Anda di halaman 1dari 4

Kisah Salman, Sang Pencari Tuhan

Salman al-Farisi dilahirkan di desa Jayyan suatu kawasan di Persia Irak. Ayahnya
seorang pemimpin dan tokoh yang paling kaya serta memiliki kedudukan yang tinggi
di Jayyan. Sejak lahir Salman adalah seorang anak yang paling disayangi oleh
ayahnya, karena saking sayangnya, Salman tidak dibolehkan keluar rumah oleh
ayahnya. Salman berasal dari keluarga dan masyarakat yang taat kepada agama
Majusi, karena ketaatannya itu, Salman diangkat menjadi pemimpin untuk mengurus
soal api yang akan disembah oleh kaumnya. Kepada Salman diserahkan tanggung
jawab untuk menjaga agar nyala api tidak padam di sepanjang waktu.

Pada suatu ketika ayahnya yang punya kebun luas dan mengurus kebunnya sendiri,
berhalangan untuk ke kebun, kemudian menugaskan Salman untuk menggantikannya
Dalam perjalanan, Salman melewati sebuah gereja dan dia mendengar suara-suara
orang Nasrani sedang melakukan ibadah, hal ini menarik perhatiannya. Setelah
memperhatikan rangkaian ibadah Nasrani itu, Salman tertarik dengan cara ibadahnya,
sampai akhirnya Salman suka kepada agama itu dan bergumam
Demi Allah, ini jauh lebih baik dari agama yang aku ikuti selama ini! Dan Demi
Allah, aku tidak akan meninggalkan tempat ini sampai matahari hampir tenggelam.
Aku tidak akan pergi ke kebun ayahku. Kemudian dia bertanya kepada orang-orang
Nasrani itu Dari mana agama ini?. Mereka menjawab Dari Negeri Syam.

Setelah menjelang malam Salman sampai di rumah dan ayahnya menyambutnya dan
menanyakan apa yang telah dikerjakannya di kebun, Salman menjawab Ayah, di
perjalanan aku melewati orang-orang yang sedang beribadah di suatu gereja, aku
tertarik pada apa yang ku lihat, yaitu mengenai tata cara agamanya. Aku akhirnya
berdiam bersama mereka sampai matahari terbenam. Ayahnya kaget mendengarkan
cerita Salman dan berkata Wahai anakku, agama itu tidak memiliki kebaikan sama
sekali. Agamamu dan agama nenek moyangmu jauh lebih baik dari agama itu!.
Salman menjawab Tidak mungkin, demi Allah, sungguh agama mereka jauh lebih
baik dari agama kita!. Ayahnya menjadi takut mendengar cerita itu dan khawatir
Salman akan keluar dari Majusi. Lalu Salman dikurung dan kakinya dibelenggu di
dalam rumah.

Keadaan itu tidak membuat Salman putus asa, suatu ketika dia memperoleh
kesempatan untuk menghubungi pimpinan agama Nasrani, Salman berpesan Bila ada
rombongan yang hendak pergi ke negeri Syam dan singgah di tempat kalian, tolong
beritahu aku!. Tak berapa lama berselang, datanglah suatu rombongan yang mau
berangkat ke negeri Syam, mereka segera memberitahu Salman. Mendengar itu
Salman berusaha melepaskan diri dari pasungannya dan akhirnya berhasil. Dengan
sembunyi-sembunyi Salman keluar dan kabur mengikuti rombongan itu sampai ke
negeri Syam.

Sesampainya di negeri Syam Salman menuju perkumpulan Nasrani dan bertanya


Siapakah orang terbaik dari penganut agama ini? Mereka menjawab Uskup
(tingkatan kewalian dalam gereja) dan pemimpin gereja. Salman lalu menemui
Uskup dan berkata Aku sangat tertarik untuk masuk agama Nasrani, aku ingin selalu
dekat denganmu, melayanimu, belajar darimu serta beribadah bersamamu Uskup
menjawab Silahkan masuk! selanjutnya Salman menjadi pelayan Uskup tersebut.
Tidak berapa lama tinggal bersama di gereja, Salman menyadari bahwa sebenarnya
Uskup itu adalah orang yang tidak baik. Dia menyuruh para pengiktunya untuk
bersedekah dengan menjanjikan pahala, namun dia memanfaatkan infak itu untuk
dirinya sendiri, hingga terkumpul dari hasil infak itu sampai tujun gentong emas.

Salman sangat membenci perbuatan Uskup itu, namun tak lama kemudian Uskup itu
meninggal. Waktu pemakamannya Salman berkata kepada kaum Nasrani yang
melayat Sesungguhnya pemimpin kalian ini orang yang tidak baik, dia menyuruh
bersedekah dan menjanjikan pahala, namun setelah infak terkumpul dia
menyimpannya untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk kaum fakir miskin Kaum
Nasrani itu menjawab Dari mana engaku mengetahui hal itu? Salman
menambahkan Aku akan tunjukkan kepada kalian tempat penyimpanannya. Setelah
mengetahui hal sebenarnya mereka berkata Demi Allah, kita tidak akan mengubur
dia. Akhirnya jenazah Uskup itu disalib dan dilempari dengan batu.

Kemudian pendeta ini digantikan oleh seorang pendeta yang berakhlak baik, figur
yang zuhud terhadap dunia, berakhlak mulia, cinta terhadap akhirat dan rajin
beribadah siang dan malam. Salman sangat mencintai gurunya yang satu ini. Namun
tak lama kemudian pendeta ini pun menemui ajalnya. Sebelum pendeta ini meninggal,
Salman bertanya kepadanya, siapa orang orang yang masih berada di atas agama ini?
Pendeta itu mengatakan Anakku, demi Allah, pada hari ini aku tidak mengetahui ada
seseorang yang menganut ajaran sepertiku. Orang-orang telah binasa dan merubah
ajaran Nasrani, mereka telah meninggalkan banyak ajarannya, kecuali seseorang di
daerah Maushil, Fulan, dia menganut ajaran sepertiku. Ikutilah dia.

Selesai prosesi pemakaman pendeta ini, Salman menuju Maushil dan berguru kepada
seorang Nasrani di sana. Lagi-lagi, maut pun menjemput gurunya. Sebelum gurunya
meninggal, Salman bertanya pula, Siapa yang masih berada di atas ajaran ini? Fulan
di daerah Nashibin jawab gurunya. Hal ini berulang kali terjadi pada diri Salman,
berpindah dari satu guru ke guru yang lain, dari satu tempat ke tempat lain, demi
mencari hidayah ajaran agama yang benar, sehingga suatu ketika Salman pernah
berujar saya berganti guru sebanyak belasan kali, dari satu guru ke guru lainnya.

Selanjutnya Salman berguru kepada seorang pendeta di kota Ammuriyah, namun tak
lama kemudian pendeta itupun meninggal dunia. Sebelum pendeta itu meninggal
dunia, Salman bertanya dengan nada yang sama, siapa orang yang masih setia
memeluk agama Nasrani yang murni? Pendeta pun menjawab Anakku, Demi Allah,
sekarang ini saya tidak mengetahui siapa yang menganut agama seperti kita ini.
Tetapi sudah dekat zaman Nabi yang diutus membawa agama Nabi Ibrahim, tempat
hijrahnya banyak pohon kurma dan diapit dua tempat yang banyak batu hitam
(Madinah). Dia memiliki tanda yang tidak tersembunyi; mau memakan hadiah, tidak
mau memakan sedekah dan antara dua pundaknya ada tanda kenabian. Jika kamu
tinggal bersamanya di negeri itu, lakukanlah.

Selang beberapa lama kemudian, datanglah sekelompok saudagar dari negeri Arab,
Salman pun meminta tumpangan kepada mereka dengan bayaran beberapa sapi dan
kambing hasil pekerjaannya. Di tengah perjalanan, tepatnya di Wadi al-Qura saudagar
tersebut menzalimi Salman. Dia menjual Salman sebagai budak kepada seorang
Yahudi. Tak lama tinggal bersama Yahudi itu, Salman dijual lagi kepada seorang
Bani Quraizhah dari Madinah, Salman pun dibawa ke sana. Ketika memasuki kota
Madinah, Salman paham, inilah kota yang dimaksud oleh gurunya dulu.

Pada masa itu Rasulullah Saw. pun diutus oleh Allah, beliau tinggal di Makkah.
Salman tidak mengetahui tentang Rasulullah karena kesibukannya sebagai budak.
Namun ketika Nabi Saw. hijrah ke Madinah, seorang sepupu tuannya tergopoh-gopoh
mengeluhkan sesuatu Wahai Fulan, semoga Allah membinasakan Bani Qailah
(Anshar), Demi Allah! Hari ini mereka berkumpul di Quba, menemui seseorang di
Makkah, dia menyatakan bahwa dirinya Nabi kata sepupu tuannya.

Salman yang ketika itu sedang berada di atas pohon gemetar mendengar berita ini,
sehingga dirinya hampir saja jatuh dan menimpa tuannya. Salman kemudian turun dan
bertanya kepada sepupu tuannya Apa katamu? Apa katamu?. Tuannya marah dan
memukulnya sambil menghardik Salman Apa urusanmu! Kembali bekerja!
bentaknya. Salman menjawab Tidak, saya hanya ingin memastikan saja.

Malamnya Salman mengambil perbekalan yang dia kumpulkan, kemudian pergi


menuju Quba untuk menemui Rasulullah. Sesampai di Quba Salman langsung menuju
Rasulullah dan mengatakan Saya diberitahu bahwa tuan adalah seorang yang shaleh
dan sahabat tuan adalah orang yang membutuhkan. Inilah milik saya untuk
disedekahkan ujar Salman mengulurkan bekalnya kepada Nabi. Kemudian
Rasulullah berkata Makanlah kalian sedangkan beliau tidak menyentuhnya sama
sekali. Ini satu tanda gumam Salman dalam hati. Kemudian Salman pun pulang lagi
ke rumah tuannya.

Kemudian ketika Rasulullah hendak berangkat ke Madinah Salman mendatangi beliau


lagi, membawa bekal yang lebih banyak dari sebelumnya dan mengatakan Saya
melihat tuan tidak memakan sedekah, ini ada hadiah untuk tuan sebagai bentuk
pemuliaan saya kepada tuan. Rasulullah menyambut dan memakan hadiah itu serta
mengajak sahabatnya untuk ikut makan bersama beliau. Salam berguman dalam hati
Dua tanda.

Hari berikutnya Salman kembali menemui Nabi di pemakaman Baqi. Ketika itulah
Salman melihat punggung Nabi. Untuk memeriksa tanda ketiga yang berupa tanda
kenabian di antara pundak beliau. Rasulullah memahami keinginan Salman, kemudian
Rasulullah menurunkan pakaian atasnya, yang waktu itu berupa selendang. Waktu
Salman melihat tanda kenabian di punggung beliau, dia memeluk Rasulullah,
mencium Rasulullah dan menangis. Setelah sekian lama merindukan hidayah,
akhirnya Salman pun bertemu dengan pembawa panji hidayah itu. Rasulullah yang
diutus sebagai rahmat bagi sekalian alam. Makhluk yang pantas dibela sampai titik
darah penghabisan. Tak heran, Salman pun kemudian menjadi salah seorang benteng
Rasulullah dalam beberapa peperangan.

Demikianlah kisah indah Abu Abdillah Salman al-Farisi, seorang sahabat mencari jati
diri. Kesulitan demi kesulitan dialaminya demi mencari kebenaran. Kasih sayang dari
ayahnya tak mampu menghentikan langkahnya untuk memburu kebenaran. Begitulah
jiwa yang telah dikehendaki Allah, jiwa yang dikehendaki-Nya menerima hidayah.
Semoga Allah meridhai dan merahmatinya.

Anda mungkin juga menyukai