Anda di halaman 1dari 10

Penelitian

PENGARUH ADVERSITY QUOTIENT (AQ) DAN KEMAMPUAN


BERPIKIR KRITIS TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
Leonard dan Niky Amanah
e-mail: leonard@unindra.ac.id
Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas Indraprasta PGRI

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Adversity Quotient (AQ) dan kemampuan
berpikir kritis terhadap prestasi belajar matematika. Penelitian ini adalah penelitian survei korelasional, dengan
populasi siswa kelas VIII SMPN 251 Jakarta yang dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2013. Sampel
diambil dengan teknik simple random sampling sejumlah 57 siswa. Instrumen yang digunakan adalah angket dan
dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis regresi berganda. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh
terdapat pengaruh positif Adversity Quotient (AQ) dan kemampuan berpikir kritis secara bersama-sama terhadap
prestasi belajar matematika; terdapat pengaruh positif Adversity Quotient (AQ) terhadap prestasi belajar
Matematika; dan terdapat pengaruh positif kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar Matematika.

Kata-kata kunci: adversity quotient, kemampuan berpikir kritis, prestasi belajar, matematika

EFFECT OF ADVERSITY QUOTIENT AND CRITICAL THINKING ABILITY


TOWARDS LEARNING ACHIEVEMENT IN MATHEMATICS
Abstract: This research aimed at analyzing the impact of the Adversity Quotient (AQ) and critical thinking ability on
mathematics learning achievement. This is a correlational survey research design, with population was the student 8th
grade in SMPN 251 Jakarta, and was done from March until July 2014. Study sample is 57 students were drawn from a
population with simple random sampling technique. The instruments were in the forms of questionnaires and documentation.
The data were analyzed using multiple regressions. The result showed: Adversity Quotient (AQ) and critical thinking
abilities had positive and significant simultaneous impact on mathematics learning achievement; adversity quotient had a
positive and significant impact on mathematics learning achievement; critical thinking ability had a positive and significant
impact on mathematics learning achievement.

Keywords: adversity quotient, critical thinking ability, learning achievement, mathematic

tidak hanya dipengaruhi oleh interaksi guru dan siswa


PENDAHULUAN saja, tetapi juga ada faktor lain yang mempengaruhi,
Era globalisasi berkembang demikian cepat yaitu faktor dari dalam diri siswa (faktor internal) dan
yang ditandai dengan semakin berkembangnya faktor dari luar diri siswa (faktor eksternal).
teknologi yang serba canggih. Agar tidak tertinggal Kecerdasan atau intelegensi merupakan salah
oleh pesatnya persaingan, maka setiap siswa harus satu faktor internal yang digolongkan ke dalam faktor
memiliki pengetahuan dan kemampuan berpikir yang psikologis yang memengaruhi prestasi belajar siswa.
selalu meningkat. Untuk memperoleh pengetahuan Ada cukup banyak jenis kecerdasan yang dimiliki
dan meningkatkan kemampuan berpikir, salah satu siswa, salah satunya adalah Adversity Quotient (AQ).
cara yang ditempuh adalah dengan meningkatkan Adversity quotient merupakan kecerdasan yang mampu
mutu pendidikan. Proses pendidikan merupakan mengubah hambatan menjadi peluang. Kecerdasan
interaksi antara guru dan siswa yang disebut proses ini berbicara tentang bagaimana cara pandang ma-
belajar mengajar. Siswa yang mengalami proses belajar, nusia tersebut memandang sebuah kesulitan dan cara
maka akan terjadi perubahan. Untuk mengetahui mere-ka keluar dari kesulitan yang dihadapi. Dari hal
seberapa besar perubahan tersebut, perlu diadakan tersebut dapat dikatakan bahwa setiap manusia memi-
penilaian. Nilai yang dicapai sebagai hasil dari proses liki kecerdasan adversity yang berbeda-beda. Stoltz
belajar dinamakan prestasi belajar. Prestasi belajar (Fauziyah, dkk, 2013: 78) mengelompokkan manusia
dalam tiga kategori AQ, yaitu: quitter (AQ rendah),

Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol. 28 No. 1 April 2014 55


Pengaruh Adversity Quotient ...

camper (AQ sedang), dan climber (AQ tinggi). Quitters penentu lulus atau tidaknya siswa dalam suatu
merupakan kelompok manusia yang kurang memiliki jenjang pendidikan formal. Pentingnya matematika
kemauan untuk menerima tantangan dalam hidupnya. juga diungkapkan oleh Leonard (2012: 11) yang
Campers merupakan kelompok manusia yang sudah mengatakan bahwa “mathematics has an important role
memiliki kemauan untuk berusaha menghadapi ma- for the development of science, and to learn mathematic,
salah dan tantangan yang ada, tetapi mereka berhenti we must thinking”. Namun, sayangnya matematika
karena merasa sudah tidak mampu lagi. Berikutnya, masih dianggap sebagai mata pelajaran sulit dan
Climbers merupakan kelompok manusia yang memilih menakutkan. Bahkan, sebagian besar siswa membenci
untuk terus bertahan untuk berjuang menghadapi mata pelajaran Matematika.
berbagai macam hal yang akan terus menerjang, baik Pemecahan soal-soal matematika memang
berupa masalah, tantangan, hambatan, maupun hal– agak rumit atau dituntut kreativitas dan berpikir
hal lain yang terus didapat setiap harinya. menggunakan logika yang cukup dalam, sehingga
Selain kecerdasan adversity, kemampuan penting bagi siswa untuk menggali kemampuannya
berpikir kritis juga salah satu faktor yang mendukung serta berlatih. Akan tetapi, kenyataan di lapangan,
prestasi belajar. Banyak pihak mengatakan bahwa salah banyak siswa yang mudah menyerah dan bahkan
satu ciri orang pintar adalah mampu berpikir kritis. tidak bersemangat menggunakan kemampuan
Akan tetapi, jika diperhatikan, dalam pembelajaran otaknya untuk berpikir dan menyelesaikan setiap
siswa kurang didorong mengembangkan kemampuan masalah yang dihadapi dalam pelajaran ini. Hal ini
berpikirnya. Pembelajaran hanya diarahkan untuk tentunya berkaitan erat dengan kekuatan mental
menghapal dan menimbun informasi, sehingga dan ketahanan siswa menghadapi masalah, artinya,
siswa pintar secara teoretis, tetapi miskin aplikasi. jika siswa memiliki kecerdasan adversity yang tinggi,
Akibatnya, kemampuan berpikir kritis menjadi beku mereka akan mampu menghadapi dan memecahkan
bahkan menjadi susah untuk dikembangkan. Di permasalahannya. Akan tetapi sebaliknya, siswa yang
sekolah, kebanyakan siswa cenderung pasif. Bahkan, memiliki kecerdasan adversity yang rendah, akan
apabila guru melemparkan pertanyaan, semua lebih mudah menyerah menghadapi masalah yang
siswa cenderung terdiam. Hal ini menunjukkan dihadapi. Kondisi ini perlu mendapat perhatian yang
bahwa dalam kegiatan pembelajaran sebagian cukup besar, sehingga nantinya dapat memperbaiki
siswa semakin kehilangan kekritisannya. Leonard kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya dalam
(2013: 56) menegaskan bahwa pada dasarnya setiap pembelajaran matematika.
tindakan yang dilakukan oleh manusia merupakan Hakikat Prestasi Belajar Matematika
buah dari berpikir, tetapi tidak semua manusia ingin Manusia dibekali akal dan pikiran agar mereka
menggunakan otaknya untuk berpikir hal-hal yang mampu membedakan mana yang benar dan mana
baik. Dapat dikatakan, jika siswa pasif dalam belajar, yang salah. Untuk mengetahui itu diperlukan suatu
hal tersebut merupakan buah dari ketidakmampuan pengetahuan dan pengalaman. Untuk memperoleh
siswa dalam mendayagunakan potensi berpikirnya. pengetahuan dan pengalaman diperlukan suatu
Dalam standar isi untuk satuan pendidikan proses yang dinamakan belajar. Belajar secara umum
dasar dan menengah mata pelajaran matematika merupakan kegiatan yang selalu dilakukan oleh
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 seorang manusia selama hidupnya. Manusia belajar
Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Isi) untuk hidup dan hidup untuk belajar. Itu artinya,
telah disebutkan bahwa “mata pelajaran Matematika kegiatan belajar adalah kegiatan seumur hidup yang
perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dilakukan manusia dalam rangka memperkaya dan
dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik meningkatkan pengetahuannya. Belajar merupakan
dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, serangkaian proses yang aktif. Subini (2011: 11)
kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama”. mengatakan bahwa “pengertian belajar tidak cukup
Mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, hanya dengan duduk diam, mendengarkan apa yang
sistematis, kritis maupun bekerja sama sudah lama diajarkan guru, mencatat, kemudian mengerjakan soal
menjadi fokus dan perhatian pendidik Matematika evaluasi dan mendapatkan nilai. Belajar merupakan
di kelas, karena hal itu berkaitan dengan sifat dan sebuah proses mengobservasi, mendengar, memb-
karakteristik keilmuan Matematika. aca, meniru, mencoba berbuat sesuatu dan meniru
Matematika merupakan salah satu mata perintah”, sehingga dapat dikatakan bahwa belajar
pelajaran yang penting di sekolah dan diujikan merupakan suatu proses aktif untuk meniru apa yang
dalam Ujian Nasional, serta sebagai salah satu faktor dicontohkan. Leonard dan Kiki (2009: 85) mengatakan

56 Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol. 28 No.1 April 2014


Pengaruh Adversity Quotient ...

bahwa “belajar adalah kegiatan yang berhubungan mencapai atau bahkan melebihi standar-standar yang
dengan perubahan tingkah laku manusia, yang diaki- telah dibuat. Winkel (1999: 146) mengatakan bahwa
batkan oleh pengalaman”. Dengan kata lain, belajar “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan
merupakan proses yang mengakibatkan perubahan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam
setelah aktivitas yang dilakukan oleh siswa, yaitu melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot
proses pembelajaran. yang dicapainya”. Berdasarkan pendapat di atas
Sejalan dengan hal tersebut, Sardiman (2011: dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah
20) juga mengatakan bahwa “belajar itu senantiasa bukti keberhasilan belajar siswa di sekolah berupa
merupakan perubahan tingkah laku atau penampil- kecakapan dan kemampuan yang dicatat dalam bukti
an, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan laporan.
membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan Matematika memiliki peranan yang penting
lain sebagainya”. Dapat disimpulkan bahwa belajar bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Kemajuan
adalah serangkaian kegiatan yang akan menghasilkan yang pesat dalam bidang ilmu lain tidak terlepas
perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku dari peran Matematika yang merupakan sebuah ilmu
yang dimaksud merupakan perubahan ke arah dasar. Ilmu ini bahkan sudah ditanamkan sejak usia
yang lebih baik, bahkan belajar akan menghasilkan dini hingga jenjang perguruan tinggi. Ilmu ini penting
kemampuan manusia untuk menyesuaikan diri karena sangat bermanfaat untuk kehidupan. Manusia
dengan lingkungannya. Terjadinya perubahan tingkah sulit untuk terlepas dari Matematika, karena dalam
laku tersebut sebagai pengaruh dari pengetahuan kehidupan sehari–hari ilmu ini selalu dipakai. Di
dan keterampilan yang didapatkan selama proses pasar, di kantor, di bank, di pusat perbelanjaan, di ma-
belajar berlangsung. Contohnya adanya perubahan na-mana ilmu ini selalu dipakai. Suriasumantri (2005:
dari tidak tahu menjadi tahu setelah memperoleh 193) mengatakan bahwa, “matematika mempunyai
ilmu pengetahuan dan keterampilan serta diharapkan kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal.
akan menguasai ilmu pengetahuan tersebut. Dengan Matematika mengembangkan bahasa numerik yang
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, memungkinkan kita melakukan pengukuran secara
siswa diharapkan dapat mengaplikasikannya dalam kuantitatif”. Sebagai contoh, bahasa verbal hanya
kehidupan sehari-hari. mampu mengatakan bahwa objek A lebih besar, lebih
Kata prestasi dan belajar merupakan kata yang tinggi, lebih kecil dari objek B, tetapi bahasa verbal
sulit untuk dipisahkan karena banyak anggapan tidak dapat mengukur perbandingan antara objek A
yang berasumsi bahwa belajar merupakan suatu dan objek B sedangkan matematika dapat mengukur
proses, sedangkan prestasi belajar merupakan hasil perbandingan antara objek A dan objek B. Lebih jauh
dari proses pembelajaran tersebut. Menurut Arifin Suriasumantri (2005: 193) mengatakan, “bahasa ver-
(2009: 12) “prestasi belajar merupakan suatu masalah bal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang
yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan bersifat kualitatif”.
manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya Matematika sebetulnya tidak hanya bicara
manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang angka atau bilangan semata, melainkan juga bicara
dan kemampuan masing–masing”, sehingga dapat tentang konsep, gagasan, ide, pola-pola bentuk dan
dikatakan bahwa prestasi merupakan hasil usaha sistem penalaran yang menyebabkan orang menjadi
yang akan selalu dikejar manusia. Lebih lanjut, bertambah cerdas. Matematika dapat dianalogikan,
Sagitasari (2010: 37) mengatakan bahwa “prestasi bila senam kesegaran jasmani merupakan olahraga
belajar merupakan taraf keberhasilan sebuah proses yang menjadikan orang akan sehat badannya, sedang-
mengajar belajar (the teaching-learning process) yang kan Matematika merupakan ”senam otak”, sehingga
dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan orang akan cerdas atau sehat penalarannya. Hal ini
belajar dan dinyatakan dalam rapor”. Prestasi senada dengan pendapat Nasution (1980: 12) yang
belajar ditunjukkan dengan skor atau angka yang mengatakan, ”bahwa dengan menguasai Matematika
menunjukkan nilai-nilai dari sejumlah mata pelajaran orang akan mengatur jalan pemikirannya dan seka-
yang menggambarkan pengetahuan dan keterampilan ligus belajar menambah kepandaiannya”. Matematika
yang diperoleh siswa, serta untuk dapat memperoleh pada dasarnya adalah pengetahuan yang disusun
nilai digunakan tes terhadap mata pelajaran terlebih secara konsisten dan berdasarkan logika deduktif.
dahulu. Hasil tes inilah yang menunjukkan keadaan Mempelajari matematika berarti berlatih mengatur
tinggi rendahnya prestasi yang dicapai oleh siswa. dan mengarahkan jalan pemikiran seseorang pada alur
Seorang siswa dikatakan berprestasi apabila ia sudah pemikiran yang logis. Sehingga dapat disimpulkan

Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol. 28 No. 1 April 2014 57


Pengaruh Adversity Quotient ...

bahwa yang dimaksud dengan matematika adalah 2007: 121) mengungkapkan ”Adversity Quotient adalah
ilmu yang mempelajari tentang cara penalaran logis kemampuan berpikir, mengelola dan mengarahkan
berupa ide/konsep abstrak yang tersusun secara hi- tindakan yang membentuk suatu pola–pola tanggapan
rarkis yang diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol kognitif dan perilaku atas stimulus peristiwa-peris-
serta penalarannya bersifat deduktif. tiwa dalam kehidupan yang merupakan tantangan
Prestasi belajar dalam lingkungan sekolah dipa- atau kesulitan sebagai peluang. Di tambahkan pula
hami sebagai hasil nilai atau angka yang diberikan bahwa kesulitan yang dihadapi itu mempunyai
oleh guru pada siswa berdasarkan penguasaan. Atau beragam variasi bentuk dan kekuatan dari sebuah
keterampilan yang dimiliki siswa melalui evaluasi tragedi yang besar sampai kelalaian kecil”. Adversity
belajar yang dilakukan. Matematika sebagai salah Quotient dipandang sebagai kecerdasan individu
satu pelajaran yang diberikan berdasarkan kurikulum yang mampu meramalkan kemampuan dalam ber-
yang telah dicapai menuntut banyak potensi dan usaha tahan menghadapi kesulitan serta cara mengatasinya,
siswa didalamnya agar mampu mencapai prestasi atau kesanggupan seseorang bertahan dalam menjalani
hasil yang optimal. Oleh karena itu, prestasi belajar hidup. Pada dasarnya kecerdasan individu pada se-
Matematika dapat diartikan sebagai hasil dari proses tiap orang berbeda-beda, tingkat kemampuan inilah
pembelajaran Matematika berupa nilai yang diberikan yang berdampak pada kemampuan seseorang dalam
oleh guru kepada siswa berdasarkan kecakapan dan kesanggupannya menjalani kehidupan ini. Garmezy
kemampuan yang dimiliki siswa melalui evaluasi be- dan Michael (Pranandari, 2008: 124) mengutarakan
lajar yang dilakukan dan dicatat dalam bukti laporan. “saat kita dihadapkan pada kesulitan hidup, sebagian
Hakikat Adversity Quotient (AQ) individu gagal dan tidak mampu bertahan dimana
Setiap orang pasti memimpikan sebuah mereka mengembangkan pola-pola perilaku yang
kesuksesan. Akan tetapi dalam mencapai kesuksesan bermasalah. Sebagian lainnya bisa bertahan dan
itu sendiri butuh perjuangan yang tidak mudah, mengembangkan perilaku yang adaptif, bahkan lebih
pasti akan selalu ada cobaan, rintangan maupun baik lagi bila mereka bisa berhasil keluar dari kesulitan
kesulitan yang menghadang. Menurut Stoltz dan dan menjalani kehidupan yang sehat”. Hal ini sesuai
sekaligus pelopor study AQ ini (Hans, 2006: 91) dengan pendapat Stoltz (Rahastyana dan Rahman,
“Adversity Quotient adalah kegigihan dalam mengatasi 2007: 57), “Adversity Quotient mempunyai fungsi untuk
segala rintangan dalam mendaki puncak sukses meramalkan, antara lain: (a) memberi tahu seberapa
yang diinginkan”. Sehingga untuk mencapai suatu jauh seseorang dapat bertahan menghadapi kesulitan
kesuksesan dibutuhkan Adversity Quotient. Hal ini dan kemampuan kita untuk mengatasinya, (b) mera-
juga selaras dengan pendapat Agustian (2001: 373), malkan siapa yang mampu mengatasi kesulitan dan
“Adversity Quotient adalah kecerdasan yang dimiliki siap yang akan hancur, (c) meramalkan siapa yang
seseorang dalam mengatasi kesulitan dan bertahan akan melampaui harapan-harapan atas kinerja dan
hidup”. Hal tersebut diperkuat kembali oleh Ginanjar potensi mereka serta siapa yang akan gagal, dan (d)
(Ekasari dan Hafizhoh, 2009: 116) menyatakan meramalkan siapa yang akan menyerah dan siapa
“dengan Adversity Quotient seseorang bagai diukur yang akan bertahan”.
kemampuannya dalam mengatasi setiap persoalan Dalam arti yang luas, Adversity Quotient
hidup untuk tidak berputus asa”. Secara sederhana merupakan keinginan seseorang untuk meraih sebuah
Adversity Quotient dapat didefinisikan sebagai kesuksesan, ketahanan seseorang, kemampuan
kecerdasan individu dalam menghadapi kesulitan- untuk bangkit serta tidak terhalangi dalam setiap
kesulitan, hambatan-hambatan maupun tantangan usahanya. Di dalam Adversity Quotient menunjukkan
dalam hidup. daya tahan, daya bangkit, serta sikap pantang
Adversity Quotient bukan hanya kemampuan menyerah seseorang. Greenberg (2006: 25) menyatakan
individu dalam mengatasi sebuah kesulitan yang ada, “Adversity Quotient is the will you succeed, your resilience,
akan tetapi individu tersebut juga diharapkan dapat the ability to bounce back, not be deterred in your quest”.
mengubah pandangannya akan sebuah kesulitan Kemampuan seseorang bertahan dalam kesulitan
sebagai sebuah peluang baru untuk mencapai kesuk- hidup sebenarnya disadari atau tidak merupakan
sesan yang dinginkan. Hal ini mungkin dipandang manfaat yang ditimbulkan dari Adversity Quotient itu
sebagai hal yang sulit bahkan hal yang mustahil oleh sendiri. Setiap individu memiliki Adversity Quotient
banyak orang. Akan tetapi dengan kemampuan Adver- yang ada pada dirinya. Jadi, seseorang yang memiliki
sity Quotient yang dimiliki setiap individu diharapkan Adversity Quotient baik akan mampu menghadapi
dapat memaksimalkan hal tersebut. Surekha (Wijaya, setiap kesulitan yang ada. Sementara sebaliknya

58 Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol. 28 No.1 April 2014


Pengaruh Adversity Quotient ...

seseorang yang memiliki Adversity Quotient yang berpikir seorang manusia. Disebut ide karena belum
kurang baik akan mengalami kesulitan besar atas pernah ada yang memikirkan atau mengetahui suatu
masalah yang dihadapinya. ide tersebut.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan Setiap manusia pasti pernah mengalami
bahwa, Adversity Quotient (AQ) merupakan suatu masalah yang harus dihadapi dan menuntut
kemampuan individu dalam menundukkan tantangan- penyelesaian. Tidak ada masalah yang tidak dapat
tantangan, mampu menekuk kesulitan-kesulitan, serta diselesaikan. Semua tergantung dari bagaimana cara
meringkus masalah-masalah yang menghadang manusia tersebut menyelesaikannya, namun untuk
bahkan mampu menjadikannya sebuah peluang dalam menyelesaikan masalah tersebut agar tidak salah
menggapai kesuksesan yang diinginkan, sehingga mengambil langkah, maka dianjurkan untuk berpikir
menjadikannya individu yang memiliki kualitas terlebih dahulu secara matang. Berpikir memiliki ba-
yang baik. Individu yang memiliki Adversity Quotient nyak manfaat, salah satunya yaitu untuk mengambil
tinggi akan mempunyai tingkat kendali yang kuat atas keputusan dan menyelesaikan masalah. Hassoubah
peristiwa-peristiwa yang buruk. Kendali yang tinggi (2009: 43) menggambarkan diagram dimensi berpikir
akan memiliki implikasi-implikasi yang jangkauannya sebagai berikut:
jauh dan positif, serta sangat bermanfaat untuk kinerja,
dan produktivitas. Adversity Quotient yang tinggi
mengajar orang untuk meningkatkan rasa tanggung
jawab sebagai salah satu cara memperluas kendali,
pemberdayaan dan motivasi dalam mengambil
tindakan.
Hakikat Kemampuan Berpikir Kritis Gambar 1. Diagram dimensi berpikir
Kemampuan berasal dari kata mampu yang
berarti sanggup atau bisa. Seseorang dikatakan mampu Menurut Hassoubah (2009: 44) “pada
apabila ia telah sanggup melakukan suatu tindakan kenyataannya kita ingat bahwa tiga jenis proses
atau sesuatu. Kemampuan setiap manusia berbeda– berpikir tersebut yaitu berpikir kreatif, menjaga, dan
beda, sehingga dengan kemampuan yang dimilikinya mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan berpikir kritis
seseorang dapat mengoptimalkan potensi yang ada di sangat penting untuk mengembangkan kemampuan
dalam dirinya. Kemampuan seseorang bukan hanya berpikir lainnya, yakni membuat keputusan dan
berbentuk keterampilan saja, melainkan dapat juga menyelesaikan masalah”. sehingga dapat diketahui
terlihat dalam belajar, bergaul, dan bersosialisasi bahwa berpikir sangat diperlukan untuk mengambil
dengan lingkungan masyarakat. Setiap manusia pasti keputusan dan menyelesaikan masalah.
memiliki kemampuan berpikir. Menurut De Bono Berpikir kritis telah menjadi salah satu
(1992: 36) “berpikir adalah eksplorasi pengalaman tujuan pendidikan saat ini. Berbagai penelitian dan
yang dilakukan secara sadar dalam mencapai suatu pendapat tentang berpikir kritis telah menjadi topik
tujuan”. Tujuan itu mungkin berbentuk pemahaman, pembicaraan dalam sepuluh dekade ini. Menurut
pengambilan keputusan, perencanaan, pemecahan Syahbana (2012: 46) dinyatakan berikut: “berpikir
masalah, penilaian, tindakan, dan sebagainya. kritis, sangat diperlukan bagi kehidupan mereka, agar
Sebagai manusia yang memiliki akal budi maka mereka mampu menyaring informasi, memilih layak
dalam bertindak dan dalam memutuskan suatu hal atau tidaknya suatu kebutuhan, mempertanyakan
haruslah melalui proses berpikir. Karena dengan kebenaran yang terkadang dibaluti kebohongan, dan
berpikir, maka akan didapat hasil yang optimal. segala hal yang dapat saja membahayakan kehidupan
Menurut Madhi (2009) “Berpikir adalah kerja akal mereka”. sehingga pentingnya berpikir kritis bagi para
yang dimulai dari sesuatu yang sudah diketahui siswa selaku generasi penerus bangsa agar mereka
dan diakhiri dengan penemuan sesuatu yang belum dapat mengantisipasi bahaya yang membahayakan
diketahui”. Penemuan yang dihasilkan dari suatu kehidupan mereka, bangsa, dan negara.
proses yang dinamakan berpikir pasti akan sangat Berpikir kritis merupakan salah satu kemam-
berguna bagi manusia yang menjalani kehidupan. Hal puan berpikir tingkat tinggi seperti apa yang dise-
yang sama juga diungkapkan oleh Sutarmo (2012: 93) butkan oleh Apriani (2012: 816) bahwa “berpikir kritis
bahwa “Beberapa ahli mendefinisikan berpikir sebagai merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi
kemampuan membuat ide atau memperbarui ide”. yang dapat digunakan dalam pembentukan sistem
Ide merupakan hasil yang diperoleh dari kemampuan konseptual siswa”. Sehingga berpikir kritis akan

Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol. 28 No. 1 April 2014 59


Pengaruh Adversity Quotient ...

sangat membantu siswa dalam proses belajar dan me- kemaslahatan dan kemanfaatan semua orang, bahkan
mahami konsep yang baru diterimanya. Dalam proses demi kelestarian semesta ini”. Dari uraian tersebut,
belajar siswa dituntut untuk mengetahui beragam kon- aktif bertanya dapat dijadikan salah satu indikator
sep. Syah (2010: 118) menjelaskan bahwa “dalam hal kekritisan seseorang, karena ia ingin menggali semua
berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi informasi yang didapatinya sampai dengan sesuai
kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan menurutnya berdasarkan pemikiran yang rasional.
gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan Jadi disimpulkan, berpikir kritis merupakan
atau kekurangan”. Jadi dalam berpikir kritis diperlu- berpikir tingkat tinggi untuk menyampaikan suatu
kan strategi yang tepat untuk menguji suatu pendapat pendapat yang dianggap benar atau sebaliknya ber-
agar dapat diketahui kesalahan dan kekurangannya. dasarkan pemikiran dan alasan yang rasional dan
Ketika berpikir kritis seseorang akan sangat dapat dipertanggungjawabkan dengan indikator
berusaha dengan kemampuannya agar apa yang akan dapat memilih strategi yang tepat, optimis, berani
dilakukan dan yang mereka pikirkan tersebut adalah menyanggah, tidak mudah percaya, banyak bertanya,
benar. Menurut Molan (2012: 34) “berpikir kritis se- dan membuat kesimpulan.
bagai kemampuan berpikir jernih agar bisa sampai
pada kebenaran sejati”. Orang tersebut akan sangat METODE PENELITIAN
yakin dan optimis bahwa apa yang dia katakan ada-
lah benar. Seseorang yang berpikir kritis tidak hanya Penelitian ini termasuk jenis penelitian ko-
mengemukakan pendapatnya yang dianggap benar, relasional dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian
tetapi juga dapat mengklaim atau merubah pendapat seperti ini disebut penelitian expost facto karena di
orang lain yang menurutnya tidak sesuai dengan dalam penelitian ini tidak dibuat perlakuan pada objek
pemikirannya. Menurut Moore dan Parker (2009: 1) penelitian, melainkan hanya mengungkapkan fakta
dikatakan sebagai berikut: “critical thinking is the careful pada diri responden.
application of reason in the determination of the whether a
claim is true. Notice that it is not so much coming up with
claims, true or otherwise, that constitutes critical thinking, it
is the evolution of claims”. Dalam arti bebas, berpikir kri-
tis adalah aplikasi untuk membuat sebuah alasan yang
bersifat hati - hati dalam penentuan apakah pendapat
itu adalah benar atau sebaliknya atau berpikir kritis
itu adalah perubahan pendapat. Seorang pemikir yang
kritis dapat menentukan kebenaran suatu pendapat
atau sebaliknya, bahkan dapat juga merubah pendapat Gambar 2. Desain penelitian
atau melengkapi suatu pendapat orang lain. Keterangan:
Dengan berpikir kritis seseorang tidak dapat X1 : Adversity Quotient (AQ)
mengambil suatu keputusan dengan tergesa–gesa X2 : Kemampuan Berpikir Kritis
karena keputusan yang diambil harus berdasarkan Y : Prestasi Belajar Matematika
standar tertentu seperti yang diungkapkan oleh Fisher Sampel dalam penelitian ini adalah 57 siswa
(2009: 13), “berpikir kritis adalah aktivitas terampil kelas VIII tahun pelajaran 2012/2013 dari SMPN 251
yang bisa dilakukan dengan lebih baik atau sebaliknya Jakarta yang dilaksanakan pada bulan Maret hingga
dan pemikiran kritis yang baik akan memenuhi be- Juli 2013. Pengambilan sampel dilakukan secara acak
ragam standar intelektual seperti kejelasan, relevansi, yaitu dengan teknik random sampling. Penelitian ini
kecukupan, koherensi, dan lain–lain”. Jika seseorang menggunakan tiga buah instrumen yaitu instrumen
telah memiliki pemikiran yang kritis maka keputu- adversity quotient (AQ) dan instrumen kemampuan
san yang diambil orang tersebut akan jelas, relevan, berpikir kritis yang didapat melalui metode kuesioner
dan cukup koheren. Seseorang yang aktif bertanya sedangkan instrumen prestasi belajar Matematika
menunjukkan daya kekritisan orang tersebut, seperti yang didapat melalui metode dokumentasi. Instrumen
pendapat Fakhruddin (2009: 52) yang menyatakan terlebih dahulu divalidasi secara empiris. Uji coba
bahwa “pertanyaan yang kita ajukan menunjukkan instrumen dilakukan di kelas lain yang tidak dijadikan
daya kritis kita. Dengan bertanya, kita sedang meng- sampel. Data dianalisis terlebih dahulu dengan uji
konstruksi pikiran dan hati kita, untuk menemukan persyaratan yaitu, uji normalitas, uji linieritas, dan uji
sebuah solusi bijak yang bisa diaktualisasikan demi multikolinieritas. Berdasarkan keterpenuhan kriteria

60 Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol. 28 No.1 April 2014


Pengaruh Adversity Quotient ...

dalam uji persyaratan analisis data, dilakukan analisis Tabel 2. Hasil Uji Normalitas
inferensial untuk pengujian hipotesis penelitian. Variabel Sig K. S. Keterangan
Analisis inferensial menggunakan teknik analisis Adversity Quotient 0,909 Normal
korelasi dan regresi berganda. Kemampuan berpikir kritis 0,747 Normal
Variabel Sig K. S. Keterangan
HASIL DAN PEMBAHASAN Prestasi belajar matematika 0,644 Normal
Sumber: Data primer yang diolah
Secara deskriptif data penelitian ini dinyatakan
Pengujian linieritas menggunakan tabel bantu-
dalam tabel 1.
an ANOVA, dengan kriteria data berdistribusi normal
Tabel 1. Hasil Perhitungan Statistik Deskriptif jika sig deviation from linearity > 0,05. Hasil perhitungan
ditunjukkan melalui tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Linieritas
Garis yang diuji Sig Keterangan
X1 atas Y 0,173 Linier
X2 atas Y 0,148 Linier
Sumber: Data primer yang diolah

Uji multikolinieritas menggunakan koefisien VIF


(Variance inflation factor), dimaksudkan untuk menguji
hubungan antar variabel bebas, yaitu ada tidaknya
hubungan yang kuat antar variabel adversity quotient
dan kemampuan berpikir kritis, dengan kriteria jika
VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas. Hasil
perhitungan ditunjukkan dalam tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji Multikolinieritas
Sumber: Data primer yang diolah Variabel VIF Keterangan
AQ dan berpikir 2,41 Tidak terjadi multi-
Dari tabel 1, terlihat bahwa prestasi belajar kritis kolinieritas
matematika tergolong sedang. Hal ini terlihat dari Sumber: Data primer yang diolah
nilai mean, median, dan modus yang nilainya masih
Setelah semua persyaratan analisis data ter-
agak jauh dari skor maksimum yang mungkin dicapai
penuhi, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis
untuk variabel prestasi belajar matematika yaitu 100.
yaitu dengan teknik korelasi dan regresi ganda. Hasil
Adversity quotient tergolong tinggi, terlihat dari nilai
perhitungan ditunjukkan melalui tabel 5, tabel 6, dan
mean, median, dan modus yang nilainya mendekati skor
tabel 7.
maksimum yang mungkin dicapai untuk variabel
adversity quotient yaitu 130. Terakhir, kemampuan ber- Tabel 5. Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi dan
pikir kritis dapat dikatakan tinggi. Hal ini terlihat dari Koefisien Determinasi
nilai mean, median, dan modus yang nilainya mendekati
skor maksimum variabel kemampuan berpikir kritis
yaitu 100.
Selanjutnya, sebelum dilakukan pengujian
hipotesis, terlebih dahulu harus dilakukan pengujian
persyaratan analisis data yang meliputi uji normalitas, Tabel 6. Hasil Perhitungan Persamaan Regresi dan
uji linieritas, dan uji multikolinieritas. Signifikansi Regresi Tiap Variabel
Pengujian normalitas dilakukan untuk menge-
tahui distribusi data untuk setiap variabel yang diteliti
normal atau tidak. Pengujian dilakukan menggunakan
uji Kolmogorov Smirnov, dengan kriteria data berdis-
tribusi normal jika sig K. S. > 0,05. Hasil perhitungan
ditunjukkan dalam tabel 2.

Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol. 28 No. 1 April 2014 61


Pengaruh Adversity Quotient ...

Tabel 7. Hasil Perhitungan Signifikansi Regresi dan siswa sebagai subjek belajar. Sardiman (2011: 1)
“Interaksi edukatif adalah interaksi yang berlangsung
dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan
pengajaran”. Dengan berlangsungnya interaksi
edukatif ini, diharapkan potensi siswa sedikit demi
sedikit dapat berkembang.
Dari tabel 5 diperoleh koefisien korelasi sebesar Dalam kegiatan pembelajaran tidak selamanya
0,842; nilai ini menunjukkan ada korelasi yang sangat berjalan sesuai apa yang diharapkan, melainkan ada
kuat antara adversity quotient dan kemampuan berpikir berbagai masalah yang timbul didalamnya. Proses
kritis secara bersama-sama terhadap prestasi belajar pembelajaran diharapkan berjalan ideal, akan tetapi
Matematika. Besar koefisien determinasi 70,9%, yang Leonard (2013: 60) mengatakan bahwa kondisi ideal
berarti 70,9% prestasi belajar matematika dipengaruhi tidak selalu terjadi dalam pembelajaran, justru proses
oleh adversity quotient dan kemampuan berpikir kritis, pembelajaran menimbulkan kecemasan bagi peserta
sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang didik. Khususnya dalam mata pelajaran Matemati-
tidak dibahas dalam penelitian ini. ka, seperti yang diungkapkan Fauziyah (2013: 78),
Persamaan regresi (dalam tabel 6) yang “Matematika sangat berkaitan erat dengan masalah,
terbentuk adalah =-4,355+0,255X 1+0,533X 2. Hal sebagian besar ahli pendidikan Matematika menya-
ini diartikan bahwa jika adversity quotient dan takan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang
kemampuan berpikir kritis diabaikan, maka prestasi harus dijawab atau direspon, tetapi mereka juga
belajar -4,35; setiap penambahan 1 point pada adversity menyatakan bahwa tidak semua pertanyaan otomatis
quotient akan menambah prestasi belajar Matematika akan menjadi masalah”. Jadi, semua tergantung dari
sebesar 0,255; dan setiap penambahan 1 point pada sikap dan kemampuan berpikir yang dimiliki oleh
kemampuan berpikir kritis akan menambah prestasi masing-masing siswa. Sikap yang diambil siswa untuk
belajar Matematika sebesar 0,533. Hasil uji signifikansi mengatasi masalah tersebut tergantung dari seberapa
koefisien regresi (dalam tabel 7) diperoleh nilai Fhitung baik adversity quotient yang dimiliki oleh siswa terse-
= 65,836; dengan signifikansi 0,000; sedangkan Ftabel but, sedangkan cara untuk memecahkan masalah
= 3,17; sehingga dapat disimpulkan bahwa koefisien tersebut tergantung dari seberapa baik kemampuan
regresi yang terbentuk signifikan, atau secara bersama- berpikir kritisnya. Dari data penelitian ini, terlihat
sama adversity quotient dan kemampuan berpikir kritis bahwa mayoritas responden memiliki adversity quo-
memberi pengaruh positif dan signifikan terhadap tient dan kemampuan berpikir yang cukup baik dan
prestasi belajar matematika. faktanya secara empiris berpengaruh positif terhadap
Pengujian hipotesis parsial untuk masing-mas- prestasi belajar Matematikanya.
ing variabel terhadap variabel terikat menunjukkan Adversity quotient yang dimiliki setiap siswa
bahwa secara individu variabel AQ memiliki nilai thitung berbeda-beda seperti yang diungkapkan sebelumnya.
= 3,146 dengan signifikansi 0,003 < 0,05; sehingga di- Menurut Stoltz dan sekaligus pelopor study AQ ini
simpulkan variabel AQ memberikan pengaruh positif (Hans, 2006: 91) “Adversity Quotient adalah kegigihan
dan signifikan terhadap prestasi belajar matematika, dalam mengatasi segala rintangan dalam mendaki
sedangkan variabel kemampuan berpikir kritis memi- puncak sukses yang diinginkan”, sehingga untuk
liki nilai thitung = 4,704 dengan signifikansi 0,000 < 0,05; mencapai suatu kesuksesan dibutuhkan adversity
sehingga disimpulkan variabel kemampuan berpikir quotient. Kesuksesan yang hendak dicapai oleh se-
kritis memberikan pengaruh positif dan signifikan orang siswa yaitu prestasi belajar yang berkembang.
terhadap prestasi belajar matematika. Seseorang yang memiliki adversity quotient tinggi
Pembahasan akan memiliki sifat tidak mudah menyerah dalam
Dari hasil penelitian ini telah ditemukan bahwa menghadapi kesulitan.
Adversity Quotient (AQ) dan kemampuan berpikir Meningkatkan kemampuan berpikir kritis da-
kritis memberikan pengaruh positif dan signifikan lam suatu pembelajaran dapat dilakukan dengan cara
terhadap prestasi belajar Matematika siswa. Hal pemilihan model pembelajaran yang tepat di sekolah.
ini tentu saja diperoleh dari proses pembelajaran Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Apriani (2012:
yang membangkitkan semangat juang siswa dan 820) “model pembelajaran IMPROVE dapat mening-
tentu saja terjadi interaksi yang positif dengan guru. katkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran dimana siswa karena dalam pembelajaran ini masing-masing
terjadi interaksi edukatif antara guru sebagai pengajar langkahnya menekankan pada pembentukan pema-

62 Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol. 28 No.1 April 2014


Pengaruh Adversity Quotient ...

haman konsep siswa”. Hal ini juga disebutkan dalam prestasi belajar matematikanya.
hasil penelitian Sarwi dan Khanafiyah (2010: 132), Ada pengaruh yang signifikan antara Adversity
“kegiatan praktikum menggunakan alat peraga dapat Quotient (AQ) terhadap prestasi belajar Matematika,
meningkatkan keterampilan berpikir kritis”. Syahbana yang diartikan semakin baik adversity quotient siswa,
juga mengungkapkan (2012: 53), “dengan pendekatan maka semakin baik prestasi belajar matematikanya.
CTL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis Ada pengaruh yang signifikan antara
matematis siswa SMP Negeri 17 Palembang”. kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar
Berpikir kritis merupakan suatu proses ber- Matematika, yang diartikan semakin baik kemampuan
pikir tingkat tinggi sehingga dapat menghasilkan berpikir kritis siswa, maka semakin baik prestasi
suatu keputusan dan pemikiran yang baik. Dengan belajar matematikanya.
indikator banyak bertanya, maka dapat membuat Saran
seseorang menjadi lebih banyak tahu dan memiliki Dari kesimpulan penelitian ini, diharapkan
wawasan yang luas. Wawasan inilah yang nantinya seluruh elemen pendidikan seperti guru, kepala
akan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk sekolah, dan siswa dalam proses pembelajaran
mengambil suatu keputusan dan pemikiran terbaik harus memperhatikan adversity quotient (AQ) dan
sebagai cara pemecahan masalah yang dihadapinya. kemampuan berpikir kritis yang dimiliki siswa.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa ternyata Berikutnya, kepala sekolah sebaiknya memberikan
adversity quotient setiap siswa berbeda-beda, sehingga dorongan kepada siswa agar memiliki Adversity
perlu adanya perlakuan berbeda kepada masing- Quotient (AQ) dan kemampuan berpikir kritis yang
masing siswa. Seperti yang dikemukakan dalam hasil tinggi. Selain itu, membuat pelatihan-pelatihan kepada
penelitian Fauziyah (2013: 88), “siswa quitter tidak guru mengenai pengembangan Adversity Quotient
memiliki ketertarikan pada matematika, hendaknya (AQ) dan kemampuan berpikir kritis, sehingga
guru mampu memberikan motivasi kepada siswa dapat mengimplementasikannya kepada siswa. Di
quitter, dan memberikan sisi lain yang menarik sisi lain, guru dapat memilih metode pembelajaran
dalam matematika. Untuk siswa camper, guru dapat yang tepat, sehingga dapat meningkatkan Adversity
melakukan bimbingan dan memberikan semangat Quotient (AQ) dan kemampuan berpikir kritis siswa,
agar siswa tidak berhenti dan meninggalkan idenya sedangkan siswa diharapkan dapat melatih diri
begitu saja. Siswa climber telah memiliki semangat untuk meningkatkan adversity quotient dengan cara
yang tinggi dalam menghadapi tantangan, tapi menantang diri sendiri, dan membuat reward atau a
hendaknya guru tetap mendampingi siswa agar dapat punishment sendiri.
mencapai hasil yang maksimal”.
Selain itu penelitian ini juga telah membuktikan DAFTAR PUSTAKA
bahwa adversity quotient dan kemampuan berpikir
kritis memberikan pengaruh dan manfaat yang besar Agustian, A. G. (2001). Rahasia sukses membangun kecer-
terhadap pencapaian prestasi belajar Matematika. Se- dasan emosi dan spiritual ESQ: Emotional quotient
lanjutnya, diharapkan ada penelitian-penelitian yang berdasarkan enam rukun iman dan lima rukun islam.
bertujuan mengembangkan peran adversity quotient Jakarta: Arga.
dan kemampuan berpikir kritis, sehingga prestasi Apriani, N. N. D. (2012). Penerapan model pembelajaran
belajar Matematika siswa dapat mencapai hasil yang IMPROVE pada mata pelajaran teknologi informasi
optimal. dan komunikasi untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dan hasil belajar siswa. Kumpulan
PENUTUP Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Infor-
matika (KARMAPATI), 1 (4): 811-822 (http: //
Kesimpulan
www. pti-undiksha. com/karmapati/vol1no4/
Berdasarkan hasil pengolahan data dan inter-
32. pdf) diunduh 28 Agustus 2013 pukul 10. 30.
prestasi hasil penelitian, penelitian ini telah berhasil
Arifin, Z. (2009). Evaluasi pembelajaran. Bandung: PT
menemukan dan menyimpulkan hal-hal sebagai
Remaja Rosdakarya.
berikut:
De Bono, E. (1992). Mengajar berpikir. Jakarta: Erlangga.
Ada pengaruh yang signifikan antara adversity
Ekasari, A. dan Hafizhoh,. (2009). Hubungan antara ad-
quotient (AQ) dan kemampuan berpikir kritis secara
versity quotient dan dukungan sosial dengan intensi
bersama-sama terhadap prestasi belajar Matematika,
untuk pulih dari ketergantungan narkotika alkohol
yang diartikan semakin baik adversity quotient dan
psikotropika dan zat adiktif (napza) pada penderita
kemampuan berpikir kritis siswa, maka semakin baik

Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol. 28 No. 1 April 2014 63


Pengaruh Adversity Quotient ...

di wilayah Bekasi Utara lembaga kasih Indonesia. emosi pada orang tua tunggal wanita. Jurnal Psi-
Jurnal Soul, 2 (2): 108-136. Diunduh http: // kologi, 1 (2): 128-121. Diunduh http: //ejournal.
www. ejournal-unisma. net/ojs/index. php/ gunadarma. ac. id/index. php /psiko/article/
soul/article/view/606/551 07/04/2013 19: 07. view/287/231 31/03/2013 8: 27
Fakhruddin, A. U. (2009). Bertanyalah, bertanyalah. Rahastyana, P. F. dan Rahmah, L. (2007). Kewirausahaan
Yogyakarta: Gara Ilmu. dalam kaitannya dengan adversity quotient dan
Fauziyah, dkk. (2013). Proses berpikir kreatif siswa kelas emotional quotient. Jurnal Proyeksi, 5 (1): 52-64.
x dalam memecahkan masalah geometri berdasarkan Diunduh http: //fpsi. unissula. ac. id/index.
tahapan wallas ditinjau dari adversity quotient (AQ) php?option= comcontent& 31/03/2013 8: 06
siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Solusi, Sagitasari, D. (2010). Hubungan kreativitas dan gaya
1 (1). (http: //jurnal. fkip. uns. ac. id/index. belajar terhadap prestasi belajar siswa SMP. Yog-
php/ matematika/article/viewFile/676/1083) yakarta: UNY. Diunduh http: //eprints. uny.
Diunduh 10 april 2013. ac. id/1618/1/FINAL. pdf 21/01/2012 12: 04.
Greendberg, J, et al. (2000). Behavior in organizations. Sardiman. (2011). Interaksi dan motivasi belajar mengajar.
New Jersey: Prentice Hall. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Fisher, A. (2009). Berpikir kritis: Sebuah pengantar. Ja- Sarwi dan Khanafiyah. (2010). Pengembangan alat peraga
karta: Erlangga. gaya gesek untuk meningkatkan keterampilan ber-
Hans, J. Z. A. (2006). Strategi pengembangan diri. Jakarta: pikir kritis siswa SMA. Jurnal Pendidikan Fisika
Personal Development Training. Indonesia, 6 (1): 128-132. Diunduh 07/10/2012
Hassoubah, Z. I. (2008). Mengasah Pikiran Kreatif dan 12: 43 (journal. unnes. ac. id/nju/index. php/
Kritis. Nuansa: Bandung. JPFI/article/download/1125/1045)
Leonard dan Kusumaningsih, K. D. (2009). Pengaruh Subini, N. (2011). Rahasia gaya belajar orang besar. Ja-
model pembelajaran kooperatif tipe team games tour- karta: Javalitera.
nament (TGT) terhadap peningkatan hasil belajar Suriasumantri, J. S. (2005). Filsafat ilmu sebuah pengantar
biologi pada konsep sistem pencernaan manusia. populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Jurnal Faktor Exacta, 2(1): 83-98. Sutarmo, S. V. (2012). Otak dan beberapa fungsinya.
Leonard. (2013). Peran kemampuan berpikir lateral dan Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
positif terhadap prestasi belajar evaluasi pendidikan. Syah, M. (2010). Psikologi pendidikan dengan pendekatan
Cakrawala Pendidikan 32(1): 54-63. baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Leonard. (2012). Level of appreciation, self concept and Syahbana, A. (2012). Peningkatan kemampuan berpikir
positive thinking on mathematics learning achieve- kritis matematis siswa smp melalui pendekatan
ment. The International Journal of Social Sciences, contextual teaching and learning. Edumatica, 2
6 (1): 10-17. (1): 45-57. Diunduh 11/1/2013 pukul 20. 31
Madhi, J. (2009). Kreatif berpikir. Surakarta: Ziyad Visi (http: //online-journal. unja. ac. id/index. php/
Media. edumatica/article/view/604 )
Molan, B. (2012). Logika dan ilmu seni berpikir Kritis. Wijaya, T. (2007). Hubungan adversity intelligence den-
Jakarta: PT Indeks. gan intensi berwirausaha (studi empiris pada siswa
Moore and Parker. (2009). Critical thinking. New York: SMKN 7 Yogyakarta). Jurnal Manajemen dan
Mc Graw-Hill Companies. Kewirausahaan, 9 (2): 117-127. Diunduh http:
Nasution, A. H. (1980). Landasan matematika. Jakarta: //www. petra. ac. id/ ~puslit/journals/dir.
Bhratara Karya Aksara. php?DepartmentID=MAN 01/04/2013 11: 28.
Pranandari, K. (2008). Kecerdasan adversitas ditinjau Winkel, W. S. (1999). Psikologi pengajaran. Jakarta: Raja
dari pengatasan masalah berbasis permasalahan dan Grasindo Persada.

64 Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol. 28 No.1 April 2014

Anda mungkin juga menyukai