-1-
KUNCEN
&
W 4 G
Kisah Perjalanan Menembus Gadjah Mada
Nursodik Gunarjo
-2-
KUNCEN & W 4 G
Kisah Perjalanan Menembus Gadjah Mada
Cetakan Pertama
April 2019
12 x 19 cm
318 hal
-3-
PENGANTAR PENERBIT
-4-
DARI PENULIS
Nursodik Gunarjo
-5-
DAFTAR ISI
-6-
W 4 G, -78-
1. WAITING FOR GAMA, -79-
2. NYAH REWEL, -83-
3. HIK MBAH MAIDO, -87-
4. SOSOK PUTIH, -91-
5. PMS, -96-
6. TRAGEDI PPO, -102-
7. CATATAN “SIPIL”, -108-
8. MENDADAK ROOM BOY, -114-
9. PERTEMPURAN TENGAH MALAM, -120-
10. (,), -128-
11. TAKUT DIPIPISI, -135-
12. ROAD RACE, -143-
13. GODA CAP JIE KIA, -149-
14. MALA(S) PETAKA, -157-
15. SERIGALA BERBULU MARMUT, -164-
16. OPERASI LANJUTAN, -171-
17. KANGEN YANG TERTUNDA (LAGI), -178-
18. TERCITA CAPE-CAPEMU, -186-
19. KERONCONG ANTI KERONCONGAN, -195-
20. KETIBAN AWU ANGET, -203-
21. PROFESIONDES, -211-
22. TANGISMU TAWAKU, -219-
23. SER ... DEG!, -226-
24. “BREXIT”, -234-
25. TUMPAH RUAH, -243-
26. SKRIPSWEET, -251-
-7-
27. SIBUK SKRIPSI!, -260-
28. NYARIS ..., -270-
29. GODAAN GAME YANG TERKUTUK, -279-
30. K-ULIAH K-ERJA N-GEKEK, -289-
31. AIR, OH AIR ..., -299-
32. PAHITNYA MADU, -309-
PENUTUP, -318-
-8-
KUNCEN
Okelah ...
-9-
bergidik. Kata si empunya, dulu rumah itu tempat tinggal
embahnya yang profesinya Kuncen (penjaga makam).
-10-
1
RUMAH ANEH
Dari awal saya sudah ada feel kalau rumah itu aneh.
Bukan hanya nisan di bawah tempat tidur yang bikin ganjil,
tapi juga karena letaknya yang menjorok masuk ke kuburan.
Iki sakjannya rumah apa cungkup, sih? Begitu pertanyaan
batin saya.
-11-
Wonosobo (saya, Aris, FX Sutarso, Unang) sudah punya
cerita masing-masing tentang keganjilan rumah itu.
-12-
timbanya pakai bandulan batang bambu yang diberi pemberat
(Maaf, yang merasa millenial googling saja ya apa itu
senggot).
Tapi sumpah ... saat itu juga rasa kebelet pipis saya ilang.
Gak tahu itu isi kemih pada merembes ke mana ...
(To be Kuncenued)
-13-
2
WEDI
Tapi mata ini tetep saja gak mau merem. Agak senewen
juga kalau nanti tiba-tiba ranjang saya berderak lagi seperti
semalam. Tapi saya tunggu-tunggu kok gak goyang juga, ya?
Mungkinkah yang hobi mengguncang lagi males malam ini?
-14-
nisan diesel. Tampak sudah sangat kuno, dan sebagian
tertutup tanah.
-15-
Lhadalaah ... jebul Tarso! Nafas Si Gondrong itu tampak
tersengal dan wajahnya pias pasi koyo pucuk jenthik ditali
karet.
-16-
"Wis rasah wedi, So. Yang bikin takut pikiranmu sendiri,
kan?" ujar saya menasihati.
"Rambute ..."
Jiah ... gilo tenan! Malam itu malah dadi horor yang super
horor buat saya, Ndesss!!!
(To be Kuncenued)
-17-
3
GUDEG BASI
Saat itu Aris sedang kena piket nyiapin buka puasa (kami
biasa puasa Senin-Kamis). Berhubung gak mau repot, ia usul
beli gudeg Bu Sri saja di pasar Kuncen. Kami semua sepakat.
Selain enak, harga gudeg juga terbilang murah. Seporsi nasi
gudeg krecek dengan lauk tahu tempe dan telur separo cuma
Rp225. Tambah teh gula batu jadi Rp250.
-18-
Oh ya, gaes ... biar pun Tarso itu Katholik-nya kebangeten
(saking taatnya), tapi dialah yang paling sregep nyiapin tempat
untuk ngaji. Kalau ada Al Qur'an atau Juz 'Amma berantakan
atau berserakan di lantai, dia yang paling kenceng teriaknya.
-19-
"Iya, tapi basi. Nih, malah sudah ngiler."
-20-
"Tapi nggone dhewe sayup, Ndes!" gerutu Aris dengan
wajah memelas.
-21-
Tak pelak, perilakunya sempat jadi tontonan anak-anak yang
mau ngaji.
-22-
4
POLTERGEIST
-23-
Tapi lama-lama saya sadar, tak mungkin tikus dkk
memindah bangku dan lemari, kan? Lha ini tiap pagi bangku
ngaji yang sorenya sudah rapi, bubrah lagi susunannya.
Bahkan lemari kayu nangka yang berat (gak ke-detect apa
isinya, karena posisi terkunci dan kuncinya ilang) juga sering
berubah posisi. Hanya Catwoman dan Mighty Mouse yang
bisa melakukan itu, Ndes!
Suatu sore, Unang yang dulu pernah lapor tentang hal itu
saya ajak begadang. Karep saya biar pelakune ketangkap
basah. Tapi ia menolak dengan halus.
-24-
Weh, padhakna cah EBTA wae, dipasangi tulisan Harap
Ujian Ada Tenang. Memange lelembut tau mangan sekolahan,
po?
-25-
Jam 23.30 ngantuk saya gak tertahan. Heran. Mungkin
karena sore tadi makan sayur bayam. Kandungan zat besi
bayam masuk ke kelopak mata, jadi berat. Didukung lampu
merk lie mang wat, cepat sekali saya terlelap.
-26-
Perlahan refleks tubuh saya kembali berfungsi. Saat semua
pulih, greg! Semua gerakan dan suara berhenti. Malam
kembali senyap samun.
Mbuh karepmu, Sooo ... Wedi owg! Skor satu satu wis ...
(To be Kuncenued)
-27-
5
EXORCIST
-28-
Woh, kami baru tahu bahwa di Indonesia ternyata ada juga
profesi exorcist atau malah sebangsa Ghost Buster gitu.
Jurusan apa ya dulu, kuliahnya? Gelarnya mungkin SpDm,
Spesialis Demit.
-29-
jatuh lagi. Seperti saling beradu pukulan, tendang menendang.
Ah, sayang tidak ada kamera supranaturlens, ya ... Kalau ada,
pasti rame betul pertarungannya jika direkam.
"Tiang itu dulu dibuat dari kayu kuburan sini. Dari dulu
memang mereka rumahnya di situ," sambungnya.
-30-
Mbuh pake adendum atau tidak, keterangan Mbah Yai
tadi. Tapi kalau dihubung-hubungkan dengan makhluk besar
yang menabrak Aris, si Dhiwut yang mendekap Tarso,
pindahnya barang-barang yang saya lihat sendiri, dan kasus
basinya gudeg, kok cocok. Duh ... tapi semua gagal dieliminir
sama Mbah Yai. Mau gimana lagi.
Weeh ... enak tenan, Ndes. Tugas gagal pun tetap bayaran.
Suk yen ana rejaning jaman, aku pengin juga berprofesi jadi
setan remover. Saat tugas tinggal bilang aja ke yang
ngundang: setannya kuat-kuat, Pak, lalu ambil amplopnya.
Hihihi ...
-31-
Kebayang gak sih, kayak apa dikejar-kejar Times New
Roman 12 pt mesin tik manual ...
(To be Kuncenued)
-32-
6
DEN MASE GEN W
-33-
Kalau pesing ... ah, itu sih anak-anak ngaji yang pis of cur di
pojokan karena gak berani ke kamar mandi!
"Yang saya lihat yang cewek, Mas," kata Mas Ari sambil
kirig-kirig.
Woooh!
-34-
Wonosobo. Itu pun saya tahunya dari Mas Ari yang waktu
Isya tadi pamit mau nginep di Condongcatur.
Yang saya gak habis pikir, ini kan kurang tiga hari lagi
Sipenmarunya. Mulih ya meh ngopo? Arep golek jimat nggon
Lik Paidi Wadaslintang ya percumah. Wong tahun lalu
anaknya Lik Paidi aja gagal masuk Yujiem owg!
-35-
Baru saja mbukak sampulnya, tiba-tiba ... pet! Listrik
oglangan (padam). Bukan njeglek, tapi padam total sak antero
Yogya.
Tetap sunyi.
-36-
Blaiik! Tak salah lagi, yang ada di hadapan saya sudah
pasti Den Mase Gen W. Saya lirik di pojokan atas dekat
plafon, ada sepasang mata besar, merah, menatap tanpa kedip.
-37-
7
“BUTA” SEBELAH
-38-
Saat balik ke kamar, saya baru sadar ada yang aneh di
mata saya. Pandangan mata seperti kabur. Hah ... jangan-
jangan itu akibat dari tamparan tadi?
-39-
soal ya dengan satu mata. Baru kali ini saya bisa merasa
arogan maksimal. Bagaimana tidak? Soal-soal Skalu yang
kondang sulitnya sak alaihim pun hanya saya pandang sebelah
mata! Hehehe ...
Aris dan Unang yang ikut nyusul bergabung tak luput pula
dari gabloganku. Kami tertawa ngakak sampai lemes.
-40-
Kami pun asyik berkecap-ria. Sengaja saya kerasin
kecapnya. Sttt ... Biar penghuni cagak dan kamar sebelah pada
mati mupeng!
"Hah, lalu?"
'Hah, lalu?!!"
-41-
menghentikan makan sambil memandang saya. Saya tak
peduli, terus menyuap, mumpung gratis, Ndess!
-42-
8
GUSTI ALLAH YANG
MENYEMBUHKAN
-43-
"Yen jelas marine rapapa. La ngko gek-gek kadhung
pesawat melintas malah gangguane berbalik mengenai
pesawat, lak bisa marai gagal take off," ujar Tarso sambil
mrenges.
-44-
semua dapat lokasi yang sama yaitu Gedung Administrasi
Sekip (Sekarang gedung MAP) lantai II. Saya masih ingat,
nomer tes saya dapat nocan ... 0287-45-05550.
-45-
Weh, kok tahu ya? Akhirnya saya jawab apa adanya. Saya
ceritakan peristiwa yang menimpa saya sampai terjadinya
gangguan "buta" sebelah yang saya alami.
-46-
"Bukan Mas. Gusti Allah yang menyembuhkan,"
tukasnya.
-47-
duit Rp10.000 gambar Kartini? Hadeuuuh!! Tak pelak, muka
saya pun kontan mbleret seperti matahari gerhana.
"Eh, ee, anu ... dhitku keri neng ngomah ki, Nda," jawab
saya sambil garuk-garuk kepala.
-48-
9
DISUNAT HUUU
-49-
Gebleg ni anak. Bukannya belajar malah ngglenggeng.
Lagunya pakai nyinggung-nyinggung hantu, pula! Padahal
sudah ada traktat tak tertulis, di rumah Kuncen pantang bicara
hantu! Wanen tenan cah iki, Ndes!
-50-
"Lagi belajar stategi menyerang soal Sipenmaru dengan
ginkang dan lwekang ..." jawabnya ngasal.
-51-
karena nelangsa, mau nyuri duit di rumah ini tapi ternyata gak
ada yang punya duit?
"Cep cep ... apanya yang sakit, Dik?" tanya saya pelan.
-52-
Ia hanya menggeleng sambil meneruskan tangisnya.
Saya pikir goblok juga saya. Sudah jelas dia jawab "huuu"
(who?) kok masih saya tanya. Ya, jelas yang nyunat ya si who
tadi!
Tapi saya lihat si Tarso masih ngglibet saja, gak mau balik
ke kamarnya.
-53-
"Aku tak turu bareng kowe kabeh ya, Nda..," ujarnya
dengan suara bergetar. Jelas dia menyimpan rasa takut yang
amat sangat.
"Laah ... ngapa kok dirimu takut begitu? Lha wong yang
diganggu cuma anak kecil. Gak usah parno begitu," Unang
meyakinkan.
-54-
10
BISIKAN LIRIH
-55-
hadapi. Apa dia milih tidur biar gak lihat kalau tukang
sunatnya datang?
-56-
Baru sak liyepan merem, saya bermimpi. Mimpi basah.
Haa ... iya, mimpi basah beneran! Kami berempat sedang
menyeberangi sungai besar. Saya, Unang, Tarso kesulitan
meski sudah berenang dan klebus. Tapi Aris mak jlig jlig jlig
... dengan gampangnya meloncati batu-batu dan sampai ke
seberang. Setelah itu dada-dada kaya wong ra duwe utang!
Asyem!
Eh, tapi tes-e kan masih besok. Belanda masih jauh. Kok
sudah ngeper duluan ki, piye! Kudu berpikir positif. Ada
pepatah mengatakan, "Jangan pesimis." Karena "Jangan
-57-
pesimis lebih enak daripada jangan terong dan jangan tempe."
Hahaha ...
-58-
belakangan, air sumur sudah kecoklatan seperti larutan Choki-
Choki.
-59-
11
JIN MAKMUM
-60-
"Dudu kuwi sing tak pikir."
"Suk yen panen pete tak ijoli. Tenin. Dua kali lipat!"
"Wah, ndlodor kuwi! Pete sak lingget wae Rp600 je," kata
saya mecucu.
Aris meringis.
-61-
"Pas nggarap Matematika Dasar. Waktu kurang limang
menit, aku nggarape lagi tekan nomer 30. Saking gugupe tak
jawab ngawur. Pokoke tak irengi kabeh lembar jawabe nganti
entek."
"Ho-oh. Lalu?"
-62-
"Semoga saya lulus tenan," sambungnya.
"Sik sik sik ... tapi menurut buku ini, batu itu lambang
angkanya 0. Nol di sini artinya: Tidak ada. Nihil. Das.
Suwung. Zonder. Bisa juga berarti Wurung. Wukan. Rusak.
Gagal."
-63-
Senja itu saya kebagian jadi imam sholat magrib. Kami
memang biasa giliran jadi imam karena menyadari tajwid dan
mahraj bacaan kami sama-sana amburadul. Elek kabeh, dadi
ya giliran ben dosane rata. Tapi mungkin imam sholat kali
inilah yang paling tidak khusuk sepanjang hidup saya.
-64-
Saat salam ke kanan saya masih melihat makmum ada
empat. Tapi saat salam ke kiri ... dua orang yang di sisi kiri
mendadak lenyap seperti ditelan bumi!
"Kamsudmu?"
-65-
12
PERPISAHAN
-66-
memelas di kandang, saya cuma mbrabak. Tapi pagi itu di
hadapan kurcaci-kurcaci cilik yang semua sendu unyu-unyu,
pertahanan catanacio eluh saya runtuh.
-67-
teman ngangsu, ada kehilangan imam sholat. Tapi prediksi
saya, banyak pula yang gulung-koming karena kehilangan
objek usilan. Lho, memange mudah pa, nyari ganti orang yang
tahan diusili seperti kami? Saiki tak tinggal, kapok ra, kowe!
"Kan, ketok."
"Apane?"
"Irenge."
-68-
"Enggih ... anak kula si Rizal."
-69-
"Pinten, Bu?"
"Amiin!"
"Enggak!"
-70-
"Kok kamu bilang, sing larene bagus?"
-71-
13
SEASON FINALE
-72-
only media pengumuman Sipenmaru saat itu, ya cuma koran.
Mau pakai radio atau tivi, gak mu'in lah ... karena pasti
penyiare lambene berbusa kaya deterjen B-29 jika harus baca
nama yang diterima satu per satu. Hehe ...
-73-
Wadooww ... padahal yang ngantri sudah berjejal-jejal.
Ada seratus orang lebih. Mayoritas orang tua-tua (bapake,
ibuke, like, pakdhe, kakak, tetangganya si calon mahasiswa).
Dan.. saya yakin, semua belum sarapan!
-74-
Duh, saya pun terpaksa pulang dengan tangan hampa.
Mau tahu nasib aja sulitnya begini. Bingung juga, mau lihat di
mana lagi nih pengumuman?
"Rp2.500, Mas."
"Santai Mas ... Gak beli juga gak papa, kok Mas," ujarnya
sambil ngeloyor pergi.
-75-
Pertanian. Ada 60 orang yang diterima, dan nama saya ... tidak
ada!
-76-
Malamnya, saya baru tahu bahwa cuma Aris yang berhasil
masuk UGM (MIPA). Unang tereksitasi ke Unpad, dan Tarso
singgah di Unsoed. Cocok dengan mimpi saya.
-77-
W 4 G
-78-
1
WAITING FOR GAMA
-79-
Awalnya saya kehilangan semua. Terutama gerombolan si
Berat yang asyik-asyik menggathelkan. Candanya itu lho yang
susah dicari benchmark-nya. Juga segala jenis gangguan di
rumah Kuncen yang bikin kecanduan. You will never scare
me anymore, Kids! Dan tanpa kalian hidup terasa terlalu
normal belaka, gak ada prindang-prindingnya! Tapi urip ki
mung mampir ngombe (sekadar numpang minum. Note:
mulane rasah kaget yen akeh wong teler!)
-80-
mirip. Ada nisan (meski yang ini jenis bongpai) di depan
rumah, ada sumur (tapi jenis timba kerekan), dan ruangannya
besar-besar.
Yang beda, di sini gak dipakai untuk ngaji. Selain itu, ada
dua kucing hitam candramawa yang jika malam matanya
berkilat-kilat seperti senter. Daann ... letaknya hanya beberapa
meter dari tungku krematorium (tempat pembakaran mayat)
Jebres. Jika ada mayat dikremasi, suara plethus-plethusnya
kedengaran sampai kamar. Bau sangitnya juga.
-81-
dilanjutkan? Jika tidak ya stop saja sampai di sini. Aku ya
kesel nulise je, Ndess! Hehehe ...)
(To be W4Ginued)
-82-
2
NYAH REWEL
-83-
"Waktu makamnya digusur dulu, mesin buldozer langsung
mati. Ganti buldozer lain, operatornya yang nggeblak
kesurupan. Ganti operator, mandornya yang pingsan. Begitu
berulang-ulang," kojah Kang Trisno, pengayuh becak tugu
Cembengan Jebres yang mengaku saksi mata kejadian itu.
Hadeehh ... Jindul ik! Kok mak prinding ya aku nulis iki
...
-84-
suruh ngeterke, tapi becake diarahkan ke jalan mokal gang
mustahal sampai terjebak nisan gak bisa keluar.
-85-
Baru saja saya dekati, tiba-tiba plas ... hilang ... menyisakan
bau wangi yang menyengat.
-86-
3
HIK MBAH MAIDO
-87-
Di antara angkringan di KKS, yang paling sohor tentu
hiknya Mbah Maido. Karena cuma di hik inilah pembeli bisa
menikmati nasi kucing sambel teri, ndhog sambel, gorengan,
sate telur plus wedang kopi jos, es teh, kopi, susu atau jahe
dengan bonus ... grundelan dan pisuhan! Yup. Tak seorang
pun tahu siapa nama tukang hik yang mangkal di depan pabrik
Indo Moto Jl. Kol. Sutarto itu.
-88-
diancam, "Kalau gak diminum, awas kalian! Tak bunuh satu-
satu! Biar pengalaman seperti apa rasanya mati!" Hahaha ...
mati kok buat pengalaman!
Tapi sumpah, kami sama sekali tidak marah atau sakit hati
dipisuhi begitu. Hanya ngakak tak berkesudahan. Bahkan
ironisnya ada rasa kangen jika sehari saja tidak dipaido.
Seperti ada yang hilang dari episode hidup hari itu. Maka
kalau sudah jam 23.00, sudah pasti ada saja yang ngajak,
"Maido sik, yuk!"
-89-
sambil menutup pintu. “Duer!” Tubuh kucing hitam itu pun
menabrak pintu.
Tapi sejak kejadian malam itu, saya jadi gak lagi percaya
seratus persen sama kucing! Bahkan sampai sekarang saya
agak-agak parno kalau ketemu kucing, especially jenis yang
menjadi merk batere Eveready. Jangan-jangan dia agen
lelembut yang lagi menyamar ...
(To be W4Ginued)
-90-
4
SOSOK PUTIH
"Ndes ... sak jane wong tuwa sing sok nginthil dirimu itu
siapa?" tanyanya serius.
"Ha ... orang tua yang mana? Anggur tjap orang tua?" saya
balik bertanya heran.
-91-
Saya garuk-garuk kepala. "Beja temen bapakku gelem
ngeterke aku kuliah, Ndes. Aku ini sejak SD dah dilepas
seperti embek. Ke mana-mana sendiri."
"Sik ... sik ... kamu serius ta, Ndes?" kejar saya.
-92-
Tapi kata-kata Teguh terpaksa saya abaikan. Karena yang
saya rasakan, justru si Embah ini kesannya melindungi saya.
Yang masih jelas terbayang ya kejadian semalam, saat saya
ditubruk kucing candramawa yang ketempelan makhluk
embuh.
Jujur, saya berhutang budi pada sosok putih itu. Tapi saya
sendiri tidak bisa melihat dan atau bertanya siapa sejatinya
beliau, dan mengapa bersusah-payah mengikuti saya sampai
Solo. Gak mungkin lah kalau cuma mau nyari hik, ya, kan?
-93-
Jam 01.00 saat yang lain berangkat me-Maidokan diri,
saya justru mulai kontemplasi. Saya awali dengan wudlu,
shalat sunah dua rakaat, lalu disambung dzikir panjang.
Lampu kamar sengaja saya matikan.
-94-
Sekonyong-konyong saya melihat sesosok lelaki persis
seperti yang digambarkan Teguh sedang duduk di kursi
kamar. Wajahnya sederhana namun berwibawa. Kebapakan.
Woo ... lha malah ora payu no. Wong sing digoleki cah-
cah itu pisuhannya kok!
(To be W4Ginued)
-95-
5
PMS
-96-
saja sudah Rp100 per eksemplar ... eh, bungkus. Maaf salfok,
habis bungkusnya koran, sih!
Ehh ... iku durung nganggo lawuh lho, Ndess! Juga belum
pake minum. Ya mosok setiap makan cuma nasi 1 ¾ bungkus
polosan, karo ceguken berkelanjutan? Rak ya ora lucu ta,
Ndess!
-97-
"Ndes ... setiap ada kremasi di Tiong Ting kan selalu ada
pesta penghormatan," ujarnya di suatu tanggal "uwanen"
(kami menyebut tanggal 15 ke atas sebagai tanggal uwanen,
yang artinya tanggal beruban alias tanggal tua).
Waah, kok ya lantip betul otak si Jayus ini. Kok gak dari
dulu ngomongnya!
-98-
membuat kami bisa priper dengan manajemen proklamasi:
“Dengan cara seksama dan dalam tempoh yang sesingkat-
singkatnya.”
-99-
"Wis kowe wae sing mlebu, Gun. Kami berempat pulang,"
kata empat sekawan itu sambil balik kanan ke arah kos.
-100-
Sampai di kos, saya disambut kawan-kawan yang ternyata
masih bergerombol di depan rumah dengan seragam
"kondangan"-nya.
"Enaaakk!"
"Banyaaak!"
-101-
6
TRAGEDI PPO
-102-
Busyet ... ada suara kupu-kupu di jendela saja sudah pucet dia
...
-103-
Bergegas ia melompat ke arah sumur. Tapi langkahnya
terhenti ketika melihat sesosok tubuh kerempeng tergeletak di
samping padasan (gentong untuk wudlu). Tubuh si Meyek!
-104-
Saya ingat masih punya Pak Pung Oil (PPO) yang terkenal
ampuh mengusir masuk lesus. Segera saya ambil, saya buka
tutupnya, dan isinya saya oleskan ke hidung Meyek.
-105-
Tak lama kemudian ia menyambar diktat kuliah Pengantar
Sosiologi. Memelorotkan celananya, lalu mengipasi bagian
"pesawat pribadi"-nya dengan diktat itu bertubi -tubi.
-106-
"Ndes ... aku tak turu kene (tidur sini), ya ..." ujarnya
begitu pintu terbuka.
"Iya, Ndes. Sejak sore tadi. Bau darah segar yang anyir
seperti bau habis kecelakaan, gitu."
-107-
7
CATATAN "SIPIL"
-108-
harga nominal menu yang masuk perut. Bayarnya ... sak
elinge! Harak jos ta, Ndess!
-109-
"Itu cathetanmu wis sak meter lho, Mas. Mbok dicicil.
Apa nunggu panjang lagi, nglawer seperti buntut layangan?"
celetuknya julid.
-110-
"Take easy man, take easy ... Follow me, please ... ayo
kita kemon," ujar Tekek keminggris, sambil menggamit
lengan saya.
"Ke mana?"
"Madhang!"
"Bu Wardi."
"Eh, tapi ... anu je, Ndes ..." Tekek membungkam mulut
saya sambil menyilangkan telunjuk di mulutnya sendiri.
-111-
“Wah, jindul ... hanya Tekek yang disapa. Aku gak
dianggep nih „” batin saya.
Tekek menggeleng.
Ah, sak karepmu lah! Yang penting hari ini catatan saya
mandali. Gak tambah panjang.
-112-
hafal betul, itu motornya Bu Wardi. Tapi yang nongkrong di
atas sadel adalah ... Susi!
"Ya, saya cari Mas ... Tekek ... Ih, Mase ... manggil
kawannya kok begitu „" serunya tersipu.
"Sik ya, Ndes ... aku meh nonton nang Dedy Theatre karo
Susi."
Woohh ...
-113-
8
MENDADAK ROOM BOY
Duh ... pasti urusan penting, nih. Karena saya telat bayar
kos dua bulan.
Ia menghela nafas.
-114-
"Mase kan tahu barang alus, paham dunia gaib dan klenik.
Tolong kamar almarhum suami saya dibuka. Isinya yang
aneh-aneh tolong dikeluarkan. Tolong sekali ya, Mas ... Sudah
setahun lebih gak dibuka ..."
"Waduh ... dari mana Ibu tahu saya ngerti barang alus dan
tahu dunia gaib?" selidik saya.
Wooo ...
"Sekali lagi, tolong Mas ... Hanya Mas yang bisa," Bu Sri
ngotot.
-115-
Melihat saya ragu-ragu, Bu Sri langsung mengajukan
penawaran.
Wuiikk ... menarik ini! Bagi saya, lunas bayar kos adalah
skala prioritas nomer wahid, setelah makan, tentu saja! Tiga
bulan, Ndes ... hemat Rp22.500 + konsumsi tiga bulan (minus
maksi) hanya dengan mbersihin kamar. Why not? Apa
susahnya? Soal mistis ... dipikir keri wae!
-116-
Lalu, ada sriwing-sriwing wangi minyak tjap Serimpi atau
tjap Air Mata Duyung ...
-117-
Saat saya sedang memasukkan benda-benda aneh itu ke
dalam tas kresek, saya merasa ada sepasang mata yang
mengawasi gerak-gerik saya. Tapi saya cuek saja, wong
nyatanya setelah saya penthelengi gak ada siapa-siapa, kok.
Ah, baru ingat, kalau tidak salah, bunga teratai itu simbol
salah satu aliran kepercayaan Kejawen. Tapi setahu saya, gak
mengajarkan ritual pakai alat-alat aneh seperti itu. Kalau ini,
menurut saya, malah lebih mirip voodo? Entahlah. Tugas saya
hanya membersihkan. Dan jujur, saya ingin tugas ini bisa
segera rampung. Takut saja tengkuk saya jadi menebal seperti
tengkuk Mike Tyson karena kebanyakan merinding.
-118-
dititipkan ke saya, sebelum ditawarkan ke famili almarhum
yang mau ngopeni.
-119-
9
PERTEMPURAN TENGAH
MALAM
-120-
"Bisa sakit juga ternyata kamu, Ndes. Jarene anti gores?"
Jes membuka pidato.
"Jelas kamu itu kualat, karena dapat full diskon kamar tiga
bulan, tapi gak ngajak kita orang. Itu pengkhianatan," timpal
Meyek.
-121-
marai soyo njarem sakite ... Cuma si Mitro yang sebelum
pergi mendekati saya sambil bertanya pelan,
Hhhh ...
-122-
Sebelum sadar ini di mana, tiba-tiba saya melihat
berpuluh-puluh makhluk tinggi besar muncul di depan saya.
Tanpa permisi langsung berebut mengeroyok dan memukuli
saya. Tak jelas wajah-wajah mereka, yang saya tahu cuma
badannya buesaarr. Salah satunya yang bermata menyala,
ganasnya luar biasa.
-123-
Hah! Ternyata kamar saya berantakan! Bubrah seperti
kapal pecah. Diktat kuliah bertebaran seperti habis disebar
dari helikopter. Bahkan lemari plastik terbuka lebar dan baju-
baju berserakan di lantai. Tapi yang paling mengagetkan
adalah saat saya mencopot baju, tampak memar biru lebam
seperti bekas pukulan terpampang nyaris di sekujur tubuh
saya! Ini mimpi atau sungguhan? Kalau mimpi, kok
dampaknya nyata begini? Kalau nyata, kok kejadiannya
seperti di alam mimpi?
Tak pelak, malam itu saya harus tidur dengan tanda tanya
besar tersimpan di kepala.
-124-
Wooo ... drama mbahmu kiper, tah!
"Wooo ... kalau itu sih gak perlu dibahas!" protes saya.
"Eit ... nanti dulu. Saya tidur dan bermimpi ... di rumah ini
ada perkelahian hebat antara Gundul melawan orang-orang
aneh berwajah seram ..."
Wooo ...
-125-
Semua, kecuali saya yang masih lempoh, menyambangi
kamar Mitro.
Waduuuhh ...
"No time for loving you! Ngerti, gak ... aku ketakutan
hebat sampai harus ngungsi ke kos-kosan Terik.
-126-
Mitro mendelik melihat kondisi saya, lalu mengipas-
ngipaskan tangannya dengan wajah ketakutan.
"Oh, no ... No, Ndes ... thank you „" katanya sambil
meloncat pergi.
-127-
10
(,)
-128-
Kentingan? Atau lupa bagaimana caranya ngirim wesel?
Hehehe ...
"Gini lho, Mas ... saya itu sampai bosen melihat sampeyan
wira-wiri di depan jendela kayak setrika. Yang pada dapat
wesel aja nggak sesering itu nengok ke sini. Lha sampeyan
yang gak pernah dapat wesel kok kayak minum obat saja,
nengoknya tiga kali sehari!"
-129-
Saya, setidaknya masih dapat ransum dua kali makan
gratis dari Ibu kos, kompensasi setelah saya jadi sansak hidup
para lelembut beberapa waktu lalu.
-130-
layangan. Bahkan dia sudah di-warning Ibu kos agar get-out
dari mansion Tegalkuniran.
Di kamar, nasi itu saya bagi dua dengan Mitro, dan kami
nikmati bersama sambil haha hihi ... melupakan nestapa ...
Duuhh ... nulis ini kok saya jadi mbrebes mili dhewe.
Oalah Tro, Mitro ... semoga sekarang dirimu jadi orang
sukses, sehat dan bahagia ...
-131-
Saya cuma manggut mengiyakan. Sambil sejatinya saya
pengin tahu kirim telegram itu caranya bagaimana. Mosok,
mahasiswa gaptek!
-132-
Sambil njegadhul, Nyah ... eh, Mbake ... melemparkan
kertas formulir itu ke Mitro. Saya ikut nglirik kertas itu.
Tulisannya begini: Assalamualaikum Wr. Wb. Alhamdulillah
putro sehat. Semoga Ayah Bunda di rumah juga demikian
adanya. Mohon maaf, sangu putro sudah sejak 4 bulan lalu
habis. Mohon kiranya dikirim sangu lagi. Sekalian persiapan
bayar SPP. Wassalamualaikum Wr. Wb. Salam taklim putro.
Hari Rudianto.
-133-
"Tro ... kok isi pesannya cuma tanda koma ki maksudmu
gimana?"
"Koma ..."
Ooo ...
-134-
11
TAKUT DIPIPISI
-135-
jelaskan panjang lebar kali tinggi, tetap saja orang-orang gak
percaya! Tetap saja menganggap bahwa saya paranormal.
Cwapeek deh!
Jindul ik ...
-136-
Terpaksa, sekali lagi terpaksa, saya iyakan tugas yang
aneh ini. Jujur, saya belum pernah nangani orang kusurupan.
Caranya bagaimana saya juga tidak tahu. Satu-satunya yang
pernah saya tangani, ya Aris waktu di Kuncen dulu. Tapi
menurut saya, Aris sih bukan kesurupan, tapi stress. Takut
dimarahi kawan-kawan karena gudegnya basi. Hehehe ...
"Assalamu'alaikum!"
-137-
Mendengar suara keras saya, makhluk yang merasuki Bu
In terdiam. Mungkin bingung, mikir kode etik ki panganan
apa? Kapokmu kapan!
"Ke mana?!"
Ia kembali terdiam.
-138-
"Sekarang, kamu harus pulang! Tinggalkan tubuh ini!!"
ancam saya makin keras.
-139-
Sambil berjalan ke kos, saya merasa heran sendiri. Kok
lelembut takut ya diancam mau dipipisi. Layak, dulu mbah
saya kalau menyadarkan orang kesurupan dengan cara
dipledingi. Ini tadi baru saya ancam saja sudah ngacir.
Untuuungg ... coba kalau tadi sudah kebacut buka celana tapi
lelembutnya gak mau pergi, kan kewirangan saya. Sekali lagi.
Untungnya ...
-140-
"Tolong bawakan kotak pusaka itu ke Wonosobo, Mas.
Biar nanti Mbah Sudin mengambil di rumah Mas Gun saja.
Kan Banjar-Wonosobo dekat," kata Bu Sri sambil
mengibaskan selembar uang sepuluh ribuan gambar Kartini.
Wow ...
Putus asa dua jam gak dapat bus, kotak akhirnya saya
bawa kembali ke kos. Uang gambar Kartini saya kembalikan
ke Bu Sri.
-141-
Tapi saya hanya memberi isyarat penolakan dengan
tangan, lalu lari lagi nyegat bus ke jalan. Wis kawanen iki,
Ndess!
[To be W4Ginued]
-142-
12
ROAD RACE
-143-
sebenarnya yang sedang terjadi di Wonosobo sana. Moga saja
road-race ini gak diselingi adegan senggol-bacok antar sopir
dan kernetnya.
-144-
Sungguh, saya sama sekali gak mirip anggota partai kay-pang
(pengemis). Atau ... mereka keder melihat wajah saya yang
mirip juragan bakpao? Embuh, Ndess ... yang jelas kejadian
yang sama terulang ketika saya naik bus Ramayana dari
Yogya ke Magelang. Kondektur juga ogah dibayar. Bahkan
dari sikapnya, ia tampak menaruh hormat yang amat sangat
kepada saya!
-145-
Sedang bingung bagaimana caranya bisa sampai rumah,
tiba-tiba seseorang yang wajahnya sangat saya kenal menyapa
saya. Ternyata Oki, teman SMA 1 Wonosobo.
Nyooss ...
-146-
ia sasak tanpa pilah-pilih. Tak pelak nyaris seluruh
penumpang muntah-muntah dengan suksesnya, termasuk saya.
Gapleekk!
-147-
Saya cuma bisa nginthil tanpa bisa berkata apa-apa.
"Mas Gun ... mulai saat ini kamu harus sangat hati-hati.
Ada yang mencoba mengaturmu. Tolong menjauh dari itu.
Jangan sampai tinggalkan sholat. Ingat, jangan sampai
tinggalkan sholat!"
(To be W4Ginued)
-148-
13
GODA CAP JIE KIA
-149-
Waow... napa bocah ini kok tumben berkotek-kotek kayak
pitik babon habis bertelur? Eh, ber-kukuruyuk kaya jago habis
menginseminasi babon, ding!
-150-
Uakiih banget kuwi! Untuk bayar SPP satu semester yang
cuma Rp90 ribu saja, selembar Kartini masih bisa balik
dompet. Kalau semua untuk beli dawete Bah Bolon Sar Legi,
bisa dapat sekolam. So, bisa menerapkan peribahasa "Sambil
menyelam minum cendhol.”
-151-
"Jes, kok kamu tiba-tiba beli nomer 124, itu ispirasinya
dari mana?"
"12."
"Bulan?"
"4."
"Jika dirangkai.."
-152-
Jes masih terlongong-longong setengah tidak ikhlas
melihat uang berpindah secepat kilat ke saku Mitro. Tapi
semua sudah terlambat. Keputusan sudah dibuat. Tidak bisa
diganggu gugat.
-153-
"No way! Get out!!" bentak saya sambil menuding agar
Meyek segera oncat dari kamar saya.
-154-
"Dapat ilham beli nomer bolak-balik ini dari mana?" tanya
saya.
-155-
Saat menghitung lembaran duit, saya kembali
menanyakan hal-ikhwal dari mana ilham angka 41 itu berasal.
-156-
14
MALA(S) PETAKA
-157-
"Kamu itu sebenarnya dikirim ke Surakarta Hadiningrat
untuk kuliah apa untuk nunut tidur, Ndes?" tanya Tekek suatu
hari.
Wah, kalau ini saya gak bisa jawab. Karena apa yang dia
sampaikan benar adanya. Heran juga saya, kok bisa begini?
"Aku tukang pacaran, Ndes ... tapi soal sholat gak pernah
lupa. Lha kamu mantan guru ngaji kok malah ndlodor begitu,"
semprot Tekek.
-158-
kewajiban yang menjadi tiang agama itu. Hiiks ... ampuni saya
ya Allah ...
-159-
tergagap-gagap bangun saat kawan-kawan menggedor pintu,
ngajak wedangan ke Maido.
-160-
kok tadi pagi saya gak dengar weker bunyi? Saya cek, puteran
dering weker merk Five Rams sudah kendor. Artinya, tadi
pasti sudah derdentang-dentang gak karuan. Tapi sumpah,
suaranya gak masuk gendang telinga saya.
-161-
"Arep nggo apa kopi pait? Kopi itu ya manis. Gak gableg
duit, ta untuk beli kopi manis? Dasar mlarat, kowe!" jeplak
Maido mulai kumat uring-uringannya.
-162-
Saya tinggalkan angkringan hik itu dengan rasa puaaass ...
Meskipun malam itu tugas besar masih menghadang di depan
mata ...
(To be W4Ginued)
-163-
15
SERIGALA BERBULU
MARMUT
-164-
menolong saya dengan kuasa-Nya. Terus terang, saya sudah
tidak tahan dengan gangguan itu.
-165-
Karena pusarannya lokal saja, dan tepat midid di wuwungan
kamar saya.
-166-
Saya ingat ketika mau berangkat ke Solo, Ibu saya meniup
kepala saya tiga kali sambil berkata, "Suatu ketika kamu akan
menghadapi semua kenyataan sendiri, dengan kekuatan
sendiri. Karena hanya kamu yang bisa. Dan hanya kamu yang
tahu apa itu. Tapi Ibu yakin, kamu akan berhasil."
-167-
ruku’, makhluk itu menahan saya dengan tenaga yang lebih
besar. Sepertinya dia tidak rela saya melakukan gerakan
sholat.
-168-
Saat pandangan berjarak itulah, saya terperanjat luar biasa.
-169-
Saya hanya pura-pura mesem sambil menutup pintu. Di
dalam kamar saya merasa gemes, karena selama ini saya
dibohongi oleh sosok yang sudah saya anggap sebagai dewa
penolong saya. Ternyata dia serigala berbulu marmut!
-170-
16
OPERASI LANJUTAN
-171-
"Ra mungkin, Ndes! Pasti ada benda pusaka yang kamu
miliki. Ra ketang sithik," ujar Mitro meyakinkan saya dengan
wajah dua rius ...
"Apa kuwi?"
-172-
celdam 3 yang dipakai side A dan side B, dan sepatu 2. Plus
dompet yang selalu kosong dan ... setumpuk diktat kuliah!
-173-
dulu. Tapi saat saku tas sebelah dalam saya cek ulang, loooh
... kok ada kantung kecil bertali terbuat dari kain mori, di situ!
"Naah ... gue kate juge ape... pasti itu biang keroknye!"
ujar Mitro saat saya tunjukkan batu seukuran ujung telunjuk
itu.
"Tapi ... tapi ... itu urusanmu, ya. Aku gak ikut-ikutan lho,
Ndes!!" lalu lari terbirit-birit entah ke mana.
Wealaahh ...
-174-
Segera saya melangkah ke bengkel lasnya Om Taruno
Wagiyo yang berada persis di depan kos.
"Oi ... oi ... ada. Mau lu pake buat apa ha itu palu?"
"Hayaa ... itu balang bagus. Kasih owe saja la, nanti owe
ganti duit ..."
-175-
telanjur mau bagaimana lagi). Termasuk kecerobohan saya
yang gagal menghancurkan akik sialan itu adalah
keterlanjuran.
-176-
"Wah, iya. Kita dikerjain. Gak bener ini!" celetuk saya
sambil melangkah balik ke bengkel.
"Hayaa... itu masih lingan, laa ... Coba kalau mata owe
sampai bolong kena batu yang lu pukul, bisa milyalan lu orang
bayal owe!" sergahnya.
-177-
17
KANGEN YANG TERTUNDA
(LAGI)
-178-
Mendekati Juni 1988, hati saya makin dag-dig-dug. Bukan
karena ketar-ketir gak bisa garap soal Sipenmaru, tapi
karena... formulirnya belum juga terbeli! Padahal garis finish
pembelian formulir sudah membayang di depan mata.
-179-
"Oh ... lalu?"
"Iki enek duit nyaris Rp15.000, tapi arep tak nggo tuku
formulir Sipenmaru Rp25.000. Dus, masih kurang Rp10.200."
-180-
"Tapi sepengetahuanku, belum pernah ada laporan orang
mati karena gak beli formulir. Kalau orang mati karena gak
makan, banyak, Ndes," sambungnya dengan pasang wajah
nyremimih.
-181-
Maka siang itu ketika Bu Sri sedang menyapu halaman,
saya samperin.
"Hah! Kok Ibu tahu kalau saya mau pinjam uang?" seru
saya kaget.
"Saya itu jadi Ibu kos sudah 19 tahun. Jadi sudah hafal
betul, wajah dan kelakuan anak kos butuh uang itu seperti
apa," celetuknya dingin.
-182-
"Nyapu boleh. Utang tidak!" jawabnya ketus.
-183-
"Gak, Bu. Kehabisan formulir," jawab saya.
"Sik, tah Bu ... jadi itu alasan Ibu tidak mau ngasih
utangan ke saya, karena tahu mau saya pakai untuk beli
formulir?"
Sungguh saya tak tahu harus sedih atau bahagia saat itu.
Sedih karena tidak jadi menjajal remidi ujian masuk kampus
idola. Bahagia karena ternyata di sini keberadaan saya
dibutuhkan orang lain.
-184-
"Ndes ... aku ada perlu. Ke sini sebentar!" tiba-tiba suara
Tekek memecah kecanggungan suasana.
"Enek apa?"
-185-
18
TERCITA CAPE-CAPEMU
-186-
Sik, sik, sik ... kok malah berpuisi koyo wong mabuk topi
miring ki, piye? Cerita tentang mbah baju putih mana
kelanjutannya? Batu akik yang mencelat di bengkel Om
Taruno akhirnya gimana? Trus si Tekek yang bawa lari duit
molas ewu gimana? Duh Gusti, paringana mbois. Ternyata
sulit betul jadi pribadi bergelimang request. Tak terkecuali
saya yang pontang-panting direquest-i penggemar W4G ...
"Jindul ik ... ini sudah 24 jam lewat 14 menit, tapi gak ada
tanda-tanda si Tekek bakal menampakkan batang hidungnya,"
gerutu saya.
-187-
"Emergency itu luas, Ndes! Bisa nabrak orang, keluarga
sakit, sumurnya luber, kucingnya beranak, ikan koinya batuk,
itu juga termasuk emergency!" cerocosnya.
-188-
"Iya, tahu! Kita kan memang tinggal di Solo, mosok di
bun binatang!" cerewet Jes.
"Kok bisa?"
-189-
bisa dikumpulkan di UNS. Tesnya besok juga di UNS. Jadi
gak usah keluar ongkos.
Woo ... kok gitu? Kan aku tidak utang dirimu, Bu. Aku
juga tidak lagi berminat menyapukan halamanmu. Kok masih
marah?
-190-
Sekira jam 15.00 saya sedang membongkar soal-soal
Sipenmaru yang saya pinjam dari kamar Mitro, ketika
sekonyong-konyong Om Taruno Wagiyo datang bertamu
sambil menenteng bungkusan martabak.
Ia cuma mengangguk.
-191-
Hampir saja saya rebut barang itu. Tapi ketika ingat
betapa ribetnya hidup saya dengan akik sialan itu, akhirnya
saya ikhlaskan. Biarlah ... tampaknya si akik sudah
menemukan tuan rumah yang pas sekarang!
-192-
"Betul, Ndul. Tetapi kegagalanmu adalah makan yang
tertunda. Karena kita berdua sekarang sama sekali gak punya
uang!"
-193-
Malam itu kami benar-benar dijamu makmal ala kenduri.
Saya sendiri yang disuruh ndongani. Kawan-kawan dan Bu Sri
mengamini.
-194-
19
KERONCONG ANTI
KERONCONGAN
-195-
"Ini keroncong beneran, bukan keroncongan?" tanya saya.
"Bisa!"
"Pegang ukulele?"
"Bisa!"
"Waah ... tapi saya kan belum tahu, melodi keroncong itu
seperti apa," ujar saya khawatir.
-196-
"Pak Ed tahu?"
"Ora!"
-197-
Keringat membasahi kaus Rollingstone saya, sampai bisa
diperas.
-198-
terjamin, bekal mantap. Sungguh selaras dengan ideologi The
Koster.
Duuhh ...
-199-
Badhalaaa ... ternyata isinya ... kartu nama! Ora lucu
tenan! Mosok kertu nama diamplopi! Wong Solo nyat kreatif
tenan, Ndesss!!!
-200-
begitu, jamaah?" kata Ustadz Meyek AlBojonaghori yang
baru sembuh total dari napza jenis CJK.
"Bukaaaaaaann!"
Hahaha ...
-201-
Saya tatap mata Mbah Maido, lalu dengan pelan saya
tanggapi omelannya,
-202-
20
KETIBAN AWU ANGET
-203-
melulu. Kerjaan numpuk tidak tergarap. Pokoknya sampeyan
harus bertanggung jawab!" cerocosnya seperti senapan mesin.
-204-
Om Taruno pucat pasi melihat saya datang bawa pasukan
lengkap sak bergada. Tapi ... sesungguhnya saya tahu setahu-
tahunya, bahwa ia jiper kaliber super pada emak baju lekton
yang ada di samping saya. Hihihi ...
"Hah, jadi gak beli, ya!? Lalu uang Rp100 ribu kemarin
Papah kasih ke siapa?! Jangan bohong, ya!!" teriak Cik Yin
sambil menarik kuping suaminya.
-205-
Wah, makin trawaca sekarang. Kalimat "baju putih" yang
diucapkan Om Taruno sudah menjelaskan segalanya. Rupanya
si Lelembut itu sudah menampakkan diri di depan tuan
barunya.
-206-
Setelah lima menit, saya kasih isyarat agar si Om
melaksanakan prosesi terakhir.
-207-
"Om barusan pingsan.." kata saya mengingatkan.
-208-
"Mas Gun ... tulung bangke kucing ini dirukti.
Dimandikan, dibungkus kafan, dan dikubur seperti layaknya
mengubur jazad manusia," pesannya.
-209-
"Kadang menyabeti sudut-sudut ruangan dengan sapu
penebah, sambil musuh-misuh!" sambung Meyek.
"Cuma aku."
-210-
21
PROFESIONDES
-211-
"Sakjannya alkes apa sih yang kamu jual, Tro?" ujar saya
menyelidik. Jujur, saya kepo habis, karena setiap kali ditanya
Mitro cuma senyam-senyum.
-212-
Loper koran yang dilakukan Jes sebenarnya biasa-biasa
saja, jualan koran sebangsa KR, Suara Merdeka, Kompas, dan
lain sebagainya. Yang unik adalah jumlah yang "dan lain
sebagainya" ini lebih banyak dari korannya.
"Lha, piye ... kuwi sing paling laris je, Ndesss!" ujar Jes
membela diri.
-213-
Derkuku, Parkit, Kutilang, Jalak, atau Beo, Emprit pun tidak
ada.
"Sik ... sik ... jelase kalimat sing tunjek poin, piye?"
-214-
Yang jelas, sejak aktif cari duit, kuliah jadi keteteran.
Prinsip "aja kakehan kuliah mundhak dodolane kether"
membuat Gondeser sering bolos. Sehari penuh mremo, dan
baru pada kembali ke kos jelang maghrib. Tak heran Bu Sri
sering nanya, "Iki wis dha lulus pa piye, sakjane?"
-215-
Kalori Cap KSPH terhadap Perubahan Massa Tubuh
Gondeser". Hehe ...
-216-
"Itulah masalahnya. Uangnya sudah kupakai untuk beli
daster Susi Similikithi!"
-217-
"Sudahlah, Tro ... mungkin orang Solo sudah pada besar
dan sudah sempit semua. Jadi tak butuh treatment lagi," kata
saya menghibur.
"Alhamdulillah habis!"
Kami juga.
-218-
22
TANGISMU TAWAKU
-219-
Saat itu, setahu saya "dia" hanya keluar di malam Anggara
Kasih (Selasa Kliwon) yang gerimis. Di luar itu, jarang
muncul. Bahkan di malam Anggara Kasih pun, kalau tidak
gerimis ya aman-aman saja. Tapi ini, malam Minggu kok
nangis juga?
-220-
Ini pasti sosok yang dilihat Meyek dulu. Sosok yang
membuat pesawat Meyek terguyur PPO! Hadeh, tapi kok
bahaya betul posisinya. Nek kecemplung piye jal, kan bisa
mati? Eh, memang sudah mati, ding! Gak tahu lagi kalau dulu
matinya her, sehingga pengin remidi dengan mati dua kali ...
-221-
"Dhemit, jin, setan, aja ngganggu putuku! Minggat!
Minggat! Minggata sing adoh. Bali mring alam kalanggengan
atas kersane Allah!"
Weh, doa apa pula itu? Sungguh baru kali ini saya
mendengar doa semacam itu. Tapi khasiatnya sungguh nyata.
Sosok tubuh putih itu langsung meloncat dari palang sumur
sambil berteriak panjang. Setelah itu menghilang.
-222-
"Ngomong-ngomong, apa betul itu tadi arwah penasaran,
Yang?"
"Memangnya, kenapa?"
-223-
Waduuh ... kok jadi sebegitu ya, dampaknya? Padahal
saya hanya melaksanakan arahan Ibu kos?"
Dan dari hari ke hari ada saja kisah muskil yang menimpa
para Gondes. Gak semua menyeramkan, sih. Ada juga yang
-224-
membikin ngakak meskipun tetap bikin mrinding. Salah
satunya yang dialami Jes.
"Waduh, trus?"
"Sik ... sik ... sik ... tertawamu kok mengandung algonol
begitu!" celetuk Meyek sambil memandang kami berempat.
-225-
23
SER ... DEG!
-226-
Word yang namanya Chi Writer dan Word Star. Tapi, di Solo
yang punya komputer semacam itu bisa dihitung dengan
kuping, saking langkanya.
-227-
"Ya ... cari jalan masuknya!" tukasnya cuek.
-228-
"Wah, sudah pada mulai ngetik skripsi ya, Mas? Padahal
baru semester empat. Hebat!" kata Bu Sri dengan wajah
kagum level 7.
-229-
Cuma, Jes agak mrengut melihat mesin ketik digunakan
untuk kegiatan sampingan. Dia memang tipe orang yang susah
melihat orang lain senang dan senang melihat orang lain
susah.
"Kok, nyimut ... yang bayar sewa aku kok yang untung
dirimu!" komentarnya sepedas lomboke Susi, eh warunge Bu
Wardi.
-230-
Samar-samar terdengar suara ketukan mestik dari dalam
kamar. Lah ... kan Gondesnya sedang pulang kampung? Kok
mestiknya berbunyi? Siapa yang mengetik di dalam?
Saat saya intip dari kaca pintu, suara tik tik itu langsung
berhenti. Suasana kembali sunyi. Eh, tunggu dulu ... ternyata
suaranya pindah ke ... kamar saya! Wah, kurang ajar ini ...
-231-
rental, ya karepmu, paling Jes yang tersaingi nanti. Maka saya
biarkan saja tak tik tak tik sepanjang malam. Puas! Puas!
"Eh... tapi ... tapi kan Meyek pulkam, ta? Laah ... jadi si ...
siapa, ndeh yang ngetik tadi malam?" ujar Mitro dengan suara
menggeletar.
-232-
Hadeuuhh ... terpaksa mesin tik itu saya gotong ke
halaman, lalu saya langsir ke kamar saya.
Wah, kacau ini. Pasti bakal ada tragedi susulan neeh ...
Pertama, terganggunya kinerja jasa pengetikan Jes. Kedua,
terganggunya tidur saya, karena nanti malam Mitro pasti
minta join seranjang! Hhhhh ...
-233-
24
“BREXIT”
-234-
Tapi ya monggo saja kalau mau pindah. Toh itu juga
dijamin oleh Hak Asasi Mahasiswa (singkatannya HAM juga)
pasal 1 ayat (3): bebas memilih kos sesuai hati nurani dan
kantong, tanpa paksaan dari siapa pun dan/atau pihak mana
pun.
"Aku juga tidak tahan ... Tiap hari kedinginan ... Tidur di
ubin tanpa tikar ... Nyamuk-nyamuk menjengkelkan ..."
sambung Meyek.
"Tapi aku memang mau pindah, Ndul. Ada kos yang lebih
murah dan ... bisa diangsur ..." bisik Meyek.
-235-
"Kalau mau pindah yang jauh sekalian. Ke jabalkat kek,
atau ke rakhmatullah ... Lah ini, pindah kok cuma 10 meter.
Ra kacek!"
"Eh, anu je, Ndul. Aku penginnya kita tetep bisa kumpul
sakgondesan, meskipun tidak sakpetarangan," cetus Mitro.
-236-
Maka daripada dikomplain pelanggan, dalam waktu
setengah hari saja, pengetik baru itu pun sukses dipecat tanpa
pesangon!
-237-
Yang namanya bikin tabel dengan mestik manual itu...
sesuatuh banget!
-238-
Tekek langsung menyeret saya ke Jl. Kol. Sutarto, tempat
Mbah Maido dan angkringannya bertakhta. Saya manut saja,
kan waktunya memang sudah memasuki WIB ... Waktu
Indonesia bagian Badh*g. Hehe ...
"Wis sugih ya, wis ra sudi mrene! (Sudah kaya ya, gak
mau ke sini lagi)" semprot Mbah Maido begitu melihat
kedatangan kami.
"Mau bayar, gak? Ini sudah mau tutup! Gek minggat! Gak
usah tidur di sini!" bentak Mbah Maido seperti membaca
pikiran kami.
-239-
Akhirnya saya dan Tekek ping suit. Dia keluar jempol,
saya kelingking. Saya menang. Segera saja tubuh Tekek saya
dorong sekuat tenaga ke arah Mbah Maido.
"Eh, nganu, Mbah ... yang akan bayar si Jes ..." kata Tekek
terbata-bata.
-240-
Tepat adzan Subuh, Jes bangun. Gak pakai lama langsung
menghardik kami sambil kepreh-kepreh.
"Ngg ... jam 3-nan ya, Ndes ..." jawab saya sambil
mengejapkan mata ke Tekek.
"Apa itu?"
-241-
"Bayarlah upah buruh sebelum kering keringatnya."
-242-
25
TUMPAH RUAH
-243-
Sesaat setelah letusan tulang yang ketiga, yang paling
keras suaranya, Mitro muncul di pintu kamar saya. Wajahnya
terlihat pucat. Tubuhnya berkelumun sarung sambil tangannya
membopong ... guling!
-244-
"Ya udah, semalam Rp250 saja. Tapi tidak pakai peluk!
Catat, sekali lagi, tidak pakai peluk!" ancam saya sambil
menahan geli.
"Jeruk purut dibuat es. Aku takut, Ndesss ...!" ujar Meyek
sambil menyusul rebah mendampingi Mitro.
-245-
"Eit ... nanti dulu. Tarif hotel Rp250 semalam. Kalau tidak
akur, sila tidur di emperan," goda saya.
-246-
sangat menyengat. Jauh lebih menyengat dibanding di kamar
saya. Hhhh ... memualkan!
-247-
Sekira tujuh menit kemudian, suara ramai seperti pasar itu
berhenti mendadak. Kesunyian terasa menusuk telinga, saking
sepinya. Aneh, ke mana makhluk-makhluk itu pergi?
-248-
ruang, saya balik kanan. Wah, mentang-mentang diminta
bayar, seluruh petak ruang dipakai semaksimal mungkin!
-249-
Wah, pasti ada yang tidak beres ini!
"Hooh. Saat tidur tadi, ujug-ujug ada yang anjlok dari atas
lemari, bruuggh!! Ya terus saja kita tinggal lari!!" timpal
Meyek.
"Tapi ... karena kita ketakutan luar biasa ... sewa kamare
gak usah bayar, ya? Anggap saja impas," pinta Mitro.
-250-
26
SKRIPSWEET
-251-
Soal Mitro dan Meyek yang desersi, gak usah dibahas
lagi. Toh nyatanya Bu Sri juga tidak terlalu ngurusi. "Kos di
luar monggo saja, wong di sini mereka juga bayar kosnya
dhat-nyeng," ujar Bu Sri.
-252-
"Apa itu? Sajake istilah anyar?"
-253-
"Lho ... salahku di mana? Kan, Pak Tekek bertaninya
cuma kadang-kadang. Apa salahnya waktu senggangnya
dipakai jualan burung! Kan, bagus itu. Nyatanya sampai
sekarang Tekek jualan burung betulan. Ya nggak, Kek?"
-254-
"Malam ini juga, ayo kita sewa komputer di Gatot Rental.
Ngetik sakkenyoh-kenyohe. Paling tidak, besok kita sudah
ajukan judul. Setujuuu?" sambung Tekek.
-255-
"Dhodhog saja pintunya. Bilang ada tugas maha penting!"
kata Tekek.
"Ya saya."
-256-
"Hah ... saya kira kamu paham ..." jawab Meyek. "Kamu
tahu gak, Tro?"
"Ndladhuk ik ... bul gak enek sing isa komputer! Trus buat
apa sewa segala?" gerutu Tekek.
-257-
Apa boleh buat, Mas Gatot terpaksa kami obrak sekali
lagi.
-258-
"Pengaruh Tingkat Kegoblokan Mahasiswa terhadap
Pemahaman Posisi Tombol On-Off Komputer. Studi Kasus
Gondes Tegalkuniran"
-259-
27
SIBUK SKRIPSI!
-260-
Rampung packing saya sengaja nyamperi Mbah Sudin.
Intinya sih mau kenalan, sambil menyampaikan maksud
utama ... menunutkan diri itu tadi.
"Halaah... alasan saja Mase, ini. Mana ada bus gak mau
ngangkut penumpang. Mase saja yang ogah kerepotan. Jujur
saja, Mas ..." tudingnya.
-261-
Hancuriit..! Kalau bukan kerabat Ibu, pasti sudah tak
jindul-jindulke tenan Mbahe iki. Kenal aja belum kok sudah
nembak pake kata-kata setajam silet! Tapi mau bela diri
bagaimana, wong fakta yang saya alami begitu, kok!
"PSOTW!"
-262-
Maka ketika Bu Sri memanggil saya untuk membantu
mengangkat kotak ke mobil, saya cuma nyeplos dingin dari
dalam kamar, "Ngapunten Bu, saya sedang sibuk skripsi!"
-263-
Ah, saya curiga ... jangan-jangan Mbah Sudin pura-pura
keberatan agar bebas dari urusan angkat-junjung ini? Wah,
kalau benar begitu, kalah pokil saya!
-264-
(Hayo siapa yang suka mijit ban kempes kayak Mbah Sudin?
Hehehe ...)
-265-
bercucuran sejagung-jagung. Wajahnya tampak kesal dan
putus asa.
"Ini pusakanya gak mau ikut kamu, Din. Maunya ikut Sri.
Ya sudah, kamu tinggal saja, biar nanti dimasukkan lagi ke
senthong sama Mas Gun," kata Eyange sareh.
-266-
Saya sendiri kalau suruh ngikut si Mbahe yang pemarah ya
mikir ping pitulikur jaran!
-267-
"Inggih, Yang. Njamasinya sehari dua kali. Minimal ya
sekali lah ..."
-268-
Malamnya saya tunggu sampai jam 23, tak sebiji pun
Gondeser nongol. Aneh ini! Biasanya jam segitu semua sudah
berkotek-kotek ngajak ke Maido. Kok, tumben?
-269-
28
NYARIS ...
-270-
Kilat cahaya petir membiaskan bayangan besi bekas yang
pating crongat. Ada banyak barang logam tak terawat
teronggok di situ. Kotak-kotak besi, pintu, potongan rel,
hingga serpihan bumper mobil. Kumuh dan kotor.
Jindul ik, kok dia masih ada? Bukankah cincin batu putih
bernoktah merah itu sudah hancur dilas dan digodam Om
Taruno? Kenapa dia tidak ikut hancur?
-271-
"Hei, Laknatullah! Kenapa kamu masih mengganggu
kehidupanku! Pergi, kau!! Kembali ke alam kelanggengan
sana!!" bentak saya menukil kalimat yang pernah diucapkan
Eyange.
"Saya, Gun."
-272-
seperti ada sesuatu yang nempel di atasnya! Astaghfirullah ...
Apa ini? Apakah hanya perasaanku saja?
-273-
dia adalah satu-satunya di antara para Gondes yang mata
batinnya paling tajam.
"Sejak malam ini. Eh, Kek, kamu masih ingat orang tua
baju putih yang dulu sering kamu bilang mengikutiku?"
"Hah? Di mana?"
"Waduuhh ...!"
-274-
Tak pelak malam itu saya tidak bisa tidur. Kebalikannya,
Tekek malah menguap melulu. Matanya merah dan wajahnya
seperti orang lesu darah.
"Ya sudah, kamu tidur saja, Ndes! Nanti kalau ada apa-
apa, aku bangunin," perintah saya.
Saya tunggu hingga jam 02.00 tidak ada kejadian apa pun.
Perasaan saya pun mulai berangsur lega. Mungkin apa yang
terjadi tadi malam sekadar fatamorgana, bayangan yang
muncul akibat kecemasan berlebihan.
-275-
Merasa tak mampu menangani sendiri, saya berteriak
memanggil Eyange. "Eyaaanng! Eyaaang!!" Toloong!!"
Tekek kesurupan!"
-276-
Setelah reda, Eyange bercerita bahwa makhluk baju putih
itu sudah beberapa kali datang ke kos dan beberapa kali pula
berhadapan dengan Eyange.
Woalah ...
-277-
"Lha, mintamu apa?"
-278-
29
GODAAN GAME YANG
TERKUTUK
-279-
Lama-lama pengin kenal dengan orang-orang antik ini.
Mungkin ia pikir, asyik juga bergaul dengan The Flinstones.
Manusia langka yang di era modern masih setia pada
peradaban zaman batu. Hihihi ...
-280-
Setengah antusias, setengah jiper, kami berbondong ke
rental. Wuiih ... ternyata di TKP sudah disiapkan konsumsi:
kue kotakan dan teh botol. Wah, seriyes iki, Ndes!
"Sejak bayi, Ndes ... Ibu saya dan ibu Einstein kan masih
satu kakek," balas Tekek.
-281-
"Gimana, setuju?" tanting Gatot.
-282-
ditekan diikuti huruf, cukup rumit untuk dihafalkan. Untung
Gatot sudah bikin contekan yang di-print rapi.
-283-
malam hingga subuh pertama itu habis untuk mendaras game
level demi level sampai over.
"Mission Acomplished!"
-284-
Ya, kami memang mabuk. Tapi bukan mabuk karena nge-
lip. Kami mabuk kursor! Hahaha ...
-285-
Setidaknya, 'peringatan' Bu Sri membuat saya sadar
bahwa waktu untuk bikin skripsi tinggal sakcrit. Jika tidak
segera dimulai, kami bisa terancam jadi mahasiswa abadi.
Apalagi kami semua belum KKN.
-286-
Bwahaha ... cerdaaas!!
-287-
Gatot nyengir, mengeluarkan kembali kotak disket game
sambil geleng-geleng kepala.
Saat mau balik ke ruang ketik ... eh, kok itu komputer di
kamar Gatot nyala. Bunyi theme song-nya sangat familiar di
kuping.
"Lah ... kamu lagi bukak program apa, Tot?" selidik saya.
Bajinduuullll!!
-288-
30
K-ULIAH K-ERJA N-GEKEK
Antimo dua biji yang saya telan bersama satu gelas tehnis,
dua lonjor arem-arem, dan empat bakwan, sama sekali tak
berguna. Kenyang iya, ngantuk iya, tapi mual jalan terus.
-289-
Walhasil, rekor saya tidak mabuk perjalanan selama 12 tahun
pun rontok.
Hah, separuh?
-290-
Jindul ik, jik imut ngene diceluk Pak! Lagi pula, sejak
kapan aku menikahi ibumu, Nak? Hi hi hi ...
Tapi apes tenan ki, Ndes ... kendaraan colt pick-up yang
disewa kampus ternyata hanya bisa ngantar rombongan
sampai ke Desa Cangkring, 5 kilometer dari kecamatan.
Sementara untuk yang kebagian Desa Dawungan, dimohon
meneruskan by-sikil sejauh 7 kilometer lagi!
-291-
Saya yang bawa tas besar dan gitar pun meringis. Ingin
rasanya saya banting saja itu gitar, ngrepot-ngrepoti saja. Eh,
tapi regane larang je, Ndes, 27 kali ngamen!
-292-
"Saya pelanggan setia, ya makanannya, ya pisuhannya,"
ujar Retno geli.
-293-
empat kali. Beruntung Retno dan Ranti cukup tangguh. Coba
kalau duo R ini sampai tumbang, kami tentu akan kerepotan
karena harus ping suit dengan para "Sherpa" untuk
menentukan siapa yang berhak untuk ... menggendongnya!
-294-
"Jangan dikasih tugas, lah. Justru apa-apa yang biasa
beliau lakukan, kita yang kerjakan. Mbah Maido, gantian kita
yang layani," ujar Retno.
"Ok. Tapi ingat... masih ada satu tugas beliau yang juga
harus kita kerjakan," kata saya.
-295-
Awalnya Setyo mau menyalakan petromax yang ia bawa,
tapi setelah dicek ternyata kaos lampunya ambrol, efek
terjedot-jedot saat digotong tadi! Ya sudahlah...
-296-
"Oh, di kanan rumah, di bawah pohon asem. Tapi maaf,
malam ini semua belum bisa mandi. Sumber air dan sumur
kering, selang juga mati. Kami hanya punya air dua ember.
Silahkan dipakai untuk yang penting-penting saja," pesan Bu
Polo.
Waduuhh ...
-297-
"Sori, Nda ... karena gelap, tadi embernya kesenggol dan
jatuh," kata Setyo dengan wajah bersalah.
Piye, iki? Yang tersisa cuma air teh dalam ceret yang
dibawa dari Cangkring tadi. Mosok, habis pipis mau bebersih
pakai air teh? Nggak, ah! Ntar malah kayak terapi pembesaran
yang itu ...
-298-
31
AIR, OH AIR ...
-299-
Tempo hari pula Mas Kisut menuduh Pak Karim sengaja
melepas sambungan selang untuk mengoncori ladang jeruknya
yang nggik-nggiken. Tapi Pak Karim menganggap Mas Kisut
yang ceroboh karena memasang selang lewat tanahnya tanpa
izin. Keduanya nyaris baku pukul, untung segera dipisah oleh
Pak Polo.
"Apa di sini gak ada sumur?" tanya saya suatu hari pada
"Dik" Polo.
"Banyak!"
-300-
Woooh ...
-301-
Sorenya, ketika kawan-kawan setia menunggu air selang
yang ngicir seperti pipisnya orang kencing batu, saya pergi
berkalung handuk sambil membawa peralatan mandi lengkap.
Saya manggut.
-302-
mandi rupanya! Bohong dong, kalau dibilang gak ada yang
berani mandi di sini.
-303-
jumlah banyak sepuas-puasnya! Yang butuh bersih gak cuma
dirimu, Mbut!
-304-
Strategi duo R ini pinter juga. Saat berangkat, lampu
senter cowok yang pegang. Tapi 100 meter menjelang belik,
senternya mereka minta. Kami berempat diminta menunggu di
batu besar di tengah kegelapan.
"Woo ... enak aja! Lha nanti kami sedang mandi kamu
main sorot, kan berbahaya!" ujar Retno dengan wajah disadis-
sadiskan.
Belum lagi sadar suara apa itu ... Byar! cahaya senter
menyorot ke arah datangnya suara, diiringi teriakan Retno dan
Ranti. Pet! Lampu senter kembali mati.
-305-
jatuh. Kedua, Retno sedang sabunan dan Ranti sedang
shampo-nan!
Toh masalah air tak kunjung selesai. Kali ini yang bikin
pusing adalah selang air yang terlalu sering putus. Akibatnya,
pagi-pagi Bu Polo sering kepreh-kepreh karena gak ada air
untuk menanak nasi.
-306-
"Ndladuk ik ... ya wis ayo Mas Gun, kita menjalankan
misi mulia ini," kata Pak Polo sambil menyambar lampu
petromax yang akan dipakai untuk obor kerja.
"Pak ... kok kayaknya itu tapak kaki kyaine ..." bisik saya
takut.
-307-
Sebelum saya menjawab, tiba-tiba terdengar suara auman
yang dalam dari rimbunan semak dekat pohon beringin.
Seketika bulu kuduk saya berdiri. Tak salah lagi, itu memang
kyaine!
-308-
32
PAHITNYA MADU
-309-
Jakarta. Saya tahu kondisi itu saat mengundang warga untuk
kerja bakti memperbaiki talud jembatan Tretes. Duuhh ...
ternyata yang datang semua para lansia dan anak-anak?
Soal tradisi, desa ini tergolong lain dari yang lain. Hampir
setiap rumah punya satu pohon besar yang difungsikan
sebagai "dhanyangan", tempat memuja arwah nenek moyang.
Di pohon besar itu, pada hari tertentu, lazim diberi cok bakal
(sesaji) dan dibakari kemenyan.
-310-
Pak Polo sendiri punya dhanyangan berupa pohon
trembesi besar di ujung pekarangan sebelah barat dekat kalen.
Tapi ia mengaku sudah tidak aktif melakukan ritual di sana.
-311-
Jangan diragukan lagi soal keamanannya. Sebab kalau ada
aktivitas perjudian seperti itu, yang hadir di barisan terdepan
adalah Pak Camat, Danramil, dan Kapolsek. Di meja
belakangnya, Pak Polo dan perangkat desa. Baru di baris
terakhir, sohibul bait dan warga setempat.
Ini berlaku tidak hanya saat hajatan, tapi juga saat ada
kematian. Kalau ada warga meninggal sore, malamnya
jenazah biasanya akan diinapkan. Alih-alih baca Yasin, sambil
"tugur" atau menunggui yang mati, warga justru sibuk
membanting Dimpil, Plompong, Senthun, Ketok, dkk di ruang
sebelah. Uniknya, hasil kemenangan para gambler ini
seluruhnya akan disumbangkan ke keluarga yang ditimpa
musibah. Elok tenan ...
-312-
"Biasanya kami spontan jawab saja, "Nggih Pak, Bu,
Mbah, Lik ... dst." Maklum, yang ngampirke banyak banget.
-313-
frekuensi ke belakang. Sementara persediaan air di kamar
mandi tetap tipis! Duh ...
-314-
Ya wis, lah. Dientup tawon itu berat, kamu tak akan kuat.
Biar kami saja! Celetuk saya dalam batin.
-315-
Lepas isya, bau lezat masakan menguar dari dapur.
Kontan saja perut para Gondes berkukuruyuk.
-316-
Tak lama, Ranti dan Retno muncul dengan kondisi sama,
bengkak. Malah Retno pakai bilur-bilur merah seperti biduren.
-317-
PENUTUP
Yth. Gondesquad
Nursodik Gunarjo
-318-