Anda di halaman 1dari 8

Sari Pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005 Sari Pediatri, Vol. 7, No.

2, September 2005: 105 - 112

Deteksi Dini, Faktor Risiko, dan Dampak Perlakuan


Salah pada Anak
Daisy Widiastuti, Rini Sekartini

Child abuse atau kekerasan pada anak merupakan keadaan yang sering kita jumpai
pada kehidupan sehari-hari, fenomena gunung es berlaku pada keadaan tersebut, data
pasti mengenai child abuse sulit diperoleh. Kekerasan terhadap anak termasuk semua
bentuk perlakuan menyakitkan baik fisik, seksual maupun emosional yang dilakukan
orang tua atau orang lain dalam konteks hubungan tanggung jawab atau kekuasaan.
Faktor resiko baik pada anak, orang tua/situasi keluarga maupun masyarakat/sosial
mempunyai hubungan dengan dugaan kekerasan pada anak. Wawancara terstruktur,
pemeriksaan fisik yang cermat, dan pemeriksaan penunjang dapat membantu
mengetahui kasus kekerasan pada anak. Kekerasan pada anak dapat memberikan
dampak akut atau kronik bagi tumbuh kembang anak, terhadap keluarga dan
masyarakat.

Kata kunci: child abuse, faktor resiko.

P
ertumbuhan dan perkembangan anak yang John Caffey tahun 1946 menemukan fraktur pada
optimal sangat dipengaruhi oleh peran serta anak dengan hematom subdural kronik, sering pula
orangtua, guru, pendidik, dan orang-orang lain fraktur multipel dengan stadium penyembuhan yang
yang berada di lingkungan sekitarnya. Kebutuhan anak bervariasi, yang dicurigai sebagai akibat perlakuan
yaitu pemberian asuh, asih, dan asah akan membuat salah oleh orang tuanya. Pada tahun 1952
mereka menjadi dewasa sumber daya yang potensial. masyarakat lebih menaruh perhatian terhadap
Sebaliknya, perlakuan salah yang diberikan pada anak masalah perlakuan salah terhadap anak, setelah
akan menghambat tumbuh kembang anak. Henry Kempe menulis mengenai battered child
Child abuse pertama kali dilaporkan oleh syndrome dalam Journal of The American Medical
Ambroise Tardieu, seorang ahli patologi dan Association.1,2
kedokteran forensik, Perancis pada tahun 1860. 1 Meningkatnya kekacauan yang disertai kekerasan
di berbagai daerah di Indonesia saat ini merupakan
indikasi bahwa kekerasan tidak hanya terbatas di
dalam rumah tangga, namun sudah meluas pada
kelompok-kelompok masyarakat yang bertikai di
Alamat korespondensi:
Dr. Rini Sekartini, Sp.A. wilayah yang bersangkutan. Pertikaian yang disertai
Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial. Departemen Ilmu Kesehatan kekerasan tidak hanya mengambil korban orang
Anak FKUI-RSCM. dewasa, namun juga anak-anak. Dalam situasi tidak
Jl. Salemba no. 6, Jakarta 10430. menentu dan serba kekurangan, penegakan dan
Telepon: 021-3160622. Fax.021-3913982
perlindungan hukum amat minim, sehingga
Dr. Daisy Widiastuti Peserta Program Studi Ilmu Kesehatan Anak FKUI- umumnya orang dewasa akan mengalami stres.
RSCM, Jakarta. Berbagai situasi yang menimbulkan frustasi seperti

105
Sari Pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005

kesulitan ekonomi, rasa khawatir mengenai pe- pengangguran yang tinggi, adat istiadat me-
kerjaan, kesulitan pekerjaan, pertengkaran dengan ngenai pola asuh anak, pengaruh pergeseran
pasangan, kelelahan fisik, dapat menjadi sumber stres budaya, stres pada para pengasuh, budaya
yang membuat orang dewasa menjadi lebih mudah memberikan hukuman badan kepada anak, dan
melakukan tindak kekerasan.3 Catatan dari Yayasan pengaruh media massa.
Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) menunjukkan
adanya peningkatan kasus dalam kurun waktu tiga 2. Faktor orang tua atau situasi keluarga, yaitu
tahun, 172 kasus pada tahun 1994, 421 kasus pada riwayat orang tua dengan kekerasan fisik atau
tahun 1995, dan 476 kasus pada tahun 1996.3 Data seksual pada masa kecil, orang tua remaja,
yang didapat pada Instalasi Gawat Darurat RSCM imaturitas emosi, kepercayaan diri rendah,
Jakarta/Pusat Krisis Terpadu, sejak bulan Juni 2000 dukungan sosial rendah, keterasingan dari
hingga Juni 2003 terdapat 720 kasus anak yang masyarakat, kemiskinan, kepadatan hunian
mengalami perlakuan salah. (rumah tinggal), masalah interaksi dengan
masyarakat, kekerasan dalam rumah tangga,
riwayat depresi dan masalah kesehatan mental
Definisi lainnya (ansietas, skizoprenia), mempunyai
banyak anak balita, riwayat penggunaan zat/ obat-
Perlakuan salah meliputi perbuatan ataupun pe- obatan terlarang (NAPZA) atau alkohol, kurang-
nelantaran yang mengakibatkan morbiditas dan nya dukungan sosial bagi keluarga, diketahui ada
mortalitas. 4 Peraturan perundang-undangan di riwayat child abuse dalam keluarga, kurang
Indonesia belum memberikan definisi ataupun persiapan menghadapi stres saat kelahiran anak,
pengertian atas istilah child abuse dalam bahasa kehamilannya disangkal, orang tua tunggal,
Indonesia. Berdasarkan salah satu kepustakaan istilah riwayat bunuh diri pada orang tua/ keluarga, pola
child abuse dalam bahasa Indonesia disebut sebagai mendidik anak, nilai-nilai hidup yang dianut
kekerasan terhadap anak. 4 Pengertian kekerasan orangtua, dan kurang pengertian mengenai
terhadap anak adalah (child abuse) adalah semua perkembangan anak.
bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun
emosional, penyalahgunaan seksual, pelalaian, 3. Faktor anak, yaitu, prematuritas, berat badan
eksploitasi komersial atau eksploitasi lain, yang lahir rendah, cacat, dan anak dengan masalah/
mengakibatkan cedera/kerugian nyata ataupun emosi.
potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan
hidup anak, tumbuh kembang anak, atau martabat Menurut Bittner dan Newberger perlakuan salah
anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan pada anak disebabkan faktor-faktor multidimensi
tanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan.4 (Gambar 1).
Perlakuan salah terhadap anak, dibagi menjadi dua
golongan, yaitu1 dalam keluarga (perlakuan salah fisis,
Faktor risiko perlakuan salah seksual, perlakuan salah emosional,
penelantaran anak, dan sindrom Munchausen) dan di
Faktor risiko adalah faktor-faktor yang dapat luar keluarga (dalam institusi/lembaga, tempat kerja,
berkontribusi untuk terjadinya suatu masalah atau jalan, medan perang).
kejadian. Variabel dalam faktor risiko secara bermakna
mempunyai asosiasi dengan hasil akhir yang buruk.
Faktor-faktor risiko terhadap kejadian child abuse Diagnosis
dapat ditinjau dari 3 aspek yaitu faktor sosial, orang
tua dan anak. Diagnosis perlakuan salah terhadap anak sukar
karena kebanyakan orang tua tidak mengaku bahwa
1. Faktor masyarakat/ sosial, yaitu tingkat kri- trauma terjadi akibat dari perlakuannya. Mereka
minalitas yang tinggi, layanan sosial yang berusaha mengarang cerita tentang bagaimana
rendah, kemiskinan yang tinggi, tingkat trauma tersebut terjadi, bahkan ada yang marah-

106
Sari Pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005

FAKTOR SOSIO-KULTURAL

Norma/nilai yang ada dimasyarakat


Hubungan antar manusia
Kemajuan zaman: pendidikan, hukum
hiburan, olahraga, kesehatan.

Stres berasal dari anak Stres berasal dari keluarga Stres berasal dari orang tua

Fisik berbeda (misal cacat) Kemiskinan, pengangguran, Rendah diri


Mental berbeda (misal retardasi) mobilitas, isolasi, perumahan, Waktu kecil dapat perlakuan salah
Temperamen berbeda (misal tidak memadai Depresi
sukar) Hubungan orang tua-anak, Harapan pada anak yang tak realistik
Tingkah laku berbeda (misal stres perinatal, anak yang tidak
Kelainan karakter/gangguan jiwa
hiperaktif ) diharapkan, prematuritas
Anak angkat/tiri Perceraian

Situasi pencetus
Disiplin
Konflik keluarga
Masalah lingkungan yang
mendadak

Sikap/perbuatan yang keliru

Penganiayaan
Ketidak mampuan merawat
Peracunan
Teror mental

Gambar 1. Faktor-faktor risiko penyebab perlakuan salah pada anak1

107
Sari Pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005

marah atau bicara sekedarnya saja pada saat bagian tubuh lainnya seperti di punggung,
dilakukan anamnesis. Oleh karena itu sehingga bokong, paha, betis; terdapat baik memar /
diperlukan anamnesis dari orang orang yang bilur yang baru maupun yang sudah me-
tinggal di sekitar keluarga tersebut, dan dituntut nyembuh; corak memar / bilur menunjukkan
kecermatan dalam pemeriksaan, karena seringkali benda tertentu yang dipakai untuk kekerasan.
terlambat dilaporkan. 1Untuk melihat perlakuan Luka lecet dan luka robek: di mulut, mata, bibir,
salah terhadap anak, kita harus mengetahui umur kuping, lengan dan tangan; di genitalia; luka akibat
dan tingkat perkembangan anak saat kejadian gigitan manusia; dan di bagian tubuh lain, terdapat
dialami, pengalaman anak dalam menghadapinya luka baru atau berulang.
dan seluruh lingkungan emosi dari keluarganya. Patah tulang: setiap patah tulang pada anak di
Diagnosis perlakuan salah terhadap anak me- bawah usia 3 tahun, patah tulang baru dan lama
merlukan pendekatan multi disiplin yaitu riwayat (dalam penyembuhan) yang ditemukan ber-
penyakit, pemeriksaan fisis dan mental, labo- samaan, patah tulang ganda, patah tulang spiral
ratorium, dan radiologi. pada tulang-tulang panjang lengan dan tungkai,
dan patah tulang pada kepala, rahang dan hidung,
Perlakuan salah fisis serta patah gigi.
Luka bakar: bekas sundutan rokok; luka bakar
Anamnesis: bila dijumpai satu atau lebih indikator pada kaki, tangan, atau bokong, akibat kontak
pada anamnesis, dapat dipikirkan adanya child abuse bagian tubuh tersebut dengan benda panas; dan
pada anak. bentuk luka yang khas sesuai dengan bentuk
benda panas yang dipakai untuk menimbulkan
Riwayat kecelakaan tidak cocok dengan jenis luka tersebut.
atau beratnya trauma. Misalnya distribusi atau Cedera pada kepala: perdarahan (hematoma)
jenis lesi tidak sesuai dengan riwayat kejadian subkutan dan atau subdural yang dapat dilihat
yang diceritakan atau riwayat kejadian me- pada foto rontgen, bercak/area kebotakan akibat
nyatakan trauma ringan tetapi dijumpai trauma tertariknya rambut, dan terdapat baik yang baru
yang berat. atau berulang.
Riwayat bagaimana kecelakaan terjadi tidak jelas Lain-lain: dislokasi/lepas sendi pada sendi bahu
atau pengasuh (orang tua) tidak tahu bagaimana atau pinggul (kemungkinan akibat tarikan), atau
terjadinya kecelakaan. tanda-tanda luka yang berulang.
Riwayat kecelakaan berubah-ubah ketika di-
ceritakan kepada petugas kesehatan yang Pemeriksaan penunjang: berdasarkan anamnesis
berlainan. dan pemeriksaan fisis maka dapat dipilih jenis
Orang tua jika ditanya secara terpisah memberi pemeriksaan laboratorium dan pencitraan yang akan
keterangan yang saling bertentangan dilakukan. Apabila dicurigai terdapat perdarahan
Riwayat yang tidak masuk akal, misalnya anak maka evaluasi terhadap faktor perdarahan dan
dikatakan terjatuh ketika memanjat padahal koagulasi harus dilakukan. Uji toksikologi dapat
dudukpun belum bisa. dilakukan apabila terdapat gejala keracunan,
demikian pula pemeriksaan laboratorium dapat
Pemeriksaan fisis: sering kali tidak ada kesesuaian dilakukan tergantung indikasi. 5,6 Pencitraan me-
antara pemeriksaan fisis dengan anamnesis tentang megang peran penting dalam menegakkan diagnosis
kejadian yang diungkapkan oleh orang tua atau perlakuan salah fisis pada anak. Untuk anak yang
pengantar. Pemeriksaan fisis harus dilakukan dengan berusia < 2 tahun yang dicurigai telah mengalami
teliti dan hati-hati terutama bila ditemukan jelas pada perlakuan salah, American Association of Pediatrician
bagian-bagian tubuh yang tidak lazim. (AAP) merekomendasikan dilakukannya survei
tulang. 6,7 Survei tulang meliputi foto rontgen
Indikator kemungkinan terjadinya perlakuan salah fisis anteroposterior untuk humerus, lengan bawah,
pada anak yaitu:3 tangan, pelvis, femur, tungkai bawah dan kaki,
Memar dan bilur: pada wajah, bibir/mulut, sedangkan foto rontgen lateral untuk toraks dan

108
Sari Pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005

kepala. Beberapa modalitas pencitraan lainnya dan atau keluarnya sekret dari vagina; gangguan dalam
digunakan tergantung indikasi, seperti CT-scan yang mengendalikan buang air besar atau buang air kecil;
merupakan pilihan terbaik untuk mengetahui trauma kehamilan pada usia remaja; cedera pada buah dada,
abdomen dan MRI untuk menilai cedera jaringan bokong, dan perut bagian bawah, paha, sekitar alat
lunak kepala. kelamin atau dubur; pakaian dalam robek dan atau
ada bercak darah pada pakaian dalam; ditemukan
Tata laksana: terdiri dari tata laksana medis dan cairan mani/semen di sekitar mulut genital, anus, atau
psikososial pakaian; rasa nyeri bila buang air besar dan buang air
Tata laksana medis, penangananan masalah medis kecil; dan promiskuitas yang terlalu dini (precox).
korban diutamakan terhadap keadaan yang Pemeriksaan penunjang, pengambilan sampel
mengancam jiwa, apabila perlu dilakukan forensik harus dilakukan dalam waktu kurang dari
konsultasi pada ahli pencitraan anak, bedah tulang, 72 jam setelah kejadian. 8 Sampel forensik yang
dan bedah plastik.6 diperiksa meliputi serpihan kulit, rambut, semen,
Tata laksana psikososial, dilakukan penanganan sperma, dan darah. Adanya informasi penggunaan
menyeluruh terhadap korban dan keluarganya, kondom atau cairan lubrikasi serta apakah korban
serta pelakunya. Tergantung dari berat ringannya telah makan, mandi/membersihkan diri, berkemih
masalah anak yang mengalami perlakuan salah maupun berdefekasi setelah kejadian, akan menjadi
fisis oleh orang tuanya. Untuk sementara anak data tambahan yang sangat berguna bagi bukti
dapat diasuh oleh lembaga perlindungan anak forensik.9 Pengambilan kultur dan pemeriksaan darah
dan orang tua sebagai pelaku harus mendapat serologis terhadap penyakit menular seksual
terapi psikologis. Masalah sosial dan masyarakat tergantung pada kemungkinan telah terjadinya
dapat dikurangi dengan bantuan lembaga penetrasi, gejala yang ada, dan angka kejadian
terkait. penyakit menular seksual setempat.
Tata laksana, penentuan jenis tata laksana
dilakukan berdasarkan jenis penganiayaan, usia
Perlakuan Salah Seksual anak, serta jangka waktu kejadian. Secara medis,
terapi antibiotik profilaksis terhadap penyakit
Anamnesis, sangat sulit untuk menggali cerita dari anak menular seksual pada anak yang mengalami
yang mengalami perlakuan salah walaupun terkadang perlakuan salah masih kontroversial. 8,9 Terapi
dengan sendirinya mereka bercerita kepada orang tua spesifik diberikan apa bila pada pemeriksaan
atau dokter pemeriksanya tentang apa yang telah terjadi laboratorium darah menunjukkan hasil yang
dan siapa yang melakukannya. Dalam usaha menggali positip.9 Secara psikososial, gejala depresi, gangguan
cerita dapat digunakan alat bantu seperti ilustrasi cemas, gangguan pasca trauma dan gangguan
gambar, boneka, maupun alat bantu lainnya.8 Pada tingkah laku seksual sering dialami anak yang
anamnesis ditanyakan kembali identitas yang mengalami perlakuan salah seksual sehingga
bersangkutan terutama umur dan perkembangan seks, diperlukan penanganan terhadap korban maupun
kegiatan seksualnya selama dua minggu terakhir keluarga. Dokter sebagai penyedia pelayanan tingkat
(hubungan seksual terakhir sebelum kejadian, siklus awal dapat melakukan rujukan ke lembaga per-
haid, haid terakhir dan apakah masih haid saat lindungan anak yang mempunyai fasilitas sosio-
kejadian, waktu dan lokasi kejadian, ada tidaknya psikologis.
kekerasan sebelum kejadian, segala bentuk kegiatan
seksual yang terjadi, termasuk ada tidaknya penetrasi,
juga ditanyakan apa yang dilakukan korban setelah Perlakuan Salah Emosional
kejadian kekerasan seksual tersebut).
Pemeriksaan fisis, indikator kemungkinan Anamnesis, anak yang mengalami perlakuan salah
terjadinya perlakuan salah pada anak, yaitu: 3 adanya emosional dapat menyatakan dirinya telah diper-
penyakit hubungan seksual, paling sering infeksi lakukan salah, tetapi lebih sering anak menyangkal/
gonokokus; iInfeksi vaginal rekuren/berulang pada membalikkan cerita yang diungkapkan. Sering terdapat
anak di bawah 12 tahun; rasa nyeri atau perdarahan sikap ketakutan yang berlebihan terhadap orang tua,

109
Sari Pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005

serta ada rasa enggan mendapat perlindungan dari 3. Sudden infant death syndrome (SIDS)
orang tuanya. Sebagian besar penyebab SIDS tidak diketahui,
Pemeriksaan fisis, pada waktu pemeriksaan fisis tetapi SIDS juga dapat akibat trauma, asfiksia,
dilakukan, anak sering menghindari kontak mata, infeksi botulinum, imunodefisiensi, aritmia
memperlihatkan sikap agresif, atau menarik diri jantung, dan hipoadrenalism.
secara berlebihan. Adanya perilaku ingin mencederai
diri sendiri atau bunuh diri. Sangat mungkin 4. Kelainan pada mata
ditemukan perilaku seksual agresif dan gangguan Perdarahan retina, selain akibat dari trauma
tidur.10 kepala, juga karena penyakit gangguan
Tata laksana, terapi psikologis merupakan terapi perdarahan atau kanker ganas.
yang banyak diberikan kepada korban maupun pelaku. Perdarahan konjuntiva, selain akibat trauma
Dalam hal ini banyak digunakan terapi keluarga dan juga dapat karena batuk yang berat misalnya
terapi interpersonal. pada pertusis, konjungtivitis viral atau
bakteri.
Bengkak pada daerah orbita, selain akibat
Diagnosis Banding trauma juga selulitis daerah orbita/periorbita,
epidural hematom, metastase kanker.
Beberapa keadaan atau penyakit yang dapat me-
nyerupai akibat fisik perlakuan salah terhadap anak 5. Hematuria, dapat terjadi akibat dari trauma, infeksi
antara lain sebagai berikut: saluran urogenitalis, glomerulonefritis, dan lain
lain
1. Kelainan pada kulit
Luka memar dibedakan dengan bercak 6. Akut abdomen, selain karena trauma dapat juga
mongolian. Bercak mongolian berwarna biru terjadi akibat dari kelainan pada sistem saluran
keabu-abuan pa warna merah. Luka memar pencernaan
selain akibat trauma juga harus dibedakan
dengan hemofilia, anafilaktoid purpura, dan
purpura fulminan. Dampak Child Abuse pada Tumbuh
Eritema bila lokal, harus dibedakan dengan Kembang Anak
luka bakar, impetigo, nekrolisis epidermal
toksika, selulitis bakterial, pioderma gang- Anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik bila
renosa, reaksi fotosensitif, dll. Untuk mem- mereka menerima segala kebutuhannya dengan
bedakan perlu anamnesis perjalanan pe- optimal. Jika salah satu kebutuhan baik asuh, asih,
nyakit, kultur, pengecatan Gram, dan lain- maupun asah tidak terpenuhi maka akan terjadi
lain. kepincangan dalam tumbuh kembang mereka.
Dampak yang terjadi dapat secara langsung maupun
2. Kelainan pada tulang: tidak langsung atau dampak jangka pendek dan
Fraktur, selain karena trauma juga dapat dampak jangka panjang. Pertumbuhan dan per-
sebagai akibat dari osteogenesis imperfekta, kembangan anak yang mengalami child abuse, pada
rikets, dan leukemia yang dapat meningkatkan umumnya lebih lambat dari pada anak yang normal
insidens fraktur patologis, tetapi tidak yaitu,
mengenai metafisis. Dampak langsung terhadap kejadian child abuse
Lesi pada metafisis, selain karena trauma juga 5% mengalami kematian, 25% mengalami
disebabkan oleh scurvy, lues, atau trauma komplikasi serius seperi patah tulang, luka bakar,
lahir. cacat menetap.
Osifikasi subperiosteal, selain akibat trauma Terjadi kerusakan menetap pada susunan saraf
juga dapat karena keganasan, lues, osteoid yang dapat mengakibatkan retardasi mental,
osteoma, atau scurvy. masalah belajar/ kesulitan belajar, buta, tuli,
masalah dalam perkembangan motor/ pergerakan

110
Sari Pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005

kasar dan halus, kejadian kejang, ataksia, ataupun menyakiti diri sendiri, dan sering mencoba
hidrosefalus. bunuh diri; Tingkah laku atau pengetahuan
Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang seksual anak yang tidak sesuai dengan
dari anak-anak sebayanya, tetapi Oates dkk pada umurnya.
tahun 1984 mengatakan bahwa tidak ada per-
bedaan yang bermakna dalam tinggi badan dan
berat dengan anak normal. Kesimpulan
Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan
yaitu, Perlakuan salah pada anak merupakan masalah yang
- Kecerdasan, berbagai penelitian melaporkan kompleks dan mempunyai spektrum klinis yang
terdapat keterlambatan dalam perkem- bervariasi. Tenaga medis sebagai tangan terdepan
bangan kognitif, bahasa, membaca, dan dalam menghadapi kasus perlakuan salah, sebaiknya
motorik. Retardasi mental dapat diaki- memiliki keterampilan dalam deteksi dini, melakukan
batkan trauma langsung pada kepala, juga pertolongan gawat darurat, intervensi psikososial
karena malnutrisi. Anak juga kurang terhadap korban dan keluarganya, melakukan
mendapat stimulasi adekuat karena gang- rujukan medik spesialistik dan psikososial. Peran
guan emosi. dokter anak dalam penanganan kasus perlakuan salah
- Emosi, masalah yang sering dijumpai adalah dan penelantaran anak meliputi aspek medis dan
gangguan emosi, kesulitan belajar/sekolah, aspek medikolegal. Penanganan kasus harus dilaku-
kesulitan dalam mengadakan hubungan kan oleh tim terpadu dari berbagai kalangan dan
dengan teman, kehilangan kepercayaan diri, multi disiplin. Tenaga kesehatan mempunyai akses
fobia cemas, dan dapat juga terjadi pseu- dengan lembaga-lembaga multi disiplin yang bergerak
domaturitas emosi. Beberapa anak menjadi di bidang perlindungan anak.
agresif atau bermusuhan dengan orang
dewasa, atau menarik diri/menjauhi per-
gaulan. Anak suka mengompol, hiperaktif, Daftar Pustaka
perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal
sekolah, sulit tidur, temper tantrum. 1. Soetjiningsih. Perlakuan salah pada pada anak (child
- Konsep diri, anak yang mendapat kejadian abuse). Dalam: Ranuh IGNG, penyunting. Tumbuh
child abuse merasa dirinya jelek, tidak dicintai, kembang anak. Jakarta: EGC, 1995. h. 165-75.
tidak dikehendaki, muram dan tidak bahagia, 2. Jain MA. Emergency department evaluation of child abuse.
tidak mampu menyenangi aktifitas dan Emerg Med Clin Nort Am 1999;17:575-93.
melakukan percobaan bunuh diri. 3. Widiatmoko W, Gunardi H, penyunting. Buku panduan
- Agresif, anak yang mendapat kejadian child tatalaksana kasus penganiayaan dan penelantaran anak.
abuse lebih agresif terhadap teman sebaya. Jakarta: IDI, 2000. h. 1-64.
Sering tindakan agresif tersebut meniru 4. Fakih M, penyunting. Buku panduan pelatihan deteksi
tindakan orang tua mereka atau mengalihkan dini dan penatalaksanaan korban child abuse and neglect.
perasaan agaresif kepada teman sebayanya Jakarta: IDI-UNICEF, 2003. h. 1-77
sebagai hasil kurangnya konsep diri. 5. Pressel DM. Evaluation of physical abuse in children.
- Hubungan sosial, pada anak-anak tersebut Am Fam Physician 2000;6:3057-64.
kurang dapat bergaul dengan teman sebaya 6. Giardino AP. Child abuse and neglect: physical abuse.
atau dengan orang dewasa, misalnya me- EMedicine Journal 2001;2:1-13.
lempari batu, perbuatan kriminal lainnya. 7. American Academy of Pediatrics, Section on Radiology.
- Akibat dari sexual abuse, tanda akibat trauma Diagnostic imaging of child abuse. Pediatric 2000;
atau infeksi lokal, seperti nyeri perineal, sekret 105:1345-8.
vagina, nyeri dan perdarahan anus; Tanda 8. American Academy of Pediatrics, Committee on Child
gangguan emosi, misalnya konsentrasi kurang, Abuse and Neglect. Guidelines for the evacuation of
enuresis, enkopresis, anoreksia dan perubahan sexual abuse of children: subject review. Pediatrics
tingkah laku, kurang percaya diri, sering 1999;103:186-91.

111
Sari Pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005

9. Finkel MA, De Jong AR. Medical findings in child sexual 10. Hamarman S, Bernet W. Evaluating and reporting emo-
abuse. Dalam: Reece RM, penyunting. Child abuse: tional abuse in children: parent-based, action-based fo-
medical diagnosis and management. Baltimore: Will- cus aid in clinical decision making. J Am Acad Child
iam & Wilkins, 1996. h. 185-247. Adolesc Psychiatry 2000;39:1001-5.

112

Anda mungkin juga menyukai