Anda di halaman 1dari 15

47

1. Pengertian Optimisme

Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu

keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil

berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian dengan harapan

kearah yang positif. Goleman (2003) melihat optimisme melalui titik

pandang kecerdasan emosional, yakni suatu pertahanan diri pada

seseorang agar jangan sampai terjatuh ke dalam masa kebodohan,

putus asa, depresi apabila mendapat kesulitan, dan juga orang yang

bersikap optimis memiliki harapan kuat terhadap segala sesuatu yang

terdapat dalam kehidupan akan mampu diatasi dengan baik, walaupun

ditimpa banyak masalah dan frustasi. Peneliti lain seperti Scheier dan

Carver (dalam Ekasari dan Susanti, 2009) mendifinisikan bahwa

optimisme ekspektasi secara umum yang baik, yakni bukan merupakan

ekspektasi buruk, pada hasil yang secara umum akan terjadi ketika

dihadapkan pada masalah yang berseberangan dengan wilayah penting

dalam hidup. Ciri-ciri orang yang memiliki sikap optimis menurut

Scheier dan Carver adalah:

a) Berusaha menggapai harapan dengan pemikiran yang positif dan

juga kelebihan yang dimiliki

b) Bekerja keras melawan stres dan tantangan sehari-hari dengan

efektif, berdoa, dan tetap mengakui adanya keberuntungan dan juga

faktor-faktor lain yang mungkin memiliki andil dalam keberhasilan.


48

c) Memiliki impian untuk mencapai tujuan, gigih, dan tidak ingin

berdiam diri untuk menunggu keberhasilan yang didapat dari orang

lain

d) Mandiri dalam segala sesuatu dan tidak ingin memikirkan

kegagalan sebelum mencoba

e) Selalu berpikir yang terbaik, namun tetap penuh pertimbangan

dalam menentukan langkah dalam proses mencapai tujuan

2. Aspek-Aspek Optimisme

Ada dua aspek pada optimisme dan ini dapat dilihat dari

bagaimana cara seseorang menjelaskan suatu kejadian, baik itu

kejadian atau pengalaman yang positif maupun negatif. Beberapa

aspek itu adalah permanen dan pervasiveness.

Definisi dari dimensi optimisme menurut Seligman (2005) adalah

sebagai berikut

1. Permanen

Meyakini bahwa kejadian buruk hanyalah bersifat sementara.

Orang yang optimis akan menerangkan peristiwa dengan

mengaitkannya dengan penyebab permanen, seperti watak dan

kemampuan. Sedangkan orang yang pesimis menyebutkan

penyebab sementara seperti suasana hati dan usaha. Sering

menggunakan kata “kadang-kadang” dan “akhir-akhir ini”,

menggunakan kata sifat, dan menyalahkan hal-hal yang sifatnya

sementara. Kaitannya dengan mahasiswa yang mengerjakan tugas


49

akhir adalah mahasiswa yang optimis akan menganggap segala

sesuatu yang bersifat menghambat proses mengerjakan tugas akhir

adalah bersifat sementara, tidak berlangsung selamanya, dan

menganggap kesulitan yang dirasakan merupakan akibat

kemampuan yang masih kurang. Namun apabila kemampuan

tersebut ditingkatkan, maka pengerjaan tugas akhir akan lebih

mudah.

2. Pervasiveness

Jika permanen berkaitan dengan waktu, maka pervasiveness

berkaitan dengan ruang. Jika mengalami kegagalan akan

memberikan penjelasan secara spesifik, bukan memberikan

penjelasan yang bersifat Universal atau melebar (Misal: Saya

payah di semua mata kuliah). Dimensi pervasiveness menentukan

apakah ketidak berdayaan akan melebar ke banyak situasi dan

terbatas pada wilayah awalnya. Kaitannya dengan penelitian kali

ini adalah apabila mahasiswa yang memiliki optimisme mengalami

kesulitan pada pengerjaan tugas akhir, mahasiswa yang

bersangkutan akan menjelaskan secara spesifik kesulitan yang ada

(Misal: Saya kesulitan dalam menganalisis data, atau saya

kesulitan dalam membuat alat ukur). Namun jika kesulitan tersebut

dialami mahasiswa yang pesimis, maka kesulitan tersebut akan

dirasa melebar dan menyeluruh (Misal: Saya tidak dapat


50

mengerjakan skripsi dengan baik karena saya tidak bisa

menganalisis data yang ada).

Kedua aspek, baik itu permanen ataupun pervasive memiliki efek

yang berbeda kepada mahasiswa dalam mengerjakan tugas akhir. Jika

aspek permanen lebih mempengaruhi dalam “dimensi waktu”, maka

aspek pervasive mempengaruhi “dimensi ruang”. Namun pada

dasarnya kedua aspek tersebut mengarahkan mahasiswa pada

pengharapan serta pemikiran tentang tugas akhir ke arah yang positif.

Perbedaan yang ada pada kedua aspek adalah terdapat pada hasil dari

pola pikir yang positif beserta harapannya. Permanen cenderung

mengarahkan seseorang untuk mempelajari suatu hambatan dan

mengantisipasi agar selanjutnya tidak akan terulang kembali,

sedangkan aspek pervasive mengarahkan seseorang untuk berpikir

bahwa kesalahan, hambatan, ataupun suatu kejadian tidak berimbas

buruk pada tujuan, namun aspek ini akan memberi batas pada pikiran

agar suatu kesulitan atau hambatan tersebut tidak memberikan dampak

menyeluruh pada tugas akhir yang dikerjakan. Singkatnya kedua aspek

yang telah disebutkan membuat mahasiswa memiliki pandangan yang

lebih positif terhadap tugas akhir, bukan sebagai sebuah cobaan namun

sebagai sebuah tantangan.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Optimisme


51

Sikap optimis dipengaruhi faktor-faktor yang berasal dari diri

sendiri (Internal) maupun yang berasal dari lingkungan (eksternal).

Seligman (2008) menjelaskan sedikitnya ada 4 faktor yang

mempengaruhi optimisme, yaitu:

1. Faktor lingkungan

Individu mempelajari optimisme dari lingkungan individu tumbuh

dan terbiasa berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan yang

sama. Berasal dari kritik yang dapat membuat individu

mengembangkan sikap pesimis dan dilakukan oleh orang-orang

terdekat seperti, orang tua, keluarga, teman-teman, guru, tetangga,

dan lain-lain membuat individu akan memberikan penilaian yang

pesimis terhadap diri sendiri.

2. Gaya penjelasan ibu

Ibu merupakan sosok yang sangat lekat dengan anak. Pikiran

anak terus menerus dipengaruhi oleh kedua orang tua, terutama

ibu. Anak akan mempelajari ibu berbicara terkait dengan kejadian-

kejadian yang penuh emosi. Cara ibu sebagai pengasuh utama anak

di keluarga akan memberi pengaruh besar pada anak dalam

memandang dunia dan memberikan penjelasan.

3. Pengalaman krisis

Pengalaman buruk individu, seperti kehilangan misalnya,

akan memberikan pandangan individu terhadap kejadian yang


52

hampir serupa dimasa mendatang. Jika pengalaman buruk yang

dilalui berubah menjadi baik, hal itu akan memberikan dampak

baik juga jika terulang kembali. Namun, apabila pengalaman buruk

tersebut tidak mengalami perubahan dan tetap buruk, maka dari

sinilah seseorang mulai belajar untuk pesimis dalam menghadapi

masalah serupa dimasa mendatang.

4. Keyakinan

Hal-hal yang telah menetap dalam hidup dan dipercayai

secara mendalam sehingga seseorang mengabdikan diri untuk hal

tersebut. Sebagai contoh, individu mempercayai bahwa tuhan akan

memberikan kemudahan atas segala kesulitan yang dialami, maka

dengan kepercayaan seperti itu seseorang akan tetap dapat bersikap

tenang meski dalam keadaan tersulit sekalipun. Seseorang yang

memiliki kepercayaan atas hal-hal yang dianggap benar maka

dengan sendirinya akan menyaring kepercayaan-kepercayaan yang

dirasa dapat memberikan dampak negatif.

B. Dukungan Sosial

1. Pengertian Dukungan Sosial


53

Pada hakikatnya, individu tidak dapat terlepas dari ikatan

interaksi sosial, termasuk interaksi dengan kelompok teman sebaya.

Mahasiswa perlu mendapatkan dukungan dari lingkungan sosial guna

mendapatkan tempat untuk membagi perasaan dan informasi, dan juga

memberi dan diberi bantuan. Hal ini kurang lebih serupa dengan

penjelasan Sarason (dalam Rochmatika dan Darminto, 2013) bahwa

dukungan sosial adalah transaksi interpersonal yang ditunjukkan

dengan memberikan bantuan pada individu lain, yang mana bantuan

tersebut umumnya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu

yang bersangkutan. Sarafino & Smith (2012) menyatakan bahwa

dukungan sosial mengarah pada pemberian dan penerimaan rasa

nyaman antara individu satu dengan yang lain, merawat ataupun

memberikan penghargaan. Dukungan sosial dapat membuat seseorang

menjadi lebih tenang dalam menghadapi masa-masa yang penuh

dengan stres. Dukungan sosial merupakan sebuah sistem pemberian

dan penerimaan seperti menghormati, membagi tanggung jawab, dan

persetujuan yang bermutu yang mana dapat membantu (Mead, 2003).

Mahasiswa memiliki lingkup sosial tersendiri di perguruan

tinggi terlepas dari lingkungan sosial saat berada di rumah atau kost.

Di perguruan tinggi, mahasiswa cenderung lebih banyak berinteraksi

dengan mahasiswa yang lain. Dalam interaksi yang dilakukan antar

mahasiswa yang satu dengan yang lain adalah bentuk interaksi dalam

kelompok sebaya. Ada beberapa tipe dukungan sosial, diantaranya


54

adalah dukungan keluarga, dukungan teman, dukungan pasangan, dan

dukungan anak (Cohen dan Syme, 1985). Wilis (2010) menjelaskan

bahwa teman sebaya terdiri anak-anak yang memiliki usia, kelas, dan

motivasi bergaul yang sama. Hal yang kurang lebih serupa

dikemukakan oleh Santrock (2003) bahwa teman sebaya adalah

individu yang tingkat kematangan dan umurnya kurang lebih sama.

2. Aspek-Aspek Dukungan Sosial

Ada empat aspek dalam dukungan sosial menurut Sarafino dan

Smith (2012), yaitu:

1) Aspek Informasi

Aspek ini dapat berupa saran-saran, nasihat, dan petunjuk

yang dapat digunakan oleh individu dalam mencari jalan keluar

dari permasalahan. Mahasiswa dalam mengerjakan tugas akhir

perlu untuk saling bertukar informasi terkait dengan tugas akhir

guna mempermudah proses mengerjakan tugas akhir.

2) Aspek Emosional

Aspek ini dapat berupa kehangatan, kepedulian, dan empati

yang meyakinkan individu bahwa individu menjadi perhatian

orang lain. Dalam mengerjakan tugas akhir, tidak dapat dipungkiri

bahwa mahasiswa akan mendapat tekanan secara psikologis. Oleh

karena itu, mahasiswa membutuhkan teman untuk mencurahkan

perasaan, mendapatkan perhatian dan kehangatan agar mahasiswa


55

yang bersangkutan tidak merasa terasingkan bersama beban tugas

akhir.

3) Aspek Persahabatan

Aspek ini dapat berupa penghargaan yang bernilai positif,

dorongan untuk maju, menghabiskan waktu bersama, ataupun

persetujuan terhadap gagasan atau perasaan individu lain.

Mahasiswa memerlukan adanya perasaan dihargai dalam

mengerjakan tugas akhir. Dengan menghargai mahasiswa yang

bersangkutan, maka akan memunculkan semangat dan perasaan

berharga mahasiswa dalam mengerjakan tugas akhir.

4) Aspek Bantuan Instrumental

Aspek ini dapat berupa dukungan materi seperti benda atau

barang yang dibutuhkan oleh individu dan bantuan keuangan untuk

biaya pengerjaan tugas. Mahasiswa tidak hanya membutuhkan

dorongan secara psikologis dalam mengerjakan tugas akhir, namun

di lain sisi mengerjakan tugas akhir tidak terlepas dari beban

materiil.

C. Hubungan Antara Dukungan Sosial Teman Sebaya Dan Optimisme

Tugas akhir merupakan syarat bagi seluruh mahasiswa untuk

menyelesaikan studi dan mendapat gelar kesarjanaan. Dalam prosesnya

tentu membutuhkan sikap yang tepat. Sikap yang dimaksud adalah sikap

yang dapat membuat mahasiswa menjadi lebih gigih, bersemangat, dan


56

melatih mental . Hal ini dikarenakan dalam pengerjaan tugas akhir

memungkinkan mahasiswa menghadapi tekanan. Salah satu sikap yang

dapat ditanamkan dalam diri mahasiswa adalah sikap optimis.

Sikap optimis dapat menjadikan mahasiswa lebih positif dalam

memandang segala kejadian maupun permasalahan yang dihadapi dalam

mengerjakan tugas akhir. Hal ini dikarenakan sikap optimis merupakan

sikap yang tidak memandang suatu permasalahan sebagai suatu hambatan,

namun justru menganggap suatu permasalahan sebagai suatu tantangan

yang dapat mengarahkan pada hasil yang lebih baik. Mahasiswa yang

memiliki sikap optimis akan memiliki pola pikir bahwa segala bentuk

kejadian yang bersifat negatif adalah sementara, tidak selamanya, dan

dapat dijadikan sebagai suatu pembelajaran agar untuk selanjutnya

kejadian serupa tidak akan terulang kembali. Selain itu, dengan bersikap

optimis mahasiswa akan melihat suatu kejadian dari sudut pandang yang

positif dan tidak menganggap bahwa suatu kegagalan atau kesulitan akan

memberikan dampak buruk, justru sebaliknya. Sikap optimis ini dapat

menjadi lebih kokoh apabila disandingkan dengan adanya dukungan dari

teman-teman sebaya.

Dukungan teman sebaya merupakan salah satu jenis dukungan sosial

yang ada. Menurut Cohen dan Syme (1985) dukungan sosial dikaitkan

dengan intensitas interaksi yang dilakukan oleh individu dengan

lingkungannya, seperti orang tua, teman-teman, pasangan (suami atau

istri), dan yang terakhir adalah anak-anak. Sarafino dan Smith (2012)
57

menjelaskan setidaknya ada empat aspek yang ada dalam sebuah

dukungan sosial, yakni dukungan informasional, dukungan emosional,

dukungan persahabatan, dan dukungan instrumental. Dari aspek-aspek

tersebut, peneliti memprediksi bahwasannya masing-masing aspek

mempengaruhi optimisme.

Aspek dukungan instrumental mempengaruhi mahasiswa untuk

bersikap optimis meski permasalahan yang dialami bersifat materiil.

Permasalahan materiil merupakan masalah yang umumnya terjadi ditiap

sisi kehidupan, salah satunya ketika mahasiswa mengerjakan tugas akhir

atau skripsi. Dengan memberikan bantuan, seperti meminjamkan atau

memberikan uang, mahasiswa akan merasa diperhatikan. Mahasiswa akan

merasa bahwa hubungan pertemanan yang terjalin tidak hanya sebatas

akan adanya keterlibatan perasaan. Dukungan instrumental dapat berupa

pemberian bantuan secara materi pada mahasiswa yang terhambat secara

fasilitas ataupun keuangan, sebagai contoh meminjamkan dana saat

mengerjakan tugas untuk fotokopi, meminjamkan laptop, dan lain

sebagainya. Dukungan instrumental memberikan pengaruh yang baik pada

proses pengerjaan tugas akhir. Dengan dukungan instrumental, proses

pengerjaan tugas akhir yang dilakukan mahasiswa akan terasa lebih ringan

karena mengetahui teman akan ada saat dibutuhkan dalam konteks materiil

sekalipun. Penelitian yang dilakukan oleh Sepfitri (2011) didapatkan hasil

bahwa aspek-aspek dukungan sosial, seperti dukungan penghargaan dan


58

dukungan instrumental, mempunyai pengaruh yang signifikan pada

motivasi berprestasi siswa MAN 6 di Jakarta.

Aspek yang kedua adalah aspek dukungan emosional. Dalam

mengerjakan tugas akhir mahasiswa akan mengalami tekanan yang dapat

menurunkan kesehatan. Dengan adanya teman sebaya, mahasiswa dapat

berbagi keluh kesah, kesulitan, dan dapat meringankan beban pikiran. Hal-

hal tersebut dilakukan tentu dengan tujuan agar mahasiswa tidak patah

semangat meski ketika dalam mengerjakan skripsi banyak hal-hal

menyulitkan dan dapat menghampat pengerjaan.

Aspek yang ketiga adalah dukungan informasional. Aspek ini

mempengaruhi keyakinan mahasiswa dalam melengkapi informasi, baik

informasi yang berbentuk data (fisik) ataupun lisan. Dengan adanya

pertukaran informasi, mahasiswa akan lebih mudah untuk melengkapi dan

mempelajari data yang ada di dalam tugas akhir ataupun data yang hendak

dimuat dalam tugas akhir. Dengan begitu dukungan informasional akan

memberikan alasan bagi mahasiswa agar menyelesaikan tugas akhir

dikarenakan proses pengumpulan data akan menjadi lebih ringan.

Terakhir adanya aspek dukungan persahabatan. Dukungan

persahabatan memiliki arti kesediaan bantuan yang berupa meluangkan

waktu atau eksistensi teman saat dibutuhkan. Dukungan persahabatan ini

dapat membangkitkan semangat mahasiswa dalam mengerjakan tugas

akhir. Dalam dukungan ini terkandung unsur penghargaan dan penilaian


59

terhadap pencapaian. Fungsi aspek ini adalah untuk melengkapi kelebihan

dan kekurangan mahasiswa dengan memberikan kritik, saran, pendapat,

maupun solusi dalam mengerjakan tugas akhir dengan harapan hasil yang

akan dicapai dari usaha dapat memuaskan dan seperti yang diharapkan.

Dukungan yang diberikan oleh teman sebaya terhadap optimisme

memiliki peranan positif pada mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas

akhir atau skripsi. Dengan memiliki sikap optimis dalam diri, mahasiswa

akan memiliki kinerja yang baik meski mengalami permasalahan-

permasalahan dalam mengerjakan tugas akhir. Selain itu, apabila diperkuat

dengan adanya dukungan dari teman sebaya, mahasiswa mampu

melakukan recovery, baik dalam kesehatan mental maupun kesehatan fisik

akan menjadi lebih baik karena dalam dukungan sosial itu sendiri terdapat

unsur pemeliharaan dan pemerhatian. Dalam kondisi tertekan misalnya,

mahasiswa yang optimis akan mampu untuk bertahan dan tidak mudah

depresi. Tidak hanya demikian, dengan sikap optimis, vitalitas tubuh

mahasiswa akan lebih terjaga selama mengerjakan tugas akhir.

Mahasiswa harus melewati beberapa tahap guna mendapatkan gelar

kesarjanaan. Salah satunya adalah mengerjakan tugas akhir atau biasa

disebut skripsi. Dalam mengerjakan skripsi mahasiswa perlu

mengembangkan sikap positif seperti optimisme. Hal ini dikarenakan

dengan memiliki sikap optimisme mahasiswa dapat lebih optimal dalam

proses mengerjakan skripsi. Sikap optimis dapat membuat seorang

mahasiswa memiliki tujuan sehingga dalam upaya mencapai tujuan


60

tersebut mahasiswa akan lebih bersemangat dan terdorong untuk

mengoptimalkan upaya yang dimiliki. Namun, sikap optimis dirasa kurang

jika tidak ada bantuan berupa dukungan dari orang-orang terdekat, seperti

dukungan dari teman-teman sebaya.

Teman-teman sebaya merupakan sebuah kelompok yang memiliki

umur yang hampir sama dan memiliki tujuan yang serupa terkait suatu

hubungan pertemanan. Teman-teman sebaya memiliki peranan penting

sebagai kontrol dan memberi pengaruh pada perilaku seseorang, dalam hal

ini yakni mahasiswa. Mahasiswa membutuhkan dukungan dari teman-

teman sebaya selama proses mengerjakan skripsi dikarenakan dalam

proses mengerjakan skripsi biasa ditemui hal-hal yang kurang disukai dan

hal tersebut dapat membuat seorang mahasiswa berpikiran negatif selama

mengerjakan skripsi.

Teman sebaya turut mengambil peranan yang besar dalam

permasalahan emosional seorang mahasiswa dalam mengerjakan tugas

akhir. Dengan peranan teman sebaya sebagai tempat menyalurkan

perasaan, baik perasaan positif ataupun negatif. Begitu banyak kendala

yang dialami mahasiswa dalam mengerjakan skripsi dapat membuat stres

mahasiswa dan membutuhkan teman yang mau mendengarkan keluh kesah

dalam proses mengerjakan skripsi. Hal ini membuat mahasiswa tidak

merasa sendirian dan merasa mendapat tempat untuk menuangkan segala

perasaannya.
61

Tidak hanya segala hal yang berkaitan dengan perasaan. Teman

sebaya juga dapat memberikan dukungan dengan memberikan informasi,

berita, maupun data yang dibutuhkan mahasiswa dalam mengerjakan

skripsi. Dengan memberikan bantuan berupa informasi maka proses

pengerjaan skripsi akan terasa lebih ringan dan membuat mahasiswa

semakin yakin jika teman dapat menutupi beberapa hal yang dirasa kurang

pada diri mahasiswa dalam proses mengerjakan skripsi.

D. Hipotesis Penelitian

Diprediksikan bahwa akan ada hubungan yang positif antara dukungan

sosial teman sebaya dan optimisme pada mahasiswa yang sedang

mengerjakan tugas akhir.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian

Anda mungkin juga menyukai