OLEH
KELOMPOK 12
1. MONICA STEVANI BR SEMBIRING
2. YUNI SAMOSIR
3. YOSSIE CAMELIA TARIGAN
4. YULAN SARI DALIMUNTHE (4193311028)
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENEGTAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat,
taufik, hidayah dan inayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang berjudul “Pembelajaran Behaviour dan Kognitif”.Dengan hadirnya makalah ini dapat
memberikan informasi bagi para pembaca, khususnya mahasiswa program studi Pendidikan.
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak, penulisan makalah ini mungkin
tidak dapat terlaksana. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra.
Rosdiana, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Pendidikan yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan
makalah ini, karena keterbatasan kemampuan yang penyusun miliki. Olehkarena itu,
penyusun mohon kritik dan sarannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari pembelajaran behaviour
2. Untuk mengetahui siapa siapa saja yang terlibat dalam pembelajaran behaviour
3. Untuk mengetahui apa saja kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran behaviour
4. Untuk mengetahui pengertian dari pembelajaran kognitif
5. Untuk mengetahui prinsip-prinsip belajar kognitif
6. Untuk mengetahui penerapan teori belajar kognitif dalam pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
Teori belajar behavior merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat
adanya interaksi antara stimulus dengan respons yang menyebabkan siswa mempunyai
pengalaman baru. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa
dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil
interaksi antara stimulus dan respon (Budiningsih, 2004) Aplikasinya dalam pembelajaran
adalah guru memiliki kemampuan dalam mengelola hubungan stimulus respons dalam situasi
pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat optimal.
Menurut teori ini, masukan dari guru yang berupa stimulus dan keluaran siswa yang
berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak
penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya
perubahan tingkah laku. Faktor lain yang dianggap penting dalam aliran ini adalah faktor
penguatan ( reinforcement). Penguatan yang dimaksud disini adalah apa saja yang dapat
memperkuat timbulnya respon dengan demikian penguatan merupakan bentuk stimulus yang
penting diberikan atau dihilangkan untuk memungkinkan terjadinya respon.
Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui
bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respon perlu adanya kemampuan untuk
memilih respon yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan
kegagalan-kegagalan (errors) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah trials
and errors learning atau selecting and connecting learning. Selanjutnya, Thorndike (dalam
Orton, 1991; Resnick, 1981) mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan
respon ini mengikuti hukum-hukum berikut:
a. Hukum kesiapan (law of readiness), semakin siap suatu organisme memperoleh suatu
perubahan tingkah laku maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan
kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b. Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respon serting
terjadi, maka asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hukum ini adalah
semakin sering suatu pengetahuan yang telah terbentuk akibat tejadinya asosiasi antara
stimulus dan respon yang dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
c. Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan
respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat. Halini berarti
(idealnya), jika suatu respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulus adalah
benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat.
Dalam sebuah laboratorium, Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam
kotak yang disebut Skinner box, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan, yaitu
tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya dan
lantai yang dapat dialiri listrik.Karena dorongan lapar (hunger drive), tikus berusaha keluar
untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak
sengaja ia menekan tombol, makanan ke luar. Secara terjadwal diberikan makanan secara
bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shaping.
Berdasarkan hasil percobannya pada tikus dan burung merpati, Skinner menyatakan
bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah
pengetahuan yang terbentuk melalaui stimulus-respon akan semakin kuat bila diberi
penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan negatif dan
penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya
pengulangan tingkah laku, sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku
berkurang atau menghilang.
Skinner membagi penguatan menjadi 2 yaitu penguatan positif & penguatan negative.
Bentuk –bentuk penguatan positif antara lain :hadiah, permen, kado, makanan,perilaku
(senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol)
atau penghargaan. Bentuk –bentuk penguatan negative berupamenunda atau tidak memberi
penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang Beberapa
prinsip belajar Skinner:
a. Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa ,jika salah dibetulkan jika benar diberi
penguat
e. Dalam proses pembelajaran tidak digunakan hukuman. Untuk ini lingkungan perlu diubah
untuk menghindari adanya hukuman
f. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah & hadiah diberikan dengan
digunakannya jadwal variable rasio reinforcer
Menurut eksperimen Pavlov jika stimulus netral (bel) dipasangkan dengan daging
(unconditioning stimulus) dan dilakukan secara berulang-ulang maka stimulus netral berubah
menjadi stimulus yang terkondisikan dan memiliki kekuatan yang sama untuk mengarahkan
respon anjing seperti ketika ia melihat daging. Proses ini dinamakan clasical conditioning.
(Baharudin, 2007 ; 58)
1). Model Behavioristik sangat cocok untuk pemerolehan praktek dan pembiasaan yang
mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, daya tahan dan
sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer,
berenang, olahraga, dan sebagainya.
2). Teori behavioristik juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka
meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau
pujian.
1) Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat
mekanistik dan hanya berorientasi hasil yang dapat diamati dan diukur. Sehingga kejelian dan
kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi
behavioristik.
2) Penerapan metode ini yang salah akan mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran
tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi
berlangsung satu arah guru melatih dan menentukan apa yang harus dilakukan oleh murid.
murid dipandang pasif.
3) Murid hanya mendengarkan dengan penjelasan dari guru dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai belajar yang efektif.
4) Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap
metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
Kognitif berasal dari bahasa Inggris “Cognitive” yang bermakna mengerti atau
pengertian. Diartikan secara luas bahwa Cognition (Kognisi) adalah perolehan pengetahuan,
penataan dan penggunaannya. Kalau arti secara umumnya adalah kemampuan intelektual
yang terdiri dari beberapa tahap mulai dari Knowledge (Pengetahuan), Comprehention
(Pemahaman), Aplication (Penerapan), Analysis (Analisis), Sinthesis (Sintesa), sampai
Evaluation (Evaluasi). Ada juga yang mengartikan kognitif sebagai kemampuan untuk
mengembangkan rasional (akal).
Pembelajaran bagi aliran kognitif dipandang bukan hanya sekedar mendapat stimulus
dan menghasilkan respons yang mekanistik, tetapi pembelajaran juga melibatkan kondisi
mental didalam individu pembelajar yang berhubungan dengan persepsi, perhatian, motivasi
dan lain-lain. Sehingga belajar dipahami sebagai suatu proses mental yang aktif dalam
memperoleh, mengingat dan menunjukkan kedalam perilaku. Perilaku yang nampak tidak
dapat diamati dan diukur apabila tidak melibatkan proses mental seperti kesadaran, motivasi,
keyakinan dan proses mental lainnya.
Teori belajar kognitif adalah teori yang menjelaskan proses pemikiran dan perbedaan
kondisi mental serta pengaruh faktor internal dan eksternal dalam menghasilkan belajarnya
seorang individu. Apabila proses kognitif bekerja normal, maka perolehan informasi dan
penyimpanan pengetahuan akan bekerja dengan baik pula. Namun apabila proses kognitif
bekerja tidak sebagaimana mestinya, maka terjadilah masalah dalam belajar (Prayuda, 2015).
4. Perubahan persepsi merupakan proses pembelajaran yang kadang tidak namak dalam
bentuk tingkah laku.
6. Belajar adalah merupakan proses internal yang terdiri dari perolehan informasi,
ingatan, pengolahan informasi dan aspek kejiwaan lainnya.
8. Dalam penerapannya dalam pembelajaran teori belajar ini tampak pada tahap-tahap
perkembangan (J. Piaget), Advance Organizer (Ausubel), Pemahaman Konsep
(Bruner), Hierarki Belajar (Gagne), dan Webteaching (Norman).
10. Materi pelajaran dan proses pembelajaran disusun dengan pola mulai dari yang
sederhana sampai ke yang kompleks.
11. Keberagaman individu peserta didik perlu diperhatikan, karena sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan belajarnya (Surtato, 2017).
1. Belajar tidak harus berpusat pada guru tetapi peserta didik harus lebih aktif. Oleh
karenanya peserta didik harus dibimbing agar aktif menemukan sesuatu yang
dipelajarinya. Konsekwensinya materi yang dipelajari harus menarik minat belajar
peserta didik dan menantangnya sehingga mereka asyik dan terlibat dalam proses
pembelajaran.
4. Belajar harus berpusat pada peserta didik karena peserta didik melihat sesuatu
berdasarkan dirinya sendiri. Untuk terjadinya proses belajar harus tidak ada proses
paksaan agar sifat egosentrisnya tidak terbunuh (Yahaya, 2005).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Prayuda, 2015. Linguistik Kognitif Teori dan Praktik Analisis. Yogyakarta : Diandra Pustaka
Indonesia.
Surtato, 2017. Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran. Jurnal Bimbingan dan
Konseling Islam. Vol.1, No.2, Hlm. 45-48.