Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN MINI RISET (MR)

PSIKOLOGI
PERKEMBANGAN
PRODI S1 PENDIDIKAN
BIMBINGAN DAN
KONSELING

PERKEMBANGAN MORAL SISWA/REMAJA DALAM KELUARGA

Oleh:

Witri Verani Sihaloho NIM:1212451001

Erdina Simanjuntak NIM:1212151001


Sanji Sitanggang NIM:1212451007

Dosen pengampu :Nani Barorah Nasution S.Psi.,MA.PhD.

Mata kuliah :Pskologi perkembangan

PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

MEDAN

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Mini Riset ini. Mini Riset yang dibuat untuk memenuhi
syarat memperoleh nilai tugas pada mata kuliah Psikologi Perkembangan

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen mata kuliah
Psikologi Perkembangan, Nani Barorah Nasution S.Psi.,MA.PhD yang telah membimbing kami dan
memberikan materi untuk mempermudah kami menyelesaikan Mini Riset ini .

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami yang semaksimal mungkin. Namun,
kami menyadari bahwa laporan mini riset ini belum sempurna, baik dari segi isi, tulisan maupun
kualitasnya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki
tugas Mini Riset ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga makalah Mini Riset ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Oktober 2021

Penulis

Kelompok 9

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
a.Latar Belakang Masalah ................................................................................................. 1
B.Rumusan ....................................................................................................................... 2
C.Tujuan ........................................................................................................................... 2
D.Manfaat .......................................................................................................................... 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................................. 4
A.Kerangka Teoritis ......................................................................................................... 4
B.Tahapan Perkembangan Masalah .................................................................................. 6
C.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ............................................................................ 11
D.Kerangka Konseptual................................................................................................... 14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................... 15
A.Lokasi Dan Waktu ....................................................................................................... 15
B.Populasi ........................................................................................................................ 15
C.Sampel.......................................................................................................................... 16
D.Instrumen .................................................................................................................... 16
E.Analisi Data .................................................................................................................. 17
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................................. 18
A.Hasil Penelitian ............................................................................................................ 18
B.Pembahasan Hasil Penelitian ....................................................................................... 18
BAB V PENUTUP............................................................................................................. 19
A.Kesimpulan .................................................................................................................. 19
B.Saran ............................................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Remaja merupakan populasi terbesar di dunia, sekitar seperlima penduduk di dunia


adalah remaja usia 12 – 21 tahun. Pada masa remaja (usia 12 – 21 tahun) terdapat beberapa
fase (Monks, 1985), fase remaja awal (usia 12 – 15 tahun), fase remaja pertengahan (usia 15-
18 tahun), masa remaja akhir (usia 18-21 tahun) dan diantaranya juga terdapat fase pubertas
yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi
remaja dalam menghadapinya
Masa remaja merupakan masa yang penting dalam perkembangan individu. Pada masa
tersebut, terjadi perubahan-perubahan pada fisik, interaksi sosial, kognitif, emosi, dan moral.
Menurut pandangan Piaget (Hurlock, 2006):
“Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat
dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua
melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah
hak…..Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai aspek efektif, kurang lebih
berhubungan dengan masa puber….Termasuk juga perubahan intelektual yang
mecolok….Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini
memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang
kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini”.
Menurut Konopka (Pikunas, 1976) remaja SMA termasuk kedalam masa remaja madya
dengan rentang 15-18 tahun. Fase-fase demikian menurut Salzman merupakan masa
perkembangan sikap tergantung menuju kearah kemandirian. Pada masa ini remaja bisa
merasakan kebebasan melakukan sesuatu nyaris tanpa adanya rasa kekhawatiran dan resiko
yang mungkin dihadapi.
Siswa sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau
menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian mereka
selalu melakukan interaksi sosial. Untuk mencapai kematangan tersebut, siswa memerlukan
bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya
dan lingkungan sosialnya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping
itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan siswa tidak selalu berlangsung
secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu
berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang

1
dianut. Perkembangan siswa tidak lepas dari pengaruh lingkungan baik dari lingkungan
internal maupun eksternal. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan
yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) bahkan
perkembangan moral siswa itu sendiri. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau
di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan moral
siswa, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi,
sosial atau penyimpangan perilaku.
Perkembangan moral merupakan salah satu yang penting dalam pada remaja.
Perkembangan moral remaja berkaitan dengan bagaimana proses perkembangan remaja dalam
memahami nilai-nilai, aturan, norma yang berlaku di masyarakat Perkembangan moral remaja
dipengaruhi oleh dua hal, yaitu, kemampuan berpikir dan interaksi sosial.
Siswa Sekolah Menengah Atas yang masih sedang dalam proses berkembang ini
pastinya juga tidak terlepas dari proses perkembangan moral yang masih dipengaruhi oleh
berbagai pihak. Masalah perkembangan moral yang dihadapi siswa juga tidak terlepas dari
pengaruh keluarga khususnya perhatian orang tua.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Perkembangan Moral Siswa Dalam Keluarga”

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai
berikut:
Apa saja masalah perkembangan moral yang dialami siswa SMA?
Bagaimana pengaruh pola asuh keluarga dalam perkembangan moral siswa tersebut?
Bagaimana upaya/peran orangtua dalam perkembangan moral siswa?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui apa saja masalah perkembangan moral yang dialami siswa SMA.
b. Untuk mengetahui pengaruh keluarga dalam perkembangan moral siswa tersebut.
c. Untuk mengetahui seberapa besar Upaya/peran orangtua dalam perkembangan moral siswa.

2
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan berguna bagi
beberapa pihak yang terkait, antara lain:
a. Untuk menambah pengetahuan dan cara berfikir penulis dalam bidang penelitian.
b. Sebagai pengetahuan dan wawasan baru bagi guru pembimbing dalam meningkatkan
profesionalitasnya sehingga, bila guru pembimbing menemukan kasus seperti ini
dengan mudah mengatasinya.
c. Bagi siswa yang mengalami masalah perkembangan moral, akan dapat keluar dari
masalahnya.
d. Penelitian, sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1.KERANGKA TEORITIS
Dalam penelitian ini, sangat diperlukan untuk memperjelas semua hal yang berkaitan
dengan penelitian ini dalam rangka untuk memiliki perspektif yang jelas tentang pelaksanaan
di lapangan. Istilah mungkin berfungsi untuk memberikan sebuah konsep yang terbatas yang
khusus dimaksudkan konteks tertentu. Dalam hal ini, penulis akan menguraikan syarat, mereka
adalah penting untuk tujuan penelitian ini.
2.1.1. Pengertian Moral
Mungkin kita berpikir terlalu muluk mengenai moral, sesuatu yang sangat tinggi dan
sulit diterjemahkan dngan kata-kata. Apakah sebenarnya moral itu? Jika istilah moral
didefinisikan akan berbunyi “moral berkenaan dengan norma-norma umum, mengenai apa
yang baik atau benar dalam cara hidup seseorang”
“Ketika orang berbicara tentang nilai – nilai moral, pada umumnya akan terdebgar sebagai
sikap da perbuatan seseorang terhadap orang lain. Pada anak-anak, nilai – nilai moral akan
terlihat yang mampu tidaknya seorang anak membedakan antara yang baik dan yang buruk”
Jujur dapat dipercaya, baik hati, ramah, setia kawan, dermawan, berempati,bersahabat, lembut,
penuh kasih, ceria, menghargai orang lain hanyalah beberapa ciri-ciri yang kita anggap
memiliki nilai – nilai moral yang baik.
Moral pada dasarnya memiliki banyak arti sesuai dengan sudut pandang yang
berbeda-beda. Dalam kamus psikologi (Chaplin,2006) disebutkan bahwa moral mengacu pada
akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hokum atau adat kebiasaan yang
mengatur tingkah laku. Sementara dalam psikologi perkembangan, Hurlock (edisi ke-6, 1990)
disebutkan bahwa perilaku moral adalah: perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok
sosial. Moral sendiri berarti: tata cara, kebiasaan dan adat. Perilaku moral dikendalikan oleh
konsep – konsep moral atau peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota
suatu budaya. Sementara dalam webster’s new world dictionary (Wantah,2005) Moral adalah
sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salkah
dan baik buruknya tingkah laku.
Dari tiga definisi diatas, dapatlah disimpulkan bahawa :
“Moral adalah suatu keyakinan tentang benar salah, baik buruk, yang sesuai dengan
kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran.”

4
2.1.2. Perkembangan Moral
Menurut Santrock (1995) Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan
dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam
interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku
yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar
nilai yang berlaku dalam kelompok sosial.
Ada beberapa teori yang membahas tentang perkembangan moral, diantaranya:
Perkembangan moral menurut Teori Belajar Sosial
Menurut teori belajar sosial, perkembangan sosial merupakan proses yang dipelajari
selama proses interaksi sosial seseorang dengan orang lain. Perkembangan sosial
berlangsung melalui proses peniruan, latihan dan penguatan.
Menurut Bandura perkembangan moral berlangsung melalui interaksi seseorang
dengan lingkungan yang menyediakan konten moral. Moral seseorang akan
berkembang dengan baik, apabila berinteraksi dengan orang dewasa yang
menunjukkan tingkah laku moral dalam melakukan tindakan sehari-hari. Oleh karena
itu, interaksi yang bermoral dengan orangtua dan guru khususnya serta orang dewasa
umumnya sangat penting pengaruhnya untuk mengembangkan moral remaja.
Perkembangan moral menurut Teori Kognitif
Pelopor teori Kognitif adalah Jean Piaget yang menekankan bahwa perkembangan
kognitif erat kaitannya dengan perkembangan moral remaja. Oleh karena itu,
perkembangan moral remaja tergantung pada perkembangan kognitifnya. Piaget
berpendapat bahwa terdapat hubungan yang sejajar antara perkembangan kognitif
dengan perkembangan moral remaja.
Perkembanagn Moral menurut Lawrence Kohlberg
Lawrence Kohlberg, seorang pakar pendidikan moral pernah mengatakan bahwa
perkembangan moral seorang anak erat hubungannya dengan cara berpikir seorang
anak. Artinya, bagaimana seorang anak memiliki kemampuan untuk melihat,
mengamati, memperkirakan, berpikir, menduga, mempertimbangkan dan menilai, akan
memengaruhi perkembangan moral dalam diri anak. Semakin baik kemampuanberpikir
seorang anak, maka semakin besar kemungkinan anak memiliki perkembangan moral
yang baik. Anak dengan perkembangan moral yang baik dan kmudian berperilaku
sesuai standar dengan konsisten.
Namun demikian, Kohlberg menambahkan bahwa pengertian hubungan yang erat
antara kemampuan berpikir dan perkembangan moral seorang anak tidak menjamin

5
bahwa anak yang cerdas akan memiliki perkembangan moral yang baik. Lebih jauh,
dikatakan Kohlberg, bahwa belum tentu anak atau seseorang yang cerdas akan
menunjukkan perilaku moral yang baik, walau ia mengerti akan konsep moral yang
seharusnya. (Patricia J. Parsons, hal :52)

2.1.3. Tahapan Perkembangan Moral


Tahapan Perkembangan Moral Piaget
Menurut Piaget perkembangan moral terjadi dalam dua tahapan, yaitu tahap pertama
adalah ”tahap realisme moral” atau ”moralitas oleh pembatasan” dan tahap kedua ”tahap
moralitas otonomi’ atau”moralitas kerjasama atau hubungan timbal balik”. (Hurlock, 1998:79).
Dalam tahap pertama, perilaku anak ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap
peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Mereka menganggap orang tua dan semua orang
dewasa yang berwenang sebagai maha kuasa dan mengikuti peraturan yang diberikan pada
mereka tanpa mempertanyakan kebenarannya. Dalam tahap ini anak menilai tindakannya benar
atau salah berdasarkan konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi di belakangnya.
Mereka sama sekali mengabaikan tujuan tindakannya tersebut.
Dalam tahap kedua, anak menilai perilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya. Tahap
ini biasanya dimulai antara usia 7 atau 8 tahun dan berlanjut hingga usia 12 tahun atau lebih.
Gagasan yang kaku dan tidak luwes tentang benar salah perilaku mulai dimodifikasi. Anak
mulai mempertimbangkan keadaan tertentu yang berkaitan dengan suatu pelanggaran moral.

Tahap Perkembangan Moral Kohlberg


Kohlberg mengemukakan ada tiga tahap perkembangan moral diuraikan dalam table berikut:

Tabel 2.1 Tahapan perkembangan moral oleh Kohlberg


Level 1 Rentang usia tahap Esensi moral
Level 1 : Moralitas Ditemukan pada Tahap 1 : Hukuman – Orang membuat
prakonvensional anak-anak penghindaran dan keputusan berdasarkan
prasekolah, sebagian kepatuhan (Punishment apa yang terbaik bagi
besar anak-anak SD, – avoidance and mereka, tanpa
sejumlah siswa SMP, obedience) mempertimbangkan
dan segelintir siswa kebutuhan atau perasaan
SMU orang lain. Orang

6
mematuhi peraturan
hanya jika peraturan
tersebut dibuat oleh
orang-orang yang lebih
berkuasa, dan mereka
mungkin melanggarnya
bila mereka merasa
pelanggaran tersebut
tidak ketahuan orang
lain. Perilaku yang
“salah” adalah perilaku

Tahap 2 : Saling
memberi dan menerima Orang memahami bahwa
(Exchange of favors) orang lain juga memiliki
kebutuhan. Mereka
mungkin mencoba
memuaskan kebutuhan
orang lain apabila
kebutuhan mereka
sendiri pun akan
memenuhi perbuatan
tersebut (“bila kamu mau
memijat punggungku;
aku pun akan memijat
punggungmu”). Mereka
masih mendefinisikan
yang benar dan yang
salah berdasarkan
konsekuensinya bagi diri
mereka sendiri.

Level 2 : Moralitas Ditemukan pada Tahap 3 : Anak baik Orang membuat

7
konvensional segelintir siswa SD (good boy/good girl) keputusan melakukan
tingkat akhir, tindakan tertentu
sejumlah siswa SMP, semata-mata untuk
dan banyak siswa menyenangkan orang
SMU (Tahap 4 lain, terutama tokoh-
biasanya tidak tokoh yang memiliki
muncul sebelum otoritas (seperti guru,
masa SMU) teman sebaya yang
populer). Mereka sangat
peduli pada terjaganya
hubungan persahabatan
melalui sharing,
kepercayaan, dan
kesetiaan, dan juga
Tahap 4 : Hukum dan mempertimbangkan
tata tertib (Law and perspektif serta maksud
keteraturan). orang lain ketika
membuat keputusan.

Orang memandang
masyarakat sebagai
suatu tindakan yang utuh
yang menyediakan
pedoman bagi perilaku.
Mereka memahami
bahwa peraturan itu
penting untuk menjamin
berjalan harmonisnya
kehidupan bersama, dan
meyakini bahwa tugas
mereka adalah mematuhi
peraturan-peraturan

8
tersebut. Meskipun
begitu, mereka
menganggap peraturan
itu bersifat kaku (tidak
fleksibel); mereka belum
menyadari bahwa
sebagaimana kebutuhan
masyarakat berubah-
ubah, peraturan pun juga
seharusnya berubah.
Level 3 : Moralitas Jarang muncul Tahap 5 : Kontrak Sosial Orang memahami bahwa
postkonvensional sebelum masa kuliah (Social contract). peraturan-peraturan
yang ada merupakan
representasi dari
persetujuan banyak
individu mengenai
perilaku yang dianggap
tepat. Peraturan
dipandang sebagai
mekanisme yang
bermanfaat untuk
memelihara keteraturan
social dan melindungi
hak-hak individu, alih-
alih sebgai perintah yang
bersifat mutlak yang
harus dipatuhi semata-
mata karena merupakan
“hukum”. Orang juga
memahami fleksibilitas
sebuah peraturan;
peraturan yang tidak lagi
mengakomodasi

9
kebutuhan terpenting
masyarakat bisa dan
harus dirubah

Orang-orang setia dan


taat pada beberapa
Tingkat 6 : Prinsip etika prinsip abstrak dan
universal (tahap ideal universal (misalnya,
yang bersifat hipotetis, kesetaraan semua orang,
yang hanya dicapai penghargaan terhadap
segelintir orang) harkat dan martabat
manusia, komitmen pada
keadilan) yang
melampaui norma-
normadan peraturan-
peraturan yang spesifik.
Mereka sangat
mengikuti hati nurani
dan karena itu bisa saja
melawan peraturan yang
bertentangan dengan
prinsip-prinsip etis
mereka sendiri.

10
2.1.4. Faktor – faktor yang mempengaruhi Perkembangan Moral
Para peneliti perkembangan telah mengidentifikasi sejumlah factor yang berhubungan
dengan perkembangan penalaran dan perilaku moral : perkembangan kognitif umum,
perkembangan rasio dan rationale, isu dan dilema moral, dan perasaan diri.
1. Perkembangan Kognitif Umum.

Penalaran moral yang tinggi (advanced) penalaran yang dalam mengenai hokum moral
dan nilai-nilai luhur seperti kesetaraan, keadilan, hak-hak asasi manusia memerlukan refleksi
yang mendalam mengenai ide-ide abstrak. Dengan demikian dalam batas-batas tertentu,
perkembangan moral bergantung pada perkembangan kognitif (Kohlberg,
1976;Nucci,2006;Turiel,2002). Sebagai contoh, anak-anak yang secara intelektual (gifted)
berbakat umumnya lebih sering berpikir tentang isu moral dan bekerja keras mengatasi
ketidakadilan di masyarakat local ataupun dunia secara umum ketimbang teman-teman
sebayanya (silverman,1994). Meski demikian, perkembangan kognitif tidak menjamin
perkembangan moral. Terkadang siswa berpikir abstrak mengenai materi akademis dan pada
saat yang sama bernalar secara prakonvensional, yang berpusat pada diri sendiri (Kohlberg,
1976; Silverman, 1994).

2. Penggunaan Ratio dan Rationale.

Anak-anak lebih cenderung memperoleh manfaat dalam perkembangan moral ketika mereka
memikirkan kerugian fisik dan emosional yang ditimbulkan perilaku-perilaku tertentu terhadap
orang lain. Menjelaskan kepada anak-anak alasan perilaku-perilaku tertentu tidak dapat
diterima, dengan focus pada perspektif orang lain, dikenal sebagai induksi(induction)
(M.L.Hoffman,1970,1975
1. Isu dan Dilema Moral.

Dalam teorinya mengenai perkembangan moral, Kohlberg menyatakan bahwa anak-


anak berkembang secara moral ketika mereka menghadapi suatu dilema moral yang tidak dapat
ditangani secara memadai dengan menggunakan tingkat penalaran moralnya saat itu dengan
kata lain, ketika anak menghadapi situasi yang menimbulkan disequilibrium. Upaya untuk
membantu anak-anak yang menghadapi dilemma semacam itu, Kohlberg menyarankan agar
guru menawarkan penalaran moral satu tahap diatas tahap yang dimiliki anak saat itu. Kohlberg
(1969) percaya bahwa dilema moral dapat digunakan untuk memajukan tingkat penalaran
moral anak, tetapi hanya setahap demi setahap. Dia berteori bahwa cara anak-anak melangkah
dari satu tahap ke tahap berikut ialah dengan berinteraksi dengan orang-orang lain yang

11
penalarannya berada satu atau paling tinggi dua tahap di atas tahap mereka.

2. Perasaan Diri.

Anak-anak lebih cenderung terlibat dalam perilaku moral ketika mereka berpikir bahwa
sesungguhnya mampu menolong orang lain dengan kata lain ketika mereka memiliki
pemahaman diri yang tinggi mengenai kemampuan mereka membuat suatu perbedaan (Narfaez
& Rest,1995). Lebih jauh, pada masa remaja, beberapa anak muda mulai mengintegrasikan
komitmen terhadap nilai-nilai moral terhadap identitas mereka secara keseluruhan
(M.L.Arnold,2000;Biyasi,1995;Nucci,2001). Mereka menganggap diri mereka sebagai pribadi
bermoral dan penuh perhatian, yang peduli pada hak-hak dan kebaikan orang lain. Tindakan
altruistic dan bela rasa yang mereka lakukan tidak terbatas hanya pada teman-teman dan orang-
orang yang mereka kenal saja, melainkan juga meluas ke masyarakat.

2.1.5. Peran Keluarga dalam Perkembangan Moral


Keluarga menurut Ahmadi seperti dikutip Fitria Susanti dan Novita (2009) adalah
kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah
kelompok yang terbentuk dari hubungan antara laki-laki dan perempuan yang berlangsung
lama untuk menciptakan dan membesarkan anak. Jadi keluarga dalam bentuk murni merupakan
satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak.
Keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi anak sejak anak dilahirkan. Di dalam
keluarga anak memperoleh banyak pengalaman dan stimulus untuk tumbuh dan berkembang.
Pengaruh keluarga terhadap perkembangan moral anak sangatlah besar. Dengan melihat
perilaku orang dewasa di dalam lingkungan keluarga dimana anak tinggal, anak akan
memperhatikan perilaku tersebut, kemudian menirunya dalam jangka waktu tertentu. Dengan
demikian keluarga merupakan tempat yang sangat efektif untuk menginternalisasikan nilai
moral kepada anak.
Keluarga merupakan satuan terkecil dari sistem social yang ada di masyarakat. Peran
keluarga sangat penting bagi perkembangan remaja. Menurut penelitian Mandara dan Murray
(2000) keluarga yang berperan baik dapat meningkatkan harga diri (self-esteem) pada remaja.
Tidak hanya hanya itu, keluarga juga berperan dalam hal pendidikan, khusus pendidikan pra
sekolah. Pada saat masih kanak-kanak keluarga yang mengajarkan nilai-nilai moral, agama,
dan bagaimana seharusnya berperilaku. Menurut Clatworthy (1980) peran keluarga sangat
banyak, yaitu sosialisasi pendidikan, reproduksi, perlindungan dan keselamatan, control sosial,
kebutuhan psikologis, agama dan rekreasi. White (2000) dalam penelitiannya membuktikan

12
bahwa keluarga mempnyai peran penting dalam pembentukan moral remaja.
Studi yang dilakukan White tentang peran keluarga dalam pembentukan berpikir moral
(moral thought) di lakukan di Australia. Subjek penelitian berjumlah 271 remaja (14-19 tahun)
beserta orangtuanya. Pada penelitian ini, White berusaha menghubungkan proses dalam
keluarga dengan berpikir moral (moral thaough)t. Dia menggunakan pendekatan sistem-
keluarga pada pembentukan berpikir moral remaja. Moral remaja tidak hanya bersumber dari
kelompoknya saja, tetapi peran kelurga terutama orangtua sangat penting. Kemampuan
keluarga dalam proses pembentukan moral remaja dapat dilihat dari tiga elemen, yaitu
kedekatan keluarga (cohesion familiy), adaptasi, dan komunikasi
Ada tiga elemen yang berperan dalam proses perkembangan berpikir moral. Pertama,
remaja yang mempunyai hubungan baik atau kedekatan dengan keluarga, akan mempunyai
berpikir moral yang baik daripada remaja yang kurang mampu berhubungan baik dengan
keluarga. Kedekatan keluarga mempunyai hubungan dengan penilaian moral. Remaja yang
menerima kehangatan keluarga cenderung akan mudah dalam menerima nlai-nilai moral dari
kelurganya. Kedekatan keluarga dilihat dari keterikatan yang terjadi antar setiap anggota
keluarga. Ukurannya dilihat dari keterikatan emosional, batasan, waktu, teman, pengambilan
keputusan, minat, dan rekreasi.
Kedua, adalah adaptasi. Remaja yang mengalami proses adapatasi yang baik dalam
keluarga akan mempunyai pengaruh signifikan pada perkembangan moral daripada remaja
yang tidak mampu berdaptasi di keluarga. Hasil ini membuktikan bahwa proses adaptasi remaja
di keluarga mempunyai hubungan dengan berpikir moral (moral thaought ) remaja. Menurut
Olson (dalam White, 2000) adaptasi keluarga adalah kemampuan sistem keluarga untuk
mengubah struktur kekuasaan (asertivitas, kontrol, dan disiplin), gaya negosiasi, hubungan
dengan peraturan dalam merespon situasi dan perkembangan stress.
Terakhir adalah komunikasi. Remaja yang mempunyai komunikasi positif dengan
keluarga terutama orangtua, akan mempunyai peran yang besar dalam pembentukan berpikir
moral (moral thaought) daripada remaja yang menpunyai komunikasi negatif. Kemampuan
positif dalam keluarga dapat dilihat dari kemampuan remaja untuk berkomunikasi dengan
orangtuanya secara baik dan demokratis sehingga nilai-nilai moral dari orangtua dapat
diinternalisasi secara baik oleh remaja. Komunikasi yang baik akan menciptakan hubungan
yang baik pula, dan juga menciptakan saling memahami akan makna atau arti dari pesan yang
disampaikan (Sarwono, 1999). Remaja yang mengalami komunikasi negatif cenderung tidak
ingin mengambil nilai-nilai moral dari keluarga, tetapi lebih mengambil nilai-nilai moral dari
luar lingkungan keluarga.

13
2.2. KERANGKA KONSEPTUAL
`Untuk memahami peranan orangtua dalam perkembangan moral anak-anak dan para
remaja, memahami kondisi-kondisi lingkungan dan tindakan orangtua yang bisa
mempengaruhi proses perkembangan moral, memahami peran pendidikan/sekolah dan
kelompok keagamaan menyusun program yang dapat memberi kontribusi perkembangn moral.
Peran keluarga dalam mensosialisakan nilai-nilai moral kepada remaja sangat penting.
Kemampuan remaja dan orangtua dalam hal adaptasi, kedekatan dan komunikasi sangat
dibutuhkan dalam proses penyampaian nilai-nilai moral, sehingga nilai-nilai moral itu akan
mempengaruhi cara berpikir moral remaja.
Keluarga merupakan satuan terkecil dari sistem social yang ada di masyarakat. Peran
keluarga sangat penting bagi perkembangan remaja. Keluarga yang berperan baik dapat
meningkatkan harga diri (self-esteem) pada remaja. Tidak hanya hanya itu, keluarga juga
berperan dalam hal pendidikan, khusus pendidikan pra sekolah. Pada saat masih kanak-kanak
keluarga yang mengajarkan nilai-nilai moral, agama, dan bagaimana seharusnya berperilaku.
Menurut Clatworthy (1980) peran keluarga sangat banyak, yaitu sosialisasi pendidikan,
reproduksi, perlindungan dan keselamatan, control sosial, kebutuhan psikologis, agama dan
rekreasi.

14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan via zoom dengan lokasinya masing-masing di tempat tinggal antar
anggota kelompok dikarenakan situasi pandemic yang masih berlangsung,sehingga penelitian
ini tidak dapat dilaksanakan dengan meneliti jurnal tentang SMA N 7 MEDAN. Penelitian ini
dilaksanakan pada semester ganjil 2021/2022, tanggal 15 Oktober 2021.

3.2.Populasi
Populasi adalah kelompok yang menjadi perhatian peneliti, yaitu kelompok yang menjadi
generalisasi dari hasil penelitian (Gay, 1981:86). Gall (2002:167) menyatakan bahwa populasi
adalah kelompok yang lebih besar yang akan dipelajari peneliti.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 7 Medan tahun
ajaran 2021/2022, yang terdiri dari lima kelas dengan jumlah keseluruhan 172 orang. Jumlah
siswa tiap kelas dapat dilihat dalam tabel 3.1
Tabel 3.1. Populasi XI IPA
Kelas Jumlah Siswa
Kelas XI IPA1 38 orang
Kelas XI IPA2 33 orang
Kelas XI IPA3 36 orang
Kelas XI IPA4 32 orang
Kelas XI IPA5 35 orang
Kelas XI IPA6 38 orang
Jumlah 212 orang

3.3.Sampel
Sampel adalah kelompok yang lebih kecil yang dipelajari secara nyata oleh peneliti
(Gall,2002:167). Menurut Arikunto (2010:174) sampel adalah sebagian atau wakil populasi
yang diteliti. Untuk meneliti sampel haruslah menggunakan teknik yang disebut teknik
sampling. Teknik sampling (sugiyono,2010:118) adalah merupakan teknik pengambilan
sampel.
Teknik sampling yang digunakan peneliti adalah Quota sampling. Menurut Simson (2015:31)
Quota sampling menerapkan jumlah anggota sampel ditetapkan dengan cara menetapkan

15
jumlah sampel yang diperlukan lalu jumlah atau jatah itu diambil secara sampel sehingga
anggota populasi mana yang diambil tidak menjadi persoalan karena jumlah quota yang
diperlukan sudah terpenuhi. Sampel yang digunakan adalah Siswa/i kelas XI IPA1 yang
berjumlah 38 orang.
3.4.Definisi Operasional dan Indikator
Definisi operasional variabel adalah definisi yang didasarkan pada sifat-sifat ketentuan yang
ditetapkan yang dapat diamati. Dalam penelitian ini definisi operasional variabel :
1. Moral
“Moral adalah suatu keyakinan tentang benar salah, baik buruk, yang sesuai dengan
kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran.”
2. Perkembangan Moral
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan
konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya
dengan orang lain. Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku yang
terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar
nilai yang berlaku dalam kelompok sosial.
3. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi anak sejak anak dilahirkan. Di dalam
keluarga anak memperoleh banyak pengalaman dan stimulus untuk tumbuh dan
berkembang. Pengaruh keluarga terhadap perkembangan moral anak sangatlah besar
3.5.Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, sejumlah pertanyaan tertulis
yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden(Arikunto,2002). Melalui angket
ini, dikumpulkan informasi tentang gambaran populasi yang diwakili responden tentang
perkembangan moral remaja dalam keluarga oleh siswa/i SMA NEGERI 7 MEDAN.
Jumlah soal yang tertera dalam angket adalah 40 pertanyaan dimana setiap pernyataan diberi
4 (empat) pilihan dengan spesifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.2 “Skor Skala Linkert”


Skala Linkert Skor
Selalu 4
Sering 3
Kadang – kadang 2
Tidak Pernah 1

16
Sedangkan pertanyaan angket mengenai perkembangan moral remaja dalam keluarga
memuat 8 pertanyaan, dengan kisi – kisi sebagai berikut :
Tabel 3.3 Instrument
NO VARIABEL SUB INDIKATOR NO.ITEM
VARIABEL PERNYATAAN
1 Perkembangan Pengaruh Komunikasi dalam 1,4,26
Moral Remaja Keluarga Keluarga
Kedekatan keluarga 2,13,31
Adaptasi anak dengan 6,20
keluarga

3.6.Analisis Data
Data yang terkumpul akan dianalisis secara analitik. Data dianalisis dengan analisis univariat
secara deskriptif dalam bentuk distribusi frekuensi. Analisis univariat yang dilakukan untuk
penggambaran variabel dan subjek penelitian dengan tidak melakukan analisis perbedaan atau
hubungan antar variabel (Hidayat,2003).

17
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1.Hasil Penelitian
Sebelum data dianalisis dilakukan, terlebih dahulu uji instrumen data untuk mengetahui
validitas dan realibilitas instrumen. Penulis melakukan uji coba angket padasiswakelas XI IPA 1
dengan jumlah 38 responden. Pengujian validitas dan realibilitas angket penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan Product Moment dan Cronbach Alpha dengan ketentuan jika rhitung> rtabel maka
butir soal dianggap valid pada interval kepercayaan 95% ( . Jika item kuisioner terbukti valid
maka kuisioner dapat di gunakan untuk dianalisis selanjutnya, dan jika tidak valid secara otomatis item
kuisioner tidak digunakan untuk analisis selanjutnya.
Dari hasil uji validitas pada perkembangan moral remaja dalam keluarga remaja
sebanyak 8 item kepada 38 responden, diperoleh 5 item yang valid sementara sisanya sebanyak
3item tidak valid karena tidak memenuhi ketentuan rhitung> rtabel. Dengan demikian untuk
pelaksanaan pengambilan data penelitian 3 item yang tidak valid tersebut tidak digunakan
dalam pengumpulan data.

Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan peneliti, maka dapat diperoleh beberapa
hal mengenai pengaruh keluarga dalam perkembangan moral remaja SMA NEGERI 7 Medan
adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi Orangtua dengan anak sangat berperan banyak, bahkan mengarahkan


anak ke perkembangan moral yang signifikan baik hal ini dapat diamati dengan
peranan orangtua memberikan nasehat.
2. Respon anak yang cenderung menolak nasehat orangtua, berpengaruh terhadap
perkembangan moralnya.
3. Kedekatan antar anggota keluarga berpengaruh terhadap perkemabngan moralnya,
sehingga jika ada masalah Anak tidak akan pergi tanpa pamit

18
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah kami lakukan, maka dapat kami ambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pola asuh orangtua memiliki peranan yang cukup besar terhadap perkembangan
moral anak, yang dapat diidentifikasi melalui tutur kata, sikap dan perbuatan mereka.
2. Komunikasi yang sering dan baik antara keluarga (orang tua) dengan anak sangat
berperan besa, semakin sering anak diberi nasehat oleh orangtua maka perkembangan
moral anak akan teratur dan terstruktur. yang dididik dengan model pola asuh otoriter
menyebabkan anak kurang matang jiwanya, sering kesulitan membedakan perilaku
baik buruk, benar salah, suka menyendiri, kurang bisa bergaul dan sulit mengambil
keputusan.
3. Orangtua yang kurang memperhatikan anaknya akan berefek negatif .
4. Perkembangan moral anak dapat diamati melalui bagaimana anak menanggapi
nasehat ataupun teguran orangtuanya
5. Kedekatan antar anggota keluarga berperan positif terhadap perkembangan m,oral
anak

5.2.Saran
Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan hasil penelitian tersebut antara lain :
1. Untuk orangtua : Orangtua harus lebih sering mengamati serta berkomunikasi dengan
anak, sehingga perkembangan moral anak menjadi baik pula.
2. Untuk guru/pendidik : Hendaknya guru melakukan bimbingan dan pembinaan yang
intensif pada anak yang memiliki perkembangan moral kurang baik.

19
DAFTAR PUSTAKA

Haste & Locke.1983. Morality in The Making Thought, Action, and Social Contex.
New York: Jhon Wiley & Sons.Ltd.

Hurlock, E. 1980. E. Psikologi Perkembangan:suatu pendekatan sepanjang Masa:


Alih Bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.
Mandara, J. dan Murray, C.B.2000. Effect of Parental Mariatal Status, Income, and Familiy
Functioning on African Amirican Adolescent Self-Esteem. Journal of Familiy
Psychology, Vol.14, No.3.475-490.

Nasution,, S. 1988. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito


Ormrod,Jeanne Ellis.2008.Psikologi Pendidikan. Jakarta:Erlangga.
Patricia J. Parson,s . 2004. etika public relations. Jakarta : PT. Gelora aksara pratama
Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Indeks.
Suharsimi Arikunto.1998.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta :
Jakarta
Tim pengembang Ilmu.2007.Ilmu dan aplikasi pendidikan.PT imperial bhakti utama :Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai