Anda di halaman 1dari 18

PELAKSANAAN PROGRAM BK

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah
“Perencanaan Evaluasi Program Konseling”

Dosen Pembimbing : Dika Syahputra,Mpd

Disusun Oleh: Kelompok: 6

Rean Ikhsanul 0102202048

Muhammad Iqbal Indraji 0102192051

Ade Risma 0102202068

PROGRAM STUDI BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA

MEDAN

2022
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

Tujuan penelitian ..................................................................................................... 1


Pembahasan
A. Ruang lingkup dan pelaksanaan ................................................................ 2
B. Layanan langsung ........................................................................................ 3

Kesimpulan ............................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 17

i
ii
1. Tujuan Penelitian
tujuan penulisan makalah ini secara khusus adalah sebagai berikut :
A. Untuk mengetahui ruang lingkup dan pelaksaan program bk
B. Untuk mengetahui apa itu konseling individual
C. Untuk mengetahui apa itu konseling kelompok
D. Untuk mengetahui bimbingan kelompok
E. Untuk mengetahui bimbingan klasikal
F. Untuk mengetahui bimbingan kelas besar/lintas kelas
G. Untuk mengetahui apa itu konsultasi
H. Untuk mengetahui apa itu kolaborasi
I. Untuk mengetahui apa itu Alih tangan kasus
J. Untuk mengetahui apa itu kunjungan rumah
K. Untuk mengetahui apa itu Advokasi
L. Untuk mengetahui apa itu Konferensi kasus(semua jenis layanan BK dan
kegiatan pendukung).

1
2
PEMBAHASAN

A. Ruang Lingkup dan Pelaksanaan


Menurut Dewa Ketut Sukardi dan Nila Kusmawati lingkup evaluasi pelaksanaan program
bimbngan dan konseling di sekolah mencakup empat komponen, yaitu: (1) komponen
peserta didik (input), (2) komponen program, (3) komponen proses pelaksanaan
bimbingan dan konseling, dan (4) komponen hasil pelaksanaan program (output).12
1. Evaluasi peserta didik (raw-input)
Untuk mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan program bimbingan dan konseling
maka pemahaman terhadap peserta didik (konseli) yang mendapat bimbingan dan
koseling penting dan perlu. Pemahaman mengenai raw-input (peserta didik) perlu
dilakukan sedini mungkin, dengan pemahaman terhadap raw-input dapat dipakai
mempertimbangkan hasil pelaksanaan program bimbingan dan konseling bila
dibandingkan dengan produk yang dicapai. Evaluasi raw-input dimulai dari pelayanan
himpunan data pada saat peserta didik (konseli) di terima di sekolah bersangkutan.
2. Evaluasi program
Evaluasi program pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah harus disesuaikan
dengan pola dasar pedoman operasional pelayanan bimbingan dan konseling.
3. Evaluasi proses
Untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan dalam program pelayanan bimbingan
dan konseling di sekolah, dituntut proses pelaksanaan bimbingan dan konseling yang
mengarah pada tujuan yang diharapkan. Dalam pelaksanaan program bimbingan dan
konseling di sekolah banyak factor yang terlibat yang perlu di evaluasi, terutama yang
bersangkut paut dengan pengelolaan pelayanan bimbingan dan konseling
4. Evaluasi hasil
Untuk memperoleh gambaran tentang keberhasilan dari pelaksanaan program bimbingan
dan konseling di sekolah dapat dilihat dari hasil yang diperoleh dari pelaksanaan program
bimbingan dan konselingdi sekolah. Sedangkan untuk mendapatkan gambaran tentang
hasil dari pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah harus dilihat dalam diri siswa
yang memperoleh pelayanan bimbingan dan konseling itu sendiri.
1

B. Layanan Langsung
1. Konseling Individual
Konseling individual menurut Tohirin (2007: 296) adalah pemberian bantuan yang
dilakukan melalui hubungan yang bersifat face to face relationship (hubungan empat
mata), yang dilaksanakan antara konselor dengan klien. Sementara itu, menurut Willis
(2013: 159) konseling individual adalah pertemuan konselor dengan klien secara
individual, dimana terjadi hubungan konseling yang bernuansa rapport, dan konselor
berupaya memberikan bantuan untuk pengembangan pribadi klien serta klien dapat

1 11
Aip Badrujaman, Teori dan Aplikasi Evaluasi Program Bimbingan Konseling,(Jakarta:
Indeks, 2014), h. 17
12
Dewa Ketut Sukardi dan nila Kusmawati, OP.Cit, h. 97

3
mengantisipasi masalah- masalah yang dihadapinya.
Konseling individual menurut Tolbert dalam (Syamsu Yusuf 2016: 49) adalah hubungan
tatap muka antara konselor dan konseli, dimana konselor sebagai seorang yang memiliki
kompetensi khusus memberikan suatu situasi belajar kepada konseli sebagai seorang yang
normal, membantu konseli mengenali dirinya, situasi yang akan dihadapi dimasa depan,
sehingga konseli dapat menggunakan potensinya untuk mencapai kebahagiaan pribadi
maupun sosial, dan lebih lanjut dia dapat belajar tentang bagaimana memecahkan
masalah dan memenuhi kebutuhan di masa depan.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa konseling individual adalah proses
pemberian bantuan kepada klien oleh konselor yang bersifat face to face relationship
serta bernuansa rapport agar klien dapat mengenali dirinya, dapat mengembangkan
pribadinya, mengetahui situasi dimasa depan, serta dapat mengantisipasi masalah-
masalah yang dihadapinya.
2. Konseling Kelompok

Berikut ini definisi konseling kelompok oleh para tokoh: Menurut Latipun
konseling kelompok (group counseling) merupakan salah satu bentuk konseling
dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik (feed
back) dan pengalaman belajar. Konseling kelompok dalam prosesnya menggunakan
prinsip-prinsip dinamika kelompok (group dynamic).8
Menurut George M. Gazda, ia memberikan definisi konseling kelompok, dalam
bukunya Group Counseling: A developmental approach dan dikutip oleh Shertzer
dan Stone dalam bukunya Fundamentals Of Counseling sebagai berikut;
2
“Konseling kelompok adalah suatu proses antarpribadi yang dinamis, yang
terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari. Proses itu mengandung ciri-ciri
terapeutik seperti pengungkapan pemikiran dan perasaan secara leluasa orientasi
pada kenyataan, pembukaan diri mengenai seluruh perasaan mendalam yang
dialami, saling percaya, saling perhatian, saling pengertian dan saling mendukung.
Semua ciri terapuetik itu diciptakan dan dibina dalam suatu kelompok kecil
dengan caramengemukakan kesulitan dan keprihatinan pribadi pada sesama
anggota kelompok dan pada konselor. Konseli-konseli atau para klien adalah orang
yang pada dasarnya tergolong orang normal, yang menghadapi berbagai masalah
yang tidak memerlukan perubahan dalam struktur kepribadian untuk diatasi.Para
konseli ini dapat memanfaatkan suasana komunikasi antarpribadi dalam kelompok
untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan terhadap nilai-nilai kehidupan
dan segala tujuan hidup, serta untuk belajar dan/ atau menghilangkan suatu sikap
dan perilaku tertentu”.9
Menurut W.S. Winkel konseling kelompok merupakan bentuk khusus dari layanan
konseling, yaitu wawancara konselor profesional dengan beberapa orang sekaligus

28
Latipun.Psikologi Konseling. 2006. Malang: UMM Pres. 178
9
Ibid. 590
10
Winkel, W.S. dan M.M. Srihastuti.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan
2007.Yogyakarta: Media Abadi. 590.

4
yang tergabung dalam suatu kelompok kecil. Di dalam konseling kelompok terdapat
dua aspek pokok yaitu aspek proses dan aspek pertemuan tatap muka. Aspek proses
dalam konseling kelompok memiliki ciri khas karena proses itu dilalui oleh lebih
dari dua orang; demikian pula aspek pertemuan tatap muka karena yang
berhadapan muka adalah sejumlah orang yang tergabung dalam kelompok, yang
saling memberikan bantuan psikologis.
Konseling kelompok mempunyai unsur terapeutik.Adapun ciri-ciri terapeutik
dalam konseling kelompok adalah terdapat hal-hal yang melekat pada interaksi
antarpribadi dalam kelompok dan membantu untuk memahami diri dengan lebih
baik dan menemukan penyelesaian atas berbagai kesulitan yang dihadapi.
Menurut Erle M. Ohlsen dalam bukunya Group Counseling: interaksi dalam
kelompok konseling mengandung banyak unsur terapeutik, yang paling efektif bila
seluruh anggota kelompok:11
1) Memandang kelompok bahwa kelompoknya menarik;
2) Merasa diterima oleh kelompoknya;
3) Menyadari apa yang diharapkan dari mereka dan apa yang mereka
harapkandari orang lain;
4) Merasa sungguh-sungguh terlibat;
5) Merasa aman sehingga mudah membuka diri;
6) Menerima tanggung jawab peranannya dalam kelompok;
7) Bersedia membuka diri dan mengubah diri serta membantu anggota
lain untukberbuat yang sama;
8) Menghayati partisipasi sebagai bermakna bagi dirinya;
9) Berkomunikasi sesuai isi hatinya dan berusaha menghayati isi hati orang
lain;
10) Bersedia menerima umpan balik dari orang lain, sehingga lebih
mengerti akankekuatanya dan kelemahannya;
11) Mengalami rasa tidak puas dengan dirinya sendiri, sehingga mau
berubah dan menghadapi tegangan batin yang menyertai suatu proses
perubahan diri; dan
12) Bersedia menaati norma praktis tertentu yang mengatur interaksi
dalamkelompok.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli
(disebut konselor) kepada beberapa individu yang tergabung dalam suatu kelompok
kecil dengan mempunyai permasalahan yang sama (disebut klien) dan
membutuhkan bantuan yang bermuara pada terselesaikannya masalah yang sedang
dihadapi oleh segenap anggota kelompok.3
3 11
Winkel, W.S. dan M.M. Srihastuti.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan
2007.Yogyakarta: Media Abadi. 591
17
Prof. Dr. Prayitno, M.SC.ED, Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan
Profil), (Ghalia Indonesia: Jakarta,1995), h.61.
18
Achmad, Juntika, Nurihsan, Strategi Layanan Bimbingan & Konseling, (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2005), h.17.
5
3. Bimbingan Kelompok
Menurut Prayitno layanan bimbingan kelompok adalah suatu layanan bimbingan yang
di berikan kepada siswa secara bersama-sama atau kelompok agar kelompok itu menjadi
besar, kuat, dan mandiri.17.
Layanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya
masalah atau kesulitan pada diri konseli (siswa).18 Bimbingan kelompok dapat berupa
penyampaian informasi atau aktivitas kelompok membahas masalah-masalah pendidikan,
pekerjaan, pribadi, dan masalah sosial.Mereka memperoleh berbagai bahan dari Guru
Pembimbing yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun
sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat, serta dapat dipergunakan sebagai
acuan untuk mengambil keputusan. Dalam layanan tersebut, para siswa dapat diajak
untuk bersama- sama mengemukakan pendapat tentang sesuatu dan membicarakan topik-
topik penting, mengembangkan nilai-nilai tentang hal tersebut dan mengembangkan
langkah-langkah bersama untuk menanganipermasalahan yang dibahas dalam kelompok.

4. Bimbingan Klasikal
Menurut Santoso (2011:139) bimbingan kelas(klasikal) adalah program yang dirancang
menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik di kelas.
Secara terjadwal, konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada para peserta didik.
Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa diskusi kelas atau brain storming (curah
pendapat).
Menurut Delucia-Waack (2006:188) bimbingan kelas kadang terjadi saat Konselor
diminta hadir untuk memberikan topik mengenai harga diri, keterampilam komunikasi,
keluarga sehat, resolusi konflik, keterampilan persahabatan dan pecegahan bullying. Pada
bimbingan di dalam kelas kegiatan harus dikonseptualisasikan dalam tahap yang sama
(initial, working, terminasi) dan bagian-bagian yang sama dari setiap sesi
(opening, working, processing, closing) dalam rentang waktu yang jauh lebih singkat.4

5. Bimbingan Kelas Besar/Lintas Kelas


Bimbingan Lintas Besar merupakan layanan bimbingan klasikal yang melibatkan peserta
didik/konseli dari sejumlah kelas pada tingkatan kelas yang sama dan atau berbeda sesuai
dengan tujuan layanan. Bimbingan lintas kelas merupakan kegiatan yang bersifat
pencegahan, pemeliharaan, dan pengembangan. Materi bimbingan kelas besar atau lintas
kelas diantaranya pengenalan lingkungan sekolah, bridging course (masa orientasi
sekolah), hari karir, seminar bahaya narkoba, keamanan berlalu lintas,
talkshowreproduksi sehat, internet sehat, literasi digital, dan kunjungan ke SMA/SMK
juga ke perguruan tinggi. Nara sumber bimbingan kelas besar/lintas kelas adalah guru
bimbingan dan konseling atau konselor, alumni, tokoh masyarakat/agama, dan ahli atau
pihak yang relevan lainnya.

4
De lucia/waack,Janice L.2006 leading Pshycoeducational Groups For Children and Adolescent,United
States OF America : Sage Publication,Inc
6
Bimbingan kelas besar/lintas kelas bertujuan memberikan pengalaman, wawasan, serta
pemahaman yang menjadi kebutuhan peserta didik/konseli, baik dalam bidang
perkembangan pribadi, sosial, belajar, maupun karir.

6. Konsultasi
Layanan konsultasi merupakan proses dalam suasana kerja sama dan hubungan antar
pribadi dengan tujuan memecahkan suatu masalah dalam lingkup professional dari
orang yang meminta konsultasi. Ada tiga unsur di dalam konsultasi, yaitu klien, orang
yang minta konsultasi, dan konsultan
Prayitno dalam Tohirin menyatakan bahawa
Konsultasi pada dasarnya dilaksanakan secara perorangan dalam format tetap muka
antara guru pembimbing dengan peserta didik. Dalam layanan konsultasi, ada tiga pihak
yang tidak bisa dipisahkan yaitu guru pembimbing, konsulti dan pihak ketiga. Guru
pembimbing merupakan tenaga ahli konseling (tenaga profesional) yang memiliki
kewenangan melakukan pelayanan konseling sesuai dengan bidang tugasnya, Konsulti
adalah individu yang meminta bantuan kepada guru pembimbing agar dirinya mampu
menangani kondisi atau masalah yang dialami oleh pihak ketiga yang setidak-tidaknya
sebagian menjadi tanggung jawabnya, sedangkan pihak ketiga adalah individu-individu
yang kondisi atau permasalahannya di persoalkan oleh konsulti.
Konsultasi (consultation) yaitu segala usaha memberikan asistensi kepada seluruh
anggota staf pendidikan di sekolah dan kepada orang tua siswa, demi perkembangan
siswa yang lebih baik.2Konsultasi diartikan sebagai pertukaran pikiran untuk
mendapatkankesimpulan (nasehat, saran) yang sebaik- baiknya.
“Konsultan” diartikan sebagai orang (ahli) yang bertugas memberikan petunjuk, atau
nasehat dalam suatu kegiatan.Kata “Berkonsultasi”diartikan sebagia bertukar
pikiran ataumeminta pertimbangan dalam memutuskan sesuatu dan meninta nasehat.4
Konsultasi merupakan kegiatan berbagi pemahaman dan kepedulian antara konselor
atau guru bimbingan dan koseling dengan guru mata pelajaran, orang tua, pimpinan
satuan pendidikan, atau pihak lain yang relevan dalam upaya membangun kesamaan
persepsi dan memperoleh dukungan yang diharapkan dalam memperlancar pelaksanaan
program layanan bimbingan dan konseling.5
7. Kolaborasi
Kolaborasi adalah bentuk kerjasama, interaksi, kompromi beberapa elemen yang
terkait baik individu, lembaga dan atau pihak-pihak yang terlibat secara langsung dan
tidak langsung yang menerima akibat dan manfaat. Nilai-nilai yang mendasari sebuah
kolaborasi adalah tujuan yang sama, kesamaan persepsi, kemauan untuk berproses, saling
memberikan manfaat, kejujuran, kasih sayang serta berbasis masyarakat. Jonathan (2004)
mendefinisikan kolaborasi sebagai proses interaksi di antara beberapa orang yang
berkesinambungan. Menurut Kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja

51
Elfi Mu’awanah dkk,2009,Bimbingan Konseling Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, h.70
2
Winkel. Ibid, h.
3
Peter Salim, Yenny Salim, 2002. Kamus bahasa Indonesia Konterporer. Jakarta: Modern
EnglishnPress. Tahun ,h.

7
bersama khususnya dalam usaha penggabungan pemikiran. Gray (1989) menggambarkan
bahwa kolaborasi sebagai suatu proses berpikir dimana pihak yang terlibat memandang
aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta menemukan solusi dari perbedaan
tersebut dan keterbatasan pandangan mereka terhadap apa yang dapat dilakukan Grothaus,
T., & Cole, R. (2012). Dari berbagai definisi kolaborasi yang dikemukakan para ahli, dapat
disimpulkan bahwa kolaborasi adalah suatu proses interaksi yang kompleks dan beragam,
yang melibatkan beberapa orang untuk bekerja sama dengan menggabungkan pemikiran
secara berkesinambungan dalam menyikapi suatu hal dimana setiap pihak yang terlibat saling
ketergantungan di dalamnya. Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu
pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator.
Menurut Young, A.A., dkk. (2013) beberapa karakteristik dari pelaksanaan kolaborasi
dalam konsleing antra lain, yaitu: 1)Partisipasi tidak dibatasi dan tidak hirarkis; 2)Partisipan
bertanggung jawab dalam memastikan pencapaian kesuksesan; 3) Adanya tujuan yang
masuk akal; 4) Ada pendefinisian masalah; 5) Partisipan saling mendidik atau mengajar
satu sama lain; 5) Adanya identifikasi dan pengujian terhadap berbagi pilihan; 6)
Implementasi solusi dibagi kepada beberapa partisipan yang terlibat; 7) Partisipan selalu
mengetahui perkembangan situasi. Agar dapat secara efektif dilaksanakan, strategi
Kolaborasi Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling memilki elemen penting yaitu;
1) adanya kerjasama dan sikap saling menghargai pendapat dari mitra kolaborasi dan
bersedia secara bersama-sama untuk mengidentifikasi berbagai alternatif pendapat;
2) Bersikap asertivitas untuk menjamin bahwa pendapat mitra kolaborasi dan konselor benar-
benar didengar dan konsensus untuk dicapai. 3) Bertanggung jawab dalam melaksankan serta
mendukung suatu keputusan bersama yang telah diperoleh 4) Menjalin komunikasi antar
setiap mitra kolaborasi untuk dapat bertanggung jawab dalam membagi informasi penting
mengenai isu yang terkait; 5) Membangun kepercayaan pada semua elemen kolaborasi. Hal
ini menjadi penting karena tanpa rasa pecaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi
ancaman, menghindar dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi.
Kolaboratif dilaksanakan di sekolah dengan alasan bahwa sekolah dan guru
BK/konselor tidak bisa berfungsi sendiri/berdiri sendiri untuk memenuhi semua kebutuhan
siswa. Pemenuhan kebutuhan siswa untuk mencapai kesuksesan tergantung pada usaha
kolaborasi yang dilakukan oleh guru BK/konselor dengan pihak-pihak lain serta kegiatan
kolaboratif yang dilakukan, tidak hanya bisa membantu siswa akan tetapi juga bisa
membantu keluarga mereka (Dahir & Stone, 2012:394). Lebih lanjut, Fields & Hines
(2010:250) guru BK/konselor baru bisa dikatakan profesional apabila mampu melakukan
kolaborasi dan bekerja secara kelompok (collaboration & teaming) secara tepat dengan
berbagai pihak yang mendukung tercipta dan tercapainya kesuksesan siswa, baik itu dengan
guru lain, siswa, orangtua bahkan dengan masyarakat yang lebih luas. Bahkan, Tang
(2010:389) menyebutkan bahwa kolaborasi yang terjadi antar pihak yang berkepentingan
dalam program pendidikan dan perkembangan siswa menjadi salah satu ciri sekolah yang
efektif. Hal ini sejalan dengan pendapat Schmidt (2003) yang menyatakan bahwa konselor
sekolah yang diharapkan ada pada masa sekarang dan akan datang adalah konselor
sekolah yang bisa mengembangkan dan mendesain suatu program melibatkan orangtua
dalam program pendidikan anaknya di sekolah
8
melalui kegiatan kolaboratif. Pelibatan orantua yang dimaksud dapat berupa mengundang
orangtuasebagai anggota komite sekolah, memberikan kesempatan kepada orangtua untuk
menjadi tutor pada suatu program instruksional, keterlibatan orangtua dalam pendanaan
program sekolah yang lebih luas serta dapat juga memperkuat pemahaman dan keterampilan
orantua berkenaan dengan perkembangan anak dan orang dewasa.6

8. Alih tangan Kasus


Diambil dari POP BK Alih tangan kasus adalah suatu tindakan mengalihkan penanganan
masalah peserta didik atau konseli dari satu pihak ke pihak lain yang lebih berwenang
dan memiliki keahlian.
Alih tangan kasus adalah kegiatan pendukung bimbingan dan konseling, untuk
mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami peserta
didik (klien) dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak ke pihak lain yang
lebih ahli. Fungsi utama bimbingan yang diemban oleh kegiatan alih tangan ialah fungsi
pengentasan. Menurut Cormier (2009), ada beberapa praktek yang salah yang hendaknya
tidak dilakukan konselor dalam kegiatan alih tangan, yaitu:
o Klien tidak diberi alternatif pilihan kepada ahli mana ia akan dialihtangankan
o Konselor mengalihtangankan klien kepada pihak yang keahliannya diragukan,
atau kepada ahli yang reputasinya kurang dikenal
o Konselor membicarakan permasalahan klien kepada calon ahli tempat alih
tangan tanpa persetujuan klien
o Konselor menyebutkan nama klien kepada calon ahli tempat alih tangan
Dari kedua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa Alih Tangan Kasus merupakan
kegiatan untuk untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas
permasalahan yang dialami klien dengan memindahkan penanganan kasus ke pihak lain
yang lebih kompeten, seperti kepada guru mata pelajaran atau konselor, dokter serta ahli
lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh penanganan yang lebih tepat
dan tuntas atas permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang lebih kompeten
Alih tangan kasus biasanya dilakukan bila konselor tersebut sudah tidak mampu lagi
menanganinya. misalnya adalah jika ada seorang siswa yang melakukan tindak kriminal,
maka konselor bisa mengalihtangankan pada polisi.7

9. Kunjungan Rumah

6
ABKIN. (2007). Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Bertolino, B. & O’Hanlon, W.H. (2002). Collaborative, competency-based counseling and therapy. Boston: Allyn and
Bacon.
Prayitno.1996. Pengantar pelaksanaan program Bimbingan dan konseling. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
4
Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta, 1999, h. 315

9
Kunjungan rumah adalah kegiatan pendukung bimbingan konseling untuk memperoleh
data, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan klien
melalui kunjunganke rumahnya.7
Kunjungan rumah dilakukan apabila konselor perlu melengkapi dan memvalidasi data
yang berkaitan dengan latar belakang kehidupan keluarga konseli, yang tidak bisa
terungkap melalui teknik pengumpulan data lainnya.Melalui kunjungan rumah,
proses penyelesaian masalah konseli bisa dilakukan secara kolaboratif dengan
melibatkan peran orang tua atau keluarga.8
10. Advokasi
Terkait dengan advokasi yang dimaksud dalam bimbingan dan konseling dimana
advokasi adalah keyakinan individu atu tindakan kolektif yang harus diambil untuk
memperbaiki ketidakadilan atau untuk meningkatkan kondisi untuk kepentingan individu
atau kelompok (House & Martin, 1998). Layanan advokasi merupakan perluasan dari
empat komponen layanan bimbingan dan konseling: layanan dasar, layanan spesialisasi
dan perencanaan individu, layanan respons, dan dukungan sistem. layanan advokasi
dapat dilaksanakan di salah satu dari empat komponen layanan bimbingan dan konseling
(Komalasari et al., 2017). Selanjutnya dalam permendikbud nomor 111 tentang pendidikan
dasar dan pendidikan menengah tahun 2014 dimana layanan advokasi adalah layanan
yang membantu siswa atau orang yang mencari nasihat yang mengalami perlakuan tidak
berpendidikan, diskriminatif, kasar, kekerasan, melecehkan, dan kriminal. Ini adalah layanan
yang membantu melindungi hak-hak orang yang didiskriminasi dengan melakukannya.
Layanan advokasi didefinisikan sebagai layanan yang membantu individu atau siswa untuk
memperoleh kembali hak-hak dirinya yang tidak mendapatkan perhatian atau mendapatkan
perlakuan salah sesuai dengan tuntutan karakter cerdas dan terpuji (Prayitno, Wibowo,
Marjohan, Mugiharso, & Ifdil, 2014). Hal demikian sejalan dengan yang disampaikan dalam
Permendikbud Nomor 111 tahun 2014 tentang layanan bimbingan dan konseling dimana
advokasi adalah layanan bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk memberikan
pendampingan peserta didik/konseli yang mengalami perlakuan tidak mendidik,
diskriminatif, malpraktik, kekerasan, pelecehan dan tindak criminal.
Pengembangan layanan advokasi BK ini melibatkan penelitian (Cigrand, Havlik, Malott,
& Jones, 2015) dimana berinteraksi dengan pembangunan manusia melalui keterlibatan
manusia dalam empat sistem yang saling berhubungan yang disebut mikrosistem,
mesosistem, eksosistem, dan makrosistem. Kami telah mengembangkan model sistem
advokasi konselor sekolah yang memberi. Kajian ini secara khusus akan
mengembangkan bidang teknologi mikrosistem untuk mendalami implementasi layanan
advokasi BK berdasarkan hasil penelitian pendahuluan. Model Cigrand diintegrasikan
dengan teori (Gysbers & Henderson, 2014) tentang pengembangan program bimbingan
komprehensif di sekolah. Secara singkat, tahapan pengembangan bimbingan di sekolah
meliputi (1) isi, (2) kerangka organisasi, (3) sumber daya, dan (4) pengembangan,
pengelolaan dan akuntabilitas.

8
Tohirin,Bimbinga dan konseling disekolah dan madrasah Berbasis Integrasi,Jakarta:PT.Raja
Graindo,Persada,2007,
10
Kerangka advokasi sekolah yang dikembangkan oleh (House & Martin, 1998)
menyatakan bahwa kerangka advokasi sekolah dibagi menjadi tiga bagian: bekerja dengan
siswa, bekerja dengan sistem sekolah, dan bekerja dengan masyarakat. Fungsi advokasi
dalam konseling adalah meminta bantuan (konsultan) hak atas keberadaan, kehidupan atau
perkembangan seseorang (Siregar, 2019), atau jika pihak atau klien mendapatkan
kembali haknya penyitaan, pencegahan, halangan, pembatasan atau campur tangan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ini adalah layanan advokasi dimana mengadvokasi
hak-hak siswa yang terluka, atau untuk memaksimalkan potensi siswa.
Layanan advokasi dalam konseling dimaksudkan untuk meyakinkan klien suasana yang
membanjiri dia untuk hak-hak yang ingin dia gunakan. Penyandang cacat dan dibatasi
sedemikian rupa sehingga terputus keberadaan, kehidupan, dan perkembangannya,
khususnya dalam bidang pendidikan. Melalui layanan advokasi, klien kembali berhasil
menikmati haknya, yaitu klien memiliki hak mereka lagi dan begitu juga klien mereka
kembali ke posisi pengembangan diri (yaitu pribadi, sosial, studi, pekerjaan, keluarga, agama
dan/atau sosial) aktif dan progresif. Layanan advokasi terdiri atas beberapa komponen baik
itu berkaitan dengan individu yang menanganinya maupun kondisi dan keluasan materinya.
Adapun komponen dalam layanan advokasi yaitu sebagai berikut:1) konselor: konselor
sebagai individu yang melaksanakan layanan dituntut untuk memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi, melakukan lobi dan mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari
hubungan dengan pihak-pihak terkait serta dapat mengolah kondisi dan materi secara
optimal. Adapun dalam memberikan pelayanan terkait dengan pelanggaran hak klien yang
dilayani dengan pihak-pihak terkait maka konselor harus memiliki WPKNS.9
Selanjutnya, yang 2) korban pelanggaran hak dimana dalam hal ini korban yang hak-
haknya dilanggar atau klien yang menjadi bintang dalam layanan advokasi diupayakan
agar keputusan atau kondisi yang menimpa klien tidak terjadi pada dirinya lagi. Hak-
hak klien yang dilanggar dikembalikan kepada klien, dipenuhi lagi, dibersihkan sejelas-
jelasnya. Adapun dari kondisi awal klien yang bermasalah hingga kembalinya hak-hak
klien. Sehingga klien dapat menjadi individu yang menikmati kesempatan dirinya.
Kemudian yang 3) pihak-pihak terkait dimana individu yang memiliki kewenangan untuk
mempengaruhi terimplementasikannya hak klien. Pengaruh dari pihak yang memiliki
kewenangan dapat dikategorikan dalam kadar bervariasi, memiki pengaruh cukup ringan
atau berat dan bersifat final (Syafuro, 2019).
11. Konferensi Kasus(semua jenis layanan BK dan kegiatan pendukung).
merupakan pemahaman yang menyeluruh tentang diri konseli yang dapat dilakukan
dengan jalan mengumpulkan data melalui berbagai macam teknik, serta dari sumber
yang beragam pula. Penggunaan teknik dan sumber yang beragam ini memungkinkan

9
Azizah, A. (2017). Studi kepustakaan mengenai landasan teori dan praktik konseling naratif.
State University ofSurabaya.
Brat, M., O’Hara, C., McGhee, C. M., & Chang, C. Y. (2016). Promoting professional counselor
advocacy throughprofessional identity development efforts in counselor education. Journal
of Counselor Leadership and Advocacy, 3(1), 62-70.

11
data menjadi saling melengkapi, dapat dilakukan cross check atau cek silang sehingga
memungkinkan untuk mencapai akurasi yang tinggi. Sedangkan pemahaman mendalam
itu berupa pemahaman yang mendetail, cermat dan teliti tentang keadaan konseli yang
kita hadapi.Disamping memerlukan pemahaman yang komprehensif dan mendalam
terhadap konseli, untuk membantu memecahkan masalahnya diperlukan pula
keterlibatan pihak lain dalam penanganannya. Pihak lain itu misalnya orang tua, wali
kelas, Kepala Sekolah, guru matapelajaran tertentu, bahkan bisa pula pihak lain itu
merupakan personil di luar sekolah misalnya dokter, psikiater maupun helper lain yang
ada di masyarakat. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh sekolah untuk dapat
memperoleh data yang komprehensif, mendalam dan melibatkan berbagai pihak dalam
penanganan terhadap konseli yang masalahnya komplek dan rumit (lazim disebut kasus)
melalui case conference (konferensi kasus) di sekolah.
Konferensi kasus adalah merupakan rapat atau pertemuan yang menghadirkan beberapa
orang yang diperhitungkan dapat membantu memecahkan masalah konseli. Bantuan ini
bisa berupa penyampaian data tentang konseli maupun bantuan yang berupa solusi atau
konstribusi pemecahan masalah dan dimungkinkan pula sampai tahap penanganannya
sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya masing-masing. Kurikulum SMU
(1994), Sukardi ( 2010) menyatakan bahwa dalam konferensi kasus secara spesifik
dibahas permasalahan yang dialami oleh siswa tertentu (kasus) dalam suatu forum
diskusi yang melibatkan pihak-pihak terkait yang diharapkan dapat memberikan data
dan keterangan lebih lanjut serta kemudahan-kemudahan bagi terpecahkannya
permasalahan tersebut. Konferensi kasus diselenggarakan dengan bersifat terbatas dan
tertutup. Jadi, rapat ini diselenggarakan untuk menjaring data serta alternatif pemecahan
dalam menangani suatu permasalahan yang pada akhirnya terwujud konsep pemecahan
yang bersifat konstruktif terhadap permasalahan siswa di
sekolah.10

10
Depdikbud.(1994).kurikulum SMU: petunjuk pelaksanaan Bimbingan dan
konseling,Jakarta:Ditjedikdasmen.
12
Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan makalah di atas dapat di simpulkan bahwa ruang lingkup


evaluasi pelaksanaan program bimbngan dan konseling di sekolah mencakup empat
komponen, yaitu: (1) komponen peserta didik (input), (2) komponen program, (3)
komponen proses pelaksanaan bimbingan dan konseling, dan (4) komponen hasil
pelaksanaan program (output).
Wujud penyelenggaraan pelayanan dalam bimbingan dan konseling terhadap sasaran
layanan, ialah peserta didik. Layanan yang dimiliki bimbingan dan konseling antara lain
layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan
penguasaan konten, layanan konseling perorangan, layanan bimbingan kelompok,
layanan konseling kelompok, layanan konsultasi, dan layanan mediasi.
Keberhasilan layanan bimbingan dan konseling tidak terjadi dengan sendirinya, hal ini
terjadi karena beberapa kegiatan yang mendukung layanan bimbingan konseling tersebut
sehingga layanan bimbingan konseling dapat dinikmati oleh pihak-pihak yang
membutuhkan layanan tersebut. Kegiatan yang mendukung layanan bimbingan konseling
ini antara lain aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan
rumah,dan alih tangan kasus.

13
DAFTAR PUSTAKA

Aip Badrujaman, Teori dan Aplikasi Evaluasi Program Bimbingan Konseling,(Jakarta:


Indeks, 2014), h. 17
Dewa Ketut Sukardi dan nila Kusmawati, OP.Cit, h. 97
Latipun.Psikologi Konseling. 2006. Malang: UMM Pres. 178
Winkel, W.S. dan M.M. Srihastuti.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan
2007.Yogyakarta: Media Abadi. 590-591
Prof. Dr. Prayitno, M.SC.ED, Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar
dan Profil), (Ghalia Indonesia: Jakarta,1995), h.61.
Achmad, Juntika, Nurihsan, Strategi Layanan Bimbingan & Konseling, (Bandung:
PT. Refika Aditama, 2005), h.17.
Ibid, h.23.
De lucia/waack,Janice L.2006 leading Pshycoeducational Groups For Children and
Adolescent,United States OF America : Sage Publication,Inc
Elfi Mu’awanah dkk,2009,Bimbingan Konseling Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, h.70
Peter Salim, Yenny Salim, 2002. Kamus bahasa Indonesia Konterporer. Jakarta: Modern
Englishn Press. Tahun ,h.
ABKIN. (2007). Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan
Formal. jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Bertolino, B. & O’Hanlon, W.H. (2002). Collaborative, competency-based counseling and therapy.
Boston: Allyn and Bacon.
Prayitno.1996. Pengantar pelaksanaan program Bimbingan dan konseling. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta.
Tohirin,Bimbinga dan konseling disekolah dan madrasah Berbasis
Integrasi,Jakarta:PT.Raja Graindo,Persada,2007,
Azizah, A. (2017). Studi kepustakaan mengenai landasan teori dan praktik konseling
naratif. State University of Surabaya.
Brat, M., O’Hara, C., McGhee, C. M., & Chang, C. Y. (2016). Promoting professional
counselor advocacy through professional identity development efforts in counselor
education. Journal of Counselor Leadership and Advocacy, 3(1), 62-70.
Depdikbud.(1994).kurikulum SMU: petunjuk pelaksanaan Bimbingan dan
konseling,Jakarta:Ditjedikdasmen.

14
15

Anda mungkin juga menyukai