Anda di halaman 1dari 8

Tugas Kelompok

Mata Kuliah Pengukuran Psikologi

Peran AQ (Adversity Quotient) Pada Mahasiswa

Anggun Putri Kartika

Brina Dita Lestari

Syahrul Rahadian

Arida Dyah Susilawardhani 111311133155

Kaini Sura Ginting 111311133221

Fakultas Psikologi

Universitas Airlangga

Surabaya

2015
1. Konsep yang ingin diukur
Pada kesempatan kali ini kelompok kami memilik konsep tentang
Adversity Quotient. Bagaimana ketahanan atau daya tahan mahasiswa ketika
menghadapi masalah. Stein & Book (2004) menjelaskan bahwa ketahanan
adalah kemampuan untuk menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan
dan situasi yang penuh tekanan tanpa menjadi berantakan, dengan secara aktif
dan pasif mengatasi kesulitan. Ketahanan ini berkaitan dengan kemampuan
untuk tetap tenang dan sabar, serta kemampuan menghadapi kesulitan dengan
kepala dingin, tanpa terbawa emosi. Orang yang tahan menghadapi kesulitan
akan menghadapi, bukan menghindari, tidak menyerah pada rasa tidak
berdaya atau putus asa.

2. Definisi konseptual
2.1 Definisi Adversity Quotient

Pengertian Adversity Quotient Menurut bahasa, kata adversity berasal dari


bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan (Echols & Shadily,1993:14).
Adversity sendiri bila diartikan dalam bahasa Indonesia bermakna kesulitan atau
kemalangan, dan dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketidakbahagiaan, kesulitan,
atau ketidakberuntungan.

Sebagaimana yang diungkapkan Stoltz (2000:9) Adversity Quotient sebagai


kecerdasan seseorang dalam menghadapi rintangan atau kesulitan secara teratur.
Adversity quotient membantu individu memperkuat kemampuan dan ketekunan
dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari seraya tetap berpegang teguh pada
prinsip dan impian tanpa memperdulikan apa yang sedang terjadi.

Menurut Stoltz (1997), definisi Adversity quotient dapat dilihat dalam tiga
bentuk, yaitu :
Adversity quotient adalah suatu konsep kerangka kerja guna memahami dan
meningkatkan semua segi dari kesuksesan
Adversity quotient adalah suatu pengukuran tentang bagaimana seseorang
berespon terhadap kesulitan.
Adversity quotient merupakan alat yang didasarkan pada pengetahuan sains
untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam berespon terhadap
kesulitan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Adversity quotient adalah


kemampuan seseorang dalam menghadapi berbagai kesulitan di berbagai aspek
kehidupannya. Melalui Adversity quotient dapat diketahui seberapa jauh individu
tersebut mampu bertahan dalam menghadapi kesulitan yang dialami, sekaligus
kemampuannya untuk mengatasi kesulitan tersebut. Adversity quotient juga dapat
,meramalkan siapa yang akan tampil sebagai pemenang dan siapa yang akan putus
asa dalam ketidakberdayaan sebagai pecundang. Selain itu, Adversity quotient dapat
pula meramalkan siapa yang akan menyerah dan siapa yang aan bertahan saat
menghadapi suatu kesulitan.

Dalam konsep Adversity quotient, hidup diumpamakan sebagai suatu


pendakian. Kesuksesan adalah sejauh mana individu terus maju dan menanjak, terus
berkembang sepanjang hidupnya meskkipun berbagai kesulitan dan hambatan
menjadi penghalang (Stoltz, 1997). Peran Adversity quotient sangat penting dalam
mencapai tujuan hidup atau mempertahankan visi seseorang, Adversity
quotient digunakan untuk membantu individu memperkuat kemampuan dan
ketekunannya dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari, sambil berpegang pada
prinsip dan impian yang mejadi tujuan

2.1.1 Landasan Teori


Adversity Quotient dibangun dengan memanfaatkan tiga cabang ilmu pengetahuan
(Stoltz,2000: 8), yaitu :

A. Psikologi kognitif
Psikologi kognitif merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
memperoleh, mentransformasikan, mempresentasikan, menyimpan, dan menggali
kembali pengetahuan, dan bagaimana pengetahuan tersebut dapat dipakai untuk
merespon atau memecahkan kesulitan, berfikir dan berbahasa. Orang yang merespon
atau menganggap kesulitan itu abadi, maka jangkauan kendali mereka akan
menderita, sedangkan yang menganggap kesulitan itu mudah berlalu, maka ia akan
tumbuh maju dengan pesat. Respon seseorang terhadap kesulitan mempengaruhi
kinerja, dan kesuksesan. Strategi berespon terhadap kemalangan dengan pola-pola
tersebut akan menetap sepanjang hidup seseorang (Lasmono, 2001: 335).

B. Neuropsikologi
Neuropsikologi adalah bagian psikologi terapan yang berhubungan dengan
bagaimana perilaku dipengaruhi oleh disfungsi otak. Ilmu ini menyumbangkan
pengetahuan bahwa otak secara ideal dilengkapi sarana pembentuk kebiasaan-
kebiasaan, sehingga otak segera dapat diinterupsi dan diubah. Berdasarkan penjelasan
tersebut (Lasmono, 2001: 337) menjelaskan bahwa kebiasaan seseorang dalam
merespon terhadap kesulitan dapat diinterupsi dan segera diubah. Dengan demikian,
kebiasaan baru tumbuh dan berkembang dengan baik. Neuropsikologi merupakan
Speciality (bidang keahlian khusus), tetapi juga dapat dilihat sebagai bagian psikologi
kesehatan. Neuropsikologi maupun psikologi kesehatan berada di bawah payung
besar psikologi klinis.Neuropsikologi memiliki representasi yang tersebar luas dalam
tim timmulti disiplin atau antar disiplin sebagai bagian dari
pendekatanmediskontemporer terhadap penanganan seorang pasien (Nelson dan
Adams, 1997: 338). Gambar 3 menunjukkan bagaimana teknik-teknik asesmen dari
neuropsikologi bersinggungan dan saling tumpang-tindih dengan disiplin-disiplin lain
yang berdekatan.

C. Psikoneuroimunologi
Ilmu ini menyumbangkan bukti-bukti adanya hubungan fungsional antara otak
dan sistem kekebalan, hubungan antara apa yang individu pikirkan dan rasakan
terhadap kemalangan dengan kesehatan mental fisiknya. Kenyataannya pikiran dan
perasaan individu juga dimediasi oleh neurotranmitterdan neuromodulator, yang
berfungsi mengatur ketahanan tubuh. Hal ini esensial untuk kesehatan dan panjang
umur, sehingga seseorang dapat menghadapi kesulitan dan mempengaruhi fungsi-
fungsi kekebalan, kesembuhan, dan kerentanan terhadap penyakit-penyakit yaitu
melemahnya kontrol diri yang esensial akan menimbulkan depresi.

2.1.2 Definisi Mahasiswa

Dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang
terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Selanjutnya menurut Sarwono
(1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti
pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.

Knopfemacher (dalam Suwono, 1978) adalah merupakan insane-insan calon


sarjana yang dalam keterlibatannyadengan perguruan tinggi ( yang makin menyatu
dengan masyarakat), dididik dan di harapkan menjadi calon-calon intelektual.

3. Definisi Operasional
Dimensi-Dimensi Adversity Quotient Stoltz (2000: 102) menawarkan empat
dimensi dasar yang akan menghasilkan kemampuan adversity quotient yang tinggi,
yaitu :

A. C = Control (Pengendalian)

Dimensi ini mempertanyakan: Berapa banyak kendali yang seseorang rasakan


terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan? Kata kuncinya ialah
merasakan. Dimensi ini adalah suatu awal yang paling penting dan tambahan untuk
teori optimisme Seligman. Mereka yang AQ-nya lebih tinggi merasakan kendali yang
lebih besar atas peristiwa dalam hidupnya daripada seseorang yang memiliki AQ
yang lebih rendah dan mereka yang AQ-nya lebih tinggi cendrung melakukan
pendakian dan relative kebal terhadap ketidakberdayaan, sementara orang yang AQ-
nya lebih rendah cendrung berkemah atau berhenti.

B. O = Ownership (Kepemilikan)

Dimensi ini mempertanyakan: sejauh mana individu mengandalkan diri sendiri


untuk memperbaiki situasi yang dihadapi, tanpa memperdulikan penyebabnya.
Individu yang memiliki skor Ownership tinggi akan mengambil tanggung jawab
untuk memperbaiki keadaan, apapun penyebabnya. Adapun individu yang memiliki
skor Ownership sedang memiliki cukup tanggung jawab atas keesulitan yang terjadi,
tapi mungkin akan menyalahkan diri sendiri atau orang lain ketika ia lelah.
Sedangkan individu yang memiliki skor Ownership yang rendah akan menyangkal
tanggung jawab dan menyalahkan orang lain atas kesulitan yang terjadi.

C. R = Reach (Jangkauan)

Dimensi ini mempertanyakan: sejauh manakah kesulitan akan menjangkau


bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang? Respon-respon AQ yang rendah akan
membuat kesulitan memasuki segi-segi lain dari kehidupan seseorang. Semakin
rendah skor R seseorang, semakin besar kemungkinannya orang tersebut menganggap
peristiwa-peristiwa buruk sebagai bencana. Semakin tinggi R, semakin besar
kemungkinannya orang tersebut membatasi jangkauan masalahnya pada peristiwa
yang sedang dihadapi.

D. E = Endurance (Daya tahan)

Dimensi ini mempertanyakan dua hal yang berkaitan : berapa lamakah kesulitan
akan berlangsung? Dan berapa lamakah penyebab kesulitan itu akan berlangsung?
Semakin rendah skor Endurance semakin besar kemungkinan seseorang menganggap
kesulitan dan penyebab-penyebabnya akan berlangsung lama.

4. Indicator Indikator Adversity Quotient


4.1 C = Control (Pengendalian)
4.1.1 Mampu mengendalikan kesulitan yang dihadapi
4.1.2 Mencari penyelesaian
4.2 O = Ownership (Kepemilikan)
4.2.1 Tidak menyesali terhadap masalah yang dihadapi
4.2.2 memotivasi diri sendiri
4.3 R = Reach (Jangkauan)
4.3.1 Yakin bahwa masalah tidak akan menyebar luas
4.3.2 Berpikir jernih dalam mengambil tindakan
4.4 E = Endurance (Daya tahan)
4.4.1 Optimis
4.4.2 Memiliki harapan

5. Table blue print

No Dimensi Indicator Jenis Item Jumlah


F UF
1 C = Control Mampu
(Pengendalian) mengendalikan
masalah yang
dihadapi
Mencari penyelesaian
2 O = Ownership Tidak menyesali
(Kepemilikan) terhadap masalah
yang terjadi
-Memotivasi diri
sendiri
3 R = Reach Yakin kalau masalah
(Jangkauan) tidak akan menyebar
luas
Berpikir jernih dalam
mengambil tindakan
4 E = Endurance Optimis
(Daya tahan) Memiliki harapan

Jumlah total

Anda mungkin juga menyukai