Anda di halaman 1dari 13

ABSTRAKSI

RESILIENSI PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI


PASANGAN HIDUPNYA

Wiwit Widyowati
Dra. Zahrotul Uyun, M. Si
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
widyowati@gmail.com

Resiliensi adalah kemampuan atau kapasitas yang dimiliki individu dalam


menghadapi masalah atau situasi yang menekan dalam hidup sehingga dapat
bangkit kembali serta memandang masalah dan penderitaan secara positif serta
merupakan hal yang wajar dalam kehidupan. Sedangkan lansia adalah individu
yang berusia enampuluh tahun ke atas dan mengalami berbagai kemunduran
dalam dirinya sehingga sering dianggap sebagai individu yang merepotkan dan
tidak produktif. Sebagai individu yang dipandang tidak produktif lagi maka lansia
memerlukan suatu kemampuan diri atau kapasitas dalam menghadapi kesulitan
hidup, salah satunya adalah menghadapi kematian pasangan. Kapasitas diri dalam
menghadapi kesulitan hidup dikenal dengan istilah resiliensi.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan resiliensi pada lansia yang


ditinggal mati pasangan hidupnya. Informan dalam penelitian ini adalah tiga
orang perempuan lanjut usia berusia enampuluh tahun ke atas, memiliki suami
yang telah meninggal maksimal selama 2 tahun, sudah tidak bekerja, dan tidak
menikah lagi. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode
kualitatif melalui wawancara mendalam dan observasi deskriptif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perilaku resilien membuat lansia dapat menjalani kehidupan
masa depan secara wajar meskipun tanpa pasangan. Selain itu, terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku resilien pada diri lansia
antara lain kekuatan dari dalam diri (keyakinan, rasa optimis, dan kepercayaan)
dan dukungan eksternal (seperti keluarga, teman, dan kebutuhan spiritual).

Kata Kunci: Resiliensi, Lansia

PENDAHULUAN

1
Lanjut usia adalah salah satu periode menunjukkan tanda- tanda penuaan

dalam rentang kehidupan manusia mental maupun fisik hingga usia

yang dianggap sebagai fase enam puluh ke atas. Karena hal

kemunduran. Hal ini dikarenakan itulah usia enam puluh ke atas

pada fase ini seorang individu dijadikan sebagai usia pensiun di

mengalami berbagai macam berbagai jurusan, sebagai tanda

kemunduran dalam hidupnya seperti dimulainya usia lanjut (Hurlock,

kemunduran fisik dan fungsi kognisi 2012 ). Pada saat lanjut usia terdapat

yang mengakibatkan lansia sering berbagai permasalahan yang

dipandang sebagai makhluk yang dihadapi oleh para lansia seperti

merepotkan. Berdasarkan hasil survei terjadinya berbagai kemunduran

yang dilakukan oleh Administration fisik, psikologis, kognitif dan

of Aging ( dalam Papalia dkk, 2009) sebagainya yang tentu memerlukan

diperoleh bahwa populasi lansia usia penyesuaian bagi lansia untuk

enampuluh tahun ke atas akan menjalani peran baru tersebut. Proses

melambat di negara-negara maju penyesuaian diri pada setiap

namun akan tetap meningkat di lansiapun juga berlangsung secara

negara berkembang. Hal ini berbeda- beda dalam menghadapi

menunjukkan bahwa jumlah lansia berbagai kemunduran diri serta

diperkirakan akan terus meningkat. masalah yang muncul dalam sehari-

Kondisi kehidupan dan perawatan hari. Salah satu masalah yang cukup

yang baik pada kebanyakan laki- laki penting yang harus dihadapi lansia

dan perempuan saat ini tidak adalah kehilangan pasangan hidup.


Kehilangan seseorang yang berharga tersebut meliputi kemampuan

dalam hidup lansia memerlukan bertahan dalam keadaan tertekan,

suatu kesiapan dan penyesuaian diri dan bahkan berhadapan dengan

guna menjalani kehidupan ke depan kesengsaraan atau trauma yang

tanpa pasangan yang selama ini dialami dalam kehidupan (Reivich &

selalu menemani dan bersama. Shatte, 2002). Middleton dkk (dalam

Berdasarkan pada kenyataan Mancini & Bonanno, 2009)

tersebut, maka diperlukan suatu menyatakan bahwa individu yang

kemampuan atau kapasitas individu mengalami stres atau tekanan akibat

dalam menghadapi dan mengatasi kehilangan seseorang yang dekat

berbagai permasalahan serta dalam hidup mereka beranggapan

penderitaan hidup secara positif akan mengalami kesulitan hidup di

sehingga individu dapat memandang masa depan. Penelitian yang

permasalahan tersebut sebagai hal dilakukan Luthans, (dalam Yuniar

yang wajar yang dikenal dengan dkk, 2011) menyatakan bahwa

istilah resiliensi (Reivich & Shatte, resiliensi menjadi faktor yang sangat

2002). Resiliensi didefinisikan penting untuk dapat mengubah

sebagai kemampuan atau kapasitas ancaman-ancaman yang ada di

yang dimiliki individu untuk sekitar menjadi kesempatan untuk

mengatasi dan melakukan adaptasi bertumbuh, berkembang, dan

terhadap kejadian yang berat atau meningkatkan kemampuan untuk

masalah yang terjadi dalam beradaptasi demi perubahan ke arah

kehidupan seseorang. Kemampuan yang baik. Penelitian lain juga


dilakukan oleh Moneerat, dkk (2011) saudara, atau teman) tidak

yang meneliti tentang struktur berdampak pada fungsi kesehatan

konsep resiliensi pada lansia fisik pada lansia, akan tetapi

Thailand yang mengambil sampel kehilangan orang terdekat lebih

dari empat provinsi di Thailand diasosiasikan sebagai simptom

terhadap 14 lansia berusia antara 62- depresi dari kemampuan untuk

82 tahun yang mengalami tantangan bertahan akibat kesepian. Secara

keras dalam hidup seperti kehilangan tidak langsung hal ini menunjukkan

rumah dan memiliki penyakit kronis. bahwa perilaku resilien diperlukan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa guna menghadapi berbagai kesulitan

resiliensi adalah bentuk adaptasi hidup. Tujuan dari penelitian ini

sukses dalam menghadapi kesulitan adalah untuk mendeskripsikan

besar dalam kehidupan seperti resiliensi pada lansia yang ditinggal

kemiskinan, penyakit, trauma masa mati pasangan hidupnya.

lalu, dan kehilangan orang terdekat. LANDASAN TEORI

Lebih lanjut dijelaskan bahwa


1. Resiliensi
resiliensi disebut sebagai kualitas
Luthans (dalam Yuniar dkk, 2011)
pribadi yang memungkinkan lansia
yang menyatakan bahwa resiliensi
untuk berkembang dan bertahan di
adalah istilah ketahanan dalam
tengah- tengah kesulitan. Penelitian
ilmu psikologi positif. Kata
yang dilakukan oleh D’Epinay dkk
resiliensi mengacu pada
(2003) menyatakan bahwa kematian
kemampuan atau kapasitas
dari orang terdekat (pasangan,
individu untuk bertahan dan
bangkit kembali dari suatu a. Pengaturan Emosi (Emotion

keadaan yang menekan guna Regulation), didefinisikan sebagai

memulihkan kebahagiaan setelah kemampuan individu untuk dapat

menghadapi situasi yang tidak mengatur emosi sehingga tetap

menyenangkan. Resiliensi adalah tenang meskipun sedang berada

kemampuan atau kapasitas yang dalam situasi yang tertekan.

dimiliki individu untuk mengatasi b. Optimisme (Optimism),

dan melakukan adaptasi terhadap didefinisikan sebagai kemampuan

kejadian yang berat atau masalah individu untuk yakin bahwa

yang terjadi dalam kehidupan sesuatu akan berubah menjadi

seseorang. Kemampuan tersebut lebih baik, memandang masa

meliputi kemampuan bertahan depan dengan semangat, namun

dalam keadaan tertekan, dan tetap realistis.

bahkan berhadapan dengan c. Empati (Emphaty), didefinisikan

kesengsaraan atau trauma yang sebagai kemampuan individu

dialami dalam kehidupan (Reivich untuk dapat memahami dan

& Shatte, 2002 ). mengerti perasaan dan keadaan

Reivich & Shatte (2002) psikologis orang lain.

menyebutkan bahwa individu d. Efikasi Diri (Self Efficacy),

yang resilien atau mampu didefinisikan sebagai kemampuan

menghadapi masalah memiliki individu untuk yakin dan percaya

aspek- aspek di bawah ini: untuk dapat mengatasi masalah

dan akan berhasil.


e. Kontrol Terhadap Impuls (Impuls mempengaruhi terbentuknya

Control), didefinisikan sebagai perilaku resilien meliputi:

kemampuan individu untuk kekuatan diri (I Am), memiliki

mengontrol dorongan- dorongan dukungan eksternal (I Have), dan

dari dalam diri sehingga dapat memiliki kemampuan

berpikir secara bijak dan jernih. interpersonal (I Can). Werner

f. Kemampuan Menganalisis (dalam Sudaryono, 2007) yang

Masalah (Causal Analysis), menekankan pada proses

didefinisikan sebagai kemampuan terbentuknya resiliensi dalam

individu dalam menganalisa perkembangan individu, yaitu:

permasalahan dan penyebab Pertama, berasal dari kondisi

terjadinya suatu masalah. personal atau internal

g. Pencapaian (Reaching Out), (kemampuan individu untuk

didefinisikan sebagai kemampuan berkomunikasi, mudah bergaul,

individu untuk meningkatkan dan memiliki kemampuan

aspek-aspek yang positif dalam menyelesaikan masalah). Kedua,

dirinya sehingga dapat mengatasi berasal dari lingkungan keluarga

ketakutan yang mengancam dalam dan orang terdekat yang perduli

kehidupan. (eksternal). Ketiga, lingkungan

Moneerat dkk (2011) komunitas (interpersonal).

mengemukakan bahwa individu 2. Lanjut Usia

yang resilien memiliki tiga Hurlock (2012) mendefinisikan

domain atau wilayah yang lanjut usia sebagai periode


kemunduran fisik dan mental pada lansia memiliki ciri- ciri: 1)

manusia yang terjadi secara Terjadinya berbagai macam

perlahan dan bertahap yang kemunduran (fisik dan mental), 2)

dikenal dengan istilah Terjadi perbedaan individual pada

“senescence”, yaitu fase proses efek menua, 3) Usia lanjut dinilai

menjadi tua. Individu akan dengan kriteria yang berbeda, 4)

menjadi semakin tua ketika Munculnya berbagai streotipe

berusia limapuluhan hingga yang diberikan pada lansia

mencapai sekitar awal atau akhir (seringnya bersifat negatif), 5)

enampuluhan, tergantung pada Sikap sosial terhadap lansia yang

laju kemunduran fisik dan mental sering tidak menyenangkan, 6)

masing- masing individu. Lanjut Lansia mempunyai status

usia merupakan periode akhir dari kelompok yang minoritas, 7)

kehidupan manusia yang identik Belajar menerima perubahan

dengan perubahan yang bersifat peran sebagai lansia, 8) Lansia

menurun dan merupakan masa sering memiliki penyesuaian diri

kritis untuk mengevaluasi yang buruk akibat dari sikap

kesuksesan dan kegagalan sosial yang tidak menyenangkan,

seseorang dalam menjalani hidup dan 9) Memiliki keinginan untuk

serta menghadapi masa kini dan kembali muda. Papalia dkk (2009)

masa depan (Indriana dkk 2011). yang menjelaskan lanjut usia

Hurlock (2012) menjelaskan memiliki karakteristik atau ciri-

secara lebih khusus bahwa masa ciri yang secara umum meliputi
dua hal, yaitu: 1) Perkembangan & Sarwoko (dalam Tim

Fisik, meliputi: terjadi penurunan Pengembangan MKDK IKIP

sistem tubuh, terjadi penuaan pada Semarang, 1990) yang

otak, terjadi perubahan fungsi menyatakan bahwa masa usia

sensorik dan psikomotor, terjadi lanjut dimulai ketika memasuki

perubahan pola tidur, dan usia 60 tahun sampai meninggal.

penurunan fungsi seksual. 2) Hurlock (2012) yang menyatakan

Perkembangan Kognitif, meliputi: bahwa sebagian besar tugas

terjadi perubahan dalam perkembangan lansia lebih banyak

kemampuan memproses, ingatan berkaitan dengan kehidupan

yang menurun, dan pada pribadi seseorang daripada

umumnya para lanjut usia sering kehidupan orang lain. Tugas

melakukan evaluasi terhadap perkembangan tersebut meliputi:

perjalanan hidup yang telah 1) Penyesuaian diri dengan

dilalui selama ini sehingga menurunnya kekuatan fisik dan

membuat individu belajar lebih kesehatan. 2) Menyesuaikan diri

bijaksana. dengan masa pensiun dan

Hurlock (2012) membagi tahapan berkurangnya income atau

usia lansia menjadi dua macam, pendapatan. 3) Menyesuaikan diri

yaitu: 1) Usia lanjut dini (berusia dengan kematian pasangan hidup.

antara 60- 70 tahun), dan 2) Usia 4) Membentuk hubungan dengan

lanjut (berusia antara 70 tahun- orang- orang yang seusia. 5)

akhir kehidupan seseorang). Eddy Membentuk pengaturan


kehidupan fisik yang memuaskan. dengan lansia, 8) Mengurangi

6) Menyesuaikan diri dengan kegiatan berat yang sering

peran sosial secara luwes. dilakukan ketika masih muda, dan

Hurlock (2012) menyebutkan 9) Memiliki masalah yang

beberapa masalah umum yang berhubungan dengan kesehatan.

unik bagi lansia meliputi: 1) 3. Resiliensi pada Lansia yang

Melemahnya keadaan fisik Ditinggal Mati Pasangan

sehingga sering dan harus Hidupnya

bergantung dengan orang lain, 2) Kehilangan pasangan hidup

Pendapatan yang menurun merupakan salah satu bentuk

menyebabkan lansia harus kehilangan yang harus dihadapi

mengubah pola hidup, 3) Harus oleh lansia. Kehilangan yang

menyesuaikan diri seiring dengan disebabkan karena kematian

perubahan ekonomi dan fisik, 4) pasangan hidup merupakan

Kehilangan pasangan sehingga penyebab utama terjadinya stress

harus mencari teman baru, 5) dalam kehidupan lansia (Santrock,

Semakin banyaknya waktu luang 2002). Rathus & Nevid (dalam

sehingga harus mencari kegiatan, Awaningrum, 2007) menyatakan

6) Harus dapat memperlakukan bahwa individu baru dapat

anak sebagai orang dewasa, 7) menerima kematian seseorang

Harus mulai terlibat dan terutama orang terdekatnya

membiasakan diri dengan setelah 2 tahun. Lansia yang

kegiatan yang berhubungan berkepribadian resilien ketika


pasangan meninggal adalah lansia Informan dalam penelitian ini dipilih

yang mampu menyadari bahwa dengan menggunakan teknik

kematian pasti datang dan purposive sampling yang berjumlah

menyikapi hal tersebut secara 3 orang. Adapun kriteria dari subjek

wajar sehingga akan merasa penelitian dalam penelitian ini

tenang atas dirinya sendiri meliputi: 1) Lansia perempuan yang

maupun kematian pasangan berusia minimal 60 tahun. 2)

(Santrock, 2002). Secara singkat Memiliki pasangan yang sudah

dinamika psikologis lansia yang meninggal maksimal 2 tahun. 3)

resilien menurut Erikson (dalam Sudah tidak bekerja dan tidak

Awaningrum 2007) adalah lanjut menikah lagi. Adapun lokasi

usia yang mampu bahagia dan penelitian ini adalah di sekitar

merasa puas atas hidup yang telah wilayah Surakarta. Pada penelitian

dijalani (evaluasi atas hidup) ini, data- data yang diperoleh dari

meskipun dengan berbagai penelitian dianalisis dengan

kemunduran yang saat ini dialami menggunakan analisis kualitatif

Model Interaktif Miles dan


METODE PENELITIAN
Huberman.
Metode penelitian yang digunakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam penelitian ini adalah metode
Berdasarkan hasil wawancara dan
penelitian kualitatif. Data penelitian
observasi yang telah dilakukan
akan diungkap melalui wawancara
terhadap 3 informan (lansia I, S, dan
mendalam dan observasi deskriptif
M), diketahui bahwa para informan
terhadap informan penelitian.
tetap dapat melakukan aktifitas yang Selain itu, setelah kematian suami

selama ini sudah dikerjakan dan para lansia menemukan sosok lain

tidak memiliki rencana apapun lagi yang dijadikan sebagai tempat

di masa depan. Selain itu, hal yang bertukar pikiran seperti anak, teman

membuat lansia untuk tetap bertahan sebaya, dan sebagainya. Secara

dan optimis menjalani kehidupan umum para lansia juga sudah merasa

masa depan setelah kematian bahagia, puas, dan tidak memiliki

pasangan adalah berbeda- beda. keinginan lain yang ingin dicapai

Lansia I mampu bertahan karena dalam hidup, mereka lebih suka

adanya kegiatan keagamaan yang melanjutkan aktifitas yang selama ini

sering diikuti, lansia S merasa telah mereka kerjakan baik saat

mampu bertahan karena dirinya suami masih hidup ataupun telah

sendiri yang berusaha untuk meninggal, para lansia juga ingin

mengontrol perasaan yang dirasakan, melewati masa tua dengan perbuatan

sedangkan lansia M mampu bertahan yang lebih baik dan bermanfaat bagi

karena adanya kehadiran anak dan diri mereka karena memandang

cucu serta keinginan dari dalam diri bahwa suatu saat kematianpun akan

untuk menjadi lebih baik.kematian datang pada mereka.

pasangan tidak terlalu mempengaruhi KESIMPULAN

kehidupan lansia secara signifikan,


1. Lansia yang resilien ketika
perubahan yang paling terasa adalah
menghadapi kematian suami akan
pada kebiasaan sehari- hari saat
tetap mampu menjalani kehidupan
mereka masih bersama pasangan.
masa mendatang dengan semangat
karena meskipun tidak ada lagi kehidupan lansia, hanya saja lansia

pasangan yang menemani mereka akan mengalami kesepian karena

tetap dapat beraktifitas seperti biasa tidak ada lagi pasangan hidup yang

dan masih memiliki orang lain menjadi tempat bertukar pikiran dan

sebagai teman untuk bertukar perubahan yang paling berpengaruh

pendapat. adalah teringat akan kebiasaan

2. Faktor- faktor yang mempengaruhi sehari- hari yang dulu sering

terbentuknya perilaku resilien adalah dilakukan saat bersama. Selain itu,

berbeda pada setiap lansia. Terdapat lansia akan memandang kematian

lansia yang dapat menjadi individu pasangan adalah karena takdir

resilien karena adanya kekuatan yang Tuhan. Perilaku resilien yang

berasal dari dalam diri (internal) terbentuk dalam diri lansia bahkan

seperti adanya keyakinan, akan mampu membuat lansia

kepercayaan, dan kekuatan. Akan menyadari kematian juga akan

tetapi dapat pula perilaku resilien datang pada mereka dan tetap dapat

terbentuk karena adanya faktor menjalani masa tua dengan bahagia.

eksternal seperti adanya dukungan DAFTAR PUSTAKA

dari keluarga dan orang terdekat


Awaningrum, I.N. (2007).
sehingga lansia dapat menjalani Psychological Well- Being
Perempuan Lanjut Usia yang
kehidupan dengan lebih semangat Mengalami Grief Karena
Kematian Suami. Skripsi.
dan berarti. Depok: Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
3. Kematian pasangan hidup bagi lansia (Diakses dari
http//.e.psikologi.com/psych
tidak terlalu mempengaruhi ological.well-
being.perempuan.lanjut.usia.
yangmengalami.grief.karena Papalia, E.D, Olds S. W, & Feldman
.kematian.suami, tanggal 20 R. D. (2009). Human
Januari 2013, pukul 18.00 Development Perkembangan
WIB). Manusia. Jakarta : Salemba
Humanika.
D’ Epinay C. J, Cavalli .S, & Spini,
D. (2003). The Death of A Reivich, K & Shatte, A. (2002). The
Loved One: Impact on Resilience Factor: 7
Health and Relationships in Essential Skills for
Very Old Age. Omega Vol. Overcoming Life’s
47, hlm 265- 284. Inevitable Obstacles. New
York: Broadway Books.
Hurlock, E. B (2002). Psikologi
Perkembangan Suatu Santrock, J. W. (2002). Life-Span
Pendekatan Sepanjang Development,
Rentang Kehidupan. Perkembangan Masa Hidup.
Jakarta : Erlangga. Jakarta: Erlangga.

Indriana Y, Desiningrum D. R, dan Sudaryono. (2007). Resiliensi dan


Kristiana I. F. (2011). Locus of Control Guru dan
Religiositas, Keberadaan Staf Sekolah Pasca Gempa.
Pasangan dan Kesejahteraan Jurnal Kependidikan.
Sosial (Social Well Being) Fakultas Psikologi
pada Lansia Binaan PMI Universitas Airlangga:
Cabang Semarang. Jurnal Surabaya, No 1.
Psikologi Undip Vol. 10,
No. 2. Hlm 1-10.

Mancini A. D & Bonanno G. A.


(2009). Predictors and
Parameters of Resilience to
Loss: Toward an Individual
Differences Model. Journal
of Personality. Columbia
University, Hlm 1-28.

Maneerat . S, Isaramalai . S, &


Boonyasopun .U. (2011). A
Conceptual Structure of
Resilience among Thai
Elderly. International
Journal of Behavioral
Science Vol. 6, No. 1, Hlm
25- 40.

Anda mungkin juga menyukai