1. Pengertian Resiliensi
Kata “resiliensi” berasal dari bahasa latin yaitu resilire yang berarti “bangkit kembali”
(Siebert, 2005). Sedangkan secara bahasa, resiliensi adalah istilah yang berasal dari bahasa
inggris yaitu resilience yang artinya daya pegas, daya kenyal atau kegembiraan (Eschols, et
al., 2003). Istilah resiliensi pertama kali dikenalkan oleh Block (dalam Klohnen, 1996)
dengan istilah ego-resilience yang diartikan sebagai kemampuan umum yang melibatkan
kemampuan dalam penyesuaian diri yang tingggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan
internal maupun eksternal. Resiliensi adalah kemampuan manusia dalam hal menghadapi,
mengatasi, dan menjadi kuat atas kesulitan yang dialaminya (Grotberg dalam Fave, 2006).
Menurut Padesky & Mooney (2012), resiliensi dapat didefinisikan sebagai kemampuan
dalam mengatasi dan menyesuaikan diri untuk menghadapi kesulitan dan kemampuan agar
dapat bangkit kembali serta dapat mengendalikan pikiran positif ketika sedang terpapar
stressor.
2. Karakteristik Resiliensi
Menurut Wagnild & Young (2010), terdapat lima karakteristik resiliensi, yaitu:
a. Meaningfulness
meaningfulness mengacu pada kesadaran bahwa hidup memiliki makna dan tujuan
dimana didalamnya diperlukan usaha untuk mencapai tujuan itu. Hidup tanpa tujuan
membuat orang akan menjalani hidup itu merasa sia-sia. Sehingga, ketika menghadapi
masalah, tujuan inilah yang akan mendorong seseorang untuk terus maju.
b. Perseverance
Karakteristik ini mengacu pada kemauan untuk terus berjuang hingga akhir.
Kegagalan, penolakan, dan situasi sulit yang terus menerus dapat menjadi penghalang
individu untuk maju dan mencapai tujuan. Akan tetapi dengan adanya karakteristik
perseverance pada diri seseorang, orang tersebut akan mampu berjuang hingga akhir.
c. Equanimity
Equanimity adalah pandangan atau perspektif yang dimiliki oleh individu terkait
memandang secara luas terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya sehingga
akan membantu individu dalam menjalani hidupnya dengan lebih baik dan optimis.
d. Self-Relience
mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, dan mampu dalam hal
tidak membuat individu merasa puas ataupun putus asa, akan tetapi tetap merasa
Existensial aloneness adalah kesadaran bahwa setiap individu adalah unik, sehingga
lingkungannya.
3. Aspek-Aspek Resiliensi
a. Tenacity (Kegigihan)
kemampuan individu dalam mengontrol diri dalam menghadapi suatu situasi sulit dan
menantang.
b. Strength (Kekuatan)
dan menjadi lebih kuat setelah mengalami kemunduran dan pengalaman di masa lalu.
Menurut Resnick, Gwyther dan Roberto (2011), terdapat 4 faktor dalam pembentukan
a. Self-esteem
Seseorang yang memiliki self-esteem atau kepercayaan diri yang baik, dapat
keterpurukan.
b. Dukungan Sosial (Social Support)
keterpurukan. Selain itu, menurut Hendrickson et. al (2018), dukungan sosial adalah
resiliensi.
c. Spiritualitas
Spritualitas merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan resiliensi. Hal ini
mengalami kesulitan, maka ia akan selalu ditolong oleh Tuhan sehingga seseorang
d. Emosi Positif
Seseorang yang sedang menghadapi situasi sulit atau kritis sangat membutuhkan
emosi positif karena dengan memiliki emosi positif seseorang dapat mengurangi
DAPUS
Siebert, A. (2005). The resiliency advantage: Master change, thrive under pressure, and
bounce bak from setbacks. San Francisco: Berret-Koehler Publisher, Inc.
Klohnen, E. C. (1996). Conceptual analysis and measurement of the constust of ego
resilience. Journal of Personality and Social Psychology , 70 (5), 1067-1079.
http://dx.doi.org/10.1037/0022-3514.70.5.1067.
Wagnild, G. M., & Young, H. M. (2010). Discovering your resilience core. Journal of
Nursing Measurement
Connor, K. M., & Davidson, J. R. (2003). Development of a new resilience scale: The
Connor-Davidson resilience scale (CD-RISC). Depress. Anxiety , 18 (2), 76-82.
https://doi.org/10.21500/20112084.736.
Resnick, B., Gwyther, L. P., & Roberto, K. A. (2011). Resilience in aging: Concepts,
research, and outcomes. USA: Spinger.