Anda di halaman 1dari 11

DEFINISI KONSELING GIZI

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
SAWFA YARDHA (P07131221073)

DOSEN PENGAMPU :
Junaidi S. ST, M.Kes,

POLITEKNIK KESEHATAN KEMETERIAN KESEHATAN ACEH


ACEH BESAR
2023
A. Definisi Konseling

Pengertian secara umum


Konseling atau penyuluhan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh
seorang ahli kepada individu yang mengalami sesuatu masalah yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi klien. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Frank
Parsons pada tahun 1908 saat ia melakukan konseling karier.

Pengertian Konseling Menurut Para Ahli, Berikut ini adalah pengertian dari konseling
menurut para ahli;

1. Schertzer dan Stone (1980)


Memberikan pengertian bahwa konseling adalah upaya seseorang untuk
membantu individu lain melalui interaksi yang bersifat pribadi sehingga akan mampu
membuat suatu keputusan yang menjadi dianggap sebagai keputusan terbaik.

2. Jones (1951)
Pengertian bahwa konseling adalah serangkaian bentuk kegiatan yang
dikumpulkan berdasarkan pada permasalahan tertentu untuk kemudian diberikan cara
penyelesainnya oleh yang bersangkutan dengan proses penjalanan intents.

3. Pietrofesa
Memberikan pengertian bahwa konseling adalah pertemuan tatap muka yang
bersifat rahasia antara konselor dan konseli, sehinggga hal tersebut menimbulakan dari
adanya suatu sikap penerimaan dan pemberian antara keduanya untuk memecahkan
masalah yang ada.

B. Tujuan Konseling
1. Tujuan konseling secara umum adalah memecahkan masalah yang dialami klien.
Upaya ini dapat dilakukan dengan mengurangi intensitas hambatan danatau kerugian
yang disebabkan masalah tersebut dan menghilangkan masalah yang dimaksud.
Dengan layanan konseling ini maka harapannya adalah meringankan beban klien dan
mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh klien.
2. Tujuan konseling secara khusus adalah klien menjadi memahami seluk-beluk masalah
yang dialami secara mendalam dan menyeluruh dengan cara yang positif dan dinamis.
Pemahaman yang dimaksud adalah mengarah kepada dikembangkannya persepsi dan
sikap serta kegiatan demi terselesaikannya masalah yang dialami klien secara
spesifik. Jadi, tujuan konseling jangka panjang adalah klien menemukan jalannya
sendiri sehingga lebih dapat mengandalkan diri sendiri dalam menghadapi situasi-
situasi hidup yang berkelanjutan di masa mendatang dengan cara yang membangun
tanpa terus-menerus memerlukan bantuan dari luar.
3. Tujuan dibidang kesehatan/ masalah kesehatan gizi
Konseling gizi memberikan solusi bersama antara ahli gizi dan klien/pasien untuk
permasalahan gizi yang dialami klien/pasien sehingga diperoleh kesepakatan dalam
pengaturan makan untuk mendukung kesehatan atau kesembuhan klien/pasien.

 
C. Fungsi Konseling
Konseling bertujuan untuk membantu semua peserta didik agar memperoleh
perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh dasar
keterampilan hidupnya atau dengan kata lain membantu peserta didik agar mereka dapat
mencapai tugas-tugas perkembangannya.

D. Unsur-Unsur Konseling
1. Kondisi-kondisi Eksternal
a. Penataan fisik
Keadaan serta lingkungan yang menyenangkan dan mendatangkan rasa indah
bagi konselor dan konseli dapat membantu proses koinseling berjalan dengan
baik.
b. Proxemics
Berhubungan dengan jarak dan posisi antara konselor dan konseli yang ideal
demi terlaksananya proses konseling yang diharapkan.
c. Privacy
Sesuatu hal yang penting dan berkaitan dengan pengaturan fisik adalah
keleluasaan pribadi.

2. Ciri-ciri Khas
Banyak faktor yang mempengaruhi proses konseling diantaranya adalah
pengalaman konseli, latar belakang kebudayaan, ekspektasinya terhadap
konselor, kondisi ekonomi, dll.

3. Sikap-sikap Konselor
Sikap-sikap dan cara pendekatan konselor terhadap seseorang dan semua apa
yang dikerjakan dalam konseling berpengaruh pada hubungan konseling.
Konselor merupakan kunci pemrakarsa dan mengembang daripada hubungan.
a. Kepercayaan
Perasaan tentang sesuatu yang dianggap nyata dan benar.
b. Nilai-nilai
Petterson menunjukkan bahwa nilai-nilai konselor mempengaruhi hubungan
etnik hubungan konseling, tujuan konseling, dan metode yang digunakan
untuk konseling.
c. Penerimaan
Penerimaan dan pemahaman begitu sesuai, terutama penggunaanya dalam
proses konseling serta sangat penting dalam menunjang setiap hubungan
antar manusia.
d. Pemahaman
Tiap orang ingin dipahami dan melalui understanding, bantuan dapat
diberikan. Konselor harus mengerti konseli jika dia ingin hubungan
konselingnya berhasil.
e. Tingkatan-tingkatan Pemahaman
Menurut Davis 1963 ada empat tingkatan pemahaman, yaitu:
1) Pertama, pemahaman tentang individu lain seperti tingkahlakunya,
kepribadiannya, minatnya, dsb.
2) Kedua, perpaduan antara pemahaman secara verbal atau intelektual
dengan pemahaman secara behavioral atau operasional.
3) Ketiga, pemahaman yang dijabarkan secara langsung dari individu
lain untuk memahami dunia internalnya.
4) Keempat, tingkatan memahami dirinya sendiri secara lebih dalam.

4. Kondisi-kondisi Internal
a. Rapport
Rapport berarti hubungan kerja yang tepat yang telah ditimbulkan dan dicapai
antara konseli dan konselor.
b. Empathy
Kekuatan untuk mengerti perasaan-perasaan orang lain tanpa merasakan
sepenuhnya apayang dirasakan oleh orang lain itu.
c. Genuineness (kesungguhan)
Rogers menyatakan Guineness berarti bahwa perasaan yang dialami dapat
digunakan olehnya, berguna untuk kesadarannya, bahwa dia dapat bertahan
terhadap perasaan-perasaan ini, menggunakanya dalam hubungan dan dapat
menghubungkan dengan tepat dan berfaedah.
d. Attentiveness (penuh perhatian)
Attentiveness, perhatian membutuhkan ketrampilan dalam mendengarkan dan
mengamati, dengan itu konselor mengetahuio dan mengerti inti, isi, dan apa
yang dirasakan oleh konseli.
e. Hubungan
Hubungan antara manusia dalam konseling adalah hubungan yang timbal
balik dan saling mempengaruhi antar anggota-anggota yang terlibat di dalam
hubungan tersebut.
E. Tahapan Melakukan Konseling dan Mekanisme Konseling
a. Tahapan secara umum
1. Membangun hubungan.
2. Identifikasi dan penilaian masalah.
3. Menentukan sasaran dan intervensi konseling.
4. Evaluasi konseling dan terminasi.

b. Berikut adalah prosedur umum layanan konseling


A. Identifikasi kasus
Identifikasi kasusmerupakan langkah awal untuk menemukan peserta didik yang
diduga memerlukan layanan bimbingan dan konseling. Robinson (Abin Syamsuddin
Makmun, 2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi peserta didik yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan dan konseling,
yakni :

- Call them approach


melakukan wawancara dengan memanggil semua peserta didik secara bergiliran sehingga
dengan cara ini akan dapat ditemukan peserta didik yang benar-benar membutuhkan
layanan konseling. Maintain good relationshipmenciptakan hubungan yang baik, penuh
keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing dengan peserta
didik. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada
hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler,
rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.

- Developing a desire for counseling


menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran peserta didik akan
masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan peserta
didik yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat,
dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai
tindak lanjutnya. Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik, dengan cara
ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi
peserta didik. Melakukan analisis sosiometris,dengancaraini dapatditemukan peserta
didik yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial.

B. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau
masalah yang dihadapi peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar,
permasalahan peserta didik dapat berkenaan dengan aspek :
(1) substansial – material
(2) struktural – fungsional
(3) behavioral dan atau
(4) personality.
Untuk mengidentifikasi kasus dan masalah peserta didik, Prayitno dkk. telah
mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah peserta didik, dengan apa yang
disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk menemukan
kasus dan mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi peserta didik, seputar aspek :
(1) jasmani dan kesehatan
(2) diri pribadi
(3) hubungan sosial
(4) ekonomi dan keuangan
(5) karier dan pekerjaan
(6) pendidikan dan pelajaran
(7) agama, nilai dan moral
(8) hubungan muda-mudi
(9) keadaan dan hubungan keluarga; dan
(10) waktu senggang.

C. Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang
melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar
Mengajar faktor-faktor penyebab kegagalan belajar peserta didik, bisa dilihat dari segi
input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua faktor
yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar peserta didik, yaitu :
(1) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri peserta didik itu sendiri, seperti :
kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta
kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (2) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah,
lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan
sejenisnya.

D. Prognosis
Langkah ini dilakukan untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami
peserta didik masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif
pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan
hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini
seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-
pihak yang terkait dengan masalah yang dihadapi siswa untuk diminta bekerja sama guna
membantu menangani kasus – kasus yang dihadapi.

E. Treatment
Langkah ini merupakan upaya untuk melaksanakan perbaikan atau penyembuhan
atas masalah yang dihadapi klien, berdasarkan pada keputusan yang diambil dalam
langkah prognosis. Jikajenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan
dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan
kemampuan guru pembimbing atau konselor, maka pemberian bantuan bimbingan dapat
dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri (intervensi langsung), melalui
berbagai pendekatan layanan yang tersedia, baik yang bersifat direktif, non direktif
maupun eklektik yang mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut. Namun, jika
permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih
luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing/konselor sebatas hanya membuat
rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten (referal atau alih tangan kasus).

F. Evaluasi dan Follow Up


Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah
seyogyanya tetap dilakukan untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan
(treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi peserta
didik. Berkenaan dengan evaluasi bimbingan dan konseling, Depdiknas (2003) telah
memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan dan konseling yaitu:
- Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh peserta didik berkaitan dengan
masalah yang dibahas;
- Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui
layanan, dan
- Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh peserta didik sesudah pelaksanaan
layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang
dialaminya.
Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2004) mengemukakan
beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yang
terbagi ke dalam kriteria yaitu kriteria keberhasilan yang tampak segera dan kriteria
jangka panjang.

Kriteria keberhasilan tampak segera, diantaranya apabila:


- Peserta didik (klien) telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang
dihadapi.
- Peserta didik (klien) telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.
- Peserta didik (klien) telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan
diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance).
- Peserta didik (klien) telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).
- Peserta didik (klien) telah menurun penentangan terhadap lingkungannya
- Peserta didik (klien) telah melai menunjukkan sikap keterbukaannya serta mau
memahami dan menerima kenyataan lingkungannya secara obyektif.
- Peserta didik (klien) mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan,
mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.
- Peserta didik (klien) telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha
perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar
pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya.

Sedangkan kriteria keberhasilan jangka panjang, diantaranya apabila:


Peserta didik (klien) telah menunjukkan kepuasan dan kebahagiaan dalam kehidupannya
yang dihasilkan oleh tindakan dan usaha-usahanya.
Peserta didik (klien) telah mampu menghindari secara preventif kemungkinan-
kemungkinan faktor yang dapat membawanya ke dalam kesulitan.
Peserta didik (klien) telah menunjukkan sifat-sifat yang kreatif dan konstruktif, produktif,
dan kontributif secara akomodatif sehingga ia diterima dan mampu menjadi anggota
kelompok yang efektif.

c. Keterampilan-Keterampilan yang dibutuhkan oleh seorang konselor


Untuk menjadi seorang konselor yang efektif, maka diperlukan keterampilan yang
mendukung kinerja konselor tersebut. Menurut Mappiare (2002) ada beberapa
keterampilan dasar yang dimiliki oleh konselor, yaitu:

1. Kompetensi Intelektual
Kompetensi intelektual konselor merupakan dasar lain bagi seluruh keterampilan
konselor dalam hubungan konseling baik di dalam maupun diluar situasi konseling.
Tugas konselor adalah membntu kliennya untuk meningkatkan dirinya secara
keseluruhan. Konselor sendiri agar dapat membantu kliennya maka ia harus memiliki
pengetahuan tentang ilmu perilaku, mengetahui filsafat, mengetahui lingkungannya.
Selain itu konselor dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir runtun-rapi, dan
logis. Hal ini penting konselor dapat membantu siswa secara berpikir objektif,
mempertimbangkan alternatif dan dapat menafsirkan hasil-hasil konseling

2. Kelincahan Karsa Cipta (Fleksibilitas)


Menurut Jones, Stafflre, dan Stewart (1979) dalam Mappiare (2002), penerapan
istilah kelincahan karsa cipta ini memiliki istilah umum adalah ”flexibility”.
Sedangkan istilah secara khusus dalam situasi konseling hal tersebut berkaitan
dengan istilah ”intentionality” . Fleksibilitas adalah kemampuan dan kemamuan
konselor untuk mengubah, memodifikasi, dan menetapkan cara-cara yang digunakan
jika keadaan mengharuskan (Latipun, 2004: 48). Karena sifat hubungan dalam
konseling adalah tidak tetap, maka konselor haruslah tidak kaku. Ia harus peka dan
tanggap terhadap perubahan-perubahan sikap, persepsi, dan ekspektasi klien
terhadapnya. Hal tersebut menuntut kelincahan (fleksibility) konselor dalam
menempatkan diri. Konselor berupaya untuk beradaptasi dengan situasi yang
berkaitan proses konseling dengan klien. Untuk menjadi seorang konselor yang
efektif, maka diperlukan keterampilan yang mendukung kinerja konselor tersebut.
Menurut Mappiare (2002) ada beberapa keterampilan dasar yang dimiliki oleh
konselor, yaitu:
1. Kompetensi Intelektual
Kompetensi intelektual konselor merupakan dasar lain bagi seluruh
keterampilan konselor dalam hubungan konseling baik di dalam maupun
diluar situasi konseling. Tugas konselor adalah membntu kliennya untuk
meningkatkan dirinya secara keseluruhan. Konselor sendiri agar dapat
membantu kliennya maka ia harus memiliki pengetahuan tentang ilmu
perilaku, mengetahui filsafat, mengetahui lingkungannya. Selain itu konselor
dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir runtun-rapi, dan logis. Hal ini
penting konselor dapat membantu siswa secara berpikir objektif,
mempertimbangkan alternatif dan dapat menafsirkan hasil-hasil konseling
2. Kelincahan Karsa Cipta (Fleksibilitas)
Menurut Jones, Stafflre, dan Stewart (1979) dalam Mappiare (2002),
penerapan istilah kelincahan karsa cipta ini memiliki istilah umum adalah
”flexibility”. Sedangkan istilah secara khusus dalam situasi konseling hal
tersebut berkaitan dengan istilah ”intentionality” . Fleksibilitas adalah
kemampuan dan kemamuan konselor untuk mengubah, memodifikasi, dan
menetapkan cara-cara yang digunakan jika keadaan mengharuskan (Latipun,
2004: 48). Karena sifat hubungan dalam konseling adalah tidak tetap, maka
konselor haruslah tidak kaku. Ia harus peka dan tanggap terhadap perubahan-
perubahan sikap, persepsi, dan ekspektasi klien terhadapnya. Hal tersebut
menuntut kelincahan (fleksibility) konselor dalam menempatkan diri.
Konselor berupaya untuk beradaptasi dengan situasi yang berkaitan proses
konseling dengan klien. Sedangkan intensionalitas berkenaan kemampuan
konselor untuk memilih respon- respon bagi pernyataan kliennya dari
sejumlah besar kemungkinan respon yang dapat diungkapkannya dalam
proses konseling. Oleh karena banyaknya kemungkinan respon yang dapat
dibuat konselor, maka dibutuhkan kelincahan dalam memilih dengan cepat
dan tepat respon yang bijak.
3. Pengembangan Keakraban
Istilah pengembangan dalam ini mengacu pada pembinaan hubungan yang
harmonis antara klien dan konselor atau lebih dikenal dengan istilah
”rapport”. Keakraban mengacu pada suasana hubungan konseling yang
bercirikan suasana santai, keselarasan, kehangatan, kewajaran, saling
memudahkan dalam percakapan, saling menerima antara klien dan konselor.
Dalam hal ini ada kesediaan konselor untuk mendengarkan dengan penuh
perhatian, terbuka dan penerimaan segala apa yang mungkin akan diucapkan
oleh klien yang baru datang. Dengan kata lain bahwa mendengarkan dengan
penuh perhatian, penerimaan dan pemahaman, serta sikap sejati dan terbuka,
yang berhasil dipancarkan konselor dan dapat dipersepsi dengan baik adalah
salah satu parasyarat dalam pengembangan keakraban. Keterampilan yang
dibutuhkan oleh seorang konselor menurut Rini, antara lain:

- Membangun hubungan baik


Konselor harus mampu membangun hubungan baik dengan konseli. Hubungan ini juga
nantinya yang akan membawa konseling ke arah perbaikan dan peningkatan kinerja
konseli.
- Mendengar aktif
Mendengarkan konseli bukan hanya sekedar mendengar semata. Konselor harus mampu
mengetahui kata kunci permasalahan yang dibicarakan konseli. Kata kunci tersebut dapat
berupa hal yang dibicarakan terus-menerus. Atau saat mengatakan hal tersebut, emosi
konseli keluar tanpa disadarinya. Seorang konselor tidak mendominasi pembicaraan, dan
membiarkan konseli bicara bebas. Ia mengetahui waktu yang tepat untuk berbicara dan
bertanya tanpa memotong pembicaraan.

- Empati
Konselor dapat memahami apa yang dirasakan konseli, serta perbedaan nilai dan
perasaan. Menempatkan posisinya pada permasalahn yang dihadapi konseli, namun tetap
bersikap realistis dan objektif.

- Peka terhadap perasaan orang lain


Konseling berhubungan dengan emosi. Penting bagi konselor untuk peka terhadap hal-hal
yang sulit diungkapkan konseli. Tidak terlalu banyak mengungkapkan kelemahan konseli
dan membandingkannya dengan individu lain.

- Memberi kesan pertama dan penampilan positif


Seorang konselor adalah orang yang menjaga kerahasiaan konseli. Konseling bersifat
rahasia yang hanya diketahui konselor dan konseli. Maka konselor harus menjadi orang
yang bisa dipercaya dan bisa membantu mengatasai masalah. Kesan dan penampilan
positif sebagai orang yang terpercaya akan membuat konseli yakin dan nyaman dalam
melakukan konseling.

- Mempengaruhi orang lain


Keterampilan terakhir yang wajib dimiliki konselor adalah mampu mempengaruhi orang
lain. Konselor harus mampu membuat konseli memahami kebutuhan emosinya. Dengan
memahami kebutuhannya, konselor tidak perlu sulit untuk mempengaruhi pikirannya.
Keterampilan diatas dapat membantu Anda menjadi seorang konselor yang baik. Namun
menjadi konselor yang sukses juga diperlukan jam terbang dengan melakukan praktik
konseling baik di dalam lingkungan kerja atau di luar perusahaan Anda. Menjadi
konselor bukan berarti menjadikan diri sebagai “serba tahu”. Namun yang terpenting
adalah merasakan permasalahan konseli dan adapat menyelesaikan masalanya melalui
pemikiran dan keputusan yang bijak.

Anda mungkin juga menyukai