Anda di halaman 1dari 4

NAMA : M.

AFIQ ZAMZAMI MAWARDI

NIM : 2120101086

KELAS : HKI 3

MK : GENDER DAN HUKUM KELUARGA

REVIEW JURNAL

Wanita Karir Dalam Pandangan Islam

Wanita Karir berarti wanita yang memiliki pekerjaan dan mandiri finansial baik kerja pada
orang lain atau punya usaha sendiri. Ia identik dengan wanita pintar dan perempuan modern.
Ketiga label ini bisa positif tapi juga negatif tergantung bagaimana dia bisa membawa diri secara
agama dan sosial. Islam datang mengangkat harkat wanita setara dengan kaum pria dalam hakekat
kemanusiannya dan mendapatkan hak-hak yang wajar sebagaimana kaum pria. Seiring dengan
berubahnya cara pandang masyarakat terhadap peran dan posisi kaum wanita di tengah
masyarakat.

Islam tidak pernah melarang seorang istri ikut membantu suaminya dalam mencari
nafkah,bahkan dianjurkan.Istri Nabi Saw,Siti Aisyah dan Khadijah juga membantu Nabi dalam
menopang ekonomi keluarga. Dan walaupun istri juga diboleh kan turut mencari nafkah, peran
seorang istri hanya untuk membantu. Kewajiban suamilah untuk menghidupi keluarganya, akan
tetapi dalam keadaan darurat istri boleh- boleh saja tampil dan berperan sebagai tulang punggung
keluarga dalam mencari nafkah, mengingat ada nya anjuran dalam agama tentang kewajiban
seorang muslim untuk menolong dan membantu muslim lainnya.

Dimana wanita karir dalam Islam memang diperbolehkan asalkan mendapatkan ijin dari
suami dan bekerja untuk membantu keluarga, ini akan jadi sebuah kegiatan yang menyenangkan
apalagi jika didasari oleh ibadah. Di dalam ajaran Islam, perempuan adalah mahluk yang
dimuliakan.maka dari itu Islam sangat menjaga hak-hak perempuan , apakah itu hak untuk
memperoleh pendidikan maupun hak untuk memperoleh pekerjaan dan berkarir. Jauh sebelum
gerakanemansipasidangender memperjuangkan hak-hak perempuan dalam pendidikan dan
pekerjaan, ajaran Agama Islam telah memulainya terlebih dahulu.
Namun fungsi sebagai wanita karier ini ternyata tidaklah semulus apa yang kita bayangkan
jabatan sebagai wanita karier tidak pernah lepas dari persoalan. Persoalan tersebut antara lain
adalah tentang pengasuhan dan membimbing anak. Secara emosional dan secara psycologis anak
lebih dekat kepada ibunya, ketimbang kepada bapaknya. Oleh sebab itu ketergantungan anak
terhadap ibu sebagai pengasuh, pendidik, serta yang mengawasi perkembangan anak sejak kecil
hingga dewasa diletakkan pada ibu. Sementara ayah bekerja diluar rumah. Maka bila ibu bekerja
diluar rumah itu berarti perhatian terhadap anak menjadi berkurang. Problem lain adalah kerumah
tanggaan. Dengan istri yang berkarier sering diasumsikan akan mengganggu keharmonisan rumah
tangga. Meninggalkan rumah karena sibuk bekerja,bisa memicu konflik rumah tangga. dirumah
yang didambakan oleh suami ketika ia pulang dari pekerjaan,akan tidak didapat lagi bila istrinya
masih bekerjadi luar rumah.

Tuntutan zaman menyebabkan wanita yang meninggalkan keluarga untuk bekerja semakin
menonjol. Sering kali bukan semata-mata untuk mencukupi kebutuhan hidup saja wanita harus
bekerja, tetapi juga didorong oleh faktor-faktor lainnya seperti untuk meningkatkan status sosial.
Seperti hal nya pria yang ingin dihormati dan diakui status dan kedudukannya baik dilingkungan
keluarga maupun didalam masyarakat,wanitapun memiliki hasrat yang sama untuk diakui. Dan
dengan semakin tinggi nya jabatan atau kedudukan seorang wanita karir ditempat dia bekerja, akan
semakin meningkatkan status sosial, penghargaan serta penghormatan masyarakat terhadap
dirinya.

Jadi, tidak ada pelarangan dalam Islam terhadap kaum wanita untuk berkarir. Bahkan,
banyak hadis dan pandangan ulama yang dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan kegiatan
bermanfaat di luar rumah, tapi tentu saja harus seizin suami (bagi yang telah berkeluarga) dan di
dalam berkarir, ada tiga hal harus dipertimbangkan, yakni faktor kelemahan fisik wanita, tugas
alamiahnya, serta etika yang harus ditaati. Serta wanita karir harus benar-benar mampu menjaga
etika Islam yang disyariatkan Allah Swt dalam menjalankan kehidupan karirnya dengan segala
konsekuensinya.
Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam

Poligami adalah laki-laki memiliki istri lebih dari satu sampai empat orang. Dalam
pandangan Islam, poligami boleh dilakukan jika memenuhi syarat yang sudah jelas dalam al-
Qur’an yaitu, mampu berlaku adil. Adil yang dimaksud disini meliputi beberapa bagian, yaitu: adil
dalam pembagian waktu, adil dalam nafkah, adil dalam tempat tinggal dan adil dalam biaya anak.
Islam memiliki batasan dan syarat yang ketat kepada seorang yang hendak melakukan poligami,
diantaranya boleh melakukan poligami sampai dengan empat istri apabila ia bener-benar mampu
dalam berlaku adil terhadap istri-istrinya yang menyangkut persoalan nafkah, tempat tinggal dan
pembagian waktu. Islam menekankan dengan tegas, apabila dikhawatirkan untuk tidak bisa
berlaku adil maka cukuplah dengan satu istri.

Poligami Rasulullah berbeda dengan poligami yang kita lihat sekarang ini. Praktek
poligami Rasulullah di sini bukan berlandaskan ebutuhan biologis, tetapi ada beberapa
pertimbangan diantaranya ingin memberi kehormatan untuk janda, mengangkat derajat para janda
dan wanita yang menawarkan dirinya untuk dinikahi. Dalam masa sekarang poligami hanya
berlandaskan kebutuhan biologis, dan melupakan unsur keadilan di dalamnya.

Hukum Poligami di Indonesia, Indonesia sebagai negara hukum, memiliki peraturan


tesendiri mengenai perkawinan, yang tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1974. Dalam pasal 3 (1)
UU No. 1/1974 undang-undang tersebut secara jelas bahwa hukum perkawinan di Indonesia
menganut asas monogami yang diperuntukkan bagi laki-laki maupun bagi perempuan. Akan tetapi,
dalam undang-undang ini pula terdapat pengecualian, seorang suami bisa beristri lebih dari satu
orang apabila ada izin dari pihak yang bersangkutan, dalam hal ini istri terdahulu. Adanya
pengecualian ini berlandaskan pada agama yang tidak mengharamkan praktik poligami. Berkaitan
dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia yang tidak memberikan kelonggaran terhadap
poligami, kecuali dalam keadaan yang mendesak sehingga tidak ada jalan lain yang bisa ditempuh,
sejalan dengan ajaran Islam yang memberikan syarat ketat terhadap calon pelaku poligami. Oleh
karena itu, jika syarat-syarat yang ditentukan telah terpenuhi maka pelaku poligami tidak akan
mengalami kesulitan dalan berumah tangga akibat dari tuntutan istri-istrinya.

Begitu pula dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 55 dinyatakan bahwa laki-laki
bisa beristri lebih dari satu orang sampai empat orang dengan syarat suami harus mampu berlaku
adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya, dan apabila syarat tersebut dikhawatirkan tidak
terpenuhi maka suami dilarang beristri lebih dari satu.

Rukun Dan Syarat Berpoligami

Para ulama menyebutkan dua syarat yang Allah swt. sebut dalam al-Qur’an ketika seorang
lelaki hendak berpoligami, dan syarat lainnya yang disebutkan dalam hadist Rasulullah saw:

1. Jumlah istri paling banyak adalah empat, dan tidak boleh lebih.
2. Bisa berbuat dan berlaku adil antara istri-istrinya.
3. Adanya kemampuan jasmani dan nafkah dalam bentuk harta.

Ketiga syarat yang dikemukakan di atas harus terpenuhi. Baik itu syarat satu, dua dan tiga
membolehkan seorang lelaki yang hendak berpoligami untuk menikahi sampai empat perempuan
secara adil. Hukum berlaku adil yang disebut di atas adalah fardhu atau wajib. Jadi,
meninggalkannya adalah dosa dan pelanggaran.

Alasan dalam berpoligami juga harus jelas dan mampu diterima oleh akal. Maka, dapat
dikemukakan uraian yang menjadi bahan berfikir terhadap dibolehkannya berpoligami sebagai
berikut:

1. Poligami harus diakukan dalam kondisi tertentu,artinya tidak dalam kondisi normal.
misalnya jika istri sudah lanjut usia atau sakit, sehingga dikhawatirkan suami tidak bisa
menjaga kehormatan dirinya jika tidak melakukan poligami.
2. Pernikahan merupakan sebab terjalinnya hubungan (kekeluargaan) dan keterikatan di
antara sesama manusia. Dengan kata lain, melakukan poligami menjadi sebab terjalinnya
hubungan dan kedekatan antara banyak keluarga, dan ini pula salah satu sebab poligami
yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
3. Poligami merupakan sebab terjaganya kehormatan sejumlah besar wanita dan terpenuhinya
kebutuhan hidup mereka yang berupa nafkah, tempat tinggal, memiliki keturunan dan anak
yang banyak, dan ini merupakan tuntutan syariat.
4. Laki-laki yang memiliki nafsu syahwat yang tinggi, sehingga bawaannya tidak cukup
baginya mempunyai seorang istri, sedangkan dia tidk mau terjerumus dalam hal-hal yang
melanggar syariat.
5. Terkadang setelah menikah istri mandul, sehingga memilih poligami daripada perceraian.

Anda mungkin juga menyukai