Anda di halaman 1dari 6

RESILIENSI, PERKEMBANGAN PASCATRAUMA DAN AGING POSITIF

A. Stress Versus Trauma


Para ahli sepakat bahwa kondisi tekanan dalam bentuk stres yang berkepanjangan
dapat menyebabkan kerusakan pada fisik, emosional dan kesejateraan psikologis. Namun
sebaliknya, penelitian menunjukkan bahwa stress terkadang bisa memberikan dampak yang
positif atau baik ketika terjadi dalam dosis kecil dan frekuensi yang jarang terjadi (Resick,
2014, dalam Zadrian Ardi, 2019).
Selanjutnya, pengalaman-pengalaman sulit dan tertekan (jika tidak kronis), dapat
menjadikan seseorang memiliki ‘kesiapan psikologis’ atau semacam ‘inokulasi stres’ yang
dapat memungkinkan individu untuk menjadi lebih kuat dalam menghadapai stres di masa
depan. Sedangkan trauma merupakan kejadian “tak terduga” dalam bentuk kejadian yang
“luar biasa” serta dapat menciptakan masalah yang bersifat tahan lama dan secara substansial
dapat mengganggu kondisi pribadi (Hinderer et.al., 2014; Ortiz & Sibinga,2017, dalam
Zadrian Ardi, 2019).
Ketika individu dihadapkan pada trauma atau kejadian yang luar biasa, terdapat tiga
jenis respon psikologis yang muncul dari individu, yaitu :
1. Tunduk pada stressor sehingga menimbulkan reaksi tertekan (sering didefinisikan sebagai
kondisi Post-Traumatic Stress Disorder/PTSD).
2. Bertahan dan menumbuhkan resilensi diri, atau bangkit dari kondisi traumatis.
3. Perbaikan dan pertumbuhan diri pasca trauma. (Zadrian Ardi, 2019).

B. Ketangguhan
Hadjam (dalam Mahmudah, 2009) menyatakan ketangguhan (hardiness) mengacu
pada kemampuan individu yang bertahan dalam menghadapi stres tanpa mengakibatkan
gangguan yang berarti, lebih lanjut dikatakan bahwa ketangguhan sangat berperan dalam
menentukan tingkah laku penyesuaian individu dalam menghadapi stres.
Hadjam (dalam Mahmudah, 2009) menunjukkan bahwa ketangguhan pribadi
mengurangi pengaruh kejadian-kejadian hidup yang mencekam dengan meningkatkan
penggunaan strategi penyesuaian, antara lain dengan menggunakan sumber – sumber sosial
yang ada di lingkungan untuk dijadikan tameng, motivasi, dan dukungan dalam menghadapi
masalah ketegangan yang dihadapi dan memberikan kesuksesan. Individu yang tangguh
mampu menghadapi dan menerima kesukaran, kesulitan, masalah dengan tabah. Tidak
mudah goyah, bimbang, takut dan kehilangan nyali. Individu yang tangguh tahan mengalami
tekanan, penderitaan, dan kemalangan. Individu tangguh tidak mundur dan putus asa dalam
menghadapi cobaan dan petaka kehidupan.
Kepribadian tangguh (hardiness) (Hadjam, dalam Retnowati & Munawaroh, 2009)
terdiri dari tiga dimensi, yaitu :
1. Komitmen untuk menemukan tujuan hidup yang bermakna (commitment).
2. Keyakinan akan kemampuan mengontrol lingkungan dan peristiwa yang dihadapi
(control).
3. Keyakinan untuk dapat tumbuh dan berkembang baik dari pengalaman positif maupun
pengalaman negatif yang dialami individu (challenge).

C. Gaya Coping
Coping didefenisikan sebagai upaya kongnitif untuk terus berubah dan kemampuan
untuk mengelola kondisi eksternal dan internal yang spesifik dengan memanfaatkan sumber
daya individu tersebut (Zadrian Ardi, 2019).
Hal penting yang terdapat pada coping adalah terkait dengan sejauh mana individu
menerima situasi ancaman, kondisi appraisal, yaitu persepsi individu dari apakah mereka
memiliki sumber daya yang tersedia bagi mereka untuk menangani stressor (Killian,
Hernandes-Wolfe, Engstrom, & Gangsei, 2017; Resick, 2014; Sabniset.al., 2019, dalam
Zadrian Ardi, 2019).
Terdapat strategi penanggulangan utama yang digunakan individu ketika menghadapi
situasi stress atau merugikan; yaitu ketika individu mengidentifikasi stressor dan mengambil
langkah-langkah aktif untuk mengatasi masalah yang muncul. Memfokuskan emosi untuk
menangani situasi sulit, buken terfokus pada hal-hal yang ada disekitarnya. Emosi yang
berfokus mengatasi cenderung terdiri dari beralih keorang lain dan mencari dukungan sosial.
Sedangkan jenis coping yang termasuk penghindaran adalah ketika seorang individu
mengabaikan situasi yang terjadi dan menghindari interaksi untuk memecahkan masalah
(Zadrian Ardi, 2019).
D. Fasilitator Pertumbuhan Pasca-Trauma
Pertumbuhan pasca-trauma saat ini dibagi menjadi lima domain (Killian et al., 2017;
Resick, 2014; Sabnis et al., 2019, dalam Zadrian Ardi, 2019) :
1. Domain pertama adalah kekuatan pribadi (atau perubahan yang di rasakan di dalam diri).
Ini adalah ketika korban trauma, kondisi rapport menjadi lebih kuat, lebih dalam, lebih
otentik, percaya diri, terbuka, empati, kreatif, lebih hidup, matang, kemanusiaan, khusus,
rendah hati, dan berjalan pada daftar. Kondisi ini cenderung menggambarkan bahwa diri
mereka sebagai ‘orang yang lebih baik’ dan telah menjalani perasaan tersebut untuk
dimasa depan.
2. Domain kedua berhubungan dengan orang lain, dimana individu tersebut menjadi lebih
dekat dengan keluarga. Individu cenderung memiliki persahabatan yang mengikat dan
kuat serta kenalan, orang asing dan tetanga menjadi fitur positif yang menonjol dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Persahabatan diantara yang selamat dari trauma yang sama
umum terjadi.
3. Domain ketiga meliputi penghargaan untuk hidup (atau peningkatan kesadaran
ekstensial). Sebagai salah satu yang diharapkan, banyak orang mengalami perubahan
dalam filosofi hidup. Ketika trauma menyoroti kerentanan kami dan fakta bahwa individu
tersebut merasa tidak terkalahkan serta mulai untuk merefleksikan isu-isu yang lebih
dalam seperti kematian, spiritualitas, arti dan tujuan hidup, dsb. Banyak korban
melaporkan bahwa trauma memungkinkan mereka untuk ‘melihat dengan jelas’, untuk
memahami apa yang penting dalam hidup dan memungkinkan mereka untuk membuat
perubahan prioritas mereka, dari bagaimana dan dengan siapa mereka memutuskan untuk
menghabiskan hari mereka dengan, pentingnya alam, kesehatan dan kehidupan setelah
kematian.
4. Domain keempat, kemungkinan baru, meliputi keinginan individu untuk mengubah
tujuan hidup mereka, keinginan untuk belajar sesuatu yang baru, memperoleh gelar atau
memperoleh keterampilan baru. Secara keseluruhan, mereka memilki fokus yang tajam
pada ‘disini dan sekarang’ dengan apresiasi baru dari kehidupan.
5. Domain kelima adalah perubahan spiritual dimana orang dapat memutuskan untuk
kembali memperkuat iman mereka. Mereka mulai aktif berpartisipasi dalam kegiatan-
kegiatan keagamaan.
E. Penuaan yang Positif
Penuaan yang positif dapat dilihat dengan adanya kesejahteraan psikologis pada diri
individu. Kesejahteraan psikologis dapat digambarkan dari suatu sikap yang mampu
mengenali dan menerima berbagai aspek dalam diri baik yang positif ataupun negatif,
mampu menjalin hubungan yang hangat, saling mempercayai, dan saling mempedulikan
kebutuhan serta kesejahteraan pihak lain, serta menganggap bahwa hidupnya bermakna dan
berarti, baik di masa lalu, kini, maupun yang akan datang (Ryff dalam Elfian Zulkarnain,
2015).
Menurut Elfian Zulkarnain (2015), penuaan yang positif dapat dilihat dari :
1. Mampu menyesuaikan diri terhadap kematian pasangan hidup.
2. Mampu berdamai dengan masa lalu agar tidak menjadi beban hidup atau renungan yang
tidak ada gunanya.
3. Mampu menjaga keharmonisan hubungan mertua dengan menantu.
4. Mampu menjalin kedekatan dengan cucu.

F. Cara ‘Sehat’ saat Menua


Salah satu hal yang perlu diupayakan agar tetap sehat saat menua adalah dengan
menghindari stress. Hidup yang penuh tekanan akan merusak kesehatan, merusak tubuh dan
wajah pun menjadi nampak semakin tua. Stres juga dapat menyebabkan atau memicu
berbagai penyakit seperti stroke, asma, darah tinggi, penyakit jantung dan lain-lain
(Basudewa dalam Elfian Zulkarnain, 2015).
Menurut Elfian Zulkarnain (2015) beberapa cara yang bisa dilakukan agar tetap sehat
secara mental saat menua yaitu :
1. Melakukan pengembangan hobi.
Pengembangan hobi yang dilakukan lansia tidak pernah luput dari dukungan
sosial keluarga. Pengembangan hobi mampu membuat lansia merasa senang sehingga
secara tidak langsung, ketika lansia mampu menjalankan hobi dengan baik maka lansia
telah melakukan toleransi yang baik terhadap pencegahan terhadap stress.
2. Melaksanakan rekreasi secara periodik.
Bentuk rekreasi yang dilakukan lansia ketika suami yang biasa mendampingi
sudah meninggal maka berkunjung ke rumah tetangga juga merupakan sarana rekreasi
baginya. Dukungan sosial keluarga berupa perhatian dan motivasi untuk tetap melakukan
upaya-upaya yang dianggap sebagai rekreasi, merupakan hal yang berharga bagi lansia.
3. Berpenampilan menarik.
Berpenampilan menarik merupakan suatu kepuasan tersendiri dan merupakan
suatu keharusan bagi lansia. Keluarga merupakan bagian yang sangat penting dalam
mendukung upaya lansia agar tetap berpenampilan menarik.
KEPUSTAKAAN

Ardi, Zadrian. 2019. Buku Ajar Kesehatan Mental. Jakarta : Ikatan Konselor Indonesia (IKI).

Mahmudah, I. 2009. Perbedaan Ketangguhan Pribadi (Hardiness) antara Siswa dan Siswi di
Sekolah Menengah Pertama Rawan Abrasi. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi.
Vol. 11, No. 2, Nopember 2009 : 47-59.

Retnowati, S. & Munawarah,SM. 2009. Hardiness, Harga Diri, Dukungan Sosial dan Depresi
Pada Remaja Penyintas Bencana di Yogyakarta. Humanitas. Vol.VI. No.2 Agustus 2009.
Hal : 105-122.

Zulkarnain, E. 2015. Indeks Praktik Sehat pada Lansia di Kabupaten Lumajang. Ringkasan
Disertasi. Program Doktor Universitas Airlangga.

Zulkarnain, Elfian. 2015. Praktek Sehat yang Berpengaruh Terhadap Kesehatan Mental pada
Lanjut Usia. Jurnal IKESMA. Vol.11. No.1. Hlm : 132-138.

Anda mungkin juga menyukai