Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES KONSELING

Disusun

Oleh Kelompok 1 :

1. M. Afiq Zamzami Mawardi (2120101086)


2. M. Aris Bhayangkara (2120101040)
3. Wardani (2020101030)
4. Solehul Hadi Wahyuda (2020101040)

Dosen Pengampu:

Dra. Zuraidah, M.HI

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN 2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3

A. Pengertian proses konseling .......................................................................... 3


B. Faktor yang mrempengaruhi proses konseling .............................................. 4
1) Struktur .............................................................................................. 4
2) Inisiatif ............................................................................................... 5
3) Setting atau tatanan fisik.................................................................... 6
4) Kualitas klien ..................................................................................... 6
5) Kualitas konselor ............................................................................... 7

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 8

A. Kesimpulan .................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 9

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konseling merupakan salah satu teknik bimbingan. Melalui metode ini upaya
pemberian bantuan diberikan secara individu dan langsung tatap muka
(berkomunikasi) antara pembimbing (konselor) dengan klien. Dengan perkataan lain
pemberian bantuan yang dilakukan melalui hubungan yang bersifat face to face
relationship (hubungan empat mata), yang dilaksanakan dengan wawancara antara
pembimbing (konselor) dengan klien. Masalah-masalah yang dipecahkan melalui
teknik konseling, adalah masalah-masalah yang bersifat pribadi. Dalam definisi yang
lebih luas, Rogers mengartikan konseling sebagai hubungan membantu di mana salah
satu pihak (konselor) bertujuan meningkatkan kemampuan dan fungsi mental pihak
lain (klien), agar dapat menghadapi persoalan/konflik yang dihadapi dengan lebih
baik. 1
Kebutuhan akan bimbingan dan konseling sangat dipengaruhi oleh faktor
filosofis, psikologis, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, demokratisasi
dalam pendidikan, serta perluasan program pendidikan. Latar belakang filosofis
berkaitan dengan pandangan tentang hakikat manusia. Salah satu aliran filsafat yang
berpengaruh besar terhadap timbulnya semangat memberikan bimbingan adalah
filsafat Humanisme. Aliran filsafat ini berpandangan bahwa manusia memiliki
potensi untuk dapat dikembangkan seoptimal mungkin. Aliran ini mempunyai
keyakinan bahwa masyarakat miskin dapat dikembangkan melalui bimbingan
pekerjaan sehingga pengangguran dapat dihapuskan.2 Mereka berpandangan bahwa
sekolah adalah tempat yang baik untuk memberikan bimbingan pekerjaan dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan. Dalam menjalani kehidupan, seseorang

1
Hackney, H., & Cormier, LS (2005). Konselor profesional: Sebuah panduan proses untuk membantu .
Pearson, hal 45-46.
2
Mulawarman, Eem Munawaroh, (2016). Psikologi Konseling: Sebuah Pengantar bagi Konselor
Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, hal 77-78.

1
senantiasa memiliki permasalahan kehidupan, baik pribadi maupun social. Berbagai
permasalahan yang di hadapi manusia, baik pada usia anak-anak, remaja, maupun
dewasa sangatlah kompleks.
Permasalahan tersebut tidak cukup dibiarkan begitu saja, melainkan
membutuhkan pemecahan yang solutif dan bijak. Rumitnya permasalahan kehidupan
di mana biasanya menyangkut masalah psikis membutuhkan jawaban secara baik. Di
sini diperlukan nasihat yang baik dan benar dalam menghadapi anak bimbing agar
mereka kembali menemukan religious insight, sehingga anak bimbing dapat kembali
termotivasi dalam menjalani kehidupan ini.3

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan proses konseling?
2. Apa saja yang menjadi faktor yang dapat mempengaruhi proses konseling?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu proses konseling.
2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi proses konseling.

3
Sajjad, KSM (2017). Pentingnya konseling . Abosar Prokashana Sangstha, hal 36-37.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Proses Konseling


Proses konseling merupakan dialog terencana dan terstruktur antara klien
dan konselor. Konselor adalah seorang profesional terlatih dan berkualifikasi yang
membantu klien mengidentifikasi sumber kekhawatiran atau kesulitan mereka;
kemudian, bersama-sama, mereka menemukan pendekatan konseling untuk
membantu menangani masalah yang dihadapi.4 Didalam proses konseling
terdapat tahapan yang harus dilalui yaitu:
a) Tahap satu: (Pengungkapan awal) Membangun hubungan
Proses konseling dimulai dengan membangun hubungan . Tahap ini
berfokus pada keterlibatan konselor dengan klien untuk mengeksplorasi
isu-isu yang secara langsung mempengaruhi mereka.Wawancara penting
pertama dapat menentukan apa yang akan terjadi, dengan klien membaca
sinyal verbal dan nonverbal konselor untuk menarik kesimpulan tentang
konselor dan prosesnya. Konselor berfokus pada penggunaan
keterampilan mendengarkan yang baik dan membangun hubungan yang
positif. Jika berhasil, hal ini akan menjamin landasan yang kuat bagi
dialog di masa depan dan proses konseling yang berkelanjutan.
b) Tahap kedua: (Eksplorasi mendalam) Penilaian masalah
Sementara konselor dan klien terus membangun hubungan kolaboratif
yang bermanfaat, proses lain sedang berlangsung: penilaian masalah.
Konselor dengan cermat mendengarkan dan menggali informasi mengenai
situasi klien (kehidupan, pekerjaan, rumah, pendidikan, dll) dan alasan
mereka melakukan konseling. Informasi penting untuk tahap konseling
selanjutnya mencakup identifikasi pemicu, waktu, faktor lingkungan,
tingkat stres, dan faktor penyebab lainnya.
c) Tahap ketiga: (Komitmen untuk bertindak) Penetapan tujuan

4
Krishnan, S. (nd). Proses konseling . Diakses pada 15 Juni 2021, dari
http://www.dspmuranchi.ac.in/pdf/Blog/stages%20of%20counselling.pdf

3
Konseling yang efektif bergantung pada penetapan tujuan yang tepat dan
realistis, berdasarkan tahap-tahap sebelumnya. Sasaran harus
diidentifikasi dan dikembangkan secara kolaboratif, dengan klien
berkomitmen pada serangkaian langkah yang mengarah pada hasil
tertentu.
d) Tahap empat: Intervensi konseling
Tahapan ini berbeda-beda tergantung konselor dan teori yang dikenalnya,
serta situasi yang dihadapi klien. Misalnya, pendekatan perilaku mungkin
menyarankan keterlibatan dalam aktivitas yang dirancang untuk
membantu klien mengubah perilakunya. Sebagai perbandingan,
pendekatan yang berpusat pada orang berupaya melibatkan
kecenderungan aktualisasi diri klien.
e) Tahap lima: Evaluasi, penghentian, atau rujukan
Pengakhiran mungkin tidak tampak seperti sebuah tahapan, namun seni
mengakhiri konseling sangatlah penting. Mengakhiri konseling harus
direncanakan dengan baik terlebih dahulu untuk memastikan tercapainya
kesimpulan positif sambil menghindari kemarahan, kesedihan, atau
kecemasan.5
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Konseling
Menurut Gladding (2009) menyebutkan ada lima faktor yang
mempengaruhi konseling,6 yaitu:
1. Struktur
Mengenai struktur Gladding (2009) menjelaskan sebagai pemahaman
bersama antara konselor dan klien mengenai karakteristik, kondisi, prosedur dan
parameter konseling. Struktur membantu memperjelas hubungan antara konselor
dan klien, memberinya arah, melindungi hak-hak masing-masing peran dan

5
Fragkiadaki, E., & Strauss, SM (2012). Penghentian psikoterapi: Perjalanan 10 terapis psikoanalitik dan
psikodinamik. Psikologi dan Psikoterapi: Teori, Penelitian dan Praktek , 85 (3), 335–350.
6
Gladding, S. (2009). Konseling: Profesi yang komprehensif. (edisi keenam). Atas Saddle River, NJ:
Merrill/Prentice Hall.

4
obligasi-obligasi baik dari konselor maupun klien dan menjamin konseling yang
sukses. Dengan struktur, klien merasakan adanya rencana yang rasional,
merupakan peta jalan konseling, menjelaskan tanggung jawab dalam penggunaan
peta tersebut, dan mengurangi ambiguitas dalam hubungan tersebut.
Pentingnya struktur sangat nyata bila klien menentukan tanggal untuk
konseling dengan berbagai harapan yang tidak realistik. Dalam hal ini, konselor
harus segera membangun struktur. Misalnya dengan cara memberi informasi
tentang proses konseling, juga memberi informasi tentang dirinya sendiri,
mengenai kompetensi profesionalnya. Struktur juga memberi kerangka kerja
untuk konseling, sehingga proses konseling bisa berjalan. Bila konselor tidak
memberi struktur, ia tidak fair kepada kepada klien-kliennya, karena klien
kemudian tidak tahu apa yang disebut dengan konseling. Klien akan merasa tidak
aman, bingung dan takut, dan ia juga tidak bertanggung jawab untuk suksesnya
konseling.
2. Inisiatif
Inisiatif dapat dilihat sebagai motiviasi untuk berubah. Kebanyakan konselor
berpendapat bahwa klien yang datang akan bersikap kooperatif. Memang betul,
banyak klien yang datang untuk konseling, atas kemauan sendiri dan atas
kehendak sendiri. Sebagian dari mereka ini bersedia untuk bekerja keras
menghadapi permasalahannya, tetapi sebagian enggan dan segan (reluctant)
berpartisipasi dalam sesi-sesi konseling. Kebanyakan klien yang mengunjungi
konselor mempunyai keengganan sampai taraf tertentu.
Salah satu kemungkinan mengapa hal ini terjadi karena adanya
communication anxiety. Individu khawatir untuk menyampaikan data yang
sifatnya pribadi. Setiap klien yang datang meskipun datang atas kehendak sendiri,
selalu mempunyai keragu-raguan dan kecemasan menghadapi proses konseling.
Menurut Gladding (2009) ada macam jenis klien yaitu klien yang enggan
(reluctant), dan klien yang resistan (resistant). Klien yang enggan adalah klien
yang dirujuk oleh orang ketiga dan seringkali tidak termotivasi untuk mencari
bantuan (unmotivated to seek help). Klien yang resisten adalah klien yang tidak
mau atau menolah perubahan. Individu semacam ini, mungkin mereka sendiri

5
yang menghendaki konseling, tetapi mereka tidak bersedia untuk melalui rasa
sakit yang dituntut untuk terjadinya perubahan. Mereka bertahan pada tingkah
lakunya sekarang, meskipun tingkah lakunya ini tidak produktif dan
disfungsional.
3. Seting fisik
Konseling dapat terjadi dimana saja, tetapi seting fisik yang nyaman, dapat
meningkatkan proses menjadi lebih baik. Salah satu hal yang dapat membantu
atau merugikan proses konseling adalah tempat dimana konseling itu berlangsung.
Biasanya konseling berlangsung di suatu ruangan. Ada beberapa hal yang dapat
membantu penampilan ruang konseling menjadi sesuatu yang menarik dan tidak
mengganggu klien. Misalnya, penerangan yang lembut, warna-warna yang
menenangkan, tidak berantakan, perabotan yang nyaman. Suhu ruang yang tidak
terlalu dingin dan tidak terlalu panas. Suasana yang tenang dan tidak ribut. Semua
ini dapat membantu terciptanya proses konseling yang kondusif. Jarak antara
konselor dan klien, keadaan spasial (proxemics) dapat mempengaruhi hubungan
konselor dan klien.
Jarak seperti apa yang dapat dianggap nyaman, antara lain dipengaruhi oleh
latar belakang budaya, jender, dan sifat hubungan tersebut. Jarak 30-39 inci,
dianggap ”jarak nyaman” untuk hubungan konselor-klien. Jarak optimal dapat
bervariasi karena hal ini tergantung pada ukuran ruang dan pengaturan perabotan
dalam ruang konseling (Gladding, 2009). Setting fisik ini perlu diperhatikan
karena dapat memantu menciptakan iklim psikologis yang kondusif utuk
konseling. Usahakan suatu seting yang nyaman dan aman agar klien mudah
membuka diri kepada konselor.
4. Kualitas klien
Kualitas klien juga memiliki peranan penting dalam mendukung hubungan
maupun proses konseling yang kondusif. Kualitas dapat dilihat dari kesiapan klien
untuk berubah. Konseling tidak bisa dimulai kalau orang tidak mengenali adaanya
kebutuhan untuk berubah. Konseling baru bisa dimulai kalau orang sudah siap
untuk menerjunkan diri mereka sendiri ke dalam proses perubahan.

6
Selain itu bahasa non verbal klien juga sangat penting .Klien tidak secara
langsung mengemukakan sesuatu hal (pesan) baik yang ia pikirkan atau ia rasakan
kepada konselor, namun semua bisa diungkapkan dengan bahasa non verbal klien.
Seperti, raut muka, intonasi bicara. Dengan demikian konselor harus memahami
dan mempertimbangkan gestur badan, kontak mata, ekspresi wajah, kualitas suara
sebagai hal penting dalam komunikasi verbal pada proses hubungan konseling
(Gladding, 2009).
5. Kualitas konselor
Konselor yang berkualitas sangat mendukung berhasilnya konseling. Ada
beberapa karakteristik umum yang harus dipenuhi oleh seorang konselor supaya
dapat membantu terjadinya perubahan dalam diri klien yang dihadapinya.
Gladding (2009) mengutip pendapat beberapa ahli Misalnya Okun (1997),
menyebutkan kesadaran diri, kejujuran, kongruensi, kemampuan untuk
berkomunikasi, sebagai karakteristik yang harus dimiliki oleh konselor. Selain itu
ahli lain seperti Strong (1968), menyebutkan expertness, attractiveness,
trustworthiness, sebagai syarat.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses konseling merupakan dialog terencana dan terstruktur antara klien
dan konselor. Konselor adalah seorang profesional terlatih dan berkualifikasi yang
membantu klien mengidentifikasi sumber kekhawatiran atau kesulitan mereka;
kemudian, bersama-sama, mereka menemukan pendekatan konseling untuk
membantu menangani masalah yang dihadapi. Adapun faktor yang
mempengaruhi proses konseling, sebagai berikut:

1. Struktur
Sebagai pemahaman bersama antara konselor dan klien mengenai
karakteristik, kondisi, prosedur dan parameter konseling.
2. Inisiatif
Inisiatif dapat dilihat sebagai motiviasi untuk berubah. Kebanyakan
konselor berpendapat bahwa klien yang datang akan bersikap kooperatif.
3. Tatanan fisik (setting)
Konseling dapat terjadi dimana saja, tetapi seting fisik yang nyaman,
dapat meningkatkan proses menjadi lebih baik. Salah satu hal yang dapat
membantu atau merugikan proses konseling adalah tempat dimana konseling
itu berlangsung.
4. Kualitas klien
Kualitas klien juga memiliki peranan penting dalam mendukung
hubungan maupun proses konseling yang kondusif. Kualitas dapat dilihat
dari kesiapan klien untuk berubah.
5. Kualitas konselor
Konselor yang berkualitas sangat mendukung berhasilnya konseling. Ada
beberapa karakteristik umum yang harus dipenuhi oleh seorang konselor
supaya dapat membantu terjadinya perubahan dalam diri klien yang
dihadapinya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Fragkiadaki, E., & Strauss, SM (2012). Penghentian psikoterapi: Perjalanan 10


terapis psikoanalitik dan psikodinamik. Psikologi dan Psikoterapi: Teori, Penelitian dan
Praktek , 85 (3), 335–350.
Gladding, S. (2009). Konseling: Profesi yang komprehensif. (edisi keenam). Atas
Saddle River, NJ: Merrill/Prentice Hall.
Hackney, H., & Cormier, LS (2005). Konselor profesional: Sebuah panduan
proses untuk membantu . Pearson
Krishnan, S. (nd). Proses konseling . Diakses pada 15 Juni 2021, dari
http://www.dspmuranchi.ac.in/pdf/Blog/stages%20of%20counselling.pdf
Mulawarman, Eem Munawaroh, (2016). Psikologi Konseling: Sebuah Pengantar
bagi Konselor Pendidikan, Universitas Negeri Semarang
Sajjad, KSM (2017). Pentingnya konseling . Abosar Prokashana Sangstha.

Anda mungkin juga menyukai