com/
1
Lelaki tua berpakaian serba hitam itu dikenal penduduk
setempat dengan nama panggilan: Mbah Dupa. Badannya
kurus, tingginya sekitar 150 cm. Tergolong pendek.
Kekurusannya membuat tulang pipi bertonjolan. Dengan mata
cekung bersorot tajam, wajah Mbah Dupa tampak angker dan
menyeramkan.
Ia bukan saja gemar mengenakan pakaian serba hitam,
tapi juga sering memakai ikat kepala dari kain batik
berdominan warna hitam. Rambutnya yang pendek dan putih
rata itu menunjukkan bahwa ia sudah berusia cukup tua.
Konon, dia pernah mengaku sudah berusia ratusan tahun,
sudah pernah mati tiga kali, dan sekarang ia tampak seperti
berusia 75 tahun.
Sebuah desa pinggiran kota menjadi tempat tinggal Mbah
Dupa. Rumahnya sendiri agak jauh dari tetangga sedesanya,
bahkan lebih berkesan terpencil. Untuk mencapai rumahnya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nggak tahu juga deh. Soalnya aku nggak tahu persis. Ada
yang bilang, aku ini wanita karir. Tapi ada juga yang bilang,
aku ini wanita asli. Mana yang betul, aku nggak tahu."
Pria itu tertawa, karena bisa menangkap gaya bercanda
semacam itu. Percakapan selanjutnya adalah perkenalan yang
rada konyol, sebab Kumala Dewi lebih sering memberi
jawaban tak serius. Namun justru ketidak seriusan itulah yang
membuat si pria menjadi semakin betah ngobrol dengan
Kumala.
Pria itu ternyata bernama: Barry Beniton. ia mengaku akrab
dipanggil: Beni, atau Ben saja. Menetap di Jakarta, walau
bukan asli Jakarta.
"Aku berasal dari luar Jawa," katanya tanpa mau
menyebutkan narna kota kelahirannya. "Kau sendiri berasal
dari mana?"
"Luar angkasa!" jawab Kumala Dewi sambil mengulum
senyum, membuat Beni tertawa geli.
"Jenaka sekali kamu rupanya. Jarang ada gadis secantik
kamu, seramah kamu, tapi bisa sejenaka kamu."
"Ibuku pelawak dan ayahku pemain badut."
Tawa si pria bertambah panjang, namun dengan suara
tetap tertahan, sehingga tak memancing seluruh penumpang
pesawat berpaling ke arahnya. Kumala sendiri tetap tenang,
seakan tak mudah menghem-burkan tawa kecuali senyum.
Kharismanya tetap terpancar, namun justru membuat
kecantikannya semakin anggun, dan semakin menawan hati
Beniton.
"Ada bisnis di Y ogyakarta?" tanya Beni.
"Oo, nggak. Kunjunganku ke Yogyakarta ini karena
undangan seorang teman. Dia punya proyek cukup besar, dan
aku diminta ikut membantu menangani proyeknya. Tapi...
rasa-rasanya aku nggak mampu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Proyek apa?"
"Menambal kawah Gunung Merapi!" jawab Kumala konyol
sekali. Ia sengaja sekonyol itu untuk 'ngerjain' Beni. Ternyata
pria itu tertawa lepas dan bersuara keras.
Para penumpang berpaling memandang ke arah Beni,
membuat Beni malu sekali dan buru-buru menutup mulutnya,
menghentikan tawanya. Hanya dia yang kedengaran paling
brisik di antara sekian banyak penumpang pesawat jenis Boing
itu.
"Berapa lama rencananya tinggal di Y ogyakarta?"
"Mungkin lusa sudah kembali ke Jakarta," jawab Kumala,
kali ini serius.
"Oo, sama dong. Aku sendiri lusa harus sudah ada di
Jakarta lagi. Mungkinkah kita bisa pulang bersama?"
"Kurasa nggak mungkin," kata Kumala.
"Kenapa nggak mungkin?"
"Kamu mau pulang naik apa?"
"Pesawat juga dong." ,
"Oo, aku naik kereta. Makanya kubilang nggak mungkin."
"Tapi aku.bisa aja pulang naik kereta."
"Aku pasti naik pesawat!" jawab Kumala kembali bernada
canda.
Itulah awal mulanya Dewi Ular berkenalan dengan Beniton
yang mengaku seorang akuntan dari sebuah perusahaan
cukup bonafide. Nama perusahaan yang disebutkan Beniton
mudah dikenali oleh Kumala Dewi, sebab pihak perusahaan
Kumala sendiri sering berhubungan dengan pihak perusahaan
Beniton.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
2
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beni diam. Ia berkerut dahi. "Dari mana dia tahu aku sudah
punya teman tidur? Aku nggak pernah bilang padanya tentang
keberadaan Neni," pikir Beni saat itu.
'Teman tidur siapa maksudmu, Kumala?" Beni berlagak
pilon.
"Yaah... tentunya seorang wanita cantik yang selama ini
hidup bersamamu. Bukankah dia cukup cantik dan sexy?
Tubuhnya sintal, berdada sekal, gairahnya selalu membara
Jika berada di sampingmu. Mengapa pikiranmu nggak kamu
alihkan padanya saja? Malam ini ia butuh belaian kasih
sayangmu. Ia menunggu cumbuan hangatmu, Beni. Lihatlah...
dia sudah mengenakan gaun tidur merah jambu yang tipis dan
transparan. Itu pertanda dia sedang menunggu reaksi
asmaramu, Beni. Dekatilah dia dan sapalah dengan kecupan
lembutmu."
"Kumala... dari mana kau tahu semua itu? Dari mana kau
tahu kalau malam ini Neni mengenakan gaun tidur tipis warna
merah jambu?" tanya Beni bernada terheran-heran. Tapi
jawaban yang keluar dari mulut Kurnala hanya sebaris tawa.
bernada desah. Suara tawa itu makin membuat Beni berdebar-
debar diliputi kegelisahan dan harapan ingin, bertemu dengan
paranormal cantik itu.
"Ben, sekarang sudah hampir pukul dua belas tengah
malam. Besok kita harus kerja lagi. Aku ingin istirahat dulu,
ya?"
"Kumala... bolehkah aku menciummu lewat telepon ini?"
Kumala semakin geli mendengarnya. "Jawablah, Mala...!
Aku ingin menciummu melalui telepon ini. Bolehkah?"
Terdengar suara Kumala menjawab dengan sedikit parau,
"Lakukan, asal jangan terlihat oleh Neni-mu."
Hati Kumala berkata, "Biarin aja. Cuma lewat telefon aja!
Toh bibirnya nggak menyentuh bibirku."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
3
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
4
Ternyata Beni bukan hanya pergi ke Medan. Bossnya, Pak
Purba, mengajaknya sekalian ke Singapura. Urusan bisnis di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau gaib itu datang melintas di kamar ini, maka nyala api
lilin akan bergerak-gerak dan lilinnya akan mengambang ke
sana-sini."
"Kok nyala apinya kecil, Ron?"
"Tentu saja kecil, karena kena hembusan AC," jawab Buron
membuat Tante Molly tertawa geli. Kali ini ia menertawakan
kebodohannya sendiri.
"Lebih baik AC-nya dimatikan saja. Tante. Biar kita bisa
membedakan hembusan angin biasa dengan angin gaib."
Tante Molly tak merasa keberatan diperintah begitu. Ia
melakukannya demi menyelamatkan harta kekayaannya yang
berbentuk hotel berbintang empat itu.
"Gerah dong kalau nggak ada AC begini, Ron?"
"Gerah sedikit nggak apa-apa, Tante." Buron pun segera
melepaskan bajunya untuk menghadapi udara panas nanti.
Pemuda berkulit sawo matang itu masih tampak tenang
dan sesekali meneguk minumannya. Tante Molly agak cemas
setelah jarum jam menunjuk ke pukul 23.30. Setengah jam
lagi waktu tengah malam akan tiba. Menurut dugaannya, gaib
itu akan datang setelah waktu tengah malam tiba. Sebab dulu
pengalaman yang dialami bersama Kumala Dewi juga begitu.
Untuk menenangkan kecemasan hatinya, Tante Molly
menyalakan sebatang rokok putih kegemarannya. Ia bahkan
mengambil sekaleng bir dingin yang sudah tersedia di dalam
kulkas kecil. Kulkas kecil itu termasuk bagian dari service
kamar-kamar suite yang ada di hotel tersebut.
Blaab...! Tiba-tiba lampu padam sendiri Tante Molly
terperanjat tegang. Untung masih ada nyala api lilin, maka
suasana dalam kamar itu menjadi remang-remang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
5
Malam itu hujan turun dengan deras secara tiba-tiba.
Jakarta dan sekitarnya mengalami cuaca buruk. Cuaca seperti
itu mencurigakan hati paranormal di mana pun berada.
Menurut mereka, hujan itu bukan hujan biasa.
"Hujan aneh...," gumam Kumala Dewi sambil bergegas
meninggalkan ruang tengah untuk masuk ke kamar tidurnya.
Seorang tamu yang datang menemui Kumala pada malam
itu belum sempat pulang. Wajah tamu tersebut menjadi
cemberut karena jengkel dengan hujan yang turun secara
mendadak itu. Kecemasan terlihat melintas di wajah sang
tamu. Rasa takut terhadap hujan lebat disertai angin kencang
membuat sang tamu terpaksa menarik napas untuk
menenangkan hatinya sendiri.
"Sebaiknya kau tidur di sini saja. Jangan nekat pulang
dalam keadaan cuaca seperti ini," seru Kumala Dewi sebelum
masuk ke kamar untuk ganti pakaian tidur.
Sang tamu bingung menjawab, karena ia ragu-ragu
menerima saran Kumala Dewi itu, Sandhi, si sopir pribadi yang
punya ketampanan sedang-sedang saja itu mengambil alih
pelayanan. Setelah menutup pintu dan merapatkan gorden
jendela, Sandhi duduk di samping sang tamu. Ia bermaksud
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
6
Sial bagi akuntan muda Benito. Begitu ia pulang dari
Singapura, langsung mendapat kabar bahwa 'istri'-nya masuk
rumah sakit Beni langsung meluncur ke rumah sakit dengan
ketegangan semu.
"Kalau sampai Neni mati, aku akan kena getahnya.
Setidaknya ikut diperiksa oleh pihak kepolisian, dan pekerjaan
itu jelas menyita waktuku."
Pemikiran seperti itulah yang membuat Beni menjadi
tegang. Dalam perjalanan ke rumah sakit, ia sempat
menghubungi Kumala Dewi melalui handphone-nya.
"Aku sudah sampai di Jakarta."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pakailah kembali!"
Neni menurut. Tapi baru saja ia mengenakan kalung
tersebut, tiba-tiba lantai terasa bergetar. Getaran itu seperti
getaran dari langkah kaki besar yang mendekati kamar Neni.
"Cepat selimuti tubuhmu!" bisik Kumala, dan Neni pun
melakukannya. Ia berbaring dengan sekujur tubuh diselimuti.
Kumala Dewi melompat turun dari ranjang,masuk ke kamar
mandi yang ada di kamar itu juga. Lampu kamar mandi
dipadamkan. Pintu kamar mandi sedikit dibuka. Dari celah
pintu itu Kumala Dewi memandang ke arah ranjang, di mana
Neni berbaring dalam penerangan cahaya lampu remang
remang.
Beberapa saat kemudian, tampak olehnya dinding kamar
bergerak-gerak, seperti terbuat dari air. Dinding itu membuka
sendiri dan muncullah sesosok tubuh tinggi, besar, hitam,
berambut panjang, bermata lebar dan bertaring tajam.
Menyeramkan sekali.
Moyang mulai datang. Ia mendekati ranjang. Tangannya
yang berjari besar menyingkapkan selimut Neni dengan kasar.
Wuuurss...!
"Hahhh...?!!" Neni terbelalak, tak mampu berteriak.
Tubuhnya gemetar kuat ketika Moyang mulai meraih dan
memeluknya.
Tapi begitu Moyang memeluk tubuh Neni, tiba-tiba ia
tersentak bagaikan terbang menabrak langit-langit kamar.
Wess...! Brraaakk...!
"Aaaahhrrrr...!"
Neni cepat berguling ke. kiri. Jatuh ke lantai. Gedebuk...!
"Malaaa...!" pekiknya dengan suara serak. Kumala Dewi
keluar dari kamar mandi dengan kalem. Pada waktu itu,
Moyang terhempas jatuh ke ranjang, membuat kaki ranjang
patah semua. Braaakk...!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/