Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DITINJAU


DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS VIII
SMP NEGERI 2 GALESONG UTARA

PROPOSAL
NURUL MUHLISA 105361104119

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahamatullahi Wabarakatuh


Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan rahmat dan karunia, serta
ridho-Nya yang menuntun peneliti menyelesaikan proposal dengan judul “Analisis
Kemampuan Penalaran Matematis Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri
2 Galesong Utara”. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW sebagai sosok paripurna yang merombak zaman kebodohan dan
membawanya ke zaman intelektual seperti sekarang ini.
Proposal ini disusun bertujuan untuk memenuhi tugas individu pada mata kuliah Seminar
Matematika dengan dosen pengampu Bapak Dr. Mukhlis, S.Pd., M. Pd. Ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan dan penulisan
proposal ini. Kritik konstruktif dari pembaca sangat peneliti harapkan demi penyempurnaan
proposal selanjutnya. Semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan.
Billahi fii Sabilil Haq Fastabiqul Khaerat
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, 12 November 2022

Peneliti

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.........................................................................................................i
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................3
C. Tujuan Penelitian .....................................................................................................3
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................................3
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori .............................................................................................................4
B. Penelitian yang Relevan ..........................................................................................14
C. Kerangka Pikir .........................................................................................................14
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .........................................................................................................15
B. Tempat Penelitian ....................................................................................................15
C. Subjek Penelitian .....................................................................................................15
D. Teknik Pengumpulan Data .....................................................................................15
E. Instrumen Penelitian ...............................................................................................16
F. Teknik Analisis Data ...............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melalui pendidikan manusia memperoleh ilmu pendidikan yang dapat
dijadikan tuntunan dalam kehidupan dan dengan pendidikan orang menjadi maju serta
mampu bersaing dengan negara lain dalam segala bidang. Matematika merupakan
salah satu ilmu pengetahuan yang didapat dari hasil pemikiran manusia dan dipelajari
dengan cara bernalar. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah
menjadikan matematika sebagai ilmu yang wajib dipelajari, dipahami, dan dikuasai
oleh peserta didik. Oleh karena itu, agar peserta didik mampu mengikuti kegiatan
pembelajaran dengan baik, terdapat lima standar kemampuan dasar dalam
mempelajari matematika yang harus dimiliki peserta didik diantaranya: 1) Mengenal,
memahami dan menerapkan konsep, prinsip, prosedur dan ide matematika, 2)
Menyelesaikan masalah matematika (mathematical problem solving), 3) Bernalar
matematika (mathematical reasoning), 4) Melakukan koneksi matematika
(mathematical communication) (Zulfikar, Achmad, & Fitriani, 2018). Sedangkan
tujuan pembelajaran matematika di sekolah menurut Ismail dalam (Basir, 2015)
adalah meningkatkan ketajaman penalaran siswa yang dapat menyelesaikan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan meningkatkan kemampuan berpikir
dalam memanfaatkan bilangan dan simbol-simbol matematis.
Pembelajaran matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan. Pembelajaran matematika dipahami melalui penalaran, dan
penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar matematika. Menurut Kariadinata
(2012) bahwa penalaran merupakan salah satu aspek dari kemampuan berpikir
matematik tingkat tinggi dalam kurikulum terbaru, yang dikategorikan sebagai
kompetensi dasar yang harus dikuasai para siswa. Shadiq dalam (Hidayat, 2017)
menyebutkan bahwa penalaran merupakan aktivitas berpikir untuk menarik
kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru berdasarkan beberapa pernyataan
yang diketahui benar atau dianggap benar yang disebut premis. Sariningsih (2014)
mengatakan bahwa dalam penalaran matematika dibutuhkan inovasi yang dapat
menumbuhkan dan mengembangkan potensi yang dimiliki siswa, salah satunya yaitu
mengembangkan kemampuan penalaran matematis siswa.
Dalam pembelajaran matematika, kemampuan penalaran berperan dalam
pemahaman konsep dan pemecahan masalah. Siswa perlu mengembangkan dan
1
meningkatkan kemampuan matematika untuk sukses di sekolah. Salah satu aspek
yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika yaitu kemampuan
penalaran matematis siswa. Dengan belajar matematika, kemampuan penalaran siswa
akan meningkat karena pola berpikir yang dikembangkan dalam matematika
melibatkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis, dan kreatif. Kemampuan
penalaran siswa dalam memahami dan menyerap pelajaran sudah pasti berbeda-beda
tingkatannya. Ada yang cepat, sedang, dan ada pula yang sangat lambat. Hal tersebut
dapat dipengaruhi oleh gaya belajar masing-masing siswa.
Selain pentingnya penalaran dalam mempelajari matematika untuk
memecahkan masalah matematis, gaya belajar siswa juga berpengaruh dalam sejauh
mana siswa memahami materi dan makna matematika. Hal ini juga didukung oleh
Azrai, Ernawati, & Sulistianingrum (2017) yang mengemukakan bahwa gaya belajar
merepresentasikan karakteristik seseorang berdasarkan pengalaman-pengalaman yang
di induksinya. Gaya belajar merupakan cara belajar yang digunakan seseorang dalam
memahami suatu materi. Sari (2017) menyatakan bahwa gaya belajar adalah
kecenderungan cara yang dipilih seseorang dalam berpikir, menerima dan memproses
informasi untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman. Sagitasari (2010)
mengemukakan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara gaya belajar
dengan prestasi belajar matematika. Dalam suatu kelas, gaya belajar siswa dapat
berbeda-beda. Seperti yang dinyatakan oleh Silver, dkk (2007) bahwa setiap siswa
memiliki profil gaya belajar yang berbeda dengan siswa lain. Perbedaan gaya belajar
tersebut memberikan acuan besar untuk menciptakan berbagai pertanyaan dan terlibat
dalam berbagai jenis penalaran. Oleh karena itu, untuk meningkatkan hasil belajar
matematika perlu diperhatikan hubungan antara gaya belajar siswa dan kemampuan
penalaran matematis siswa.
Deporter & Hernacki (2015) mengemukakan bahwa pada awal pengalaman
belajar, salah satu diantara langkah pertama kita adalah mengenal modalitas seseorang
sebagai modalitas visual, auditorial atau kinestetik seperti yang diusulkan istilah-
istilah ini, pelajar visual belajar melalui apa yang mereka lihat, pelajar auditorial
melakukannya melalui apa yang mereka dengar, dan pelajar kinestetik belajar melalui
gerak dan sentuhan. Dalam kemampuan penalaran terdapat suatu hubungan dengan
gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Pada gaya belajar visual, kemampuan
penalaran siswa akan bekerja ketika melihat soal dengan gambar atau dapat
menyelesaikan suatu soal dengan bantuan gambar yang dilihat. Pada gaya belajar
2
auditorial, kemampuan penalaran siswa akan bekerja ketika mendengarkan sesuatu
misalnya mendengar penjelasan guru di depan kelas. Sedangkan pada gaya belajar
kinestetik, kemampuan penalaran siswa akan bekerja ketika siswa berlatih dan
bergerak. Berdasarkan penjabaran tersebut, dapat dilihat bahwa gaya belajar
merupakan salah satu cara untuk memaksimalkan kemampuan penalaran. Oleh karena
itu, peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan judul “Analisis
Kemampuan Penalaran Matematis Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa Kelas VIII
SMP Negeri 2 Galesong Utara”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan
rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana kemampuan penalaran matematis ditinjau dari gaya belajar visual?
2. Bagaimana kemampuan penalaran matematis ditinjau dari gaya belajar auditorial?
3. Bagaimana kemampuan penalaran matematis ditinjau dari gaya belajar kinestetik?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai pada penelitian ini ialah:
1. Untuk mengetahui kemampuan penalaran matematis ditinjau dari gaya belajar
visual.
2. Untuk mengetahui kemampuan penalaran matematis ditinjau dari gaya belajar
auditorial.
3. Untuk mengetahui kemampuan penalaran matematis ditinjau dari gaya belajar
kinestetik.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :
a. Bagi Peneliti
Diharapkan penelitian ini bisa menambah wawasan dan menjadi bahan informasi
untuk penelitian lebih lanjut dengan masalah penelitian yang sama.
b. Bagi Guru
Diharapkan dapat memahami siswa lebih dalam berdasarkan gaya belajar dan
menjadi bahan referensi dalam pengembangan pembelajaran matematika.
c. Bagi peserta didik
Diharapkan siswa dapat mengetahui gaya belajar yang dimiliki oleh setiap siswa
dan menemukan cara belajar yang sesuai dengan gaya belajarnya.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Kemampuan Penalaran Matematis
Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah untuk
mengembangkan kemampuan penalaran matematis (NCTM, 2000). Keraf
(2007) dan Ihsan (2010) menyatakan bahwa penalaran merupakan proses
berpikir dengan cara menghubungkan fakta-fakta yang diketahui menuju suatu
kesimpulan yang benar. Penalaran juga dapat dikatakan sebagai cara berpikir
logis yang disertai proses mental dalam mengembangkan pikiran dari
beberapa fakta dan prinsip (Depdiknas, 2008). Kemampuan penalaran berarti
kemampuan seseorang untuk berpikir secara logika dan mampu menarik
kesimpulan berdasarkan bukti atau fakta yang ada. Menurut Subanidro (2012)
kemampuan penalaran adalah kemampuan untuk menghubungkan antara ide-
ide atau objek-objek matematika, membuat, menyelidiki dan mengevaluasi
dugaan matematik, dan mengembangkan argument-argumen dan bukti-bukti
matematika untuk meyakinkan diri sendiri dan orang lain bahwa dugaan yang
dikemukakan adalah benar.
Menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006 dinyatakan bahwa tujuan
pemberian mata pelajaran matematika di tingkat SMP adalah agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat dalam pemecahan masalah.
b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
d) Mengomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

4
e) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Gardner, et. al. (Lestari dan Yudhanegara, 2015) mengatakan bahwa


penalaran matematis merupakan kemampuan dalam menganalisis,
menggeneralisasi, mengintegrasi, memberikan alasan yang tepat dan
menyelesaikan masalah yang tidak rutin. Kemampuan penalaran dapat
membangun pemahaman matematis untuk menjelaskan apa yang mereka lihat,
mereka pikir dan mereka simpulkan dalam menyelesaikan permasalahan
matematika. Penalaran matematis memiliki peranan penting dalam proses
berpikir seseorang. Menurut Setiadi, dkk (2011) penalaran matematis
melibatkan kapasitas untuk berpikir logis, berpikir sistematis, ini mencakup
penalaran intuitif dan induktif berdasarkan pola dan keteraturan yang dapat
digunakan untuk mendapatkan solusi yang non rutin masalah.
Berdasarkan uraian diatas, maka pengertian kemampuan penalaran
matematis merupakan suatu kemampuan dalam berpikir untuk menarik suatu
kesimpulan yang tepat berdasarkan fakta atau bukti yang ada serta untuk
mendapatkan keputusan baru yang logis dan dapat dipertanggung jawabkan
dan dibuktikan kebenarannya.
Indikator kemampuan penalaran matematis yang dikemukakan oleh
TIM PPPG Matematika (Damayanti, 2012) adalah sebagai berikut:
a) Mengajukan dugaan
b) Melakukan manipulasi matematik
c) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran solusi
d) Menarik kesimpulan dari pernyataan
e) Memeriksa kesahihan suatu argument
f) Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat
generalisasi.
Anjar dan Sembiring (dalam Mulia, 2014) seseorang dikatakan
melakukan penalaran matematika jika dia dapat melakukan validasi, membuat
konjektur, deduksi, justifikasi, dan eksplorasi. Berdasarkan beberapa uraian
tersebut, maka indikator kemampuan penalaran matematis yang digunakan
5
pada penelitian ini ialah mengajukan dugaan, melakukan manipulasi
matematik, menyusun bukti serta memberikan alasan terhadap kebenaran,
memeriksa kesahihan suatu argument, dan menarik kesimpulan.
2. Gaya Belajar
Gaya belajar menurut Gunawan (dalam Ghufron dan Risnawita, 2012)
merupakan cara yang lebih disukai dalam melakukan kegiatan berpikir,
memproses dan mengerti suatu informasi. Gaya belajar dapat dikatakan
sebagai suatu kebiasaan seseorang dalam belajar dengan sikap dan tingkah
lakunya dalam belajar sesuai dengan strategi gaya pembelajarannya. Menurut
Permana (2016) gaya belajar merujuk pada cara orang memperoleh informasi
dan menggunakan strategi untuk merespon suatu tugas.
Nurhidayah (2015) menyatakan bahwa gaya belajar bukan hanya
berupa aspek ketika menghadapi informasi, melihat, mendengar, menulis dan
berkata tetapi juga aspek pemprosesan informasi sekunsial, analitik, global
atau otak kiri-otak kanan, aspek lain adalah ketika merespon sesuatu atas
lingkungan belajar.
Menurut Bobbi Deporter & Mike Hernacki (2015) gaya belajar adalah
cara seseorang dalam menerima, menyerap, dan memproses informasi. Cara
belajar yang dimaksud adalah cara termudah yang dimiliki oleh setiap siswa
dalam menyerap, mengatur, dan mengolah informasi yang diterima. Para ahli
menggolongkan gaya belajar yang berbeda-beda, namun pada penelitian ini
gaya belajar yang akan digunakan ialah gaya belajar visual, auditorial, dan
kinestetik atau yang dikenal dengan gaya belajar tipe V-A-K. Gaya belajar ini
dikemukakan oleh Bobbi Deporter dan Mike Hernacki (2015).
a. Gaya Belajar Visual
Gaya belajar visual adalah suatu bentuk gaya belajar dengan cara
melihat, memandang, dan mengamati suatu objek yang akan dipelajari
(Safrianti, 2017). Adapun indikator-indikator gaya belajar visual menurut
Bobbo Deporter & Mike Hernacki (2015:116) sebagai berikut :
a) Rapi dan teratur
b) Berbicara dengan cepat
c) Teliti terhadap detail
d) Lebih suka membaca daripada dibacakan
e) Pembaca cepat dan tekun
6
f) Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam
pikiran mereka
g) Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik
h) Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi
i) Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap
waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah
atau proyek
j) Biasanya tidak terganggu oleh keributan
k) Mengingat apa yang dilihat, daripada yang didengar
l) Mengingat dengan asosiasi visual
m) Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika
ditulis, dan sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya
n) Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain
o) Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon dan dalam rapat
p) Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato
q) Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak
r) Lebih suka seni daripada music
Kendala pada anak yang memiliki gaya belajar visual yaitu sering
lupa dengan apa yang telah dijelaskan oleh guru, sering lupa mengerjakan
tugas yang diberikan oleh guru, dan kesulitan mengekspresikan apa yang
dipikirkan.
b. Gaya Belajar Auditorial
Gaya belajar auditorial adalah gaya belajar dengan cara
mendengar. Menurut Gilakjani dalam kutipan (Anintya et al, 2016) orang
dengan gaya belajar ini, lebih dominan dalam menggunakan indera
pendengaran untuk bisa memahami dan mengingat materi pembelajaran.
Adapun indikator-indikator gaya belajar auditorial menurut Bippo
Deporter & Mike Hernacki (2015:118) sebagai berikut :
1) Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja
2) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
3) Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
4) Berbicara dalam irama dan berpola
5) Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna
suara
7
6) Mudah terganggu dengan keributan
7) Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika
membaca
8) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan
daripada melihat
9) Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita
10) Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang
lebar
11) Biasanya pembicara yang fasih
12) Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan
visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama
lain
13) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
14) Lebih suka musik daripada seni
Kendala pada anak yang memiliki gaya belajar seperti ini adalah
lambat dalam hal menyalin materi atau pelajaran di papan tulis, dan
tulisannya berantakan sehingga susah untuk dibaca.
c. Gaya Belajar Kinestetik
Menurut Deporter dan Hernacki (2015:113) gaya belajar kinestetik
merupakan gaya belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh.
Orang dengan tipe gaya belajar ini cenderung tidak bisa duduk diam,
mereka berpikir sambil bergerak atau berjalan. Selain itu, mereka sering
menggerakkan anggota tubuh ketika berbicara. Adapun indikator-indikator
gaya belajar kinestetik menurut Bippo Deporter & Mike Hernacki
(2015:118-120) sebagai berikut :
1) Berbicara dengan perlahan
2) Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang
3) Belajar melalui memanipulasi dan praktik
4) Banyak menggunakan isyarat tubuh
5) Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
6) Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
7) Menanggapi perhatian fisik
8) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
9) Mempunyai awal perkembangan otot-otot yang besar
8
10) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
11) Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama
12) Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang telah
pernah berada di tempat itu
13) Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
14) Menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot. Mereka
mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
15) Kemungkinan tulisannya jelek
16) Ingin melakukan segala sesuatu
17) Menyukai permainan yang menyibukkan
Kendala pada gaya belajar ini ialah cenderung tidak bisa diam.
Tipe gaya belajar ini lebih suka terlibat dalam proses pembelajaran
daripada hanya duduk diam saat guru menjelaskan materi.
3. Materi Ajar
a. Konsep dasar Peluang
Peluang merupakan suatu konsep matematika yang digunakan untuk
melihat kemungkinan terjadinya sebuah kejadian. Beberapa istilah yang
perlu diketahui dalam mempelajari konsep peluang adalah sebagai berikut:
1) Ruang sampel merupakan himpunan semua hasil yang mungkin dari
sebuah percobaan.
2) Titik sampel merupakan anggota yang ada pada ruang sampel.
3) Kejadian merupakan himpunan bagian dari ruang sampel.
Peluang suatu kejadian dapat didefinisikan, Jika N adalah banyaknya titik
sampel pada ruang sampel S suatu percobaan dan E merupakan suatu
kejadian dengan banyaknya n pada percobaan tersebut, maka peluang
𝑛
kejadian E adalah P(E) = 𝑁

b. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peluang suatu kejadian


1) Peluang suatu kejadian, jika 𝑛 (𝐴) = banyak kejadian 𝐴, maka peluang
kejadian 𝐴 adalah :
𝑛(𝐴)
(𝑃) = 𝑛 (𝑆) , 𝐴 ⊂ 𝑆

Contoh soal: Sebuah kartu diambil dari setumpuk kartu remi. Berapa
peluang bahwa yang diambil itu kartu queen?

9
Penyelesaian: Seluruhnya terdapat 52 kartu, 4 di antaranya adalah
kartu queen.
Jadi, n (S) = 52 dan n (K) = 4
𝑛 (𝐾) 4 1
Sehingga, P (queen) = = 52 = 13
𝑛 (𝑆)

Jadi, peluang terambilnya kartu queen dari setumpuk kartu remi adalah
1
.
13

2) Peluang komplemen suatu kejadian


Peluang komplemen suatu kejadian adalah peluang dari satu kejadian
yang berlawanan dengan suatu kejadian yang ada. Komplemen dari
suatu kejadian A merupakan himpunan dari seluruh kejadian yang
bukan A. Komplemen dari suatu kejadian dapat ditulis dengan A’.
Maka peluang komplemen dituliskan sebagai berikut:
P (A’) = 1 – P (A)
Contoh Soal: Apabila sebuah dadu bermata 6 dilempar, maka peluang
untuk tidak mendapat sisi dadu 4 adalah?
Penyelesaian: Ada 6 mata dadu, dengan sisi dadu 4 berjumlah satu.
Maka,
n (S) = 6, dan n (K) = 1
𝑛 (𝐾) 1
P (dadu) = =6
𝑛 (𝑆)

sehingga peluang komplemen dari kejadian tersebut adalah:


P (dadu’ ) = 1 – P (dadu)
1
P (dadu’ ) = 1 – 6
5
P (dadu’ ) = 6
5
Jadi peluang untuk tidak mendapatkan sisi dadu 4 adalah 6

3) Frekuensi harapan suatu kejadian


Frekuensi harapan suatu kejadian adalah hasil kali munculnya suatu
kejadian dengan banyaknya percobaan yang dilakukan.
Fh = P (A) × n
Contoh Soal: Pada pelemparan sebuah koin, nilai peluang munculnya
1
gambar adalah apabila pelemparan koin dilakukan
2

10
sebanyak 30 kali maka harapan munculnya gambar
adalah?
Penyelesaian: Fh = P (A) × n
1
Fh = 2 × 30

Fh = 15 kali
Jadi harapan munculnya gambar dari 30 kali pelemparan dadu adalah
15 kali.
4) Peluang dua kejadian tidak saling lepas
Dua kejadian dikatakan tidak saling lepas jika kedua kejadian tersebut
dapat terjadi secara bersamaan.
𝑃 (𝐴 ∪ 𝐵) = 𝑃 (𝐴) + 𝑃 (𝐵) − 𝑃 (𝐴 ∩ 𝐵)
Contoh Soal: Sebuah dadu sisi enam dilemparkan satu kali, berapakah
peluang munculnya mata dadu angka genap dan angka
yang habis dibagi 3?
Penyelesaian:
Ruang sampel S = {1,2,3,4,5,6}
Misal D merupakan kejadian munculnya angka dadu genap, dan B
munculnya angka dadu yang habis di bagi tiga maka:
𝐷 = {2,4,6} , 𝐵 = {3,6} dan 𝐷 ∩ 𝐵 = {1},
Sehingga n (𝐷) = 3, n (𝐵) = 2, dan (𝐷 ∩ 𝐵) = 1
3
Maka, P (D) = 6
2
P (B) = 6
1
P (𝐷 ∩ 𝐵) = 6

Jadi peluang kedua kejadian tersebut adalah:


P (𝐷 ∪ 𝐵) = P (D) + P (B) – P (𝐷 ∩ 𝐵)
3 2 1
P (𝐷 ∪ 𝐵) = 6 + 6 – 6
4 2
P (𝐷 ∪ 𝐵) = 6 atau 3

5) Peluang dua kejadian saling lepas


Dua kejadian dikatakan saling lepas jika kedua kejadian tersebut tidak
terjadi secara bersamaan.
𝑃 (𝐴 ∪ 𝐵) = 𝑃 (𝐴) + 𝑃 (𝐵)

11
Contoh Soal: Misalnya ketika memilih bola secara acak dari keranjang
yang berisi 3 bola biru, 2 bola hijau dan 5 bola merah,
peluang mendapat bola biru atau merah adalah
Penyelesaian:
𝑃(𝐵𝑖𝑟𝑢 ∩ 𝑀𝑒𝑟𝑎ℎ) = 𝑃(𝐵𝑖𝑟𝑢) + 𝑃(𝑀𝑒𝑟𝑎ℎ)
3 5
𝑃(𝐵𝑖𝑟𝑢 ∩ 𝑀𝑒𝑟𝑎ℎ) = 10 + 10
8
𝑃(𝐵𝑖𝑟𝑢 ∩ 𝑀𝑒𝑟𝑎ℎ) = 10

6) Peluang dua kejadian saling bebas


Kejadian A dan Kejadian B dikatakan kejadian saling bebas jika
kejadian A tidak dipengaruhi oleh kejadian B atau sebaliknya maka
berlaku:
𝑃 (𝐴 ∩ 𝐵) = 𝑃 (𝐴) × 𝑃 (𝐵)
Contoh Soal: Ada dua kotak yang masing – masing memuat bola
berwarna merah dan putih kotak I memuat 5 merah dan
4 putih serta kotak II memuat 6 merah dan 3 putih. Jika
masing - masing kotak diambil 2 bola sekaligus,
tentukan peluang terambilnya 1 merah dan 1 putih pada
kotak I dan 2 merah pada kotak.
Penyelesaian:
Misal A adalah kejadian pada kotak I yaitu terambil 1M dan 1P, akan
diambil dua bola sekaligus dari kotak I yang terdiri dari 9 bola,
9! 9 𝑥 8 𝑥 7!
𝑛(𝑠) = 𝐶29 = 7!2! = = 36
7!2!

Terpilih 1 merah dari 5 merah dan 1 putih dari 4 putih


5! 4!
𝑛(𝐴) = 𝐶!5 𝑥 𝐶!4 = 4!1! 𝑥 3!1! = 5 𝑥 4 = 20
20 5
Peluangnya adalah 𝑃(𝐴) = 36 = 9

Misal B adalah kejadian pada kotak II yaitu terambil 2M akan diambil


dua bola sekaligus dari kotak II yang terdiri dari 9 bola ,
9! 9 𝑥 8 𝑥 7!
𝑛(𝑠) = 𝐶29 = 7!2! = = 36
7!2!

Terpilih 2 merah dari 6 merah


6! 6 𝑥 5 𝑥 4!
𝑛(𝐵) = 𝐶26 = 4!2! = = 15
4!2!
15 5
Peluangnya adalah 𝑃(𝐵) = 36 = 12

12
Maka peluang masing – masing kotak diambil 2 bola sekaligus,
tentukan peluang terambilya 1 merah dan 1 putih pada kotak I dan 2
merah pada kotak II merupakan kejadian saling bebas sehingga
berlaku:
𝑃 (𝐴 ∩ 𝐵) = 𝑃 (𝐴) × 𝑃 (𝐵)
5 5
𝑃 (𝐴 ∩ 𝐵) = 9 × 12
25
𝑃 (𝐴 ∩ 𝐵) = 108
25
Jadi peluang kejadian A dan kejadian B adalah 108

7) Peluang dua kejadian tidak saling bebas (disebut juga peluang


bersyarat)
Dua kejadian disebut kejadian bersyarat apabila terjadi atau tidak
terjadinya kejadian A akan mempengaruhi terjadi atau tidak terjadinya
kejadian B atau sebaliknya.
𝑃 (𝐴 ∩ 𝐵) = 𝑃 (𝐴) × 𝑃 (𝐵⎹ 𝐴)
Contoh Soal: Sebuah dadu dilempar sekali tentukan peluang
munculnya mata dadu genap dengan syarat
munculnya kejadian mata dadu prima terlebih dahulu.
Penyelesaian:
Misal A adalah kejadian munculnya mata dadu prima
Ruang sampel: s = {1,2,3,4,5,6}, sehinga 𝑛(𝑠) = 6
A = {2,3,5}, sehingga 𝑛(𝐴)= 3
3 1
Peluang kejadian A : 𝑃(𝐴) = 6 = 2

Misal B adalah kejadian munculnnya mata dadu genap


B = {2,4,6), sehingga irisannya 𝐴 ∩ 𝐵 = {2}, dengan 𝑛(𝐴 ∩ 𝐵) = 1
𝑛(𝐴∩𝐵) 1
Peluang kejadian 𝑃(𝐴 ∩ 𝐵) = =
𝑛(𝑠) 6

Jadi, peluang munculnya mata dadu genap dengan syarat munculnya


kejadian mata dadu prima lebih dahulu,
𝑃(𝐴∩𝐵)
𝑃 (𝐵⎹ 𝐴) = 𝑃(𝐴)
1
1
𝑃 (𝐵⎹ 𝐴) = 61 = 3
2

13
Peluang munculnya mata dadu genap dengan syarat munculnya
1
kejadian mata dadu prima lebih dahulu adalah 3.

B. Hasil Penelitian yang Relevan


Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Utami, M.G. & Meliasari (2019). Dari hasil
analisis data menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa
pada materi peluang termasuk dala kategori rendah, dan gaya belajar siswa
mayoritas termasuk dalam tipe gaya belajar auditorial (mendengarkan). Hal ini
dapat dilihat dari hasil uji butir soal dimana 70% siswa dibawah KKM dan
hasil angket gaya belajar yang disebar kepada responden. Persamaan
penelitian ini terletak pada metode dan instrument yang digunakan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Sayuri, M. dkk (2020) menunjukkan bahwa
dari 32 orang siswa yang menjadi subjek penelitian terdapat 11 orang siswa
dengan gaya belajar visual, 6 orang siswa dengan gaya belajar auditorial, 6
orang siswa dengan gaya belajar kinestetik, 3 orang siswa dengan gaya belajar
auditorial visual, 2 orang siswa dengan gaya belajar auditorial kinestetik, dan
4 orang siswa dengan gaya belajar visual kinestetik. Untuk hasil
pengelompokan kemampuan penalaran matematis diperoleh 7 orang siswa
mempunyai tingkat kemampuan penalaran matematis rendah, 22 orang siswa
mempunyai kemampuan penalaran matematis sedang, dan 3 orang siswa
mempunyai tingkat kemampuan penalaran matematis tinggi. Perbedaan pada
penelitian ini ialah indikator kemampuan penalaran matematis yang
digunakan, dan pengelompokan yang didasarkan pada gaya belajar. Persamaan
penelitian ini ialah metode dan instrument yang digunakan.
C. Kerangka Pikir
Kemampuan Penalaran Matematis

Gaya Belajar

Visual Auditorial Kinestetik

14
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif adalah studi yang menggambarkan
proses yang secara jelas terkait fakta, karakteristik, serta korelasi antara hal-hal yang
sepenuhnya diteliti secara komperehensif dan tidak menyusun/memproses informasi
statistic secara intensif dan disediakan secara intensif. Pemilihan jenis penelitian ini
didasari oleh tujuan peneliti untuk menggambarkan/mendeskripsikan kemampuan
penalaran matematis siswa dilihat dari gaya belajarnya.
B. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 2 Galesong Utara yang terletak di
Desa Batu-Batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar.
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 3 orang siswa kelas VIII-A SMP Negeri 2
Galesong Utara. Adapun langkah-langkah pengambilan subjek tersebut sebagai
berikut:
1. Membagikan angket gaya belajar kepada siswa kelas VIII-A SMP Negeri 2
Gelasong Utara
2. Mengelompokkan siswa tersebut berdasarkan kategori gaya belajar visual,
auditorial, dan kinestetik
3. Memilih masing-masing 1 perwakilan kategori gaya belajar tersebut
4. Kemudian 3 subjek tersebut diberikan tes kemampuan penalaran matematis dan
wawancara
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan teknik yaitu sebagai
berikut:
a. Metode Tes
Tes ini diberikan kepada siswa untuk mendapatkan data mengenai kemampuan
penalaran matematis yang ditinjau dari gaya belajar siswa. Tes yang diberikan
yaitu angket gaya belajar dan soal tes kemampuan penalaran matematis. Angket
gaya belajar ini berisi 30 pertanyaan mengenai gaya belajar visual, auditorial, dan
kinestetik, setelah itu diberi soal tes penalaran matematis pada materi peluang
sebanyak 3 soal dengan alokasi waktu 60 menit. Dari hasil tes tertulis yang
15
diberikan kemudian dianalisis untuk mendapatkan deksripsi kemampuan
penalaran matematis bentuk aljabar ditinjau dari gaya belajar siswa.
b. Metode Wawancara
Wawancara dilakukan setelah subjek mengerjakan soal yang diberikan. Peneliti
mengajukan pertanyaan terbuka sehingga siswa bisa menyuarakan dengan baik
pengalaman mereka tidak dibatasi oleh perspektif peneliti atau temuan peneliti
sebelumnya. Respon terbuka untuk jawaban memungkinkan siswa untuk membuat
pilihan untuk merespon. Penelti merekam percakapan dan mendeskripsikan
informasi ke dalam kata-kata untuk dianalisis.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari instrumen
utama serta instrumen pendukung. Instrument utama yakni peneliti itu sendiri ataupun
human instrument, berfungsi menentukan objek penelitian, menentukan informan
sebagai narasumber, melakukan proses mengumpulkan data, memperhitungkan
kualitas data, menganalisis data, menguraikan data, serta membuat kesimpulan.
Instrumen utama juga dibantu dengan instrumen pendukung, yaitu sebagai beriku:
a. Tes Angket Gaya Belajar
Angket adalah salah satu cara untuk mengumpulkan informasi dengan cara
memberikan sejumlah pertanyaan. Angket ini diberikan kepada siswa secara
tertulis, pertanyaan dalam angket ini mencakup indikator-indikator gaya belajar
visual, auditorial, dan kinestetik yang diisi langsung oleh siswa dengan cara
memberikan tanda checklist (√) pada salah satu alternative jawaban yang ada pada
angket.
b. Tes Penalaran Matematis
Tes adalah alat yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu untuk
mendapatkan jawaban yang diinginkan baik secara lisan maupun tertulis. Tes ini
diberikan kepada siswa tersebut dalam bentuk soal uraian yang berkaitan dengan
materi peluang yang mengacu pada indikator penalaran matematis.
c. Wawancara
Wawancara berfungsi sebagai tata cara untuk mengumpulkan data ketika peniliti
melakukan penelitian pendahuluan untuk memperjelas titik fokus yang diteliti,
begitupula ketika peneliti ingin mengetahui sesuatu hal dari responden yang
berhubungan dengan penelitian yang ingin diteliti. Wawancara bertujuan untuk

16
mengenali keahlian uraian konsep siswa. Wawancara ini dicoba antara siswa serta
peneliti dalam menanyakan hal-hal yang belum terungkap dalam uji atau tes yang
sudah diberikan.
F. Teknik Analisis Data
Setelah data yang diperlukan sudah terkumpul dengan menggunakan teknik
pengumpulan data, maka kegiatan selanjutnya yaitu melakukan analisis data. Analisis
data adalah merupakan tahap akhir yang akan dilakukan selama berada di lapangan
saat penelitian. Adapun bagian dari teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu :
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses menyederhanakan, mengorganisir hal-hal penting,
merangkum kemudian diambil kesimpulan. Tahap reduksi data dalam penelitian
ini meliputi:
a) Mengelompokkan siswa berdasarkan gaya belajar masing-masing yaitu visual,
auditorial, dan kinestetik. Kemudian memberikan tes penalaran matematis.
b) Data hasil tes penalaran matematis dideskripsikan berdasarkan indikator
penalaran matematis.
c) Wawancara tes penalaran matematis siswa, kemudian hasilnya dideskripsikan.
2. Penyajian Data
Setelah mereduksi data, maka langkah selanjutnya yaitu menyajikan data. Dalam
penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antara kategori dan sejenisnya. Hasil penyajian data berupa
pekerjaan siswa tentang penalaran matematis dan melakukan wawancara yang
mendalam kemudian dianalisis dan ditarik kesimpulan.
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan tahap akhir dalam penelitian.
Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan hasil tes penalaran matematis dan
wawancara, kemudian menarik kesimpulan berdasarkan dari hasil analisis data.

17
DAFTAR PUSTAKA
Anintya, S., Wijaya, T. T., & Yuspriyati, D. 2016. Analisis Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa Kelas VIII pada Materi Himpunan. JurnalCendekia:Jurnal
Pendidikan Matematika, 2(1), 15-22.
Azrai, E. P., Ernawati, & Sulistianingrum, G. (2017). Pengaruh Gaya Belajar David Kolb
(Diverger, Assimilator, Converger, Accomodator) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada
Materi Pencemaran Lingkungan. BIOSFER: Jurnal Pendidikan Biologi, 10(1), 9–16.
Basir, M. A. (2015). Masalah Matematis Ditinjau Dari Gaya Kognitif, 3(1), 106–114.
Damayanti, R. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Berbalik (Reciprocal Teaching)
Terhadap Kemampuan Penalaran Matematika SMP. Bandung: unpas.ac.id
Depdiknas. 2006. Permendiknas No. 22 Tahun 2006. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi IV. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Deporter, B. & Hernacki, M. 2015. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan
Menyenangkan. Bandung: Kaifa.
Ghufron, M. N. & Risnawita, R. 2012. Gaya Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hidayat, W. (2017). Adversity Quotient Dan Penalaran Kreatif Matematis Siswa SMA Dalam
Pembelajaran Argument Driven, 2(1), 15–28.
Ihsan, Fuad. (2010). Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta.
Kariadinata, R. (2012). Menumbuhkan Daya Nalar (Power of Reason) Siswa Melalui
Pembelajaran Analogi Matematika. Ilmiah Program Studi Matematika STKIP
Siliwingi Bandung, 1(1).
Keraf, Gorys. (2007). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Lestari, K. E. Dan Yudhanegara, M.R. (2005). Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung:
PT. Refika Aditama.
Mulia, O. S. 2014. Meningkatkan Penalaran Adaftif Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui
Pendekatan Pendekatan Matematika Realistik (PMR). Bandung: Unpas.ac.id
National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and standart for School
Mathematis. Reston VA: NCTM.
Nurhidayah, D. A. 2015. Pengaruh Motivasi Berprestasi dan Gaya Belajar Terhadap Prestasi
Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika SMP. Dimensi Pendidikan dan
Pembelajaran, 3(3), 13-24.
Permana, A. D. I. (2016). Pengaruh Gaya Belajar dan Motivasi Belajar Mahasiswa Terhadap
Kemampuan Belajar Ilmu Alamiah Dasar. Formatif, 6(3), 276–283.
18
Safrianti, S.D. 2017. Pengaruh Gaya Belajar Visual, Auditorial dan Kinestetik Terhadap
Hasil Belajar Siswa Kelas X IPS Program Unggulan di MAN 1 Kota Malang. UIN
Maulana Malik Ibrahim malang, 1-115.
Sagitasari, D. A. (2010). HUBUNGAN ANTARA KREATIVITAS DAN GAYA BELAJAR
DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP.
Sari, I. P. 2017. Kemampuan Komunikasi Matematika Berdasarkan Perbedaan Gaya Belajar
Siswa Kelas X SMA Negeri 6 Wajo pada Materi Statistika. Makassar: Universitas
Negeri Makassar.
Sariningsih, R. 2014. Pendekatan Konstektual untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa SMP. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi
Bandung. 3(2): 153-154.
Sayuri, M., Yuhana, Y., & Syamsuri, S. (2020). Analisis Kemampuan Penalaran Matematis
Siswa SMP Ditinjau dari Gaya Belajar. Wilangan: Jurnal Inovasi dan Riset
Pendidikan Matematika, 1(4), 403-414.
Setiadi, H. 2011. KemampuanMatematika Siswa SMP Indonesia Menurut Benchmark
Internasional TIMSS 2011. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Silver, H. F, Strong, R. W, & Perini, M. J. 2007. The Strategic Teacher: Selecting the Right
Research-Based Strategy for Every Lesson. Alexandria, VA: Association for
Supervision and Curriculum Development.
Subanidro. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berorientasikan
Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika. Journal of Mathematics
Education.
Utami, M. G., & Meliasari, M. (2019). Analisis Kemampuan Penalaran Matematika Siswa
Ditinjau dari Gaya Belajar. Diskusi Panel Nasional Pendidikan Matematika, 5(1).
Zulfikar, M., Achmad, N., & Fitriani, N. (2018). Analisis Kemampuan Penalaran Matematik
Siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat Pada Materi Barisan Dan Deret. Jurnal
Pendidikan Tambusai, 2(6), 1802–1810.

19

Anda mungkin juga menyukai