Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN PENYESUAIAN

DIRI PADA REMAJA DIFABEL

NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1

Disusun Oleh:
RENALDHI ARDHIAN PUTRA
F 100 090 063

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

i
HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN PENYESUAIAN
DIRI PADA REMAJA DIFABEL

Naskah Publikasi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana
(S-1) Psikologi

Diajukan Oleh :

Renaldhi Ardhian Putra


F 100 090 063

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

ii
HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN PENYESUAIAN
DIRI PADA REMAJA DIFABEL

Renaldhi Ardhian Putra


Usmi Karyani
Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
renaldhiap@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penerimaan diri
dengan penyesuaian diri pada remaja difabel. Hipotesis yang diajukan oleh peneliti
yaitu ada hubungan positif antara penerimaan diri dengan penyesuaian diri pada
remaja difabel. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuantitatif dengan jumlah responden sebanyak 32 orang. Alat ukur yang digunakan
dalam penelitian ini adalah skala penerimaan diri yang berjumlah 56 aitem dan skala
penyesuaian diri berjumlah 34 aitem. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah korelasi product moment. Berdasarkan hasil analisis data
diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0, 983 ; p = 0,000 (p < 0,05), sehingga
hipotesis yang diajukan diterima. Artinya bahwa ada hubungan positif yang sangat
signifikan antara penerimaan diri dengan penyesuaian diri. Sumbangan efektif
penerimaan diri pada penyesuaian diri sebesar 96,7% koefisien determinan (r2)
sebesar 0, 967 dalam mempengaruhi penyesuaian diri remaja difabel, sedangkan
sisanya 3,3% dipengaruhi oleh variabel lain di luar penerimaan diri.

Kata Kunci: Penerimaan Diri, Penyesuaian Diri, Remaja Difabel

PENDAHULUAN berlangsung antara usia 11 hingga 22


Remaja berasal dari kata tahun. Reaksi remaja terhadap
adolescence yang memiliki arti tumbuh perkembangan fisik dipengaruhi oleh
untuk mencapai kematangan, baik lingkungan dan kepribadiannya, serta
mental, emosional, sosial, dan fisik. interpretasi terhadap lingkungan
Masa remaja ditandai dengan adanya (Monks, 2010).
perkembangan yang pesat pada individu Masa remaja ditandai dengan
dari segi fisik, psikis dan sosialnya. terjadinya perubahan fisik yang
Perubahan banyak terjadi pada masa disebabkan oleh mulai aktifnya kelenjar
remaja, baik secara fisik maupun reproduksi dan hormon yang penting
psikologis, seiring dengan tugas-tugas bagi pertumbuhan. Pertumbuhan fisik
perkembangan yang harus dipenuhi oleh tersebut memiliki dampak pada
remaja (Hurlock, 2008). perkembangan psikologis dan sosial
Remaja secara umum mengalami remaja. Perubahan perkembangan
pertumbuhan fisik yang sangat pesat. psikologis tampak pada keadaan
Masa perubahan fisik tersebut emosional
1
2

remaja yang mudah tersinggung, dengan orang lain ataupun dengan


penuh dengan gejolak, dan tidak stabil. lingkungan. Kondisi tersebut
Perkembangan sosial dapat menyebabkan terbatasnya kesempatan
diketahui dengan mulai tertariknya bersosialisasi, bersekolah, bekerja dan
remaja pada aktifitas yang melibatkan dapat menimbulkan perlakuan
orang-orang di luar lingkungan keluarga, diskriminatif dari mereka yang tidak
terutama teman sebaya. (Gunarsa, 2006). cacat.
Remaja pada umumnya memiliki Penampilan fisik mempunyai
harapan, cita-cita, dan keinginan yang peranan yang penting dalam hubungan
ingin diraih. Harapan tersebut akan sosial. Penelitian yang dilakukan oleh
hilang apabila remaja menghadapi Harter menghasilkan gagasan bahwa
masalah atau cobaan yang dapat penampilan fisik merupakan suatu
membuat hidupnya berubah dari kondisi kontributor yang sangat berpengaruh
awal kehidupan sebelumnya, seperti pada rasa percaya diri individu
kecelakaan atau faktor eksternal lainnya. khususnya remaja. Harter dalam
Kecelakaan atau faktor eksternal tersebut penelitiannya mengemukan bahwa
dapat mempengaruhi kondisi fisik yang terdapat hubungan yang kuat antara
semula sempurna, kemudian memiliki penerimaan diri terhadap penampilan
kondisi fisik yang kurang sempurna. fisik dan harga diri secara umum yang
Remaja yang sebelumnya mempunyai tidak hanya di masa remaja namun juga
fisik normal akan menghadapi berbagai sepanjang hidup, dari masa anak awal
permasalahan yang menyangkut kondisi hingga usia dewasa pertengahan
kecacatan tubuh yang baru diperolehnya. (Santrock, 2008). Seperti yang terungkap
Kehidupan manusia termasuk pada wawancara dengan subjek R,
remaja tidak pernah lepas dari berbagai difabel yang hanya memiliki satu tangan,
permasalahan. Salah satu permasalahan mengungkapkan bahwa:
yang timbul dalam kehidupan manusia “Saya sering merasa cemas, khawatir
diantaranya berkaitan dengan kelainan pada kemampuan saya dalam mengatasi
bentuk tubuh atau biasa disebut dengan permasalahan yang muncul dalam diri
kecacatan. Kecacatan diartikan sebagai saya maupun dengan orang lain.
hilang atau terganggunya fungsi fisik Terkadang saya juga merasa iri pada
atau kondisi abnormal, fungsi struktur teman-teman saya yang memiiki fisik
anatomi, psikologi, maupun fisiologi normal, karena mereka dapat melakukan
seseorang (Murhardjani, 2009). Individu kegiatannya dengan mudah tanpa
difabel yang mengalami kecacatan bantuan orang lain. Kekurangan ini yang
secara fisik disebut juga dengan difabel menyebabkan saya dipandang sebelah
daksa. Kecacatan telah menyebabkan mata oleh masyarakat di sekitar saya.”
seorang difabel daksa mengalami Somantri (2006) mengatakan bahwa
keterbatasan atau gangguan terhadap individu difabel daksa cenderung
fungsi sosialnya sehingga mempengaruhi memiliki berbagai kesulitan, antara lain
keleluasaan aktivitas fisik, kepercayaan, kurang mampu menyesuaikan diri
dan harga diri dalam berhubungan dengan positif sehingga muncul perasaan
3

mudah menyerah, merasa tidak mampu, sikap dengan baik, serta tidak mampu
menarik diri dari pergaulan. mengatasi tekanan-tekanan yang muncul
Penyesuaian diri merupakan dengan cara yang baik. Selanjutnya
kemampuan individu meleburkan diri menurut Gunarsa (2006), individu
dalam lingkungan yang dihadapinya dengan penyesuaian diri yang rendah
(Walgito, 2003), definisi lain menurut cenderung menarik diri dari lingkungan,
Schneiders (2008) individu dikatakan sulit bergaul dengan orang-orang
tidak mampu menyesuaikan diri apabila disekitarnya, memiliki sedikit teman,
perasaan sedih, rasa kecewa, atau rasa serta merasa rendah diri. Fenomena
putus asa berkembang dan difabel yang memiliki penyesuaian diri
mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologi rendah terjadi pada kasus bencana
serta psikologinya. Individu menjadi gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa
tidak mampu menggunakan pikiran dan Tengah pada tahun 2006 lalu, sebagian
sikap dengan baik, sehingga tidak dari korban selamat banyak yang
mampu mengatasi tekanan-tekanan yang kemudian menjadi difabel. Namun
muncul dengan cara yang baik. demikian, keberadaan mereka pasca
Wawancara dengan Psikolog di terjadinya bencana kurang mendapatkan
Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina perhatian, baik lembaga internasional
Daksa Prof. Dr. Soeharso Surakarta, maupun pemerintahan sendiri. Kondisi
menunjukkan bahwa terdapat beberapa para difabel pasca bencana cukup parah
masalah yang ditimbulkan karena baik secara sosial maupun psikologis.
hambatan penyesuaian diri misalnya: Banyak dari mereka yang kemudian
merasa dikucilkan dalam pergaulan, mengalami trauma berat dan tidak dapat
tidak aktif dalam kegiatan, kurang menerima diri akibat dari kenyataan
inisiatif, prestasi belajar menurun, bahwa kondisi tubuh mereka tidak
mengalami kejenuhan, kurang percaya selengkap seperti dulu. Korban gempa
diri dengan bentuk tubuh, tidak dapat bumi yang menjadi difabel mengalami
berbicara dalam diskusi, malu dengan permasalahan dalam penyesuaian diri
lawan jenis, tidak ada orang yang dalam kondisi fisik, psikologis dan sosial
memperhatikan, sering merasa minder, pasca gempa bumi. Perubahan fisik yang
tidak bahagia, serta tidak memiliki terjadi selain menimbulkan trauma
teman akrab. Kondisi tersebut secara psikologis juga menimbulkan
tidak langsung menunjukkan bahwa permasalahan sosial bagi mereka
individu tersebut kurang bisa menerima seringkali kondisi tersebut memunculkan
keadaan cacat tubuh yang dialami. konflik batin bagi korban yang
Menurut Schneiders (2008) individu bersangkutan untuk bisa menerima
dikatakan tidak mampu menyesuaikan kenyataan bahwa kondisi fisik mereka
diri apabila perasaan sedih, rasa kecewa, sudah tidak seperti dulu (Totok, dalam
atau rasa putus asa berkembang dan Difabel News 2010).
mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologi Menurut Schneiders (2008) individu
serta psikologinya, sehingga menjadi dengan penyesuaian diri yang tinggi
tidak mampu menggunakan pikiran dan memiliki ciri-ciri antara lain: mampu
4

beradaptasi, mampu berusaha sosialnya. Namun disisi lain terdapat


mempertahankan diri secara fisik, remaja difabel fisik yang mampu
mampu menguasai dorongan emosi, menerima kondisi fisiknya serta dapat
perilakunya menjadi terkendali dan menyesuaikan diri dengan
terarah, motivasi tinggi dan sikapnya lingkungannya, sehingga mampu
berdasarkan realitas. Fenomena difabel berkembang lebih baik dibandingkan
daksa dengan penyesuaian diri yang baik dengan remaja difabel fisik yang tidak
terjadi pada Joned. Joned adalah mampu menyesuaikan dirinya. Sehingga
seseorang yang menderita polio yang dapat dirumuskan permasalahan dalam
menyebabkan kedua kakinya mengecil penelitian ini adalah “Apakah ada
dan layuh. Selama kurang lebih dua hubungan antara penerimaan diri dengan
tahun, Joned lulus dari BBRSBD Prof. penyesuaian diri pada remaja difabel?”.
Dr. Soeharso Surakarta dan kembali kota Mengacu pada rumusan masalah tersebut
asalnya dengan membawa keterampilan penulis tertarik untuk mengadakan
menjahit. Joned memulai usaha konveksi penelitian dengan judul “Hubungan
dan mulai menjahit di rumah. Usaha antara Penerimaan Diri dengan
Joned semakin berkembang dengan Penyesuaian Diri pada Remaja Difabel”.
menerima jasa menjahit pakaian pria dan Menurut Patil (2014) penyesuaian
wanita, vermak, serta menerima pesanan diri adalah suatu proses untuk memenuhi
berskala besar dari perusahaan garment kebutuhan internal dan eksternal
di daerah Karanganyar. Semakin individu yang melibatkan respon-respon
berkembangnya usaha Joned, kemudian mental dan tingkah laku yang
Joned mulai menerima beberapa mendorong seseorang untuk
karyawan yaitu teman-temannya dengan menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
sesama penyandang cacat. Penyandang Lazarus (dalam Gunarsa, 2006) lebih
cacat yang menjadi karyawan Joned spesifik mengartikan penyesuaian diri
tidak hanya mendapatkan pekerjaan serta sebagai usaha individu dalam memenuhi
gaji, namun mereka juga mendapat tuntutan lingkungan fisik dan sosialnya,
pembinaan. Pada tahun 2006 Joned jika individu tidak mampu memenuhi
menjadi nominator penerima maka akan menimbulkan perasaan tidak
penghargaan Danamon Award dan tenang dan menimbulkan gangguan
berhasil menjadi juara ke 3 dengan keseimbangan, sebaliknya jika individu
menyisihkan 50 orang pengusaha berhasil menyesuaikan diri sesuai
lainnya, atas loyalitas serta dengan tuntutan lingkungan psikologis
kepeduliannya terhadap penyandang maka akan menimbulkan perasaan puas,
cacat (Muhardjani, 2009). superior dan menumbuhkan rasa percaya
Berdasarkan pemaparan di atas diri.
dapat disimpulkan bahwa remaja difabel Secara singkat Santrock (2008)
fisik cenderung kurang mampu untuk menyatakan bahwa penerimaan diri
menerima kondisinya sehingga sebagai salah satu kesadaran untuk
mengalami kesulitan untuk menerima diri sendiri dengan apa
menyesuaikan diri dengan lingkungan adanya. Penerimaan ini bukan berarti
5

seorang individu menerima begitu saja rendah cenderung merasa tidak puas
kondisi dirinya tanpa berusaha dengan diri sendiri, yang disebabkan
mengembangkan diri dengan lebih baik. oleh munculnya pikiran-pikiran negatif
Individu yang menerima diri berarti terhadap kondisi fisik yang dimiliki
individu tersebut telah mengenali apa remaja difabel pada saat ini, kemudian
dan bagaimana dirinya serta mempunyai akan memunculkan perasaan minder
motivasi untuk mengembangkan diri ke terhadap kondisi fisik orang lain yang
arah yang lebih baik lagi untuk normal. Sebaliknya remaja difabel fisik
menjalani kehidupan (Ridha, 2012). yang mepunyai penerimaan diri yang
World Health Organization (dalam tinggi akan lebih mudah memahami
Arifin, 2008) menyatakan bahwa difabel realitas yang ada pada dirinya, yang
(differently able people atau individu disebabkan oleh remaja difabel fisik
yang berkelainan) adalah setiap orang dapat menerima kekurangan dan
yang mempunyai kelainan fisik dan atau kelebihan serta mampu memahami dan
mental, yang dapat mengganggu atau kemudian mengembangkannya. Remaja
merupakan rintangan dan hambatan difabel fisik yang mampu menerima
baginya dalam melakukan berbagai dirinya dapat membuka diri dan
aktivitas. Konsep kecacatan (disability) berusaha menjalin hubungan sosial,
telah mengalami pergeseran dan sebab dengan penerimaan dirinya atas
perubahan makna. kelebihan serta kekurangannya remaja
Penerimaan diri yang positif banyak difabel fisik memiliki kemampuan serta
dipengaruhi oleh rasa bangga terhadap kemauan untuk menjalin hubungan
kelebihan-kelebihan yang dimiliki, sosial dengan lingkungannya serta
sedangkan penerimaan diri negatif menjalin hubungan antar pribadi.
terjadi jika hanya memikirkan Remaja difabel fisik yang memiliki
kekurangan-kekurangan yang ada dalam penerimaan diri yang baik akan memiliki
dirinya tanpa memikirkan kelebihan keaktifan yang akan mendorong remaja
yang dimilikinya. Penerimaan diri difabel fisik untuk mudah bergaul
memegang peranan penting dalam dengan orang lain maupun dengan
menemukan dan mengarahkan seluruh lingkungannya, serta aktif dan memiliki
perilaku, maka sedapat mungkin keberanian untuk mengemukakan
individu harus mempunyai penerimaan pendapat sehingga penyesuaian diri pada
diri yang positif (Rakhmat, 2001). Salah individu tersebut akan menjadi tinggi.
satu faktor keberhasilan seseorang untuk Tujuan dari penelitian ini adalah: 1)
menyesuaikan diri dengan lingkungan Mengetahui hubungan antara
ditentukan oleh kesanggupan individu penerimaan diri dengan penyesuaian diri
dalam menerima keadaan dirinya sendiri. pada remaja difabel, 2) Mengetahui
Seorang individu dengan penerimaan seberapa besar sumbangan efektif
diri yang baik akan menangkal emosi penerimaan diri terhadap penyesuaian
yang muncul karena dapat menerima diri diri remaja difabel, 3) Mengetahui
dengan apa adanya. Remaja difabel fisik tingkat penerimaan diri pada remaja
yang memiliki penerimaan diri yang
6

difabel, 4) Mengetahui tingkat dikatakan bahwa subjek dapat mewakili


penyesuaian diri remaja difabel. populasinya.
Uji linieritas dilakukan untuk
METODE PENELITIAN mengetahui apakah variabel penerimaan
Metode penelitian dalam penelitian diri dengan variabel penyesuaian diri
ini adalah metode kuantitatif dengan memiliki korelasi yang searah (linier)
menggunakan skala sebagai alat ukur. atau tidak. Berdasarkan hasil uji
Populasi dalam penelitian ini adalah linieritas diperoleh nilai F linierity =
remaja difabel di Balai Badan 2914,961; signifikansi (p) = 0,000 (p <
Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Prof. Dr. 0,05). Hasil tersebut menunjukkan
Soeharso Surakarta dengan sampel bahwa variabel penerimaan diri memiliki
subjek sebanyak 32 orang. Teknik hubungan yang linier (searah) dengan
pengambilan sampel yang digunakan variabel penyesuaian diri.
adalah purposive sampling dengan Berdasarkan hasil analisis product
karakteristik: a) Difabel dengan moment dari Carl Pearson dengan
kekurangan pada kondisi fisik (tuna menggunakan program SPSS 19 for
daksa), b) Difabel dengan kekurangan windows dapat diketahui nilai koefisien
kondisi fisik yang disebabkan karena korelasi (r) sebesar 0,983 dan
perolehan, c) Remaja difabel tunadaksa signifikansi (p) sebesar 0,000 (p < 0,01)
berusia 11-22 tahun. Teknik analisis data yang berarti bahwa terdapat hubungan
yang digunakan dalam penelitian ini positif yang sangat signifikan antara
adalah dengan menggunakan teknik penerimaan diri dengan penyesuaian diri.
analisis korelasi product moment. Hasil penelitian ini sesuai dengan
hipotesis yang diajukan oleh peneliti,
HASIL DAN PEMBAHASAN yaitu adanya hubungan positif yang
Uji normalitas dilakukan untuk signifikan menjelaskan bahwa semakin
mengetahui distribusi sebaran data tinggi penerimaan diri maka semakin
penelitian variabel penerimaan diri dan tinggi pula penyesuaian diri, sebaliknya
penyesuaian diri mengikuti sebaran semakin rendah penerimaan diri maka
distribusi normal atau tidak normal. semakin rendah pula penyesuaian diri.
Berdasarkan hasil uji normalitas pada Penerimaan diri dan penyesuaian diri
variabel penerimaan diri diperoleh nilai pada penelitian ini termasuk dalam
Kolmogorov-Smirnov Z = 0,890; kategori yang tinggi. Hal ini dapat
signifikansi (p) = 0,407 (p > 0,05) dan diartikan bahwa penerimaan diri
hasil uji normalitas pada variabel mempengaruhi penyesuaian diri remaja
penyesuaian diri diperoleh nilai difabel daksa.
Kolmogorov-Smirnov Z = 0,888; Remaja difabel daksa yang memiliki
signifikansi (p) = 0,410 (p > 0,05). Hasil penerimaan diri tinggi akan memiliki
tersebut menunjukkan bahwa sebaran penyesuaian diri yang tinggi pula. Hal
data variabel penerimaan diri dan ini disebabkan oleh remaja difabel daksa
variabel penyesuaian diri memenuhi yang mempunyai penerimaan diri yang
distribusi normal, sehingga dapat tinggi akan lebih mudah memahami
7

realitas yang ada pada dirinya, yang bahwa salah satu faktor yang dapat
disebabkan oleh remaja difabel daksa mempengaruhi penyesuaian diri adalah
dapat menerima kekurangan dan penerimaan diri. Penerimaan diri sebagai
kelebihan serta mampu memahami dan kesadaran untuk menerima diri sendiri
kemudian mengembangkannya. Remaja dengan apa adanya. Diperkuat oleh
difabel daksa yang mampu menerima pendapat Sari (2002) yang mengatakan
dirinya dapat membuka diri dan bahwa faktor yang mempengaruhi
berusaha menjalin hubungan sosial, penyesuaian diri adalah penerimaan diri,
sebab dengan penerimaan dirinya atas yaitu individu yang memiliki
kelebihan serta kekurangannya remaja penerimaan diri yang tinggi akan
difabel daksa memiliki kemampuan serta memiliki tingkat kesadaran yang tinggi
kemauan untuk menjalin hubungan pula dalam memandang dan memahami
sosial dengan lingkungannya serta keadaan dirinya, sehingga akan
menjalin hubungan antar pribadi. menimbulkan perasaan, memiliki
Karakteristik remaja difabel daksa yang kepercayaan serta rasa aman di dalam
menerima dirinya dengan baik akan diri jika seseorang dapat diterima dalam
menerima kodrat orang lain dan diri lingkungannya. Hal ini menjelaskan
sendiri, sebab dengan penerimaan diri apabila remaja difabel daksa dapat
yang baik remaja difabel memiliki menerima kenyataan-kenyataan yang
kemampuan untuk menerima bahwa dirasakan pada setiap keaadaan, maka
kondisi dirinya berbeda dengan orang remaja difabel daksa tersebut dapat
lain. Remaja difabel daksa yang memberikan kesempatan pada diri
memiliki penerimaan diri yang baik akan sendiri untuk menyadari sepenuhnya
memiliki keaktifan yang akan serta menyadari pilihan dan tindakan
mendorong remaja difabel daksa untuk yang diambil, sehingga remaja difabel
mudah bergaul dengan orang lain daksa tidak terhambat atau tidak merasa
maupun dengan lingkungannya, serta kesulitan dalam hal penyesuaian diri.
aktif dan memiliki keberanian untuk Sumbangan efektif (SE) variabel
mengemukakan pendapat sehingga penerimaan diri dengan penyesuaian diri
penyesuaian diri pada individu tersebut pada remaja difabel daksa sebesar
akan menjadi tinggi. 96,7%, ditunjukkan oleh koefisien
Pemaparan hubungan antara determinan (r²) sebesar 0,967. Masih
penerimaan diri dengan penyesuaian diri terdapat 3,3% faktor lain yang
di atas sesuai dengan pendapat yang mempengaruhi penyesuaian diri selain
dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella penerimaan diri, diantaranya adalah
(dalam Carson, 2006) bahwa penerimaan kebiasaan, keterampilan, pengenalan
diri merupakan aset pribadi yang sangat diri, dan kelincahan (Darajat, 2006). Hal
berharga, oleh karena itu penerimaan diri tersebut didukung oleh pernyataan yang
akan membantu dalam hal penyesuaian diungkapkan oleh Sari (2000) yang
diri sehingga seimbang dan terintegritas. menyatakan bahwa faktor yang
Senada dengan Calhoun dan mempengaruhi penyesuaian diri adalah
Acocella, Darajat (2006) menyatakan penerimaan diri, yaitu individu yang
8

memiliki penerimaan diri yang tinggi hipotetik (RH) sebesar 115, yang berarti
akan memiliki tingkat kesadaran yang variabel penerimaan diri termasuk dalam
tinggi pula dalam memandang dan kategori tinggi. Berdasarkan kategorisasi
memahami keadaan dirinya, sehingga variabel penerimaan diri diketahui
akan menimbulkan perasaan, memiliki bahwa terdapat 1 orang (3,125%) remaja
kepercayaan serta rasa aman di dalam difabel berkategori sangat rendah
diri jika seseorang dapat diterima dalam penerimaan dirinya, 2 orang (6,25%)
lingkungannya. Penerimaan diri remaja difabel berkategori rendah
memberikan sumbangan yang sangat penerimaan dirinya, 7 orang (21,875%)
besar terhadap penyesuaian diri. Hasil remaja difabel berkategori sedang
penelitian ini menujukkan bahwa penerimaan dirinya, 18 orang (56,25%)
penerimaan diri dengan segala aspek remaja difabel berkategori tinggi
yang terkandung di dalamnya memang penerimaan dirinya, serta terdapat 4
memberikan kontribusi untuk orang (12,5%) remaja difabel
penyesuaian diri pada remaja difabel berkategori sangat tinggi penerimaan
daksa, meskipun penyesuaian diri remaja dirinya. Pemaparan di atas menunjukkan
difabel daksa tidak hanya dipengaruhi bahwa prosentase dari jumlah terbanyak
oleh variabel tersebut. Penerimaan diri berada pada posisi tinggi. Hal tersebut
memberikan kontribusi positif terhadap dapat diartikan bahwa remaja difabel
penyesuaian diri, yang artinya semakin dapat memenuhi aspek-aspek
tinggi penerimaan diri maka akan penerimaan diri, seperti yang
semakin tinggi pula penyesuaian diri, dikemukakan oleh Sheerer (dalam
sebaliknya semakin rendah penerimaan Sambu, 2011) yaitu perasaan sederajat,
diri maka akan semakin rendah pula percaya kemampuan sendiri,
penyesuaian diri. Sehingga hal tersebut bertanggungjawab, berorientasi keluar,
mencerminkan bahwa memiliki berpendirian, menyadari keterbatasan,
penerimaan diri yang tinggi menjadi dan menerima sifat kemanusiaan.
salah satu hal yang dapat memunculkan Perasaan sederajat adalah individu
perilaku penyesuaian diri yang tinggi menganggap bahwa dirinya berharga
pada remaja difabel daksa. Tingginya sebagai manusia yang sederajat dengan
penerimaan diri remaja difabel daksa di orang lain. Percaya terhadap kemampuan
BBRSBD “Prof. Dr. Soeharso” diri adalah individu yang memiliki
Surakarta terbentuk dengan adanya kemampuan untuk menghadapi
berbagai kegiatan untuk meningkatkan kehidupan terlihat dari sikap individu
penerimaan diri pada remaja difabel yang percaya diri, mengembangkan
daksa, yang diantaranya adalah sikap baiknya dan menghindari sikap
rehabilitasi medik, rehabilitasi sosial buruknya, serta puas menjadi diri
psikologis, rehabilitasi vokasional, dan sendiri. Bertanggungjawab adalah
rehabilitasi pendidikan. individu yang mampu bertanggungjawab
Hasil analisis variabel penerimaan terhadap perilakunya. Orientasi keluar
diri diketahui bahwa memiliki rerata diri adalah individu yang senang dan
empirik (RE) sebesar 133,75 dan rerata tidak malu untuk mengaktualisasikan
9

dirinya. Berpendirian adalah individu kemampuan mengatasi ketegangan,


yang memiliki prinsip sendiri daripada konflik dan frutrasi. Keharmonisan diri
bersikap conform terhadap tekanan pribadi adalah kemampuan individu
sosial. Menyedari keterbatasan adalah untuk menerima keadaan dirinya.
individu tidak menyalahkan diri sendiri Keharmonisan dengan lingkungan
terhadap keterbatasan yang dimilikinya adalah kemampuan individu untuk
dan tidak mengingkari kelebihannya. menyesuaikan diri dengan
Menerima sifat kemanusiaan adalah lingkungannya. Kemampuan mengatasi
individu dapat mengenali perasaan ketegangan, konflik dan frutrasi adalah
marah, takut, dan cemas tanpa kemampuan individu untuk memenuhi
menganggapnya sebagai sesuatu yang kebutuhan dirinya tanpa terganggu oleh
harus ditutupi. Terpenuhinya aspek- emosinya.
aspek penerimaan diri maka akan Berdasarkan hasil di atas dapat
menyebabkan penyesuaian diri yang diketahui bahwa variabel penerimaan
tinggi pada remaja difabel. diri dan variabel penyesuaian diri
Hasil analisis variabel penyesuaian termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini
diri diketahui bahwa memiliki rerata berarti bahwa remaja difabel daksa
empirik (RE) sebesar 92,97 dan rerata memiliki keharmonisan terhadap diri
hipotetik (RH) sebesar 80, yang berarti pribadi, yang disebabkan karena remaja
variabel penyesuaian diri termasuk difabel mampu menyadari
dalam kategori tinggi. Berdasarkan keterbatasannya serta mampu memahami
kategorisasi variabel penyesuaian diri kelebihannya, sehingga menganggap
diketahui bahwa terdapat 1 orang bahwa dirinya berharga sebagai manusia
(3,125%) remaja difabel berkategori yang sederajat dengan orang lain,
sangat rendah penyesuaian dirinya, 1 percaya terhadap diri sendiri dan
orang (3,125%) remaja difabel memiliki pendirian. Remaja difabel
berkategori rendah penyesuaian dirinya, memiliki keharmonisan dengan
8 orang (25%) remaja difabel lingkungan karena remaja difabel
berkategori sedang penyesuaian dirinya, memiliki orientasi keluar diri daripada
18 orang (56,25%) remaja difabel ke dalam diri, sehingga remaja difabel
berkategori tinggi penyesuaian dirinya, mampu mengaktulisasikan dirinya tanpa
serta terdapat 4 orang (12,5%) remaja merasa terhambat dengan kondisi
difabel berkategori sangat tinggi fisiknya. Remaja difabel mampu
penyesuaian dirinya. Pemaparan di atas mengatasi ketegangan, konflik, dan
menunjukkan bahwa prosentase dari frustrasi, sehingga remaja difabel
jumlah terbanyak berada pada posisi mampu menerima sifat-sifat
tinggi. Hal tersebut dapat diartikan kemanusiaan yang berbeda-beda pada
bahwa remaja difabel dapat memenuhi setiap orang, serta mampu
aspek-aspek penyesuaian diri, seperti bertanggugjawab terhadap perilakunya.
yang dikemukakan oleh Schneiders Berdasarkan uraian di atas dapat
(2008), yaitu keharmonisan diri pribadi, diambil kesimpulan ada hubungan yang
keharmonisan dengan lingkungan, serta sangat signifikan antara penerimaan diri
10

dengan penyesuaian diri. Namun (r²) sebesar 0,967. Hal tersebut memiliki
penelitian ini memiliki keterbatasan, arti bahwa masih terdapat 3,3% faktor
antara lain jumlah sampel yang terbatas lain yang mempengaruhi penyesuaian
dalam satu tempat saja yakni di Balai diri selain penerimaan diri. Penerimaan
Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa diri pada remaja difabel tergolong tinggi,
(BBRSBD) Prof. Dr. Soeharso hal ini dikarenakan dari hasil penelitian
Surakarta, sehingga hasil kesimpulan didapatkan bahwa jumlah persentase
tidak dapat digeneralisasikan pada terbanyak dari penerimaan diri masuk
tempat lain dengan subjek penelitian dalam kategori tinggi. Penyesuaian diri
yang berbeda tanpa melakukan pada remaja difabel tergolong tinggi, hal
penelitian terlebih dahulu. Kemudian ini dikarenakan dari hasil penelitian
penelitian ini tidak melihat perbedaan didapatkan bahwa jumlah persentase
usia remaja difabel daksa saat dilakukan terbanyak dari penyesuaian diri masuk
penelitian dan usia saat memperoleh dalam kategori tinggi.
kedifabelannya, sehingga hasil penelitian
ini kurang dapat digunakan untuk DAFTAR PUSTAKA
membedakan tingkat penerimaan diri
dan penyesuaian diri berdasarkan usia. Arifin, S. (2008). Metode kebijakan
Selain itu dikhawatirkan adanya bias mitigasi bencana alam bagi difabel
pada hasil penelitian ini disebabkan (studi kasus di Kabupaten Bantul,
karena perlakuan yang tidak sama pada Yogyakarta). Jurnal Fenomena, 6
tiap subjek. Perlakuan yang tidak sama (1). ISSN: 1693-4296.
tersebut dilakukan karena terdapat Azwar, S. (2012). Penyusunan skala
beberapa subjek yang kurang dapat psikologi. Edisi I. Yogyakarta:
membaca dengan baik. Pustaka Pelajar.
Carson, S.H., Ellen J.L. (2006).
KESIMPULAN Mindfulness and self-acceptance.
Setelah dilakukan penelitian tentang Journal of Rational-Emotive &
hubungan penerimaan diri dengan Cognitive-Behavior Therapy, 24(1).
penyesuaian diri, dapat disimpulkan Darajat, Z. (2006). Kesehatan mental.
bahwa: Terdapat hubungan positif yang Jakarta: CV. Haji Masagung.
signifikan antara penerimaan diri dengan Desmita. (2010). Psikologi
penyesuaian diri pada remaja difabel. perkembangan peserta didik.
Hal ini berarti semakin tinggi Bandung: Rosdakarya.
penerimaan diri maka semakin tinggi Difabel News. (2010). Membangun
penyesuaian diri, sebaliknya semakin motivasi dan penerimaan diri
rendah penerimaan diri maka semakin terhadap difabel. Edisi VII Th X
rendah pula penyesuaian diri. Maret 2010. Yogyakarta: Sapda.
Sumbangan efektif (SE) variabel Gunarsa, S.D. (2006). Psikologi sosial I.
penerimaan diri dengan penyesuaia diri Bandung: Eresco.
pada remaja difabel sebesar 96,7%, Hadi, S. (2000). Metodelogi research.
ditunjukkan oleh koefisien determinan Yogyakarta: Yayasan Penelitian
11

Fakultas Psikologi Universitas Sambu, S. (2011). Hubungan antara


Gadjah Mada. penerimaan diri dengan interaksi
Hirzati, U. (2013). Hubungan antara sosial pada remaja. Skripsi. (Tidak
kemandirian dengan penyesuaian diterbitkan). Surakarta: Fakultas
diri pada Remaja. Skripsi. (Tidak Psikologi Universitas
diterbitkan). Surakarta: Fakultas Muhammadiyah Surakarta.
Psikologi Universitas Santrock, J. W. (2008). Live span
Muhammadiyah Surakarta. development. Edisi Kelima Jilid 2
Hurlock, E.B..(2008). Psikologi (terjemahan Chusaeri dan
perkembangan sepanjang rentang Damanik). Jakarta: Erlangga.
kehidupan. Edisi kelima, Jakarta: Sari, E.P. (2002). Penerimaan diri pada
Erlangga. lanjut usia ditinjau dari kematangan
Kumalasari, F. & Latifah, N.A. (2012). emosi. Jurnal psikologi, (2), 73-88.
Hubungan antara dukungan sosial Sarwono, S.W dan Meinarno E. (2009).
dengan penyesuaian diri remaja di Psikologi sosial. Jakarta: Salemba
panti asuhan. Jurnal Psikologi Humanika.
Pitutur, 1 (1). Satyaningtyas, R., Sri, M.A. Penerimaan
Monks, F. J. Knoer, A.M.P dan diri dan kebermaknaan hidup
Haditono, S.R. (2010). Psikologi penyandang cacat fisik. Skripsi.
Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah (Tidak diterbitkan). Yogyakarta:
Mada University Press. Fakultas Psikologi Universitas
Murhardjani, M.P. dan Fitri K. (2009). Mercu Buana.
Joned, sosok yang tidak pernah Schneiders, A.A. (2008). Personal
putus asa dan pantang menyerah, adjustment and mental health. New
dalam http://www.rc- York: Holtt. Renchart and Winston
solo.depsos.go.id/statis-7-profil- Inc.
kelayan-mandiri.html. Siregar, S. (2013). Metode penelitian
Patil, S.K. (2014). Adjustment problems kuantitatif dilengkapi dengan
during adolescence. The perbandingan perhitungan manual
international journal of humanities & SPSS. Jakarta: Prenada Media
& social studies, 2 (4). Group
Rakhmat, J. (2001). Psikologi Skowron, E.A. (2004). Differentiation of
komunikasi. Bandung: PT. Derharja self, personal adjustment, problem
Rosdakarya. solving and etchnic group belonging
Ridha, M. (2012). Hubungan antara among persons of color. Journal of
body image dengan penerimaan diri counceling & development. Vol. 82.
pada mahasiswa aceh di yogyakarta. Somantri. (2006). Psikologi anak luar
Jurnal empathy. 1(1). biasa. Jakarta: PT. Refika Aditama.
Rohmah, F.A (2004). Pengaruh pelatihan Sugiyono. (2012). Metode penelitian
harga diri terhadap penyesuaian diri kombinasi (mixed methods).
pada remaja. Indonesian Bandung: Alfabeta.
psychological journal, 1 (1), 53-56.
12

Walgito, B. (2003). Pengantar psikologi


umum. Yogyakarta: Yayasan
Penerbitan Fakultas Psikologi
UGM.
Widiastuti, A.A. (2012). Permasalahan
penyesuaian diri dan strategi coping
(kasus tiga remaja bermasalah di
balai rehabilitasi sosial). Jurnal
widya sari, 14 (2).

Anda mungkin juga menyukai