang lemah.
Ternyata disaat gue yang berumur hampir dua puluh tahun ini, gue baru didatangi seorang
superhero. Bedanya kali ini superheronya megang besi

Ituloh besi panjang untuk mengunci stir dan pedal gas mobil kalo diparkir. Bang Artur turun sambil
membawa besi itu. Dihantamnya orang-orang yang ada didepan matanya. Lo pikir aja sendiri
gimana rasanya kepala diadu sama besi. Gue yang melihat ada balok kayu disekitar itu juga gak
mau kalah. Konyol lah gue pikir kalo 3 lawan 7 pake tangan kosong.

Bak bik buk

Huahahahahahaha, puas gue melihat kalo ada orang yang terkapar ditanah. Darahnya keluar dari
hidung ato kepala. Bisa jadi bocor kepalanya mungkin? Sampe satu orang yang terlihat bangun lagi
dari terkapar. Siku bajunya dicengkram bang Din.

"Kau masih mau ngelawan ato kau yang mau anterin mereka ke rumah sakit?" Tanya bang Din
"Ampun mas.. ampun"

Orang itu meminta ampun dengan memelas. Gue liat bang Din berjalan ke arah wanita tadi yang
ada dimobil. Doi terlihat ketakutan. Dan apa yang terjadi? Doi keluar dan menampar bang Din.

" "

***
Kita sedang dalam perjalanan menuju ke sebuah burjo karena kelaparan.
Walaupun keliatannya konyol karena berantem gak jelas gini, tapi malam ini gue belajar sesuatu.
Seandainya cowok uda berusaha sekeras tenaganya, tapi kalo si ceweknya gak suka sama si
cowok. Semua yang dilakukan cowok bakal sia-sia
Further step 1
Waktu sudah menunjukkan hampir jam 4 pagi. Kita mampir dulu disebuah burjo untuk mengisi perut.
Damn! Gue kangen makan di burjo saat pagi buta kayak gini

Lampu yang menerangi warung ini juga menerangi bagaimana bentukan bang Din. Memar-memar
keliatan diwajahnya. Whew! Kalo bang Din memar, pasti begitu juga dengan gue. Besoknya paling
uda jadi biru nih. Kegantengan gue berkurang lagi

Saat pesanan nasi telur kita udah dateng, kita masing-masing melahapnya dengan ganas. Mukul
dan nahan pukulan itu butuh energi banyak ternyata.

"Ahhhh, puas aku uda nonjok orang hahaha" Kata bang Din
" "

"Kau kenapa bang? Uda lama kau gak nyari masalah kayak tadi" Kata bang Artur
"Ada masalah Tur" Jawab bang Dino singkat
"Ohh"

Seakan-akan bang Artur uda tau apa yang menjadi masalah bang Dino dan dia tidak menanyakan
lebih lanjut lagi. Gue juga gak berani bertanya. Bisa-bisa gue salah omong kan? Gue baru kenal
mereka kurang lebih 6 bulan.

"Makasih Jek, gara-gara abang, lu jadi babak belur begini" Kata bang Dino
"Selow aja bang. Aku juga hutang budi sama abang"
"Ahh yang itu janganlah lu hitung, kalo ini kan cuman main-main gua" Lanjut bang Din
" "

Hidup ini aneh. Cewek doyannya bercanda. Eh sekarang cowok juga doyan bercanda. Jadi menurut
bang Din, 2 lawan 3 yang jadi 3 lawan 7 tadi cuman bercanda. Gila!

Gue ngeliat bang Artur nyengir-nyengir doank

"Kenapa bang?" Tanya gue


"Gpp Jek, udalah bang, kau gak usah sok-sok pake 'gua elo', kita gak cocok" Kata bang Artur ke
bang Dino
"Hahahaha kan biar gaul aku kayak anak muda" Kata bang Din
"Halah, kau aja lahir di zaman penjajahan belanda, bang" Cela bang Artur
"Hahahahahaha" Kita tertawa semua

Logat daerah bang Artur dan bang Dino emang kental banget. Jadi kesannya emang lucu kalo make
kata-kata gue elo gitu. Tapi ya begitulah mereka

***
Gue terbangun lumayan telat hari ini. Oke bukan telat. Gue bangun jam 4 sore
Gue liat hp, ternyata ada sms

"Bang, sarapan yuk" from Una

Sms ini masuk di hp gue jam 7 pagi. Mau gue balas ato ngak ya?

"Hayuk, sekarang?" to Una


"Gondes... baru bangun bang?" dari Una
"Iya hahahaha" to Una

Oh iya, entah gue uda pernah tulis atau belum. Gue dan Una hampir bisa dibilang gak pernah sms
atau telp kalo gak penting-penting amat. Kategori penting gue disini misalnya kalo mau belajar
bareng untuk ujian, ato ada tugas yang gue tanyain ke doi. Selain itu, ya kita gak pernah
komunikasi. Tapi kalo ketemuan, kayak pacaran deh

Makanya sms ngajakin sarapan ini agak aneh buat gue. Gue seneng sih sebenarnya diajakin gitu,
tapi ya gue mulai gak mau mikir-mikir yang aneh yang cuman jadi harapan palsu buat gue. Bisa aja
karena emang doi lagi bosen banget libur dirumah.

"Ato entar dinner aja bang?" dari Una

Huaaaaa. Ngebet banget sih pengen bareng gue. Hihihi.


Oh tidak. Una cuman bosen aja dirumah. Jangan terlalu banyak berharap lah

"Oke! Jam 6 aku jemput" to Una


"Ciyeh yang motor baru, dipake terus " dari Una

Sms terakhir dari doi gak gue balas lagi karena perut gue uda manggil-manggil buat dibuang
sebagian isinya. Gue berjalan ke kamar mandi sambil bawa handuk. Rencananya mau sekaligus
mandi. Pas ngelewatin cermin..

" "

Tuh kan babak belur. Sial..


Untung libur, jadi gak ngaruh. Eh tunggu bentar. Gue kan mau makan malem bareng Una. Ah masa
bodo lah. Gue tetep ganteng kok (kalo diliat dari belakang).

***
"Tiiit.. tiiiit.. tiiiiiiiit"

Suara klakson motor baru emang kenceng ya? Nyaring banget bunyinya. Gue klakson setelah gue
ada didepan rumah Una. Padahal sih sebelumnya gue uda sms doi supaya keluar.

"Abang gondes! Nanti tetangga marah kalo kenceng gitu klaksonnya" Kata Una
" "

Una keluar setelah gue tunggu. Yang pertama kali diucapkan doi kepada gue adalah "Gondes".
Bahkan kali ini ditambah abang dibelakang. Iya-iya gue emang gondrong, tapi gak ndeso juga sih
(Gondes = gondrong ndeso)

Una naik ke jok belakang. Kita meluncur ke sebuah warung pinggir jalan yang letaknya persis
didepan Amplaz. Gak tau sampe skrg masih jualan ato ngak Ibu ini. Tapi kalo diseberang Amplaz
ada warung makan yang jual sate sama tongseng, kalian kudu dan wajib buat nyoba. Dagingnya itu
empuk banget! Walaupun daging kambing, tapi enak banget lah pokoknya. Satenya enak kok, tapi
favorite gue ya tongseng kambingnya.

Pas gue buka helm..

"Abang berantem lagi??!" Teriak Una


" "

"Sssst, jangan keras-keras" Kata gue


" "

Orang-orang yang ada diwarung itu dan warung sebelah tiba-tiba nonggol kepalanya melihat gue
dan Una. Malu? Pastilah! Sial...
Kita duduk lalu memesan makanan. Ini pertama kali gue mampir diwarung ini karena rekomendasi
Una. Gue yang pecinta kambing jadi ngiler kalo liat warung ginian. Saran gue aja ya. Kalo kalian
mau tau warung yang jualan kambing itu enak apa ngak, coba pesan dulu tongseng ato tengklek
kambingnya. Jangan langsung sate kambing. Karena menurut gue kalo mereka jago ngolah,
dagingnya pasti empuk dan bau kambingnya hilang. Tapi kalo gak jago, bau kambingnya bisa
ketutup sama bumbu rempah tongseng ato tengklek yang lumayan kuat.

"Berantem sama siapa lagi hah??" Tanya Una kayak gaya preman
" "
"Berantem melulu"
" "
"Sama Icung lagi?"
" "
"Abang kok berantem terus sih?"
" "
"Gak kasian apa sama diri sendiri?"
" "
"Itu gak sakit sampe memar gitu?"
" "
"bla bla bla"
" "

Kalo ada yang pernah main counter strike, pasti tau kode senjata yang 51. Pelurunya gak habis-
habis walaupun ditembakin melulu. Machine gun euy! Itu lah Una.

"Jawab kenapa sih bang??" Una mulai kesel


" "

Gimana gue mau jawab kalo gue ditembakin melulu. Salah lagi deh gue.

"Bantuin temen kok" Jawab gue


"Siapa?"
"Anak kost"
"Kenapa berantem?"

Kepo deh Una.. Tapi kalo gak gue jawab, gue ditembakin lagi pake machine gun..

Gue baru cerita dikit, eh Una uda nanya kemana-mana. Dari pesanan belum dateng, pesanan uda
dateng, pesanan uda habis dimakan, cerita gue belum selesai karena dipotong Una melulu.

Panjang sih percakapan gue dan Una. Tapi ini simplified version untuk menuju bagian pentingnya

"Kamu kenapa mau bantuin?" Tanya Una


"Karena kita teman"
"Terus itu dipukul sampe berdarah-darah, kalo kalian ditangkap polisi gimana?" Tanya Una lagi
"Ya gak tau kalo itu neng"

"Itu lah kan! Gak dipikir dulu sih kalo bertindak. Sukanya pake emosi" Cerocos Una

"Lain kali jangan minum-minum lagi deh, apalagi bergaul sama anak kost kamu itu bang. Orangnya
gak bener. Masa berantem-berantem segala lagi" Lanjut Una

Sebuah kalimat keluar dari mulut gue dengan sendirinya,

"Aku ya gini neng. Kalo kamu mau, ya kamu harus terima aku apa adanya gini" Kata gue
" "

Yes! Ahay! Emang lo aja yang bisa buat gue galau, Na??
Kata-kata gue barusan, bisa bikin lo galau gak? Atau lo mau nganggep gue bercanda??
Further step 2
Gue sedang berada diatas motor dan memacunya menuju kostan. Angin malam yang berhembus
serasa membuat pikiran gue kaku. Apalagi setelah mendengar apa yang Una katakan barusan.
Rasa-rasanya gue jadi bodoh, dongo, bloon,,,

Tangan gue memutar gas dan memacunya dengan kecepatan sangat pelan. Cukup pelan untuk
membuat dongkol para pengendara yang ada dibelakang gue. Suara klakson tidak mampu
membuyarkan pikiran gue. Lampu-lampu kota terlalu redup untuk menerangi diri gue. Gue minggir
sejenak. Rokok gue ambil dari saku celana. Gue bakar. Asap pekat pertama keluar dari mulut.

"Kenapa gue?"
Tanya gue dalam hati...

***

"Jadi abang ngerasa kalo minum-minum itu bagus??"


" "
"Abang pernah mikir?"

"..."
"Jek, kalo kamu cuman berantem, minum, bergaul dengan orang-orang yang gak bener.."
"Kamu kira, kamu bakal jadi apa entar?"
"Kamu bukan anak kecil lagi.."
"Yang bisa bangga karena mukul orang.."
"Yang bangga menceritakan kalo dia negak alkohol ditempat clubbing"
"Kamu pikir dengan begitu, kamu merasa jagoan?"
"Ngak..."
"Bukan aku yang harus nerima kamu apa adanya, tapi kamu yang harus berubah"
"Untuk kamu sendiri, jek"

***
Asap terakhir sudah gue kepulkan ke udara, tapi hati gue masih belum tenang. Didalam masih
berkecambuk suatu hal yang gue sendiri gak tau apa itu. Terlalu rumit untuk ditafsir. Disisi lain,
terlalu mengusik jiwa gue.

Sinar putih dari sorot kendaraan yang lewat, menyadarkan gue dari lamunan. Malam ini, gue
mempertanyakan jati diri gue sendiri.

***
"Bang, hari ini main lagi yuk" dari Una

Gue baru baca sms yang dikirim jam 10 pagi tadi. Sekarang waktu menunjukkan jam 5 sore.
Semalam gue bergadang.

"Hehehe, baru bangun neng" to Una


"Abang ih! sms jam berapa, bales jam berapa" dari Una
"Hehe, mau makan gak? Laper" to Una
"Hayuuk, jemput ya" dari Una
"Sip, mandi dulu" to Una

Malam ini gue dinner bareng Una lagi. Pertemuan kita kali ini, gak ada yang berbeda dengan
sebelum-sebelumnya. Tetap saling melempar candaan maupun godaan. Seperti kejadian kemarin
malam itu sama sekali tidak terjadi. Padahal kemarin, antara gue dan Una, terjadi pembicaraan yang
gak mengenakkan..

***

"Emang aku salah? Aku masih merasa oke kok"


"Iya emang aku akuin minum sama berantem itu gak bener.."
"Tapi aku gak merasa itu salah banget"

"Masa depan aku, urusan aku.."


"Aku gak suka dicampurin orang"
"Kamu gak perlu ingetin aku"

"Na, kita dekat.."


"Tapi bukan berarti kamu bisa ngatur aku"

***
Sekarang kita bisa saling senyum, saling ketawa. Wanita kemarin, sekarang duduk didepan gue. Dia
sedang mengelap keringat yang bercucuran dari dahinya. Bibirnya yang tipis terlihat merah karena
kepedesan. Didepannya ada dua mangkuk sambel bawang. Segelas es teh manis yang sudah
kosong dan segelas air es yang sisa setengah. Gue gak beda jauh kondisinya dengan Una.
Bedanya gue baru menghabiskan dua gelas air es dan menunggu pesanan ketiga untuk datang.

***
Gue uda sampe didepan rumah Una. Wanita yang ada dibelakang gue tadi tidak bersuara sedikit
pun selama perjalanan. Kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya adalah,

"Terserah kamu!"

Gue memandangi dirinya dari bawah kaki sampe ujung kepala. Gue benci sosok didepan gue, Gue
gak suka cara dia ngatur kehidupan gue. Siapa dia? Kita baru juga kenal. Dekat juga baru beberapa
hari.

Gue melihat sekilas tatapan mata yang dipicingkan oleh sang pemiliknya itu kearah gue.

" "

Gesture seperti apa itu? Apa begini caranya berterima kasih kepada orang yang mengantarnya
pulang? Tanpa memalingkan wajah, tanpa mengucapkan salam perpisahan.

Gue buka gas motor gue selebar-lebarnya. Suara knalpot mesin gue cukup keras nyaring berbunyi.
Dalam pikiran gue, gue cuman mau membalas gesture dia tidak tahu terima kasihnya tadi.

" "

***
Malam itu terlalu aneh. Masing-masing dari kita seakan-akan berusaha menganggap tidak terjadi
apa-apa. Tapi nyatanya, gue yakin masing-masing masih menyimpan dengan jelas kepingan-
kepingan malam itu secara utuh.

Mungkin gue yang keterlaluan, gue tau maksud Una baik. Tapi gue yang masih dilingkupi jiwa muda
yang membara, seakan-akan memberontak karena ada yang berusaha memadamkan api tersebut.
Gue rasa orang itu tidak berhak melakukannya kepada diri gue. Karena gue bertanggung jawab atas
diri gue sendiri!

Gue tau mana yang benar dan mana yang salah. Gue bukan anak kecil lagi yang perlu diajarkan
untuk membedakan kedua hal itu. Gue bukan anak baru didunia seperti ini. Gue udah tau apapun
konsekuensi yang bakal gue hadapi.

Well, seperti yang gue bilang tadi, masing-masing dari kita berusaha melupakannya...

***
Entah bagaimana ceritanya setelah kejadian itu, hampir tiap malam gue dinner bareng Una.
Pokoknya gue ketemu dia terus. Kadang ada juga kondisi yang "memaksa" kita gak ketemu.
Misalnya Una diajakin kakaknya buat makan bareng, ato gue yang main futsal karena tim kostan
kekurangan pemain.

Tapi hal ini gak memutuskan komunikasi kita. Sekali lagi entah bagaimana caranya ini bermula.
Walaupun kita baru ketemu pas dinner tadi, tapi pulangnya mesti kita telponan ato smsan.

"Iya, ini uda sampe kostan neng" to Una


"Yauda cuci muka dulu sana bang"
"Oke deh, aku mau mandi juga, entar lanjut neng"

Ato terkadang

"Gak punya pulsa neng hahaha" to Una

Kriiiiiiiiiiiing

"Halooooooo hehehe" to Una


"Biasa aja sih bang suaranya"
"Hahaha ngapain telpon aku, pulsamu banyak ya?"
"Ihhh, ditelpon gak mau.. Yauda aku tutup "
"Huahahaha, tanggung, uda nyambung juga"

Sekarang, sudah menjadi kebiasaan gue mengucapkan "Good night" kepada wanita ini.
Dan gue juga uda terbiasa mendapat sms "Selamat pagiiii" ketika gue membuka hp setelah bangun
tidur.

Further step 3
Apa hidup gue semakin indah? Jelas donk. Indah banget malah. Uda lama gue gak seperti ini dengan seorang
wanita. Maksud gue itu kayak sms ato telp yang isinya "gak penting", tapi kita tetap melakukannya. Seperti
misalnya ini,

"Bang, rambutnya dipotong gih, panjang gitu" dari Una


"Ngapain? jelek ah kalo pendek" to Una
"Ya biar keliatan lebih rapih bang" dari Una
"Males ah " to Una
"Ihhh! Apa-apa males!!" dari Una

Ato misalnya gini,

"Neng, suara kamu kayaknya sengau gitu" to Una


"Emang iya bang? Ehemm.. hemmm... " dari Una
"Kamu panas dalam?" to Una
"Bisa jadi sih bang" dari Una
"Tuh kan, kebanyakan makan gorengan sih, minum yg banyak gih" to Una

Gak penting kan? Gak penting banget! Tapi gue bahagia melakukannya. Entah apa alasannya, tapi gue ngerasa
seperti itu. Well, kalian juga pasti pernah mengalami masa-masa seperti ini. Ketika kita memberi perhatian
kepada pasangan, entah itu dengan atau tanpa status. Lalu perhatian kita juga dibalas. Agak gimana gitu
perasaan ini. Walaupun ini cuman permainan yang dimainkan Una, tapi jujur, gue terbuai permainannya.

Bicara soal pulsa telepon/sms. Jangan bayangkan gue hidup dizaman ponsel masih merupakan barang mahal.
Zaman gue sih ponsel uda berjamur, tapi ya sebatas sms ato telpon. Zaman gue ini, ada salah satu operator
yang ngasih 100 sms gratis sehari kalo kita isi pulsa 100rbu tiap bulan. Supaya gak bingung soal settingannya
zamannya. Sedikit clue aja, hp gue n-gage QD dan hp Una itu nokia 7610. Kebayang lah gimana settingan
zaman itu

***
Mendekati Januari akhir, perkuliahan semester baru akan segera dimulai. Soal nilai semester satu gue, boleh
dibilang memuaskan. IP gue 3.62. Lumayanlah ya untuk ukuran mahasiswa semacam gue. Mengingat gue
berantem pas mid-term, dapat surat peringatan pula. Ada beberapa hal yang bikin gue kesel. Salah satunya
nilai Agama gue. Bayangin satu kelas yang isinya 50an orang itu 80% nya dapet A dan gue dapet sisanya
coba!

Suatu sore,

"Boy, lo nganggur gak? Jemput gue di stasiun donk" dari Wawan.

Wawan balik ke kampungnya pas liburan ini. Setelah gue mendapat restu dari first lady gue kalo hari ini gak
bisa dinner bareng dan mengiyakan permintaan Wawan, gue pun berangkat ke stasiun tugu.

Pundak gue ditepuk ketika gue sedang duduk diatas motor kece gue,

"Hoy! Melamun aja lo" Sapa Wawan


"Yo broo, apa kabar lo hahaha" Gue menjabat tangannya
"Motor siapa nih? Baru kayaknya"
"Motor gue lah "
"Buset, nyolong dimana lo?" Cela Wawan
"swt..."

Karena waktu uda menunjukkan hampir jam 7 malam dan perut kita berdua udah manggil-manggil buat diisi,
kita putuskan buat makan diangkringan sekitar stasiun tugu. Sepengetahuan gue, yang terkenal diangkringan
sini adalah kopi josnya. Sebenarnya ini kopi biasa doank. Nah yang bikin unik adalah kopi ini dicelupin arang
yang masih panas alias bara merahnya keliatan. So karena kecelup dalam air, arang itu bunyinya
"jooooooosss", maka disebutlah Kopi Joss. Soal rasa sih sama aja menurut gue, cuman ya kadang ketelen
serbuk-serbuk halus arangnya lah

Selagi menikmati santap malam kita,

"Boy, cewe gue gak tau soal Una" Kata Wawan


" "
"Iya, dia gak tau, gak berani nanya juga, kan privasi Una"
" ohhh "

Mungkin karena respon gue yang tidak seheboh dulu, Wawan mulai penasaran, lalu bertanya

"Uda gak ada feeling lagi lo sama Una?" Tanya Wawan


" " Gue senyum lebar
"Bagus lah, cari cewek lain aja" Lanjut Wawan
" "

"Bukaaaan, lo pikir gue megang hp, smsan sama siapa dari tadi?" Kata gue

Emang gue sedari tadi selalu megang hp ditangan..

" " Wawan bingung


"Ya Una lah "
" "

"Serius lo?" Wawan gak percaya


"Yoyooooi.."
"Hebat lo ya, gue aja gak pernah dibales sama Una" Kata Wawan
" "

"Maksud lo?" Gue penasaran


" " Wawan terkejut

" "

"Dulu gue sempat nyoba pdkt sama Una hehe" Kata Wawan
" "

"Kok bisa, bukannya lo dari awal suka Widya?" Tanya gue penasaran
"Lo tau sendiri mereka dekat. Gue awalnya emang suka Widya, tapi Una lebih menggoda iman bro " Jelas
Wawan
" "

"Ya bagus lah kalo Una ngerespon lo, trus kapan mau lo tembak?" Tanya Wawan
"Gue mesti mastiin dulu donk dia bener suka apa ngak sama gue"
" "

"Lo bodoh Jek!" Kata Wawan


" "
"Gini ya gue jelasin, kalo kita lagi ngumpul trus gue goda Una, respon dia gimana?" Tanya Wawan
"Balas godain elu"
"Trus kalo lo yang goda dia?" Tanya Wawan lagi
"Ya dia balas godain gue juga lah"
"Trus kalo gue sms dia, gue dibales gak?" Tanya Wawan
"Kata lo tadi, dia gak bales"
"Nah kalo lo yang sms?"
" "

"Itu uda tanda-tanda Jek! Buruan lo tembak lah anaknya! Nunggu apa lagi???" Wawan semangat

Kandang dan penghuninya


Menyatakan perasaan ke Una (lagi)? Tidak, gue belum cukup berani untuk melakukannya. Lalu apa
yang gue tunggu? Informasi dari Wawan uda cukup jelas. Gue orang yang spesial buat Una. Gue
diperlakukan beda. Telpon dan sms gue dibalas. Tiap hari kita ketemu bermesraan. Lalu apa lagi?

Masalahnya di gue adalah bagaimana jika Una emang bercanda? Bisa aja dia beneran gak punya
rasa ke gue. Gak ada jaminan! Apa yang dikeluar dari mulut wanita itu beda dengan apa yang
dirasakan mereka. Kata siapa? Lo yakin semua wanita seperti itu? Buat wanita semacam Una, yang
susah ditebak apa yang ada didalam hatinya, gue rasa pernyataan tadi gak bisa dijadikan patokan.

Seandainya gue bersikap masa bodoh, buat apa sebuah status? Toh, KTP gue juga gak akan
berubah dari "lajang" menjadi "pacaran". Gue menikmati setiap momen yang gue alami bersama
Una sekarang. Apa bedanya kalo kita sudah pacaran? Kalo tiba waktunya kita bosan, kita tinggal
saling menjauh. Apa ini gak lebih baik daripada hubungan dengan status? Yang ketika cinta sudah
hambar, kita harus berpura-pura mencari pembenaran untuk tidak menyakiti hati pasangan.

***
Perkuliahan semester 2 segera dimulai. Entah sial atau untung, gue beda kelas dengan sahabat-
sahabat gue Wawan, Widya serta pujaan hati gue, Una. Walaupun kelas kita paralel, tapi kita beda
ruangan dan dosen. Cuman ada satu kelas kita bareng. Yaitu kelasnya pak horor...

Kenapa gue sebut begitu? Karena beliau udah sepuh banget. Salah satu professor dan guru besar
yang paling top di jurusan gue. Beliau selalu ngasih soal yang sulit banget, perlu muter otak sampe
beberapa derajat buat ngejawabnya. Lalu gosip-gosip dari kakak kelas, nilai dia itu cuman ada E
dan D. Kalo lo dapet C, itu hitungannya lo pinter banget. Setiap angkatan cuman ada 1 orang dpt A,
1 orang dpt B, beberapa orang C, lalu sisanya D atau E. A dan B itu cuman sekedar memenuhi
"kuota", artinya cuman terbaik pertama dan kedua yang mendapatkannya. Nasib sial buat terbaik
ketiga, karena nilainya adalah C. Apalagi buat yang dapat E, siap-siap aja ngulang, karena
peraturan kampus itu gak boleh lulus kalo masih ada nilai E.

Sebenarnya gaya ngajarnya asik banget kok. Bawaannya santai. Diselingi beberapa candaan, tapi
mungkin emang karisma dosen sepuh itu beda. Kalo beliau ngelontarin lelucon, kita cuman senyum,
paling mentok ketawa beberapa detik, lalu kelas kembali hening

Saat pertemuan pertama, gue duduk dideretan paling belakang karena gue telat masuknya. Maklum
gue ngudut dulu diparkiran sebelum masuk kelas. Beliau lagi nerangin gimana sistem penilaian akhir
mata kuliahnya.

"Jadi nanti sebelum kuliah dimulai, saya akan berikan bahan yang harus kalian pelajari terlebih
dahulu seminggu sebelumnya. Setiap dua minggu akan ada tugas. Diakhir nanti, kalian harus
membuat sebuah makalah perorangan. Tugas-tugas dan makalah itu akan jadi 'tiket masuk' buat
ujian" Jelas Pak horor

"yaaaaaah"
Sontak satu kelas mengeluh

"Kalian ini katanya mahasiswa, disuru baca tidak mau, bikin tugas tidak mau, bikin makalah tidak
mau, kalian maunya apa toh?" Tanya Pak horor.

Gue yang masih polos dan tidak berdosa ini lalu menjawab,
"Merenung Pak!"
" "

Sontak Pak horor melihat ke arah gue yang duduk paling belakang.

"Kamu, siapa namanya?" Tanya beliau


"Saya Pak " Gue menunjuk diri sendiri
"Iya kamu mas" Gue ditunjuk Pak horor

"Biasa saya dipanggil Jeki, Pak" Jawab gue bangga


"Okeh, mulai besok-besok, kamu, saya panggil 'mas merenung' "
" "
" " Sontak satu kelas tertawa

***
Karena gue beda kelas dengan sahabat-sahabat gue, jadinya gue kenal beberapa teman baru dan
bisa dibilang dekat. Salah satunya Imus. Gue kenal dia karena kita sering duduk sebelahan
dideretan paling belakang. Biasanya kalo gue uda terlambat masuk kelas, nah dia bisa telat
beberapa menit lagi dari gue, atau kadang bisa juga sebaliknya. Pokoknya kompaklah kita kalo soal
telat masuk kelas

Dia asli Surabaya, taulah gimana cara arek Suroboyo kalo manggil teman.

"Cuk, koe ngudut to?" Kata Imus


" "
"mukamu fales nek ngudut rek "
" jyaaaaaan~kriik "

Usut punya usut, ternyata alasan kita berdua telat itu sama, yaitu "ngemil" asap tembakau dulu. Dari
Imus lah akhirnya gue tau ada tempat ngerokok yang pewe didalam gedung kampus (fyi, kampus
gue dilarang merokok didalam gedung, kecuali parkiran). Jadi ada satu pantry, semacam dapur gitu,
tapi tidak terpakai. Nah diruangan 1x3 meter itu sebenarnya dirancang sebagai dapur, jadi ada
wastafel dan kompor minyak tanah. Tapi mungkin posisinya yang ada diujung lorong dan dilantai
atas pula, jadi karyawan kampus gue males jalan kesana. Alhasil, tempat itu dijadikan gudang
tempat nyimpen monitor atau cpu komputer yang uda rusak.

Oleh gue dan Imus, tempat ini kita jadikan basecamp dengan sebutan "kandang". Kita beli satu teko
buat ngerebus air dan kopi bubuk buat diseduh. Gue kan uda gak sekelas sama Una kalo pagi, jadi
gue gak dibeliin kopi lagi. Lagian gue uda ngomong ke Una juga supaya gak usah beliin gue kopi
karena gue bikin sendiri. Disitu lengkap, ada gelas, terus kalo mau air tinggal buka dari wastafel.
Kalo mau tiduran, bisa gelar karton dulu. Pokoknya lengkapnya, termasuk juga punya alat
pembungkus rokok

Iya gue serius. Kita sering beli tembakau kasar dan kertas rokok. Salah satu toko yang jual kalo di
Jogja itu ada disekitaran Tugu. Deket banget ke tugu, cari aja kalo penasaran. Disitu ada jual
tembakau rasa "Sampoerna mild", "Djarum super", "Dji sam soe" dan merek-merek terkenal lainnya.
Harganya lumayan murah, zaman gue gak nyampe 5ribu bisa dapat satu kilo. Tembakaunya bisa
dibakar dari paru paru masih sehat, kena kanker, sampe kankernya uda males nyium asap
tembakaunya, itu pun masih sisa! Ini bukan tembakau asli dari pabriknya sana, tapi diracik sendiri
sama empunya toko. Rasanya ya untung-untungnya, kadang bisa dapat yang pas, kadang bisa
dapat yang

Yang paling bikin gue sebel dari Imus adalah, dia doyan banget jemur ampas kopi yang uda
diseduh. Jadi kalo lagi ada jeda waktu lumayan lama antar kelas, dia sering pungutin puntung rokok,
lalu diambil lagi tembakau yang masih sisa. Tembakau itu dicampur sama ampas kopi kering, lalu
dibakar dan dihisap. Katanya sih enak. Gue gak pernah nyoba. Yang murni tembakau aja bisa kena
kanker, apalagi yang dicampur kayak begitu
Valentine's Day 1
Spoiler for .:
Gak nyangka gue,
Cerita ini uda mulai menyentuh Valentine pertama gue sebagai mahasiswa,
Minggu lalu kita semua baru ngerayain Valentine.

Time sure flies


Februari. Bulan kedua dalam hitungan kalender Romawi baru. Bulan penuh kasih sayang, karena
pada pertengahan bulannya, ada perayaan yang dikenal seluruh dunia sebagai Valentine's Day.

Gue aslinya bukan sosok yang romantis. Gue cenderung kaku bak kayu. Tapi gue pikir, ide
mengenai hari kasih sayang adalah salah satu ide hebat yang pernah dihasilkan peradaban
manusia. Emang benar, kasih sayang tidak cuman terpaku pada satu tanggal. Tapi buat gue,
dengan momen seperti ini, lo mendapat sebuah kesempatan untuk menunjukkan kasih sayang yang
lebih dari hari-hari sebelumnya. Euforia dan efek magis dari hari valentine ini membuat kesan "cinta"
semakin kuat.

Oleh karena itu, gue gak mau menyia-nyiakan momen ini. Gue pikir, ini waktu yang tepat gue
menyatakan perasaan gue kepada Una. Rasa sayang gue yang tumbuh semakin kuat, telah
meruntuhkan rasa takut gue akan permainan Una. Gue mulai muak dengan kata-kata "hubungan
tanpa status". Gue gak bisa hidup dalam ketidakpastian seperti ini. Saat gue bener-bener sayang
sama Una, tapi gue gak bisa ngapa-ngapain karena gue tersadar kalo gue bukan siapa-siapa buat
dia.

Kalo gue gak bisa mendapatkan kepastian itu dari Una,


akan gue bangun kepastian itu untuk Una

***
Tiga hari sebelum Valentine

Gue sedang bingung memilih antara bunga mawar, coklat atau boneka yang harus gue berikan
kepada Una. Kira-kira Una bakal lebih suka yang mana? I have no clue at all.

Bagaimana kalo gue berikan saja semuanya. Toh gue cuman rugi diongkos doank. Iya kan? Perkara
bunga dan coklat, itu gampang. Bunga tinggal dibeli di kotabaru (salah satu tempat jualan bunga di
Jogja). Coklat tinggal cari disupermarket. Kalo boneka. Una suka karakter atau binatang apa?? I
have no clue at all.

Iseng-iseng gue tanyain Una,

"Neng, coba tonton tv deh, ada Tom & Jerry" to Una


"Lah dia uda umur segitu masih nonton kartun"
"Lucu aja hahahaha emang kamu gak suka neng?"
"Ngak, ngak masuk akal si Tom berantem sama Jerry melulu"

Masuk perangkap!

"Terus kamu sukanya apa gitu neng?" to Una


"Gak suka kartun bang hehehe"
"Masa gak ada gitu? Satu pun??"
"Gak ada bang "

ni anak masa kecilnya nonton apa sih

"Kalo binatang gitu? Suka apa?" to Una


"Hemmm.. Gak ada tuh bang"
"Lah kamu tuh kok aneh, biasa cewe kan suka kayak sapi ato apa gitu"
"Kamu kok maksa e bang?"

UPS!

"Gak kok, cuman nanya aja gitu" to Una


"Hihihi, mau kasih aku boneka buat Valentine ya bang??"

Tuh kan, sial...


Gue yang lagi bingung milih kata-kata buat ngeles, tiba-tiba datang sms baru

"Bang, gak usah buang-buang duit beliin aku macem-macem, disimpan aja duitnya" dari Una

Lalu gue yang jaga gengsi karena udah ketahuan pun membalas,

"Kata siapa?? Hahahaha geer kamu tuh" to Una


"Ya siapa tau kan, tiga hari lagi kan valentine " dari Una

Rencana gue gagal total!

***
Dua hari sebelum Valentine

Gue masih bingung. Gue uda keliling gale (mall) buat nyari boneka. Tapi terlalu banyak pilihan.
Akhirnya gue cuman beli coklat yang dibungkus kotak biru dan pita ungu. Biru itu warna favorite
Una.

***
Sehari sebelum Valentine

Gue lagi ngobrol sama Wawan

"Bro, uda mikirin belum mau kemana sama Una, besok?" Tanya Wawan
"He???"
"Yaelah, jangan bilang lo gak ngapa-ngapain besok"
"Enak aja! Gue mau ngasih bunga, coklat sama boneka" Jawab gue meyakinkan

"Paket lengkap boy?? hahaha" Ejek Wawan


" "
"Terus lo mau ngasih dimana?" Tanya Wawan penasaran
"Dirumahnya lah, dimana lagi"

"Yaelah Jek, ajak kemana gitu kek? Ke taman gitu, candle light dinner, romantis dikit lah" Saran
Wawan
" "

Bener juga ya. Kenapa paket gue gak ditambah lagi jadi paket super lengkap? Gue sedang
membayang-bayangkan suasana makan malam romantis, lalu gue menyerahkan valentine gift
kepada Una. Gue sudah bisa menerka bagaimana wajah Una yang merah merona
karena blushing
Beruntung buat gue, karena ada salah satu cafe yang lumayan tempatnya buat gue untuk
melancarkan misi. Tempatnya di sekitar stasiun Lempuyangan. Gak tau sampe sekarang masih ada
atau uda tutup. Konsepnya sky dining gitu. Jadi kita makan di roof top, dihiasi sinar bulan. Lalu akan
ada live accoustic untuk malam Valentine. Perfect kan?

Tanpa ragu, satu meja untuk dua orang telah gue reservasi..
Valentine's Day 2
Spoiler for :
February 21, 2015
04.45 PM (GMT+1)

: PING!
: Oiii
: Ka, kamu bikin cerita di kaskus ya?
: Cerita apaan?? Ngak ah
: Jangan bohong ka, Jeki = mas merenung = (nama asli gue). Ya kan?
: Shit... Dirimu tau darimana? hahaha
: Dari ceritanya, aku yakin itu tentang kamu, ka
: Ahhh, ternyata susah ya nyembunyiin identitas, jangan bocor ya
: Tenang aja. Oh iya, kapan balik ke Indonesia ka?
: Belum tau nih, kenapa emang?
: Balik atuh ka, aku nikah bulan 5 entar. Kira-kira pulang gak?
: Wah! Congratulation! Sama siapa? Kyknya gk bsa pulang, aku doain yg terbaik buat dirimu
deh!
: Yaaah, gak seru.. Sama *** kok ka, masa gak bisa pulang??
: Gak bisa euy.. Btw dirimu nikah bukan karena "kecelakaan" kan? hehe
: Aku kan gak pacaran lagi sama kaka, jadi aku aman
: Sial! Segitunya kah diriku? Wah, akhirnya dirimu nikah juga ya.. Bagus deh kalo gitu
: Bercanda kok ka, iya doain semoga lancar ya
: Siap! Kirain aja mau mengikuti jejakku yang males nikah hahahaha
: Males, atau terlalu banyak kenangan akan masa lalu ka? Hihihi
: Males donk.. Apaan itu kenangan? Hahahaha
: Kalo gak terjebak sama masa lalu, ngapain kaka nulis cerita di kaskus? Iya kan? Hihihi
: ....

Pagi Valentine's Day

Gue berangkat kuliah dengan semangat. Sebelum hari ini, gue sengaja gak ngasih tau Una kalo kita
bakal dinner malam ini. Gue pengen ngasih tau langsung ke Una. Hari ini cuman ada dua mata
kuliah. Ketika mata kuliah terakhir selesai, gue jalan ke kelas Una.

Saat gue berdiri didepan pintu kelas Una, gue agak penasaran karena cukup ramai dengan orang-
orang. Lalu gue mendengar ada suara-suara bising dari dalam kelas tersebut. Karena penasaran,
gue percepat langkah gue masuk ke dalam kelas.
Alangkah terkejutnya gue dengan pemandangan yang ada didepan mata kepala gue. Seseorang
sedang berdiri didepan Una dan tampak sebuah bucket bunga mawar ditangan Una.

"Seru nih!"
Teriak seseorang

"Hajar Jek!"
Teriak suara lain

"Berantem! Berantem! Berantem!"


Orang-orang kompak meneriakkan ini

" "

Darah gue seolah-seolah mengalir cukup cepat melewati pembuluh darah ditubuh gue. Tiba-tiba
gue panas sendiri. Kenapa ada cowok yang berani memberikan bunga mawar kepada Una, cewek
yang gue taksir. Apa dia gak tau kalo gue ini "pacar"nya Una? Gede juga nyalinya.

Gue mendekati mereka. Gue pasang tampang tidak senang dengan kejadian ini. Si cowok tadi dan
Una menampakkan raut wajah terkejut karena kehadiran gue.

"Sori bro, gue cuman mau ngasih mawar ini ke Una" Kata cowok itu
" (gue menaikkan sebelah alis gue) "
"Yauda, gue cabut dulu ya" Kata cowok itu lagi
"Makasih ya mas" Kata Una

Gue memandang ke arah Una. Cowok itu berlalu dari hadapan kita berdua. Terdengar suara-suara
orang yang kecewa karena tidak terjadi baku hantam dikelas ini.

Terlihat Una sedang menatap mawar tersebut. Tiba-tiba pundak gue ditepuk dari belakang

"Boy, kantin yuk" ajak Wawan


"Duluan aja" Kata gue

Tampak Wawan dan Widya berjalan mendahului gue. Lalu tangan gue ditarik Una untuk mengikuti
mereka dari belakang. Gue tahan tangan Una. Doi melihat heran ke arah gue.

"Aku mau ngomong bentar, Na" Kata gue


" "
"Tadi siapa?" Tanya gue
"Mas Anton" Jawabnya singkat

"Kenapa dia ngasih kamu bunga?" Gue menunjukkan kecemburuan gue


" (mengangkat kedua bahunya) "
"Buang aja sana" Kata gue ketus
" "

Gue melihat gak ada respon akan membuang bunga itu dari Una. Gue mengambil bunga itu dari
tangan Una, tapi gak berhasil karena dihalau Una.

"Kamu mau ngapain?" Tanya Una


"Mau aku buang" Jawab gue
"Gak usah!" Una membentak gue
" "

"Orang ini bunga aku kok, ngapain kamu buang?" Kata Una
"Aku gak suka" Jawab gue singkat

Una menatap gue heran lalu memalingkan badannya hendak menjauhi gue.
Gue memegang pundaknya lalu memutar badannya kembali ke arah gue.

"Sakit sih Jek!" Kata Una


"Kamu kenapa terima bunga ini?"
"Terserah aku donk!" Jawab Una

Una kembali memalingkan badannya.

"Na!" gue membentak doi


"Kamu kenapa sih Jek?!" Tanya Una

Gue bingung dengan pertanyaan Una. Apa gesture gue kurang menunjukkan kalo gue gak suka
dengan kejadian ini? Dia menerima bunga itu dihadapan teman-teman yang lain. Katanya kita
"pacaran". Mau gue simpen dimana harga diri gue? Masa ada cowok yang diem aja ketika melihat
ceweknya nerima bunga dari cowok lain di hari valentine.

Una kembali mengalihkan pandangannya dari gue dan mulai berjalan meninggalkan gue. Gue
menangkap tangannya.

"Lepasin!" Una mengayunkan tangannya untuk lepas


"Biasa aja donk Jek!" Bentaknya

Gue terkejut dengan bentakan Una barusan. Cukup keras hingga orang-orang melihat kita berdua
(atau jangan-jangan daritadi mereka uda melihat kita?). Gue tertegun cukup lama.

Akhirnya gue sadar tujuan gue kesini adalah untuk mengajak Una dinner entar malam. Gue kejar
Una dan kali ini gue berdiri langsung didepannya tanpa ada kontak fisik lagi.

"Na, maaf soal tadi" Kata gue


"hemm" Una berdegum
"Entar malem dinner ya, entar aku jemput" ajak gue
"Ya" jawabnya singkat

Una kembali berjalan melewati gue. Gue heran dengan sikapnya barusan. Apa gue emang terlalu
berlebihan? Gue rasa wajar. Gue gak salah. Gue pun naik ke lantai atas menuju kandang, setelah
Una menghilang dari pandangan.

Gue bakar sebatang rokok,


dengan beribu-ribu pertanyaan dikepala gue.
Valentine's Day 3
Gue berasumsi emang gue yang keterlaluan hingga terjadi kontak fisik yang tidak perlu. Gue cari
informasi soal siapa cowok yang bernama "Anton" ini. Ternyata dia adalah kakak angkatan gue, satu
tahun diatas. Dia jadi asisten dosen untuk salah satu mata kuliah di kelas yang diambil Una. Dalam
pikiran gue tiba-tiba terlintas kalo mereka pasti sudah berhubungan sejak semester ini dimulai.
Mungkin terjadi sesuatu sehingga Una mempertahankan bunga yang diberikan Anton.
Tapi buru-buru gue hapus pikiran itu. Una pernah bilang kalo dia gak suka dikejar-kejar sama kakak
angkatan. Karena itu lah sekarang gue jatuh ke dalam permainan yang buat Una sendiri. Lalu
kenapa Anton bisa berani memberikan Una bunga kalo dia tau gue dan Una punya hubungan?
Jawaban terbaik yang bisa gue dapat adalah dia nekat.

***
Gue sedang melihat diri gue sendiri didepan cermin. Kayaknya cukup deh, gue gak mau terlihat
berlebihan untuk malam ini. Gue pakai baju terbaik gue, celana jeans paling bagus dan sepatu. Gue
siap menjemput first lady gue.

Sebelum itu, gue sempatkan diri dulu muter ke kotabaru buat beli bunga mawar. Setelah milih-milih
kuntum mawar yang paling bagus, gue minta penjualnya buat dirangkai sedemikian rupa agar
terlihat bagus. Lalu gue minta plastik cukup gede untuk membungkusnya dan gue cantolin di
dashbor depan motor. Gue mau ngasih ketika gue antar Una pulang ke rumah. Dikantong jaket gue
juga uda ada coklat yang dipita. Gue gagal beli boneka karena gue bingung mesti beli yang mana.

"uda didepan neng" to Una

Seorang wanita yang sempurna banget buat gue, sedang membuka pintu pagar rumahnya. Doi hari
ini tampil feminim. Pakai baju cewek warna putih dengan rok biru. Rambutnya tetap diikat ekor kuda,
tapi gue bisa melihat antingnya berbeda dari hari-hari biasa. Dilehernya juga tergantung sebuah
kalung dengan liontin kecil tapi terlihat bagus dipakai Una. Una is majestically elegant tonight.

"Cakep bener neng, mau ngelenong dimana?" Goda gue


" (tangan gue dicubit Una) "
"Buruan naik hehe" Kata gue
"Kita mau kemana bang?"
"Surprise donk " Jawab gue

Diperjalanan, kita diem-dieman aja. Sebenarnya gue pengen nanya soal Anton, tapi gue pikir, entar
aja pas uda sampe. Biar gue bisa sekaligus liat ekspresi Una ketika menjawab. Ketika kita uda
sampai

"Disini bang?" Tanya Una


"Iya"
"Emang enak makanannya?" Tanya dia lagi
"Gak tau juga sih"
"Gimana sih bang??"
"Udah ah, ayuk masuk" Ajak gue

Setelah gue minta table yang uda gue reservasi di meja depan, gue diantar ke lantai paling atas
oleh waitressnya. Gue liat disitu uda ramai aja pasangan muda-mudi lainnya. Semua meja emang
sengaja cuman bisa diisi oleh dua orang. Lalu ada band akustik yang juga lagi perform. Suasana
juga tambah romantis karena kita berada tepat dibawah langit malam yang sangat mendukung.

Gue bisik sesuatu ke Una,

"Gak penting enak apa ngak makanannya neng, yang penting romantis" Kata gue
" " Una tersenyum malu
Gue dan Una berjalan ke meja kami sambil bergandengan tangan. Lalu gue dengar suara dari
penyanyi yang kebetulan juga baru habis nyanyi satu lagu,

"Selamat datang masnya yang kompak pakai baju putih, selamat menikmati malam valentine ini.
Mungkin masnya atau mbaknya mau menyanyikan sebuah lagu untuk pasangannya, boleh request
ke kami. Yang lain juga kalo mau nyanyi, sangat dipersilahkan. Sekarang uda gak zamannya lagi
malu-malu. Semakin berani, semakin berkesan malam anda"

Gue tertawa geli dengan kalimat terakhir dari penyanyi tadi. Apa coba maksudnya? Kalo diartikan
negatif kan jadi bahaya. You know what I mean.

Setelah gue dan Una mesan makanannya. Akhirnya gue beranikan diri buat nanya Una soal Anton.

"Itu mas Anton uda lama deketin kamu?" Tanya gue


"Deketin apaan bang?"
"Ya pedekate sama kamu?"
"Gak tau bang"

"Lah masa gak tau, berarti uda lama donk sampe berani ngasih bunga segala" Tembak gue
" (raut wajah Una berubah) "

"Itu urusan aku, Jek" Kata Una tegas


" "

Gue terkejut dengan ucapan Una barusan. Dia gak manggil gue dengan panggilan "bang", tapi
langsung dengan nama gue. Itu artinya Una sedang serius. Gue pun gak terima dengan jawaban
seperti itu. Gue kembali mengajukan pertanyaan, tapi Una lagi-lagi mengalihkan jawabannya.
Sampai Una ngomong,

"Jek, itu urusan aku, bisa gak kita ngomongin yang lain?"
" "

Sikap Una mendadak berubah sejak mengatakan ini. Gue coba mengalihkan pembicaraan ke hal
lain, tapi kayaknya gue terlambat. Una nampaknya acuh tak acuh dengan obrolan kita malam ini.
Gue gak mau malam ini berakhir seperti ini.

Gue mendengar suara tepuk tangan dari pengunjung yang lain. Ternyata ada seorang cowok yang
menyanyikan lagu cinta buat pasangannya. Ahh, gue tiba-tiba terpikir ide untuk menyanyi juga
didepan buat Una. Suara gue gak bagus-bagus amat sih, tapi ya gak jelek-jelek banget. Gue permisi
ke toilet.

Gue mencari salah satu waitress yang lewat setelah gue yakin Una gak bisa ngeliat gue. Gue
request supaya bisa nyanyi didepan. Tapi ternyata gue harus ngasih tau dulu lagu apa yang mesti
gue nyanyikan. Kalo bandnya bisa ngiringin, nanti nama gue dipanggil. Itu pun gue harus ngantri
dulu sama pengunjung lain.

Gue ambil selembar duit 100ribu dari dompet. Gue bilang ini buat orang bandnya. Lalu gue ambil
selembar dua puluh ribu buat waitress tersebut. Harapan gue sih semoga gue gak nunggu terlalu
lama. Keburu Una bete lalu ngajak pulang toh? Bisa berabe rencana awal gue.

Ketika gue balik, Una tetap tidak berubah. Masih acuh tak acuh dengan obrolan kita. Ternyata
modal yang gue keluarin berbuah hasil juga. Tiba-tiba penyanyi didepan mengatakan,
"Selanjutkan bakal ada lagi tamu yang akan nanyi lagu cinta disini buat kekasih hatinya atau
mungkin gebetannya malam ini. Silahkan kepada Mas Jeki. Yang mana orangnya?"

Sontak gue mengangkat tangan dan tersenyum tipis ke arah penyanyi tadi. Una terlihat terkejut
dengan nama gue yang disebut.

"Ini buat kamu neng"


Kata gue sebelum berjalan menuju band.

"Lagu ini pastinya dipersembahkan untuk mba nya yang lagi duduk disana donk? Iya kan mas?"
Kata penyanyi itu
" (gue senyum aja) "

"Selamat malam semuanya, gue minta maaf kalo seandainya suara gue jelek atau gak enak
didenger. Tapi gue pikir, lewat lagu gue ini, mungkin bakal terlukiskan apa yang gue rasain selama
ini." kata pembuka dari gue

Tepuk tangan para pengunjung mengiringi hentakan keyboard yang mulai memainkan opening
lagunya. Gue menyanyikan lagu ini,

Daniel Sahuleka - You Make My World So Colourful

Morning sunshine in our room


Now that room is back in tune
Autumn start this day with a smile
And laugh at my beautiful love one
Who's lying besides me

You so far away in your sleep


Who can tell what dream you may dream
You dont know that I was drawing
With my finger on your sweet young face
Figures and meaning words

You make my world so colorful


I've never had it so good
My love I thank you for all the love
You gave to me

Like a summer breeze so soft


Like a rose you bring me near
And I kiss your lips so sweet
Soft like the rain and gentle as
The morning dew in may

Though they said that I was wrong


But thank god my will so strong
I got you in the palm of my hand
Everyday they tried to put me on
But I laugh at those who tried to hurt our love

Saat chorus terakhir, gue sengaja cuman merhatiin Una doank tanpa mengalihkan pandangan gue
ke arah lain. Una yang ada disana juga membalas tatapan mata gue. Kontak mata ini, gue serasa
bebas masuk ke dalam hati Una. Gue dapat merasakan bahwa Una juga mempunyai perasaan
yang sama ke gue. Perasaan dan keyakinan gue semakin mantap untuk Una.

Saat dentuman nada terakhir, para pengunjung tampak riuh memberi gue tepuk tangan. Gue liat
penyanyi yang tadi mendadak jadi backing vocal gue tertegun memandangin gue. Gue lalu berdiri
dan membungkukkan kepala serta mengucapkan terima kasih. Gue berjalan kembali ke meja gue
dan Una.

Una memberi gue senyumannya yang terbaik. Gue balas senyum dari Una itu. Gue lihat tangan Una
sedang diletakkannya diatas meja. Gue pikir inilah waktunya. Gue pegang tangan kirinya dengan
tangan kanan gue.

"Na...." Suara gue bergetar


Jantung gue berpacu sangat kencang.

"Na, lagu tadi.. suara hati aku."


Mata gue lurus menatap Una.
Berusaha menembus ruang hati terdalamnya
Wajah Una tampak terkejut dan menyadari maksud dari kata-kata gue.
Dia mengalihkan wajah cantiknya sekian derajat menjauhi gue.

"Na, tolong liat aku"


Suara gue semakin bergetar.
Tangannya semakin erat gue genggam.
Una menatap gue kosong.

"Entah sejak kapan"


"Mungkin awalnya cuman main-main"

Gue menarik nafas sejenak

"Aku larut dalam permainan ini"


"Tapi aku gak bercanda"
"Aku suka sama kamu"

Tangannya kini gue genggam dengan kedua tangan gue.


Mata gue menatap lurus tajam ke depan.
Gundah yang selama ini gue rasakan, tiba-tiba lenyap hilang menguap
Gue merasa hati gue bahagia karena sudah mengungkapkannya..
Valentine's Day 4
Rasanya dunia disekitar gue hening, tanpa suara. Tidak ada suara keramaian. Tidak ada suara dari
meja sebelah. Tidak ada suara detak jam. Semua tidak ada! Gue sedang menajamkan indera
pendengaran. Gue menantikan apa respon Una. Gue menunggu gerak bibirnya untuk memberi gue
tanggapan.

Tangan gue masih menggenggam tangannya. Tatapan mata kami bertemu. Sampai gue rasa kalau
gue sudah menunggu terlalu lama, tapi hening tetap tak terpecah antara kita berdua. Pelan-pelan
gue tarik tangan gue karena gue rasa kedua tangan gue sudah terlalu basah karena keringat.

Una mengalihkan pandangannya dari gue. Gue mengelap telapak tangan gue dicelana. Lalu
sedotan yang tergantung bebas didepan, gue raih, dan gue minum lemon tea yang terasa masam
itu. Tetap tidak ada tanggapan dari Una.

Gue ambil garpu dan sendok. Gue lanjutkan memakan santapan malam gue yang sempat terputus
karena gue harus nyanyi tadi. Dentingan sendok dan piring lebih dominan daripada suara jantung
kami masing-masing. Gue sengaja diam, karena gue ingin mendengar tanggapan dari Una. Tapi
gue gak menyangka kalau dia akan diam juga setelahnya...

***
Gue kembali tepat diposisi beberapa minggu yang lalu. Duduk diatas motor gue sendiri dipinggir
jalan. Hanya ada sebatang rokok yang menemani gue. Itupun tidak gue rasakan kehadirannya
karena hambar.

Suara Una terakhir yang gue dengar malam ini adalah ketika kami berebut untuk membayar. Una
ingin agar kita membayar masing-masing. Tapi gue kekeuh kalo gue yang traktir. Tidak biasanya
Una mengalah. Dia tidak bersuara, jadi gue anggap dia mengalah.

Gue buang plastik kosong yang gue pakai untuk membungkus mawar tadi.

***
"Neng.."
Panggil gue ketika Una sudah turun dari motor untuk membuka pintu pagarnya.

Gue sibuk membuka plastik hitam ini.


Akhirnya terbuka juga..

"Buat kamu "


Kata gue sambil menyerahkan mawar yang terlihat indah buat gue.

Tangannya menerima bunga tersebut. Dia menatap bunga itu.


Cukup lama gue menunggu, untuk setidaknya mendengar suaranya.
Gue pikir, mungkin akan ada sesuatu yang ingin disampaikannya sekarang.
Karena daritadi, dia hanya diam.

Ternyata harapan gue sia-sia.


Una hanya tersenyum tipis ke arah gue.
Itupun kalau gue tidak salah melihatnya,
malam menutup raut wajahnya.

"Aku balik dulu ya"


Senyum masam terpaksa gue berikan.
Gue kecewa karena sama sekali tidak ditanggapi.

Gue membalikkan motor. Gue berharap dia memanggil nama gue.


Gue sengaja bergerak pelan. Tapi tetap tidak ada.
Sampai gue sudah memasukkan gigi pertama dan motor gue siap melaju.
Dia malah membalikkan badannya dan berjalan menuju pintu rumahnya.
***
Lamunan gue buyar karena ada getar dari hp gue.

"Makasih ya " dari Una.

Ketika gue merogoh kantong jaket gue mencari hp, gue lupa kalo masih ada coklat yang harusnya
gue berikan kepada Una. Coklat itu gue pandang, lalu gue balas sms dari Una

"Sama-sama.. Ternyata masih ada coklat nih aku lupa ngasih hehe" to Una.

Sms delivered.
Satu menit
Dua menit
Lima menit
Gue bakar batang rokok kedua
Sepuluh menit

Tidak ada balasan dari Una. Apa gue harusnya balik ke rumah Una untuk memberikan coklat ini?
Tapi bisa jadi dia sudah tidur, karena tidak ada balasan dari sms gue yang terakhir.

Aneh.. Biasanya kami masih smsan sampai larut malam. Padahal sekarang belum juga jam 11
malam. Aneh saja kalau dia sudah tidur. Apa gue telpon saja? Tapi untuk apa? Cuman untuk
memberi tahu kalo gue masih punya coklat? Cuman untuk mengecek apakah dia sudah tidur atau
belum?

Rasanya tidak usah. Gue hidupkan motor, gue pacu balik ke kostan.

Hal pertama yang gue lakukan ketika sudah sampai kostan adalah mengecek hp. Ternyata masih
belum ada sms balasan dari Una. Akhirnya gue kirim sebuah sms lagi ke Una.

"Aku uda sampai kostan ya" to Una

Tetap tidak ada balasan. Sepanjang malam gue menunggu. Hp gue tetap tidak berdering. Mungkin
dia benar-benar tertidur. Tapi alasan ini tidak bisa mengusir kegelisahan gue. Setiap gerak-gerik
Una tadi seakan-akan berputar dalam pikiran gue. Sejujurnya gue tidak mau berpikir negatif, gue
berusaha untuk meyakinkan diri gue kalau Una baik-baik saja setelah kejadian tadi.

Tapi gak bisa dipungkiri, dengan tidak ada tanggapan dari dia, gue kecewa...
Unfooled
Kuliah terakhir hari ini sudah selesai. Gue bereskan buku dan pulpen gue ke dalam tas. Bergegas
gue berjalan menuju kelas Una. Tidak lupa ada coklat dalam genggaman yang hendak diberikan.
Gue sudah berdiri dikelas Una, tapi gue gak menemukan sosok yang gue cari. Gue coba tanya ke
Wawan. Katanya, Una udah pergi daritadi. Gue coba cari dikantin, tapi gue gak melihat sosoknya.
Gue coba cari diparkiran, tapi motor Una kelihatannya sudah tidak ada. Akhirnya coklat ini gue bagi
berdua dengan Imus di kandang.

Gue menuju parkiran untuk pulang ke kostan. Sialnya ternyata ban roda depan motor gue kempes.
Terpaksa gue dorong motornya sampai perempatan jakal untuk nyari tukang tambal ban. Saat dicek
sama tukang tambal ban, ternyata ban gue bocor tiga lobang karena paku payung. Sialan, apa iya
gue saking galaunya sampai gak ngeliat jalanan?
Malamnya harap-harap cemas gue megang hp. Gue menunggu benda ini untuk berdering. Gue
berharap Una sms gue duluan malam ini. Mungkin gue mengalami sindrom kepanikan, jadi bentar-
bentar gue mengalihkan mata gue ke hp. Karena gue merasa kalo benda itu berbunyi. Setelah gue
cek, ternyata tidak ada apa-apa. Sampai waktu sudah menunjukkan terlalu larut, gue tetap tidak
mendapatkan sms atau telpon apapun malam ini. Tidak ada ajakan dinner seperti biasanya. Tidak
juga dengan obrolan gak jelas seperti sebelum-sebelumnya.

***
Tiga malam sudah gue lewati dengan menahan ego untuk menghubungi Una duluan. Gue rasa, gue
pantas untuk dihubungi duluan oleh Una. Gue pantas mendapat tanggapan terhadap apa yang
sudah gue sampaikan kepadanya. Gue berharap ada tanggapan positif dari Una. Tapi jika yang
akan diberikan adalah tanggapan negatif, gue tetap akan menerimanya. Toh itu merupakan
keputusan Una. Gue tidak berhak untuk mempengaruhinya.

Nyatanya, gue malah tidak mendapat tanggapan sama sekali. Jadi harus gue artikan sebagai apa?
Positif atau negatif? Ditengah lamunan gue, tiba-tiba sebuah pesan masuk..

"Bang, uda pernah ngerjain soal x, halaman xx belum?" dari Una

Wanita ini tiga hari hilang tanpa kabar. Tiba-tiba menghubungi gue hanya untuk bertanya mengenai
kuliah. Haruskah gue senang? Well, gue memang mengharapkan dihubungi duluan.

"Sudah" to Una

Gue sengaja membalas pendek pesan tersebut. Entahlah. Gue berharap Una mengerti maksud gue
kalo gue kecewa dengannya.

"Ajarin bang " dari Una


"Besok aja ya" to Una
"Sekarang gak bisa bang? Besok mau dikumpul soalnya" dari Una

Awalnya gue sengaja mau ngajak dia ketemuan besok. Gue mau liat apakah tingkap laku dan
sikapnya terhadap gue masih sama seperti sebelumnya, atau sudah mengalami perubahan. Eh,
ternyata Una ngajak ketemuan sekarang. Akhirnya kita sepakat buat ketemuan di restoran cepat saji
yang buka 24 jam.

***
Gue sudah berusaha dingin terhadap dirinya. Tapi apa daya, ternyata gue gagal. Tingkah laku dan
sikapnya tidak berubah. Masih manja seperti sebelumnya. Rasa-rasanya tidak terjadi apa-apa
kemarin.

Gue ingat kejadian beberapa minggu yang lalu. Gue dan Una berantem dan diem-dieman, tapi
besoknya kita kembali normal. Hal ini juga terjadi malam ini. Tiga hari kita diem-dieman, sekarang
kita sudah seperti biasa, layaknya tidak terjadi apa-apa.

Gue mengambil kesimpulan kalo ternyata Una memang tidak punya rasa apa-apa terhadap gue.
Bahasa kasarnya, gue dibercandain olehnya. Oke kalau begitu! Kalau dulu gue bisa dibercandain
oleh Una, sekarang gue gak bisa lagi. Perasaan gue bukan untuk dibuat lelucon seperti ini.
Daripada gue terbuai terlalu dalam dengan permainannya dan akhirnya malah sakit sendiri, mending
gue mengundurkan diri.
Saat pulang dan kita hendak berjalan menuju parkiran motor. Tangan Una tiba-tiba menggenggam
tangan gue. Hal ini biasa kita lakukan dulu. Tapi sekarang...

" (gue tepis tangan Una secara halus) "


" " Una melihat gue heran
" (kedua tangan gue masukkan ke kantong jaket) "
" " Una masih melihat gue heran
" " Gue tersenyum tipis ke arah Una

Sudah menjadi keputusan gue kalau gue harus mengakhiri hubungan "pura-pura" ini.
Berantem (lagi) 1
Pelan-pelan gue mulai menjaga jarak dengan Una. Kita uda mulai jarang telponan. Awal-awal kita
masih smsan, itu pun Una yang memulai pembicaraan, yang mulai gue anggap benar-benar gak
penting. Oleh karena itu, gue balasnya juga setengah hati atau kadang cenderung acuh. Gue pikir
Una juga mengerti perubahan dari gue. Lama-lama dia juga menyesuaikan diri dengan perubahan
gue. Dari yang smsan paling cuman sejam dua jam hingga sama sekali gak ada seperti sedia kala.

Kalo ketemuan juga kita juga mulai biasa aja. Dulu yang mesra-mesraan, kadang bisa megang
tangan, pinggang, atau bahu, sekarang sama sekali gak ada kontak fisik. Lambat laun, kita mulai
saling memanggil nama, bukan lagi "bang" dan "neng".

Sudah benarkah keputusan gue? Cuman waktu yang akan menjawab.

***
(settingan waktu lain sebelum kisah valentine dan gue yang mulai menjaga sikap dengan Una)

Gue mulai merasa aneh gara-gara ban motor gue yang selalu bocor kalo gue hendak pulang dari
kampus. Awalnya gue pikir biasa aja. Dua hari berturut-turut gue mendapati ban depan gue bocor
karena paku payung. Di hari ketiga, gue mulai hati-hati dan memandangi setiap sudut jalan yang
gue lalui di rute kostan-kampus.

Gue perhatiin jalanan apa ada paku yang disebar atau ngak. Tapi ternyata sama sekali gak ada.
Jadi gue pikir, emang gue lagi sial aja. Eh ternyata pas pulangnya dihari itu, ban gue bocor lagi kena
paku.

Besoknya, gue coba cari jalan memutar, yang gak ngelewati rute yang biasa gue lalui. Eh ternyata
ban gue tetep aja bocor kena paku payung! Bodohnya gue, kenapa gue gak mikirin kalo sebenarnya
ini kerjaan orang yang gak senang sama gue.

Suatu siang, gue yang sengaja langsung pulang setelah kelas selesai untuk ngehindar dari Una,
mendapati ada dua orang disekitar motor gue. Gilanya lagi, orang-orang itu megangi ban depan
gue! Sontak gue hadang orang-orang itu,

"Ngapain kalian?!" Teriak gue


" "
"Kalian yang bocorin ban gue?!"
" "

"Anj*ng!" Bentak gue


Sebuah kepalan tangan gue layangkan ke salah satu dari mereka. Yang lainnya terkejut ngeliat gue
uda main fisik. Orang yang gue gebuk tadi, gue lanjut pukul secara brutal. Tiba-tiba dari belakang,
punggung gue didorong hingga gue kehilangan keseimbangan. Gue liat kebelakang, ternyata...

Spoiler for :
Ada Icung dan salah satu orang yang sempat digebukin bang Din dulu

Yang dorong gue itu temannya Icung.

"Baj*ngan, ini kerjaan elo!" Teriak gue


"Jaga mulut lo, kamp*ng!" Balas orang itu

(Kamp*ng itu artinya anak haram, bahasa Palembang kalo gak salah #CMIIW) Gue kepalkan tinju
menuju ke muka orang itu. Tapi ditepis dan perut gue dipukul keras. Gue menahan sakit, lalu batok
kepala gue dipukul lagi oleh Icung. Gue sempat jatuh dan bersandar disalah satu motor.

Gue liat disitu ada helm. Gue ambil dan gue ayunkan membabi buta. Kena sih, tapi gue gak puas
dan gak tau juga kena siapa, karena suasana menjadi ramai dan kami lerai oleh satpam parkiran.

"Ada apa ini?" Tanya satpam


"Ban saya dipaku sama mereka Pak!" Kata gue
" "

Gue liat sekilas, orang yang tadi bocorin ban gue dan Icung uda pergi entah kemana, mungkin
bersembunyi dibalik keramaian orang-orang yang ngeliat. Tinggal gue sama orang yang kemarin
digebukin bang Din.

"Dia mukul saya duluan Pak" Kata orang itu gak kalah sengit
" "

Satpam tersebut tampaknya kebingungan. Lalu beliau bertanya yang mana motor gue. Setelah gue
jawab dan diperiksa satpam itu, memang ada paku payung yang menancap di ban depan motor
gue. Akhirnya satpam itu percaya gue dan menggiring orang itu kedalam, entah kemana, mungkin
ke bagian kemahasiswaan. Sedangkan gue dibantu oleh Wawan, yang kebetulan ada ngeliat
kejadian ini, untuk menambal ban gue.

Disitu gue sekilas ngeliat Widya sama Una. Awalnya Una yang mau nolongin gue, tapi gue tolak.
#sikap
Berantem (lagi) 2

Saat gue dan Wawan lagi duduk berdua memadu kasih disebuah kedai remang-remang

Maksud gue waktu kita lagi duduk sambil nungguin motor gue yang diganti ban dalamnya. Gimana
gak diganti coba, karetnya sih masih tebel, tapi kebanyakan tambalannya . Tiba-tiba muncul dua
cecenguk didepan mata gue. Siapa lagi kalo bukan Icung sama temennya itu (yang kemarin babak
belur sama bang Din) (gue sebut aja Adi, karena sampe sekarang gue juga gak tau namanya )

Gue pikir, mereka niat banget sampe nyamperin gue kayak gini. Lagipula gue liat mereka juga
cuman berdua. Gue sih gak takut ya kalo lawan orang dua model beginian. Gue tantang aja mereka,
"Mau ngapain lagi lo? Mau bonyok lagi?!" Kata gue
"Berasa jagoan lo?!" Kata Icung

Helm yang dia pegang diayunkan ke arah gue, tapi gak kena karena gue sempat menghindar. Tiba-
tiba mas-mas tukang tambal ban,

"Hei hei! Kalo mau berantem jangan disini " Teriaknya


Aduh ganggu aja deh ini mas-mas, padahal gue pasang kuda-kuda.

"Itu dibelakang aja kalo mau pukul-pukulan, jangan ganggu usaha saya!"
Katanya sambil menunjuk ke semak-semak yang ada dibelakang.

Mungkin ini sedikit aneh kejadiannya. Tapi serius tukang tambal ban ngomong gitu dan mungkin
karena kita bertiga (gue, Icung sama Adi) yang uda kesulut api emosi, kita malah jalan kesana.
Awalnya cuman Icung dan Adi, gue masih ditahan Wawan.

"Uda boy, ngapain lo ladenin mereka" Kata Wawan


"Biar gue mampusin sekarang, mumpung panas gue" Jawab gue
"Hadeh, kayak bocah aja lo, yauda gue bantuin lah" Wawan menawarkan
"Lo disini aja jagain motor, lagian entar lo yang anter gue balik kalo gue bonyok" Kata gue

"Woi kamp*ng! Banci lo?! Mau kabur?"


Teriak Adi yang kesal mungkin karena gue masih ngobrol sama Wawan
"Gak usah bacod, gue lagi minta dia hubungin teman lo buat bilang kalo elo uda mati!"
Teriak gue diakhiri dengan tawa setan

Saat gue uda sekitar 3 meter didepan mereka

"Teman lo mana? Banci dia gak mau bantuin elo?" Kata Adi
"Baru kali ini ada banci teriak banci" Kata gue
"Bangs*t!"

Teriakan Adi diikuti satu pukulan telak ke perut gue. Tapi mungkin pas itu, gue masih seger, jadi gak
kerasa gitu pukulannya yang harusnya sih bisa bikin gue tumbang. Lalu dengan siku tangan, gue
hantam ke pipinya.

Disisi lain, terlihat Icung mengarahkan kepalan tangannya ke wajah gue. Gue merunduk lalu
menendang kakinya supaya keseimbangannya hilang. Saat dia mulai agak jatuh, gue pukul ulu
hatinya supaya dia gak banyak gerak dulu.

Icung pun terkapar, tapi karena gue yang memusatkan konsentrasi ke Icung hingga melupakan Adi,
muka gue jadi sasaran empuk pukulan Adi. Gue yang lengah dan masih memegang wajah gue yang
barusan dipukul, akibatnya sebelah tangan gue dikunci sama Adi ke belakang.

"Minta ampun gak lo?" Kata Adi


"Sampah!" Jawab gue

Tangan gue lalu ditarik agak ke atas. Ngertikan kalo misalnya tangan lagi dikunci kebelakang terus
ditarik ke atas kan rasanya agak gimana gitu sakitnya

"Gue patahin tangan lo?!" Kata Adi


"Jangan banyak bacod!"
Gue menggoyang-goyangkan badan gue secara membabi buta lalu siku tangan gue yang satu lagi
sengaja gue ayunkan secara keras supaya kena perut sampingnya Adi. Ternyata rencana gue
berhasil.

Kedua tangan gue sekarang bebas, lalu kaki gue menendang ke perut Adi. Dia terkapar memegang
perutnya. Sejurus kemudian gue tambah sebuah tendangan telak ke perut sampingnya. Gue liat dia
menahan kesakitan.

Gue berlalu ke arah Icung yang masih terkapar mengulet sambil megang perutnya. Apa pukulan ulu
hati gue tadi keras banget ya sampe dia belum bisa bangun? Entahlah, yang pasti gue duduk
diatasnya dan satu bogem gue arahkan ke mata kanannya. Pengalaman gue sih itu sakit banget.
Karena selain kena pukulan dimata, kepala belakang kita juga beradu ke lantai. Uda sakit, pusing
lagi.

Gue tarik kerah bajunya,

"Lo mau nyari masalah lagi sama gue?!" Teriak gue


" ... "
"Jawab lo bab*! Tadi sok jagoan hah?!"
Gue tambahin satu pukulan lagi dimata yang tadi

Icung masih diam,

"Kalo lo nyari masalah lagi, gue patahin gigi lo!"


Gue tampar dan ludahi dia, lalu gue berlalu ke arah Adi

Gue liat dia masih mengulet ditanah, sepertinya menahan sakit.


Karena gue baik hati, gue injek mukanya.

"Sakit? Makanya gak usah sok jagoan!" Kata gue

Gue tambahin bonus buat Adi. Satu tendangan lagi diperut sampingnya. Gue berjalan ke arah
depan, disitu ada mas-mas tukang tambal ban, Wawan, serta beberapa orang yang ngeliat gue.
Gue pasang wajah cool mengarah ke mas-mas tukang tambal

"Motor saya sudah selesai mas?" kata gue cool


" " Dia terpesona melihat gue
" " Gue kebingungan karenanya
"Oh sudah mas" Jawabnya gugup

Oke ini bohong. Aslinya gue tiba-tiba ngerasa sakit didaerah perut. Gue lalu minta air minum ke
mas-mas itu. Setelah gue minum beberapa teguk dan gue ngerasa agak baikan, gue keluarin duit
100ribu dari dompet, terus gue kasih ke mas nya.

"Ini buat ongkos gantinya mas" Kata gue menyerahkan duit


" (tangan mas nya menerima) "
"Sama itu mas, tolong orang dua dibelakang itu dibantu"

Karena emang kedai tambal ban ini masuk ke gang-gang gitu. Jadi lumayan sepi dan agak jarang
orang lewat. Lagian yang ada dikedai itu cuman gue sama Wawan, gak ada pengunjung lain.

Gue pun pergi dari tempat tambal ban ini bersama Wawan. Sebelumnya, kita putuskan untuk
mengisi perut dulu di salah satu warung makan deket situ. Disitu gue cari cermin untuk ngeliat
bentukan muka gue, tapi ternyata gak ada. Gue tanya Wawan, katanya sebelah pipi gue bagian atas
merah. Pas gue pegang memang agak sakit. Ini sih ujung-ujungnya lebam. Lama-lama kegantengan
gue bisa hilang kalo berantem kena muka melulu.

Siang itu, gue cerita ke Wawan tentang kenakalan gue waktu SMP dulu. Yang suka berantem,
tawuran, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Gue sih gak pernah belajar semacam pencak silat atau bela
diri, gue cuman sering ngeliat orang berantem aja, terus gue praktek sendiri. Menurut gue, intinya
adalah pinter-pinter nyari kesempatan buat mukul lawan sama berani doank. Ada satu statement
Wawan siang itu yang bikin gue rada gimana gitu,

"Muka lo kemayu, gak ada tampang-tampang premannya. Tapi ngeliat lo berantem tadi, uda persis
kayak orang kesetanan. Lo dipukul kayak gak berasa apa-apa, tapi sekali lo mukul, orang-orang
tepar" Katanya

Gue cuman bisa senyum sombong mendengarkan kalimat ini

"Kalo orang gak kenal sama elo trus kenalan, pasti mikirnya lo homo. Tapi ternyata kelakuan lo
dibelakang parah juga. Wajah emang menipu hahaha" Lanjutnya

Gue cuman bisa menghela napas


Kalimat penutupnya ternyata gak enak didengar

Spoiler for info:


Kalo ada yang merasa adegan pukul-pukulan ini terlalu detail dan terkesan fiksi, emang ini
pengembangan dari gue kok. Tapi intinya ya begitu, mereka babak belur
Lalu ada beberapa komen yang bilang, kenapa gue gak minta bantuan bang Din ato anak kostan
gue. Pertama, gue gak mau ngerepotin mereka. Kedua, malulah gue kalo dikit-dikit minta bantuan
mereka. Dan yang ketiga, gak mungkin bang Din turun tangan bantuin gue, karena setelah kejadian
yang dia berantem gara-gara cewek itu, beberapa hari setelahnya, beliau gak keliatan dikostan
sampe beberapa bulan kedepan. Gue gak tau dia kemana dan ngapain.
Buat lomba banner page one, pemenangnya agan qhieew, hasilnya bisa liat di page one
Pulsanya nyusul ya, lagi diurus bini hehehe. Karena gue ragu kalo isi via internet banking, soalnya
nomor agan axis, tak ada pilihannya hahaha

Berantem (lagi) 3
Gue balik ke kostan setelah mengisi perut. Gue mandi, lalu tidur siang bentar. Gue terbangun
karena ada ketukan di pintu kamar gue. Setelah gue buka pintu, ternyata ada sosok mas Ujang,
penjaga kost, berdiri disana.

"Mas Jeki, itu dipanggil Ibu ke rumah" Katanya


"Kenapa mas?" Tanya gue dengan kepala masih berat
"Gak tau mas, katanya disuru kesana sekarang"
"Yaudah mas, makasih ya"

Pemilik kost gue emang gak tinggal satu bangunan dengan kita, anak-anak kostan. Rumah beliau
jaraknya sekitar 2 blok dari kostan. Setelah gue ganti kaos tanktop dan celana gemes
gue dengan kaos dan jeans seadanya, gue jalan ke rumah Ibu kost.
Gue dipersilahkan masuk oleh anak beliau dan diantar menuju ruang tamu. Alangkah terkejutnya
gue ternyata disana ada satu keluarga jin lagi berkumpul. Maksud gue ada bokap nyokapnya
Icung dan si Icung sendiri. Gue liat-liat ternyata orangnya babak belur juga akibat ulah gue.

Tiba-tiba si emak-emak heboh (emoh) ini ngomong,

"Oh ini orangnya, dasar tidak tahu diri ya kamu. Kenapa kamu pukul anak saya? Kamu mau
dikeluarkan dari kampus?" Katanya
" "

Tuh kan bener perkiraan gue kemarin. Pasti ulah dedemit tua ini yang mendasari gue kena surat
peringatan kemarin. Gue yang masih berdiri dilorong masuk, akhirnya dipersilahkan duduk oleh ibu
kost gue. Awalnya gue ditanyain ini itu sama Ibu kost. Pas gue baru jawab, eh uda dicela sama
emoh. Sampe gue uda gak tahan.

"Bu, kalo orang ngomong, tolong diam dulu" Kata gue


" "

Seisi ruangan ini tampak terkejut karena perkataan gue. Gue juga sebenarnya gak bermaksud tidak
sopan kayak gini. Tapi kondisi gue saat itu, yang kepala masih berat karena kurang tidur, terus
tingkah laku emoh yang asal nyerempet aja. Mana bisa sabar gue?!

"Kurang ajar kamu!" Kata emoh


"Saya kurang ajar, Ibu lebih kurang ajar lagi"

Kata gue datar dan gelonya, gue masih sempat menunjukkan jempol ke arahnya (dalam tradisi
Jawa, nunjuk orang pake telunjuk itu kurang sopan, lebih sopan pake jempol).

" "

Emosi lah si emoh ini, tapi masih disuru diam sama Ibu kost gue karena mau dengar penjelasan dari
gue. Suami yang disebelahnya juga kayak nahan-nahan istrinya supaya gak buat malu.

"Jadi kenapa kamu mukul si Icung?" Tanya Bukost

Disinilah gue bisa menceritakan dengan damai. Gue ceritain kalo Icung dkk uda bocorin ban motor
baru gue selama beberapa hari. Tadi siang, gue tangkap basah mereka. Awalnya emang mau gue
pukul karena emosi, tapi ditahan sama satpam kampus. Disini gue agak mengarang cerita

"Tadi kan sudah dilerai sama satpam Bu, lagipula saya pikir pasti kampus memberi hukuman yang
setimpal. Saya juga sudah tidak mempersalahkan ataupun menyimpan dendam. Tapi ketika saya
lagi nambal ban, saya didatangi dia dan temannya. Saya juga dipukul duluan Bu, kalau tidak saya
balas, bodoh donk saya?" Jelas gue

Mana pernah gak gue permasalahin. Dendam gue mah dendam kesumat sama orang-orang itu!

"Disitu, saya dikeroyok dua orang. Saya sudah babak belur duluan. Nah ada orang-orang yang
lewat dan kebetulan melihat kejadian itu, mereka yang memukul Icung dan temannya. Saat itu, saya
sudah diselamatkan sama tukang tambal ban" Lanjut gue

"Mungkin mas-mas tukang tambal ban itu yang manggil massa, karena kasihan melihat saya dipukul
dua orang" Tambah gue seadanya
" "

Icung tampak terkejut, ketika ditanyain sama bokapnya, dia bilang kalo gue yang mukul dia sama
temannya sampai babak belur seperti itu. Gue, yang dianugerahi otak licik seantero jagat ini,
mengarang cerita yang lain.

"Pak, bapak pikir aja pake logika" Sambil tangan gue menunjuk kepala
"Apa mungkin dua lawan satu, terus yang menang itu yang sendiri? Gak mungkin kan? Kalau Bapak
melihat orang lagi berantem dijalanan, ada dua lawan satu dan satu orang itu sudah terkapar sakit
dilantai. Bapak yang gak tau apa-apa pasti bakal melihat kejadian yang sama seperti yang saya
alami. Jadi bukan saya yang memukuli Icung, tapi saya dipukuli anak bapak dan dia dipukuli massa"
Kata gue panjang lebar

Icung masih mengelak, nyokapnya juga membelanya

"Mana buktinya?" Kata emoh


"Saya bisa telpon teman saya untuk membuktikan kalo anak Ibu yang salah. Kebetulan tadi ada
teman yang menemani saya ketika menambal ban" Jawab gue dengan tatapan mata meyakinkan

"Lagipula Bu, Ibu bisa lihat sendiri. Sebelumnya saya mohon maaf. Luka lebam saya cuman di
sekitar pipi kan? Sedangkan anak Ibu lebih banyak luka lebamnya. Itu sudah membuktikan kalo
anak Ibu emang dipukul massa, bukan saya. Dan itu juga karena kesalahan anak Ibu sendiri, cari
masalah ditengah keramaian"

Setelah penjelasan gue yang cukup meyakinkan. Akhirnya Icung ditanyain bokapnya kenapa dia
bohong. Dia gak bisa menjawab. Lalu ditanya kenapa dia bocorin ban gue. Awalnya sih dia gak
ngaku, akhirnya dia ngaku juga kalo dia masih dendam sama gue gara-gara gue patahin tangannya
beberapa bulan yang lalu.

Terus setelah diusut, sampailah kita pada kejadian perkara futsal dulu. Icung bilang kalo gue
mainnya kasar. Terus gue dengan kalimat yang menurut gue ampuh banget, yaitu

"Saya punya buktinya kalau Icung yang kasar, saya bisa telepon teman saya, dan Icung juga bisa
telepon temannya, supaya bisa jadi saksi, siapa yang mainnya kasar."

Entah ini anak jarang bohong, gak punya bakat akting, ato kepalanya uda gue pukul sampe jadi
bodoh, akhirnya terbongkarlah semua kebohongan Icung ke orang tuanya mengenai gue.
Penjelasan gue yang setengahnya fakta dan setengahnya lagi ngarang (tapi tetap sesuai logika),
bisa menyudutkan Icung. Yang lucu adalah si emoh sampe gak bisa ngomong apa-apa lagi. Terus
Bokapnya juga karena merasa sudah malu, akhirnya pamit pulang.

Tinggallah gue sendiri diruang tamu sama Bukost. Beliau meminta anaknya untuk mengambil obat
oles buat luka lebam gue. Lalu beliau juga mengatakan sesuatu ke gue,

"Jangan terlalu diambil hati orang seperti itu, memang kelakuan orang kaya itu ada-ada. Sudah
salah, tidak minta maaf, malah main pergi"

Gue juga ditanya apakah gue mau ke dokter atau tidak. Gue bilang ngak dan gue pamit pulang
karena ada tugas yang mesti gue kerjain. Padahal sih gue mau lanjutin tidur lagi..
Conclusion 1
Spoiler for :
Suatu hari dibulan Maret, bertepatan dengan hari ulang tahun gue.

Birthday buat gue bukanlah sebuah hari yang spesial. Hari ulang tahun itu layaknya seperti hari-hari
biasa. Gue gak pernah merasa excited akan hal ini. Tidak terkecuali hari ini...

Tiba-tiba dihadapan gue berdiri seseorang. Dia masih tetap manis seperti dulu, seperti saat pertama
kali gue jatuh hati padanya. Lesung pipinya memberi kesan hangat dan bersahabat bagi siapapun
yang melihatnya.

"Sugeng Tanggap Warso, Jek "


Kata Widya sambil mengarahkan telapak tangannya ke gue
" "
Gue kebingungan karena gak mengerti apa yang barusan dikatakan Widya

"Selamat Ulang tahun Jekii, hehe" Kata Widya manja


"Ohh hehe makasih ya"
Gue senyum lalu membalas jabat tangannya

Dibelakangnya, Wawan kemudian menepuk pundak gue

"Boy! Makan mana kita nih? Kalo gak traktir, gak gue doain lo haha" Kata Wawan
" "

Gue cuman bisa tertawa mendengar perkataan Wawan. Tapi seketika itu juga rasanya berubah jadi
aneh, karena gue tau setelah giliran Wawan mengucapkan selamat ke gue, maka tibalah giliran...

Sebuah tangan kembali diarahkan ke gue. Empunya tangan tersebut sedang memberikan senyum
terbaiknya (menurut gue).
Gue jabat tangan itu, rasanya hangat. Kenapa baru sekarang gue merasa hangat ketika
bersentuhan dengannya. Kenapa dulu tidak? Aneh...

"Selamat ulang tahun Jek" Kata Una


"Makasih ya" Gue balas dengan senyum

Una.
Tidak ada lagi canda tawa seperti dulu. Tidak ada lagi saling melempar gombalan. Tidak ada lagi
kontak fisik antara gue dengan dia. Sekarang kita hanyalah sebatas teman. Hm, mungkin teman
terlalu berlebihan, kita hanyalah orang yang saling kenal. Benar-benar berbeda 180 derajat
dibanding dulu.

***
Kita sedang makan-makan dikantin. Gue mentraktir ketiga teman gue ini karena hari ini adalah hari
ulang tahun gue. Gue duduk disebelah Wawan, diseberang gue ada Una dan Widya disebelahnya.
Acara makan-makan ini, kalau boleh gue bilang, terjadi dalam suasana yang lumayan hening.

Keliatan banget kalo yang aktif ngomong dan ngebanyol itu cuman Wawan. Gue masih tetap dingin
terhadap Una. Disisi lain, Una juga tau kalo gue menjaga jarak dengannya. Dia sendiri juga gak
banyak omong. Benar-benar kondisi yang kontras dibanding dulu.

Mungkin benar adanya kalo lebih baik sahabat karib tidak jatuh dalam jebakan cinta. Semua akan
terasa berbeda jika semua berakhir. Gue tau kalo Widya menangkap sikap dingin gue, karena itu dia
berusaha mendekatkan gue kembali dengan Una. Tapi gue tetep keukeuh dengan pendirian gue.

Gue gak bisa bercandaan dengan Una seperti dulu lagi. Gue takut malah akan jadi sakit sendiri.
Belum lagi dari sisi Una. Dia juga pasti akan merasa terganggu atau risih dengan rasa yang gue
punya ke dia? Setidaknya ini menurut gue.

Makan siang hari ini hambar...

***
Malamnya, saat gue sedang asik dengan bacaan gue, tiba-tiba hp gue berdering, tanda ada sms
yang masuk.

"Hi, Happy Birthday ya " dari unknown number

Gue melihat-lihat nomor hp yang tertera dilayar. Gue coba menerka-nerka siapa yang mengirim
pesan ini. Gue coba mengingat kira-kira siapa yang sudah tukaran nomor hp dengan gue tapi belum
gue save di phonebook. Tapi gue blank.

"Makasih, siapa ini?" to unknown number


"Rahasia " from unknown number

Sialan. Kenapa pake rahasia segala. Akhirnya gue punya ide untuk nelpon. Siapa tau gue kenal
suaranya. Gue tekan tombol dial ke nomor ini.

"tuut.. tuut.. tuuuut......" telepon dimatikan sepihak


"Sial" Gerutu gue dalam hati

Gue coba telpon sekali lagi...


"Halo"
Terdengar suara seorang wanita diujung sana.
Gue coba mengingat-ingat suara siapa ini.

Tapi anehnya, pikiran pertama gue tertuju ke Una. Apa ini suara Una? Kayaknya bukan. Tapi
kenapa gue malah berpikir bahwa ini adalah Una?

"Ini siapa ya?" kata gue


"Kan uda dibilang tadi rahasia"

Suaranya sih terdengar centil. Apa mungkin Una? Sebentar. Kenapa gue jadi lupa seperti apa suara
Una kalo di telepon. Kalau begini, bagaimana bisa gue membandingkan suara ini dengan suara
Una? Shit!

"Serius donk, ini siapa?" kata gue agak kesal


"Jangan marah donk hihihi"

Gue sengaja diam. Cukup lama. Suara diseberang sana terus menerus mengatakan "halo", tapi
tidak gue gubris.

"Maaf, maaf, Kenalin, aku Mia" akhirnya ngaku


"Mia siapa?" tanya gue penasaran

Akhirnya dia ngaku juga kalo dia adalah anak kampus gue. Seangkatan sama gue, tapi beda
jurusan. Dia kenal gue waktu ospek dulu, tapi emang kita belum pernah kenalan. Dia dapat nomor
gue dari teman ospek dia yang satu jurusan sama gue.

Setelah itu kita cuman ngobrol-ngobrol bentar, lalu gue mengakhiri telpon karena gue rasa kita
terlalu banyak diam. Gue sendiri bukan tipe orang yang terbuka terhadap orang yang baru dikenal.

"Yauda, lanjut sms aja ya Jek hehe" dari Mia


"Ya" jawab gue datar

Kurang kerjaan banget sih gue pikir ni orang. Dia bisa ngucapin selamat ulang tahun ke orang yang
gak dia kenal. Buat gue ini aneh. Tapi bodohnya, gue gak nanya, darimana dia tau gue ulang tahun
hari ini.

Setelah itu, kita lanjutkan dengan sms-sms gak penting. Seharusnya sih, gak gue gubris kalo ada
tipe-tipe orang seperti ini. Tipe-tipe yang ngajak kenalan secara random gini. Tapi ada satu hal yang
bikin jari gue terus mengetik dan membalas pesannya. Bahasanya Mia dalam sms itu persis seperti
Una. Dari singkatannya, caranya menulis, pokoknya semua sama plek!

Rasa rindu akan masa lalu gue dengan Una, saat-saat kita saling mengirim pesan berisi hal-hal
tidak penting seperti ini, membuat gue kembali larut dalam permainan yang baru
Conclusion 2
Lambat laun, gue makin dekat dengan Mia. Doi orangnya cantik kok, tapi Mia kalah total dari
Una. Una is perfect, but Mia is almost perfect. Rambut mereka sama-sama panjang. Wajahnya juga
ayu. Tingginya kalah dikit dari Una. Cuman gue memakai kacamata Una ketika melihatnya. Gue
sering merasa kecewa, kenapa Mia bukan Una. Gue buta karena kenangan masa lalu gue.

Semua yang gue lakukan dulu bersama Una, gue lakukan juga bersama Mia. Makan siang bareng,
dinner bareng, jalan bareng, everthing. Mungkin gue sudah terobsesi dengan Una. Bahkan gue
sering meminta dia mengganti sedikit cara dia sms maupun berbicara menjadi seperti Una.
Memintanya berpakaian layaknya Una. The fact is Mia sedikit lebih girly daripada Una, tapi gue
menyarankan doi untuk memakai hoodie, jeans, dan sneakers. Gue bilang lebih bagus seperti itu.
Mia tidak pernah curiga maupun protes, dia melakukannya seperti yang gue minta.

***
Suatu hari ketika gue sedang jalan dengan Mia di Mall. Selama ini, gue gak berani gandeng tangan
doi ataupun bersentuhan secara fisik. Tapi hari ini, dia terlihat seperti Una dimata gue. Kebiasaan
Una mengikat tinggi ekor kuda rambutnya, dan Mia melakukannya seperti itu.

"Mi, aku boleh gandeng tangan kamu?" Bisik gue ke Mia


" " doi terkejut
" (gue menunggu jawabannya) "
" "

Wajahnya blushing sambil mengangguk.


Gue menganggap itu tanda setuju darinya.
Gue sentuh kulit telapak tangannya,
menyusup diantara jemari-jemarinya.

Gue puas. Dalam hati gue merasa menang, karena Mia telah menjadi Una pada akhirnya.

"Rambut kamu bagus" Bisik gue lagi


" "

Mia lagi-lagi blushing karena pujian gue..

***

Disettingan waktu yang lain. Ketika gue dan Mia sedang jalan berdua disebuah Mall baru yang
super mahal di Jogja. Gue gak punya firasat apa-apa sebelumnya, tapi tiba-tiba gue merasa wanita
disebelah gue ini, bukanlah wanita yang gue harapkan.

Karena didepan pandangan mata gue, terpampang sosok wanita yang sebenarnya gue harapkan.
Disitu ada Una. Dia berpakaian selayaknya wanita. Kontras dengan caranya berpakaian seperti saat
dulu bersama gue. Rambut panjangnya dibiarkan terurai. Gue sakit.

Ada sosok lain disebelahnya. Mas Anton. Walaupun mereka tidak bergandengan tangan, tapi
mereka jalan bersebelahan. Disekitar memang ada beberapa orang yang sering gue liat dikampus,
mungkin kakak angkatan? Gue gak peduli, karena pusat perhatian gue cuman Una dan Mas Anton
disebelahnya. Gue melihat dengan mata kepala gue sendiri dan gue percaya dengan apa yang gue
lihat. Sialnya, gue sakit hati karenanya.

Una juga ternyata melihat gue. Dia tersenyum ke arah gue. Begitu juga dengan mas Anton. Tapi
gue gak membalas senyum mereka. Apa perlu gue balas? Rasanya ngak. Gue gak punya
kewajiban untuk melakukan. Akhirnya kita berpapasan karena masing-masing dari arah yang
berlawanan. Gue sama sekali tidak memalingkan wajah ketika kita bertemu. Gue marah dan gue
gak sanggup untuk melakukannya.

Wanita yang ada disebelah gue, dia mengeratkan pegangan tangannya ke gue. Entah apa
maksudnya, mungkin dia mengerti kalo gue sedang sakit hati dan dia berusaha untuk
memenangkan diri gue. Sayangnya, dia gagal. Gue kalut dengan perasaan gue sendiri.

***
Kita sedang dinner setelah kejadian itu. Gue lebih banyak diam. Mia mungkin capek karena gue
cuekin, akhirnya doi bertanya ke gue.

"Mantan kamu, uda jadian lagi ya?" Katanya pelan.


" " Gue melihat dia tajam
"Maaf, aku gak maksud"
Terlihat raut kekecewaan diwajahnya.

"Gpp kok, dia bukan mantan aku"


Kata gue datar, karena gue sudah terlalu kecewa dan marah ke Una.

" "

"Tadi itu, Una kan?" Tanya dia tidak percaya dengan kalimat gue barusan
"Iya, dia bukan mantan aku" Jawab gue
"Kamu marah karena dia uda jadian?"
"Ngak, aku memang gak pernah punya perasaan sama dia"

" "

"Maksud kamu?" Mia bertanya lagi

Akhirnya gue ceritain semua ke Mia, kalo dulu gue sama Una cuman pura-pura jadian karena Una
gak suka dideketin sama kakak kelas. Gue sengaja memberi penekanan kalo dia yang meminta
gue, bukan gue yang meminta kepada dirinya. Tapi sekarang lihat apa yang terjadi, dia menjilat
ludahnya sendiri.

Gue mengatakan ini karena tidak terima dengan sikap Una ke gue. Gue benar-benar gak terima!
Setelah yang gue lakuin ke dia, apa yang gue dapat? Gue bahkan gak dapat apa-apa, sedikit
penjelasan dari dia pun tidak. Tiba-tiba dia sudah jalan dengan orang lain. Dari caranya berpakaian
dan caranya berbicara dengan lawan bicaranya, gue mendapat jawaban yang gue harapkan secara
tersirat dengan cara yang kejam.

"Ahhh, tau gitu kita kenalan dari dulu ya Jek" Kata Mia
" " Gue terkejut dan melihat Mia
" "
Mia tidak sadar dengan apa yang barusan dia katakan, tapi gue mendengarnya jelas sekali.

"Hehehe, aku boleh jujur gak?" Kata Mia


"Silahkan"
Jawab gue karena penasaran dengan kalimat dia barusan
"Aku udah suka kamu sejak ospek dulu.." Kata Mia terbata-bata

"Tapi aku gak berani ngajak kenalan, kan aku cewek. Ehh ternyata kamu jadian sama Una"
Lanjutnya lagi

Gue terkejut dengan pengakuan Mia barusan. Gue diem cukup lama. Terjawab sudah kenapa dia
berani mengucapkan selamat ulang tahun ke gue kemarin-kemarin. Karena dia juga bisa melihat
dengan matanya sendiri kalo gue dan Una sudah menjauh. Itu artinya kita sudah "putus" dan
kesempatan buat dia akhirnya datang juga.

Gue diam cukup lama, dan nampaknya Mia menunggu respon dari gue.
Karena gue gak peka, Mia akhirnya mengatakan,

"Lalu Jek? Kalo... hm..."

Mia tidak menyelesaikan kata-katanya, karena dia sepertinya malu untuk mengatakannya.
Gue pernah dikondisi seperti dirinya, gue tau gue harus ngapain.

"Aku juga rasanya suka sama kamu" Kata gue tegas


" " Mia tersenyum

"Tapi.." Gue memberi penekanan


" "

"Tapi rasanya terlalu cepat kalau kita jadian sekarang. Mungkin kita butuh pendekatan lagi" Kata
gue mengakhiri

"Iya aku ngerti kok, makasih ya Jek" balas Mia

Gue memberi sebuah senyum kepadanya.

Mi, rasanya waktu selalu salah buat kita berdua ya?


Maaf

Conclusion 3

"Sayang, entar malem mau makan apa?" to Mia


"Terserah kamu aja, yank" dari Mia
"Nyobain sate di xxx yuk" to Mia
"Hayuk deh hehehe" dari Mia

Sejak pengakuan Mia kemarin, hubungan kita jadi makin intens. Kita mulai manggil sayang.
Awalnya sih Mia yang mulai, eh keterusan deh kita. Gue pribadi, belum ada rencana untuk nembak
Mia dalam waktu dekat, tapi sudah ada dalam bayangan, kalo gue bakal nembak dia ketika
semester ini berakhir. Hopefully..

***
Tidak terasa waktu berjalan sangat cepat, tiba-tiba uda bulan Mei. Berarti sebulan lagi bakal ujian
akhir dan libur panjang antar semester. Disuatu siang hari, ketika mata kuliah gue uda selesai, gue
sedang berjalan ke parkiran.
"Jek!" teriak seseorang
" "

"Boy! Sini lo!"


Ahh, ternyata Wawan sedang makan dikantin.

Ketika gue mendekati dia, dari jauh gue sudah melihat kalau disitu juga ada Widya, Una, dan mas
Anton.
" "

Gue males kalo melihat Anton dan Una seperti ini. Mereka emang tidak begitu sering terlihat berdua
ketika di kampus, tapi dari gerak-gerik Anton, kelihatan jelas kalau dia emang lagi pendekatan
dengan Una. Sialnya, Una terlihat tidak menolak sama sekali.

"Dicariin dari tadi, susah banget ketemu elo sekarang"


kata Wawan ketika gue sudah berdiri didepannya.
"Kenapa?"
tanya gue dingin karena ada Una disana

"Noh, biar yang punya acara aja yang jelasin" Kata Wawan menunjuk Una
"Hehehe, lagi sibuk Jek?" Una menyapa gue ramah
"Mungkin sibuk, kenapa?" suara gue sedikit tidak bersahabat
" " Widya melihat gue keheranan

Una menyenggol tangan Anton. Anton melihat Una. Una seperti menyampaikan pesan kepada
Anton lewat tatapan mata. Lalu Anton mulai membuka mulut dan berbicara ke gue

"Gini jek, gue sama Una mau traktiran" Kata Anton


" "
"Traktiran jadian gitu hehehe" Lanjut Anton
" "

Tiba-tiba kalimat tadi bergema ditelinga gue. Menutupi suara bising kantin dijam makan siang.
Jantung gue berdegub kencang. Pikiran gue berusaha menyangkal apa yang barusan gue denger.
Hati gue berharap bahwa dia bohong.

"Jadi gak sibuk kan Jek kalo acara makan-makan?" Kata Anton diakhiri senyuman ngejek

Apa maksudnya senyum itu? Dia ingin terlihat lebih superior daripada gue? Memang benar kalau dia
yang memenangkan hati Una, sedangkan gue kalah. Gue berteriak dalam hati, gue gak butuh
traktiran makan lo! Dasar sampah!

"Iya Jek, duduk dulu lah" Kata Una kemudian

Gue menatap jijik ke arah Una. Apa-apaan sikap seperti ini? Dulu dia bilang tidak suka dideketin
kakak angkatan. Silahkan liat sendiri, dia jadian dengan siapa. Kalau emang dia gak punya rasa ke
gue, ngapain memberi harapan ke gue? Una mempermainkan gue. Sekarang, dia depan gue
dengan raut wajah sok bersahabat seperti ini. Dasar wanita munafik!

"Sori gue gak bisa, ada kerjaan"


Jawab gue singkat, lalu gue memalingkan wajah

"Kapan lagi makan siang gratis Jek? "


Wawan coba merayu gue dengan candaan

"Gue bisa beli makan siang gue sendiri"


Kata gue memberi penekanan diakhir, lalu berlalu dari mereka

Kalimat terakhir gue cukup jelas. Semoga mereka, terutama Una, menangkap maksud gue. Gue
rasa dia tidak bodoh untuk menangkap kebiasaan gue kalo sudah mengatakan hal-hal kurang enak
didengar seperti tadi.

Gue pulang dengan suasana hati buruk. Disatu sisi, gue marah dengan Una. Sangat sangat marah.
Gue merasa dipermainkan olehnya. Apa dia merasa dirinya terlalu cantik? Betul, dia memang luar
biasa cantik. Wajar kalau para pria jatuh hati kepadanya, termasuk gue sendiri. Gue pikir, dia tipe
wanita yang baik, tidak memandang dari segi materi. Ternyata Una sama saja seperti wanita cantik
lainnya. Menjual kecantikan untuk kenikmatan materi semata.
(fyi, Anton bawa mobil sedan ke kampus)

Namun disisi yang lain, dialam bawah sadar, sejujurnya gue masih mengharapkan Una. Oke kali ini
gue jujur. Gue sudah menyimpan perasaan kepada Una sejak dia membelikan gue kopi tiap pagi.
Gue tersentuh dengan kejenakaannya, tingkah lakunya, ceplas ceplosnya. Tapi gue sadar diri, gue
tidak pantas dengan Una. Dinilai dari barang-barang yang melekat dibadan kami masing-masing,
ketahuan ketimpangan antara kita berdua. Karena itu gue menyimpan perasaan gue, sampe gue
membuktikan sendiri kalau Una mau diajak gue jalan walaupun hanya memakai motor. Gue mulai
melihat dia wanita yang baik, berbeda dengan wanita cantik tak berhati lainnya.

Damn! Gue gak tau harus gimana supaya diri gue tenang. Nafas gue sudah terlalu berat karena
terus disesaki asap tembakau daritadi.
Conclusion 4
"tok..tok..tok.." suara pintu kamar gue diketuk

Gue diem tidak bergerak untuk membuka pintu. Gue sedang tidak mau diganggu. Pikiran gue
sedang kalut.

"Jek! Buka pintu, ini gue Wawan"


" "

Ngapain dia disini? Palingan mau menanyakan soal tadi siang. Gue biarkan saja. Palingan dia juga
pergi kalau tidak ada jawaban dari kamar gue.

"tok...tok...tok..." suara pintu gue diketuk lagi tanpa henti.


"Gue tau lo didalem Jek!" Teriaknya

Gue mulai terganggu dengan suara pintu yang diketuk ini. Akhirnya gue buka.

"Lo ngapain?! Banyak bener asap rokok!" kata Wawan mengibas-ibaskan mukanya
"Mau ngapain lo?" Tanya gue tidak senang
"Uda lama gak main ke kostan lo, jadi gue mampir bentar" dia berusaha ramah
"Gue lagi gak mau diganggu" Kata gue

Kita debat cukup lama. Akhirnya gue kalah debat dengan Wawan, gue izinin dia masuk. Lalu dia
mulai bertanya ke gue kenapa gue bersikap seperti tadi siang didepan Una.

"Gue suka sama Una" Gue jujur


"Lo bilangnya suka, tapi pedekate sama Mia, omongan lo gak bisa dipercaya" Kata Wawan
meremehkan gue
"Maksud lo apa?" Gue mulai naik pitam
"Loh, bener kan? Lo emang pernah pedekate ke Una?" Tanya dia

"Pernah" kata gue singkat


"Kapan? Gak usah bohong, lo sama sekali gak usaha"

Gue cerita ke Wawan kalo gue uda pernah bilang suka ke Una, tapi tidak direspon oleh Una pas
Valentine. Gue malah dicuekin beberapa hari. Setelah itu, Una yang memulai komunikasi lagi,
layaknya gak pernah terjadi apa-apa. Wawan terkejut dengan pengakuan gue ini.

"Una bilang, lo gak ada usaha buat deketin dia?" Tanya Wawan kebingungan
" "

Gue terkejut dengan apa yang dikatakan Wawan barusan. Berani-beraninya Una mengatakan hal
seperti ini? Dia buta? Bodoh? Atau tidak punya hati? Gue bener-bener gak habis pikir. Apa gue gak
ada harganya dimata Una? Gue cuman kayak kotoran buat dia?

"Munafik tuh cewe!" Kata gue setengah berteriak


"Yaudah sabar Jek.. Lo bukannya lagi deket sama Mia?"
"..."

Dari Wawan gue tau kalo Una ditembak Anton ketika ulang tahunnya. Dasar cewek murahan.
Selang waktu dari gue dekat dengan dia, lalu dia ditembak Anton, itu cuman 3 bulan. Segitu
gampangnya dia ngelupain gue? Emang benar, kalo gue gak pernah ada didalam pikirannya. Gue
jatuh cinta ke orang yang salah.

***
Malamnya, gue disms sama Mia buat dinner bareng, tapi gak gue bales. Gue ditelpon olehnya, tapi
gak gue angkat. Gue silent hp gue. Gue bener-bener gak mau diganggu.

Ketika malam sudah agak larut, ternyata banyak sms yang masuk dari Mia. Salah satunya,

"Kalau aku ada salah, aku minta maaf yank. Tapi jangan cuekin aku gini. I love you..." dari Mia
"Aku lagi gak mau diganggu. Maaf" to Mia

Emosi gue benar-benar gak stabil saat itu. Otomatis, gue yang menganggap bahwa Mia adalah
Una, mengakibatkan gue membenci Mia tanpa sebab. Bodoh dan tidak logis ya? Persetan! Gue gak
peduli pendapat orang lain! You're not my ass! Gue suka Mia karena gue sudah merubah Mia
menjadi Una! Dalam hati dan imajinasi gue, dia adalah Una. Perasaan gue ke Mia, bukan karena dia
adalah Mia yang sebenarnya, tapi karena dia bersikap seperti Una! Tapi sekarang, gue benci Una.
Gue gak pernah kenal dengan seseorang yang bernama Una!

Beberapa hari Mia terus menerus berusaha menghubungi gue, tapi gue selalu menghindar atau
menolak. Sampai ketika gue sudah merasa risih dengannya, gue kirim sebuah pesan singkat untuk
Mia,

"Tolong gak usah sms atau telpon aku lagi, aku terganggu dengan kamu. Thanks" to Mia
Gue gak peduli betapa sakit hatinya Mia saat itu. Gue rasa dia pantas menerimanya. Una telah
membuat gue sakit hati duluan. Jadi, Mia, yang dimata gue adalah Una, juga harus merasakan sakit
hati seperti yang gue rasakan.

"Mungkin dimata kamu, aku cewek gampangan dan gak punya harga diri. Aku duluan yang nyatain
perasaan ke kamu. Aku yang ngejar-ngejar kamu. Cuman aku yang sayang ke kamu, sedangkan
kamu gak pernah ngerasa apa-apa ke aku. Maaf sudah mengganggu" dari Mia

Mi, boleh gak aku minta maaf sekarang?


Maaf atas perlakuan aku dulu,
Aku sedang diluar batas logika dan hati manusia

> Side Note


What's up?

Gak terasa, uda dua bulan gue menulis disini, Ternyata sulit ya kalo harus menceritakan segala
sesuatu agar terlihat nyambung. Belum lagi mengorek rasa dan ingatan gue tentang apa yang
terjadi dulu. Jujur aja, kadang gue bingung sendiri karena gue lupa kejadiannya. Gue cuman tau
kalo dulu terjadi seperti ini, lalu berakhir seperti itu, tapi apa yang terjadi ditengah-tengah awal dan
akhir kejadian, gue lupa total. Akhirnya gue harus improvisasi dikit. Gak jarang gue sering tersesat
dan buntu kalo mau update. Kalo ada teman-teman yang peka, ada beberapa part yang terlihat
dipaksakan buat gue publish. Baik segi konten, cara penulisan, alur, semua kacau. Feel jadi hilang.
Gue minta maaf ya. Tapi kalo gak ada yang ngerasain, gue bersyukur deh.

Banyak yang reply komen untuk nanyain, kapan cerita ini bakal berakhir ato ending. Hemm..
Jawabannya masih lama. Iya, gue tau kalo terlalu banyak part cuman untuk menceritakan tahun
pertama kuliah gue. Tapi balik lagi seperti yang gue bilang pas pertama kali gue bikin trit ini. Gue
mau menuliskan semua kejadian yang terjadi selama gue kuliah. Supaya mereka abadi. Jadi dimasa
depan, gue bisa nostalgia lagi tentang kenangan itu. Supaya gue gak lupa semua kejadiannya.
Soalnya sekarang uda mulai-mulai agak lupa.

Part conclusion emang sengaja gue compile seperti menjawab semua peristiwa maupun kejadian
yang ada sebelum-sebelumnya. Jadi kalo emang ada yang uda bosan sama cerita gue. Kalian boleh
berhenti sampai part ini. Anggap aja ini epilog dari cerita gue. Buat yang nungguin tokoh Una
maupun Widya, maaf mereka gak ada lagi. Widya mungkin akan muncul di awal-awal tahun kedua
gue, tapi setelahnya mereka menghilang karena gue gak punya moment dengan mereka. Para
dewi-dewi ini baru akan muncul lagi ditahun ketiga dan keempat kuliah gue.

Soal Mia, gue minta maaf kalo cerita mengenai tokoh ini tergesa-tergesa. Gue emang sengaja kok.
Gue gak sanggup nulis tentang berjuta-juta kebaikan dia ke gue waktu itu, tapi disisi lain gue buta
hingga tidak merasakan apa-apa. Gue sadar kalo gue jahat banget sama doi. Gue siap kok
menerima cerca dan hinaan. Lalu kenapa gue gak minta maaf ke dia pas tahun ketiga atau keempat
gue kuliah? Jawabannya karena ada satu momen yang mengharuskan gue sibuk diluar kegiatan
kuliah setelah kejadian ini. Jadi gue ke kampus cuman untuk setor muka, but my real life is
somewhere else. Tau-tau gue uda gak pernah ngeliat Mia lagi dikampus, terus teman-teman
angkatan gue juga gak keliatan, sampe gue sadar kalo gue telat lulus.
Soal Icung dan teman-temannya. Udah gak ada lagi cerita berantem dengan mereka, karena gue
uda males ceritain. Lagian teman-teman juga pasti bosan mendengar mereka lagi. Kenapa gue bisa
rival abadi banget sama dia? Pasti ada yang merasa gak logis hanya karena futsal doank bisa jadi
begini. Awalnya sih emang karena futsal, tapi setelahnya...
Spoiler for truth:
Gue keturunan peranakan. Icung dan teman-teman sering teriakin gue atau ngomongin gue sesuatu
yang rasis. Mungkin sebelum ketemu gue, mereka bisa seenak jidat ngatain kaum peranakan
lainnya. Tapi ketika ketemu gue, dia juga ketemu bogem mentah. Ada satu kejadian yang gue
maksa dia cium kaki gue. Sayangnya setelah kejadian itu, dia makin berulah dan gue jadi berantem
sama banyak teman-temannya. Tapi as always, Bang Dino selalu ngebantuin gue. Ohiya, nyokap
Icung juga sama aja kayak anaknya. Fvck them!

Hampir kelupaan mengenai sepeda gue yang hilang. Ketemu lagi kok pada akhirnya. Kira-kira
sebelum gue berangkat KKN (sktr tahun ketiga atau keempat), gue lagi belanja disebuah mini
market sama teman gue. Gak sengaja gue ngeliat satu sepeda terparkir. Nah warna, merek, dan
stikernya sama persis kayak sepeda gue. Gue nempelin stiker yang gue dapat dari majalah
HOTGAMES di bodi sepedanya, dan stiker itu masih ada persis ditempat gue nempel dulu. Masa iya
ada orang yang bisa nempel ditempat yang persis sama? Gak mungkin kan? Karena itu gue yakin
itu sepeda gue, jadi gue kayuh aja balik ke kostan. Kesannya kayak gue ngambil sepeda orang sih.
Tapi itukan sepeda gue, jadi sah-sah aja gue pikir.

So that's it. Inilah tahun pertama gue, selanjutnya gue bakal ceritain tentang tahun kedua dengan
kejadian yang sangat-sangat berbeda dengan kejadian sebelum ini. Gue gak akan ngasih clue atau
spoiler apapun. Hehehehe.
Ah iya! Gue minta saran donk tentang cerita gue. Baik dari segi konten, cara penulisan, diksi, atau
apapun. Gue tunggu kritik dan saran kalian ya. Thanks a lot!

Anda mungkin juga menyukai