Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh profil metakognisi siswa kelas akselerasi
dalam memecahkan masalah Matematika. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif
eksploratif. Siswa diberi masalah matematika dan diminta mengerjakannya. Pada setiap langkah pemecahan
masalah sesuai langkah-langkah pemecahan masalah menurut teori Polya, siswa diwawancara dan diminta
untuk menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan dalam mengerjakan masalah tersebut. Wawancara dalam
penelitian ini bertujuan untuk mengungkap gambaran proses metakognisi siswa.
Siswa kelompok atas kelas akselerasi memiliki pengetahuan metakognisi yang lengkap, yakni
Pengetahuan deklaratif (declarative knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan
pengetahuan kondisional (conditional knowledge). Siswa dapat menghubungkan informasi yang ada dalam
soal dengan pengetahuan awal yang diperlukan, siswa dapat memilih strategi pemecahan masalah dengan
tepat dengan memilih dan menerapkan rumus yang diperlukan. Siswa dapat berpikir reflektif dengan mengkritisi
soal. Siswa juga memiliki pengetahuan tentang diri sendiri mengenai kekuatan diri sendiri, kelemahannya dan
kesadaran atas tingkat pengetahuannya sendiri (self knowledge). Siswa memiliki variabel intra individu, yaitu
menyadari bahwa dirinya lebih mampu di bidang matematika dibandingkan dengan pelajaran lain. Sedangkan
siswa dari kelompok bawah, memiliki pengetahuan metakognisi yang kurang lengkap. Dalam pemecahan
masalah matematika, siswa tidak membuat perencanaan, pemantauan dan evaluasi proses berpikirnya dengan
baik, apabila menemui soal yang terkait trigonometri, siswa sudah bingung, sehingga yang dilakukan hanyalah
dengan mengandalkan hafalan saja. Apabila tidak hafal, siswa main tebak. Siswa lain dari kelompok bawah,
kalau ditanya mengapa menggunakan rumus itu atau mengapa menggunakan cara itu, jawabnya adalah “kata
pak guru” atau “dari catatan”.
Dalam mempersiapkan anak didik untuk matematika, apa yang dapat dan tidak dapat
menghadapi era globalisasi, pemerintah menyediakan dilaksanakannya, kesulitan apa yang terjadi dan segala
berbagai lembaga pendidikan, sesuai dengan bakat usaha untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut.
dan minat masing-masing anak. Salah satu program Matematika sebagai wahana pendidikan tidak hanya
pemerintah yaitu program akselerasi. Program ini dapat digunakan untuk mencapai tujuan, misalnya
diselenggarakan untuk menampung anak-anak yang mencerdaskan siswa, tetapi dapat pula untuk
berbakat, yang dapat belajar dengan cepat. Program membentuk kepribadian siswa serta mengembangkan
ini diselenggarakan di tingkat SMP dan SMA, dengan ketrampilan tertentu (Soedjadi, 2000). Pemecahan
waktu belajar masing-masing hanya 2 tahun, atau 1 masalah merupakan fokus dalam pembelajaran
tahun lebih cepat dibandingkan dengan siswa kelas matematika yang mencakup masalah tertutup dengan
non akselerasi. Calon siswa yang dapat masuk di kelas solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak
akselerasi adalah mereka yang oleh psikolog dan/atau tunggal, dan masalah dengan berbagai cara
guru diidentifikasi sebagai peserta didik yang telah penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan
mencapai prestasi memuaskan, dan memiliki memecahkan masalah perlu dikembangkan
kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada keterampilan memahami masalah, membuat model
taraf cerdas, kreativitas yang memadai, dan matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan
keterikatan terhadap tugas yang tergolong baik. solusinya (KTSP, 2006).
Mereka lebih cepat memahami materi pelajaran yang Metakognisi ialah fungsi eksekutif yang
diterangkan guru di depan kelas dibandingkan teman- mengelola dan mengontrol bagaimana seseorang
temannya. Dengan diterangkan sekali saja, mereka menggunakan pikirannya dan merupakan proses
telah dapat menangkap maksudnya. Sehingga dengan kognitif yang paling tinggi dan canggih. Matlin (1994:
diadakan kelas akselerasi, mereka tidak perlu 256), menyatakan bahwa: Metacognition is our
membuang waktu untuk menunggu guru yang knowledge, awareness and control of our cognitive
memperhatikan siswa lain yang masih memerlukan processes, artinya metakognisi adalah pengetahuan,
penjelasan lebih lanjut. kesadaran, dan kontrol kita terhadap proses kognitif
Matematika, yang merupakan salah satu mata kita.. Lebih lanjut Matlin mengatakan bahwa
pelajaran juga mempunyai andil yang cukup besar metakognisi sangat penting dalam membantu kita
dalam mempersiapkan anak didik. Salah satu tujuan dalam mengatur lingkungan dan menyeleksi strategi
diberikannya mata pelajaran matematika seperti yang untuk meningkatkan kemampuan kognitif kita
tercantum pada kurikulum adalah siswa dapat selanjutnya.
memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, Dalam kaitannya dengan pemecahan masalah
sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai matematika, pengetahuan berbagai strategi belajar
kemampuan bekerjasama. Matematika merupakan merupakan hal yang penting untuk diketahui siswa.
sarana komunikasi tentang pola-pola yang berguna Strategi belajar melibatkan aktivitas mental siswa,
untuk melatih berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif. digunakan untuk memperoleh, mengingat dan
Pendidikan matematika mengkaji apa yang ada di memperbaiki berbagai macam pengetahuan.
benak anak didik waktu sedang mempelajari
umum seperti kesadaran dan pengetahuan 4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh.
seseorang mengenai kognisinya. Pengetahuan ini Mencocokan jawaban yang diperoleh
membuat siswa menjadi lebih teliti dan responsif dengan permasalahan dan menuliskan
terhadap pengetahuan dan pikiran mereka. Aspek kesimpulan terhadap apa yang ditanyakan.
lain dari pengetahuan metakognisi adalah Self
Efficacy atau perkiraan siswa sendiri mengenai 4. Strategi Metakognitif dalam Memecahkan
dirinya sendiri. Masalah Matematika
jawab terhadap tugas (task commitment) di atas e) Setelah menyelesaikan masalah, siswa
rata-rata. Definisi peserta didik yang memiliki kembali meneliti pekerjaannya. Ada
potensi, kecerdasan dan bakat istimewa dalam yang merasa pekerjaannya sudah benar,
Program Percepatan Belajar adalah mereka yang tetapi masih ada yang tidak yakin kalau
oleh psikolog dan/atau guru diidentifikasi sebagai pekerjaannya benar,sehingga perlu
peserta didik yang telah mencapai prestasi meneliti lagi kebenarannya dengan
memuaskan, dan memiliki kemampuan mengecek langsung hasilnya dan
intelektual pada taraf cerdas, kreativitas yang dengan mengurutkan jalannya langkah
memadai, dan keterikatan terhadap tugas yang per langkah
tergolong baik. f) Siswa diskusi dengan temannya
Pada program percepatan pendekatan mengenai kebenaran pekerjaan mereka.
kegiatan pembelajaran diarahkan kepada Apabila dirasa pekerjaannya masih
terwujudnya proses belajar tuntas (mastery meragukan, siswa meneliti
!earning) dan Problem Based Learning. Siswa pekerjaannya masing-masing.
dibagi dalam kelompok-kelompok, tiap kelompok g) Dalam mengerjakan soal, kebanyakan
terdiri dari 4 siswa. Guru mengawali siswa tidak mengerjakan dengan urut
pembelajaran dengan mengingatkan materi- nomer, tetapi memilih yang nampaknya
materi prasarat. Siswa mempelajari materi mirip, dikerjakan beberapa saja.
kemudian mengerjakan masalah-masalah yang
2) Kegiatan guru
ada, diskusi dengan teman-teman
sekelompoknya. Kegiatan siswa dan guru pada a) Menjelaskan materi apa yang harus
pembelajaran yang dapat diamati pada kelas dikerjakan siswa
akselerasi sebagai berikut: b) Mengingatkan materi prasarat
1) Kegiatan siswa: c) Keliling mengawasi jalannya diskusi,
memberi topangan apabila diperlukan
Dalam menyelesaikan masalah, kegiatan
dengan cara mengingatkan materi-
siswa yang dapat diamati adalah:
materi yang terkait
a) Siswa membaca masalah secara
individual
b) Siswa mengingat rumus-rumus yang HASIL PENELITIAN
mungkin diperlukan Untuk melihat metakognisi siswa di kelas
c) Siswa memilih rumus yang akan akselerasi, diambil secara acak 4 orang, 2 dari
digunakan, sesekali diskusi dengan kelompok kemampuan atas dan 2 dari kelompok
teman di kelompoknya kemampuan bawah. Siswa diberi soal matematika,
d) Siswa menerapkan rumus yang dipilih diminta untuk mengerjakan dan menyatakan dalam
untuk menyelesaian masalah bentuk kata-kata apa yang dia pikirkan. Kemudian
diwawancara. Dari hasil pekerjaan siswa, pengamatan
dan wawancara dapat dilihat metakognisi siswa yang ada dengan pengetahuan awal. Subjek
sebagai berikut: telah melakukan pemantauan dan refleksi
Tugu Monas yang terletak di Jakarta, di bagian pada langkah memahami masalah.
atasnya terdapat patung lidah api. Seseorang ingin Dalam membuat rencana penyelesaian:
mengukur tinggi lidah api di puncak tugu Monas
1) Dengan memperhatikan hubungan antar data
tersebut dengan cara mengukur sudut. Dari suatu
dan tujuan yang akan dicapai, dengan sadar
tempat sejauh 100m dari kaki Tugu Monas, orang
subjek RAA1 dapat memilih rumus yang
tersebut melihat bagian pangkal lidah api, garisnya
sesuai, terbukti subjek dapat mengemukakan
membentuk sudut 45 o dengan garis mendatar.
alasan mengapa memilih rumus itu. Dengan
Sedangkan ketika melihat ke puncak lidah api,
demikian subjek dapat menentukan langkah-
membentuk sudut 60 o dengan garis mendatar.
langkah yang akan dilakukan dengan alasan
Berapakah tinggi lidah api di puncak Tugu Monas?
yang jelas. Dengan meralat pemilihan rumus
1. Siswa kelompok kemampuan atas: yang pertama, hal ini mengindikasikan
bahwa subjek melakukan monitoring dan
Dalam memahami masalah:
evaluasi ketika melakukan perencanaan.
1) RAA1 sudah berpikir metakognitif dalam
2) Subjek RAA2 membuat perencanaan
memahami masalah. Subjek mengetahui
dengan menyusun rencana langkah-langkah
sejumlah cara menemukan teks yang berisi
penyelesaian dan dapat menggunakan
detil khusus, dapat menghubungkan masalah
pengetahuan awal dengan baik. RAA2
dengan teori yang sudah diperoleh atau
menghubungkan informasi yang ada dengan
pengetahuan awal, dapat menghubungkan
materi matematika, dengan sadar memilih
dengan kehidupan nyata. Subjek dapat
rumus yang paling cocok dan paling
membuat perencanaan, memonitor dan
dikuasai. Melakukan pemantauan dengan
mengevaluasi proses berpikirnya dalam
merubah rumus ketika dirasa rumus itu
memahami masalah.
kurang dikuasai dan memilih yang lebih
2) Subjek RAA2 membuat perencanaan dengan sesuai (pada wawancara soal A) dan memilih
membaca secara teliti, memilih menuliskan menggunakan aturan sinus dengan sinus
yang diketahui dan yang ditanyakan pada sudut rangkap (pada wawancara soal B). Hal
gambar, karena menyadari kalau dengan ini mengindikasikan subjek telah melibatkan
membuat gambar, permasalahan akan lebih metakognisinya pada langkah membuat
jelas dan mempermudah untuk rencana pemecahan masalah, yakni dengan
mengerjakannya. Subjek melakukan merencanakan, memantau dan merefleksi
pemantauan dengan menggambar lagi dalam proses berpikirnya.
bentuk segitiga dengan sudut-sudut
istimewa. Hal ini mengindikasikan bahwa
subjek dapat menghubungkan informasi
2) Subjek RAB2 menyadari bahwa untuk yakin dia menggunakan rumus ini. Subyek
menyelesaikan masalah ini harus membaca tidak menyadari kalau pekerjaannya salah.
dengan teliti, hubungan antar data, Nampak subjek kurang dalam memonitor
menuliskan apa yang diketahui dan apa yang dan merefleksi proses berpikirnya. Subjek
ditanyakan dan menuliskannya dalam tidak dapat memberi alasan mengapa
gambar. Subjek menyadari bahwa menggunakan rumus tersebut. Bahkan dalam
menuliskannya dalam gambar akan lebih wawancara ketika ditanya mengapa
memudahkan untuk mengerti. Nampak melakukan hal itu jawabnya “tidak tahu” itu
subjek juga melakukan monitoring dan “yang ngajarin pak guru” .
evaluasi ketika memahami masalah dengan
Dalam menyelesaikan masalah:
membaca kembali informasi yang ada untuk
meyakinkan apa yang ditanya dalam soal, 1) Dalam penyelesaian masalah, nampak
membaca ulang lagi, dicocokkan dengan apa subjek melakukan penyelesaian masalah
yang sudah ditulis pada gambar. sesuai perencanaan yang dibuat, dengan
memperhatikan hubungan antara data yang
Dalam membuat rencana pemecahan masalah ada, tujuan yang akan dicapai dan pemilihan
1) Nampak subjek RAB1 dapat membuat rumus yang sesuai. Pada kedua penyelesaian,
perencanaan dengan mengetahui tujuan dari nampak subjek tidak hafal nilai tangen 60,
soal ini dan dapat memilih rumus yang tepat. sehingga asal menebak sesuai yang
Dapat membuat rencana langkah-langkah diingatnya saja. Subjek RAB1 sudah
yang akan dilakukan, memilih rumus yang mencoba mengingat dengan membuat
diperlukan, yakni tangen dan dapat gambar segitiga istimewa. Tetapi subjek
menjelaskan mengapa menggunakan tidak menyadari kesalahan yang dilakukan,
tangen). Subjek dapat menyebutkan rumus yakni menggambar segitiga siku-siku dengan
tangen. salah satu sudutnya 60 o dengan
2) Dari hasil wawancara mengindikasikan perbandingan sisi-sisinya 3, 4 dan 5.
bahwa subjek RAB2 kurang melibatkan Akhirnya hanya menebak saja nilai tangen
metakognisinya terutama untuk menelaah 60. Sedangkan pada wawancara pertama,
pengetahuan awal, dan asal rumus. Subjek subjek sudah mencoba mengingat dengan
tidak menyadari kalau penerapan rumusnya menuliskan harga-harga sin, cosinus dan
kurang tepat, sehingga tidak menyadari kalau tangen sudut istimewa, sampai sudut 60o ,
pekerjaannya salah. Subjek sudah tetapi juga menebak saja nilai tangen 60o .
melibatkan metakognisinya dalam membuat Nampak subjek kurang melakukan
perencanaan, tetapi karena mempunyai pemantauan dan refleksi proses berpikirnya
percaya diri yang kuat bahwa dia dapat untuk merunut kembali memperoleh nilai
menyelesaikan masalah ini walaupun kurang tangen.
kuat pengetahuan awalnya, maka dengan
“knowing what” (knowledge about one’s own strategi metakognitif. Jika seseorang yakin bahwa dia
learning processes), “procedural knowledge” or sangat tidak bisa mengerjakan soal matematika cerita,
“knowing how” (knowledge about what skills and ketika dihadapkan dengan soal cerita matematika,
strategies to use) and conditional knowledge or mereka cenderung akan ragu ragu untuk bertindak
“knowing when” (knowledge about when and why maju. Sebab mereka percaya bahwa tidak mungkin
various strategies should be used). Nampak RAB2 bagi mereka memecahkan soal cerita matematika,
menguasai pengetahuan faktual dan pengetahuan mereka kurang termotivasi untuk memonitor dan
prosedural, yakni mengetahui rumus aturan sinus mengatur upaya-upaya mereka. Sedangkan untuk
(knowing what) dan dapat melakukan langkah- siswa kelas akselerasi kelompok atas baik responden
langkah dengan mantap (knowing how), tetapi kurang 1 (RAA1) maupun responden 2 (RAA2) dapat
dalam pengetahuan kondisional sehingga tidak dapat melibatkan metakognisinya dengan baik. Siswa-siswa
menerapkan rumus dengan tepat (knowing when). ini dapat merefleksi hasil berpikirnya sehingga dapat
RAB2 dengan mantap menyelesaikan masalah dan mencermati soal. Siswa dapat menerapkan strategi
tidak menyadari kalau penerapan rumusnya salah dan metakognitif, sehingga dapat menyelesaikan soal
tidak menyadari kalau hasilnya salah. Nampak RAB2 dengan baik, dapat memanfaatkan pengetahuan
tidak menyadari kalau pengetahuannya kurang awalnya dengan baik untuk memilih strategi
lengkap, tetapi yakin kalau dirinya benar. Hal ini penyelesaian, memonitor proses berpikirnya dengan
berkaitan dengan self efficacy (perkiraan seseorang baik, sehingga dapat mencermati soal serta dapat
mengenai dirinya sendiri). Nampak RAB2 memiliki mengevaluasi proses berpikirnya, yang akhirnya dapat
self efficacy yang rendah. RAB2 yakin dirinya menyelesaikan masalah dengan baik. Hal ini sesuai
mampu, namun tidak menyadari kalau dengan strategi metakognitif yang dikemukakan oleh
pengetahuannya kurang lengkap dan tidak mengetahui Blakey yakni: (a) Menyelesaikan masalah dengan
dengan tepat kapan menerapkan rumus itu, sehingga menghubungkan informasi yang ada dalam soal
dengan yakin dan mantap melakukan langkah-langkah dengan pengetahuan terdahulu, (b) Memilih strategi
penyelesaian dan yakin kalau langkah-langkah yang penyelesaian dengan tepat, (c) Merencanakan,
dilakukan sudah benar, padahal penerapannya salah. memonitor dan mengevaluasi proses berpikirnya.
Sedangkan RAB1 mengetahui dengan baik kalau
dirinya kurang menguasai materi trigonometri dan
SIMPULAN
tahu sebabnya, sehingga ketika menghadapi masalah
yang berkaitan dengan Trigonometri sudah merasa Strategi metakognitif merupakan dasar dalam
tidak dapat menyelesaikan, akhirnya hanya main tebak memecahkan masalah, yaitu secara sadar
saja, dan menuliskan yang diingatnya tetapi tidak menghubungkan informasi baru dalam masalah
menyadari kalau yang ditulis tidak benar. Hal ini dengan yang lama, memilih strategi berpikir dengan
sesuai dengan pendapat Hacker bahwa keyakinan bebas, merencanakan, memonitor dan mengevaluasi
siswa dalam hal kemampuan diri dapat memberi proses berpikirnya. Dengan menggunakan strategi
dampak buruk bagi motivasi siswa untuk membangun metakognisi, siswa dapat bekerja lebih sistematis,
dengan hasil yang lebih baik.
Hacker, Douglas J., “ A Growing Sense of ‘Agency’”. NCREL, (1995), Metacognition - Thinking about
In Hacker, Douglas J, John Dunlosky and Arthur thinking - Learning to learn http://
C. Graesser. 2009. Handbook of Metacognition members.iinet.net.au/metacognition.htm,
in Education. New York: Routledge diunduh 29 September 2010
Hudoyo, Herman, (1988). Mengajar Belajar Matlin, M. W. (1998). Cognition. Fort Worth,
Matematika, Jakarta Departemen Pendidikan harteourt Brace College Publisher
Ibrahim, M. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah. Paris, Cross dan Lipson (1984) dari “http://
Surabaya : University Press Unesa edutechwiki.unige.ch/en/Metacognition, diunduh
29 September 2010
Ibrahim, M dan Nur, M. (2000). Pembelajaran
Berdasar Masalah.Surabaya: Pusat Sains dan Polya, G., (1973) “How to Solve It”, 2nd ed., Princeton
Matematika Sekolah Universitas Negeri University Press, , ISBN 0-691-08097-6.
Surabaya
Sarah Mittlefehldt and Tina Grotzer, (2003), Using
Lester , F. Garofalo, J. & Kroll, D. (1989). The Role Metacognition to Facilitate the Transfer of
of Metacognition in Mathematica problem Causal Models in Learning Density and
Solving: A study of two grade seven classes. Final Pressure, Harvard University
report of thee National Science Foundation of
Schoenfeld, A.H., (1992), Learning to Think
NSF prject MDR. http://www.gse.berkeley.edu/
Mathematically: Problem Solving,
Livingston, J. A. (1997), Metacognition: An Overview. Metacognition, and Sense-Making in
h t t p / / w w w. q s e. b u f f a o. edu / f a s / s c h u el / Mathematics. New York Mac Millan.
cep564.metacog.htm, diunduh 29 September
Slavin, Robert E. (1994). Educational Psychology:
2010
Theory and Practice Fourth Edition.
Matlin, M. W. (1998). Cognition. Philadelphia: Massachusets: Allyn and Bacon Publishers.
Harcourt Brace College Publisher.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di
Nicholls, Helen, Cultivating The Seventh Sense – Indonesia: Kontatasi Keadaan Masa Kini
metacognition strategising in a New Zealand Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta:
secondary classroom, http://www.aare.edu.au/ Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
03pap/nic03186.pdf, diunduh 1 April 2010. Departemen Pendidikan Nasional.