Anda di halaman 1dari 28

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lambuya melalui


Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

(PROPOSAL)

OLEH

RACHMAD ILMAWAN T.

(A1I1 17 141)

PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................. .......................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN .............. .......................................................................................3

A. Latar Belakang Masalah .... .......................................................................................3


B. Rumusan Masalah .............. .......................................................................................6
C. Tujuan Penelitian ............... .......................................................................................6
D. Manfaat Penelitian ............. .......................................................................................6

BAB II LANDASAN TEORITIS .. .......................................................................................7

A. Kemampuan Berpikir Kritis.......................................................................................7


1. Pengertian .............. .......................................................................................7
B. Inkuiri Terbimbing ............. .......................................................................................9
1. Pengertian .............. .......................................................................................9
2. Konsep ................... .......................................................................................10
3. Tahapan .................. .......................................................................................10
4. Ciri ......................... .......................................................................................11
5. Prinsip .................... .......................................................................................12
6. Kelebihan ............... .......................................................................................12
7. Kekurangan ............ .......................................................................................12
8. Langkah-langkah.... .......................................................................................13
C. Asumsi dan Hipotesis Penelitian ...............................................................................14
1. Asumsi ................... .......................................................................................14
2. Hipotesis Penelitian .......................................................................................14

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................................15

A. Metode Penelitian .............. .......................................................................................15


B. Desain Penelitian ............... .......................................................................................15
C. Subjek dan Lokasi Penelitian .....................................................................................16
D. Instrumen Penelitian .......... .......................................................................................16
E. Teknik Pengumpulan Data . .......................................................................................17
F. Teknik Analisis Data.......... .......................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA .................... .......................................................................................26

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan
berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga keliang lahat nanti. Salah satu pertanda
bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya.
Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan
(kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif)
(Sadiman, 2011: 2).
Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah memegang peranan penting
dalam membentuk siswa menjadi berkualitas, karena matematika merupakan suatu sarana
berpikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis.
Pembelajaran matematika menuntut siswa memiliki berbagai macam kemampuan
matematis diantaranya ada kemampuan berpikir, seperti dikemukakan oleh Mulyana dan
Sabandar (dalam Moma, 2014, hlm. 2) siswa harus memiliki kemampuan berpikir kritis, logis,
kreatif, sistematis, komunikasi serta kemampuan dalam bekerja sama secara efektif. Salah satu
kemampuan berpikir yang harus dimiliki siswa menurut Mulyana dan Sabandar adalah
kemampuan berpikir kritis.
Berpikir kritis matematis merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam
rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan
dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif,
konteks dan tipe yang tepat. Menurut Ennis (dalam Mahmuzah, 2015, hlm. 65) berpikir kritis
merupakan suatu proses penggunaan kemampuan berpikir secara rasional dan reflektif yang
bertujuan untuk mengambil keputusan tentang apa yang diyakini atau dilakukan. Spliter (dalam
Mahmuzah, 2015, hlm. 66) menyatakan bahwa siswa yang berpikir kritis adalah siswa yang
mampu mengidentifikasi masalah, mengevaluasi dan mengkonstruksi argumen serta mampu
memecahkan masalah tersebut dengan tepat. Pendapat yang serupa juga diungkapkan oleh
Facione (dalam Mahmuzah, 2015, hlm 66) bahwa berpikir kritis yang meliputi kemampuan
menganalisis, menarik kesimpulan, melakukan interpretasi, penjelasan, pengaturan diri, ingin
tahu, sistematis, bijaksana mencari kebenaran, dan percaya diri terhadap proses berpikir yang
dilakukan sangat dibutuhkan seseorang dalam usaha memecahkan masalah.
Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah bahwa kemampuan berpikir kritis matematis
sangatlah penting. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan berpikir
kritis matematis siswa masih rendah. Widyastuti dan Eliyarti (2014, hlm. 393) mengatakan
bahwa kemampuan berpikir kritis siswa masih dianggap kurang tertanam dalam kemampuan
siswa. Berkenaan dengan itu, di SMP Negeri 1 Lambuya siswa mampu menyelesaikan soal-soal
rutin yang dicontohkan gurunya namun tidak dapat menyelesaikan soal yang belum pernah
gurunya contohkan kendati memiliki kompetensi yang sama dengan yang gurunya berikan. Hal
tersebut meyakinkan bahwa kemampuan berpikir kritis yang dimiliki oleh siswa belum
3
maksimal. Hal ini sejalan dengan pendapat Pranoto (dalam Mahmuzah, 2015, hlm. 66) sebagai
berikut:

Salah satu penyebab rendahnya prestasi siswa dalam bidang matematika adalah karena
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal yang menuntut kemampuan berpikir dan bernalar
yang tinggi masih sangat rendah dan hal ini dikarenakan proses pembelajaran yang selama ini
diterapkan di sekolah lebih menekankan siswa untuk menghafal rumus daripada memahami
konsep.

Kemampuan berpikir kritis ini dianggap penting yang harus dimiliki oleh siswa. Berpikir
kritis menurut Dewey (dalam Fisher, 2002) adalah tidak menerima begitu saja informasi yang
diterima. Berpikir kritis memuat sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah
yang ada, ada penalaran logis, ada upaya memeriksa keyakinan dan pengetahuan berdasarkan
bukti. Dengan begitu diharapkan dengan kemampuan ini siswa bisa meningkatkan kemampuan
dalam belajar matematika.

Hanya saja kebiasaan berpikir kritis ini belum ditradisikan di sekolah-sekolah. Seperti
yang diungkapkan kritikus Jacqueline dan Brooks (dalam Syahbana, 2012, hlm. 46) sedikit
sekolah yang mengajarkan siswanya berpikir kritis. Sekolah justru mendorong siswa memberi
jawaban yang benar daripada mendorong mereka memunculkan ide-ide baru atau memikirkan
ulang kesimpulan-kesimpulan yang sudah ada. Terlalu sering para guru meminta siswa untuk
menceritakan kembali, mendefinisikan, mendeskripsikan, menguraikan, dan mendaftar daripada
menganalisis, menarik kesimpulan, menghubungkan, mengkritik, menciptakan, mengevalusi,
dan memikirkan ulang. Akibatnya siswa memiliki pikiran yang dangkal, tidak mampu melihat
dan memahami suatu masalah secara mendalam.

Penerapan proses belajar mengajar di Indonesia kurang mendorong pada pencapaian


kemampuan berpikir kritis (Sanjaya, 2008, hlm. 1). Proses pembelajaran di dalam kelas
diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi. Padahal keterampilan berpikir
kritis merupakan salah satu modal dasar atau modal intelektual yang sangat penting bagi setiap
orang dan merupakan bagian yang fundamental dari kematangan manusia. Oleh karena itu,
pengembangan keterampilan berpikir kritis menjadi sangat penting bagi siswa di setiap jenjang
pendidikan. Banyak faktor menyebabkan tidak meningkatnya kemampuan berpikir kritis siswa,
salah satunya adalah masih kurangnya pemahaman mengajar menerapkan model atau metode
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
Rendahnya kemampuan berpikir kritis para siswa khususnya SMP ditunjukkan dari hasil
penelitian O’Daffer (dalam Abdullah, 2013, hlm. 4) bahwa siswa sekolah menengah pertama
menunjukkan hasil yang kurang memuaskan dalam kemampuan akademik yang menuntut
kemampuan berpikir kritis. Hal ini diperkuat oleh Karim (dalam Abdullah, 2013, hlm. 4) bahwa
rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa SMP berada pada kualifikasi kurang.
Jika melihat lebih jauh pembelajaran yang terjadi di sekolah-sekolah di Indonesia,
kebanyakan belum menggunakan pembelajaran yang bisa meningkatkan kemampuan berpikir

4
kritis. Selain fakta di atas, ditemui juga bahwa dalam pembelajaran matematika masih banyak
guru matematika yang menganut paradigma transfer of knowledge. Interaksi dalam pembelajaran
hanya terjadi satu arah yaitu dari guru sebagai sumber informasi dan siswa sebagai penerima
informasi. Siswa tidak diberikan banyak kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam
kegiatan belajar-mengajar (KBM) di kelas, dengan kata lain pembelajaran lebih berpusat pada
guru, bukan pada siswa. Pembelajaran matematika yang dilaksanakan ini orientasinya lebih
kepada hasil dan bukan kepada proses. Proses pembelajaran yang terjadi satu arah, dan
membosankan bagi siswa, ini mengakibatkan rendahnya kemampuan berpikir kritis.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan dalam menyelesaikan persoalan dalam


pembelajaran matematika ini, siswa memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti
kemampuan penalaran, berpikir kreatif, dan berpikir kritis. Turmudi (2009) menjelaskan
penguasaan mata pelajaran matematika memudahkan siswa untuk melatih berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, kreatif, dan inovatif yang difungsikan untuk mendukung pembentukan
kompetensi program keahlian. Menyikapi masalah-masalah yang timbul dalam pendidikan
matematika, dan harapan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika, maka diperlukan
upaya yang inovatif untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran matematika
melalui perbaikan proses pembelajaran. Model pembelajaran yang efektif menurut para ahli
adalah model pembelajaran yang menekankan proses mendapatkan pengetahuan (pembelajaran
yang berorientasi pada proses) dan mengaitkan pengetahuan dengan pengalaman nyata dalam
kehidupan sehari-hari (Hanson dan Wolfskill, 2006). Model pembelajaran yang berorientasi pada
proses ini sesuai dengan teori konstruktivisme. Salah satu model pembelajaran yang sesuai
dengan teori kontruktivisme adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing.

Alasan peneliti menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing, yaitu salah satu
model pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme dimana siswa membangun sendiri
kemampuannya dengan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir
secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan (Sanjaya, 2008, hlm. 196). Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui
tanya jawab antara guru dan siswa, karena pada pembelajaran inkuiri materi pelajaran tidak
diberikan secara langsung, tetapi siswa berperan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya,
sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar.

Beberapa hasil penelitian yang mengkaji model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah
Novianti dan Yumiati (2014) menunjukkan hasil bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing
pada materi bangun ruang efektif dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis yang
memberikan penjelasan sederhana dan menerapkan konsep yang dapat diterima oleh siswa
dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Penelitian lainnya
yaitu Pamungkas (2013), menunjukkan hasil bahwa dengan penerapan strategi inkuiri terbimbing
dapat meningkatkan kemandirian dan hasil belajar siswa.
Oleh karena itu dengan menggunakan model pembelajaran selain model konvensional,
dalam hal ini penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing diharapkan dapat
5
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa sehingga masalah siswa yang
mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika dapat berkurang dan terselesaikan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul,
“Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lambuya
melalui Pembelajaran Inkuiri Terbimbing”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka rumusan


masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Lambuya melalui penerapan
pembelajaran inkuiri terbimbing
2. Bagaimanakah aktivitas guru dan siswa dalam proses belajar mengajar melalui penerapan
pembelajaran inkuiri terbimbing

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan dalam penelitian yang terdapat dalam perumusan


masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui hasil belajar siswa melalui penerapan pembelajaran inkuiri
Terbimbing di kelas VIII SMP Negeri 1 Lambuya
2. Untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa dalam proses belajar mengajar
dengan penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing di kelas VIII SMP Negeri 1 Lambuya.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:


1. Bagi penulis, yaitu untuk menambah wawasan dalam melakukan penelitian, khususnya
dalam bidang pendidikan matematika
2. Bagi siswa, yaitu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa utamanya dalam
pelajaran matematika
3. Bagi guru, yaitu menjadi saran dan masukan bagi guru untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika di sekolah meningkatkan kemampuan berpikir kritis
matematis.
4. Bagi sekolah, yaitu menjadi salah satu alternatif bagi pihak sekolah dalam menerapkan
kebijakan pembelajaran dalam rangka perbaikan sistem pembelajaran matematika di
setiap kegiatan belajar mengajar.

6
BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Kemampuan Berpikir Kritis


1. Pengertian
a. Kemampuan
Kemampuan (ability) berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas
dalam suatu pekerjaan (Stephen, 2009) Lebih lanjut Sthepen P. Robbins dan Timonthy A. Judge
menyatakan bahwa kemampuan keseluruhan seorang individu pada dasarnya terdiri atas dua
kelompok faktor, yaitu:
1) Kemampuan intelektual (Intellectual Ability),
merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental
(berfikir, menalar dan memecahkan masalah)
2) Kemampuan fisik (Physical Ability), merupakan kemampuan melakukan tugas – tugas
yang menuntut stamina, ketrampilan, kekuatan dan karakteristik serupa.
Sedangkan pengertian berpikir dalam arti luas adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi. Dalam
arti sempit berpikir adalah meletakkan atau mencari hubungan pertalian antara abstraksi-
abstraksi (Ngalim, 2000). Ada beberapa definisi dari berpikir, diantaranya adalah :
1) Suatu kondisi yang letak hubungannya diantara bagian pengetahuan yang ada dalam diri
seseorang dan dikontrol oleh akal. Jadi akal sebagai kekuatan yang mengendalikan
pikiran. Dengan kata lain berpikir berarti meletakkan hubungan diantara bagian
pengetahuan (mencakup segala konsep, gagasan dan pengertian yang telah dimiliki oleh
manusia) yang diperoleh manusia (Riyantono, 2010).
2) Berpikir melibatkan kegiatan memanipulasi dan mentransformasi informasi dalam
memori. Tujuan berpikir adalah untuk membentuk konsep, menalar, berpikir secara kritis,
membuat keputusan, berpikir secara kreatif dan memecahkan masalah (John W, 2009).
3) Berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan operasi-operasi mental, seperti
induksi, deduksi, klasifikasi dan penalaran. Berpikir merupakan kemampuan untuk
menganalisis, mengkritik dan mencapai kesimpulan berdasarkan inferensi atau judgment
yang baik (Richard I, 2008).
Kesimpulan dari beberapa pengertian di atas adalah berpikir merupakan aktivitas psikis yang
internasional terhadap suatu hal atau persoalan dan tetap berupaya untuk memecahkannya,
dengan cara menghubungkan satu persoalan dengan lainnya sehingga mendapatkan jalan
keluarnya. Dengan demikian, segala aktivitas berpikir selalu bertolak dari adanya persoalan yang
dihadapi oleh seorang individu dengan tetap memperhatikan proses berpikir. Bentuk proses
berpikir yang dilakukan oleh setiap orang pun pasti tidaklah sama, akan tetapi disesuaikan
dengan persoalan yang sedang dihadapi.

7
b. Berpikir Kritis
Berpikir kritis merupakan proses mental untuk menganalisis informasi yang diperoleh.
Informasi tersebut didapatkan melalui pengamatan, pengalaman, komunikasi, atau
membaca.(Suryosubroto, 2009) Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang
memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan pendapat mereka sendiri.
Berpikir kritis meliputi berpikir secara reflektif dan produktif serta mengevaluasi bukti. Ada
beberapa definisi yang dikemukakan oleh
para ahli, diantaranya adalah :
1) Menurut John Chaffe, berpikir kritis didefinisikan sebagai berpikir untuk menyelidiki secara
sistematis proses berpikir itu sendiri. Maksudnya tidak hanya memikirkan dengan sengaja, tetapi
juga meneliti bagaimana kita dan orang lain menggunakan bukti dan logika (Elaine, 2010).
2) Menurut Dacey dan Kenny, pemikiran kritis adalah “The ability to think logically, to apply
this logical thinking to the assessment of situations, and to make good judgments and decision”
(Desmita, 2010).yang berarti kemampuan berpikir secara logis, dan menerapkannya untuk
menilai situasi dan membuat keputusan yang baik.
3) Menurut Gerhand berpikir kritis merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan
penerimaan dan penguasaan data, analisis data, evaluasi data dan mempertimbangkan aspek
kualitatif dan kuantitatif, serta membuat seleksi atau membuat keputusan berdasarkan hasil
evaluasi (Dina. 2009).
4) Menurut Seriven dan Paul berpikir kritis merupakan sebuah proses intelektual dengan
melakukan pembuatan konsep, penerapan, melakukan sintesis, dan atau mengevaluasi informasi
yang diperoleh dari observasi, pengalaman, refleksi, pemikiran atau komunikasi sebagai dasar
untuk meyakini dan melakukan suatu tindakan (Amir, 2010).
5) Glazer mendefinisikan berpikir kritis matematika dari beberapa literasi. Menurutnya berpikir
kritis matematika tidak didefinisikan secara eksplisit, berpikir kritis dapat dirujuk dari kombinasi
pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian matematika (Dina, 2009)
Berdasarkan pada beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan
kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir secara logis, reflektif, sistematis
dan produktif yang diaplikasikan dalam menilai situasi untuk membuat pertimbangan dan
keputusan yang baik.

c. Karakteristik Berpikir Kritis


Berpikir kritis merupakan suatu bagian dari kecakapan praktis, yang dapat membantu
seorang individu dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Oleh sebab itu kemampuan berpikir
kritis ini mempunyai karakteristik tertentu yang dapat dilakukan dan dipahami oleh masing-
masing individu. Seifert dan Hoffnung menyebutkan beberapa komponen berpikir kritis, yaitu
(Desmita, 2010) :
1) Basic operations of reasoning. Untuk berpikir secara kritis, seseorang memiliki
kemampuan untuk menjelaskan, menggeneralisasi, menarik kesimpulan deduktif dan
merumuskan langkah-langkah logis lainnya secara mental.

8
2) Domain-specific knowledge. Dalam menghadapi suatu problem, seseorang harus
mengetahui
tentang topik atau kontennya. Untuk memecahkan suatu konflik pribadi, seseorang harus
memiliki pengetahuan tentang person dan dengan siapa yang memiliki konflik tersebut.
3) Metacognitive knowledge. Pemikiran kritis yang efektif mengharuskan seseorang untuk
memonitor ketika ia mencoba untuk benar-benar memahami suatu ide, menyadari kapan ia
memerlukan informasi baru dan mereka-reka bagaimana ia dapat dengan mudah
mengumpulkan dan mempelajari informasi tersebut.
4) Values, beliefs and dispositions. Berpikir secara kritis berarti melakukan penilaian secara
fair dan objektif. Ini berarti ada semacam keyakinan diri bahwa pemikiran benar-benar
mengarah pada solusi. Ini juga berarti ada semacam disposisi yang persisten dan reflektif
ketika berpikir.

B. Inkuiri Terbimbing
1. Pengertian

Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode pembelajaran


inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas
kepada siswa. Sebagian perencanaannya dibuat oleh guru, siswa tidak merumuskan masalah.
Dalam pembelajaran Inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh siswa. Guru harus memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa dalam
melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berpikir lambat atau siswa yang mempunyai
kemampuan berpikir rendah tetap mampu mengikuti kegiatan- kegiatan yang sedang
dilaksanakan dan siswa mempunyai intelegensi tinggi tidak memonopoli kegiatan. (Herdian,
2010:1).
Menurut Suparno (dalam Ristanto, 2010:32) “ inkuiri terbimbing adalah inkuiri yang
banyak dicampuri oleh guru. Guru benyak mengarahkan dan memberikan petunjuk baik lewat
prosedur yang lengkap dan pertanyaan-pertanyaan pengarahan selama proses inkuiri.” Dalam
bentuk inkuiri ini, guru sudah memiliki jawaban sebelumnya. Sehingga siswa tidak begitu bebas
mengembangkan gagasan dan idenya. Masalah yang diberikan oleh guru dan siswa
memcahkannya sesuai dengan prosedur tertentu yang diarahkan oleh guru. Mengenai
pembelajaran sains dengan menggunakan metode inkuiri, Bell, dkk (2010: 350) mengemukakan
bahwa “the call for inquiry learning is based on the conviction that science learning is more than
the memorisation of scientific facts and information, but rather is about understanding and
applying scientific concepts and methods”, sehingga penggunaan metode inkuiri dalam
pembelajaran didasarkan pada keyakinan bahwa mempelajari sains lebih dari sekedar menghafal
fakta-fakta dan informasi ilmiah saja, tapi lebih kepada memahami konsep-konsep dan
mengaplikasikan metode-metode ilmiah yang nantinya akan diperoleh siswa sebagai suatu
produk keterampilan, berupa keterampilan proses sains (methodological knowledge).
Sasaran utama dari kegiatan pembelajaran inkuiri adalah (1) keterlibatan siswa secara
maksimal dalam proses kegiatan belajar; (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis

9
pada tujuan pembelajaran; dan (3) mengembangkan sikap percaya diri siswa tentang apa yang
ditemukan dalam proses inkuiri (Trianto, 2007: 166).

2. Konsep

Metode inkuiri berangkat dari asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia, manusia
memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetehuannya. Menurut Komara (2015): “rasa
ingin tahu tentang keadaan alam di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke
dunia, sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui indra-
indra pengecapan, pendengaran, penglihatan, dan indra-indra lainnya”. Teknik ini dapat juga
berjalan sebagai berikut: guru menunjukkan suatu benda/barang kepada siswa di kelas. Semua
siswa disuruh mengamati, meraba, melihat dengan seluruh alat indranya. Kemudian guru
memberikan masalah/pertanyaan kepada seluruh siswa-siswa yang sudah siap dengan jawaban/
pendapat, maka ia akan mendapat giliran mengemukakan pendapatnya. Jawaban/pendapat, yang
sudah dikemukakan oleh temannya yang terdahulu, tidak boleh diulang oleh teman lainnya. Jadi
masalah itu berkembang seperti yang diarahkan, tidak menyeleweng pada garis pelajaran yang
telah direncanakan.

3. Tahapan

Metode pembelajaran inkuiri adalah sebuah strategi yang langsung berpusat pada peserta
didik yang mana nantinya kelompok-kelompok siswa tersebut akan dibawa dalam persoalan
maupun mencari jawaban atas pertanyaan sesuai dengan struktur dan prosedur yang jelas.
Sehingga model pembelajaran ini bisa melatih para siswa untuk belajar mulai dari menyelidiki
dan menemukan masalah hingga menarik kesimpulan. Adapun metode ini menjadikan siswa
akan lebih banyak belajar mandiri untuk memecahkan permasalahan yang telah diberikan oleh
pengajar.
Menurut Sanjaya (2008): “metode inkuiri menuntut guru sebagai fasilitator, narasumber
dan penyuluh kelompok”. Dalam pembelajaran yang didasari inkuiri ada beberapa tahapan yang
harus dilewati, untuk lebih jelasnya, tahapan-tahapan tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel
berikut ini:
No Tahapan Perilaku Guru
1 Menyajikan pertanyaan atau masalah. Guru membimbing siswa mengidentifikasi
masalah dan masalah ditulis di papan tulis. Guru
membagi siswa dalam kelompok.
2 Membuat hipotesis. Guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk curah pendapat dalam membentuk
hipotesis. Guru membimbing siswa dalam
menentukan hipotesis yang relevan dengan
permasalahan dan memprioritaskan hipotesis
mana yang menjadi prioritas penyelidikan.

10
3 Merancang percobaan Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk
menentukan langkah-langkah yang sesuai
dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru
membimbing siswa mengurutkan langkah-
langkah percobaan.
4 Melakukan percobaan untuk Guru membimbing siswa mendapatkan
memperoleh informasi. informasi melalui percobaan.
5 Mengumpulkan dan menganalisis Guru memberi kesempatan pada tiap kelompok
data. untuk menyampaikan hasil pengolahan data
yang terkumpul.
6 Membuat kesimpulan. Guru membimbing siswa dalam membuat
kesimpulan.
Guru menggunakan teknik ini sewaktu mengajar memiliki tujuan agar siswa teransang oleh
tugas, aktif serta meneliti sendiri pemecahan masalah, mencari sumber sendiri, dan mereka
belajar bersama dalam kelompok. Selain itu diharapkan juga siswa mampu mengemukakan
pendapatnya dan merumuskan kesimpulan nantinya. Dengan demikian mereka diharapkan dapat
berdebat, menyanggah dan mempertahankan pendapatnya. Inkuiri mengandung proses mental
yang tinggi tingkatnya, seperti merumuskan masalah, merencanakan eksperimen, melakukan
eksperimen, mengumpulkan dan menganalisa data, menarik kesimpulan. Selain itu inkuiri juga
dapat menumbuhkan sikap objekif, jujur, hasrat ingin tahu, dan terbuka, sehingga dapat
mencapai kesimpulan yang dituju bersama. Bila siswa melakukan semua kegiatan di atas berarti
siswa sedang melakukan inkuiri.

4. Ciri

Menurut Hamalik (2007): “ciri metode inkuiri dapat diuraikan sebagai berikut: Pertama,
inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan,
artinya strategi pembelajaran. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk
mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan. Ketiga, tujuan dari
penggunaan metode inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis, logis,
kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental”. Inkuiri
merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan guru untuk mengajar di depan kelas, adapun
pelaksanaannya yaitu guru membagi tugas meneliti sesuatu masalah di kelas, siswa dibagi
menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus
dikerjakan, kemudian mereka mempelajari, meneliti, atau membahas tugasnya di dalam
kelompok. Setelah mendiskusikan hasil kerja kelompok, mereka membuat laporan yang tersusun
dengan baik.

11
5. Prinsip

Prinsip metode inkuiri menurut Sanjaya, adalah :


a. Berorientasi pada pengembangan intelektual, adalah kemampuan berfikir, selain
berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada prosesbelajar.
b. Prinsip interaksi, baik interaksi siswa antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru,
bahkan interaksi siswa dengan lingkungan.
c. Prinsip bertanya, adalah peran guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk
menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses
berfikir.
d. Prinsip belajar untuk berfikir, adalah belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan
tetapi belajar adalah proses berfikir (learning how to think) yaitu pengembangan otak,
baik itu otak kiri, maupun otak kanan”.
Selama proses pembelajaran menggunakan teknik metode inkuiri, guru dapat mengajukan suatu
pertanyaan atau mendorong siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat bersifat open-
ended, memberikan peluang kepada siswa untuk mengarahkan penyelidikan, dan menemukan
jawabanjawaban.

6. Kelebihan

Metode inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan, karena strategi
ini memiliki beberapa kelebihan, menurut Sanjaya, adalah :
a. Metode inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada
pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga
pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
b. Metode inkuiri dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya
belajar mereka.
c. Metode inkuiri merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi
belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat
adanya pengalaman.
d. Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang
memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar
bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar”.

7. Kekurangan

Di samping memiliki kelebihan, metode inkuiri juga mempunyai kekurangan, menurut


Sanjaya, adalah:
a. Jika metode inkuiri digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol
kegiatan dan keberhasilan siswa.
b. Strategi ini sulit dilaksanakan dalam pembelajaran dikarenakan terbentuk dengan
kebiasaan siswa dalam belajar.
12
c. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang
sehingga guru sering sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
d. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi
pelajaran, maka strategi pembelajaran inkuiri akan sulit diimplementasikan oleh setiap
guru”.

8. Langkah-langkah

Menurut Hariyanto (2006): “metode inkuiri ditempuh dengan menerapkan lima langkah
dalam kegiatan pembelajaran yaitu orientasi, merumuskan pertanyaan atau permasalahan,
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan”.
a. Orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang
responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan siswa agar siap melaksanakan proses
pembelajaran. Orientasi dibagi menjadi tiga tahapan antara lain:
1) Menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.
2) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai
tujuan.
3) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar.
b. Merumuskan masalah, merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang
mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa
untuk berfikir dalam memecahkan teka-teki.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan masalah antara lain:
1) Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa
2) Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki dan jawabannya
pasti.
3) Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih
dahulu oleh siswa.
c. Merumuskan hipotesis, adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang
dikaji, sebagai jawaban sementara hipotesis perlu diuji kebenarannya.
d. Mengumpulkan data, adalah aktivitas untuk menjaring informasi yang dibutuhkan untuk
menguji hipotesis yang diajukan.
e. Menguji hipotesis, adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai
dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.
f. Merumuskan kesimpulan, adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh
berdasarkan hasil pengujian hipotesis.

13
C. Asumsi dan Hipotesis Penelitian
1. Asumsi

Keberhasilan pembelajaran dapat dicapai dalam kondisi lingkungan belajar yang


kondusif, dan dalam pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Salah satu hal yang
dapat dilakukan guru dalam menciptakan situasi kondusif dan mewujudkan pembelajaran aktif,
kreatif dan menyenangkan adalah dengan menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi
sesuai dengan materi pelajarannya. Metode pembelajaran yang begitu banyak dapat dipilih dan
digabungkan dengan teknik-teknik pembelajaran agar meningkatkan aktivitas siswa sehingga
prestasi belajarnya dapat mencapai hasil yang memuaskan. Metode yang sangat mungkin untuk
kondisi di atas adalah metode pembelajaran Inkuiri, karena metode Inkuiri banyak melibatkan
aktivitas dan kreativitas siswa, sehingga siswa tidak lagi menjadi objek pembelajaran. Dengan
metode Inkuiri siswa akan merasa lebih dihargai karena mereka dapat menyampaikan atau
menampilkan segala bentuk aspirasi dan kreativitasnya. Dalam pembelajaran ini guru hanya
menjadi fasilitator dan mediator, tetapi diharapkan guru dapat memberikan nilai kepada siswa
atas segala kegiatannya sebagai salah satu alternative memotivasi kegiatan belajar siswa

2. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka dalam penelitian ini
mengambil hipotesis sebagai berikut:
a. Penerapan inkuiri terbimbing terhadap mata pelajaran matematika dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa.
b. Penerapan inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keaktifan siswa saat proses
pembelajaran.

14
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Rancangan yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian adalah penelitian kuantitatif,
karena peneliti ingin menjawab dari suatu perumusan masalah yang ada. Untuk menjawab
perumusan masalah tersebut perlu digunakan konsep atau teori sehingga dapat dirumuskan
hipotesis, selanjutnya hipotesis tersebut diujikan pada populasi atau sampel tertentu yang
representatif (mewakili) melalui pengumpulan data lapangan. Dalam pengumpulan data tersebut
yang berasal dari sampel menggunakan instrumen-instrumen yang dapat mengukur keberhasilan
penelitian. Lalu data yang telah terkumpul dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan
statistik deskriptif atau inferensial, setelah itu barulah kita bisa dapat menyimpulkan hipotesis
yang dirumuskan sebelumnya apakah terbukti atau tidak. Hal ini sesuai dengan definisi
penelitian kuantitatif menurut Sugiyono (2010, hlm. 14) metode penelitian kuantitatif dapat
diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan
untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya
dilakukan secara acak (random), pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis
data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Karena metode eksperimen merupakan metode
penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan (treatment) tertentu terhadap yang
lain dalam kondisi yang terkendalikan. Pada penelitian ini akan diberikan perlakuan terhadap
variabel bebas kemudian akan diamati perubahan yang terjadi pada variabel terikat. Variabel
bebas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing
sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kritis matematis.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah True Eksperimental Desain
dengan bentuknya yaitu Pretest-Posttest Control Group Desain. Bentuk desain ini terdapat dua
kelompok yang dipilih secara random yang nantinya disebut dengan kelas kontrol dan kelas
eksperimen, kemudian dua kelompok tersebut diberi pretes untuk mengetahui kemampuan awal
pada masing-masing kelompok tersebut. Hasil yang diharapkan dari pretes ini adalah tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Menurut Ruseffendi (2010,
hlm. 50), bentuk pretest-posttest control group desain dapat digambarkan pada Gambar 3.1
sebagai berikut.
A:O X O
-------------------------------------
A:O O

Gambar 3.1 Pretest-Posttest Control Group Desain

15
Keterangan:
A : Subjek yang dipilih secara acak menurut kelas
O : pretest atau posttest yaitu tes kemampuan berpikir kritis matematis
X : pembelajaran matematika dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing

C. Subjek dan Lokasi Penelitian

Adapun siswa yang dipilih sebagai subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII yang
berjumlah sebanyak 30 orang, siswa laki-laki berjumlah 10 orang dan siswa perempuan
berjumlah 20 orang. Alasan pemilihan kelas ini adalah berdasarkan pada rendahnya kemampuan
berpikir kritis matematis siswa dan kurangnya keaktifan siswa pada saat pembelajaran dan
rendahnya partisipasi siswa dalam kerja kelompok.
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Lambuya yang beralamat di Desa Asaki Kecamatan
Lambuya Kabupaten Konawe.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian digunakan untuk memperoleh data, baik kualitatif maupun kuantitatif.
Instrumen untuk memperoleh data kualitiatif (non-tes) adalah angket, sedangkan data kuantitatif
diperoleh melalui tes (pretes dan postes). Soal yang digunakan dalam pretest dan postest adalah
sama. Sedangkan instrumen non-tes yang digunakan adalah skala Likert untuk mengukur tingkat
positif atau negatifnya sikap siswa terhadap penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing
dalam pembelajaran matematika. Instrumen non-tes hanya diberikan untuk kelas eksperimen
pada akhir penelitian setelah postest.
1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Tes yang digunakan adalah tes awal dan tes akhir. Tes awal digunakan untuk mengukur
kemampuan awal kemampuan berpikir kritis matematis pada kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen. Tes akhir digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis setelah
mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing.
Tipe tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe uraian. Beberapa pertimbangan peneliti
menggunakan tipe uraian adalah menurut Rokhaeni (2011, hlm. 27):
a) Tes uraian memungkinkan peneliti melihat sejauh mana penguasaan konsep dan
kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP tersebut.

b) Terjadinya bias hasil tes dapat dihindari, karena tidak ada sistem tebak-tebakan seperti
tipe tes soal pilihan ganda.

Tes ini diujicobakan kepada siswa. Setelah hasil uji coba itu terkumpul, data-data tersebut
kemudian dianalisis untuk mengetahui validasi dan reabilitasnya. Selanjutnya setiap butir soal
dianalisis untuk mengetahui indeks kesukaran dan daya pembeda. Untuk mengetahui baik atau
tidaknya instrumen yang akan digunakan, maka instrumen akan diujicobakan terlebih dahulu
sehingga validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda dari instrumen tersebut baik.

16
Adapun langkah-langkah penyusunan tes kemampuan berpikir kritis matematis adalah sebagai
berikut:
a. Membuat kisi-kisi soal yang meliputi dasar dalam pembuatan tes kemampuan berpikir
kritis matematis

b. Menyusun soal tes kemampuan berpikir kritis matematis

c. Menilai kesesuian antara materi, indikator, dan soal tes untuk mengetahui validasi isi

d. Melakukan uji coba soal untuk memperoleh data hasil tes uji coba

e. Menghitung validitas tiap butir soal, reliabilitas soal, indeks kesukaran, dan daya
pembeda menggunakan data hasil uji coba.

E. Teknik Pengumpulan Data

1) Menghitung Validitas Instrumen Butir Soal

Uji validitas ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kevaliditasan atau keabsahan dari
suatu alat ukur. Suherman (2003, hlm. 102) mengatakan, “Suatu alat evaluasi disebut valid
(absah atau valid) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi”.
Oleh karena itu, peneliti akan menghitung nilai validitas tiap butir soal instrumen tes kemampuan
berpikir kritis matematis dari hasil uji coba yang telah dilakukan.
Pengujian validitas tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik Corrected Item Total
Correlation, yaitu mengorelasikan antara skor item dengan total item, kemudian melakukan
koreksi terhadap nilai koefisien korelasi. Selanjutnya, nilai tersebut dibandingkan dengan r tabel
Product Moment pada taraf signifikansi 5% atau 0,05 dengan uji dua sisi. Jika nilai koefisiennya
positif, dan lebih besar dari pada r tabel Product Moment, maka item tersebut dinyatakan valid.
Klasifikasi untuk menginterprestasikan besarnya koefisien korelasi menurut Guilford (Suherman,
2003, hlm. 113) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Klasifikasi Interpretasi Koefisien Validitas
Nilai rxy Interpretasi
0,90 < rxy < 1,00 Sangat tinggi
0,70 < rxy < 0,90 Tinggi
0,40 < rxy < 0,70 Sedang
0,20 < rxy < 0,40 Rendah
0,00 < rxy < 0,20 Sangat rendah
rxy ≤ 0,00 Tidak valid

17
Adapun alat untuk mengolahnya adalah program Software SPSS. Hasil perhitungan nilai validitas
tiap butir soalnya seperti pada Tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Nilai Validitas Tiap Butir Soal
No. soal Validitas Interpretasi
1. 0.56 Sedang
2. 0.8 Tinggi
3. 0.59 Sedang
4. 0.8 Tinggi
5. 0.81 Tinggi
Berdasarkan hasil perhitungan teknik (Corrected Item-Total Correlation) dari Tabel 3.2
diperoleh tidak ada nilai negatif dan tidak ada nilai kurang dari r tabel yaitu 0,361 (pada
signifikansi 5% atau 0,05 dengan uji dua sisi dan N=30). Jadi dapat disimpulkan bahwa semua
nomor valid. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2, halaman 283
Berdasarkan klasifikasi koefisien validitas pada Tabel 3.1, dapat disimpulkan bahwa instrumen
tes penelitian ini diinterpretasikan sebagai soal yang mempunyai valisitas tinggi (soal nomor 2,
4, 5) dan validitas sedang (nomor 1, 3).

2) Menentukan Reliabilitas
Menurut Suherman (1990, hlm. 131) reliabilitas adalah sebagai suatu alat yang
memberikan hasil yang tetap sama (konsisten), hasil pengukuran itu harus tetap sama (relatif
sama) jika pengukurannya diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang,
waktu dan tempat yang berbeda, tidak terpengaruh oleh pelaku, situasi dan kondisi. Alat ukur
yang reliabilitasnya tinggi disebut alat ukur yang reliabel. Pengujian reliabilitas tersebut
dilakukan dengan menggunakan teknik Cronbach Alpha.
Sama halnya dengan validitas, reliabilitas juga memiliki kriteria kategori, menurut Guilford
(Suherman, 1990, hlm. 177), sebagai berikut:
Tabel 3.3 Klasifikasi Interpretasi Koefisien Reliabilitas
Nilai 𝒓𝟏𝟏 Interpretasi
𝒓𝟏𝟏 < 0,20 Sangat rendah
0,20< 𝒓𝟏𝟏 < 0,40 Rendah
0,40 < 𝒓𝟏𝟏 < 0,70 Sedang
0,70 < 𝒓𝟏𝟏 < 0,90 Tinggi
0,90 < 𝒓𝟏𝟏 < 1,00 Sangat tinggi
Adapun alat ukur untuk mengolahnya adalah program Software SPSS. Tampilan outputnya seperti
terdapat pada Tabel 3.4 berikut:
Tabel 3.4 Output Data Koefisien Reliabilitas
Cronbach's N of Items
Alpha
0,79 6

18
Koefisien reliabilitas hasil uji coba instrumen menyatakan bahwa soal yang dibuat koefisien
reliabilitasnya 0,79, berdasarkan klasifikasi koefisien reliabilitas pada Tabel 3.3 maka diperoleh
bahwa reliabilitas tes termasuk tinggi.

3) Indeks Kesukaran
Suherman (2003, hlm. 169) derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan
bilangan yang disebut indeks kesukaran. Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval
0,00 sampai 1,00 yang menyatakan tingkatan mudah atau sukarnya suatu soal. Untuk
menentukan indeks kesukaran soal tipe uraian digunakan rumus:

𝐼𝐾 =
𝑆𝑀𝐼
Keterangan:
𝐼𝐾 : indeks kesukaran
𝑋̅ : rata-rata
𝑆𝑀𝐼 : skor maksimal ideal
Kriteria indeks kesukaran suatu soal, Suherman (2003, hlm. 170) yaitu:
Tabel 3.5 Kriteria Indeks Kesukaran
Indeks Kesukaran Interpretsi
(IK)
IK = 0,00 Terlalu sukar
0,00 < IK ≤ 0,30 Sukar
0,30 < IK ≤ 0,70 Sedang
0,70 < IK ≤ 1,00 Mudah
IK = 1,00 Terlalu mudah
Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal
No. soal IK Interpretasi
1. 0,69 Sedang
2. 0,64 Sedang
3. 0,64 Sedang
4. 0,35 Sedang
5. 0,75 Mudah
Berdasarkan klasifikasi indeks kesukaran, dapat disimpulkan bahwa soal nomor 1, 2, 3, dan 4
adalah soal sedang dan untuk soal nomor 5 adalah soal mudah.
4) Daya Pembeda
Uji daya pembeda dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan butir soal
tersebut mampu membedakan antara siswa yang mengetahui jawaban dan yang tidak mengetahui
jawaban dengan kata lain dapat membedakan kemampuan setiap siswanya. Menurut Suherman
(2003, hlm. 159) daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan
butir soal tersebut mampu membedakan antara hasil testi yang mengetahui jawabannya dengan
benar dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (atau testi yang menjawab salah).
Untuk menentukan daya pembeda tipe uraian digunakan rumus berikut:

19
X̅ A − X̅ B
𝐷𝑃 =
𝑆𝑀𝐼
Keterangan:
𝐷𝑃 : Daya pembeda
𝑋̅𝐴 : Rata-rata siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar atau rata- rata kelompok
atas
𝑋̅𝐵 : Rata-rata siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar atau rata-rata
kelompok bawah
𝑆𝑀𝐼 : Skor maksimal ideal
Kriteria daya pembeda menurut Suherman (2003, hlm. 161) sebagai berikut:
Tabel 3.7 Kriteria Interpretasi Koefisien Daya Pembeda Soal
Interval Kriteria
DP ≤ 0,00 Sangat jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,40 < DP <≤0,70 Baik
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik
Dari hasil perhitungan, diperoleh daya pembeda tiap butir soal yang disajikan dalam Tabel 3.8
berikut ini:
Tabel 3.8 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tiap Butir Soal
No. Soal Daya Interpretasi
Pembeda
1 0,25 Cukup
2 0,49 Baik
3 0,42 Baik
4 0,54 Baik
5 0,34 Cukup
Berdasarkan klasifikasi daya pembeda, dapat disimpulkan bahwa daya pembeda nomor 2, 3, 4
kriterianya baik, sedangkan untuk nomor 1 dan 5 kriterianya cukup. Berdasarkan hasil
perhitungan validitas, reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembeda tiap butir soal hasil uji
coba tersebut, maka diperoleh rekapitulasi hasil uji coba instrumen tes sebagai berikut:
Tabel 3.9 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen
No. Soal Validitas Reabilitas IK DP Keterangan
1 Sedang Sedang Cukup Dipakai
2 Tinggi Sedang Baik Dipakai
3 Sedang Sedang Baik Dipakai
4 Tinggi Tinggi Sedang Baik Dipakai
Dipakai
5 Tinggi Mudah Cukup dengan
perbaikan

20
Berdasarkan Tabel 3.9 semua soal dipakai selain soal nomor 5 dipakai dengan perbaikan narasi
soal karena dari keseluruhan soal tidak terdapat soal yang sukar dalam tes kemampuan berpikir
kritis matematis. Oleh karena itu, peneliti melakukan perbaikan pada pertanyaan soal nomer 5
tersebut.

F. Teknik Analisis Data

Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, dilanjutkan dengan mendeskripsikan dan


menganalisis data tersebut sebagai bahan untuk menjawab semua permasalahan yang ada dalam
penelitian. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Mendeskripsikan dan Menganalisis Data Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
a. Analisis Data Tes Awal (Pretes)
Langkah-langkah dalam menganalisis data tes awal kemampuan berpikir kritis matematis siswa
dengan menggunakan program Software SPSS.
1) Statistik Deskriptif
Dengan menggunakan statistik deskriptif diperoleh nilai maksimum, nilai minimum, rerata,
simpangan baku dan varians dari data pretest untuk masing-masing kelas.

2) Uji Normalitas
Menguji normalitas dari kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan uji Shapiro-Wilk
dengan taraf signifikansi atau probabilitas 5%. Dengan kriteria pengujiannya menurut Uyanto
(2006, hlm. 36) adalah:
 Nilai signifikansi ≥ 0,05 maka berdistribusi normal

 Nilai signifikansi < 0,05 maka tidak berdistribusi normal.

Karena data yang diperoleh berdistribusi normal, maka langkah selanjutnya dilakukan uji
homogenitas dua varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3) Uji Homogenitas
Menguji homogenitas varians dari kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan Levene’s
test for equality variances. Adapun pedoman pengambilan keputusan mengenai uji homogenitas
menurut Uyanto (2006, hlm. 38), yaitu:
 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka kedua kelas memiliki varians yang sama (homogen).

 Jika signifikansi < 0,05 maka kedua kelas memiliki varians yang tidak sama (tidak
homogen).

Karena kedua sampel (kelas eksperimen dan kelas kontrol) memiliki varians yang homogen
maka dilanjutkan dengan uji-t yaitu dengan menggunakan independent sample t-test.

4) Uji kesamaan Dua Rerata (Uji-t)

21
Hipotesis tersebut dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik (uji dua pihak) sebagai berikut:
𝐻0: 𝜇1= 𝜇2
𝐻𝑎: 𝜇1≠ 𝜇2
Keterangan:
𝐻0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan awal berpikir kritis matematis
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
𝐻𝑎 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan awal berpikir kritis matematis siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Menurut Santoso (2001, hlm. 245), “Dengan kriteria uji, 𝐻0 diterima dan 𝐻𝑎 ditolak jika
probabilitas > 0,05, artinya data dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak terdapat
perbedaan rata-rata. Sebaliknya jika probabilitas < 0,05, maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima
artinya data antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terdapat perbedaan rata-rata.”

b. Analisis Data Hasil Tes Akhir (Postes)

Langkah-langkah dalam menganalisis data tes akhir kemampuan berpikir kritis matematis
siswa dengan menggunakan Software SPSS.
1) Statistik Deskriptif
Dengan menggunakan statistik deskriptif diperoleh nilai maksimum, nilai minimum, rerata, dan
simpangan baku dan varians dari data posttest untuk masing-masing kelas.

2) Uji Normalitas
Menguji normalitas dari kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan uji Shapiro-Wilk
dengan taraf signifikansi atau probabilitas 5%. Dengan kriteria pengujiannya menurut Uyanto
(2006, hlm. 36) adalah:
 Nilai signifikansi ≥ 0,05 maka berdistribusi normal.

 Nilai signifikansi < 0,05 maka tidak berdistribusi normal.

Karena data yang diperoleh berdistribusi normal, maka langkah selanjutnya dilakukan uji
homogenitas dua varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3) Uji Homogenitas
Menguji homogenitas varians dari kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan Levene’s
test for equality variances. Adapun pedoman pengambilan keputusan mengenai uji homogenitas
menurut Uyanto (2006, hlm. 38), yaitu:
 Nilai signifikansi ≥ 0,05 maka kedua kelas memiliki varians yang sama (homogen).

 Nilai signifikansi < 0,05 maka kedua kelas memiliki varians yang tidak sama (tidak
homogen).

22
Karena kedua sampel (kelas eksperimen dan kelas kontrol) memiliki varians yang homogen
maka dilanjutkan dengan uji-t yaitu dengan menggunakan independent sample t-test.

4) Uji Kesamaan Dua Rerata (Uji-t)


Uji kesamaan rerata dengan uji-t dua pihak melalui program Software SPSS menggunakaan
Independent Sample T-Test dengan asumsi kedua varians homogen (equal varians assumed)
dengan taraf signifikansi 0,05. Hipotesis tersebut dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik
(uji satu pihak) menurut Sugiyono (2010, hlm. 121) sebagai berikut:
𝐻0: 𝜇1≤ 𝜇2
𝐻𝑎: 𝜇1> 𝜇2
Keterangan:
𝜇1 : Rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan model
pembelajaran inkuiri terbimbing.
𝜇2 : Rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan model
pembelajaran konvensional.
𝐻0 : Rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan model
pembelajaran inkuiri terbimbing tidak lebih baik atau sama dengan dari pada siswa yang
mendapatkan model pembelajaran konvensional.
𝐻𝑎 : Rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan model
pembelajaran inkuiri terbimbing lebih baik dari pada siswa yang mendapatkan model
pembelajaran konvensional.

Menurut Uyanto (2006, hlm. 120), “Untuk melakukan uji hipotesis satu pihak sig.(2-tailed) harus
dibagi dua”. Kriteria pengujian menurut Uyanto (2006, hlm. 120):
a) Jika 12 nilai signifikansinya > 0,05, maka 𝐻0 diterima dan 𝐻𝑎 ditolak.
b) Jika 12 nilai signifikansinya < 0,05, maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima.

2. Analisis Data Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Berdasarkan rata-rata hasil pretes kelas kontrol dan eksperimen menunjukkan


kemampuan yang berbeda, maka data yang digunakan adalah data indeks gain. Astuti (dalam
Munandar, 2016, hlm. 64) mengatakan bahwa gain adalah selisih dari hasil pretes dan postes.
Untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa, baik kelas
eksperimen maupun kelas kontrol dilakukan perhitungan nilai indeks gain ternormalisasi
berdasarkan kriteria indeks gain menurut Hake (dalam Widyastuti dan Eliyarti, 2014, hlm. 400)
gain ternormalisasi dihitung dengan rumus berikut:
Posttest score − Pretest score
Indeks gain (g) =
Ideal score − Pretest score

23
Menentukan rerata indeks gain dari kelas kontrol dan kelas eksperimen. Hasil perhitungan rerata
indeks gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan kategori yang disajikan sebagai
berikut:
Tabel 3.12 Kriteria Indeks Gain (g)
Besar Gain (g) Interpretasi
g ≥ 0,700 Tinggi
0,300 ≤ g < 0,700 Sedang
g < 0,300 Rendah
Sama halnya dengan pengujian data pretes dan postes, untuk mengetahui peningkatan
kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kedua kelas tersebut dilakukan pengujian
menggunakan program Software SPSS dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Statistik Deskriptif
Mencari nilai maksimum, nilai minimum, rerata dan simpangan baku tes kemampuan akhir
(postes) kelas ekperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan program Software SPSS.

2) Uji Normalitas
Menguji normalitas dari kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan uji Shapiro-Wilk
dengan taraf signifikansi atau probabilitas 5%. Dengan kriteria pengujiannya menurut Uyanto
(2006, hlm. 36) adalah:
 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka data indeks gain berdistribusi normal

 Jika nilai signifikansi < 0,05 maka data indeks gain tidak berdistribusi normal.
Karena data yang diperoleh berdistribusi normal, maka langkah selanjutnya dilakukan uji
homogenitas dua varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3) Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah skor gain ternormalisasi kedua kelas
memiliki varians homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan jika data berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. Uji homogenitas varians menggunakan uji Levene’s test dengan taraf
signifikansi sebesar 5% untuk mengetahui apakah data kedua sampel memiliki varians yang
sama. Adapun pedoman pengambilan keputusan mengenai uji homogenitas menurut Uyanto
(2006, hlm. 38), yaitu:
 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka kedua kelas memiliki varians yang sama (homogen).

 Jika signifikansi < 0,05 maka kedua kelas memiliki varians yang tidak sama (tidak
homogen).
Karena kedua sampel (kelas eksperimen dan kelas kontrol) memiliki varians yang homogen
maka dilanjutkan dengan uji-t yaitu dengan menggunakan independent sample t-test.

24
4) Uji Kesamaan Dua Rerata (Uji-t)
Sama halnya dengan analisis data pretes dan posttes, jika skor gain ternormalisasi berdistribusi
normal dan memiliki varians yang homogen, maka dilanjutkan dengan uji kesamaan dua rata-
rata dengan Independent Sampel T-Test menggunakan uji-t dengan taraf signifikansi 0,05.
Hipotesis tersebut dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik (uji satu pihak) menurut Sugiyono
(2010, hlm. 120) sebagai berikut:
𝐻0: 𝜇1≤ 𝜇2
𝐻𝑎: 𝜇1> 𝜇2
Keterangan:
𝐻0 : Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh model
pembelajaran inkuiri terbimbing dalam pembelajaran matematika tidak lebih tinggi atau sama
dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran konvensional (metode ekspositori).
𝐻𝑎 : Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh model
pembelajaran inkuiri terbimbing dalam pembelajaran matematika lebih tinggi daripada siswa
yang memperoleh model pembelajaran konvensional (metode ekspositori).
Menurut Uyanto (2006, hlm. 120), “Untuk melakukan uji hipotesis satu pihak sig.(2-tailed) harus
dibagi dua”. Kriteria pengujian menurut Uyanto (2006, hlm. 120):
a) Jika 12 nilai signifikansinya > 0,05, maka 𝐻0 diterima dan 𝐻𝑎 ditolak.
b) Jika 12 nilai signifikansinya < 0,05, maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima.

25
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, N.H.I. (2013). Meningkatkan kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis
siswa SMP melalui pembelajaran berbasis masalah dengan strategi teams-assisted
individualization (TAI). Tesis. UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Amir daud, Agus Suharjana, Kajian Kritis Dalam Pembelajaran Matematika di SMP,
(Yogyakarta: P4TK Matematika, 2010), hlm. 11.

Bell, T., D. Urhahne, S. Schanze, dan R. Ploetzner. 2010. Collaborative Inquiry Learning:
Models, Tools, and Challenges. International Journal of Science Education Edisi 32:3 Hal 349 –
377.

Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010),
hlm. 154-155.
Dina Mayadiana Suwarma, Kemampuan Berpikir Kritis Matematika, (Jakarta: Cakrawala Maha
Karya, 2009), hlm. 11.

Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning :Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar
Mengasyikkan dan Bermakna : terj,Ibnu Setiawan, (Bandung: Kaifa, 2010), hlm. 187.
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 153.

Fisher, A. (2002). Berpikir kritis : Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Hanson, D.M. & Wolfskill. (2006). Process Workshops: A New Model for Instruction. Journal
of Chemistry Education. 77(1).

Hariyanto, Model Pembelajaran Inkuiri, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 74.

Herdian. 2010. Model Pembelajaran Inkuiri. http://herdian,s.pd.,m.pd.wordpress.com/model-


pembelajaran-inkuiri/.

Jhon W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Edisi 3, (Jakarta: Salemba


Humanika, 2009), hlm. 7.

Komara, Pengaruh Metode Pembelajaran Inkuiri dalam Belajar Sains terhadap


Motivasi Belajar Siswa, Juli 2015. Diakses dari situs:
http://www.guruhyogakomara.blogspot.com

Mahmuzah, R. (2015). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Melalui
Pendekatan Problem Posing. Jurnal Peluang. 4(1): halaman 64-72.

26
Moma, L. (2014). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis, Self-efficacy, dan Soft
Skills Siswa SMP Melalui Pembelajaran Generatif. Skripsi UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Munandar, F. M. (2016). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMA melalui


Penerapan Model Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs). Skripsi
UNPAS. Bandung: Tidak diterbitkan.

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung Remaja


Rosdakarya, 2000), hlm. 43.

Noviyanti, M & Yumiati. (2014). Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan
Kemampuan Penalaran dan Representasi Matematis Siswa SMP. Skripsi. Universitas Terbuka
Jakarta: Tidak Diterbitkan.

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Remaja Aksara, 2007), h. 221.

Pamungkas, A. (2013). Peningkatan kemandirian dan hasil belajar matematika melalui strategi
inkuiri terbimbing dalam pokok bahasan teorema pythagoras. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta: Tidak Diterbitkan.

Richard I. Arends, Learning To Teaching, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 43.
Ristanto, R. H. 2010. Pembelajaran Berbasis Inkuiri Terbimbing dengan Multimedia dan
Lingkungan Riil Ditinjau dari Motivasi Berprestasi dan Kemampuan Awal. Surakarta.Tesis
Universitas Sebelas Maret

Riyantono, Psikologi Pendidikan, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2010), hlm. 57.

Rokhaeni, A. (2011). Penerapan Pembelajaran CORE dalam Pembelajaran Matematika untuk


Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa. Skripsi. UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Russeffendi, E.T. (2010). Dasar–dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya.
Bandung: Tarsito Bandung.

Sanjaya, W. (2008), Strategi Pembelajaran: Berbasis Standar Proses Pendidikan. Jakarta:


Kencana Prenada Media Group.

Stephen P. Robbins dan Timonthy A. Judge, Prilaku Organisasi, terj. Diana Angelica, dkk.,
(Jakarta: Salemba Empat, 2009), hlm.57

Sugiyono, (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV ALFABETA.

Suherman, E dan Kusumah, Y.S. (1990). Petunjuk Praktis Melaksanakan Evaluasi Pendidikan
Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

27
Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA
FPMIPA UPI.

Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT


Rineka Cipta, 2009), hlm. 193.

Syahbana, A. (2012). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Melalui
Pendekatan Contextual Teaching and Learning. Edumatica. 2(1): 45-57.

Turmudi. (2009). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika (Referensi untuk Guru SMK,
Mahasiswa, dan Umum). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Prestasi


Pustaka. Jakarta.

Widyastuti, A & Eliyarti, W. (2014). Penerapan Pembelajaran Multiple Intelligensces (MI)


terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP. Jurnal Pendidikan
Matematika SYMMETRY. 3(1). Halaman 392-408. Bandung: Program Studi Pendidikan
Matematika FKIP Universitas Pasundan Bandung.

28

Anda mungkin juga menyukai