Anda di halaman 1dari 18

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN

RESILIENSI
PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN KELUARGA YATIM
MUHAMMADIYAH SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan oleh

DHITA LUTHFI AISHA

F. 100 100 009

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2014
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN
RESILIENSI
PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN KELUARGA YATIM
MUHAMMADIYAH SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai

Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

Diajukan oleh

DHITA LUTHFI AISHA


F. 100 100 009

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2014
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN RESILIENSI
PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN KELUARGA YATIM
MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Dhita Luthfi Aisha


Susatyo Yuwono
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Email : dhitaluthfiaisha@gmail.com

Abstraksi
Remaja yang tinggal di panti asuhan secara alami mudah tertekan. Remaja yang
mengalami tekanan akan sulit untuk bangkit dari keterpurukannya. Untuk dapat
bangkit dari kondisi terpuruknya maka remaja panti harus memiliki resiliensi.
Resiliensi merupakan kemampuan individu untuk bangkit dari keterpurukan dan
mampu menghadapi masalah sehingga mampu menjalani kehidupan secara produktif.
Salah satu faktor yang mempengaruhi resiliensi adalah religiusitas. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan antara religiusitas dengan resiliensi
pada remaja panti asuhan.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penghuni Panti Asuhan Keluarga
Yatim Muhammadiyah (PAKYM) Surakarta yang berjumlah 50 orang. Penelitian ini
menggunakan studi populasi sehingga semua populasi menjadi subyek penelitian.
Alat pengumpul data berupa skala resiliensi dan skala religiusitas. Metode analisis
data dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment.
Hasil analisis data diketahui bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan
antara religiuisitas dengan resiliensi pada remaja PAKYM, ditunjukkan dengan nilai
(r) sebesar 0,752 dan p = 0,000 (p < 0,01), tingkat religiusitas pada remaja PAKYM
tergolong tinggi, tingkat resiliensi pada remaja PAKYM tergolong tinggi, dan
sumbangan efektif yang diberikan variabel religiusitas terhadap resiliensi sebesar
56,5%, ditunjukkan oleh koefisien determinasi (r2) = 0,565.

Kata Kunci : Resiliensi, Religiusitas, Remaja Panti Asuhan

1
RELATION BETWEEN RELIGIOSITY AND RESILIENCY OF TEENAGER
IN KELUARGA YATIM MUHAMMADIYAH SURAKARTA ORPHANAGE

Dhita Lutfi Aisha


Susatyo Yuwono
Faculty of Physiology, University of Muhammadiyah Surakarta
Email: dhitaluthfiaisha@gmail.com

ABSTRACT
Teenagers live in an orphanage naturally are easy to get depressed. Depressed
teenagers will be difficult to emerge from their downturn. To be able to rise from
adversity, thus, an orphan must have resiliency. Resiliency is an individual ability to
rise from adversity and be able to face problem so that they can live productively.
One factor that affects resiliency is religiosity. This research is to examine
empirically the relation between religiosity and resiliency of orphan teenagers.
The population in this research is all inhabitants in Keluarga Yatim
Muhammadiyah Orphanage (PAKYM) of Surakarta which is 50 inhabitants. This
research is using population study so that all populations become the research subject.
Data collecting tools in this research are resiliency and religiosity scale. Data analysis
method conducted by using product moment correlation technique.
The research result is considered to have a significant positive relation between
religiosity and resiliency on PAKYM teenagers, it is shown with (r) value 0.752 and
p = 0.000 (p<0.01), level of religiosity in PAKTM teenagers is considered high,
effective contribution given by religiosity variable toward resiliency is 56.5%, it is
shown by determinant coefficient (r2) = 0.565.

Key words: resiliency, religiosity, orphan teenagers

Pendahuluan remaja itulah dibutuhkan banyak


Remaja merupakan masa peralihan perhatian dan kasih saying dari keluarga
dari anak-anak menuju dewasa. Pada mas maupun lingkungan sekitarnya. Tidak
inilah terjadi perubahan yang sangat terkecuali bagi mereka yang tinggal di
sifnifikan, baik perkembangan fisik, panti asuhan,remaja panti asuhan lebih
kognitif, ataupun emosional. Pada masa rentan mengalami stress maupun depresi

2
karena menghadapi berbagai masalah Salah satu yang mempengaruhi
yang menekan. Selain itu kondisi yang resiliensi seseorang adalah tingkat
dialami remaja panti lebih mudah religiusitasnya. Menurut Hardjana (dalam
tertekan dengan beragam resiko yang Ghufron & Risnawita, 2010) religiusitas
mengancam perkembangan psikologis adalah perasaan dan kesadaran akan
mereka. Dalam menghadapi berbagai hubungan dan ikatan kembali dengan
masalah diperlukan kemampuan individu Allah. Religiusitas menunjuk pada
agar dapat beradaptasi terhadap kondisi tingkat ketertarikan individu terhadap
tersebut dimana dapat meningkatkan agamanya dengan menghayati dan
potensi diri setelah menghadapi situasi menginternalisasikan ajaran agamanya
yang penuh tekanan (Rew & Horner, sehingga berpengaruh dalam segala
2003).Kemampuan itulah yang dimaksud tindakan dan pandangan hidupnya.
dengan resiliensi. Janas (dalam Dewi, Religiusitas diyakini mampu
dkk, 2004) mendefinisikan resiliensi memberikan kontribusi dalam
sebagai suatu kemampuan untuk meningkatkan kemampuan resiliensi
mengatasi rasa frustasi dan permasalahan individu, tidak terkecuali remaja yang
yang dialami oleh individu. Individu tinggal di panti asuhan. Jika religiusitas
yang resilien akan lebih tahan terhadap yang dimiliki remaja tinggi maka akan
stress sehingga lebih sedikit mengalami berpengaruh pula pada kemampuan
gangguan emosi dan perilaku (Hauser, resiliensinya sehingga akan terbentuk
1999). sikap- sikap positif, begitu juga
Dalam keadaan tertekan diharapkan sebaliknya religiusitas yang rendah akan
remaja memiliki resiliensi yang baik, mempengaruhi kemampuan resiliensi
namun pada kenyataannya masih terdapat individu sehingga sikap-sikap yang
remaja panti asuhan yang tidak resilien, terbentuk pada diri individu cenderung
cenderung kurang mampu dalam negatif. Menurut Wagnid dan Young
menghadapi masalah sehingga (dalam Reich, dkk, 2010) dalam
berdampak pada kehidupan sehari- mengembangkan resiliensi, peran
harinya. religiusitas cukup penting, karena salah

3
satu faktor internal yang mempengaruhi masalah. Menurut Richardson (2002)
resiliensi adalah religiusitas. resiliensi adalah kemampuan seseorang
Berdasarkan uraian di atas, peneliti untuk mengatasi dan mencari makna
ingin mengetahui hubungan antara dalam peristiwa seperti tekanan yang
religiusitas dengan resiliensi pada berat yang dialaminya, di mana individu
remaaja yang bertempat tinggal di panti meresponnya dengan fungsi intelektual
asuhan. yang sehat dan dukungan sosial. Individu
Grotberg (dalam Desmita, 2012) yang memiliki resiliensi akan mampu
mengartikan resiliensi sebagai mengambil keputusan dalam kondisi sulit
kemampuan atau kapasitas insan yang dan tertekan. Individu yang resilien
dimiliki seseorang, kelompok atau mampu pulih kembali (bounce back)
masyarakat yang memungkinkannya setelah mengalami kondisi yang sulit,
untuk menghadapi, mencegah, individu akan mengalami peningkatan
meminimalkan dan bahkan kualitas dan kemampuan diri. Individu
menghilangkan dampak- dampak yang yang resilien akan mampu beradaptasi
merugikan dari kondisi yang tidak secara positif dari tekanan yang
menyenangkan atau bahkan mengubah dialaminya (Resnick, 2000).
kondisi kehidupan yang menyengsarakan Resiliensi yang dimiliki individu
menjadi suatu hal yang wajar untuk dapat mempengaruhi keberhasilannya
diatasi. Selain itu resiliensi dapat dalam beradaptasi pada situasi yang
diartikan sebagai kemampuan seseorang penuh tekanan dengan berbagai resiko
untuk dapat bertahan dalam menghadapi dan tantangannya serta membantu remaja
cobaan serta untuk mempertahankan dalam memecahkan masalah dan
kehidupan yang baik dan seimbang mencegah kerentanan pada faktor-faktor
setelah ditimpa kemalangan atau setelah yang sama pada masa yang akan datang
mengalami tekanan yang berat (Tugade (Sales & Pao Perez, 2005).
& Frederikson, 2004). Reivich & Shatte (2002)
Individu yang mampu mengontrol memaparkan terdapat tujuh aspek yang
perilakunya mampu menyelesaikan membentuk resiliensi, yaitu :

4
a. Pengaturan emosi, merupakan Faktor kekuatan diri merupakan
kemampuan individu untuk dapat kekuatan yang berasal dari dalam diri
mengatur emosi. seseorang. Individu yang resilien yakin
b. Pengendalian impuls, adalah bahwa akan mempunyai masa depan
kemampuan individu untuk yang cerah dengan memiliki kepercayaan
mengendalikan impuls atau dorongan- yang dinamis dalam moralitas dan ke-
dorongan di dalam dirinya. Tuhan-an.Menurut Wagnid dan Young
c. Empati,adalah kemampuan individu (dalam Reich, dkk, 2010) religiusitas
untuk mengerti dan memahami perasaan merupakan salah satu faktor internal
dan psikologis orang lain. yang mempengaruhi resiliensi.
d. Efikasi diri, adalah keyakinan individu b. Faktor I can (kemampuan
untuk dapat menghadapi dan interpersonal)
menyelesaikan masalah. Faktor I Can adalah kemampuan
e. Optimisme, merupakan kemampuan individu yang berkaitan dengan
individu untuk yakin bahwa sesuatu akan kompetensi sosial dan interpersonal
berubah menjadi lebih baik. seseorang.
f. Analisis penyebab masalah. Hal ini c. Faktor I have (dukungan eksternal)
merujuk pada kemampuan individu untuk Faktor ini merupakan bantuan dan
mengidentifikasi penyebab permasalahan sumber resiliensi yang berasal dari luar,
individu secara akurat. Faktor lain yang mempengaruhi
g. Reaching out (pencapaian) diartikan resiliensi menurut Everall (2006)
sebagai kemampuan individu untuk meliputi faktor individual, faktor
meningkatkan aspek-aspek positif dalam keluarga dan faktor komunitas.
dirinya. Fauzi (2007) mengemukakan bahwa
Dalam membentuk resiliensi, terdapat religiusitas berasal dari kata religi yang
faktor-faktor yang mempengaruhinya. berarti agama. Kata agama (religion)
Menurut Grotberg (dalam Desmita, diturunkan dari kata religio yang berarti
2012) terdapat tiga faktor, yaitu : mengikat. Glock & Stark (dalam Ancok
a. Faktor I am (kekuatan diri) & Suroso, 2001) mendefiniskan agama

5
sebagai sistem simbol, sistem keyakinan, Individu yang kontinu menjalankan
sistem nilai, dan sistem perilaku yang komitmen agamanya ternyata memiliki
terlembagakan, yang semuanya itu stabilitas diri dan kebahagiaan hidup
berpusat pada persoalan- persoalan yang dibanding individu yang tidak kontinu
dihayati sebagai yang paling maknawi dalam menjalankan ajaran agamanya
(ultimate meaning). (Darmawanti, 2012).
Diester (dalam Ghufron & Risnawita, Menurut Glock dan Stark (dalam
2010) menyebut religiusitas sebagai Ancok & Suroso, 2001), religiusitas
keberagamaan karena adanya mempunyai lima aspek, yaitu:
internalisasi agama kedalam diri a. Pengetahuan agama
seseorang. Rakhmat (2003) menjelaskan Yaitu sejauhmana seseorang mengetahui
bahwa individu yang memiliki tentang ajaran-ajaran agamanya.
religiusitas yang tinggi dianggap b. Keyakinan
memiliki pedoman untuk merespon hidup Yaitu tingkatan sejauhmana seseorang
dan mempunyai daya tahan yang lebih menerima hal-hal yang dogmatic dalam
baik dalam mengelola permasalahan agamanya.
yang dihadapi. Diperkuat oleh Hawari c. Praktek agama
(1996) bahwa religiusitas mampu Yaitu sejauhmana seseorang
menjadi pedoman dan daya tahan yang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual
lebih baik dalam menghadapi masalah. agamanya.
Dijelaskan oleh Purwati & Lestari (2002) d. Pengalaman
bahwa ciri-ciri individu yang mempunyai Yaitu perasaan-perasaan atau
religiusitas tinggi dapat dilihat dari pengalaman yang pernah dialami dan
tindak-tanduk, sikap dan perkataan, serta dirasakan.
seluruh jalan hidupnya mengikuti aturan- e. Konsekuensi
aturan yang diajarkan oleh agama. Yaitu aspek yang mengukur
Individu yang selalu menjalankan sejauhmana perilaku seseorang
perintah agamanya cenderung mampu dimotivasi oleh ajaran agamanya.
menjalani kehidupannya dengan baik. Menurut Thouless (dalam Sururin, 2004)

6
terdapat empat faktor yang Yatim Muhammadiyah Surakarta yang
mempengaruhi religiusitas, yaitu : berjumlah 50 orang. Penelitian ini
a. Pengaruh sosial menggunakan studi populasi karena
b. Pengalaman seluruh populasi menjadi subyek
c. Kebutuhan penelitian.
d. Proses pemikiran Alat pengumpulan data yang
Tingkat religiusitas yang tinggi dapat digunakan dalam penelitian ini adalah
diasumsikan mampu meningkatkan skala resiliensi dan skala religiusitas.
kemampuan seseorang dalam mengatasi Skala resiliensi yang digunakan adalah
segala permasalahan yang berat dan skala yang dibuat oleh peneliti sendiri
menekan. Pargament dan Cummings berdasarkan aspek-aspek yang
dalam Handbook of Adult Resilience dikemukakan oleh Reivich & Shatte
(2010) menjelaskan bahwa faktor (2002) yang meliputi: pengaturan emosi,
resiliensi yang signifikan adalah pengendalian impuls, empati, efikasi diri,
religiusitas (religiousness). optimisme, analisis penyebab masalah
Dari pembahasan yang telah diuraikan dan pencapaian.
di atas maka hipotesis yang diajukan Skala Religiusitas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah “Ada adalah skala religiusitas yang disusun
hubungan positif antara religiusitas oleh peneliti sendiri dengan
dengan resiliensi pada remaja di panti menggunakan aspek-aspek dari Glock
asuhan”. Hal ini berarti semakin tinggi dan Stark (dalam Ancok & Suroso, 2001)
religiusitas maka semakin tinggi meliputi: aspek pengetahuan agama,
resiliensi pada remaja di panti asuhan, aspek keyakinan, aspek praktek agama,
sebaliknya semakin rendah religiusitas aspek pengalaman, serta aspek
maka semakin rendah pula resiliensi pada konsekuensi.
remaja di panti asuhan. Metode analisis data yang digunakan
Metode Penelitian untuk menguji hipotesis dalam penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah ini adalah teknik analisis product moment
seluruh penghuni Panti Asuhan Keluarga

7
dengan menggunakan program SPSS tersebut menghasilkan bahwa salah satu
17.0 for windows. karakter yang dimiliki individu adalah
Hasil dan Pembahasan religiusitas.
Hasil uji korelasi product moment Pengetahuan agama yang dimiliki oleh
menunjukkan adanya korelasi positif remaja merupakan dasar menentukan
yang signifikan antara religiusitas dengan tindakan positif atau negatif, sehingga
resiliensi pada remaja panti asuhan (r = remaja akan lebih mampu dalam
0,752; p<0,01).Semakin tinggi nilai mengontrol emosi, menghadapi masalah
religiusitas maka semakin tinggi dan menentukan keputusan dengan tepat.
resiliensi (remaja panti asuhan), Keyakinan yang merupakan kekuatan
sebaliknya semakin rendah nilai dalam diri remaja mampu menjadi
religiusitas maka semakin rendah pula pedoman ketika individu mengalami
resiliensinya. kesulitan. Dengan adanya keyakinan
Hasil ini sesuai dengan pendapat yang tersebut pada saat kondisi yang tertekan
dikemukakan oleh Pargament dan dan dalam masalah maka remaja pasti
Cummings (dalam Reich, dkk, 2010) akan kembali dan meyakini bahwa Allah
yang menjelaskan bahwa religiusitas akan selalu menolong dan memberi
merupakan salah satu faktor yang petunjuk sehingga remaja akan selalu
signifikan dalam menciptakan resiliensi. bersikap sabar dan pasrah. Dengan
Hubungan yang menjelaskan antara dimilikinya pengetahuan dan keyakinan,
religiusitas dengan resiliensi diperkuat maka remaja akan rajin melaksanakan
dengan adanya penelitian sebelumnya, peribadatan agamanya. Melalui
hasil penelitian yang dilakukan oleh peribadatan inilah remaja panti asuhan
Pertiwi (2011) menunjukkan bahwa ada akan lebih merasa santai, tenang dan
pengaruh yang signifikan dimensi damai dalam menyelesaikan masalah.
religiusitas terhadap resiliensi individu. Dengan konsistensi keberagamaannya
Penelitian Handayani (2010) juga maka setiap individu termasuk remaja
memperkuat adanya hubungan antara akan mempunyai pengalaman-
religiusitas dengan resiliensi, penelitian pengalaman keagamaan, pengalaman ini

8
dapat mempengaruhinya dalam remaja yang memiliki religiusitas
mengatasi berbagai kondisi yang tergolong tinggi; 28% (14 orang) remaja
menekan. Remaja akan selalu siap yang memiliki religiusitas yang tergolong
menghadapi masalah dan tantangan, sangat tinggi. Lebih jelasnya dapat dilihat
karena mereka yakin bahwa dalam pada gambar 1 :
keadaan sesulit apapun Allah akan selalu
berada disampingnya sehingga remaja Gambar 1
panti asuhan akan berfikir jernih dan Prosentase religiusitas
selalu optimis. Selain itu dijelaskan oleh 80%
60%
Darmawanti (2012) bahwa kemampuan 60%

remaja dalam berkomitmen terhadap 40% 28%


20% 12%
agamanya akan berdampak positif,
0% 0%
karena dengan menjalankannya secara 0%
sangat rendahsedang tinggi sangat
kontinu maka remaja akan memiliki rendah tinggi

stabilitas diri dan kebahagiaan hidup Penjelasan di atas dapat diketahui


yang lebih. bahwa prosentase dan jumlah terbanyak
Berdasarkan hasil analisis diketahui menempati kategori tinggi. Hal ini dapat
variabel religiusitas mempunyai rerata diartikan bahwa remaja panti asuhan
empirik (RE) sebesar 115,84 dan rerata sudah memenuhi aspek-aspek dari
hipotetik (RH) sebesar 90 yang berarti religiusitas itu sendiri yaitu, aspek
religiusitas yang dimiliki remaja panti pengetahuan, keyakinan, praktek agama,
asuhan tergolong tinggi. Dari hasil pengalaman dan konsekuensi (Glock &
kategorisasi religiusitas remaja panti Stark dalam Ancok & Suroso, 2001).
asuhan diketahui bahwa tidak ada remaja Penghuni Panti Asuhan Keluarga
yang memiliki religiusitas yang sangat Yatim Muhammadiyah (PAKYM)
rendah dan rendah, ditunjukkan dengan Surakarta memiliki religiusitas yang
skor 0% (0 orang); terdapat 12% (6 tinggi sehingga penghuni panti juga
orang) remaja yang memiliki religiusitas menjadi individu yang resilien yang siap
yang tergolong sedang; 60% (30 orang)

9
dan tangguh dalam menghadapi masalah. meningkat, maka akan memunculkan
Religiusitas dapat mempertinggi perasaan bahagia, senang, puas, aman
kemampuan seseorang dalam mengatasi dan pada akhirnya individu tersebut akan
ketegangan-ketegangan akibat mengalami ketenangan batin.
permasalahan yang dihadapi. Hal ini Berdasarkan kategorisasi resiliensi
sesuai dengan pendapat Hawari (1996) dapat diketahui bahwa tidak ada remaja
yang menjelaskan bahwa individu yang panti asuhan yang memiliki resiliensi
memiliki religiusitas yang tinggi akan sangat rendah dan rendah, ditunjukkan
memiliki pedoman dan daya tahan yang dengan skor 0% (0 orang); terdapat 16%
lebih baik dalam menghadapi masalah. (8 orang) remaja yang memiliki resiliensi
Adapun ciri-ciri individu yang yang tergolong sedang; 76% (38 orang)
mempunyai religiusitas tinggi dapat remaja yang memiliki resiliensi yang
dilihat dari tindak-tanduk, sikap dan tergolong tinggi serta 8% (4 orang)
perkataan, serta seluruh jalan hidupnya remaja yang memiliki resiliensi yang
mengikuti aturan-aturan yang diajarkan tergolong sangat tinggi. Lebih jelasnya
oleh agama (Purwati & Lestari, 2002). dapat dilihat pada gambar 2 :
Religiusitas yang dimiliki remaja Gambar 2
dapat dijadikan sebagai salah satu Prosentase resiliensi
sumber kekuatan dalam membangun 80% 76%

kekuatan dan bertahan dalam keadaan 60%

krisis. Hal ini diperkuat dengan pendapat 40%


16%
20% 8%
yang dikemukakan oleh Rakhmat (2003) 0% 0%
0%
yang menjelaskan bahwa religiusitas sangat rendah sedang tinggi sangat
yang tinggi dianggap memiliki pedoman rendah tinggi

untuk merespon hidup dan mempunyai Penjelasan tersebut dapat diketahui


daya tahan yang lebih baik dalam bahwa prosentase dan jumlah terbanyak
mengelola permasalahan yang dihadapi. menempati kategori tinggi. Hal ini dapat
Jika penghayatan dan pelaksanaan diartikan bahwa remaja yang bertempat
terhadap nilai-nilai agama tersebut tinggal di panti asuhan memiliki

10
resiliensi yang tinggi dan sudah (r2) sebesar 0,565. Hal ini memiliki arti
memenuhi aspek-aspek dari resiliensi bahwa masih terdapat 43,5% faktor lain
yaitu pengaturan emosi, pengendalian yang mempengaruhi di luar faktor
impuls, empati, efikasi diri, optimisme, religiusitas seperti kemampuan kognitif,
analisis penyebab masalah, dan reaching harga diri, kompetensi sosial dan
out (Reivich & Shatte, 2002). interpersonal, self-esteem, sikap,
Remaja panti asuhan mampu bangkit kepercayaan diri, keluarga serta
dari kondisi yang tertekan, berfikir ke komunitas. Hal ini sesuai dengan
depan bahwasannya masa depan mereka pendapat Wagnid dan Young (dalam
masih panjang dan berharga. Kondisi Reich, dkk, 2010) yang menjelaskan
baik ini jelas sangat mempengaruhi bahwa dalam mengembangkan resiliensi
berbagai aspek, misalnya berpengaruh peran religiusitas cukup penting
pada prestasi akademik, kemampuan dibandingkan dengan faktor lainnya,
sosial ataupun kondisi psikologisnya. Hal karena salah satu faktor internal yang
ini sesuai dengan pendapat Sales & Pao mempengaruhi resiliensi adalah
Perez (2005) yang menjelaskan bahwa religiusitas.
resiliensi yang dimiliki remaja dapat Hasil penelitian ini menyebutkan
mempengaruhi keberhasilannya dalam bahwa religiusitas disertai aspek di
beradaptasi pada situasi yang penuh dalamnya memberikan kontribusi
tekanan dengan berbagai resiko dan terhadap kemampuan resiliensi pada
tantangannya serta membantu remaja remaja panti asuhan, meskipun resiliensi
dalam memecahkan masalah dan tidak hanya dipengaruhi oleh variabel
mencegah kerentanan pada faktor-faktor tersebut. Ada beberapa faktor lain yang
yang sama pada masa yang akan datang. mempunyai peranan dalam
Sumbangan efektif (SE) variabel mempengaruhi resiliensi remaja yang
religiusitas terhadap resiliensi remaja bertempat tinggal di PAKYM. Sesuai
panti Asuhan Keluarga Yatim dengan beberapa pendapat antara lain :
Muhammadiyah Surakarta sebesar 56,5% (1) Individual, faktor ini meliputi konsep
ditunjukkan oleh koefisien determinan

11
diri, kemampuan kognitif, harga diri dan 3. Tingkat resiliensi pada remaja di Panti
kompetensi sosial (Everall, 2006). Selain Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah
itu berdasarkan pendapat Grotberg Surakarta tergolong tinggi.
(dalam Desmita, 2012) faktor dalam diri 4. Sumbangan efektif (SE) variabel
individu yang mempengaruhi resiliensi religiusitas dengan resiliensi sebesar
meliputi kepercayaan diri, sikap, self- 56,5% ditunjukkan oleh koefisien
esteem,serta kemampuan sosial dan determinan (r2) = 0,565.
interpersonal. (2) Komunitas, komunitas Berdasarkan hasil penelitian dan
berkenaan dengan aspek lingkungan yang kesimpulan yang diperoleh, maka penulis
dapat menjadi pendukung bagi individu memberikan sumbangan saran yang
kettika menghadapi masalah. (3) diharapkan dapat bermanfaat, yaitu :
Keluarga, faktor ini terkait dengan 1. Remaja di panti asuhan dapat lebih
dukungan keluarga yang diberikan ketika mengembangkan kemampuan
seseorang menghadapi tekanan (Everall, religiusitasnya, diantaranya dengan
2006). memperdalam ilmu agama, bersungguh-
Kesimpulan dan Saran sungguh dalam kegiatan keagamaan yang
Berdasarkan hasil penelitian dan dilaksanakan di panti asuhan, seperti
pembahasan yang telah diuraikan pada pengajian, solat dan lain-lain. Selain itu
bab sebelumnya, maka dapat dapat menciptakan hubungan yang islami
disimpulkan bahwa : antar sesama, khususnya antar remaja
1. Ada hubungan positif yang sangat panti asuhan, anak dengan bapak ibu
signifikan antara religiusitas dengan asuh serta dengan masyarakat
resiliensi pada remaja di Panti Asuhan lingkungan. Religiusitas dapat
Keluarga Yatim Muhammadiyah menjadikan individu mampu bertahan,
Surakarta. bangkit dan menyesuaikan dengan
2. Tingkat religiusitas pada remaja di kondisi yang sulit selama tinggal di panti
Panti Asuhan Keluarga Yatim asuhan, karena dengan tingkat
Muhammadiyah Surakarta tergolong religiusitas yang tinggi juga akan
tinggi.

12
meningkatkan tingkat resiliensi remaja mengungkap faktor yang mempengaruhi
panti asuhan. resiliensi selain faktor religiusitas, dapat
2. Bagi pengasuh panti asuhan dapat memperdalam alat ukur dengan observasi
memberi dukungan kepada anak maupun interview, selain itu dalam
asuhnya. Bentuk dukungan tersebut penentuan jumlah subyek penelitian
misalnya dengan lebih memperhatikan dapat ditambah lebih banyak sehingga
keadaan psikologis mereka, memberikan hasil penelitian akan lebih komprehensif.
perhatian yang lebih dengan membangun
hubungan yang baik supaya anak asuh Daftar Pustaka
merasa nyaman, teranyomi dan Ancok, D. & Suroso, F. N. (2001).
Psikologi Islami: Solusi Islam atas
terlindungi untuk tinggal di panti asuhan.
Problem-Problem Psikologi. Cetakan
Dalam menentukan keputusan 4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
diharapkan untuk melibatkan anak asuh
Darmawanti, I. (2012). Hubungan Antara
sehingga keputusan yang diambil
Tingkat Religiusitas dengan
merupakan keputusan bersama. Untuk Kemampuan dalam Mengatasi Stres
(Coping Sress). Jurnal Psikologi:
meningkatkan religiusitas anak asuh, Teori dan Terapan, Vol. 2, No. 2, 22-
pengasuh panti asuhan dapat 29.

mempertahankan program yang sudah Desmita. (2012). Psikologi


Perkembangan. Bandung: PT. Remaja
dilaksanakan dan menambah program Rosda Karya.
lainnya, misalnya dengan menambah jam
Dewi, F.I.R, Djoenaina, V & Melisa.
solat berjamaah, mengaji dan mengkaji (2004). Hubungan Antara Resiliensi
dengan Depresi pada Perempuan
alquran bersama. Dukungan yang
Pasca Pengangkatan Payudara
diberikan oleh pengasuh akan sangat (Mastektomi).Jurnal Psikologi, Vol.
membantu dalam meningkatkan 2, No. 2, 101-120.

religiusitasnya, sehinggaa kemampuan Everall, R.D. (2006). Creating a future: A


study of resilience in suicidal female
resiliensinya juga akan meningkat. adolescent. Journal of Counseling and
3. Bagi peneliti selanjutnya yang akan Development. Vol. 84, 461-470.
melakukan penelitian dengan tema yang Fauzi, M. (2007). Agama dan Realitas
Sosial: Renungan dan Jalan Menuju
berkaitan dengan tema resiliensi dapat

13
Kebahagiaan. Jakarta: PT. Raja Reich, Zautra & Hall. (2010). Handbook
Grafindo Persada. of adult resilience. New York: The
Guilford Press.
Ghufron, M.N & Risnawita. (2010).
Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar- Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The
Ruzz Media. Resilience Factor: 7 Essential Skills
For Overcoming Life’s Inevitable
Handayani, F. (2010). Hubungan Antara Obstacles. Newyork: Broadway Book.
kekuatan Karakter dengan Resiliensi
Residen Narkoba di Unit Pelaksana Resnick, M. D. (2000). Resilience and
Teknis (UPT), Terapi dan Protective Factors in The Lives of
Rehabilitasi Badan Narkotika Adolesccents. Journal of Adolescent
Nasional LIDO. Skripsi (tidak Health, 27, 1-2.
diterbitkan). Jakarta: Fakultas
Psikologi. Universitas Islam Negeri Rew, L., & Horner, S. D. (2003). Youth
Syarif Hidayatullah. Resilience Framework for Reducing
Health Risk Behaviorism Adolescents.
Hauser, S. T. (1999). Understanding Journal of Pediatric Nursing, 18, 379-
Resilience Outcomes: Adolescent 388.
Lives Across Time and Generations.
Journal of Research on Adolescence, Richardson, G. E. (2002). The Meta
9, 1-24. Theory of Resilience and Resiliency.
Journal of Clinical Psychology, 58,
Hawari. (1996). Al-Qur’an: Ilmu 307- 321.
Kesehatan dan Ilmu Jiwa. Yogyakarta:
Dhana Bhakti Wakaf. Sales & Perez, P. (2005). Post Traumatic
Factors and Resilience: The Role of
Pertiwi, M. (2011). Dimensi Religiusitas Shelter Management and Survivours’
dan Resiliensi pada Residen Narkoba Attitudes After Earthquakes in El
di BNN LIDO. Skripsi (tidak Salvador. Journal of Community &
diterbitkan). Jakarta: Fakultas Applied Psychology, 15, 368- 382.
Psikologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah. Sururin.(2004). Ilmu Jiwa Agama.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Purwati & Lestari. (2002). Hubungan
Antara Religiusitas dengan Tingkah Tugade, M.M., Fredrickson. (2004).
Laku Coping. Indigenous: Jurnal Resilient individual use positive
Ilmiah Psikologi, Vol. 6, Nomor 1, 51- emotions to bounce back from
57. negative emotional experiences.
Journal of Personality and Social
Rakhmat, J. (2003). Psikologi Agama. Psychology, 24(2), 320-333.
Bandung: PT. Mizan Pustaka.

14

Anda mungkin juga menyukai