Aku berusaha membuka pintu kamar tidur ku, tapi tidak bisa. Ku gunakan
seluruh tenaga ku juga tidak bisa terbuka. Seluruh tubuh ku sudah basah kuyup
oleh keringat, bahkan tangan ku sudah dingin semua karena ketakutan dan kalang
kabut. Aku berteriak memanggil ibu ku dan ayah ku, tapi sama sekali tidak ada
suara yang keluar dari tenggorokan ku.
"Mia! Mia!", suara orang yang memanggil ku membuat ku sadar dan membuka
mata ku. Pandangan ku langsung mengitari ruang kamar ku, kulihat tembok
kamar ku yang berwarna gading. Pandangan ku akhirnya berhenti pada Ibu yang
berdiri di depan ku dan menatap ku khawatir.
"Kau kenapa Mia? Mengapa nafas mu tersengal-sengal? Apakah kau sakit? jadi
ibu membangunkan mu", ujar ibu sambal meletakkan punggung tangannya ke
dahi ku.
"Ah..untung aku masih hidup! Untung ibu datang, jadi aku selamat!", ujar ku
tanpa sadar langsung memeluk ibu.
"Siapa yang mencekik mu? Makanya jangan suka nonton film horor, akhirnya
kebawa mimpi kan!", omel ibu.
"Ini tidak seperti mimpi Bu, aku benar-benar merasa seperti mengalaminya Bu.
Aku benar-benar takut!", ujar ku menjelaskan.
"Sudah, jangan berpikir macam-macam lagi, cepat tidur dan berdoa, agar mimpi
buruk tidak mengganggu mu lagi!", ujar ibu sambal memberikan ku segelas air.
Setelah minum aku menuruti perkataan ibu, untungnya sesudah itu aku tidak
bermimpi lagi sampai keesokan paginya.
Tidak masalah besar bagi ku untuk pindah sekolah, karena aku memiliki
otak yang encer dan aku juga pintar bergaul. Jadi dalam waktu sebentar saja aku
sudah mempunyai teman akrab.
"Mia, hari ini kau koq kelihatan lesu?", tanya Dita teman sebangku ku.
"Ooo, aku kemaren mimpi buruk, akhirnya tidur ku terganggu dit', ujar ku.
"Oh iya, tempat tinggal mu di mana Mia? Kapan-kapan aku mampir ya!", ujar
Dita.
"Dari begitu banyak rumah, kenapa keluarga mu bisa menyewa di sana?", tanya
Dita menyesalkan.
"Kata ayah ku selain murah, juga dekat tempat kerja ayah ku', sahut ku yang
bingung dengan kekagetan Dita.
"lyalah harganya murah, soalnya gak ada yang mau sewa rumah itu! Kecuali
pendatang yang tidak tahu", ujar Dita.
"Ada seorang anak remaja yang seusia kita, sesudah tinggal di situ menjadi gila.
Sempat sekolah di sini juga kabarnya, tapi hanya dua Minggu, karena sesudah itu
dia dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Kata orang pintar di sini, itu karena
diganggu penghuni rumah itu", ujar Dita.
"Setelah itu, ada beberapa orang yang menyewa rumah itu, banyakan pendatang,
tapi gak lewat empat bulan sudah pergi", ujar Dita lagi
"Mungkin memang mereka cuman sebentar saja, aku juga kalau tugas ayah ku
sudah selesai kami balik kembali", ujar ku tidak percaya.
Kali ini aku ditarik masuk ke dalam tembok. Aku merasakan betapa
pekatnya tempat itu dan bahkan membuat ku susah untuk bernafas.Tapi samar-
samar aku melihat ada dua orang yang senasib dengan ku berada di dalam tempat
gelap itu, tapi aku sama sekali tidak bisa melihat wajah mereka. Yang aku tahu ke
dua orang itu adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan kalau dilihat dari
tubuhnya. Aku ingin bertanya kepada mereka, tapi anehnya tidak ada satu suara
pun yang bisa keluar dari tenggorokan ku.
"Bagaimana aku bisa menolong kalian? Aku sendiri saja tidak tahu apa yang
terjadi dengan diri ku. Ya Tuhan ada apa ini?", pikir ku dalam hati.
"Ah. aku mimpi lagi", ujar ku ketika melihat cahaya matahari yang masuk lewat
jendela karena kordennya yang ku tutup kurang rapat.
"Aku saudara sepupunya. Ayo lah pak ijinkan aku menengok nya, aku datang
jauh-jauh dari kota J, hanya untuk menengok saudara ku ini', ujar ku berbohong.
"Baiklah! tapi jangan terlalu lama ya!", ujar petugas itu akhirnya memberi ijin,
mungkin karena kasihan pada ku.
"Tapi mengapa kau dimasukkan ke rumah sakit jiwa? Padahal menurut ku kau
tidak sakit', tanya ku bingung
"Itu rencana ibu tiri ku. Dia ketahuan selingkuh dengan orang yang menyewakan
rumah itu, oleh ku. Dia melaporkan pada ayah ku kalua aku gila karena suka
berteriak di malam hari, dan aku mengorek dinding tembok kamar ku. Dan ayah
ku percaya saja, jadi aku langsung dimasukkan ke rumah sakit jiwa!", cerita Rima
meneteskan air mata.
"Dan kupikir sebentar lagi aku akan gila beneran, karena setiap hari aku hanya
melihat dan berkumpul dengan orang gila! Aku mohon bantu lah aku keluar dari
sini Mia!", ujar Rima memohon.
"Kau lanjut kan misi ku, korek lah dinding tembok kamar mu. Aku yakin kau
akan menemukan suatu rahasia di sana. Mimpi mu semua seperti mimpi yang ku
alami, hanya saja mimpi mu belum lengkap. Percayalah pada ku! Aku tidak gila!
Aku hanya dijebak", ujar Rima menatap memohon padaku sambal menggenggam
tangan ku. Aku bisa merasakan tangan nya yang dingin, mungkin karena trauma.
Aku mulai menghancurkan tembok itu dengan linggis dan palu ketika ibu
ku sedang tidak berada di rumah. Akhirnya aku menemukan suatu benda putih
yang ku yakini akan memberi petunjuk, betul saja sesudah aku bisa
mengeluarkannya, benda itu terlihat seperti tulang.
"Apa yang kau lakukan Mia!", ujar ibu yangtiba-tiba muncul di kamar.
"Mengapa kamu menghancurkan tembok kamar mu. Sadarlah ini hanya rumah
sewaan!", ujar ibu marah.
"Ibu, ada yang tidak beres dengan rumah ini. Lihat! apa yang kutemukan?", ujar
ku sambal menunjuk benda putih yang ku temukan yang ku yakini adalah tulang
manusia. lbu juga kaget melihat hasil penemuan ku, dan ibu langsung
memutuskan melaporkannya ke polisi.
Tapi yang membuat ku shock dan bulu kuduk ku berdiri semua adalah saat
mengetahui kalua mayat yang satu lagi adalah Rima.
Ternyata Rima pernah berusaha kabur dari Rumah sakit jiwa karena tidak
tahan tinggal bersama orang-orang yang sakit jiwa. Saat Rumah sakit
menghubungi ibu tirinya, ibu tirinya berkata sudah bertemu dan akan merawat
Rima sendiri dengan alasan juga sudah pindah kota.