Anda di halaman 1dari 25

LANDASAN FILOSOFIS PENGEMBANGAN MODEL

KONSELING KELOMPOK INTEGRATIF GRATITUDE


COGNITIF BEHEVIORISTIK UNTUK MENINGKATKAN
RESILIENSI INDIVIDU
OLEH AMIEN WAHYUDI

1.1. Latar belakang

Manusia hidup untuk terus berkembang. Perkembangan ini meliputi aspek

fisik dan psikologis. Dalam perjalananya perkembangan ini bisa mengalami

hambatan hambatan yang disebabkab berbagai faktor seperti ekonomi,sosial dan

budaya. Islam melihat bahwa problemaika manusia bisa disebabkan oleh beberapa

hal yaitu sebagai ujian,peringatan,dan balasan ((Sutoyo, 2013). Kajian tentang

islamisasi ilmu pengetahuan dimulai dengan muculnya berbagai macam

pandangan tentang pentingnya untuk menjadikan ilmu pengetahun diwarnai nilai-

nilai islam. Hal ini karena sumber pengetahuan yang bersal dari budaya

masyarakat barat yang belum tentu sesuai dengan ajaran dalam ajaran islam

(Shakeel, 2018).

Usaha islamisasi ilmu pengetahuan ini diantaranya dimulai saat Alfaruqi

melontarkan sebuah gagasa islamizationn of knowledge yang memandang bahwa

pengetahuan modern menyebabkan munculnya pertentangan wahyu dengan akal

dalam diri umat islam, sehingga memerlukan islamisasi ilmu pengetahuan yang

beranjak dari nilai-nilai ketahuidan (Ancok et al., 2000). Ini bukan berarti bahwa

teori dari barat tidak dapat digunakan sepenuhnya dalam dunia islam, karena

teori-teori tersebut memberikan langkah operasional dalam memandang dinamika


psikologis manusia. Namun dalam praktiknya perlu memasukan nilai-nilai agama

islam bagi penerapan teori tersebut saat berhadapan dengan konseli yang

beragama islam.

Perkembangan ilmu pengetahuan juga dialami dalam bidang bimbingan

dan konseling (Stewart-Sicking et al., 2017). Perkembangan tersebut diawali dari

munculnya pendekatan psikoanalisis hingga saat ini masuk ke dalam konseling

sosial justice (Ratts, 2009). Diantara teori psikoanalisis dan sosial justice terdapat

gerakan multikulturalisme. Multikulturalisme muncul karena memandanh bahwa

teori konseling yang berkembang dari psikoanalisis,behevioristik dan humanistik

belum melihat perbedaan individu sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan

dari konteks sosial dimana individu tersebut berasal (Ratts, 2009).

Teori psikoanalisis sebagai awal dari perkembangan teori kepribadian

tidak melihat bahwa munculnya masalah individu bisa disebabkan budaya yang

dianut. Karena dalam labeling theori ada konsep bahwa munculnya masalah pada

individu disebabkan “penjulukan” negatif yang diberikan pada individu (Mulyana

& Rakhmat, 1990). Teori behevirostik juga memiliki keterbatasan, karena untuk

mengubah perilaku individu, individu tersebut “dipaksa” masuk dalam lingkungan

baru tanpa memperhatikan bagaimana budaya telah lama membentuk prilaku

individu tersebut dalam prilaku (Ancok et al., 2000). Humanistik sebagai

pendekatan ketiga memandang kebebasan manusia dalam memilih. Pandangan

humanistik ini dipengaruhi oleh pandangan filosofis realisme eksistensialis.

Filosofis realisme eksistensialis memandang bahwa eksistensi manusia sebagai

cara manusia untuk ada. Sehingga untuk menjadi ada manusia bisa memilih
perbuatan yang dia inginkan dengan syarat mau bertanggug jawab terhadap

pilihannya tersebut. Tentu saja konsep ini tidak bisa dilakukan pada individu-

individu yang keyakinan dan nilai nilai dalam karena setiap tindakan yang

dilakukannya dibatasi norma dan agama.

Perbedaan perbedaan individu meliputi perbedaan sosial,budaya dan

agama. Perbedaan ini memberikan warna terhadap prilaku individu, karena

manusia tidak dapat dipisahkan dari tempat dia dibesarkan. Indonesia sebagai

negara yang memiliki beragam suku bangsa dan agama. Hingga saat ini terdapat

beberapa agama yang diakui seperti islam,hindu,budha,kristen,katolik dan kong

huchu, ini belum termasuk aliran kepercayaan yang ada. Keragaman ini

menimbulkan beragam cara pandang dalam melihat problematika dan

mennyelesaikan masalah individu.

Agama sebagai sebuah aturan, memiliki beragam konsep yang dapat

dioptimalkan untuk membantu individu lepas dari masalah psikologis dirinya.

Diantara konsep konsep tersebut ada yang dikenal dengan konsep kebersyukuran.

Konsepsi syukur ada dalam setiap agama, hanya dalam pelaksanaanya masing

masing agama memiliki konsepsi bersukur yang berbeda. Setidaknya ada dua hal

mendasar yang menjadi pembeda dalam melaksanakan keberyukuran ini.

Perbedaan pertama terletak pada kepada siapa rasa syukur itu diungkapkan, dan

yang kedua adalah bagaimana caranya bersyukur. Dalam konsepsi agama islam

rasa syukur diantaranya ditujukan kepada Allah SWT.

Konsepsi Ketuhanan dalam agama islam dapat dilihat dari Al quran surat

Al ikhlas ayat 1-4 yang berbunyi “katakanlah (wahai Muhammad) “Tuhanku ialah
Allah Yang Maha Esa, Allah Tempat meminta dan memohon pertolongan, Ia tidak

beranak dan tak pula diperanakan, Dan tidak ada sesuatupun yang serupa

dengan Nya” (Al Ikhlas,1-4).Konsep Ketuhanan ini tentu berbeda dengan konsep

Ketuhanan dalam agama selain islam.Lalu bagaimana cara manusia

bersyukur,dalam kacamata islam. Dalam agama islam diantaranya cara bersyukur

adalah dengan mengingat Allah SWT “Karena itu ingatlah kamu kepada

Ku,niscaya Aku ingat pula kepada mu dan bersyukurlah kepada Ku dan jangan

kamu mengingkari nikmat Ku” (Al baqoroh 152). Ayat menunjukan dua cara

bersyukur yaitu dengan cara mengingat Allah SWT dan tidak mengingkari nikmat

yang telah diberikan oleh Allah SWT. .

Terminologi syukur dalam kehidupan masyarakat Indonesia sangat lekat

dalam kehidupan sehati-hari. Kata syukur bukan hanya populer di Indonesia tetapi

juga di negara negara yang mayoritas menganut agama islam. Seandainya kata

syukur ini diterapkan dalam kehidupan manusia sehari hari, maka manusia akan

lebih sejahtera secara psikologis (Bono & Froh, 2009; Wood et al., 2010).

Dalam konsep islam kebersyukuran diantaranya bersandar dari firman

Allah SWT yang berbunyi “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;

"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)

kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku

sangat pedih" (Qs Ibrahim;ayat 7). Tafsir ayat ini secara tegas menyatakan

bahwa jika bersyukur maka pasti nikmat Allah SWT akan ditambah, tetapi ketika

berbicara tentang kufur nikmat ayat ini menegaskan betapa siksa Allah SWT

sangatlah pedih dan jika dipahami demikian maka ujung ayat ini merupakan
ancaman bagi individu yang kufur terhadap nikmat yang telah Allah SWT berikan

{Citation}(Shihab, 2002).

Padangan filosfis keberyukuran berangkat dari pandangan bahwa begitu

banyak kebaikan (nikmat) yang telah diberikan oleh Allah SWT.Kebaikan

kebaikan berupa kesehatan,rezeki dan usia merupakan anugrah yang diberikan

oleh Allah SWT kepada manusia baik yang beriman kepada Nya ataupun

tidak.Keberyukuran diajarkan oleh setiap agama, sehingga definisi keberyukuran

haruslah dikembalikan ke dalam konsep agama yang dianut (Mutia et al., 2010)

Keberyukuran dalam diri individu bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu 1)

manusia mengakui bahwa telah mendapatkan sebuah nikmat, 2) nikmat yang

didapat berasal daru sumber ekternal dirinya (Emmonse & Mccullough, 2003).

Kebersukyuran juga memberikan pengaruh terhadap resiliensi individu

(Dwiwardani et al., 2014; Scott et al., 2021; Vieselmeyer et al., 2017).

Konsepsi keberyukuran telah dikemukan oleh para ahli diantaranya

mendefinisikan keberyukuran sebagai sebuah kontruksi yang melibatkan asepak

kognitif, emisi dan prilaku pada diri individu (Emmons, 2007). Sebagai sebuah

konstruksi emosi, kebersyukuran dapat ditandai dengan kemampuan mengubah

respons emosi terhadap suatu peristiwa positif dan negatif di dalam kehidupan

sehingga menjadi lebih bermakna (McCullough et al., 2002). Bidang psikologi

positif saat ini memfokuskan kajian psikologi untuk melihat dan mengatasi

problematika dalam kehidupan manusai dan membantu manusia dalam mencapai

perkembangan optimal melalui pengembangan emosi-emosi positif dalam diri

manusia. Syukur merupakan salah satu kajian positif dalam psikologi. Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa rasa syukur bisa mengurangi energi negatif

dalam diri individu (Triantoro, 2014). Penelitian lainya menemukan bahwa orang

yang bersyukur mudah untuk mencapai kebahagian dan kehidupan yang tenteram

serta mudah untuk menghadapi stresor dalam kehidupan (McCabe et al., 2011).

Psikologi positif memandang bahwa kebersyukuran merupakan cara

mengungkapkan nikmat dan kebaikan yang diperoleh (Emmons, 2007;

McCullough et al., 2002) hal ini berbeda dengan pandangan islam yan

memandang bahwa rasa syukur bukan hanya soal mendapatkan kenikmatan dan

kebaikan saja melainkan juga mensyukuri hal hal yang tidak dinginkan sebagai

sebuah tanda kasih sayang Allah SWT kepada hambanya (Safitri et al., 2019)

Pada hal hal yang tidak diinginkan tersebut boleh jadi merupakan hal yang baik

bagi dirinya, ini sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi “….boleh jadi

kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagi dirimu, boleh jadi pula kamu

menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagi mu, Allah mengetahui sedang kamu

tidak mengetahui” (Al baqoroh ayat 216).

Syukur merupakan bagian dalam ajaran Islam yang sudah “dipraktekkan”

dalam kehidupan sehari-hari. Pengucapan “Alhamdulillah” sebagai simbol dari

rasa kebersyukuran. Akan tetapi, syukur sesungguhnya tidak hanya cukup pada

pengucapan tersebut, karena syukur berkaitan dengan lisan, hati dan anggota

badan (MARYAM, 2018). Pemahaman mengenai syukur, khususnya pada

masyarakat Indonesia yang beragama Islam tentunya diperoleh melalui ajaran

ajaran dalam Islam, yang juga dipengaruhi oleh budaya yang ada dalam Indonesia.
Sehingga pribadi individu, tingkah laku dan lingkungan saling mempengaruhi satu

sama lain dalam membentuk suatu perilaku atau kepribadian (Shobihah, 2014).

Dimasa modern keberyukuran telah diteliti memiliki hubungan dengan

kesehatan mental individu (Belen & Barmanpek, 2020; Cregg & Cheavens, 2021;

Oravecz et al., 2020). Pentingnya kebersyukuran juga telah menarik minat peneliti

lainnya selama beberapa dekade terakhir (Bartlett & DeSteno, 2006; Cregg &

Cheavens, 2021; Emmons & Mishra, 2011; Kardas et al., 2019; Lim, 2017;

Valikhani et al., 2019)

Perbedaan antara Gratitude Cognitif Behevioristik dengan dengan

pendekatan yang lainnya, terletak pada filosofis pendekatan. Pendekatan

kebersyukuran berangkat dari terminologi kekuatan individu disandingkan dengan

Cognitif Behevioristik yang yang memiliki landasan filosofis bahwa perilaku

individu dapat dibentuk berdasarkan lingkungan dimana individu tersebut berada.

Sehingga dalam konteks ini kebersykuran dibentuk dengan melalui proses

kognitif dan pembiasaan prilaku (Mutia et al., 2010; Utami et al.,

2020).Keberyukuran dapat dilakukan sesuai dengan ajaran agama yang dipercayai

oleh konseli. Dalam kacamata ini pedekatan konseling haruslah memperhatikan

nilai-nilai budaya dan agama yang dipercayai oleh konseli.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan resiliensi

mahasiswa. Beberapa pendekatan yang digunakan diantaranya adalah pendekatan

realita (Heydarpour et al., 2018), Solusi Fokus Brief counseling (SFBC). Aspek

aspek kognitif masih menjadi satu hal utama dalam pendekatan-pedekatan ini,

aspek aspek religiusitas belum dipandang sebagai satu kesatuan dalam pendekatan
konseling yang sudah ada, sehingga pendekatan ini dipandang masih belum

memadai. Pengembangan berbagai macam pendekatan konseling masih terbuka

untuk dikembangkan, apalagi dimasa perkembangan psikologi positif dan post

modern yang lebih memandang kepada kekuatan individu dibandingkan fokus

kepada permasalahan yang sedang dihadapi

Beberapa penelitian telah menunjukan bagaimana keberyukuran dapat

digunakan untuk mengatasi problem individu. Pada studi literatur yang peneliti

lakukan, peneliti menemukan 271 jurnal yang membahas kebersyukura yang

didapat dari data base PubMed dan Tylor dan Francis, dari 271 jurnal tersebut

terdapat 14 jurnal yang membasa strategi intervensi keberyukuran. Hasil dari 14

jurnal tersebut menunjukan bahwa keberyukuran dapat digunakan untuk

mengintervensi prilaku individu.Dampak positif yang terjadi apabila

keberyukuran ini dilakukan diantaranya adalah stabilnya detak jantung,

meningkatnya kebahagiaan indvidu dan motivasi yang menjadi lebih baik

(Gabana et al., 2019; Kyeong et al., 2017; Nawa & Yamagishi, 2021). Melalui

pengembangan konseling kelompok integratif Gratitude Cognitif Behevioristik

ini individu didorong untuk bisa bertanggung jawab atas dirinya dalam

menjalankan ajaran agamanya dan juga individu diminta untuk mengoptimalkan

potensi yang dimilikinya sebagai bagian dari rasa syukurnya atas nikmat yang

telah diberikan oleh Allah SWT.


1.2. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemaparan tentang di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah :

1.2.1. Mengembangkan Model Konseling Kelompok Integrasi Gratitude

Kognitif Behevirostik untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa.

1.2.2. Menguji kelayakan Model Konseling Kelompok Integrasi Gratitude

Kognitif Behevirostik untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa

berdasarkan pendapat ahli.

1.2.3. Menguji efektivitas Model Konseling Kelompok Integrasi Gratitude

Kognitif Behevirostik untuk meningkatkan resiliensi mahasiswa

1.2.4. Mengetahui profil resiliensi akdemik mahasiswa berdasarkan gender.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan cakupan masalah di atas maka ada beberapa rumusan

masalah yang dapat diajukan peneliti dalam penelitian ini. Rumusan

masalah tersebut meliputi :

1.3.1. Bagaimana pengembangan Model Konseling Kelompok Integrasi

Gratitude Kognitif Behevirostik untuk meningkatkan resiliensi

mahasiswa.

1.3.2. Bagaimanna kelayakan model yang dikembangkan berdasarkan

validasi ahli
1.3.3. Bagaimana keefektifan Model Konseling Kelompok Integrasi

Gratitude Kognitif Behevirostik untuk meningkatkan resiliensi

mahasiswa

1.3.4. Bagaimana profil resiliensi mahasiswa berdasarkan gender yang ada

1.4. Keterbatasan penelitian

Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu :

1.4.1. Konsepsi keberyukuran dibatasi hanya dalam perfektif agama islam.

1.4.2. Sampel penelitian hanya dibatasi pada mahasiswa FKIP Universitas

Ahmad Dahlan.

1.4.3. Teknik pengumpulan data hanya menggunakan skala psikologis,

observasi dan wawancara.

1.4.4. Integrasi pendekatan konseling dibatasi pada pendekatan psikologis

postif,multikultural dan pendekatan konseling modern.

1.4.5. Variabel penelitian hanya dibatasi pada aspek resiliensi.

2. Kajian Literatur

Kajian leiteratur membahas tentang penelitian yang relevan serta kajian

filosofi teoritik terhadap teori yang diguanakan dalam pengembangan model

penelitian ini.

2.1. Penelitian Relevan

2.1.1 Judul penelitian Attitude of Gratitude: Exploring the

Implementation of a Gratitude Intervention with College Athletes


menunjukan hasil bahwa secara keseluruhan, temuan penelitian

mendukung gagasan intervensi terhadap atlet pelajar karena

meningkatkan kesejahtraan dan mengurangi penyakit sebagaimana

dibuktikan dengan peningkatan rasa syukur,kepuasan olahraga dan

dukungan sosial yang dirasakan serta penurunan tekanan

psikologis dan kelelahan atlet pasca intervensi(Gabana et al.,

2019).

2.1.2 Judul Penelitian Positive psychology intervention (PPI) coaching:

an experimental application of coaching to improve the

effectiveness of a gratitude intervention menunjukan bahwa peserta

intervensi meningkatkan aspek kesejahteraan subjektif peserta

pelatihan (Trom & Burke, 2021)

2.1.3 Judul Penelitian A new approach to gratitude interventions in high

schools that supports studentwell being menunjukan bahwa hasil

penelitian siswa di kelas GI menunjukkan hasil yang lebih baik

dalam sifat syukur,kesehatan mental, dan kesejahteraan

pribadi/sosial setelah 6 minggu intervensi (Bono et al., 2020).

2.1.4 Judul Penelitian Counting blessings and sharing gratitude in a

Chinese prisoner sample: Effects of gratitudebased interventions

on subjective well-being and aggression menunjukan hasil bahwa

Intervensi berbasis rasa syukur efektif untuk meningkatkan

kesejahteraan subjektif individu (SWB) dan menurunkan prilaku

agresi (Deng et al., 2019).


2.1.5 Judul Penelitian Gratitude Cognitive Behavior Therapy (G-CBT) to

Reduce College Students’ Academic Stress menunjukan hasil

bahwa Studi menyimpulkan bahwa intervensi G-CBT dapat

mengurangi stres akademik pada siswa(Utami et al., 2020).

2.1.6 Judul Penelitian Gratitude Cognitif Behavior Therapy to Reduce

Symtoms of Adolescent Depression menunjukan hasil bahwa ada

perbedaan hasil antara kelompok perlakuan dengan kelompok

kontrol pasca dilakukan intervensi (Mutia et al., 2010).

Dari hasil hasil penelitian di atas menunjukan bahwa gratitude cognitif

behevirostik dapat digunakan untuk mengatasi masalah psikologis individu.

2.2. Kajian Filosofis dan Teoritik

Kajian Filosofis

Perkembangan konseling mulai memandang pentingnya memperhatikan

perbedaan individu. Perbedaan individu tersebut meliputi perbedaan suku,bangsa

dan agama. Selama ini perbedaan ini tidak menjadi perhatian dalam proses

konseling, sampai kemudian berkembangnya konseling multikultural dalam

proses layanan konseling. Konseling multikultural berangkat dari sebuah

keyakinan bahwa setiap individu tidak bisa dilepaskan dari dinamika sosialnya

yang ada.

Salah satu bagian dari bentuk multikulturalisme adalah agama. Indonesia

sebagai sebuah negara yang besar mengakui beberapa agama dalam aturan

negaranya. Salah satu agama yang di akui adalah islam dan merupakan penganut
terbesar dalam rakyat indonesia. Banyak konsep dalam agama islam telah diuji

untuk digunakan dalam proses konseling, seperti pemaafan dan kebersyukuramn.

Kebersyukuran dalam agama islam terdapat setidaknya di dalam 57 ayat. Ini

menunjukan bahwa kata bersyukur memiliki banyak bahasan di alam kitab suci

umat islam.

Landasan teologis dalam beryukur dapat dilihat di dalam al quran dan

hadist nabi. Dalam al quran dinyatakan bahwa "Sesungguhnya jika kamu

bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu

mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih" (Qs

Ibrahim;ayat 7). Sedangkan dalam hadist nabi dikatakan bahwa ““Jika engkau

tidak mampu membalasnya maka doakan dia hingga engkau merasa bahwa

engkau telah mensyukuri kebaikan tersebut, karena sesungguhnya Allah SWT

sangat cinta kepada orang-orang yang bersyukur,” (HR Abu Dawud).

Kajian Teoritik

Pada bagian ini ada beberapa hal yang aka dibahasi yaitu, 1) Resiliensi,

2) konsepsi keberyukuran dalam islam, 3) Cognitif Behevioristik.

Penelitian dalam bidang sosial telah banyak dilakukan tetapi salah satu

kesulitan dalam penelitian sosial adalah banyaknya definisi dalam melihat suatu

fenomena. Termasuk di dalamnya masalah risiliensi. Beberapa pakar telah

mendefinisikan tentang istilah risiliensi, dari banyak pendapat tersebut setidaknya

para pakar tersebut memiliki singgungan yang tidak jauh berbeda tentang

riseliensi yang dipandang sebagai kemampuan individu untuk dapat bangkit dan

bertahan saat menghadapi masalah.


Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari masalah. Masalah yang

terjadi pada manusia bila dilihat dalam kacamata agama islam merujuk kepada

beberapa hal bahwa apabila masalah tersebut menimpa orang yang beriman maka

masalah tersebut boleh jadi sebuah ujian, apabila masalah tersebut menimpa orang

biasa boleh jadi sebagai pengingat agar segera kembali kejalan yang telah

ditentukan oleh Allah SWT, tetapi apabila masalah itu terjadi pada manusia yang

senantiasa berbuat kerusakan boleh jadi masalah tersebut merupakan balasan oleh

Allah SWT(Sutoyo, 2013). Allah SWT telah berfirman : Dan sungguh akan Kami

berikan ujian kepada mu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,

Jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kegiembiraan kepada orang-orang yang

sabar (Al baqoroh 155).

Bila merujuk kepada ayat ini maka kekurangan harta yang dialamioleh

mahasiswa penerima bidik misi merupakan sebuah ujian, dan apabila mahasiswa

penerima bidik misi itu bersabar atas kondisi yang terjadi maka ada kabar gembira

yang diberikan untuk individu yang bersabar tersebut.Beberapa pakar telah

mendefinisikan tentang risiliensi diantaranya menyatakan bahwa resiliensi sebagai

kemampuan individu untu menjaga kondisi fisik dan kejiwaan yang sehat dan

tetap stabil, serta mampu bangkit dari pengalaman emosional negatif akibat

peristiwa sulit (Bonanno, 2005).

Sementara itu pendapat lainnya memandang “ resiliensi dipandang

sebagai kemampuan bertahan individu untuk memperkirakan dan bangkit dari

masalah yang dihadapi. Sedangkan tidak resiliensi dipandangg sebagai

gambaran ketidak tahanan individu untuk bertahan dari masalah yang


dihadapinya dari waktu ke waktu”(Glantz & Johnson, 2006). Sejalan dengan

pendapat tersebut pendapat lainnya menyatakan bahwa“masalah merupakan sprit

dalam kehidupan, tidak ada kehidupan yang tanpa masalah, hanya saja yang jadi

masalah adalah bagaimana kemampuan individu tersebut bangkit dari

keterpurukan atas masalah yang dihadapi” (Deveson, 2003).

Lebih lanjut para ahli mengungkapkan bahwa “mengacu pada pola

adaptasi individu yang positif dalam menghadapi permasalahan yang terjadi,

setidaknya ada dua kondisi untuk mengambarkan ketahanan individu dalam

beradaftasi tersebut yaitu a) kesiapan individu dalam beradaptasi terhadap

permasalah yang telah terjadi dan b) kemampuan individu untuk terus berfungsi

sebagai manusia dalam menghadapi masalah tersebut”. (McMahon et al., 2020).

Keberfungsian individu sangat penting saat menghadapi masalah, individu yang

berfungsi dengan baik akan cepat menyesuaikan diri denganmasalah yang sedang

dihadapi, optimisme untuk dapat bertahan saat menghadapi masalah menjadi

keharusan karena sesungguhnya Allah SWT telah berfirman“Maka sesungguhnya

bersama kesulitan ada kemudahan” (Asy Syarh, 5). Ayat al quran ini memberikan

informasi bahwa setiap permasalahan ada jalan keluranya, sehingga individu yang

sedang mengalami masalah diminta untuk mencari jalan keluar tersebut dan

bersabar atas masalah yang sedang di hadapi.

Pembahsan konsep keberyukuran meliputi konsepsi keberyukuran dalam

pandangan islam dalam mencari konsepi keberyukuran dalam kacamata islam

digunakan pendekatan kualitatif dan untuk cognitif behevioristik pembahasan

meliputi landasan teori, teknik,langkah langkah konseling atau intervensi.


2.2 Kerangka Berpikir

Dalam rangka menjawab problematika yang ada, sangat penting bagi

peneliti untuk mengembangkan kerangka pikir yang sistematis untuk menjawab

dan menyelesaikan masalah yang ada dilapangan. Adapun kerangka pikir dalam

penelitian ini terdiri atas, 1) Permasalahan, 2) Pendekatan dalam menyelesaikan

masalah yang teruji secara teoritis dan empiris, 3) hasil akhir yang diharapkan ada

dalam proses pengembangan konseling ini..

Gambar 2.1 Kerangka Pikir


3. Metodologi

3.1. Desain Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan sebuah model konseling

kelompok integratif gratitude cognitif beheviorstik. Pengembangan model

tersebut mengikuti prosedur penelitian yang dikemukakan oleh Borg and

Gall.

3.2. Prosedur Penelitian

Untuk memudahkan peneliti melakukan penelitian, maka peneliti

menyusun prosedur kerja didasarkan pada proses penelitian riset dan

pengembangan. Adapun alur kerja dalam penelitian ini adalah:

1) Penelitian dan pengumpulan informasi


2) Perencanaan
3) Pengembangan bentuk produk awal
4) Uji ahli permulaan
5) Revisi produk utama
6) Uji lapangan utama
7) Revisi produk operasional
8) Uji lapangan operasional
9) Revisi produk akhir
10) Implementasi

3.3. Partisipan

Penelitian ini mengambil setting di Universitas Ahmad Dahlan.

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa FKIP universitas Ahmad Dahlan.


Untuk kepentingan pengembangan model partisifan untuk uji efektivitas

diambil secara random sampling. Secara garis besar penelitian ini

menggunakan dua tahapan yaitu pengembangan dan validasi kerangka

panduan intervensi serta uji coba (intervensi).

Tahap pengembangan dan validasi kerangka dan panduan

intervensi dilakukan dengan melakukan uji ahli (expert judgement). Uji

ahli dilakukan oleh pakar dalam bidang konseling serta bimbingan.

Sedangkan pada tahap uji coba intervensi, subyek penelitian adalah

mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling yang ditentukan

secara purposive.

3.4. Instrumen pengumpulan Data

Dalam melaksanakan penelitian, peneliti melakukan beberapa tahapan,

yaitu 1) tahap pertama, pada tahap ini peneliti melakukan pengumpulan

data tentang resiliensi individu dengan menggunakan skala

psikologis,selain itu pada tahap ini juga dilakukan pengambilan data

secara kualitatif untuk mengetahui faktor penyebab munculnya masalah

pada individu, selanjutnya adalah mengembangkan model hipotetik hingga

sampai validasi ahli konseling dan bimbingan 2) tahap intervensi dimana

pada tahap ini akan dilakukan pre and post measurmen dari dampak

intervensi yang dilakukan, 3) tahap selanjutnya adalah melakukan analisis

kualitatif terhadap proses intervensi yang dilakukan, pada tahap ini proses

analisis kualitatif meliputi hasil wawancara dan observasi selama kegiatan

intervensi dilakukan,4) pada tahap ini peneliti melakukan measusrmen


kuantitif untuk mengetahui dampak dari intervensi yang dilakukan apakah

model hipotetik yang dikembangkan bisa teruji secara empiris untuk

meningkatkan resiliensi mahasiswa.

3.5. Analisis Data

Penelitian ini mengkombinasikan dua jenis data pada saat dikumpulkan,

yaitu data kuantitatif dan kualitatif. Data tentang profil harapan akademik

mahasiswa dan sebagian model konseling berbentuk kuantitatif, sedangkan

data tentang pendapat subjek selama mengikuti sesi intervensi dan saran

pakar bimbingan dan konseling terhadap model konseling berbentuk

kualitatif. Untuk menganalisis data kuantitatif digunakan analisis statistik,

sedangkan untuk menganalisis data kualitatif digunakan analisis

nonstatistik.

Daftar Pustaka

Ancok, D., Suroso, F. N., & Ardani, M. S. (2000). Psikologi islami: Solusi islam

atas problem-problem psikologi. Pustaka Pelajar.

Bartlett, M. Y., & DeSteno, D. (2006). Gratitude and prosocial behavior: Helping

when it costs you. Psychological Science, 17(4), 319–325.

Belen, H., & Barmanpek, U. (2020). Fear of happiness and subjective well-being:

Mediating role of gratitude. Turkish Studies, 15, 3.

Bonanno, G. A. (2005). Resilience in the face of potential trauma. Current

Directions in Psychological Science, 14(3), 135–138.


Bono, G., & Froh, J. (2009). Gratitude in school: Benefi ts to students and

schools. In Handbook of positive psychology in schools (pp. 95–106).

Routledge.

Bono, G., Mangan, S., Fauteux, M., & Sender, J. (2020). A new approach to

gratitude interventions in high schools that supports student wellbeing. The

Journal of Positive Psychology, 15(5), 657–665.

Coronado-Hijón, A. (2017). Academic resilience: A transcultural perspective.

Procedia-Social and Behavioral Sciences, 237, 594–598.

Cregg, D. R., & Cheavens, J. S. (2021). Gratitude interventions: Effective self-

help? A meta-analysis of the impact on symptoms of depression and

anxiety. Journal of Happiness Studies, 22(1), 413–445.

Deng, Y., Xiang, R., Zhu, Y., Li, Y., Yu, S., & Liu, X. (2019). Counting blessings

and sharing gratitude in a Chinese prisoner sample: Effects of gratitude-

based interventions on subjective well-being and aggression. The Journal

of Positive Psychology, 14(3), 303–311.

Deveson, A. (2003). Resilience. Allen & Unwin.

Dwiwardani, C., Hill, P. C., Bollinger, R. A., Marks, L. E., Steele, J. R., Doolin,

H. N., Wood, S. L., Hook, J. N., & Davis, D. E. (2014). Virtues develop

from a secure base: Attachment and resilience as predictors of humility,

gratitude, and forgiveness. Journal of Psychology and Theology, 42(1),

83–90.

Emmons, R. A. (2007). Thanks!: How the new science of gratitude can make you

happier. Houghton Mifflin Harcourt.


Emmons, R. A., & Mishra, A. (2011). Why gratitude enhances well-being: What

we know, what we need to know. Designing Positive Psychology: Taking

Stock and Moving Forward, 248–262.

Emmonse, R. A., & Mccullough, M. E. (2003). Counting blessings versus

burdens: An experimental investigation of gratitude and subjective well-

being in daily life. Journal of Personality and Social Psychology, 84(2),

377–389.

Frisby, B. N., Hosek, A. M., & Beck, A. C. (2020). The role of classroom

relationships as sources of academic resilience and hope. Communication

Quarterly, 68(3), 289–305.

Gabana, N. T., Steinfeldt, J., Wong, Y. J., Chung, Y. B., & Svetina, D. (2019).

Attitude of gratitude: Exploring the implementation of a gratitude

intervention with college athletes. Journal of Applied Sport Psychology,

31(3), 273–284.

Glantz, M. D., & Johnson, J. L. (2006). Resilience and development: Positive life

adaptations. Springer Science & Business Media.

Herrman, H., Stewart, D. E., Diaz-Granados, N., Berger, E. L., Jackson, B., &

Yuen, T. (2011). What is resilience? The Canadian Journal of Psychiatry,

56(5), 258–265.

Heydarpour, S., Parvane, E., Saqqezi, A., Ziapour, A., Dehghan, F., & Parvaneh,

A. (2018). Effectiveness of group counseling based on the reality therapy

on resilience and psychological well-being of mothers with an intellectual

disabled child. International Journal of Pediatrics, 6(6), 7851–7860.


Kardas, F., Zekeriya, C. A. M., Eskisu, M., & Gelibolu, S. (2019). Gratitude,

hope, optimism and life satisfaction as predictors of psychological well-

being. Eurasian Journal of Educational Research, 19(82), 81–100.

Kyeong, S., Kim, J., Kim, D. J., Kim, H. E., & Kim, J.-J. (2017). Effects of

gratitude meditation on neural network functional connectivity and brain-

heart coupling. Scientific Reports, 7(1), 1–15.

Lim, Y.-J. (2017). Relationship between positive mental health and appreciation

in Korean individuals. International Journal of Psychology, 52(3), 220–

226.

MARYAM, S. (2018). KONSEP SYUKUR DALAM AL-QUR’AN (Studi

Komparasi Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al Mishbāḥ).

McCabe, K., Bray, M. A., Kehle, T. J., Theodore, L. A., & Gelbar, N. W. (2011).

Promoting happiness and life satisfaction in school children. Canadian

Journal of School Psychology, 26(3), 177–192.

McCullough, M. E., Emmons, R. A., & Tsang, J.-A. (2002). The grateful

disposition: A conceptual and empirical topography. Journal of

Personality and Social Psychology, 82(1), 112.

McMahon, G., Creaven, A.-M., & Gallagher, S. (2020). Stressful life events and

adolescent well-being: The role of parent and peer relationships. Stress

and Health, 36(3), 299–310.

Mulyana, D., & Rakhmat, J. (1990). Komunikasi antarbudaya. Remaja

Rosdakarya.
Mutia, E., Subandi, S., & Mulyati, R. (2010). Terapi kognitif perilaku bersyukur

untuk menurunkan depresi pada remaja. JIP (Jurnal Intervensi Psikologi),

2(1), 53–68.

Nawa, N. E., & Yamagishi, N. (2021). Enhanced academic motivation in

university students following a 2-week online gratitude journal

intervention. BMC Psychology, 9(1), 1–16.

Oravecz, Z., Dirsmith, J., Heshmati, S., Vandekerckhove, J., & Brick, T. R.

(2020). Psychological well-being and personality traits are associated with

experiencing love in everyday life. Personality and Individual Differences,

153, 109620.

Ratts, M. J. (2009). Social Justice Counseling: Toward the Development of a Fifth

Force Among Counseling Paradigms. The Journal of Humanistic

Counseling, Education and Development, 48(2), 160–172.

https://doi.org/10.1002/j.2161-1939.2009.tb00076.x

Safitri, N., Rachmadi, A. G., & Aini, T. Q. (2019). Kebersyukuran: Studi

Komparasi Perspektif Psikologi Barat dan Islam. Psikologika: Jurnal

Pemikiran Dan Penelitian Psikologi, 24(2), 115–128.

Scott, V., Verhees, M., De Raedt, R., Bijttebier, P., Vasey, M. W., Van de Walle,

M., Waters, T. E., & Bosmans, G. (2021). Gratitude: A resilience factor

for more securely attached children. Journal of Child and Family Studies,

30(2), 416–430.

Shakeel, M. (2018). Islamic schooling in the cultural West: A systematic review

of the issues concerning school choice. Religions, 9(12), 392.


Shobihah, I. F. (2014). Kebersyukuran (Upaya membangun karakter bangsa

melalui figur ulama). Jurnal Dakwah, 15(2), 383–406.

Stewart-Sicking, J. A., Deal, P. J., & Fox, J. (2017). The ways paradigm: A

transtheoretical model for integrating spirituality into counseling. Journal

of Counseling & Development, 95(2), 234–241.

Sutoyo, A. (2013). Bimbingan dan Konseling Islami (teori dan praktik).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Triantoro, S. (2014). Forgiveness, gratitude, and happiness among college

students. International Journal of Public Health Science, 3(4), 241–245.

Trom, P., & Burke, J. (2021). Positive psychology intervention (PPI) coaching:

An experimental application of coaching to improve the effectiveness of a

gratitude intervention. Coaching: An International Journal of Theory,

Research and Practice, 1–12.

Ushfuriyah, T. S. (2019). Resiliensi pada perempuan penyintas kekerasan dalam

rumah tangga di suku Jawa [PhD Thesis]. Universitas Negeri Malang.

Utami, M. S., Shalihah, M., Adhiningtyas, N. P., Rahmah, S., & Ningrum, W. K.

(2020). Gratitude cognitive behavior therapy (g-cbt) to reduce college

students’ academic stress. Jurnal Psikologi, 47(2), 137–150.

Valikhani, A., Ahmadnia, F., Karimi, A., & Mills, P. J. (2019). The relationship

between dispositional gratitude and quality of life: The mediating role of

perceived stress and mental health. Personality and Individual Differences,

141, 40–46.
Vieselmeyer, J., Holguin, J., & Mezulis, A. (2017). The role of resilience and

gratitude in posttraumatic stress and growth following a campus shooting.

Psychological Trauma: Theory, Research, Practice, and Policy, 9(1), 62.

Wood, A. M., Froh, J. J., & Geraghty, A. W. (2010). Gratitude and well-being: A

review and theoretical integration. Clinical Psychology Review, 30(7),

890–905.

Anda mungkin juga menyukai