Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

REFLEKSI DIRI

Oleh :
CHARIZMA NIZANIA PANCASAKTI PUTRI PERMANA
202110330311066

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS KEDOKTERAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

.1. Latar Belakang


Dalam menunjang keprofesionalitasannya, seorang dokter diwajibkan untuk mampu
melakukan refleksi diri. Ini, dikarenakan dokter yang juga seorang manusia pasti pernah
melakukan kesalahan. Maka dari itu, agar kesalahan tersebut tidak terulang untuk yang kedua
kalinya dokter memerlukan refleksi diri sehingga tidak kehilangan kepercayaan dari pasien
dan dapat memberikan pelayanan yang terbaik. Di sisi lain, seorang mahasiswa kedokteran
yang nantinya akan menjadi seorang dokter juga perlu menguasai kemampuan ini agar dapat
memberikan pelayanan terbaik bagi pasien dan menjadi role model yang baik nantinya.
Kemampuan dokter dalam merefleksi dirinya sendiri merupakan implementasi dari
Standar Kompetensi Dokter Indonesia pada area kompetensi 2, yaitu Mawas Diri dan
Pengembangan Diri. Selain itu, juga mencakup kesadaran akan keterbatasan, kemampuan
mengatasi masalah personal, meningkatkan pengetahuan secara berkesinambungan, serta
menghasilkan karya inovatif dalam rangka menyelesaikan masalah kesehatan individu,
keluarga, komunitas dan masyarakat demi keselamatan pasien.
. Seorang dokter dapat meningkatkan dan menjaga profesionalismenya dengan
mengikuti program Continuing Professional Development (CPD). CPD didefinisikan
sebagai proses pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning) bagi individu ataupun tim
yang memungkinkan para profesional medis untuk memperluas dan mengembangkan
potensi mereka dalam mengelola standar pelayanan kesehatan yang tinggi dan terus
menerus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Berlatih untuk melakukan refleksi diri terhadap proses belajar merupakan salah
satu cara untuk menanamkan kemampuan belajar sepanjang hayat dalam ranah mawas diri di
dunia kedokteran. Melalui refleksi diri, seseorang dapat mengetahui kelemahan dan kekuatan
dirinya. Yang kemudian akan dilanjutkan untuk menyusun sebuah rencana tindak lanjut yang
sesuai dengan tujuan utama untuk memperbaiki kekurangan dan meningkatkan kemampuan.
Kemampuan refleksi diri ini nantinya akan dibawa sampai pada praktik sehari-hari sebagai
seorang dokter. Melalui refleksi diri juga seseorang akan dapat menjalankan proses belajar
sepanjang hayat dalam konteks meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya walaupun
sudah tidak lagi duduk di bangku pendidikan formal.

.2. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pentingnya melakukan refleksi kritis dalam kehidupan
seorang mahasiswa kedokteran dan professional kesehatan.
2. Mahasiswa mampu memahami beberapa prinsip mengenai bagaimana melakukan suatu
refleksi kritis.
3. Mahasiswa mampu menerapkan pendekatan tentang bagaimana melakukan suatu refleksi
kritis.

.3. Manfaat
Manfaat penulisan referat ini yaitu diharapkan dapat menambah pemahaman serta
memperluas wawasan bagi penulis ataupun pembaca mengenai pentingnya melakukan
refleksi kritis dalam kehidupan seorang mahasiswa kedokteran dan professional kesehatan,
dan memahami beberapa prinsip mengenai bagaimana melakukan suatu refleksi kritis, serta
nantinya dapat menerapkan pendekatan tentang bagaimana melakukan suatu refleksi kritis.
BAB II
ISI

2.1. Refleksi Krirtis


Kata refleksi berasal dari bahasa latin yang berarti “to bend or to turn back’. Dalam
konteks pendidikan, refleksi diartikan sebagai suatu proses berpikir kembali sehingga dapat
diinterpretasikan atau dianalisis (Sandars, 2009). Refleksi merupakan konsep yang sering
kita kenal setiap hari. Kita harus bisa membedakan khususnya dalam pendidikan, dalam
pengertian biasa orang mengatakan refleksi merupakan melihat kembali ke belakang. Tetapi
dalam pendidikan refleksi dimaknai dengan berpikir melalui pemahaman dan pembelajaran
(Aronson, 2011). Refleksi merupakan suatu cara yang sangat bagus dalam pendidikan
kedokteran untuk membantu mahasiswa menghadapi masalah dan isu yang rumit pada
kehidupan nyata atau praktek di lapangan (Ahmed, 2009). Refleksi menuntun kita untuk
meningkatkan performan sebagai seorang dosen atau dokter (Staffordishire University,
2011). Pada beberapa pekerja profesional diharapkan untuk melakukan refleksi terhadap apa
yang mereka lakukan dan bagaimana melakukannya sehingga lebih baik di masa akan
datang (Staffordishire University, 2011). Refleksi khususnya pengalaman dapat
menghasilkan perubahan dan tindakan bahkan menyusun kembali pembelajaran
(Staffodishire University, 2011).
Refleksi adalah proses kegiatan yang aktif, terus-menerus, gigih, dan
mempertimbangkan dengan seksama tentang segala sesuatu yang dipercaya kebenarannya
yang berkisar pada kesadaran siswa (Phan, 2008). Lebih jauh lagi, refleksi adalah suatu
bentuk respon pembelajar terhadap pengalaman. Refleksi seringkali dipicu oleh ‘missmatch’
atau ketidakcocokan pengetahuan, keterampilan, atau attitude yang dimiliki dengan yang
mereka alami saat hal tersebut terjadi atau disebut “experience of surprise” (Schon, 1983).
Maka dari itu, refleksi memerlukan analitis kritis dan konstruktif terhadap pengalaman
tersebut termasuk evaluasi terhadap perasaan dan pengetahuan. Fase selanjutnya adalah
pembentukkan hubungan individu dengan situasi tersebut ataupun membentuk struktur baru
yang mendasari skema pengetahuan (Susani P. 2009). Refleksi memerlukan analitis kritis
dan konstruktif terhadap pengalaman tersebut termasuk evaluasi terhadap perasaan dan
pengetahuan. Fase selanjutnya adalah pembentukkan hubungan individu dengan situasi
tersebut ataupun membentuk struktur baru yang mendasari skema pengetahuan (Susani P.
2009). Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa metode dalam melakukan refleksi diri, yaitu:
1. Menyadari keterbatasan
2. Sensitive line – Garis kepekaan Merupakan titik saat seseorang menjadi defensif atau
protektif ketika menjumpai informasi tentang mereka terutama pada saat hal-hal yang
“tidak disadari dilakukan/dikatakan” diumpan balikkan ke mereka (pembukaan “area
saya buta”). Peningkatan pemahaman diri terjadi ketika: (Prabandari YS, 2014)
a. Informasi dapat diverifikasi (dideskripsikan dengan perilaku dan kata-kata yang
dilakukan atau dikatakan), diramalkan dan dimonitor.
b. Belajar untuk lebih terbuka, sehingga orang lain dan diri menjadi lebih paham
tentang perilaku yang dijalankan.

3. Value - Nilai Merupakan standar fundamental keinginan yang dipilih individu antara
alternatif, asumsi dan realitas alami : (Prabandari YS, 2014)
a. Belajar lebih awal, dan senantiasa mengembangkan diri
b. Pilihan terhadap dorongan dan perilaku
c. Berbeda didasarkan lingkungan dan budaya, dan nilai budaya tersebut:
1) Luas, orientasi umum yang mewarnai kelompok besar.
2) Identifikasi cara yang menunjukkan setiap negara berbeda satu dengan yang lain.
3) Nilai budaya meramalkan nilai individu.

4. Kematangan - Menurut Kohlberg terdapat tiga tingkatan kematangan dengan enam


langkah pengembangan, yaitu: (Prabandari YS, 2014)
a. Tingkat pemusatan diri (Self-centered) – (1) kepatuhan dan hukuman (2) orientasi
egois
b. Tingkat konformitas – (3) orang baik, (4) mengerjakan tugas (“doing duty”)
c. Tingkatan prinsip – (5) Legalistik kontraktual, (6) Kesadaran pada prinsip orientasi.

5. Gaya belajar - Dua dimensi kunci dalam belajar adalah:


a. Perbuatan pada saat menerima informasi.
b. Cara untuk evaluasi dan menerima informasi. Individu dalam menerima,
menginterpretasi dan merespon informasi memerlukan cara tertentu: (Prabandari YS,
2014)
1) Pengalaman nyata – belajar melalui pelibatan aktif
2) Konsepsualisasi – membangun teori berdasar logik, ide dan konsep 9
3) Experimentasi – mengubah situasi dan mempengaruhi orang lain untuk
mengetahui yang sedang terjadi.

6. Kebutuhan Interpersonal (Prabandari YS, 2014)


a. Kebutuhan untuk bekerja dengan orang lain dengan tujuan menyelesaikan pekerjaan.
b. Kebutuhan untuk bekerja dengan orang lain untuk mengurangi kecemasan.
c. Kebutuhan untuk bekerja dengan orang lain untuk mendefinisikan diri.
d. Gaya penentu untuk bekerja dengan orang lain.

7. Mengembangkan kesadaran diri - Berdasarkan penjelasan sebelumnya, untuk


mengembangkan dan mengaplikasikan kesadaran diri, mahasiswa perlu untuk berlatih di
luar pembelajaran terjadwal kampus dengan: (Prabandari YS, 2014)
a. Mengetahui dan mengasah garis kepekaan.
b. Melakukan identifikasi nilai diri dan mengembangkan diri berdasar nilai tersebut.
c. Mencari cara untuk mengembangkan dan memperluas diri.
d. Melakukan identifikasi ketidakmampuan interpersonal.
e. Melibatkan diri keterbukaan.

2.2. Model Refleksi


Gibbs (1988) mengusulkan sebuah siklus reflektif yang dapat digunakan untuk
memandu proses refleksi seperti yang digambarkan di bawah
Siklus diatas dapat diringkas sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan salah satu pengalaman belajar yang signifikan,
Deskripsi: Apa yang dirasakan?
Evaluation: Apa yang baik dan apa yang buruk dari pengalaman tersebut?
Analisis: Apa yang bisa kamu ambil/pelajari?
Kesimpulan: Dapatkah kamu menyelesaikan hal tersebut secara berbeda?
Rencana nyata: Jika hal itu terjadi lagi, apa yang akan kamu lakukan?
2. Melakukan refleksi yang dalam terhadap pengalaman tersebut, meliputi:
a. perasaan yang terlibat,
b. kesulitan yang dialami,
c. manfaat yang diperoleh,
d. dampak dari pengalaman tersebut.
3. Mengidentifikasi isu/kekurangan/hambatan/gangguan yang menghambat tercapainya
kebutuhan belajar.
4. Proses yang akan dan sudah dijalani untuk mencapai kebutuhan belajar tersebut.

Cara mengembangkan refleksi menurut Zimmerman (2001) dalam (Sandars J, 2009), yaitu:
a) Mahasiswa membutuhkan motivasi untuk refleksi, baik motivasi internal maupun
motivasi eksternal sehingga mahasiswa memiliki tujuan yang jelas dengan apa yang
sedang ia lakukan.
b) Kemampuan kognitif untuk refleksi yang meliputi self monitoring (mengontrol pikiran
dan emosi), feedback from others (respons orang lain terhadap kejadian yang telah
terjadi), critical incidents dan significant event analysis (kemampuan respon yang
tanggap dan kritis terhadap kejadian yang secara tiba-tiba muncul).
c) Mengidentifikasi rencana dan portofolio mahasiswa. Hal ini berarti, mengidentifikasikan
kebutuhan belajar mereka, lalu mengembangan atau mencari cara untuk
menyelesaikannya. Mulai dari mengumpulkan informasi di artikel atau jurnal ataupun
menghadiri seminar-seminar yang berhubungan dengan kebutuhan belajarnya.

2.3. Proses Refleksi


Proses refleksi merupakan komponen pertama yang berhubungan dengan deskripsi
pengalaman atau kejadian yang hendak direfleksikan. Pengalaman perlu dijabarkan secara
detail, deskriptif, dan sistematis, tanpa melupakan perasaan yang terlibat pada saat menjalani
pengalaman tersebut. Pada tahap berikutnya individu mencoba mengeksplorasi pengalaman
tersebut untuk mencari tahu penyebab yang paling mungkin. Proses selanjutnya adalah
menarik kesimpulan mengenai apa yang telah dipelajari dan apa yang masih perlu dipelajari.

Setelah experience terjadilah fase memproses yang disebut refleksi. Refleksi


merupakan aktivitas manusia untuk menangkap kembali pengalamannya, memikirkannya,
dan mengevaluasinya.
Tahap-tahap atau proses refleksi sesuai model Refleksi Boud adalah sebagai berikut
(Boud, 1985) dalam (Susani YP, 2009):
1. Returning to experience
Memikirkan tentang pengalaman yang baru saja dialami, bila perlu menuliskan atau
bercerita pada orang lain.
2. Attending to feelings
Menghilangkan perasaan negatif seperti menyesal dan kecewa akibat pengalaman yang
dipikirkan. Tumbuhkanlah perasaan positif dengan merasa baik, mampu dan akan sukses
merubah pengalaman untuk masa depan. Dengan positif thinking ini, kita akan bertahan
dalam situasi yang sulit dan membuat kita lebih kritis mengevaluasi pengalaman kita.
3. Re-evaluating experience
Tahap ini terdiri dari 4 proses, yaitu:
a. Asosiasi
Mengkaitkan data baru dengan pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya
b. Integrasi hubungan antar data
c. Validasi
Menentukan otentitas dan kebenaran ide / pemikiran.
d. Appropiation
Menanamkan ide / pemikiran baru dalam pikiran.

Merujuk pada definisi refleksi diri dari Boud dan Keogh, terlihat bahwa refleksi diri
melibatkan komponen intelektual (kognitif) dan afektif. Tanpa kemampuan secara analitik
dan kritis, seseorang akan menghadapi kesulitan untuk menyusun sebuah refleksi diri yang
tajam dan sistematis. Sikap keterbukaan merupakan salah satu sikap yang harus dimiliki jika
ingin menghasilkan refleksi diri yang baik. Ini dikarenakan proses tersebut akan ‘memaksa’
seseorang untuk melihat kembali pengalaman yang mungkin kurang menyenangkan. Selain
itu, seseorang sebaiknya memiliki rasa ingin tahu yang cukup besar untuk menggali makna
sebuah pengalaman sedalam-dalamnya.
Menurut Schon, refleksi dibagi menjadi 2 antara lain: (Susani YP, 2009)
1. Reflection in action = saat pengalaman terjadi
2. Reflection on action = sesudah pengalaman terjadi

2.4. Pertanyaan Refleksi


Rangkaian pertanyaan refleksi terdiri dari:
1. Identifikasi masalah yang akan direfleksikan sesuai konteks
a. Gambaran pengalaman
b. Faktor apa yang terutama mempengaruhi pengalaman tersebut?
c. Apa latar belakang pengalaman tersebut?
2. Refleksi
a. Apa yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah?
b. Mengapa tindakan tersebut dilakukan ?
c. Konsekuensi apa dari tindakan tersebut untuk diri sendiri, mahasiswa, orang-orang
sekitar?
d. Bagaimana perasaan yang terlibat saat kejadian?
e. Bagaimana perasaan mahasiswa tentang masalah tersebut?
f. Bagaimana anda mengetahui perasaan mahasiswa tersebut?
g. Faktor apa yang mempengaruhi keputusan dan tindakan?
h. Pengetahuan apa yang mempengaruhi keputusan dan tindakan?
3. Alternatif tindakan
a. Apakah anda dapat mengatasi masalah lebih baik lagi ?
b. Apa alternatif tindakan yang lain?
c. Apa konsekuensi tindakan alternatif tersebut?
4. Pembelajaran
a. Bagaimana perasaan anda tentang pengalaman tersebut?
b. Bagaimana cara anda menjadikan pengalaman tersebut sebagai pembelajaran masa
yang akan datang?
c. Apa yang telah dipelajari dari pengalaman tersebut?
d. Bagaimana pengalaman tersebut merubahcara anda dalam praktek? Contoh
pertanyaan untuk memicu refleksi (diadaptasi dari John’s questions, 2002)
pertanyaan dalam refleksi meliputi :
 Jelaskan secara singkat dan jelas tentang pengalaman Anda
 Mengapa Anda menganggap pengalaman tersebut sangat berarti dan penting
untuk direfleksikan
 Apa yang hendak Anda capai saat itu?
 Hal atau keputusan klinis apakah yang Anda ambil?
 Mengapa Anda membuat keputusan atau melakukan tindakan tersebut?
 Konsekuensi apakah yang dapat terjadi terhadap diri Anda, pasien, keluarga
pasien, dan teman atau profesi lain dari tindaka yang Anda lakukan?
 Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi keputusan Anda?
 Teori atau pengetahuan apakah yang mempengaruhi atau mendasari keputusan
Anda?
 Apakah ada alternatif dari keputusan yang Anda buat?
 Konsekuensi apakah yang terjadi jika alternatif keputusan tersebut Anda ambil?
 Gambarkan perasaan Anda ketika hal tersebut terjadi
 Bagaimana perasaan pasien saat itu menurut Anda, dan bagaimana Anda dapat
mengetahuinya?
 Bagaimana perasaan Anda sekarang terhadap pengalaman tersebut?
 Bagaimana Anda menghubungkan pengalaman tersebut dengan pengalaman atau
pengetahuan sebelumnya? Bagaimanakah Tindakan Anda untuk kedepannya jika
menemui hal serupa?
 Bagaimana pengalaman tersebut mengubah pengetahuan Anda secara empiris?
Estetis? Etika? Personal?

2.5. Tingkat Refleksi


Sementara itu Bain et al. (1999) menyebutkan bahwa ada 5 tingkat refleksi, yaitu:
1. Reporting
Mahasiswa mendeskripsikan, menceritakan dengan tambahan berupa observasi atau
penambahan wawasan.
2. Responding
Sumber data dapat digunakan sebagai transformasi atau konsep. Memberikan penilaian
terhadap observasi dan perasaan yang terdapat pada diri sendiri.
3. Relating
Suatu aspek dari data mempunyai arti tersendiri apabila dihubungkan dengan
pengalaman. Mengerti hubungan antara pembelajaran dengan pengalaman.
Memberikan penjelasa mengapa sesuatu dapat terjadi. Mengidentifikasi kemampuan,
progress, dan kesalahan selama belajar. Mengidentifikasi dan merencanakan sesuatu
yang diperlukan dan perubahan juga diperlukan untuk pembelajaran sekarang dan yang
akan datang.
4. Reasoning
Mengintegrasikan data untuk memperkuat hubungan teori konsep, pengalaman pribadi,
memberikan transformasi dan pemahaman konsep. Melihat konsep kenapa sesuatu
terjadi selama pembelajaran. Mahasiswa mengeksplorasi kemampuannya atau
meenganalisa konsep dan menghubungkan antara teori dan praktiknya dalam kehidupan
sehari-hari.
5. Reconstructing
Mahasiswa memikirkan sesuatu yang abstrak dan umum untuk mengaplikasikannya
(pembelajaran). Mahasiswa menggambarkan penyelesaian masalah melalui refleksi,
pengalaman yang mereka rasakan, beberapa prinsip dasar yang mereka pegang,
membuat suatu cara dari konsep teori sendiri atau mengambil pelajaran dari isu dan
berita. Mahasiswa memperoleh hasil secara signifikan dari pembelajaran mereka dan
dari rencana yang telah disusun atau dibuat untuk perkembangan belajar dengan dasar
refleksi diri mereka sendiri.
Aspek-aspek penting dari refleksi:
1) Sebelum pengalaman
2) Saat berlangsung
3) Setelah pengalaman.

2.6. Penilaian Refleksi


Aspek yang harus dinilai dalam self assessment antara lain:
a. Pencapaian kompetensi sesuai SKDI
b. Pemenuhan learning needs
c. Progresifitas perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku sebagai hasil pembelajaran
d. Kekurangan dan kelebihan yang dimiliki (analisis SWOT)
e. Proses yang dilakukan untuk mencapai kompetensi sebagai dokter.
2.7. Reflek si Sebagai
Proses Pembelajaran

Salah satu model pembelajaran yang dapat memfasilitasi proses refleksi adalah
experiental learning. Experiential learning adalah suatu proses di mana pembelajaran
terjadi melalui pengalaman. Namun, pengalaman saja tidak cukup untuk terjadinya
belajar. Pengalaman harus dapat ditafsirkan dan diintegrasikan ke dalam struktur
pengetahuan yang ada menjadi pengetahuan baru atau diperluas. Pada tahap ini diperlukan
sebuah refleksi agar terjadi proses pembelajaran aktif. Model pembelajaran berbasis
pengalaman (experiental learning) mendefinisikan belajar sebagai proses mengkonstruksi
pengetahuan melalui transformasi pengalaman. Kolb mengemukakan bahwa model
pembelajaran berbasis pengalaman memiliki empat tahapan yakni:

1. Pengalaman konkret (concrete experience)

2. Refleksi observasi (reflective observation)

3. Konseptualisasi abstrak (abstract conceptualization)

4. Eksperimen (active experiment).


Pada tahap refleksi observasi mahasiswa diminta untuk mengamati kembali
pengalaman dari aktivitas belajar mereka yang telah dijalani. Selanjutnya mahasiswa
merefleksikan pengalamannya dan dari hasil refleksi ini mereka akan menarik pelajaran
sebagai sebuah pemahaman baru yang akan diterapkan pada pengalaman berikutnya.
Proses refleksi tidak terjadi begitu saja. Untuk mendorong proses refleksi diperlukan
adanya feedback dari dosen atau pembimbing. Feedback akan membantu mahasiswa
untuk mendeskripsikan kembali pengalaman yang diperolehnya, mengkomunikasikan
kembali dan belajar dari pengalaman tersebut.

2.8. Manfaat Refleksi Diri


Refleksi diri bermanfaat untuk:
a. Membantu dalam mengeksplorasi pengalaman sehingga dapat diperoleh pemahaman
dan perspektif baru.
b. Melatih kemampuan berfikir kritis, analitik, dan sistematis.
c. Melatih sikap keterbukaan dan mawas diri.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Melalui program CPD, seorang dokter dapat selalu meningkatkan
profesionalisme dalam mengahadapi perkembangan di bidang pelayanan kesehatan.
CPD yang merupakan proses life long learning, mengharuskan seorang dokter untuk
memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melakukannya. Dalam mengajarkan
mahasiswa, keterampilan yang mendukung lifelong learning adalah pendidik kedokteran
harus dapat berperan sebagai role model. Pada pendidikan kedokteran keterampilan ini
dapat diajarkan melalui metode diskusi PBL, pembelajaran refleksi diri, penerapan self
evaluation dan penggunaan portfolio dalam pembelajaran. Dengan penerapan
pembelajaran refleksi diri dan self evaluation sebagai metode tambahan dalam
mengajarkan keterampilan pembelajaran sepanjang hayat, mahasiswa kedokteran dapat
memiliki keterampilan refleksi diri dan self evaluation yang baik dan dapat berkembang
menjadi seorang reflective practioner yang dapat selalu menjaga dan meningkatkan
profesionalismenya sebagai dokter.
DAFTAR PUSTAKA

 Prihanti, GS. 2020. Modul Skill Refleksi Diri. Universitas Muhammadiyah Malang.
 Meidianawaty, V. 2019. Jurnal Kedokteran & Kesehatan: Refleksi Diri dalam Pendidikan
Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati.
 Lestari, SMP. 2019. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan: Perbedaan Tingkat Refleksi
Diri Dalam Pembelajaran Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Tahun
2019. Vol 6, No 4. Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati.

Anda mungkin juga menyukai