D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
SAWFA YARDHA (P07131221073)
DOSEN PENGAMPU :
Junaidi S. ST, M.Kes,
Pengertian Konseling Menurut Para Ahli, Berikut ini adalah pengertian dari konseling
menurut para ahli;
2. Jones (1951)
Pengertian bahwa konseling adalah serangkaian bentuk kegiatan yang
dikumpulkan berdasarkan pada permasalahan tertentu untuk kemudian diberikan cara
penyelesainnya oleh yang bersangkutan dengan proses penjalanan intents.
3. Pietrofesa
Memberikan pengertian bahwa konseling adalah pertemuan tatap muka yang
bersifat rahasia antara konselor dan konseli, sehinggga hal tersebut menimbulakan dari
adanya suatu sikap penerimaan dan pemberian antara keduanya untuk memecahkan
masalah yang ada.
B. Tujuan Konseling
1. Tujuan konseling secara umum adalah memecahkan masalah yang dialami klien.
Upaya ini dapat dilakukan dengan mengurangi intensitas hambatan danatau kerugian
yang disebabkan masalah tersebut dan menghilangkan masalah yang dimaksud.
Dengan layanan konseling ini maka harapannya adalah meringankan beban klien dan
mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh klien.
2. Tujuan konseling secara khusus adalah klien menjadi memahami seluk-beluk masalah
yang dialami secara mendalam dan menyeluruh dengan cara yang positif dan dinamis.
Pemahaman yang dimaksud adalah mengarah kepada dikembangkannya persepsi dan
sikap serta kegiatan demi terselesaikannya masalah yang dialami klien secara
spesifik. Jadi, tujuan konseling jangka panjang adalah klien menemukan jalannya
sendiri sehingga lebih dapat mengandalkan diri sendiri dalam menghadapi situasi-
situasi hidup yang berkelanjutan di masa mendatang dengan cara yang membangun
tanpa terus-menerus memerlukan bantuan dari luar.
3. Tujuan dibidang kesehatan/ masalah kesehatan gizi
Konseling gizi memberikan solusi bersama antara ahli gizi dan klien/pasien untuk
permasalahan gizi yang dialami klien/pasien sehingga diperoleh kesepakatan dalam
pengaturan makan untuk mendukung kesehatan atau kesembuhan klien/pasien.
C. Fungsi Konseling
Konseling bertujuan untuk membantu semua peserta didik agar memperoleh
perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh dasar
keterampilan hidupnya atau dengan kata lain membantu peserta didik agar mereka dapat
mencapai tugas-tugas perkembangannya.
D. Unsur-Unsur Konseling
1. Kondisi-kondisi Eksternal
a. Penataan fisik
Keadaan serta lingkungan yang menyenangkan dan mendatangkan rasa indah
bagi konselor dan konseli dapat membantu proses koinseling berjalan dengan
baik.
b. Proxemics
Berhubungan dengan jarak dan posisi antara konselor dan konseli yang ideal
demi terlaksananya proses konseling yang diharapkan.
c. Privacy
Sesuatu hal yang penting dan berkaitan dengan pengaturan fisik adalah
keleluasaan pribadi.
2. Ciri-ciri Khas
Banyak faktor yang mempengaruhi proses konseling diantaranya adalah
pengalaman konseli, latar belakang kebudayaan, ekspektasinya terhadap
konselor, kondisi ekonomi, dll.
3. Sikap-sikap Konselor
Sikap-sikap dan cara pendekatan konselor terhadap seseorang dan semua apa
yang dikerjakan dalam konseling berpengaruh pada hubungan konseling.
Konselor merupakan kunci pemrakarsa dan mengembang daripada hubungan.
a. Kepercayaan
Perasaan tentang sesuatu yang dianggap nyata dan benar.
b. Nilai-nilai
Petterson menunjukkan bahwa nilai-nilai konselor mempengaruhi hubungan
etnik hubungan konseling, tujuan konseling, dan metode yang digunakan
untuk konseling.
c. Penerimaan
Penerimaan dan pemahaman begitu sesuai, terutama penggunaanya dalam
proses konseling serta sangat penting dalam menunjang setiap hubungan
antar manusia.
d. Pemahaman
Tiap orang ingin dipahami dan melalui understanding, bantuan dapat
diberikan. Konselor harus mengerti konseli jika dia ingin hubungan
konselingnya berhasil.
e. Tingkatan-tingkatan Pemahaman
Menurut Davis 1963 ada empat tingkatan pemahaman, yaitu:
1) Pertama, pemahaman tentang individu lain seperti tingkahlakunya,
kepribadiannya, minatnya, dsb.
2) Kedua, perpaduan antara pemahaman secara verbal atau intelektual
dengan pemahaman secara behavioral atau operasional.
3) Ketiga, pemahaman yang dijabarkan secara langsung dari individu
lain untuk memahami dunia internalnya.
4) Keempat, tingkatan memahami dirinya sendiri secara lebih dalam.
4. Kondisi-kondisi Internal
a. Rapport
Rapport berarti hubungan kerja yang tepat yang telah ditimbulkan dan dicapai
antara konseli dan konselor.
b. Empathy
Kekuatan untuk mengerti perasaan-perasaan orang lain tanpa merasakan
sepenuhnya apayang dirasakan oleh orang lain itu.
c. Genuineness (kesungguhan)
Rogers menyatakan Guineness berarti bahwa perasaan yang dialami dapat
digunakan olehnya, berguna untuk kesadarannya, bahwa dia dapat bertahan
terhadap perasaan-perasaan ini, menggunakanya dalam hubungan dan dapat
menghubungkan dengan tepat dan berfaedah.
d. Attentiveness (penuh perhatian)
Attentiveness, perhatian membutuhkan ketrampilan dalam mendengarkan dan
mengamati, dengan itu konselor mengetahuio dan mengerti inti, isi, dan apa
yang dirasakan oleh konseli.
e. Hubungan
Hubungan antara manusia dalam konseling adalah hubungan yang timbal
balik dan saling mempengaruhi antar anggota-anggota yang terlibat di dalam
hubungan tersebut.
E. Tahapan Melakukan Konseling dan Mekanisme Konseling
a. Tahapan secara umum
1. Membangun hubungan.
2. Identifikasi dan penilaian masalah.
3. Menentukan sasaran dan intervensi konseling.
4. Evaluasi konseling dan terminasi.
B. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau
masalah yang dihadapi peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar,
permasalahan peserta didik dapat berkenaan dengan aspek :
(1) substansial – material
(2) struktural – fungsional
(3) behavioral dan atau
(4) personality.
Untuk mengidentifikasi kasus dan masalah peserta didik, Prayitno dkk. telah
mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah peserta didik, dengan apa yang
disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk menemukan
kasus dan mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi peserta didik, seputar aspek :
(1) jasmani dan kesehatan
(2) diri pribadi
(3) hubungan sosial
(4) ekonomi dan keuangan
(5) karier dan pekerjaan
(6) pendidikan dan pelajaran
(7) agama, nilai dan moral
(8) hubungan muda-mudi
(9) keadaan dan hubungan keluarga; dan
(10) waktu senggang.
C. Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang
melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses Belajar
Mengajar faktor-faktor penyebab kegagalan belajar peserta didik, bisa dilihat dari segi
input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua faktor
yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar peserta didik, yaitu :
(1) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri peserta didik itu sendiri, seperti :
kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta
kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (2) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah,
lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan
sejenisnya.
D. Prognosis
Langkah ini dilakukan untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami
peserta didik masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif
pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan
hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini
seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-
pihak yang terkait dengan masalah yang dihadapi siswa untuk diminta bekerja sama guna
membantu menangani kasus – kasus yang dihadapi.
E. Treatment
Langkah ini merupakan upaya untuk melaksanakan perbaikan atau penyembuhan
atas masalah yang dihadapi klien, berdasarkan pada keputusan yang diambil dalam
langkah prognosis. Jikajenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan
dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan
kemampuan guru pembimbing atau konselor, maka pemberian bantuan bimbingan dapat
dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri (intervensi langsung), melalui
berbagai pendekatan layanan yang tersedia, baik yang bersifat direktif, non direktif
maupun eklektik yang mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut. Namun, jika
permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih
luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing/konselor sebatas hanya membuat
rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten (referal atau alih tangan kasus).
1. Kompetensi Intelektual
Kompetensi intelektual konselor merupakan dasar lain bagi seluruh keterampilan
konselor dalam hubungan konseling baik di dalam maupun diluar situasi konseling.
Tugas konselor adalah membntu kliennya untuk meningkatkan dirinya secara
keseluruhan. Konselor sendiri agar dapat membantu kliennya maka ia harus memiliki
pengetahuan tentang ilmu perilaku, mengetahui filsafat, mengetahui lingkungannya.
Selain itu konselor dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir runtun-rapi, dan
logis. Hal ini penting konselor dapat membantu siswa secara berpikir objektif,
mempertimbangkan alternatif dan dapat menafsirkan hasil-hasil konseling
- Empati
Konselor dapat memahami apa yang dirasakan konseli, serta perbedaan nilai dan
perasaan. Menempatkan posisinya pada permasalahn yang dihadapi konseli, namun tetap
bersikap realistis dan objektif.