Saya membayangkan munculnya ilmuwan gila yang menemukan hukum-hukum
tersembunyi alam semesta, dan berdasarkan hukum-hukum itu, ia dapat mempercepat jalannya planet, sehingga tata surya menjadi kacau dan planet-planet bertabrakan. Bayangan saya ini persis seperti kemunculan Hitler atau Musolini dalam panggung sejarah.Karena pikiran semacam itu, akhirnya saya jadi takut. Sebab bagi saya kehidupan ini sangat mengasyikkan. Saya bisa membaca dan pergi berjalan-jalan. Atau mengintip orang berdandan. Kalau ilmuwan gila itu muncul, maka saya tidak dapat meneruskan kesenangan-kesenangan saya. Masa saya bisa hidup kalau bumi meledak menjadi serpihan?Sejak pikiran itu muncul, saya jadi waspada. Tapi mula-mula saya memeriksa diri saya: mengapa gagasan konyol itu seperti ilham yang datang dari langit, menyeruak tidak bisa saya cegah. Tetapi saya tidak menemukan jawabnya. Dia seakan hadir begitu saja. Akhirnya saya biarkan gagasan itu pelan-pelan menguasai diri saya.Saya mulai mengamati sekeliling saya: siapa kiranya ilmuwan yang datang dalam mimpi saya itu. Tetapi negeri ini masih belum bisa berpikir sendiri. Jadi tidak mungkin di sini. Bagaimana kalau Amerika atau Eropa? Nah, kalau itu mungkin. Bukankah mereka yang suka melahirkan pikiran-pikiran canggih? Lagi pula mereka adalah guru. Sedang lainnya adalah murid.Saya menjual harta saya. Kebetulan saya datang dari keluarga kaya: ayah saya, karena ketampanannya, kawin sama janda kaya. Ayah saya itu memang gila: dia hanya menjual ketampanannya, dan hanya itu yang dia jual. Hingga suatu ketika ayah terpikat dengan wanita lain, yang tentu saja lebih kaya dari istrinya. Tapi bagaimana pun dia ayah saya. Dan bagaimana pun istrinya itu telah melahirkan seorang anak, ya saya ini. Jadi ketika ibu saya membunuhnya karena cemburu, saya tidak begitu peduli. Sebagian karena saya berpendapat, bahwa itu adalah ganjaran yang setimpal untuk ayah. Yang penting, ibu tidak jahat pada saya. Bahkan telah mewariskan harta yang banyak sekali. Jadi untuk semua itu, cukuplah.Saya mulai mengembara ke Amerika. Saya harus menemukan ilmuwan gila itu. Saya akan mengajaknya bicara baik-baik. Agar mengurungkan maksudnya menghancurkan semesta. Saya mengambil kuliah astronomi. Saya bisa masuk ke sini karena otak saya cerdas. Lagi pula saya menghubungi seorang professor yang saya kenal melalui chatting, dan saya memanfaatkan rekomendasinya. Professor itu mau menolong saya, karena ia teman kencan saya di komputer.Waktu saya sampai ke Amerika, profesor kekasih saya berangkat ke kutub utara. Ia terinspirasi oleh Quran yang saya berikan. Ia ingin memikirkan soal tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi. Apakah alam semesta dengan galaksi-galaksinya adalah tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi. Apakah tata surya baru di langit lapis pertama. Jadi masih enam lapis langit lagi. Lalu bagaimana dengan tujuh lapis bumi. Apakah lapis-lapis itu memang lapisan bumi. Atau ada lapis lain lagi. Atau semua lapis-lapis itu hanyalah metapor. Tata surya itulah lapisan-lapisan yang dimaksud.Proffesor kekasih saya itu bingung. Dan dia butuh menyepi ke kutub utara. Jadi dia menitipkan salam hangat penuh penyesalan. Betapapun takjub saya pada tata surya, demikian bunyi surat e-mailnya, lebih takjub lagi saya pada perasaan-perasaan kita. Saya tahu, perasaan dan otak yang kita gunakan untuk berkencan ini, adalah hasil kerja struktur otak dan kelenjar-kelenjar dalam tubuh. Tapi, siapakah yang telah menciptakan otak dan kelenjar dalam tubuh? Tidak mungkin proses evolusi. Lebih tidak mungkin lagi ia hanya benda-benda alam. Misal batu atau gas yang berevolusi dalam waktu tak terhingga, lalu melompat jadi manusia. Sebab dari mana perasaan hangat yang menguasi diriku ini, sayang? Dari mana datangnya nafsu-nafsu kita? Ah, saya harus mengejar penjelasannya. Sampai ke tempat paling jauh sekalipun. Pasti ada sebab pertama di mana semua ini berasal. Di Amerika saya tidak berbahagia. Pastilah juga di Eropa. Atau belahan dunia lain. Sebab saya tidak menemukan apa yang saya cari. Semua orang yang saya temui sehat-sehat. Mereka berbicara tentang hal-hal yang baik, ngomong tentang kebenaran. Lebih tepat berpendapat apa yang seharusnya terjadi, sambil menyalahkan apa yang dibuat orang. Karena semua orang berpendapat demikian, akhirnya saya jadi bingung: siapa yang melakukan kejahatan yang dikeluhkan? Apakah tidak seorang pun? Bukankah mesti ada yang berbuat, sehingga orang berpendapat, segalanya tidak mesti seperti sekarang, tapi terjadi dengan cara lain. Saya menuliskan semua kebingungan saya kepada kekasih saya. Saya ceritakan kegundahan saya. Termasuk ketakutan saya akan munculnya ilmuwan gila yang sedang saya cari-cari itu. Tetapi entah mengapa dia tidak pernah membalas email saya. Saya mencoba menelpon ke kutub utara, tempat dia bekerja. Tapi seseorang yang tidak jelas identitasnya mengatakan sesuatu yang samar. Tuan Smith pergi dengan segala perbekalannya. Sampai hari ini belum pulang. Saya tahu, tapi pergi ke mana? Mana saya tahu. Dia tidak mengatakan ke mana perginya. Apakah ada seseorang yang mungkin tahu? Mungkin. Tetapi saya harus mendapatkan informasinya dulu. Kapan? Sesegera mungkin saya akan menemukannya. Pada kesempatan pertama saya akan mengontak Anda.Pada kenyataannya, sudah satu tahun berlalu, dan orang itu tidak pernah mengontak saya. Kekasih saya tidak juga ada kabar beritanya. Setahun. Dua tahun. Tiga tahun. Lima tahun. Saya menunggu. Saya setia menantinya. Tapi dia seperti lenyap ditelan bumi. Seakan misteri sebab pertama yang dicarinya, begitulah kekasih saya hilang dari pandangan saya. Apakah dia ditelan gunung es. Atau kecantol cowok lain? Tidak mungkin. Saya setia. Dia setia. Atau pekerjaannya benar-benar menyerap dirinya, sampai lupa segala sesuatu. Rasanya tidak pula. Masa dia sampai begitu. Kekasih saya memang proffesor. Tapi penuh kehangatan. Kehangatan adalah hiburannya, ketika tegang tidak juga menemukan Sebab Pertama yang dicarinya.Akhirnya saya melupakan kekasih saya. Seperti sejarah melupakan peristiwa-peristiwa yang dialaminya. Dan saya mulai mencari ilmuwan gila itu sungguh-sungguh. Pasti dia ada dan pasti saya bisa menemukannya. Tidak mungkin tidak. Yang saya perlukan adalah mengamati orang-orang secara cermat. Siapa tahu ilmuwan gila itu sebenarnya sudah berbicara dengan saya, tapi saya tidak tahu karena kurang perhatian.Saya mulai membuntuti seseorang yang mencurigakan. Dia proffesor fisika yang selalu tepat waktu. Jam tujuh pagi dia berjalan seperti orang dikejar setan, melalui kamar apartemen kami. Suara sepatunya jatuh di atas karpet merah yang terbentang sepanjang kamar-kamar apartemen. Tengah malam baru suara sepatu itu terdengar lagi. Begitulah selama enam bulan ini. Sehari pun tidak pernah meleset. Proffesor itu menata waktunya seperti jam yang berputar. Apa yang dikerjakannya dalam kamarnya?Saya sudah melihat pekerjaan di laboratoriumnya, dengan menyamar sebagai pembersih ruangan. Tidak ada yang aneh. Dia melakukan percobaan-percobaan layaknya semua fisikawan. Tapi siapa tahu di dalam kamar. Dari lubang pintu apartemen saya melihat matanya yang bundar. Berputar cepat sekali seperti orang gila. Mungkin dialah orangnya. Mata yang berputar seperti itu bagi saya terasa menakutkan. Siapa tahu dalam kamarnya penuh alat-alat yang tak terbayangkan. Siapa tahu dia sedang menyiapkan rumus-rumus yang membuatnya menemukan hukum-hukum yang tersembunyi itu. Dan dengan kegilaannya mulai mengacak-ngacak irama alam semesta.Karena pertimbangan itu, saya menyelinap ke kamarnya. Hal ini saya lakukan dengan mudah. Karena sudah tiga tahun saya mulai belajar membuka kunci pintu, tanpa harus merusaknya. Saya masuk, lama saya mengamati isi kamar. Rasanya tidak ada yang aneh. Yang mencolok adalah boneka seks seukuran manusia. Boneka itu terbaring di ranjang dalam posisi telentang, seperti perempuan yang baru dipakai. Agaknya ahli fisika ini suka bermain seks dengan boneka. Pantas saya tidak pernah melihat perempuan dalam kehidupannya.Saya mencari petunjuk kalau-kalau si ahli fisika ini adalah ilmuwan gila yang selalu menguasai pikiran saya, seperti Descartes yang merindukan kebenaran sejati. Semua kamar ini nampak wajar. Tak ada tanda-tanda yang mencurigakan. Tapi, tunggu dulu? Apa itu? Nah, inilah buku catatan harian si ahli fisika. Jangan-jangan di sinilah dia menyembunyikan hasil penelitiannya. Tak ada yang menarik dari catatan ahli fisika itu. Isinya berselang-seling antara kegelisahan intelektual dan kekenesan sehari-hari. Seraya ngotot mencari tabir alam semesta, ia mengeluhkan dirinya sendiri. Saya merasa kesepian di tengah keramaian, katanya. Sebab saya tidak pernah mengakui keberadaan orang. Bagi saya, orang lain tak ada. Dalam arti yang sebenar-benarnya. Bukan dalam arti filosofi tertentu. Maka jadilah saya orang yang kesepian. Saya merasa sendirian di alam raya. Sedangkan alam raya membisu sepanjang masa. Ah, betapa ngerinya! Ahli fisika itu juga mengeluhkan dirinya yang selalu merasa tidak pernah fit. Apa yang kurang dalam diri saya? Saya merasa cepat lelah. Padahal saya sehat sekali. Saya juga bosan dengan boneka seks saya. Tapi mau bagaimana lagi? Saya tidak mempunyai seorang pun. Saya bosan dengan catatan harian itu. Ternyata ahli fisika sama juga dengan manusia biasa, pikir saya. Punya segudang masalah seperti orang kebanyakan. Saya menyimpulkan pastilah bukan dia ilmuwan gila yang selalu muncul dalam mimpi-mimpi saya. Tak ada yang mencurigakan sama sekali.Saya pergi meninggalkan kamarnya dengan putus asa. Kemana lagi saya harus mencari ilmuwan gila itu. Rasanya ke Eropa atau tempat-tempat lain sama saja. Saya pasti akan mengalami nasib seperti yang baru saja saya alami. Jadi kemana lagi? Sementara saya yakin betul bahwa ilmuwan gila itu benar-benar ada. Bahkan sedang bekerja menyiapkan senjata mautnya. Jawabnya segera saya dapatkan. Ketika masuk dan menghempaskan diri dalam kamar apartemen, saya membuka internet dan masuk dalam box email. Saya hampir bersorak gembira, ketika membaca tulisan Smith kekasih saya. Honey, maafkan saya menghilang sekian tahun. Saya sungguh- sungguh tak mengira begini jadinya. Saya kira tadi cuma penelitian biasa. Artinya saya dapat terus berkomunikasi denganmu. Nyatanya penelitian ini benar-benar menyerap diriku. Sampai saya tidak bisa tidur. Kamu tahu penelitian apa ini? Puji syukur pada otak manusia! Saya telah berhasil memecahkan misteri alam semesta! Dalam pengertian yang paling jauh. Saya mengerti mengapa alam tercipta dan bergerak seperti ini. Sejak awal maupun akhir. Saya juga mengerti alam manusia, tumbuh-tumbuhan dan binatang. Pokoknya, segala hal yang dipertaruhkan ilmuwan di segala punjuru, sudah dalam genggaman saya. Bagi saya apa yang ada dalam alam raya ini sudah terang benderang. Tak ada lagi yang tersembunyi di mata pengelihatan saya. Juga roh dan Tuhan, saya tahu semua. Sekali saya sudah bisa menguakkan misteri, maka segala gerak dalam kehidupan ini: planet, bakteri, manusia atau binatang, sudah dalam genggaman saya. Saya bisa mempercepatnya, menjadikannya jalan di tempat, atau bahkan memutar mundur sekalipun. Benar, sayalah si tukang jam yang dapat mempercepat waktu, menghentikannya atau malah membalikkan jarumnya. Karena pengetahuan ini, sekarang saya akan mengultimatum dunia. Saya akan membuat matahari, bulan dan bintang- bintang yang maha jauh itu mendekat, sampai mereka bersinggungan, lalu hancur seperti bulu-bulu beterbangan. Saya akan melakukannya, agar alam semesta tahu, sayalah yang berkuasa, bukan Tuhan seperti yang orang kira. Sebab, sayalah Tuhan itu.Saya terpaku. Tubuh saya serasa hilang. Saya mengklik sight out, mematikan komputer. Sesaat saya nanar, dan mengira ilmuwan gila itu adalah saya sendiri.***Jakarta, 10 November 2002
Semua kebetulan aneh dalam hidup Anda. Peristiwa aneh kecil. Firasat. Telepati. Apakah itu terjadi pada Anda juga? Fisika kuantum dan teori sinkronisitas menjelaskan fenomena ekstrasensor.