NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1
Disusun Oleh:
RENALDHI ARDHIAN PUTRA
F 100 090 063
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
i
HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN PENYESUAIAN
DIRI PADA REMAJA DIFABEL
Naskah Publikasi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana
(S-1) Psikologi
Diajukan Oleh :
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
ii
HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN PENYESUAIAN
DIRI PADA REMAJA DIFABEL
mudah menyerah, merasa tidak mampu, sikap dengan baik, serta tidak mampu
menarik diri dari pergaulan. mengatasi tekanan-tekanan yang muncul
Penyesuaian diri merupakan dengan cara yang baik. Selanjutnya
kemampuan individu meleburkan diri menurut Gunarsa (2006), individu
dalam lingkungan yang dihadapinya dengan penyesuaian diri yang rendah
(Walgito, 2003), definisi lain menurut cenderung menarik diri dari lingkungan,
Schneiders (2008) individu dikatakan sulit bergaul dengan orang-orang
tidak mampu menyesuaikan diri apabila disekitarnya, memiliki sedikit teman,
perasaan sedih, rasa kecewa, atau rasa serta merasa rendah diri. Fenomena
putus asa berkembang dan difabel yang memiliki penyesuaian diri
mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologi rendah terjadi pada kasus bencana
serta psikologinya. Individu menjadi gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa
tidak mampu menggunakan pikiran dan Tengah pada tahun 2006 lalu, sebagian
sikap dengan baik, sehingga tidak dari korban selamat banyak yang
mampu mengatasi tekanan-tekanan yang kemudian menjadi difabel. Namun
muncul dengan cara yang baik. demikian, keberadaan mereka pasca
Wawancara dengan Psikolog di terjadinya bencana kurang mendapatkan
Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina perhatian, baik lembaga internasional
Daksa Prof. Dr. Soeharso Surakarta, maupun pemerintahan sendiri. Kondisi
menunjukkan bahwa terdapat beberapa para difabel pasca bencana cukup parah
masalah yang ditimbulkan karena baik secara sosial maupun psikologis.
hambatan penyesuaian diri misalnya: Banyak dari mereka yang kemudian
merasa dikucilkan dalam pergaulan, mengalami trauma berat dan tidak dapat
tidak aktif dalam kegiatan, kurang menerima diri akibat dari kenyataan
inisiatif, prestasi belajar menurun, bahwa kondisi tubuh mereka tidak
mengalami kejenuhan, kurang percaya selengkap seperti dulu. Korban gempa
diri dengan bentuk tubuh, tidak dapat bumi yang menjadi difabel mengalami
berbicara dalam diskusi, malu dengan permasalahan dalam penyesuaian diri
lawan jenis, tidak ada orang yang dalam kondisi fisik, psikologis dan sosial
memperhatikan, sering merasa minder, pasca gempa bumi. Perubahan fisik yang
tidak bahagia, serta tidak memiliki terjadi selain menimbulkan trauma
teman akrab. Kondisi tersebut secara psikologis juga menimbulkan
tidak langsung menunjukkan bahwa permasalahan sosial bagi mereka
individu tersebut kurang bisa menerima seringkali kondisi tersebut memunculkan
keadaan cacat tubuh yang dialami. konflik batin bagi korban yang
Menurut Schneiders (2008) individu bersangkutan untuk bisa menerima
dikatakan tidak mampu menyesuaikan kenyataan bahwa kondisi fisik mereka
diri apabila perasaan sedih, rasa kecewa, sudah tidak seperti dulu (Totok, dalam
atau rasa putus asa berkembang dan Difabel News 2010).
mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologi Menurut Schneiders (2008) individu
serta psikologinya, sehingga menjadi dengan penyesuaian diri yang tinggi
tidak mampu menggunakan pikiran dan memiliki ciri-ciri antara lain: mampu
4
seorang individu menerima begitu saja rendah cenderung merasa tidak puas
kondisi dirinya tanpa berusaha dengan diri sendiri, yang disebabkan
mengembangkan diri dengan lebih baik. oleh munculnya pikiran-pikiran negatif
Individu yang menerima diri berarti terhadap kondisi fisik yang dimiliki
individu tersebut telah mengenali apa remaja difabel pada saat ini, kemudian
dan bagaimana dirinya serta mempunyai akan memunculkan perasaan minder
motivasi untuk mengembangkan diri ke terhadap kondisi fisik orang lain yang
arah yang lebih baik lagi untuk normal. Sebaliknya remaja difabel fisik
menjalani kehidupan (Ridha, 2012). yang mepunyai penerimaan diri yang
World Health Organization (dalam tinggi akan lebih mudah memahami
Arifin, 2008) menyatakan bahwa difabel realitas yang ada pada dirinya, yang
(differently able people atau individu disebabkan oleh remaja difabel fisik
yang berkelainan) adalah setiap orang dapat menerima kekurangan dan
yang mempunyai kelainan fisik dan atau kelebihan serta mampu memahami dan
mental, yang dapat mengganggu atau kemudian mengembangkannya. Remaja
merupakan rintangan dan hambatan difabel fisik yang mampu menerima
baginya dalam melakukan berbagai dirinya dapat membuka diri dan
aktivitas. Konsep kecacatan (disability) berusaha menjalin hubungan sosial,
telah mengalami pergeseran dan sebab dengan penerimaan dirinya atas
perubahan makna. kelebihan serta kekurangannya remaja
Penerimaan diri yang positif banyak difabel fisik memiliki kemampuan serta
dipengaruhi oleh rasa bangga terhadap kemauan untuk menjalin hubungan
kelebihan-kelebihan yang dimiliki, sosial dengan lingkungannya serta
sedangkan penerimaan diri negatif menjalin hubungan antar pribadi.
terjadi jika hanya memikirkan Remaja difabel fisik yang memiliki
kekurangan-kekurangan yang ada dalam penerimaan diri yang baik akan memiliki
dirinya tanpa memikirkan kelebihan keaktifan yang akan mendorong remaja
yang dimilikinya. Penerimaan diri difabel fisik untuk mudah bergaul
memegang peranan penting dalam dengan orang lain maupun dengan
menemukan dan mengarahkan seluruh lingkungannya, serta aktif dan memiliki
perilaku, maka sedapat mungkin keberanian untuk mengemukakan
individu harus mempunyai penerimaan pendapat sehingga penyesuaian diri pada
diri yang positif (Rakhmat, 2001). Salah individu tersebut akan menjadi tinggi.
satu faktor keberhasilan seseorang untuk Tujuan dari penelitian ini adalah: 1)
menyesuaikan diri dengan lingkungan Mengetahui hubungan antara
ditentukan oleh kesanggupan individu penerimaan diri dengan penyesuaian diri
dalam menerima keadaan dirinya sendiri. pada remaja difabel, 2) Mengetahui
Seorang individu dengan penerimaan seberapa besar sumbangan efektif
diri yang baik akan menangkal emosi penerimaan diri terhadap penyesuaian
yang muncul karena dapat menerima diri diri remaja difabel, 3) Mengetahui
dengan apa adanya. Remaja difabel fisik tingkat penerimaan diri pada remaja
yang memiliki penerimaan diri yang
6
realitas yang ada pada dirinya, yang bahwa salah satu faktor yang dapat
disebabkan oleh remaja difabel daksa mempengaruhi penyesuaian diri adalah
dapat menerima kekurangan dan penerimaan diri. Penerimaan diri sebagai
kelebihan serta mampu memahami dan kesadaran untuk menerima diri sendiri
kemudian mengembangkannya. Remaja dengan apa adanya. Diperkuat oleh
difabel daksa yang mampu menerima pendapat Sari (2002) yang mengatakan
dirinya dapat membuka diri dan bahwa faktor yang mempengaruhi
berusaha menjalin hubungan sosial, penyesuaian diri adalah penerimaan diri,
sebab dengan penerimaan dirinya atas yaitu individu yang memiliki
kelebihan serta kekurangannya remaja penerimaan diri yang tinggi akan
difabel daksa memiliki kemampuan serta memiliki tingkat kesadaran yang tinggi
kemauan untuk menjalin hubungan pula dalam memandang dan memahami
sosial dengan lingkungannya serta keadaan dirinya, sehingga akan
menjalin hubungan antar pribadi. menimbulkan perasaan, memiliki
Karakteristik remaja difabel daksa yang kepercayaan serta rasa aman di dalam
menerima dirinya dengan baik akan diri jika seseorang dapat diterima dalam
menerima kodrat orang lain dan diri lingkungannya. Hal ini menjelaskan
sendiri, sebab dengan penerimaan diri apabila remaja difabel daksa dapat
yang baik remaja difabel memiliki menerima kenyataan-kenyataan yang
kemampuan untuk menerima bahwa dirasakan pada setiap keaadaan, maka
kondisi dirinya berbeda dengan orang remaja difabel daksa tersebut dapat
lain. Remaja difabel daksa yang memberikan kesempatan pada diri
memiliki penerimaan diri yang baik akan sendiri untuk menyadari sepenuhnya
memiliki keaktifan yang akan serta menyadari pilihan dan tindakan
mendorong remaja difabel daksa untuk yang diambil, sehingga remaja difabel
mudah bergaul dengan orang lain daksa tidak terhambat atau tidak merasa
maupun dengan lingkungannya, serta kesulitan dalam hal penyesuaian diri.
aktif dan memiliki keberanian untuk Sumbangan efektif (SE) variabel
mengemukakan pendapat sehingga penerimaan diri dengan penyesuaian diri
penyesuaian diri pada individu tersebut pada remaja difabel daksa sebesar
akan menjadi tinggi. 96,7%, ditunjukkan oleh koefisien
Pemaparan hubungan antara determinan (r²) sebesar 0,967. Masih
penerimaan diri dengan penyesuaian diri terdapat 3,3% faktor lain yang
di atas sesuai dengan pendapat yang mempengaruhi penyesuaian diri selain
dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella penerimaan diri, diantaranya adalah
(dalam Carson, 2006) bahwa penerimaan kebiasaan, keterampilan, pengenalan
diri merupakan aset pribadi yang sangat diri, dan kelincahan (Darajat, 2006). Hal
berharga, oleh karena itu penerimaan diri tersebut didukung oleh pernyataan yang
akan membantu dalam hal penyesuaian diungkapkan oleh Sari (2000) yang
diri sehingga seimbang dan terintegritas. menyatakan bahwa faktor yang
Senada dengan Calhoun dan mempengaruhi penyesuaian diri adalah
Acocella, Darajat (2006) menyatakan penerimaan diri, yaitu individu yang
8
memiliki penerimaan diri yang tinggi hipotetik (RH) sebesar 115, yang berarti
akan memiliki tingkat kesadaran yang variabel penerimaan diri termasuk dalam
tinggi pula dalam memandang dan kategori tinggi. Berdasarkan kategorisasi
memahami keadaan dirinya, sehingga variabel penerimaan diri diketahui
akan menimbulkan perasaan, memiliki bahwa terdapat 1 orang (3,125%) remaja
kepercayaan serta rasa aman di dalam difabel berkategori sangat rendah
diri jika seseorang dapat diterima dalam penerimaan dirinya, 2 orang (6,25%)
lingkungannya. Penerimaan diri remaja difabel berkategori rendah
memberikan sumbangan yang sangat penerimaan dirinya, 7 orang (21,875%)
besar terhadap penyesuaian diri. Hasil remaja difabel berkategori sedang
penelitian ini menujukkan bahwa penerimaan dirinya, 18 orang (56,25%)
penerimaan diri dengan segala aspek remaja difabel berkategori tinggi
yang terkandung di dalamnya memang penerimaan dirinya, serta terdapat 4
memberikan kontribusi untuk orang (12,5%) remaja difabel
penyesuaian diri pada remaja difabel berkategori sangat tinggi penerimaan
daksa, meskipun penyesuaian diri remaja dirinya. Pemaparan di atas menunjukkan
difabel daksa tidak hanya dipengaruhi bahwa prosentase dari jumlah terbanyak
oleh variabel tersebut. Penerimaan diri berada pada posisi tinggi. Hal tersebut
memberikan kontribusi positif terhadap dapat diartikan bahwa remaja difabel
penyesuaian diri, yang artinya semakin dapat memenuhi aspek-aspek
tinggi penerimaan diri maka akan penerimaan diri, seperti yang
semakin tinggi pula penyesuaian diri, dikemukakan oleh Sheerer (dalam
sebaliknya semakin rendah penerimaan Sambu, 2011) yaitu perasaan sederajat,
diri maka akan semakin rendah pula percaya kemampuan sendiri,
penyesuaian diri. Sehingga hal tersebut bertanggungjawab, berorientasi keluar,
mencerminkan bahwa memiliki berpendirian, menyadari keterbatasan,
penerimaan diri yang tinggi menjadi dan menerima sifat kemanusiaan.
salah satu hal yang dapat memunculkan Perasaan sederajat adalah individu
perilaku penyesuaian diri yang tinggi menganggap bahwa dirinya berharga
pada remaja difabel daksa. Tingginya sebagai manusia yang sederajat dengan
penerimaan diri remaja difabel daksa di orang lain. Percaya terhadap kemampuan
BBRSBD “Prof. Dr. Soeharso” diri adalah individu yang memiliki
Surakarta terbentuk dengan adanya kemampuan untuk menghadapi
berbagai kegiatan untuk meningkatkan kehidupan terlihat dari sikap individu
penerimaan diri pada remaja difabel yang percaya diri, mengembangkan
daksa, yang diantaranya adalah sikap baiknya dan menghindari sikap
rehabilitasi medik, rehabilitasi sosial buruknya, serta puas menjadi diri
psikologis, rehabilitasi vokasional, dan sendiri. Bertanggungjawab adalah
rehabilitasi pendidikan. individu yang mampu bertanggungjawab
Hasil analisis variabel penerimaan terhadap perilakunya. Orientasi keluar
diri diketahui bahwa memiliki rerata diri adalah individu yang senang dan
empirik (RE) sebesar 133,75 dan rerata tidak malu untuk mengaktualisasikan
9
dengan penyesuaian diri. Namun (r²) sebesar 0,967. Hal tersebut memiliki
penelitian ini memiliki keterbatasan, arti bahwa masih terdapat 3,3% faktor
antara lain jumlah sampel yang terbatas lain yang mempengaruhi penyesuaian
dalam satu tempat saja yakni di Balai diri selain penerimaan diri. Penerimaan
Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa diri pada remaja difabel tergolong tinggi,
(BBRSBD) Prof. Dr. Soeharso hal ini dikarenakan dari hasil penelitian
Surakarta, sehingga hasil kesimpulan didapatkan bahwa jumlah persentase
tidak dapat digeneralisasikan pada terbanyak dari penerimaan diri masuk
tempat lain dengan subjek penelitian dalam kategori tinggi. Penyesuaian diri
yang berbeda tanpa melakukan pada remaja difabel tergolong tinggi, hal
penelitian terlebih dahulu. Kemudian ini dikarenakan dari hasil penelitian
penelitian ini tidak melihat perbedaan didapatkan bahwa jumlah persentase
usia remaja difabel daksa saat dilakukan terbanyak dari penyesuaian diri masuk
penelitian dan usia saat memperoleh dalam kategori tinggi.
kedifabelannya, sehingga hasil penelitian
ini kurang dapat digunakan untuk DAFTAR PUSTAKA
membedakan tingkat penerimaan diri
dan penyesuaian diri berdasarkan usia. Arifin, S. (2008). Metode kebijakan
Selain itu dikhawatirkan adanya bias mitigasi bencana alam bagi difabel
pada hasil penelitian ini disebabkan (studi kasus di Kabupaten Bantul,
karena perlakuan yang tidak sama pada Yogyakarta). Jurnal Fenomena, 6
tiap subjek. Perlakuan yang tidak sama (1). ISSN: 1693-4296.
tersebut dilakukan karena terdapat Azwar, S. (2012). Penyusunan skala
beberapa subjek yang kurang dapat psikologi. Edisi I. Yogyakarta:
membaca dengan baik. Pustaka Pelajar.
Carson, S.H., Ellen J.L. (2006).
KESIMPULAN Mindfulness and self-acceptance.
Setelah dilakukan penelitian tentang Journal of Rational-Emotive &
hubungan penerimaan diri dengan Cognitive-Behavior Therapy, 24(1).
penyesuaian diri, dapat disimpulkan Darajat, Z. (2006). Kesehatan mental.
bahwa: Terdapat hubungan positif yang Jakarta: CV. Haji Masagung.
signifikan antara penerimaan diri dengan Desmita. (2010). Psikologi
penyesuaian diri pada remaja difabel. perkembangan peserta didik.
Hal ini berarti semakin tinggi Bandung: Rosdakarya.
penerimaan diri maka semakin tinggi Difabel News. (2010). Membangun
penyesuaian diri, sebaliknya semakin motivasi dan penerimaan diri
rendah penerimaan diri maka semakin terhadap difabel. Edisi VII Th X
rendah pula penyesuaian diri. Maret 2010. Yogyakarta: Sapda.
Sumbangan efektif (SE) variabel Gunarsa, S.D. (2006). Psikologi sosial I.
penerimaan diri dengan penyesuaia diri Bandung: Eresco.
pada remaja difabel sebesar 96,7%, Hadi, S. (2000). Metodelogi research.
ditunjukkan oleh koefisien determinan Yogyakarta: Yayasan Penelitian
11