OLEH:
KELOMPOK : VIII
PRODI : Pendidikan Matematika
KELAS : PSPM E 2019
DOSEN PENGAMPU : Dra. Rosdiana,M.Pd.
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan Rekayasa Ide untuk mata kuliah PSIKOLOGI
PENDIDIKAN. Terwujudnya Mini Riset ini tidak terlepas dari bimbingan dan
dorongan serta arahan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Maka dengan kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada ibu Dra.Rosdiana, M.Pd selaku dosen mata kuliah psikologi pendidikan.
Penulisan Mini Riset ini bertujuan agar pembaca dapat lebih memahami materi
yang telah penulis sajikan. Penulis sadar bahwa dalam penulisan Mini Riset ini banyak
sekali kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca agar penulisan Mini Riset ini dapat lebih baik lagi.
Akhirnya penulis mengucapkan semoga Mini Riset ini bermanfaat bagi para
pembaca dan dapat lebih mengerti tentang materi yang telah penulis sajikan.
Kelompok VIII
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………………...i
Daftar Isi…………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………....1
1.2 Tujuan………………………………………………………………………………..2
1.3 Manfaat……………………………………………………………………………...2
BAB 4 PEMBAHASAN………………………………………………………………10
BAB 5 PENUTUP…………………………………………………………………….17
5.1 Kesimpulan……………………………………………………………………...…17
iii
5.2 Saran………………………………………………………………………….…..17
Daftar Pustaka…………………………………………………………………..…....19
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
itu, apakah dia mencoba untuk membatasi efek dari kesulitan dan bagaimana optimis dia
bahwa kesulitan itu akhirnya akan berakhir. Stoltz (2004: 18) mengelompokkan orang
dalam tiga kategori AQ, yaitu: climbers, campers, dan quitters. Climbers merupakan
kelompok orang yang memilih untuk terus bertahan untuk berjuang menghadapi
berbagai macam hal yang akan terus menerjang, baik itu dapat berupa masalah,
tantangan, hambatan, serta hal-hal lain yang terus didapat setiap harinya. Campers
merupakan kelompok orang yang sudah memiliki kemauan untuk berusaha menghadapi
masalah dan tantangan yang ada, namun mereka berhenti karena merasa sudah tidak
mampu lagi. Sedangkan Quitters merupakan kelompok orang yang kurang memiliki
kemauan untuk menerima tantangan dalam hidupnya. Menurut Sudarman (2012: 39)
siswa yang mempunyai AQ tinggi (siswa climbers) memiliki motivasi dan prestasi
belajar tinggi, sehingga pada kegiatan pembelajaran, AQ siswa dalam merespon atau
menyelesaikan masalah matematika sangat penting karena AQ merupakan potensi
pribadi yang sangat diperlukan oleh setiap individu. Setiap orang memiliki tingkat AQ
yang berbeda beda. Sehingga perlu diadakan penelitian untuk mengetahui tingkat AQ
yang ada pada siswa.
1.2 Tujuan
Mini riset ini bertujuan untuk mengetahui Adversity Quotient pada siswa
Sekolah Menengah Pertama.
1.3 Manfaat
2
BAB II
3
Yaitu sejauh mana seseorang mampu mempengaruhi dan mengendalikan respon
individu secara positif terhadap situasi apapun. Kendali yang sebenarnya dalam suatu
situasi hampir tidak mungkin diukur, kendali yang dirasakan jauh lebih penting.
Dimensi control ini merupakansalah satu yang paling pentingkarena berhubungan
langsung dengan pemberdayaan serta mempengaruhi semua dimensi CO2RE lainnya.
c. Reach (jangkauan)
Yaitu sejauh mana seseorang membiarkan kesulitan menjangkau bidanglain dalam
pekerjaan dan kehidupannya. Seseorang dengan AQ tinggi memiliki batasan jangkauan
masalahnya pada peristiwa yang dihadapi. Biasanya orang tipe ini merespon kesulitan
sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas. d.Endurance(daya tahan) Yaitu seberapa
lama seseorang mempersepsikan kesulitan ini akan berlangsung. Individu dengan AQ
tinggi biasanya memandang kesuksesan sebagai sesuatu yang berlangsung lama,
sedangkan kesulitan-kesulitan dan penyebabnya sebagai sesuatu yang bersifat
sementara.
4
a. Faktor Internal
1) GenetikaWarisan genetis tidak akan menentukan nasib seseorang tetapi pasti
ada pengaruh dari faktor ini. Beberapa riset-riset terbaru menyatakan bahwa
genetika sangat mungkin mendasari perilaku. Yang paling terkenal adalah kajian
tentang ratusan anak kembar identik yang tinggal terpisah sejak lahir dan
dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Saat mereka dewasa, ternyata
ditemukan kemiripan-kemiripan dalam perilaku.
2) Keyakinan, mempengaruhi seseorang dalam mengahdapi suatu masalah serta
membantu seseorang dalam mencapai tujuan hidup.
3) Bakat, Kemampuan dan kecerdasan seseorang dalam menghadapi suatu
kondisi yang tidak menguntungkan bagi dirinya salah satunya dipengaruhi oleh
bakat. Bakat adalah gabungan pengetahuan, kompetensi, pengalaman, dan
keterampilan.
4) Hasrat atau kemauan untuk mencapai kesuksesan dalam hidup diperlukan
tenaga pendorong yang berupa keinginan atau disebut hasrat. Hasrat
menggambarkan motivasi, antusias, gairah, dorongan, ambisi, dan semangat.
5) Karakter. Seseorang yang berkarakter baik, semangat, tangguh, dan cerdas
akan memiliki kemampuan untuk mencapai sukses. Karakter merupakan bagian
yang penting bagi kita untuk meraih kesuksesandan hidup berdampingan secara
damai.
6) Kinerja, merupakan bagian yang mudah dilihat orang lain sehingga seringkali
hal ini sering dievaluasi dan dinilai. Salah satu keberhasilan seseorang dalam
menghadapi masalah dan meraih tujuan hidup dapat diukur lewat kinerja.
7) Kecerdasan. Bentuk-bentuk kecerdasan kini dipilah menjadi beberapa bidang
yang sering disebut sebagai multiple intelligence. Bidang kecerdasan yang
dominan biasanya mempengaruhi karier, pekerjaan, pelajaran, dan hobi.
8) Kesehatan. Kesehatan emosi dan fisik dapat memepengaruhi seseorang
dalam menggapai kesuksesan. Seseorang yang dalam keadaan sakit akan
mengalihkan perhatiannya dari msalah yang dihadapi. Kondisi fisik dan psikis
yang prima akan mendukung seseorang dalam menyelesaikan masalah.
5
b. Faktor Eksternal
1) Pendidikan, dapat membentuk kecerdasan, pembentukan kebiasaan yang
sehat, perkembangan watak, keterampilan, hasrat, dan kinerja yang dihasilkan.
Penelitian yang dilakukan Gest. Dkk.. (1999 dalam McMillan dan Violato,
2008) menyebutkan bahwa meskipun seseorang tidak menyukai kemalangan
atau kesengsaraan yang diakibatkan oleh pola hubungan dengan orang tua,
namun permasalahan orang tua secara langsung ikut berperan dalam
perkembangan ketahanan remaja. Salah satu sarana dalam pembentukan sikap
dan perilaku adalah melalui pendidikan.
2) Lingkungan. Tempat individu tinggal dapat mempengaruhi bagaimana
individu beradaptasi dan memberikan respon kesulitan yang dihadapinya.
Individu yang terbiasa hidup dalam lingkungan sulit akan memiliki adversity
quotientyang lebih tinggi. Menurut Stoltz, individu yang terbiasa berada di
lingkungan yang sulit akan memiliki adversity quotientyang lebih besar karena
pengalaman dan kemampuan beradaptasi yang lebih baik dalam mengatasi
masalah yang dihadapi.
4. Tingkatan dalamAdversity Quotient
Stoltz mengelompokkan individu berdasarkan daya juangnya menjadi tiga:
quitter, camper,dan climber. Penggunaan istilah ini dari kisah pendaki Everest, ada
pendaki yang menyerah sebelum pendakian, merasa puas sampai pada ketinggian
tertentu, dan mendaki terus hingga puncak tertinggi. Kemudian Stoltz menyatakan
bahwa orang yang menyerah disebut quitter, orang yang merasa puas pada pencapaian
tertentu sebagai camper, dan seseorang yang terus ingin meraih kesuksesan disebut
sebagai climber.Dalam bukunya, Stoltz menyatakan terdapat tiga tingkatan daya tahan
seseorang dalam menghadapi masalah, antara lain(Stoltz, 2000):
a. Quitters Quitters yaitu orang yang memilih keluar, menghindari kewajiban, mundur,
dan berhenti. Individu dengan tipe ini memilih untuk berhenti berusaha, mereka
mengabaikan menutupi dan meninggalkan dorongan inti yang manusiawi untuk terus
berusaha. Dengan demikian, individu dengan tipe ini biasanya meninggalkan banyak hal
yang ditawarkan oleh kehidupan.
6
b. Campers atau orang-orang yang berkemah adalah orang-orang yang telah berusaha
sedikit kemudian mudah merasa puas atas apa yang dicapainya. Tipe ini biasanya bosan
dalam melakukan pendakian kemudian mencari posisi yang nyaman dan bersembunyi
pada situasi yang bersahabat. Kebanyakan para campers menganggap hidupnya telah
sukses sehingga tidak perlu lagi melakukan perbaikan dan usaha.
c. Climbers atau si pendaki adalah individu yang melakukan usaha sepanjang hidupnya.
Tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan kerugian, nasib baik maupun buruk,
individu dengan tipe ini akan terus berusaha.
7
Terakhir, individu diharapkan dapat mengambil tindakan nyatasetelah
melewati tahapan-tahapan sebelumnya.Sebelumnya diharapkan individu
dapat mendapatkan informasi tambahan guna melakukan pengendalian
situasi yang sulit, kemudian membatasi jangkauan keberlangsungan masalah
saat kesulitan itu terjadi.
Subjek penelitian mini riset ini adalah 16 siswa kelas 8 Sekolah Menengah Pertama
Nurul Ilmi.
Assessment data dalam penelitian ini adalah pemberian angket kepada sampel yang
diteliti. Kemudian penilaian dilakukan oleh peneliti.
8
BAB III
METODE PELAKSANAAN
9
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini diperoleh data yang didapat dari metode penelitian diatas.
Terdapat 16 siswa/i dari Sekolah Menengah Pertama Nurul Ilmi yang dijadikan sebagai
sampel. Terdapat 10 siswa laki-laki dan 6 siswa perempuan.
10
guru tentang rumus
matematika yang tidak
saya ketahui
8. Saya akan membantu 6 3 1 0
teman yang kesulitan
9. Saya tidak suka ketika 1 2 6 1
teman meminta bantuan
kepada saya
10. Meskipun soal ujiannya 6 4 0 0
sulit, saya tidak pernah
mencontek
11. Saya sering tidak masuk 0 1 6 3
sekolah, saat mata
pelajaran matematika
12. Saya selalu mengerjakan 2 8 0 0
pr matematika dirumah
13. Saya akan tetap rajin 8 2 0 0
belajar walaupun saya
mendapat nilai 5
TOTAL 31 42 46 11
130
11
3. Saya sering main-main 0 2 4 0
apabila guru tidak masuk
ke dalam kelas
4. Saya tidak akan 1 2 3 0
mengerjakan tugas,
sebelum guru menyuruh
saya
5. Saya tidak mau bertanya 0 0 6 0
tentang materi yang tidak
saya pahami kepada orang
lain
6. Saya tidak mau belajar 0 0 6 0
matematika karena itu
pelajaran yang sulit
7. Saya sering bertanya pada 1 4 1 0
guru tentang rumus
matematika yang tidak
saya ketahui
8. Saya akan membantu 1 5 0 0
teman yang kesulitan
9. Saya tidak suka ketika 0 1 5 0
teman meminta bantuan
kepada saya
10. Meskipun soal ujiannya 2 4 0 0
sulit, saya tidak pernah
mencontek
11. Saya sering tidak masuk 0 0 6 0
sekolah, saat mata
pelajaran matematika
12. Saya selalu mengerjakan 0 6 0 0
PR matematika dirumah
13. Saya akan tetap rajin 1 5 0 0
belajar walaupun saya
mendapat nilai 5
12
TOTAL 6 30 42 0
78
Berikut merupakan akumulasi jumlah murid yang sangat setuju, setuju, tidak
setuju dan sangat tidak setuju per satu pertanyaan Untuk semua jenis kelamin.
13
ketahui
8 Saya akan membantu 7 8 1 0
teman yang kesulitan
9 Saya tidak suka ketika 1 3 11 1
teman meminta bantuan
kepada saya
10 Meskipun soal ujiannya 8 8 0 0
sulit, saya tidak pernah
mencontek
11 Saya sering tidak masuk 0 1 12 3
sekolah, saat mata
pelajaran matematika
12 Saya selalu mengerjakan 2 14 0 0
PR matematika dirumah
13 Saya akan tetap rajin 9 7 0 0
belajar walaupun saya
mendapat nilai 5
TOTAL 37 72 88 11
208
14
Tidak setuju 35,4% 53,8% 42,3%
Sangat tidak setuju 8,5% 0% 5,3%
TOTAL 100% 100% 100%
15
16
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Istilah adversity quotient diambil dari konsep yang dikembangkan oleh Paul G.
Stoltz, Ph.D, presiden PEAK Learning, Inc. seorang konsultan di dunia kerja dan
pendidikan berbasis skill (Stoltz, 2000). Konsep kecerdasan (IQ dan EQ) yang telah ada
saat ini dianggap belum cukup untuk menjadi modal seseorang menuju kesuksesan, oleh
karena itu Stolz kemudian mengembangkan sebuah konsep mengenai kecerdasan
adversity. Adversity dalam kamus bahasa Inggris berarti kesengsaraan dan kemalangan,
sedangkan quotient diartikan sebagai kemampuan atau kecerdasan.
Sedangkan menurut Stoltz, adversity quotient merupakan kemampuan yang
dimiliki seseorang dalam mengamati kesulitan dan mengolah kesulitan tersebut dengan
kecerdasan yang dimiliki sehingga menjadi sebuah tantangan untuk diselesaikan(Stoltz,
2000). Adversity quotient sebagai suatu kemampuan terdiri dari empat dimensi yang
disingkat dengan sebutan CO2RE yaitu dimensi control, origin-ownership, reach, dan
endurance(Stoltz, 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi adversity quotient terbagi
menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Ada tiga tingkatan dalam
Adversity Quotient menurut Stoltz, diantaranya : Quitters Quitters, Campers, dan
Climbers. Menurut Stoltz, cara mengembangkandan menerapkan Adversity Quotient
dapat diringkas dalam kata LEAD (Stoltz, 2000), yaitu : Listened (dengar), Explored
(gali), Analized (analisa), dan Do (lakukan).
Pada penelitian ini menggunakan metode Kuesioner. Kuesioner adalah teknik
pengumpulan data yang memungkinkan untuk dilakukan analisis terkait sehingga
diperoleh informasi yang dapat diimplementasikan.
5.2 Saran
17
yang cerdas juga memiliki kemampuan dalam hal praktik, maka kemungkinan besar
seseorang tersebut akan memperoleh kesuksesan di dalam kehidupan realita.
18
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary Ginanjar. 2001. Rahasia sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman dan Rukun
Islam. Jakarta: Arga Wijaya Persada.
19